BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air Secara Umum Air

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air Secara Umum
Air adalah suatu senyawa hidrogen dan oksigen dengan rumusan kimia
H2O. Berdasarkan sifat fisiknya (secara fisika) terdapat tiga macam bentuk air,
yaitu air sebagai benda cair, air sebagai benda padat, dan air sebagai benda gas
atau uap. Air berubah dari suatu bentuk kebentuk yang lainnya tergantung pada
waktu dan tempat serta temperaturnya. Berdasarkan jenis wadah yang ditempati,
air dibedakakan atas tiga jenis, yaitu air permukaan, air tanah dan air di udara. Air
permukaan adalah air yang terdapat dipermukaan kulit bumi baik yang berbentuk
cair (air sungai, air danau dan air laut) maupun yang berbentuk padat (es, salju
dan gletser). Air tanah adalah air yang terdapat dibawah permukaan kulit bumi
atau didalam tanah. Adapun air udara adalah air yang terdapat didalam atmosfer
bumi, berupa uap ataupun embun. Air lunak adalah air yang kandungan garam
kapurnya (kalsium karbonat, CaCO3) kecil. Sedangkan air sadah adalah air yang
kandungan garam kapurnya banyak (Dumairy, 1992).
Pemakaian air secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi empat
golongan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu air untuk keperluan irigasi, air
untuk keperluan pembangkit energi, air untuk keperluan industri dan air untuk
keperluan publik. Air untuk keperluan publik dibedakan atas air konsumsi
domestik dan air untuk konsumsi sosial dan komersial (Dumairy, 1992).
Air yang mengandung mikroorganisme itu disebut air yang kena
kontaminasi, jadi air itu tidak steril. Beberapa penyakit menular dapat sewaktu-
waktu meluas menjadi wabah (epidemi) karena peranan air yang cemar
(Dwidjoseputro, 2010).
2.1.1
Penggolongan Air
Adapun penggolongan Air secara umum adalah sebagai berikut :
1.
Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu
2.
Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum
3.
Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan
4.
Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian usaha
diperkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air (Effendi, 2003).
2.1.2
Syarat-syarat Air
Menurut Azwar (1996), air yang digunakan harus memenuhi syarat air
minum yaitu:
1.
Syarat fisik
a. Tidak boleh berwarna
b. Tidak boleh berasa
c. Tidak boleh berbau
d. Harus jernih
e. Suhu sebaiknya dibawah suhu udara, sejuk (dibawah 20oC)
2.
Syarat kimia
Air minum yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan
oleh za-zat kimia dan mineral, terutama oleh zat-zat kimia dan mineral yang
berbahaya bagi kesehatan. Selanjutnya diharapkan pula zat ataupun bahan kimia
yang terdapat didalm air minum, tidak sampai menimbulkan kerusakan pada
tempat penyimpanan air, sebaliknya zat ataupun bahan kimia dan mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh, hendaknya harus terdapat dalam kadar yang sewajarnya
dalam sumber air minum tersebut. Agar terhindar dari penyakit (Azwar, 1996)
3.
Syarat biologi
Dalam menggunakan atau memproduksi air minum, tidak boleh
mengandung bakteri-bakteri penyakit (pathogen) sama sekali tidak boleh
mengandung bakteri golongan Escherisia coli melebihi batas-batas yang telah
ditentukan yaitu 1 coloni/100ml air (Notoatmodjo, 1997).
2.1.3
Air Tanah
Air tanah merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi
dan menyerap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah. Sebelum mencapai
lapisan tempat air tanah, air hujan akan menembus beberapa lapisan tanah dan
menyebabkan terjadinya kesadahan pada air (hardness of water). Kesadahan pada
air ini menyebabkan air mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi. Zat-zat
mineral tersebut, antara lain kalsium, magnesium, dan logam berat seperti Fe dan
Mn. Akibatnya, apabila kita menggunakan air sadah untuk mencuci, sabun yang
kita gunakan tidak akan berbusa dan bila diendapkan akan terbentuk endapan
semacam kerak (Chandra, 2006).
