ii. tinjauan pustaka

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Sagu dan Penyebarannya
Tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan jenis tanaman palma
yang tumbuh di sekitar rawa dan lahan tergenang air di daerah tropis. Menurut
Flach (1995) tanaman sagu merupakan tanaman hapaxantik (berbunga satu kali
dalam satu siklus hidup) dan soboliferous (anakan). Satu siklus hidup tanaman
sagu dari biji sampai membentuk buah diperlukan waktu selama 11 tahun
dalam empat periode fase pertumbuhan yaitu fase pertumbuhan awal atau
gerombol (russet) diperlukan waktu 3,75 tahun, fase pembentukan batang
diperlukan waktu 4,5 tahun, fase infoloresensia (pembungaan) diperlukan waktu
satu tahun, dan fase pembentukan biji diperlukan waktu selama satu tahun
(Flach 2005). Batang tanaman sagu berbentuk bulat panjang dengan diameter
bervariasi antara 35-60 cm. Tinggi tanaman dari permukaan tanah sampai pangkal
bunga antara 10-15 meter dengan bobot sekitar satu ton (Anonim 1979).
Gambar 1. Tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottb.)
Tanaman sagu mempunyai nilai penting karena merupakan tanaman
pangan penghasil pati paling produktif (15-25 ton pati kering/hektar/tahun) dan
penggunaan pati sagu dalam bidang industri yang sangat beragam (Flach 1997).
Kandungan pati terdapat di dalam batang tanaman dewasa. Selain dijadikan
sebagai bahan makanan, pati sagu juga dimanfaatkan dalam bidang industri
seperti bioetanol, sirup berkadar fruktosa tinggi, plastik terurai-hayati, dan bahan
perekat (Flach 1997). Batang sagu merupakan tempat penimbunan utama pati
yang dihasilkan melalui proses fotosintesis. Batang terbentuk setelah masa russet
berakhir yaitu setelah berumur 45 bulan dan kemudian tumbuh membesar dan
memanjang dalam waktu 54 bulan (Flach 2005). Batang tanaman sagu memiliki
kulit luar yang keras (lapisan epidermal) dan empulur tempat menyimpanan pati.
Batang tanaman sagu mengandung banyak pati. Tajuk pohon sagu bervariasi dari
6-15 rangkaian daun (ental) dan setiap rangkaian daun terdapat pelepah daun,
tangkai daun, dan 20 pasang helai daun yang panjangnya 60-80 cm (Anonim
1979). Ukuran tajuk pohon sagu berkisar 6-24 ental, panjang tiap ental antara 5-8
meter dengan jumlah 100 sampai 190 anak daun. Total daun yang dibentuk
tanaman sagu sampai membentuk buah yaitu sebanyak 168 ental (Flach 2005).
Tanaman sagu tumbuh tersebar di Kepulauan Nusantara, lebih dari 95%
tanaman sagu terdapat di Indonesia, Malaysia dan Papua New Guinea, sisanya
terdapat di pulau-pulau di Pasifik, Filipina dan Thailand bahkan sampai India
(Flach 1983). Dari segi luas areal, Indonesia memiliki areal tanaman sagu yang
paling luas namun sebagian besar sagu di Indonesia masih tumbuh secara alam,
sedangkan Malaysia merupakan negara yang membudidayakan sagu yang paling
luas. Lebih dari 50% sagu Indonesia tumbuh di Papua. Propinsi lainnya yang
memiliki sagu yang agak luas yaitu Maluku, Maluku Utara, Aceh, Kepulauan
Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara dan Sulawesi Utara.
Sampai saat ini luas areal tanaman sagu belum diketahui secara pasti.
Soedewo dan Haryanto (1983) mengatakan luas lahan sagu di Indonesia 716.000
ha, sedangkan menurut Soekarto dan Winyandi (1983) 850.000 ha, Manan dan
Supangkat (1984) mengatakan 4.183.300 ha. Menurut Dinas Kehutanan Provinsi
Irian Jaya luas hutan sagu di Irian Jaya 6 juta hektar (Bintoro 1999). Perkiraan
sebaran dan luas areal dan distribusi tegakan sagu berdasarkan lokasi di Indonesia
dapat ditampilkan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Perkiraan sebaran tanaman sagu di Indonesia
No. Pulau
1.
Irian Jaya
2.
Maluku
3.
Sulawesi
4.
Sumatera
5.
Kalimantan
6.
Jawa
Areal (ha)
4.183.300
800.441
1.471.232
4.371.590
30.108
47.600
41.949
30.048
45.540
49.700
31.872
71.900
2.795
2.000-50.000
Sumber
Darmoyuwono (1994)
Henanto (1992)
Kertopermono (1996)
Haryanto dan Pangloli (1994)
Darmoyuwono (1994)
Universitas Pattimura (1992)
Kertopermono (1996)
BPPT (1982)
Kertopermono (1996)
Haryanto dan Pangloli (1994)
Kertopermono (1996)
Haryanto dan Pangloli (1994)
Kertopermono (1996)
Haryanto dan Pangloli (1994)
262
BPPT (1982)
Sumber : Bintoro (2008)
Tabel 2. Distribusi sagu berdasarkan lokasi di Indonesia
No.
Pulau
1.
Irian Jaya
2.
Maluku
3.
Sulawesi
4.
Sumatera
5.
6.
Kalimantan
Jawa
Lokasi
Inanwatan, Mamberamo, Bintuni, Fakfak, Merauke
Sarmi Yapen-Waropen, Biak, Jayapura, dan Pulau
Salawati.
Ceram, Halmahera, Bacan, Buru, Pulau Aru, dan
Ambon.
Sulawesi Utara (Minahasa), Sulawesi Selatan
(Mamuju, Luwu), Sulawesi Tenggara (Kolaka,
Kendari, Buton).
Riau (Indragiri, Bengkalis, Kampar, Pulau Riau).
Aceh, Sumatera Utara, dan Bengkulu.
Sambas, Pontianak, Mahakam, Barito dan Kapuas.
Jawa Barat (Pandeglang, Lebak, Sukabumi, Bogor)
dan Jawa Tengah
Sumber : Haryanto dan Pangloli (1994) dan Kertopermono (1996)
Buah Rumbia dan Pemanfaatan Limbah Sagu
Pembentukan buah rumbia dimulai dengan pembentukan malai bunga
yang menyerupai tanduk rusa yang terdiri atas poros utama, poros kedua dan
poros ketiga. Pada poros ketiga terdapat pasangan bunga betina dan bunga
jantan. Bunga jantan masak terlebih dahulu dan serbuk sari tersebar sebelum
bunga betina mekar dengan sempurna karena itu tanaman sagu selalu mengadakan
penyerbukan silang. Benang sari pada tanaman sagu berjumlah enam helai dan
terdapat tiga bakal buah (Anonim 1979). Jong (1995) mengungkapkan bahwa
struktur bunga memiliki 15 sampai 25 cabang utama (ax1) dengan panjang 2-3
meter, cabang kedua (ax2) terdapat 15-22 cabang, dan cabang ketiga (ax3)
terdapat 7-10 cabang (Schuiling 1991).
Pembentukan buah dan biji mulai dari antesis sampai buah terakhir gugur
diperlukan waktu selama 19-23 bulan (Jong 1995). Selanjutnya Flach (2005)
mendokumentasikan bahwa fase infloresensia diperlukan waktu 12 bulan dan fase
pematangan buah juga diperlukan waktu 12 bulan. Jumlah buah yang dihasilkan per
pohon tanaman sagu sekitar 2.174 - 6.675 (Jong 1995). Buah rumbia (buah
tanaman sagu) terdiri atas exocarp, mesocarp, endocarp, sarcotesta, testa,
endosperm, dan embrio. Exocarp bersisik, di dalamnya terdapat daging buah yang
disebut mesocarp dan tempurung biji yang disebut sarkotesta, didalam sarkotesta
terdapat endosperm yang berfungsi sebagai cadangan makanan bagi embryo.
Bentuk buahnya mirip salak berukuran lebih besar dan berpetak tiga. Hanya saja
tidak bisa dimakan karena rasanya pahit-pahit asam, sehingga masih sangat jarang
dimanfaatkan.
