PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI TERAPEUTIK Anik Maftukhah, Titis Widoningrum Abstrak Komunikasi yang jelas dan tepat penting untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif, komunikasi terapeutik berbeda dari komunikasi sosial, yaitu pada komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk komunikasi. Saat ini masih ada perawat yang belum melakukan komunikasi terapeutik sesuai dengan tahapan yang ada. Apalagi kasus tersebut terjadi di ruang yang memiliki kualitas pelayanan yang istimewa seperti ruang paviliun. Ruang paviliun merupakan ruangan yang memliki pelayanan prima, sehingga perawat yang berada di ruang tersebut diharapkan dapat melakukan pelayanan yang prima termasuk dalam hal komunikasi yang terapeutik. Berdasarkan hasil study pendahuluan di Ruang Paviliun RSUD Kab. Kediri Di Pare masih ada perawat yang belum melaksanakan komunikasi terapeutik sesuai dengan tahapan yang ada. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik. Desain penelitian yang digunakan adalah dengan Deskrptif. Dengan jumlah sampel 17 responden. Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh. Dan alat ukur pengambilan data berupa kuesioner tentang komunikasi terapeutik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik paling banyak yaitu nilai baik sebanyak 10 responden (59%), pengetahuan cukup 7 responden (41%) dan pengetahuan kurang 0 responden (0%). Dari hasil tersebut pihak rumah sakit masih perlu meningkatkan pengetahuan perawat, dari yang berpengetahuan cukup menjadi berpengetahuan baik. Kata Kunci : Pengetahuan, Komunikasi Terapeutik Abstract Clear and precise communication is important to provide effective nursing care, therapeutic communication is different from social communication, on therapeutic communication there is always a specific purpose or direction for the communication. Currently there are nurses who have not done in accordance with the stage of therapeutic communication that exist. Moreover, these cases occur in the space that has a special quality of services such as space pavilion. Pavilion space is a room that possess excellent service, so the nurse in the room are expected to do excellent service, including in terms of therapeutic communication. Based on a preliminary study on the Pavilion Room of Hospital District Kediri in Pare was a nurse who has not carried out in accordance with the stage of therapeutic communication. The aim of this study was to identify the description of nurses knowledge about therapeutic communication. The study design used was descriptive. The number of samples were 19 respondents. Sampling used saturated sampling. And measuring devices in the form of data collection with questionnaires about therapeutic communication. The results showed that knowledge of nurses about therapeutic communication with the value criteria of knowledge the good were 10 respondents (59%), sufficient knowledge were 7 respondents (41%) and lack of knowledge were 0 respondents (0%). From these results the hospital would still need to improve knowledge of nurses, from a knowledgeable enough to be knowledgeable either. Keywords: Knowledge, Therapeutic Communication Jurnal AKP 1 Vol.6 No.1, 1 Januari – 30 Juni 2015 Latar Belakang Komunikasi yang jelas dan tepat penting untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif, komunikasi terapeutik berbeda dari komunikasi sosial, yaitu pada komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk komunikasi. Saat ini masih ada perawat yang belum melakukan komunikasi terapeutik sesuai dengan tahapan komunikasi terapeutik yang ada. Apalagi kasus tersebut terjadi di ruang yang memiliki kualitas pelayanan yang istimewa seperti ruang paviliun. Ruang paviliun merupakan ruangan yang memliki pelayanan prima, sehingga perawat yang berada di ruang tersebut diharapkan dapat melakukan pelayanan yang prima termasuk dalam hal komunikasi yang terapeutik. Apabila perawat belum memahami dan menerapkan komunikasi terapautik dengan baik maka perawat akan kesulitan untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapi pasien (Musliha dan Siti Fatmawati, 2009). Penelitian yang telah dilakukan di RSUD Undata Palu Sulawesi Tengah pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2009, didapatkan bahwa dari 68 perawat terdapat 9 perawat (13,24%) dapat melakukan komunikasi terapeutik dengan baik, 26 perawat (38,23%) melakukan komunikasi terapeutik cukup baik, 18 perawat (26,47%) melakukan komunikasi terapeutik kurang baik dan 15 perawat (22,06%) melakukan komunikasi tidak baik dikarenakan banyak perawat tidak melakukan tahap orientasi dan terminasi dengan baik.