2.1.4
Air Sumur
Sumur merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk
yang tinggal di daerah perdesaan maupun di perkotaan Indonesia. Secara teknis
sumur dapat dibagi menjadi 2 jenis:
1.
Sumur Dangkal (shallow well)
Sumur semacam ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air
hujan di atas permukaan bumi terutama di daerah daratan rendah. Jenis sumur ini
banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang
berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi yang
ada perlu sekali diperhatikan (Chandra, 2006).
2.
Sumur Dalam (deep well)
Sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari proses purifikasi alami air
hujan oleh lapisan kulit bumi menjadi air tanah. Sumber airnya tidak
terkontaminasi dan memenuhi persyaratan sanitasi (Chandra, 2006).
2.2 Proses Pengolahan Air
Di PT Coca Cola Bottling Indonesia Unit Medan, air merupakan salah satu
bahan baku utama pada pembuatan minuman baik untuk minuman yang non
karbonated maupun yang karbonated. Proses pengolahan air dibagi menjadi dua
proses yaitu pengolahan treated water menggunakan deep well 3 dan 5 dengan
kedalaman 250-255 meter yang digunakan untuk produksi, laboratorium,
keperluan untuk kantor dan kantin. Sedangkan pengolahan soft water memakai
deep well 4 dengan kedalaman 125-150 meter yang digunakan untuk keperluan
MCK (mandi, cuci, kakus), pencucian tangki dan proses pencucian botol (bottle
washer) (PT Coca Cola Bottling Indonesia).
2.2.1
Proses Pengolahan Soft Water Untuk Pencucian Botol
Proses pengolahan Soft water antara lain sebagai berikut:
1. Deep Well (air sumur)
Air dan sumur bor diambil dengan menggunakan pompa raw meter yang
berkapasitas 40 m3/jam. Air untuk pencucian botol menggunakan sumur 4,
sebelum memasuki degassifier, diinjeksikan dengan H2SO4 3,5-4,0% pada pipa
inlet ke degassifier. Air yang telah terinjeksi ini akan memiliki pH sekitar 6,5-7,5
dan terjadi proses penurunan alkalinitas air. Dan ditambahkan Ca(OCl) 2,5-10%
sebagai desinfektan awal
2. Degassifier dan Catchmant Tank
Dalam degasifier air akan dicurahkan dan melewati strainer sehingga
menjadi aliran yang terbagi rata dalam curahan-curahan air yang kecil. Dalam pH
air dibawah 5, alkalinitas dalam air berada dalam bentuk CO2. Dengan kondisi
CO2 dicurahkan, terbentuk oleh saringan dan dengan udara dari blower, CO2 yang
terlarut dalam air akan terlepas ke udara menjadi gas CO2. Gas CO2 ini akan
terbang ke lingkungan melewati ventilasi pada bagian atas degasifier. Air dari
degasifier akan ditampung dalam catchman tank dengan kandungan alkalinitas
dan Fe yang telah berkurang dan terklorinasi.
3. Multi Media Filter (MMF)
Selanjutnya air dari catchman tank dipompa menuju multimedia filter
untuk proses pemisahan partikel-partikel (koloid-koloid dan partikel terlarut)
dalam air, sehingga diperoleh air bersih atau jernih atau turbidity air menjadi
rendah (<0,5 NTU).
4. Carbon Filter (penyaring karbon)
Air bersih yang masih terklorinasi akan dilewatkan ke carbon filter untuk
pengurangan / penghilangan klorin, bau, rasa dan bahan organik.
5. Resin Filter
Selanjutnya air memasuki resin softener yang akan mengambil ion-ion
penyebab kesadahan air (Ca2+, Mg2+) sehingga diperoleh air lunak (soft water).
Setelah resin menjadi jenuh, tank resin diregenerasi dengan NaCl. Setelah keluar
dari softener, aliran soft water dalam pipa akan diinjeksi dengan klorin sehingga
diperoleh kandungan klorin sebesar 1-3 ppm.
6. Storage Tank
Soft water yang telah terklorinisasi ditampung dalam bak penampungan.