Berbeda dengan limbah-limbah hasil panen sagu yang lain seperti limbah
yang ada di lapangan berupa daun dan tunggul, kulit batang dan ampas sagu sudah
mulai dimanfaatkan. Horigome et al. (1990) mencoba menggunakan ampas
sagu untuk pakan ternak. Ternyata ampas sagu tersebut dapat menggantikan
sebagian pakan ternak. Djoefrie dan Nuraida (2000) mencoba menggunakan ampas
sagu sebagai pupuk untuk tanaman bayam. Ternyata meskipun tidak sebaik kotoran
kambing, ampas sagu dengan dosis 20 ton/ha dapat meningkatkan bobot daun
bayam. Selain itu sagu yang dikenal sebagai penghasil pati dan karbohidrat sudah
mulai dikembangkan menjadi aneka produk bernilai ekonomi tinggi. Selain
sebagai bahan campuran bagi soun, mie dan kerupuk, sagu juga dibutuhkan bagi
industri tekstil, kertas, dan juga industri kosmetika.
Pati sagu dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan, bahan baku
industri, dan produk sampingan. Jong (2005) menyebutkan pati sagu dapat
dimanfaatkan sebagai bahan makanan (food), bukan bahan makanan (non
food), hidrolisis, dan industri fermentasi. Produksi tanaman sagu selain pati yaitu
pelepah dan bagian luar empulur dari batang dapat digunakan sebagai pulp
dan bahan untuk pembuatan kertas (Kasim et al. 1995). Wahid (1988)
menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk di Irian Jaya (Papua) dan Maluku
menggunakan pati sagu sebagai bahan makanan pokok. Selanjutnya Ariani et al.
(2005) mengungkapkan pola makan sagu penduduk di Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Maluku, dan Papua. Pati sagu selain digunakan sebagai bahan
makanan pokok juga dibuat berbagai macam kue tradisional seperti bagea,
cendol sagu, sinole, pappeda, lempeng sagu, sagu gula, sagu asar, dan sagu
tumbuk (Rusliana 1979). Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa pati sagu
dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan mie (Purwani et al. 2005;
Haryadi 2005) dan bihun (Suryani dan Haryadi 1998).
Potensi pati sagu sebagai bahan baku industri telah banyak diungkapkan
melalui berbagai macam penelitian. Hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa pati yang dihasilkan oleh tanaman sagu dapat
dikonversi menjadi etanol (Pranamuda et al. 1995), alkohol (Haska 1995),
siklodekstrin (Solichien 1995), sirup glukosa, dan pembuatan plastik biodegredasi
(Sarungallo dan Murtiningrum 2005). Berdasarkan hasil penelitian tersebut pati
sagu dapat dimanfaatkan oleh berbagai macam industri seperti industri makanan,
industri pakan ternak, farmasi, industri plastik, dan industri kertas. Produk
sampingan dan tanaman sagu yaitu sebagai pakan ternak, sebagai pupuk organik,
bioherbisida, dan biogas. Produk sampingan berupa empulur muda dapat
digunakan sebagai komponen pakan ternak. Nggobe (2005) menyebutkan produk
sampingan (by product) sagu setelah melalui proses fermentasi dapat digunakan
sebagai
pakan
ternak.
Selanjutnya
dikatakan
potensi
tanaman
sagu
menghasilkan produk sampingan sebesar 375 kg per pohon. Produk sampingan
yang lain seperti ampas hasil ekstraksi pati dapat berfungsi sebagai
pupuk organik setelah mengalami dekomposisi. Bintoro (1995) menyebutkan
bahwa residu empulur sagu dapat digunakan sebagai pupuk hijau setelah
mengalami dekomposisi.
Rumawas (1996) menyebutkan bahwa bahan buangan dari industri
pengestrak sagu berupa dinding sel dan serat (selulosa, hemiselulosa, dan lignin)
dapat digunakan sebagai kompos. Selanjutnya Bujang (1996) menyebutkan bahwa
ampas sagu dapat dijadikan kompos. Perkembangan penelitian belakangan ini ke
arah pemanfaatan hasil sampingan tanaman sagu yang merupakan bahan buangan
industri pengestrak sagu dapat digunakan sebagai bioherbisida dan biogas. Utami
et al. (2005) mengungkapkan bahwa bahan buangan (sago waste) dapat
menghambat pertumbuhan gulma Mikania micrantha HBK bila digunakan sebagai
mulsa. Selanjutnya (Doelle 1998) mendokumentasikan bahwa bahan buangan dari
hasil ekstraksi tanaman sagu dapat dijadikan biogas melalui fermentasi anaerob,
diperkirakan 1 m3 bahan buangan dapat menghasilkan 1 m3 biogas yang
mengandung 70% methane dan 30% CO2. Komposisi bagian tanaman sagu dari
bagian korteks hingga bagian ampas sagu disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan komposisi pohon sagu
Komponen
Batang
Total berat
segar (kg)
1250
Perbandingan terhadap
total berat segar (%)
100
Perbandingan terhadap
empelur segar (%)
-
Korteks
400
32
-
Empelur
850
68
100
Pati
250
20
29
Air
425
34
50
Ampas
175
14
21
Sumber: Flach (2005)
Prebiotik
Prebiotik adalah substansi dari makanan yang tidak dapat dicerna oleh
ternak berperut tunggal (monogastrik seperti ayam atau babi) yang mempunyai
pengaruh baik terhadap inang dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang
selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon
(Salminen et al. 1998; Gibson dan Angus 2000; Roberfroid 2000). Prebiotik
didefinisikan sebagai substrat atau food ingredient yang tidak dapat dicerna, akan
tetapi dapat difermentasi secara selektif oleh beberapa mikroflora yang hidup di
saluran pencernaan seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria, sehingga dapat
meningkatkan kesehatan inang (Salminen et al. 1998; Manning et al. 2004;
Gibson 2004; Manning dan Gibson 2004). Prebiotik berfungsi untuk menstimulasi
pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menimbulkan efek menguntungkan bagi
kesehatan inang (Scholz-Ahrens et al. 2001). Prebiotik pada umumnya adalah
karbohidrat yang tidak dicerna dan tidak diserap biasanya dalam bentuk
oligosakarida (oligofructose) dan dietary fiber (inulin) (Reddy 1998; Grizard dan
Barthomeuf 1999; Reddy 1999). Prebiotik dikenal juga sebagai nutrisi yang sesuai
bagi bakteri baik, akan tetapi tidak cocok bagi bakteri jahat, sehingga bisa
meningkatkan bakteri baik dalam usus.
Menurut Weese (2002); Manning dan Gibson (2004), dietary fiber (serat
makanan) dapat dikelompokkan sebagai prebiotik, apabila substrat tidak dapat
diserap atau dihidrolisa di dalam usus halus, secara selektif substrat dapat
difermentasi oleh bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium,
fermentasi substrat memberikan efek sistemik yang menguntungkan bagi
inangnya. Menurut Manning dan Gibson (2004), substrat yang berasal dari
makanan atau yang diproduksi oleh inang yang tersedia untuk difermentasi oleh
mikroflora kolon, yaitu melalui makanan, resistant starch, polisakarida non pati
(seperti pektin, selulosa, guar dan xylan), gula dan oligosakarida seperti laktosa,
laktulosa, rafinosa, stakhiosa dan frukto-oligosakarida. Senyawa yang diproduksi
oleh inang seperti glikoprotein mucin yang diproduksi oleh sel goblet di dalam
epitelium kolon yang merupakan senyawa endogenous yang difermentasi di dalam
kolon. Protein dan peptida yang berasal dari makanan, hasil sekresi pankreatik
atau diproduksi oleh bakteri juga tersedia meskipun jauh lebih kecil dibandingkan
karbohidrat.
Oligosakarida dapat berperan sebagai prebiotik karena tidak dapat dicerna,
namun mampu menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) seperti
Lactobacillus dan Bifidobacteria di dalam saluran pencernaan (Weese 2002;
Manning dan Gibson 2004). Oligosakarida terdapat pada berbagai bahan pangan,
seperti biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, umbi-umbian
dan hasil tanaman lainnya. Oligosakarida juga dapat diperoleh dengan cara
hidrolisis atau proses enzimatis polisakarida, seperti pati dan serat kasar
(Manning et al. 2004). Menurut Ziemer dan Gibson (1998) beberapa sifat
karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang diklaim memiliki efek fungsional
terhadap kesehatan antara lain: menunda pengosongan lambung, memodulasi
waktu transit pada sistem pencernaan, meningkatkan toleransi terhadap glukosa,
mereduksi penyerapan lemak dan kolesterol, meningkatkan volume dan kemampuan
membawa air dari kandungan usus dan memodulasi fermentasi mikroba dengan
meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek, menurunkan pH dan produksi
amonia. Kombinasi dari efek fungsional tersebut menghasilkan peningkatan
kesehatan inang dengan menurunnya gangguan pada usus (konstipasi dan diare),
penyakit kardiovaskuler dan kanker usus.
