Analisis Inflasi

advertisement
Analisis Inflasi
TPI dan Pokjanas TPID
Edisi 6 Januari 2013
Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan
Ekonomi Daerah – Kemendagri RI
“INFLASI IHK 2013 DI ATAS TARGET NAMUN TERKENDALI DI SINGLE DIGIT”
Inflasi di bulan Desember masih melanjutkan tren perlambatan sejak mencapai puncaknya di bulan Agustus
2013. Sesuai dengan polanya di akhir tahun, inflasi bulan Desember meningkat namun masih terkendali dan
berada di bawah rata-rata historisnya dalam 5 tahun terakhir. Inflasi bulan Desember sebesar 0,55% (mtm)
didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi inti dan inflasi administered prices. Sementara itu, inflasi volatile
food tercatat cukup rendah karena berlanjutnya koreksi harga cabe merah dan daging ayam ras terutama di
wilayah Sumatera. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK tahunan di Desember mencapai 8,38% (yoy),
terus melambat dari puncaknya di Agustus sebesar 8,79% (yoy).
Capaian inflasi IHK secara tahunan di 2013 berada di atas targetnya (4,5%±1%), namun tetap terkendali di
single digit. Realisasi inflasi yang di atas targetnya tersebut bersumber dari tingginya inflasi administered
prices dan inflasi volatile food yang masing-masing mencapai 16,65% dan 11,83% (yoy). Hal ini disebabkan oleh
kenaikan harga BBM bersubsidi bulan Juni serta gejolak harga pangan akibat gangguan pasokan DN.
Sementara itu, inflasi inti hanya sedikit mengalami peningkatan yakni mencapai 4,98% (yoy).
Tekanan inflasi IHK di tahun 2014 diperkirakan mereda, walaupun risikonya masih besar. Meredanya inflasi
kedepan didorong oleh berbagai faktor seperti berlanjutnya kebijakan relaksasi tata niaga impor pangan dan
minimalnya kebijakan energi strategis. Namun demikian, terdapat sejumlah faktor risiko yang dapat
meningkatkan tekanan inflasi di 2014, yakni: i) risiko depresiasi nilai tukar; ii) gangguan cuaca yang
memengaruhi pasokan pangan; iii) rencana kenaikan harga sejumlah barang dan jasa oleh produsen yang
belum dilakukan sepenuhnya pada tahun 2013; iv) risiko kelangkaan pasokan gas LPG 3 kg karena kenaikan
harga gas LPG 12 kg serta v) potensi kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) lanjutan. Mencermati masih tingginya
faktor risiko inflasi di 2014, peran aktif tim pengendalian inflasi baik di pusat dan daerah perlu terus
ditingkatkan untuk menjaga inflasi 2014 berada di dalam kisaran sasarannya.
Tabel 1. Disagregasi Inflasi Desember 2013
Grafik.1 Disagregasi Inflasi 2013
1.
Secara bulanan, Inflasi IHK di Desember meningkat dari bulan November 2013 namun masih terkendali.
Inflasi bulan Desember mencapai 0,55% (mtm), lebih rendah dari historisnya, didukung oleh rendahnya
inflasi volatile food. 1 Inflasi volatile food di bulan ini tercatat sebesar 0,79% (mtm). Sementara itu, inflasi
inti dan administered prices cukup tinggi dan tercatat masing – masing sebesar 0,45% (mtm) dan 0,52%
(mtm).
2.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun 2013 mencapai 8,38% (yoy), berada di atas kisaran
sasarannya sebesar 4,5% ± 1%, dan meningkat dari tahun sebelumnya (4,30%, yoy). Tingginya realisasi
inflasi tersebut didorong oleh tekanan yang terutama berasal dari domestik. Tekanan dari sisi domestik
terutama berasal dari dampak langsung maupun tidak langsung (second round effect) dari kebijakan
penurunan subsidi BBM serta gejolak harga pangan yang diakibatkan oleh adanya gangguan pasokan pada
beberapa komoditas hortikultura. Meski meningkat signifikan namun secara umum inflasi pada tahun ini
terkendali dan dapat dijaga pada level di bawah double digits.