Selain untuk menambah waktu kontak dengan klorin, juga untuk menjaga proses
produksi (bottle washer dan boiler) yang kontinyu.
7. Hydrophore Tank (Tangki Bertekanan)
Air yang telah mengalami pengolahan di softener akan ditransfer ke buffer
tank dibagian depan (wilayah produksi) dengan menggunakan tangki bertekanan
(hydrophore tank). Sebelum ditampung dalam buffer tank, air lunak diberikan
injeksi klorin sehingga diperoleh kandungan klorin sebesar 1-3 ppm.
8. Buffer Tank
Tangki penampungan sementara yang diinjeksikan larutan klorin (5-10%)
untuk mengoksidasi bahan organik dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme
dengan kapasitas 80 M3 dan kadar klorin dalam tangki 1-5 ppm.
9.
Bag Filter (3 micron)
Bag Filter 3 mikron untuk menyaring air dan mencegah partikel – partikel
padatan, airnya dialirkan ke washer.
10. Resin Filter
Tangki berisi pay off BWT untuk boiler.
11. Strainer 100 mesh
Strainer ini terbuat dari material stainless stell yang berfungsi untuk
menyaring kotoran yang terikut dari larutan garam untuk regenerasi.
2.3 Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel
suatu jasad. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan sel. Pada jasad
bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau perbanyakan sel merupakan
pertambahan jumlah individu. Misalnya pembelahan sel pada bakteri akan
menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri. Pada jasad bersel
banyak (multiseluler), pembelahan sel tidak menghasilkan pertambahan jumlah
individunya, tetapi hanya merupakan pembentukan jaringan atau bertambah
besar jasadnya. Dalam membahas pertumbuhan mikrobia
harus
dibedakan
antara pertumbuhan masing-masing individu sel dan pertumbuhan kelompok
sel atau pertumbuhan populasi (Sumarsih, 2003).
Jasad hidup yang ukurannya kecil sering disebut sebagai mikroba
atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik disebut sebagai mikroba
bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga sukar dilihat dengan
mata biasa, tetapi juga pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana
dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi. Mata biasa tidak dapat melihat jasad
yang ukurannya kurang dari 0,1 mm. Ukuran mikroba biasanya dinyatakan dalam
mikron (µ), 1 mikron adalah 0,001 mm. Sel mikroba umumnya hanya dapat
dilihat dengan alat pembesar atau mikroskop, walaupun demikian ada
mikroba yang berukuran besar sehingga dapat dilihat tanpa alat pembesar
(Sumarsih, 2003).
2.3.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jasad Renik
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jasad renik yang besifat
heterotrof adalah tersedianya nutrien, air, suhu, pH, oksigen dan potensi oksidasireduksi, adanya zat penghambat, dan adanya jasad renik lain (Fardiaz, 1992).
1.
Nutrien
Jasad renik heterotrof membutuhkan nutrien untuk kehidupan dan
pertumbuhannya yaitu sebagai sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi,
dan faktor pertumbuhan yaitu mineral dan vitamin (Fardiaz, 1992).
2.
Tersedianya Air
Sel jasad renik memerlukan air untuk hidup dan berkembang biak. Oleh
karena itu, pertumbuhan sel jasad renik di dalam suatu makanan sangat
dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia (Fardiaz, 1992).
3.
Nilai pH
Nilai pH medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat
tumbuh. Jasad renik pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6 unit.
Kebanyakan bekteri mempunyai pH optimum, yaitu pH di mana pertumbuhannya
maksimum, sekitar pH 6,5-7,5. Pada pH di bawah 5,0 dan di atas 8,5, bakteri tidak
dapat tumbuh dengan baik, kecuali bakteri asam asetat (Acetibacter suboxydans)
dan bakteri oksidasi sulfur (Fardiaz, 1992).
4.
Suhu
Masing-masing jasad renik mempunyai suhu optimum, minimum, dan
maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini disebabkan di bawah suhu minimum
dan di atas suhu maksimum, aktivitas enzim akan berhenti, bahkan pada suhu
yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim (Fardiaz, 1992).