Gibson (2004) menyebutkan hampir setiap oligosakarida dan polisakarida
(termasuk serat) diklaim memiliki aktivitas prebiotik, tetapi tidak semua
karbohidrat makanan adalah prebiotik. Sedikitnya 3 kriteria yang diperlukan
untuk menyatakan bahwa suatu komponen/bahan makanan diklasifikasikan sebagai
prebiotik:
1. Tidak dihidrolisa dan tidak diserap dibagian atas traktus gastrointestinal
sehingga dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan struktur dan tidak
diekskresikan dalam tinja (Grizard dan Barthomeuf 1999).
2. Substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora yang
menguntungkan dalam kolon, dan difermentasi oleh mikroflora sistem
pencernaan yang menimbulkan efek yang menguntungkan terhadap inang dan
dapat memicu pertumbuhan bakteri yang aktif melakukan metabolisme.
3. Mampu merubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan
kesehatan dan selektif menstimulasi pertumbuhan dan atau aktivitas satu
atau sejumlah bakteri yang menguntungkan di dalam kolon seperti
Bifidobacteria (Collin dan Gibson 1999; McFarlane dan Cumming 1999;
Roberfroid 2000).
Manfaat Prebiotik
Menurut Manning dan Gibson (2004), konsumsi prebiotik mempunyai
beberapa manfaat, yaitu: menghambat pertumbuhan bakteri patogen, meningkatkan
penyerapan kalsium, memberi pengaruh terhadap sistem imun (immunological
effect) dan menurunkan kolesterol.
a. Efek terhadap patogen.
Prebiotik meningkatkan ketahanan terhadap patogen melalui peningkatan
Bifidobacteria dan Lactobacilli (Gibson dan Roberfroid 1995). Asam laktat yang
diekskresi oleh bakteri tersebut diketahui memiliki sifat penghambatan. Produk
akhir metabolik seperti asam yang diekskresi oleh bakteri tersebut dapat
menurunkan pH hingga tingkat yang rendah dimana patogen secara efektif
berkompetisi.
Beberapa
spesies
Lactobacilli
dan
Bifidobacteria
dapat
mengekskresi antibiotik alami yang memiliki spektrum aktivitas yang luas.
Bifidobacteria dapat mengekskresi senyawa antimikroba dengan spektrum aktivitas
yang luas (Gibson dan Wang 1993).
Bifidobacteria juga memiliki efek antagonis terhadap E.coli 0157
(Ziemer dan Gibson 1998). Efek penghambatannya bervariasi pada spesies
Bifidobacteria, dimana Bifidobacterium infantis dan B. longum yang paling
besar efeknya terhadap E. coli. Frukto-oligosakarida mempengaruhi homeostatis
sel-sel di dalam dinding usus (Tomasik dan Tomasik 2003). Aktivitas
imunomodulasi dan bakteriostatik mungkin menghasilkan pemblokan reseptor
untuk berinteraksi dengan bakteri patogen. Menurut Zopt dan Roth (1996),
oligosakarida dengan rantai sisi mannosa menghalangi pelekatan E. coli pada
dinding usus. Hasil penelitian dengan memberikan frukto-oligosakarida pada
ayam pedaging dapat menurunkan populasi bakteri patogen (Cao et al. 2005).
b. Meningkatkan penyerapan kalsium (Gibson dan Roberfroid 1995).
Beberapa mekanisme yang dipostulatkan dari efek peningkatan
penyerapan kalsium yang disebabkan oleh prebiotik, meliputi: (1). Fermentasi
prebiotik seperti inulin secara nyata menghasilkan produk asam lemak rantai
pendek, menyebabkan penurunan pH kolon lumenal, yang meningkatkan
kelarutan kalsium di dalam usus. Akibatnya terjadi peningkatan penyerapan
kalsium secara pasif berdasarkan gradien konsentrasi (Ouwehand et al.
2005) (2). Fitat adalah komponen tanaman yang dapat mencapai kolon, juga
dapat membentuk komplek dengan kation divalen yang tidak larut dan stabil
seperti kalsium yang membuatnya tidak tersedia untuk ditransport.
Fermentasi fitat oleh bakteri di kolon menghasilkan metabolisme bakterial
dari fitat, dengan cara demikian dapat membebaskan kalsium. (3). Kalsium
mengubah mekanisme di dalam kolon. Pada sistem ini, asam lemak rantai
pendek masuk ke dalam kolon dalam bentuk proton dan kemudian
berdisosiasi di dalam lingkungan intraseluler. Proton yang dibebaskan
kemudian disekresi ke dalam lumen untuk menukar ion kalsium. Menurut
Gibson (1998) prebiotik dapat meningkatkan penyerapan kalsium dari kolon dan
menurunkan kehilangan kalsium dari tulang.
c. Memberi pengaruh terhadap sistem imun
Prebiotik dapat meningkatkan jumlah mikroflora dalam usus. Pemberian
FOS, GOS dan laktulosa dapat mengubah komposisi mikroflora usus. Prebiotik
juga dapat mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Pemberian GOS,
dan inulin dapat meningkatkan jumlah Bifidobacteria dan Lactobacilli. Prebiotik
dapat mendukung pertumbuhan BAL dan meningkatkan komposisi mikroflora dan
menghambat patogen dalam saluran cerna karena persaingan dalam mendapatkan
nutrisi dan membentuk biosurfaktan dan molekul koagregasi yang mencegah
pelekatan dan penyebaran patogen pada sel epithelial serta menurunkan pH dengan
dihasilkannya asam laktat, sehingga tidak nyaman bagi patogen untuk tumbuh
(Bahlevi et al. 2001). Pengujian secara in vivo pada hewan ternak menunjukkan
prebiotik dapat mempengaruhi fungsi imun (Manning dan Gibson 2004).
Sumber Prebiotik
Prebiotik mempunyai fungsi regulasi terhadap mikro ekosistem mikrobiota
probiotik dalam usus sehingga dapat memberikan efek kesehatan pada manusia
dan ternak. Sumber prebiotik dapat diperoleh dari : (1) ASI dalam bentuk human
milk oligosakarida yang hanya <5% dicerna di usus (Gnoth et al. 2000), (2)
Secara alami karbohidrat yang mengandung frukto-oligosakarida terdapat dalam
berbagai sayur dan buah misalnya gandum, bawang bombay, bawang putih,
pisang dan akar chicory (Gibson 1998), serta produk olahan kedelai seperti tempe,
tahu, dan tauco. Untuk memperoleh oligosakarida yang akan dipakai sebagai
bahan prebiotik dapat dilakukan melalui: (1) ekstraksi langsung polisakarida
alami dari tumbuhan, (2) hidrolisis polisakarida alami, (3) sintesis enzimatik
dengan menggunakan hydrolases atau glycocyl transferases, kedua enzim tersebut
mengkatalisa reaksi transglikosilasi sehingga terjadi oligosakarida sintetik dari
mono dan disakarida (Grizard dan Barthomeuf 1999). Jenis prebiotik menurut
Collin dan Gibson (1999); McFarlane dan Cumming (1999) antara lain: FOS
(Frukto-oligosakarida), Inulin, GOS (Galakto oligosakarida).
Senyawa-senyawa yang termasuk dalam prebiotik adalah oligosakarida
(seperti rafinosa, stakhiosa, GOS, FOS, dan inulin), beberapa disakarida dan
alternatif sumber prebiotik lain seperti: laktitol, sorbitol dan serat makanan yang
tidak diserap oleh usus halus.
a. Oligosakarida
Oligosakarida merupakan gula-gula yang terdiri atas 2 sampai 20 unit
sakarida atau karbohidrat sederhana (Manning dan Gibson 2004). Menurut Oku
(1994) oligosakarida terdiri dari verbakosa, stakhiosa dan rafinosa yang memiliki
ikatan α-galakto glukosa dan α-galakto-galaktosa. Oligosakarida yang tidak
dicerna dan diserap dalam usus halus akan mencapai usus besar, selanjutnya akan
didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus.