1
Inflasi IHK dan volatile food rata-rata 5 tahun terakhir sebesar 0,61% (mtm) dan 1,48% (mtm).
Analisis Inflasi Desember 2013 – TPI dan Pokjanas TPID
1
Analisis Inflasi
TPI dan Pokjanas TPID
Edisi 6 Januari 2013
Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan
Ekonomi Daerah – Kemendagri RI
Grafik 2. Pola Inflasi Volatile Food
Grafik 3. Inflasi Inti Traded dan Faktor Eksternal
3.
Inflasi volatile food melonjak tinggi hingga mencatat double-digit sejak Februari dan cenderung mereda
semenjak September 2013. Kebijakan pengaturan impor di awal tahun, di tengah terbatasnya pasokan
akibat gangguan cuaca dan minimalnya produksi dalam negeri, mendorong gejolak harga aneka bumbu
serta aneka sayur dan buah. Cost – push biaya transportasi sebagai dampak lanjutan kenaikan harga BBM
mendorong kenaikan inflasi di bulan Juni dan Juli setelah sebelumnya mengalami deflasi akibat panen
padi yang sedang berlangsung dan relaksasi kebijakan pengaturan impor. Koreksi harga yang terus
berlanjut semenjak September kemudian menahan inflasi bahan pangan lebih lanjut, meskipun sedikit
meningkat di akhir triwulan IV seiring dengan pola musiman berkurangnya pasokan di akhir tahun.
4.
Peningkatan inflasi inti relatif terbatas terutama karena perlambatan inflasi traded di tengah kenaikan
tekanan domestik akibat gejolak harga pangan dan kebijakan harga energi. Inflasi inti pada tahun ini
tercatat sebesar 4,98% (yoy) meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 4,40% (yoy).
 Sumber utama tekanan berasal dari domestik sebagai dampak lanjutan gejolak harga pangan dan
kebijakan harga energi. Kuatnya tekanan domestik terlihat pada kenaikan inflasi inti nontraded
sepanjang tahun 2013. Sementara itu, inflasi inti traded mengalami perlambatan karena pada saat
bersamaan terjadi penurunan harga global di tengah meningkatnya tekanan depresiasi Rupiah.
 Ekspektasi inflasi cenderung mereda, setelah sempat terakselerasi pada paro pertama 2013.
Peningkatan ekspektasi terutama di semester I terlihat dari hasil survei consensus forecast sebagai
akibat adanya gejolak harga pangan dan memuncak ketika implementasi kenaikan harga BBM
bersubsidi. Secara umum, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang cenderung ketat yang
ditempuh BI mampu menjangkar ekspektasi inflasi para pelaku ekonomi dan pada gilirannya menahan
tekanan inflasi yang lebih tinggi. Hal ini a.l terlihat dari ekspektasi inflasi 2014 mulai menurun, yang
pada survei September tercatat 5,0% menjadi 4,9% pada survei Desember.
Grafik 3. Inflasi Inti Traded dan Beberapa Komponennya
Grafik 4. Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast
5.
Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong inflasi administered prices meningkat signifikan. Inflasi
kelompok harga diatur pemerintah melonjak dari 2,66% pada tahun sebelumnya menjadi 15,49% (yoy) di
tahun 2013. Sumber tekanan terutama berasal dari dampak kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga
BBM bersubsidi di akhir triwulan II serta dampak lanjutannya ke sektor transportasi. Meski meningkat
signifikan, dampak lanjutan kenaikan harga BBM relatif moderat dan lebih rendah dari tahun – tahun
sebelumnya.
6.