5.
Tersedianya Oksigen
Konsentrasi
oksigen
di
dalam
bahan
pangan
dan
lingkungan
mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh pada makanan tersebut.
Tersedianya oksigen di dalam suatu bahan pangan dipengaruhi oleh daya oksidasi
dan reduksi (O-R) dari bahan pangan tersebut (Fardiaz, 1992).
6.
Komponen Antimikroba
Makanan mungkin mengandung komponen yang dapat menghambat
pertumbuhan jasad renik. Komponen antimikroba tersebut terdapat di dalam
makanan melalui salah satu dari beberapa cara yaitu:
a.
Terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan.
b.
Ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan.
c.
Terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama
fermentasi makanan (Fardiaz, 1992).
2.3.2
Bakteri
Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang berkembang biak
dengan pembelahan menjadi dua sel. Bakteri dibagi menjadi kelas-kelas menurut
bentuknya:
1.
Kokus: berbentuk bulat
2.
Basil: batang lurus
3.
Kokobasil: bentuk antara kokus dan basil
4.
Vibrio: batang lempeng
5.
Spiriceta: spiral (Gibson, 1996)
2.3.3
Pertumbuhan Bakteri
Untuk berkembang biak, bakteri membutuhkan beberapa persyaratan. Jika
hal ini tidak terdapat, mereka akan mati atau mengubah dirinya menjadi spora.
1.
Air, bakteri akan mati atau mati suri jika terlalu kering
2.
Zat-zat organik, bakteri membutuhkan zat-zat organik sebagai sumber energi
yang dihasilkan untuk aktivitas metaboliknya.
3.
Garam-garam organik, sedikit fosfat, sulfat, magnesium, kalsium, besi, seng,
tembaga, kobal, dan molybdenum penting untuk sistem enzim di dalam
bakteri dan untuk mengontrol osmosis.
4.
Gas, karbon dioksida penting untuk aktivitas metaboliknya. Organisme aerob
adalah organisme yang hanya tumbuh jika terdapat oksigen (misalnya basil
tuberkulosis). Organisme anaerob adalah organisme yang hanya tumbuh jika
tidak terdapat oksigen.
5.
pH, kebanyakan bakteri tumbuh dengan baik pada medium yang netral atau
sedikit alkali (pH 7,2-7,6).
6.
Temperatur, bakteri tumbuh optimal pada suhu tubuh ± 37o C (Gibson, 1996).
2.3.4
Struktur Bakteri
Struktur bakteri terdiri dari:
1.
Dinding sel, dinding sel disusun terutama oleh mukopeptida, merupakan
suatu struktur yang memelihara bentuk bakteri dan tempat lewat zat kimia
dari kedua arah.
2.
Protoplasma, merupakan bagian dari organisme yang terletak di dalam
dinding sel, di susun terutama oleh asam nukleat.
Beberapa bakteri mempunyai beberapa gambaran tumbuhan:
1.
Kapsul, beberapa bakteri (misalnya pneumokokus) terletak di dalam kapsul
tipis. Kapsul ini resisten terhadap fagositosis oleh sel-sel fagositik.
2.
Flagela, beberapa bakteri (misalnya basil tifoid) mempunyai flagel yang
melekat pada bagian luar. Dengan pergerakan undulasi yang cepat, flagel ini
dapat menggerakkan bakteri.
3.
Spora, merupakan struktur yang membulat atau oval dengan mantel tebal
dimana beberapa bakteri (misalnya basil tetanus) dapat mengubah dirinya jika
keadaan tidak menguntungkan mereka. Di dalam spora basil tetap inaktif dan
tahan terhadap pengeringan, pemanasan dan desinfektan, jika keadaan
memungkinkan, meraka mengubah dirinya kembali ke keadaan aktifnya
(Gibson, 1996).
2.3.5
Medium Mikroba
Medium pembiakan penyubur dibuat dari medium pembiakan dasar
dengan penambahan zat-zat lain untuk mempersubur pertumbuhan bakteri
tertentu, yang pada medium pembiakan dasar tidak dapat tumbuh dengan baik.