Oligosakarida dari kelompok rafinosa bersifat fungsional karena tidak
dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, yaitu α-galaktosidase, sehingga
bermanfaat bagi kesehatan karena akan menghasilkan energi metabolis yang lebih
rendah dibandingkan sukrosa, tidak memberikan efek pada sekresi insulin dari
pankreas, dan dapat meningkatkan mikroflora usus (Oku 1994). Di dalam kolon
rafinosa dapat menstimulir pertumbuhan Bifidobacterium spp dan Bacteriodes
spp. Oligosakarida kedelai terdapat rafinosa, stakhiosa dan sukrosa yang dibentuk
dari galaktosa yang berikatan dengan sukrosa. Oligosakarida kedelai dibuat dari
kedelai atau whey kedelai melalui proses ekstraksi dan purifikasi. Oligosakarida
bersifat stabil terhadap panas maupun asam, stabilitasnya lebih baik dibandingkan
dengan sukrosa. Hayakawa et al. (1990) di dalam Gibson dan Angus (2000)
membuktikan bahwa secara in vitro stakhiosa dan rafinosa yang dimurnikan dari
oligosakarida kedelai dapat difermentasi oleh Bifidobacterium spp.
b. Frukto-oligosakarida (FOS)
Kelompok Non-digestible oligosaccharide, yang memenuhi semua syarat
untuk digunakan sebagai prebiotik adalah FOS, baik yang alami maupun sintetik.
FOS secara kimiawi adalah senyawa beta-D fruktans rantai pendek atau sedang,
yang terikat dengan ikatan beta 2-1 osidic linkage, yang tidak dapat diuraikan oleh
enzim pencernaan. Tergantung dari derajat polimerisasi (DP), yang menentukan
panjang rantai unit osil, maka FOS terdiri atas oligofruktose (DP kurang dari 9)
dan inulin (DP sampai 60). Sejumlah makanan yang umum seperti bawang merah,
bawang putih dan asparagus, kaya mengandung oligofruktose maupun inulin.
FOS difermentasikan secara selektif oleh hampir semua strain Bifidobakteri
(Wang dan Gibson 1993). Bila FOS dikonsumsi dalam jumlah yang cukup banyak
maka FOS secara dramatik dan konsisten merangsang proliferasi Bifidobakteri
menjadi mikroflora yang predominan dalam kolon.
c. Disakarida dan alternatif sumber prebiotik lainnya
Laktulosa, laktitol, xilitol, sorbitol dan mannitol merupakan bahan
pengganti atau alternatif oligosakarida. Bahan-bahan tersebut dapat dicerna
namun lambat dan dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat (BAL) dalam
kolon. Laktulosa, laktitol, dan xilitol berpengaruh sangat baik terhadap
peningkatan mikroflora usus, namun demikian konsumsi laktulosa, laktitol, xilitol,
dan mannitol yang tinggi dapat menurunkan toleransinya (Salminen et al. 1998).
d. Resistant starch (RS) atau pati resisten
Sejumlah besar pati yang tidak dicerna masuk ke dalam usus besar dan
merupakan substrat terpenting bagi mikroflora kolon. Pati bisa resisten terhadap
pencernaan karena: 1. pati terperangkap dalam butir-butir gilingan kasar (RS1), 2.
pati berupa granul yang resisten (RS1), misalnya pati jagung yang kaya amilose
(RS2), 3. pati sudah mengalami retrogradasi (RS3) karena pemanasan dan
pendinginan berulang-ulang, 4. pati telah dimodifikasi secara kimia untuk
penggunaan dalam industri makanan (RS4). Resistant starch dianggap tidak
memenuhi kriteria sebagai prebiotik karena efeknya tidak spesifik, namun
penggunaannya juga lebih banyak oleh bakteri-bakteri kolon yang promotif bagi
kesehatan. Pati jagung yang kaya amilose terbukti merupakan bahan bifidogenik
yang sangat potensial, terutama dalam bentuk yang dimodifikasi secara kimiawi.
e. Non-starch polysaccharide (NSP)
Non-starch polysaccharide merupakan bagian primer dari serat makanan,
dan menjadi substrat sejumlah besar jenis bakteri kolon. Karena Non-starch
polysaccharide mempunyai efek yang umum bukan selektif atas mikroflora, maka
Non-starch polysaccharide tidak dianggap sebagai prebiotik.
Mekanisme Kerja Prebiotik
Saat ini banyak dilakukan penelitian untuk memanipulasi komposisi
mikrobiota kolon dalam upaya memperoleh aspek potensial yang menguntungkan
untuk induk semang. Pendekatan melalui prebiotik, suatu komponen yang tidak
hidup dari makanan yang secara spesifik difermentasi di kolon oleh bakteri
probiotik misalnya oleh Lactobacilli dan Bifidobacteria (Fuller 1997). Sebenarnya
setiap bahan makanan yang masuk ke dalam usus besar adalah kandidat prebiotik,
namun demikian untuk efektivitas, selektivitas fermentasi adalah sangat esensial.
Mengkonsumsi bahan prebiotik secara signifikan dapat memodulasi komposisi
mikrobiota kolon yang menyebabkan Bifidobacteria lebih dominan didalam kolon
dan banyak ditemukan didalam tinja (Gibson et al. 1995).
Mencermati manfaat penggunaan prebiotik tidak terlepas dari peranan
prebiotik untuk meregulasi dan memodulasi mikro ekosistem populasi bakteri
probiotik. Dengan demikian, bahan prebiotik yang diberikan harus tidak bisa
diserap ketika melewati usus kecil atau harus tetap utuh, hingga mencapai usus
besar sehingga dapat digunakan untuk menumbuhkembangkan bakteri baik yang
ada di dalamnya. Dengan semakin banyak bakteri baik di usus besar, daya tahan
tubuh jadi lebih baik. Sebab, bakteri ini akan menghasilkan asam laktat hingga
menambah tingkat keasaman dalam usus. Tingkat keasaman yang tinggi ini akan
membuat bakteri jahat tak tahan dan banyak yang mati (Manderson et al. 2005).
Senyawa prebiotik yang tidak dapat dicerna oleh usus halus dan akan
mencapai usus besar, selanjutnya akan didegradasi atau difermentasi oleh
bakteri usus dan dapat menstimulir pertumbuhan BAL. Fermentasi oligosakarida
oleh bakteri usus akan menghasilkan energi metabolisme dan asam lemak rantai
pendek (terutama asam asetat dan asam laktat), sehingga komposisi mikroflora
usus berubah. Selain asam, bakteri usus juga akan menghasilkan zat yang
bersifat antimikroba. Hampir semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat
asam merupakan hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida (Tomomatsu
1994). Adanya produksi asam tersebut akan menurunkan pH usus sehingga
persentase
bakteri
yang
menguntungkan
seperti
Bifidobacterium
dan
Lactobacillus meningkat, sedangkan persentase bakteri patogen seperti E.coli dan
Streptococcus faecalis yang merugikan akan menurun. Menurut Tomomatsu
(1994), pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella dan E.coli akan
terhambat dengan adanya asam dan zat-zat antibakteri. Dengan demikian
oligosakarida merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
Biftdobacterium dan Lactobacillus yang menguntungkan di dalam kolon (usus
besar), sehingga dapat digolongkan sebagai prebiotik.
Penelitian in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa prebiotik tidak dicerna
oleh enzim, tetapi difermentasi oleh bakteri anaerob dalam usus besar. Belum
pernah dilaporkan penemuan prebiotik karbohidrat dalam feses. Melalui
fermentasi dalam usus besar, prebiotik menghasilkan asam lemak rantai pendek
(short chain fatty acid/SCFA), menstimulasi pertumbuhan berbagai bakteri
termasuk Lactobacilli dan Bifidobacteria, dan dapat menghasilkan gas. Seperti
karbohidrat terfermentasi lain, prebiotik mempunyai efek laksatif (cuci perut),
tetapi sulit dibuktikan karena efeknya jarang sekali dilaporkan secara klinis.
Secara potensial efek utama prebiotik adalah untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap mikroorganisme patogen sehingga mengurangi diare. Keberadaan
prebiotik ini dapat menekan pertumbuhan bakteri jahat, sehingga meningkatkan
kesehatan saluran pencernaan dan pada akhirnya akan meningkatkan daya tahan
tubuh secara menyeluruh.
