menjaga laut dari ancaman destructive fishing

advertisement
26-10-2017
1/3
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Artikel ini diambil dari : www.depkes.go.id
MENJAGA LAUT DARI ANCAMAN DESTRUCTIVE FISHING
DIPUBLIKASIKAN PADA : JUMAT, 09 JUNI 2017 00:00:00, DIBACA : 620 KALI
Kegiatan penangkapan ikan secara tidak bertanggungjawab bukan hanya terbatas pada kegiatan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing), tetapi juga
terdapat kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak (destructive fishing). Kegiatan ini juga dapat menyebabkan kerugian yang besar terutama
terhadap kelestarian ekosistem perairan yang ada. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan, lewat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan (PSDKP) berupaya terus untuk menjaga laut dari ancaman destructive fishing.
Kegiatan destructive fishing yang dilakukan oleh oknum masyarakat umumnya menggunakan bahan peledak (bom ikan), dan penggunaan bahan beracun untuk
menangkap ikan. Penggunaan bahan-bahan tersebut mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan ekosistem di sekitarnya, serta menyebabkan kematian
berbagai jenis dan ukuran yang ada di perairan tersebut. Setidaknya, hasil penelitian World Bank tahun 1996 menunjukkan bahwa penggunaan bom seberat 250
gram akan menyebabkan luasan terumbu karang yang hancur mencapai 5,30 m2.
Dalam hal pengawasan kegiatan destructive fishing, Direktorat Jenderal PSDKP melalui para Pengawas Perikanan yang tersebar di seluruh Indonesia telah
berhasil menggagalkan kegiatan pengggunaan bom ikan. Keberhasilan terbaru dilakukan oleh Pangkalan PSDKP Tual yang menggagalkan penangkapan dengan
bom ikan di perairan Tual Maluku pada bulan Maret 2017. Selanjutanya pada tanggal 10 April 2017 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat
bersama TNI Angkatan Laut juga berhasil menggagalkan penangkapan ikan menggunakan bom ikan di perairan Lombok Timur. Sementara pada tanggal 30 Mei
2017, Polair Polda Sulawesi Selatan juga menangkap pelaku penangkapan ikan menggunakan bom di perairan Barang Lompo, Sulawesi Selatan.
Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
menyebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasasi, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan
ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Apabila
diketahui dan didapatkan cukup bukti terdapat oknum masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak, maka dapat dikenakan
sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 2 milyar.
Perlu Peran Serta Masyarakat Atasi Destructive Fishing
Dengan luasnya wilayah laut Indonesia, memang terdapat keterbatasan Pemerintah untuk mengawasi kegiatan destructive fishing. Mulai dari
keterbatasan personil pengawasan, kapal pengawas, dan jangkauan wilayah yang sangat luas. Untuk itu, peran serta masyarakat sangat diperlukan
untuk bersama-sama memerangi pelaku destructive fishing.
Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan mengamati atau memantau kegiatan perikanan dan pemanfaatan lingkungan yang ada di daerahnya,
kemudian melaporkan adanya dugaan kegiatan destructive fishing kepada Pengawas Perikanan atau aparat penegak hukum.
*Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo
1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2/3
- 2 -
26-10-2017
Printed @ 26-10-2017 01:10
26-10-2017
3/3
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3
Download