Analisis Inflasi TPI dan Pokjanas TPID Edisi 4 Juli 2014 Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah – Kemendagri RI, Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah – Kemenko RI “INFLASI JELANG RAMADHAN TERKENDALI, NAMUN RISIKO INFLASI CUKUP BESAR” Inflasi IHK bulan Juni mencapai 0,43% (mtm), sesuai polanya inflasi menjelang perayaan hari besar keagamaan nasional yang cenderung meningkat. Namun demikian secara tahunan tren penurunan masih terjadi sehingga inflasi IHK mencapai 6,70% (yoy). Sumber tekanan inflasi Juni berasal dari tingginya inflasi kelompok volatile food yang mencapai 1,06% (mtm) atau 6,74% (yoy) dan dampak tariff adjustment TTL. Secara spasial, tekanan inflasi yang cukup tinggi terutama terjadi di Kalimantan, sebagian Sulawesi dan Jawa Tengah. Sementara itu, inflasi inti masih tetap terkendali yakni mencapai 0,25% (mtm) atau 4,81% (yoy). Hal ini sejalan dengan beberapa indikator tekanan permintaan yang moderat sejalan dengan kegiatan ekonomi yang cenderung melambat serta ekspektasi inflasi yang secara umum juga terjaga meskipun dalam jangka pendek sedikit meningkat terkait perayaan keagamaan. Dari eksternal, tekanan inflasi meningkat sejalan dengan depresiasi nilai tukar Rupiah, meskipun sedikit diminimalkan oleh berlanjutnya penurunan harga komoditas global. Kendati inflasi sampai dengan Juni masih relatif terkendali, perlu diwaspadai tekanan inflasi yang cenderung meningkat hingga akhir tahun. Sejumlah faktor risiko tersebut adalah: 1) risiko inflasi pangan terutama terkait dampak peningkatan intensitas El-Nino menjadi kuat; 2) risiko meningkatnya inflasi barang impor (imported inflation) jika tekanan pelemahan Rupiah berlanjut; 3) risiko dari administered prices sejalan dengan rencana pemerintah untuk menyesuaikan tarif batas atas angkutan udara pasca Lebaran; 4) risiko pelemahan Rupiah dan kenaikan harga minyak dunia. Dalam rangka mengantisipasi hal tersebut, penguatan koordinasi dalam forum TPI dan TPID menjadi prioritas. Tabel 1. Disagregasi Inflasi Juni 2014 Grafik.1 Disagregasi Inflasi Juni 2014 1. 1 Inflasi inti relatif terkendali di tengah meningkatnya tekanan eksternal dan ekspektasi inflasi jangka pendek menjelang HBKN. Inflasi inti tercatat 0,25% (mtm), relatif stabil dibanding bulan sebelumnya (0,23%, mtm). i. Dari eksternal, tekanan inflasi meningkat yang terutama didorong oleh depresiasi nilai tukar Rupiah.1 Tekanan eksternal yang meningkat tersebut tercermin pada inflasi core traded yang mencapai 0,34% (mtm), naik dari bulan sebelumnya (0,23%, mtm). Meskipun demikian, tekanan tersebut diminimalkan oleh penurunan harga global. ii. Tekanan dari sisi domestik melambat. Hal ini tercermin dari inflasi inti nontraded yang melambat dari 0,24% (mtm) pada bulan sebelumnya menjadi 0,18% (mtm). Perlambatan ini didorong oleh inti nontraded food maupun nonfood. iii. Perkembangan inflasi inti yang stabil dikonfirmasi oleh indikator tekanan demand yang moderat. Pertumbuhan penjualan riil dan besaran moneter seperti kredit konsumsi dan M1 masih terkelola dengan baik. iv. Ekspektasi inflasi terjaga meski di jangka pendek sedikit meningkat. Di pasar barang, dalam jangka pendek tekanan harga 6 bulan y.a.d sedikit meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan karena penurunan subsidi listrik dari Pemerintah. Secara rata – rata bulanan, nilai tukar Rupiah melemah cukup signifikan yakni sebesar 3,12% (mtm) dari Rp11.532 (Mei) ke Rp11.892 (Juni) Analisis Inflasi Juni 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 1 Analisis Inflasi TPI dan Pokjanas TPID Edisi 4 Juli 2014 Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah – Kemendagri RI, Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah – Kemenko RI Grafik 2. Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran 2. Grafik 3. Ekspektasi Inflasi Konsumen Sesuai dengan pola musimannya menjelang ramadhan, kelompok volatile food mengalami tekanan inflasi setelah tiga bulan berturut – turut mengalami deflasi. Kelompok volatile food mengalami inflasi sebesar 1,06% (mtm) atau 6,74% (yoy), lebih rendah dari rata – rata historis selama 5 tahun yakni 1,50% (mtm). Komoditas yang mengalami kenaikan tertinggi adalah daging ayam, bawang merah, telur ayam ras, dan bawang putih. Secara umum, kenaikan harga disebabkan oleh peningkatan permintaan menjelang bulan Ramadhan. Khusus untuk daging ayam dan telur ayam ras kenaikan harga terutama disebabkan oleh kebijakan pembatasan produksi.2 Sementara itu, terganggunya panen bawang merah di beberapa daerah oleh hama penyakit dan aksi pedagang yang menahan stok bawang merah ke pasar mendorong kenaikan harga pada bawang merah di tengah berlangsungnya panen di beberapa sentra produksi. Selanjutnya, musim panen beras yang berakhir juga mendorong terus meningkatnya harga. Tekanan inflasi volatile food yang lebih tinggi tertahan oleh deflasi yang terjadi pada cabai rawit, cabai merah, dan ikan segar. Panen yang masih berlangsung di berbagai sentra masih mengakibatkan penurunan harga baik pada cabai merah maupun cabai rawit. Selanjutnya, kondisi cuaca yang membaik mengakibatkan peningkatan hasil tangkapan nelayan yang kemudian menyebabkan pasokan melimpah dan mendorong koreksi harga. Tabel 4. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food Grafik 4 Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food 3. Inflasi kelompok administered prices kembali meningkat. Inflasi administered prices tercatat sebesar 0,45% (mtm) atau 13,47% (yoy) meningkat jika dibandingkan bulan lalu sebesar 0,30% (mtm) atau 16,85% (yoy). Dampak penyesuaian tarif listrik kelompok Rumah Tangga (>6600 VA) dan kenaikan permintaan seiring dengan musim liburan sekolah menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi pada kelompok ini. Selanjutnya, kelangkaan LPG di daerah (Sumatera dan Jawa) akibat kenaikan permintaan menjelang ramadhan juga menyumbang inflasi sebesar 0,01% (mtm). 4. Secara spasial, beberapa daerah mencatat kenaikan inflasi yang cukup tinggi antara lain Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Barat. Sementara kenaikan inflasi di sebagian besar daerah di Sumatera dan Jawa cenderung moderat. Sumber tekanan terutama berasal dari kebijakan pemerintah terkait pengurangan pasokan bibit ayam (day old chick) sebesar 15% yang berdampak terhadap meningkatnya harga daging dan telur ayam ras di hampir seluruh daerah. Selanjutnya, berakhirnya masa 2 Surat Mendag No.644/M-DAG/SD/4/2014 tanggal 15 April kepada ketua dan anggota Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU Indonesia) dan para pengusaha pembibitan unggas, untuk menjaga pendapatan yang wajar dari peternak unggas, untuk tetap menjaga ketersediaan pasokan dan agar tidak terjadi lonjakan harga eceran di tingkat konsumen pada saat HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional). Analisis Inflasi Juni 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 2 Analisis Inflasi TPI dan Pokjanas TPID Edisi 4 Juli 2014 Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah – Kemendagri RI, Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah – Kemenko RI panen di sejumlah daerah sentra di Jawa berpengaruh terhadap meningkatnya harga pangan strategis seperti hortikultura (bawang merah dan bawang putih) dan beras. Di sisi lain, melimpahnya pasokan ikan segar di sebagian besar daerah di Kawasan Timur Indonesia secara umum mampu menahan laju kenaikan inflasi pangan di kawasan ini. Koreksi harga ikan segar yang cukup signifikan antara lain terjadi di Maluku, Papua, NTB, Bali, Papua Barat dan Kalimantan Timur. Gambar 1: Peta Inflasi Daerah, Juni 2014 (%,mtm) 5. Kendati inflasi sampai dengan Juni masih relatif terkendali, perlu mewaspadai tekanan inflasi yang cenderung meningkat hingga akhir tahun. Sejumlah faktor risiko berpotensi menyebabkan peningkatan tekanan inflasi. Pertama, risiko inflasi pangan terkait potensi El-Nino jika intensitasnya menjadi kuat serta tidak adanya penyaluran Raskin di dua bulan terakhir (November dan Desember) 2014. Kedua, risiko meningkatnya inflasi barang impor jika tekanan pelemahan Rupiah berlanjut. Ketiga, risiko dari administered prices sejalan dengan rencana pemerintah untuk menyesuaikan tarif batas atas angkutan udara pasca Lebaran. Keempat, risiko pelemahan Rupiah dan kenaikan harga minyak dunia. 6. Dalam rangka mengantisipasi risiko inflasi tersebut, dalam jangka pendek termasuk pada periode Ramadhan, penguatan koordinasi dalam forum TPI dan TPID menjadi prioritas. Di level daerah, upaya menjaga stabilitas harga pangan dalam bulan Ramadhan dan Idul Fitri telah diperkuat melalui Surat Edaran Mendagri No. 511.1/2901/SJ tanggal 4 Juni 2014. Dalam upaya menjaga kecukupan pasokan, langkah-langkah intervensi pasar oleh pemerintah perlu diperkuat a.l. melalui operasi pasar, pasar murah, pasar penyeimbang, dsb. Selain itu, komunikasi ke publik secara efektif terkait dengan ketersediaan pasokan dan perkembangan harga juga perlu ditingkatkan untuk mengendalikan ekspektasi masyarakat. Pemerintah daerah juga perlu menjaga kelancaran distribusi barang baik melalui darat, laut dan udara. Di tingkat pusat, koordinasi antar K/L perlu diintensifkan untuk mengantisipasi tekanan harga khususnya pada komoditas beras. Hal ini sangat diperlukan mengingat terdapat potensi gangguan El-Nino yang dapat menurunkan produksi beras DN dan pada gilirannya mendorong kenaikan harga beras. Terkait antisipasi meningkatnya intensitas El-Nino, hal-hal yang perlu dilakukan TPID a.l menyiapkan dukungan penyediaan saprodi, mengoptimalkan Sekolah Lapang Iklim (SLI) termasuk melakukan sosialisasi terutama pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami kekeringan, dan memperkuat kerjasama dengan daerah lain yang mengalami surplus pangan. Selain itu, perlu langkah untuk mereview kebijakan yang mendorong terus berlanjutnya kenaikan harga daging ayam dan telur ayam dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap keberlangsungan usaha peternakan unggas skala kecil. Jakarta, 4 Juli 2014 Analisis Inflasi Juni 2014 – TPI dan Pokjanas TPID 3