Probiotik
Kata probiotik berasal dari bahasa Yunani yang berarti “untuk
kehidupan’’. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Lilley dan Stillwell (1965)
untuk mendeskripsikan rahasia substansi tersebut dengan suatu mikroorganisme
yang menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme yang lain. Selanjutnya Walzijah
(2000) mensitasi definisi probiotik dari Parker (1974) yaitu sebagai organisme dan
substansi
yang
mendistribusikan
keseimbangan
mikroba
dalam
saluran
pencernaan. Selanjutnya Fuller (1997) mendefinisikan probiotik adalah suplemen
pakan berupa mikroba hidup, yang memberi pengaruh menguntungkan bagi
ternak inang dengan cara meningkatkan keseimbangan mikroorganisme dalam
saluran
pencernaan.
Probiotik
dapat
mempertahankan
keseimbangan
mikroorganisme menguntungkan dan mengeleminasi mikroorganisme patogen
melalui competitive exclusion (Pascual et al. 1999). Keseimbangan populasi
bakteri dalam saluran pencernaan hanya dapat diraih apabila komposisi antara
bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli dan yang
merugikan seperti Clostridia dan E.coli setidaknya 85% berbanding 15%. Dengan
komposisi tersebut fungsi barrier effect mikroflora yang menguntungkan dengan
cara mencegah terbentuknya koloni bakteri patogen bisa teroptimalkan.
Dewasa ini seiring dengan adanya perkembangan data hasil penelitian
ilmiah dan aplikasi tentang pengaruh probiotik, diusulkan suatu definisi baru yaitu
sediaan sel mikroba hidup atau komponen dari sel mikroba yang mempunyai
pengaruh menguntungkan pada kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et
al. 1998). Definisi tersebut memiliki implikasi bahwa probiotik tidak selalu harus
berupa sel hidup karena telah terbukti bahwa probiotik dalam bentuk sel yang
tidak hidup juga menunjukkan pengaruh positif terhadap kesehatan inang
(Ouwehand dan Salminen 1998). Selanjutnya Riley (1996) menyatakan
mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai probiotik harus memenuhi
kriteria yaitu tidak toksik, mampu bertahan pada suasana asam dan cairan
empedu, dapat berkoloni di dalam usus, dapat hidup lama dan menghambat
perkembangan mikroba patogen serta dapat hidup pada berbagai kondisi dalam
tubuh ternak. Fuller (1992) menambahkan probiotik harus tetap stabil dan hidup
untuk waktu yang lama selama penyimpanan dan pada kondisi terbuka.
Sejumlah penelitian mengungkapkan beberapa pengaruh positif bagi
kesehatan dari probiotik yaitu sebagai berikut:
1. Resistensi kolonisasi bakteri patogen dalam uss
2. Merangsang sistem imun
3. Memperbaiki digesti dan absorbsi, sintesis vitamin, dan antikarsinogenik
4. Mempunyai
efek
kesehatan
sistemik
dengan
menurunkan
kadar
kholesterol dan amonia darah
5. Meningkatkan ketahanan alami terhadap infeksi di usus
6. Mencegah diare yang diakibatkan oleh antibiotika
7. Menurunkan resiko terjadinya tumor dan kanker kolon
8. Memperbaiki pencernaan
Pemanfaatan Bakteri sebagai Probiotik
Pemanfaatan bakteri hidup sebagai probiotik telah dilakukan pada ayam
pedaging, petelur maupun kalkun. Haddadin et al. (1996) menyatakan bahwa
milyaran bakteri dalam saluran pencernaan dikelompokkan menjadi dua, yakni
bakteri baik dan bakteri jahat. Bakteri yang termasuk golongan baik di antaranya
Bifidobacterium, Eubacterium, dan Lactobacillus. Sementara yang termasuk
golongan jahat adalah E.coli, Clostridium perfringence, Salmonella, dan
Staphilococcus. Kedua kelompok bakteri tersebut secara alami saling berebut
kekuatan, kekuasaan, dan berusaha saling membunuh dalam saluran pencernaan.
Bifidobacterium, Lactobacillus dan
Eubacteria
memiliki
aktivitas
yang
menguntungkan bagi inang, karena bakteri tersebut menghasilkan asam laktat
sehingga mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen, mensintesa vitamin
atau protein, membantu penyerapan dan merangsang fungsi kekebalan
tubuh (Ouwehand dan Vesterlund 2004).
Bakteri asam laktat yang dapat bertahan dalam saluran pencernaan
dan memberikan kontribusi terhadap kesehatan. Bakteri asam laktat ini
disebut sebagai probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang
menguntungkan bagi inangnya sehingga dapat menjaga keseimbangan dalam
usus (Tannock 1999 dan Roberfroid 2000), meningkatkan kesehatan (Agget
1999 diacu dalam Tuohy et al. 2003). Probiotik mempunyai efek
immunoregulatory,
antikarsinogen,
antiinflamasi,
dapat
memproduksi
antimikroba dan memberikan efek langsung terhadap mukosa usus halus.
Menurut Ouwehand dan Vesterlund (2004), bakteri probiotik (BAL)
memproduksi
asam-asam
Antimikroba
yang
organik
dihasilkan
dan
dapat
antimikroba
berupa
yang
hidrogen
penting.
peroxida,
karbondioksida dan diasetil. Beberapa strain BAL dapat menghasilkan
antimikroba reuterin dan
asam pyroglutamat. Ada juga BAL yang
menghasilkan bakteriosin. Hasil penelitian membuktikan bahwa bakteri probiotik
mampu bertahan hidup dalam saluran pencernaan setelah dikonsumsi. Bakteri ini
tahan terhadap lizozim (enzim pemecah dinding sel bakteri yang terdapat di air
liur), asam lambung dan asam empedu sehingga mampu mencapai usus dalam
keadaan hidup. Bakteri probiotik mampu melekat pada sel epithelial, dan
memproduksi zat metabolit yang berperan dalam menjaga dan mempertahankan
keseimbangan mikroflora usus. Mikroflora usus dalam kondisi seimbang
memberikan aktivitas yang menguntungkan dan menghasilkan efek positif bagi
kesehatan (Waspodo 2001). Probiotik juga mempunyai kemampuan sebagai
immunomodulator (Conway dan Wang 2000; Fuller 1992). Pemberian probiotik
yang mengandung Lactobacillus acidophilus dan L. salivarius pada mencit dapat
menstimulasi sistem pertahanan non-spesifik. Pemberian probiotik tersebut dapat
meningkatkan kapasitas sel makrofag dan sel lekosit polimorfonuklear (PMN)
dalam memfagosit bakteri S. typhimurium secara in vitro.
Sumber probiotik dapat berupa bakteri atau kapang yang berasal dari
mikroorganisme saluran pencernaan hewan (Lopez 2000). Beberapa bakteri yang
telah digunakan sebagai probiotik yaitu Lactobacillus dan Bifidobacterium.
Kapang dan jamur yang dipergunakan sebagai probiotik adalah Saccharomyces
cerevisiae dan Aspergillus oryzae (Lopez 2000).
Peranan Probiotik pada Ternak Unggas
Probiotik dapat mengandung satu atau beberapa strain bakteri atau jenis
mikroorganisme yang dapat diberikan kepada ternak dalam bentuk cairan, tepung,
tablet atau pasta baik secara langsung peroral atau dicampur dalam pakan atau air
minum. Selama ini probiotik digunakan pada ternak untuk memacu pertumbuhan.
Probiotik tidak menimbulkan residu, probiotik tidak diserap oleh saluran
pencernaan inang dan tidak menyebabkan mutasi pada mikroorganisme yang lain
(Lopez 2000). Seifert dan Gessler (1997) menyatakan bahwa penggunaan
probiotik pada ternak terutama unggas, bertujuan untuk memperbaiki saluran
pencernaan dengan cara: 1). Menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit
yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker), 2). Merangsang reaksi enzim yang
dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan oleh saluran
pencernaan, 3). Merangsang produksi enzim (enzim protease dan alfa-amilase)
yang digunakan untuk mencerna pakan dan 4). Memproduksi vitamin serta zat-zat
yang tidak terpenuhi dalam tubuh.