(Windu, Anggun 2009). Sedangkan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Ruang Paviliun RSUD Pare pada tanggal 19 September 2010 di peroleh data bahwa dari 10 perawat, 8 perawat (80%) sudah melakukan komunikasi terapeutik namun belum sesuai dengan tahapan komunikasi terapeutik yang benar, sebab mereka tidak melakukan fase orientasi dan terminasi. Sedangkan 2 perawat (20%) melakukan komunikasi terapeutik baik, karena sesuai dengan tahapan dalam komunikasi terapeutik, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuaan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, dalam Musliha dan Siti Fatmawati, 2009). Komunikasi yang efektif dalam hubungan antara perawat dengan pasien bukanlah sesuatu yang bersifat spontanitas dan natural, tetapi merupakan bentuk hubungan yang dipelajari. Jurnal AKP 2 Pengetahuan terhadap proses komunikasi dan pola komunikasi efektif merupakan dasar penyelenggaraan proses keperawatan yang berhasil guna (Tamsuri, Anas. 2010). Untuk itu komunikasi terapeutik sangatlah membantu perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pasien (Musliha dan Siti Fatmawati, 2009). Dalam komunikasi terapeutik, perawat memegang peranan penting untuk dapat mengarahkan dan mengembangkan teknik komunikasi sedemikian rupa sehingga pasien dapat diajak bekerja sama serta kooperatif dalam menjalani perawatan. Perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya melalui kegiatan belajar (teori maupun praktik). Dengan pengetahuan yang dimiliki perawat, diharapkan perawat dapat menerapkan perilaku komunikasi terapeutik kepada klien dengan benar, sehingga dapat terjalin hubungan perawat dan klien yang berdampak terapeutik dan mempercepat kesembuhan klien (Tamsuri, Anas. 2010). Untuk mengatasi masalah tersebut perawat perlu meningkatkan pengetahuan mengenai komunikasi terapeutik dengan mengadakan pelatihan tentang komunikasi terapeutik, dan memberikan motivasi pada perawat untuk menerapkan komunikasi terapeutik, mengingat pentingnya komunikasi terapeutik untuk membantu proses keperawatan. Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik. Tujuan Penelitian Untuk mengidentifikasi pengetahuan perawat Di Ruang Paviliun RSUD Kab. Kediri Di Pare Tahun 2011. Desain Penelitian Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan suatu fenomena atau kejadian tertentu secara objektif. (Tamsuri, 2006). Penelitian dilakukan terhadap perawat di Ruang Paviliun RSUD Kab. Kediri Di Pare, dan pengambilan data dilakukan pada tanggal 23 April – 28 April 2011 dengan total populasi sejumlah 17 orang responden. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik Sampling jenuh yaitu teknik pengambilan seluruh populasi menjadi responden (subyek penelitian) dan hal ini biasanya bila Vol.6 No.1, 1 Januari – 30 Juni 2015 populasi kecil (kurang dari 30) (Tamsuri, Anas. 2006). Pengukuran variabel dengan menggunakan kuesioner yang memuat 20 pertanyaan tentang komunikasi terapeutik. Indikator penilaian meliputi pengetahuan perawat tentang : Pengertian komunikasi terapeutik , prinsip komunikasi terapeutik, teknik komunikasi terapeutik serta tahap-tahap komunikasi terapeutik. Analisis data dilakukan secara deskriptif, dimana data yang telah diperoleh melalui kuesioner selanjutnya diolah menggunakan tahap editing, coding, scoring dan tabulating. Prinsip etika yang digunakan dalam penelitian ini meliputi prinsip informed concent dengan memberikan lembar kesediaan menjadi responden setelah mendapatkan informasi secukupnya; prinsip anonymity, yaitu bahwa identitas (nama dan alamat) responden tidak akan diungkapkan dalam hasil penelitian; serta confidentiality (azas kerahasiaan) yaitu informasi yang diberikan oleh subyek dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hasil Penelitian 1. Data Umum a. Karakteristik responden berdasarkan umur 6% Berdasarkan diagram diatas dengan jumlah 17 responden, kelompok responden perempuan lebih banyak dibandingkan kelompok responden laki-laki. Responden perempuan berjumlah 10 orang (59 %), sedangkan responden laki-laki sejumlah 7 orang (41 %). c. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan 12% 6% 17% 65% SPK D-III S-1 S-2 Berdasarkan diagram diatas dengan jumlah 17 responden, kelompok pendidikan D-III paling dominan yaitu sebanyak 11 perawat (64%), sedangkan SPK sebanyak 3 perawat (18%) dan S-1 sebanyak 2 perawat (12%), sedangkan S-2 hanya 1 perawat saja (6%). 18% 41% 35% 20-30 th 31-40 th 41-50 th 51-60 th 2. Data Khusus a. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan tentang komunikasi terapeutik 41% Berdasarkan diagram diatas dengan jumlah 17 responden, kelompok umur 20-30 th hanya ada 1 responden (6%), umur 31-40 th ada 7 responden (41%), umur 41-50 th ada 6 responden (35%) dan umur 51-60 th ada 3 responden (18%). 41% 59% Jurnal AKP Baik Cukup Berdasarkan diagaram diatas dengan jumlah 17 responden diketahui bahwa tingkat pengetahuan baik sebanyak 10 responden (59%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 7 responden (41%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 0 responden (0%). b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Laki-laki 59% Perempuan 3 Vol.6 No.1, 1 Januari – 30 Juni 2015 Pembahasan Pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik menunjukkan bahwa dari 17 responden yang diteliti pada tanggal 23-28 April 2011 perawat yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 10 responden (59%), responden yang berpengetahuan cukup sebanyak 7 responden (41%). Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, Soekidjo. 2003). Nilai pengetahuan seseorang dapat dikatagorikan dalam nilai baik, cukup dan kurang (Nursalam, 2003). Dari data di atas menunjukkan bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah pendidikan. Asumsi ini dapat dibuktikan dengan hasil kuesioner tentang pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik yang diberikan kepada responden dengan berbagai tingkat pendidikan. Perawat dengan pendidikan D-III sebanyak 11 responden (64%) sebagian besar mendapat hasil skor pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 7 responden (6,36 %). Perawat dengan pendidikan S-1 sebanyak 2 responden mendapatkan skor pengetahuan baik dan S-2 sebanyak 1 responden juga mendapatkan skor pengetahuan yang baik. Sedangakan responden dengan tingkat pendidikan SPK sebanyak 3 responden mendapatkan skor pengetahuan cukup. Saran Dari hasil beberapa kesimpulan maka peneliti dapat memberikan saran – saran sebagai berikut : 1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian hendaknya bisa dijadikan tambahan atau masukan untuk melakukan penelitian yang lebih baik lagi sehingga dapat menyempurnakan hasil yang telah ada. 2. Bagi Tempat Penelitian Hendaknya pihak rumah sakit dapat melakukan evaluasi dalam peningkatan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan perawat terutama dalam hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien. 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan penelitian yang lebih lanjut. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dan hasil persentasi dari seluruh data yang telah dilakukan pada Bab 4 mengenai gambaran pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di Ruang Paviliun RSUD Kab. Kediri Di Pare dapat disimpulkan bahwa kriteria nilai pengetahuan yang paling banyak yaitu nilai baik sebanyak 10 responden (59%), pengetahuan cukup 7 responden (41%) dan pengetahuan kurang 0 responden (0%). Maka dari hasil penelitian ini masih perlu adanya peningkatan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik sehingga perawat yang berpengetahuan cukup dapat meningkat menjadi berpengetahuan baik. Priyanto, Agus. 2009. Komunikasi dan Konseling. Jakarta : Salemba Medika Jurnal AKP 4 DAFTAR PUSTAKA Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Musliha dan Siti Fatmawati. 2009. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rhineka Cipta Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Kep. Jakarta : Salemba Medika Tamsuri, Anas. 2010. Teori dan Aplikasi Komunikasi Terapetik Bagi Perawat Rumah Sakit. Kediri : Pamenang Press Tamsuri, Anas. 2006. Riset Keperawatan. Kediri : Pamenang Press Anonim. 2010. Perawat. www.wikipedia.com (download : 30 September 2010) Windu, Anggun. 2009. Abstrak Komunikasi Terapeutik. www.google.com (download : 30 September 2010) Vol.6 No.1, 1 Januari – 30 Juni 2015