Untuk keperluan ini ke dalam medium pembiakan dasar sering ditambahkan
darah, serum, cairan tubuh, ekstrak hati, otak, dan sebagainya (Irianto, 2006).
Medium
pertumbuhan
menumbuhkan mikroba.
(disingkat medium)
Mikroba
memerlukan
adalah
nutrisi
tempat
untuk
untuk
memenuhi
kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun sel, untuk sintesa protoplasma
dan bagian-bagian sel lain. Setiap mikroba mempunyai sifat fisiologi tertentu,
sehingga memerlukan nutrisi tertentu pula (Sumarsih, 2003).
Bahan makanan yang digunakan oleh jasad hidup dapat berfungsi
sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor atau donor
elektron. Dalam garis besarnya bahan makanan dibagi menjadi tujuh golongan
yaitu air, sumber energi, sumber karbon,
sumber aseptor elektron,
mineral, faktor tumbuh, dan sumber nitrogen (Sumarsih, 2003).
sumber
Medium memerlukan kemasaman (pH) tertentu tergantung pada jenis
jasad yang ditumbuhkan. Aktivitas metabolisme mikroba dapat mengubah pH,
sehingga untuk mempertahankan pH medium ditambahkan bahan buffer.
Beberapa
komponen penyusun medium dapat juga berfungsi sebagai buffer
(Sumarsih, 2003).
2.4 Metode Pour Plate (metode tuang)
Metode pour plate (metode tuang) adalah suatu teknik di dalam
menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara mencampurkan
media agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri (agar) sehingga sel-sel
tersebut tersebar merata dan diam baik di permukaan agar atau di dalam agar.
Dalam metode pour plate (metode tuang) dari sejumlah pengenceran yang
dikehendaki, sebanyak 1 ml atau 0,1 ml larutan tersebut dipipet ke dalam cawan
petri menggunakan pipet 1 ml atau 1,1 ml. Sebaiknya waktu antara dimulainya
pengenceran sampai menuangkan ke dalam cawan petri tidak boleh lebih lama
dari 30 menit. Kemudian ke dalam cawan tersebut dimasukkan agar cair steril
yang telah didinginkan sampai 47-500C sebanyak 15-20 ml. Selama penuangan
medium, tutup cawan jangan dibiarkan dibuka terlalu lebar untuk menghindari
kontaminasi dari luar. Segera setelah penuangan cawan petri digerakkan di atas
meja secara hati-hati, untuk menyebarkan sel-sel secara merata, yaitu dengan
gerakkan melingkar atau gerakan seperti angka delapan. Setelah agar memadat,
cawan-cawan tersebut dapat diinkubasikan di dalam inkubator dalam posisi
terbalik (Fardiaz, 1992).
Cara ini pertama kali dilakukan oleh Lister pada tahun 1865. Lister
berhasil memelihara murni Streptococcus lactis yang diisolasi dari susu yang
sudah asam. Caranya adalah dengan mengencerkan suatu suspensi yang berupa
campuran bermacam-macam spesies kemudian diencerkan dalam suatu tabung
tersendiri. Dari pengenceran ini kemudian diambil 1 ml untuk diencerkan lagi.
Kalau perlu dari hasil pengenceran kedua diambil 1 ml untuk diencerkan lebih
lanjut. Dari hasil pengenceran ketiga diambil 0,1 ml untuk disebarkan pada suatu
medium padat, kemungkinan besar akan ditemukan beberapa koloni yang tumbuh
pada medium tersebut, tapi mungkin juga yang ditemukan hanya 1 koloni murni
dan selanjutnya spesies ini dapat dijadikan piaraan murni (biakan murni).
Menurut (Fardiaz, 1992) keuntungan menggunakan metode pour plate yaitu:
1.
Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
2.
Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
3.
Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang
terbentuk
Kelemahan menggunakan metode pour plate yaitu:
1.
Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya,
karena beberapa sel yang berdekatan mungkim membentuk satu koloni.
2.
Medium dan kondisi yamg berbeda mungkin menghasilkan nilai yang
berbeda.
Download