Selanjutnya Owings et al. (1990) menyatakan bahwa beberapa penelitian
tentang probiotik tidak selalu mendapatkan hasil yang positif, tetapi ada yang
mendapatkan hasil negatif. Perbedaan hasil penelitian tersebut disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya jenis atau strain bakteri dalam probiotik tersebut, dosis
pemberian pada ternak, tingkat ketahanan bakteri terhadap kondisi yang ekstrim
baik dalam saluran pencernaan ternak maupun lingkungan penyimpanan. Menurut
Sartika et al. (1994) penggunaan probiotik dapat memperbaiki performance ayam
broiler meliputi rataan bobot hidup, konversi ransum dan dapat menurunkan
mortalitas.
Ensminger dan Olentine (1978) berpendapat bahwa probiotik yang
diberikan pada ternak unggas akan membantu keseimbangan mikroba dalam
saluran
pencernaan,
mendorong
pertumbuhan
mikroorganisme
yang
menguntungkan, membantu menyediakan zat-zat makanan yang merangsang
pertumbuhan seperti vitamin, asam amino dan enzim, juga dapat menghambat
berkembangnya bibit penyakit dan tidak merusak mikroflora usus. Probiotik
mempengaruhi aktivitas enzim di dalam usus halus, asimilasi kolesterol,
meningkatkan pertumbuhan dan penampilan ternak serta membantu mencegah
terhadap serangan mikroorganisme patogen selama keadaan stres yang dialami
ternak. Soeharsono (1997) menyatakan secara umum fungsi probiotik
meningkatkan pertumbuhan dan meningkatkan kesehatan ternak dengan jalan
menekan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan merangsang
kerja mikroorganisme non patogen.
Pemberian probiotik pada ayam broiler dilaporkan dapat memperbaiki
pertumbuhan, konversi ransum, serta meningkatkan ketersediaan vitamin dan zat
makanan lain (Barrow 1992; Yeo dan Kim 1997). Pemberian probiotik pada ayam
broiler sebaiknya dilakukan selama 3 minggu pertama pemeliharaan (Yeo dan
Kim 1997). Pada ayam petelur dilaporkan pemberian probiotik (protexin pada
taraf 500 ppm) dapat memperbaiki produksi telur, konsumsi ransum, tetapi tidak
terhadap berat telur (Bahlevi et al. 2001). Panda et al. (2003) melaporkan
pemberian probiotik (probiolac pada taraf 100 mg/kg ransum) dapat memperbaiki
produksi telur, berat dan tebal kerabang telur, serta menurunkan kadar kolesterol
pada kuning telur. Probiotik yang umum digunakan untuk ternak diantaranya:
Aerococcus, Bacillus coagulans, Bacillus fumilus, Carnebacterium, Enterococcus,
Lactobacillus,Lactococcus, Leuconostoc, Oenococcus, Fediococcus, Streptococcus,
Tetragenococcus, Vagococcus, dan Bifidobacterium (Axelsson 2004).
Mekanisme Kerja Probiotik
Probiotik adalah mikroorganisme hidup apatogen indigenous, mekanisme
kerjanya adalah mendesak mikroorganisme non indigenous keluar dari ekosistem
saluran pencernaan dan menggantikan lokasi mikroorganisme patogen di dalam
saluran pencernaan. Karena probiotik berasal dari mikroorganisme indigenous,
maka proses translokasi adalah alamiah dalam ekosistem usus. Mikroba patogen
non indigenous merupakan benda asing, oleh karena itu didesak keluar dari
saluran pencernaan, dengan demikian mekanisme probiotik dalam usus ialah
mempertahankan keseimbangan, mengeliminasi mikroorganisme yang tidak
diharapkan atau bakteri patogen dari induk semang (Fuller 1997).
Lopez (2000) menyatakan bahwa mekanisme kerja probiotik adalah: 1).
Menghasilkan asam, sehingga pH menjadi rendah, keadaan ini tidak
menguntungkan bagi mikroorganisme patogen. 2). Beberapa mikroba probiotik
dapat menghasilkan bahan antimikroba (bakteriosin) yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba lain yang tidak menguntungkan. 3). Mikroba probiotik
dapat berkembang baik di dalam saluran pencernaan dan berkompetisi dengan
mikroba patogen. 4). Berkompetisi dengan mikroba patogen untuk berikatan
dengan reseptor yang sama. Waspodo (2001) menyatakan bahwa probiotik tidak
hanya menjaga keseimbangan ekosistem, namun juga menyediakan enzim yang
mampu mencerna serat kasar, protein, lemak dan mendetoksifikasi zat racun atau
metabolitnya. Selain itu probiotik mengekskresi glutamate, meningkatkan proses
absorbsi dalam usus dan mencegah stres. Selanjutnya Garbutt (1997)
menambahkan bahwa probiotik "bakteri baik" mampu menghasilkan antibiotika
alami yang membantu keutuhan mukosa usus, proses metabolisme, serta
meningkatkan kekebalan tubuh. Sebaliknya, "bakteri jahat" mengeluarkan racun
yang bisa menyebabkan diare serta mengeluarkan enzim yang mendorong
terbentuknya senyawa karsinogenik dalam saluran pencernaan.
Meski jumlah bakteri probiotik melimpah dalam saluran pencernaan,
probiotik tidak membahayakan, bahkan sebaliknya. Karena probiotik tidak
memakan sel-sel dinding pencernaan, baik yang masih hidup maupun sel yang
sudah mati. Probiotik hanya memakan zat makanan yang tidak bisa dicerna seperti
inulin. Tidak hanya sekadar tidak mengganggu, keberadaan probiotik ternyata
menghadirkan manfaat besar bagi manusia maupun hewan. Pasalnya, probiotik
mampu mencegah munculnya infeksi pada saluran pencernaan, terutama yang
disebabkan bakteri jahat. Tidak seperti probiotik, bakteri jahat memang potensial
merugikan manusia maupun hewan. Ini disebabkan bakteri jahat hidupnya dengan
cara memakan sel dinding pencernaan yang mati maupun masih hidup. Akibatnya,
dinding saluran pencernaan bisa terinfeksi dan bocor (Siswono 2002). Saarela et
al. (2000) strain probiotik bersifat antibakteri patogen karena senyawa antimikroba
yang dihasilkan.
Selain metabolit primer seperti asam laktat, asetat dan propionat, group
yang paling penting dari senyawa antimikroba bakteri probiotik dikenal sebagai
bakteriosin, suatu metabolit sekunder, peptida berberat molekul tinggi. Senyawa
antimikroba lainnya merupakan metabolit dengan berat molekul rendah seperti
hidrogen peroksida, diasetil, dan asam organik lainnya. Pencegahan berbagai
bakteri patogen untuk berkolonisasi pada saluran pencernaan, selain antimikroba
yang dihasilkan probiotik juga melalui kompetisi terhadap reseptor pelekatan
pada permukaan usus. Ketika bakteri probiotik terikat pada mukus usus,
patogen tidak dapat tempat lagi untuk melekat, sehingga mengurangi
kesempatan menginfeksi usus. Lebih lanjut, kandungan saluran pencernaan yang
kaya akan nutrisi untuk mikroba, persaingan dalam mendapatkan nutrisi antara
bakteri probiotik dan patogen bisa mengurangi kemampuan mendominasi
saluran pencernaan.
Adhesi atau pelekatan bakteri patogen pada permukaan mukosa
menjadi tahap awal infeksi saluran usus. Pelekatannya pada sel usus akan
mengakibatkan kolonisasi, kerusakan sel, gangguan metabolisme pengaturan sel, dan
pertumbuhan dan perkembangbiakan intraselular (Coconnier et al. 1993a). Adesin
pada permukaan bakteri patogen dapat dihambat aktivitasnya dengan menghalangi
reseptor pada epitelium dengan analog adesin spesifik atau steric hindrance
(Ouwehand dan Conway 1996). Itulah sebabnya probiotik dapat menyingkirkan
patogen yang melekat pada lapisan mukus. Beberapa penelitian berhasil
membuktikan bahwa strain probiotik mampu menghambat adhesi bakteri
penyebab diare seperti Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Listeria
monocytogenes dan Yersinia pseudotuberculosis pada usus dan sel HT29MTX (Coconnier et al. 1993a; 1993b; Hudault et al. 1997; Gopal et al. 2001).