Secara spasial tekanan inflasi bulanan di berbagai daerah meningkat, kecuali untuk Kawasan Sumatera
yang mereda. Tekanan inflasi yang meningkat terutama terjadi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan
Jakarta, masing-masing sebesar 0,99% (mtm) dan 0,78% (mtm). Peningkatan inflasi di KTI terutama dipicu
oleh subkelompok bumbu-bumbuan (cabe rawit, bawang merah, dan cabe merah) di Sulampua dan Bali-
Analisis Inflasi Desember 2013 – TPI dan Pokjanas TPID
2
Analisis Inflasi
TPI dan Pokjanas TPID
Edisi 6 Januari 2013
Penyusun: Divisi Asesmen Inflasi - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro - Kemenkeu RI, Direktorat Pengembangan
Ekonomi Daerah – Kemendagri RI
Nustra sedangkan di Kawasan Jawa oleh komoditas sayuran dan telur ayam ras. Kenaikan inflasi tersebut
a.l disebabkan oleh meningkatnya curah hujan dan permintaan musiman menjelang Natal dan Tahun
Baru. Sementara itu, inflasi Kawasan Sumatera mencapai 0,28% (mtm), melambat dibandingkan bulan
sebelumnya. Hal ini didorong oleh koreksi harga yang cukup dalam pada subkelompok bumbu-bumbuan
(cabe merah dan bawang putih). Selain itu, juga terdapat koreksi harga pada komoditas angkutan udara di
Medan dan Pangkal Pinang. 2
Inf > 1,1%
0,6% < inf ≤ 1,1%
0,4% < inf ≤ 0,6%
Inf ≤ 0,4%
7.
Tekanan inflasi IHK di tahun 2014 diperkirakan mereda, walaupun risikonya masih besar. Meredanya
inflasi ke depan didorong oleh berbagai faktor seperti berlanjutnya kebijakan relaksasi tata niaga impor
pangan dan minimalnya kebijakan energi strategis. Namun demikian, terdapat sejumlah faktor risiko yang
dapat meningkatkan tekanan inflasi di 2014, yakni: i) risiko depresiasi nilai tukar; ii) gangguan cuaca yang
mempengaruhi pasokan pangan; iii) rencana kenaikan harga sejumlah barang dan jasa oleh produsen yang
belum dilakukan sepenuhnya pada tahun 2013; iv) risiko kelangkaan pasokan gas LPG 3 kg karena
kenaikan harga gas LPG 12 kg, serta v) potensi kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) lanjutan seiring rencana
penghapusan subsidi listrik bagi kelompok industri (I4 dan sebagian I3) serta pengurangan subsidi bagi
beberapa kelompok golongan tarif dengan daya di atas 6.600VA.
8.
Mencermati masih tingginya faktor risiko inflasi di 2014, peran aktif tim pengendalian inflasi baik di
pusat dan daerah perlu terus ditingkatkan untuk menjaga inflasi 2014 berada di dalam kisaran
sasarannya. Beberapa hal yang perlu ditempuh oleh TPI dan TPID ke depan terutama adalah sbb: 1)
memperkuat komunikasi dengan berbagai stakeholders khususnya dengan pelaku di pasar keuangan dan
investor asing mengingat ekspektasi inflasi mereka untuk tahun 2014 masih tinggi; 2) memastikan
roadmap kebijakan energi Pemerintah sesuai dengan rencana dalam APBN 2014; 3) memastikan
kelancaran pasokan dan distribusi bahan pangan; 4) memperkuat kerjasama antar daerah dalam rangka
menstabilkan inflasi pangan dengan berpedoman pada peta kekuatan produksi dan kebutuhan bahan
pokok; serta 5) meningkatkan pengawasan distribusi LPG di daerah untuk mencegah kelangkaan pasokan
LPG 3 kg karena disparitas harganya yang semakin melebar akibat kenaikan harga LPG 12kg.
Jakarta, 3 Januari 2013
2
Courtesy of Divisi Asesmen Ekonomi Regional – Bank Indonesia
Analisis Inflasi Desember 2013 – TPI dan Pokjanas TPID
3
Download