Mekanisme bakteri probiotik dalam memperbaiki dan menstimulir sistem
imun adalah dengan meningkatkan aktivitas makrofag (Perdigon et al. 1986),
meningkatkan kandungan antibodi (Bloksma et al. 1979), mengaktivasi sel NK
(Kato et al. 1984), memfasilitasi transport antigen (Kaur et al. 2002), dan
membantu perbaikan mukosa (Kirjavainen et al. 1998). Strain probiotik
membantu sistem imun dengan cara sebagai berikut: 1). Modulasi sistem imun,
meningkatkan produksi antibodi dan mengaktifkan makrofag, limfosit dan sel-sel
imun lainnya. 2). Meningkatkan produksi musin dalam usus, sehingga
meningkatkan respon imun alami. 3). Menghambat patogen dalam saluran air seni
dan usus karena persaingan dalam mendapatkan nutrisi dan membentuk
biosurfaktan dan molekul koagregasi yang mencegah pelekatan dan penyebaran
patogen pada sel epithelial. 4). Menghasilkan senyawa antibakteri, seperti
bakteriosin. 5). Menurunkan pH dengan dihasilkannya asam laktat, sehingga tidak
nyaman bagi patogen untuk tumbuh. 6). Menekan aktivitas enzim penghasil amin
yang toksik dan karsinogenik dari bakteri usus lainnya.
Sinbiotik
Sinbiotik didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari prebiotik dan probiotik
yang menguntungkan inang dengan meningkatkan pertahanan dan implantasi suplemen
makanan yang mengandung mikroba hidup dalam pencernaan dengan secara selektif
memicu pertumbuhan dan atau mengaktifkan metabolisme dari sejumlah bakteri baik
sehingga meningkatkan kesehatan inang. Beberapa pendekatan yang dapat memberikan
manfaat gizi bagi kesehatan diantaranya adalah meningkatkan pertahanan bakteri hidup,
meningkatkan jumlah bakteri mencapai kolon dalam keadaan hidup, memicu
pertumbuhan bakteri dalam kolon, dan aktivasi metabolisme bakteri. Disamping
manfaat gizinya, prebiotik, probiotik dan sinbiotik mempunyai aplikasi farmasi yang
potensial, seperti meningkatkan level pertumbuhan bakteri tertentu dalam saluran
pencernaan yang diimplikasikan sebagai faktor pertahanan tidak saja untuk kerusakan di
usus tetapi juga sistemik.
Frukto-oligosakarida (FOS) yang merupakan prebiotik yang aktifitas
bifidogenik yang kuat dapat dikombinasikan dengan Bifidobacteria untuk menghasilkan
suatu sinbiotik yang dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri probiotik oleh karena
substrat yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi sehingga tubuh mendapat manfaat
yang lebih besar dari kombinasi ini (Gibson dan Roberfroid 1995).
Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan adalah pintu masuk berbagai mikroba ke dalam
tubuh dan saluran pencernaan mengandung jaringan limfoid khusus yang
dikenal sebagai jaringan limfoid saluran pencernaan (gut-assosiated lymphoid
tissue, GALT). GALT adalah sebutan untuk MALT (mucosa-associated lymphoid
tissue) di mukosa saluran pencernaan (Baratawidjaja 2002). Jaringan ini yang
pertama kontak dengan komponen makanan, berbagai antigen dari makanan,
bakteri 'baik' dan jahat' dan komponen lainnya dari luar tubuh. Susunan
sistem saluran pencernaan umumnya mempunyai pola penyusun dasar berupa
lapisan-lapisan jaringan utama lumen yang terdiri dari epitel permukaan,
lapisan atau selubung yang khas, selaput lendir berotot, selaput lendir sebelah
dalam, otot melingkar, otot memanjang dan getah bening. Mengarah
kepermukaan jaringannya berupa lapisan-lapisan yang berlendir dan lebih ke
dalam menjadi berotot dan terdapat syaraf (Amrullah 2003). Pengenalan alat
pencernaan (tractus digestivus) merupakan hal penting karena alat pencernaan
sangat erat hubungannya dengan penggunaan makanan dan zat makanan.
Bermacam-macam organ dan kelenjar serta produknya terlibat dalam berbagai hal
mulai dari cara pengambilan makanan, pencernaan, dan penyerapan.
Secara umum alat pencernaan berperan sebagai berikut: 1). Melindungi tubuh
dari
infeksi
mikroba,
Melarutkan/merombak
2).
Menyalurkan
makanan
melalui
makanan
proses
yang
ditelan,
pencernaan
3).
mekanis,
hidrolitis/enzimatis dan fermentatif (pada hewan tertentu), dan 4). Menyerap zat
makanan dan mengeluarkan bahan yang tidak dicerna (Despal et al. 2007). Pada
dasarnya alat pencernaan hewan hampir sama yaitu terdiri dari mulut, lambung
(perut), usus halus dan usus besar, namun pada perkembangan selanjutnya
terjadi modifikasi alat pencernaan yang disesuaikan dengan jenis makanan
yang mengakibatkan tipe, fungsi dan sistem pencernaannya menjadi berbeda.
Hubungan antara jenis makanan dengan alat pencernaan demikian eratnya
sehingga hewan dapat digolongkan menurut jenis makanannya atau tipe alat
pencernaannya serta proses pencernaannya.
Menurut tipe alat pencernaannya ternak unggas digolongkan ke dalam
monogastrik. Monogastrik adalah hewan berperut tunggal dan sederhana. Alat
pencernaannya terdiri dari mulut, esophagus, perut, usus halus, usus besar dan
rektum. Sistem pencernaannya disebut simple monogastric system. Berbeda dengan
hewan mamalia tipe alat pencernaan unggas sangat spesifik. Saluran pencernaan
pada unggas yang baru ditetaskan umumnya steril. Sesaat setelah menetas
unggas yang masih muda secara alami mikroflora saluran pencernaannya
berkembang melalui kontaminasi dari material feses yang berasal dari ayam
dewasa. Faktor lain yang berpengaruh yaitu transfer mikroba dari induk pada anak,
dan kontak dengan bakteri dari lingkungan. Saluran pencernaan unggas apabila
dilihat dari aspek mikrobiologis dapat dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu
tembolok (crop), rempela, usus halus, sekum, kolon, dan kloaka.
Gambar 2. pH organ dan saluran pencernaan broiler
Secara umum sistem pencernaan ternak unggas terdiri dari mulut,
esophagus, tembolok, proventikulus, rempala usus kecil, sekum, usus besar,
kloaka dan anus. Selain itu juga terdapat organ-organ pelengkap sistem
pencernaan yaitu pankreas, hati dan kelenjar empedu (North dan Bell 1990).
Rongga mulut dengan dibantu kelenjar yang terdapat di sekitarnya dan lidah
merupakan tempat untuk merubah bentuk makanan yang masuk ke dalam bentuk
kimia dan fisik yang memudahkan proses selanjutnya. Usus halus mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan beragam proses pencernaan dengan bantuan
beragam enzim sebagai katalisator yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan zatzat lain yang dihasilkan oleh sel-sel usus halus itu sendiri, didalam usus halus juga
terjadi proses emulsifikasi lemak sehingga bahan ini mudah dicerna oleh enzim
tertentu dan lebih mudah untuk diserap oleh usus.
Usus
Usus terdiri dari usus halus dan usus besar (Denbow 2000). Usus halus
terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum. Usus besar terdiri atas sekum dan
rektum/kolon. Panjang usus pada unggas lebih pendek daripada usus mamalia.
Usus mempunyai 4 lapisan fungsional yaitu mukosa, submukosa, tunika
muskularis dan serosa (Denbow 2000; Sturkie 1998). Mukosa terbagi menjadi
3 yaitu lapisan epitel, lamina propia dan muskularis mukosa. Submukosa
merupakan jaringan kolagen longgar dan mengandung pembuluh darah,
pembuluh limfe dan saraf. Tunika muskularis terdiri atas otot polos yang
tersebar sebagai lapisan sirkular dan longitudinal. Serosa atau tunika
adventisia adalah lapisan terluar terdiri atas jaringan ikat longgar, mengandung
pembuluh darah dan saraf.
Bentuk mukosa usus tersusun ke dalam tonjolan berbentuk jari yang
disebut villi untuk memperluas daerah permukaan (Denbow 2000; Sturkie
1998). Pada permukaan epitel villi terdapat mikrovilli yang merupakan
penjuluran sitoplasma yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi.
Mukosa usus halus dikarakterisasi dengan adanya kripta lieberkuhn. Pada
lapisan epitel juga terdapat sel goblet penghasil mukus. Usus menghasilkan
beberapa enzim pencernaan antara lain enterokinase, lipase dan peptidase
(Denbow 2000). Seperti pankreas, usus menghasilkan amilase. Amilase
terdapat dalam jumlah kecil pada usus halus, dimana 80% aktivitasnya
berlangsung di jejunum.
Usus Halus
Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan secara enzimatis dan
absorbsi zat-zat nutrisi kedalam tubuh. Enzim diproduksi oleh pankreas seperti
amilase, tripsin dan lipase serta enzim lain yang diproduksi oleh dinding usus
halus. Proses penyerapan zat nutrisi dilakukan melalui villi-villi yang terdapat
pada dinding usus. Bentuk villi bervariasi tergatung spesies unggas. Unggas
pemakan daging bentuk villi menonjol seperti jari, pemakan hijauan dan biji
bentuknya mendatar seperti daun. Setiap villi mengandung sebuah arteriol, venule
dan lacteal. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum pada bagian depan,
jejenum bagian tengah dan ileum bagian belakang. Pada usus halus proses
pencernaan secara kimiawi berlangsung serta memegang peran penting
dalam transfer nutrisi dari lumen usus ke dalam pembuluh darah dan limfe.
Proses pencernaan utama berlangsung pada duodenum dimana empedu dari
hati dan enzim pankreas dikirim ke duodenum dan ditambah dengan enzim
yang dihasilkan oleh usus bersama-sama mencerna makanan. Jejunum dan
ileum memiliki peranan mengabsorbsi nutrisi seperti asam amino, vitamin
dan monosakarida ke dalam sirkulasi darah.
Peristiwa pencernaan serta penyerapan dalam usus halus ditunjang oleh
bentuk-bentuk khusus. Efisiensi penyerapan dapat ditingkatkan oleh tiga bentuk
khusus yang memperluas areal penyerapan terhadap isi usus: (1). Dua
pertiga bagian depan usus halus memiliki plika sirkularis yang menjulur kearah
lumen setinggi dua pertiganya. Pada ruminansia lipatan ini bersifat permanen,
tetapi pada hampir semua hewan peliharaan lain tampak pada usus yang sedang
istirahat (kosong) dan hilang bila usus mengembang. (2). Permukaan selaput
lendir menunjukkan penjuluran berbentuk jari yang disebut villi. Tinggi villi ini
bervariasi (1,5-1,0 µm), tergantung pada daerah serta jenis hewannya. Pada
karnivora, villi langsing dan panjang, sedang pada sapi villi pendek dan lebar.
(3). Permukaan penyebaran ditingkatkan oleh mikrovili. Mikrovili merupakan
penjuluran sitoplasma pada permukaan bebas epitel villi (Dellmann dan Brown
1992).
Pada usus halus terjadi gerakan peristaltik yang berperan mencampur
digesta dengan cairan pankreas dan empedu. Usus halus bagian kripta
lieberkuhn menghasilkan enzim amilase, protease, dan lipase yang berfungsi
memecah zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat
diserap (Moran 1985), selain itu usus halus juga melaksanakan pencernaan
kimiawi serta memegang peranan penting dalam transfer material nutrisi dari lumen
ke dalam pembuluh darah dan limfe. Dalam keadaan normal selaput lindir usus
terlapisi oleh isi usus yang bercampur dengan getah usus, getah pankreas,
empedu, lendir usus dan flora kuman-kuman. Villi hanya terdapat pada usus
halus yang berfungsi untuk memperluas permukaan penyerapan, sedang
mekanisme penyerapan dilakukan oleh sel-sel penyerap. Resorbsi lemak
ditampung dalam pembuluh limfe dan sisanya dalam pembuluh darah. Villi
merupakan penjuluran selaput lendir yang menjorok dalam lumen usus halus.
Pada tiap villi terdapat 3 unsur, yaitu pembuluh limpa, pembuluh darah dan
syaraf (Hartono 1982).
Permukaan bagian dalam dari usus halus adalah membran mukosa yang
terdiri dari sel epitel kolumnar, beberapa diantaranya akan mengalami
modifikasi dan membentuk sel goblet guna memproduksi mukosa. Sel goblet
melekat dan tersebar secara tidak teratur diantara sel penyerap. Sel goblet akan
mengeluarkan mukus yang berfungsi untuk mengusir bakteri patogen yang masuk
ke dalam usus. Sel goblet akan semakin banyak jumlahnya dalam usus halus
bagian belakang (Hartono 1982). Luar permukaan membran mukosa yang
menyelimuti usus halus meningkat oleh adanya villi yang berguna untuk absorbsi
zat makanan, panjang villi tersebut semakin menurun dari duodenum ke ileum
(Frandson 1996). Panjang usus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe
makanan dan faktor lainnya. Unggas yang diberi ransum berserat kasar tinggi
cenderung mempunyai saluran pencernaan lebih besar dan lebih panjang. Pada
ayam dewasa ukuran usus halus sekitar 1,5 m.
Fungsi usus halus selain sebagai penggerak aliran pakan dalam usus juga
untuk meningkatkan penyerapan sari makanan (Akoso 1993). Duodenum
membentuk huruf U dengan kelenjar pankreas terletak dibagian dalam antara
kedua kaki huruf tersebut. Masuk pakan kedalam duodenum merangsang kantong
empedu (gall blader). Gall blader merupakan saluran empedu yang dihasilkan
dihati yang menghubungkan hati dengan duodenum. Terdapat dua saluran
masing-masing berasal dari satu lobus hati. Saluran yang satu membesar
membentuk kantong kemudian dialirkan ke duodenum. Cairan empedu (bile) di
campur dengan bahan-bahan yang masuk dari rempela. Cairan empedu berwarna
hijau dan bersifat basa, mengandung pigmen bilirubin dan biliverdin. Cairan
empedu membuat emulsi kecil-kecil dengan butir-butir lemak yang terdapat
dalam pakan, dengan demikian permukaan dari butir-butir lemak menjadi lebih
luas sehingga lebih mudah dicerna oleh enzim.
Usus halus walaupun terlihat lebih kecil dari bagian lain, tetapi
didalamnya banyak terdapat lipatan-lipatan dan villi-villi, menyebabkan
mempunyai permukaan yang lebih luas sehingga melancarkan penyerapan.
Setelah duodenum terdapat jejunum dan ileum, batas antara jejunum dan ileum
adalah vitelline diverticulum merupakan suatu bitil pada bagian luar usus. Ileum
berakhir di persimpangan seka dan usus besar. Usus halus bagian bawah,
terutama sekum ayam mengandung asam lemak terbang dan senyawa lain seperti
amonia. Sekum mengandung banyak sekali vitamin B. Akan tetapi vitamin
tersebut tidak banyak membantu kebutuhan induk semang karena digunakan untuk
biosintesis mikroba (Wahju 1997).
Usus Besar
Usus besar terdiri atas sekum dan rektum/kolon. Sekum pada unggas
terdapat diantara ileum dan kolon. Pada ayam terdapat 2 buah sekum yang
terletak pada batas antara ileum dan kolon (Denbow 2000). Sekum terdiri atas
3 bagian yaitu basis sekum yang berhubungan dengan ileum atau ileosekal,
bagian medial sekum yang disebut korpus sekum, dan bagian distal sekum
yang disebut apex sekum. Villi pada sekum lebih pendek daripada villi pada
usus halus, mengandung banyak kripta dan folikel limfoid serta sel-sel limfoid.
Kolon atau rektum pada unggas relatif pendek dan berhubungan langsung
dengan kloaka. Kolon mengandung villi yang pendek, sel goblet dan sedikit
kripta. Usus besar mempunyai fungsi biologik yang penting, yaitu untuk absorbsi
dan sekresi beberapa elektrolit tertentu dan air, serta pengumpulan dan ekskresi
bahan-bahan sisa pencernaan.
Kolon merupakan suatu ekosistem yang sangat sarat dengan kolonisasi
mikrobiota (sampai 1012 bakteri/ gram isi kolon), sehingga aktivitas terpadu dari
mikrobiota yang hidup didalamnya, menjadikan usus besar bagian tubuh dengan
aktivitas metabolik paling tinggi. Kolon mempunyai ekosistem mikrobiota yang
sangat kompleks, didiami sekurang-kurangnya 50 genera bakteri, yang terdiri atas
lebih 400 spesies bakteri yang berbeda. Umumnya berbagai komponen mikrobiota
kolon dibagi dalam 2 jenis, yaitu komponen penyebab efek patogenik dan
komponen dengan potensi efek promotif bagi kesehatan (Lu et al. 2003).
Download