bagaimana cara menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar

advertisement
MEMANFAATKAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Oleh
Yeni Hendriani
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Ilmu Pengetahuan Alam Bandung
e-mail: [email protected].
A. Pendahuluan
Seiring dengan perubahan paradigma pendidikan dari “Teacher Center” ke
“Student Center”, maka fungsi guru juga berubah, tidak lagi sebagai pusat sumber belajar
bagi siswa tapi lebih kearah sebagai fasilitator yang memfasilitasi berbagai hal yang
diperlukan siswa untuk belajar. Hal yang penting lainnya adalah bagaimana guru dapat
menciptakan suasana belajar yang membangun dan meningkatkan spirit kreativitas siswa.
Salah satu masalah dalam pendidikan IPA dewasa ini adalah kurangnya
pemakaian sumber belajar untuk mendukung suatu kegiatan belajar mengajar. Biasanya
sumber belajar selalu dikaitkan dengan alat dan bahan yang harus dibeli di tempat
tertentu, sehingga alat dan bahan kadang-kadang menjadi sandungan bagi guru untuk
menciptakan iklim belajar yang ideal. Akibatnya siswa hanya dijejali dengan hafalan
yang membuat mereka menjadi jenuh dan tidak tertarik terhadap mata pelajaran IPA
Sebenarnya sumber belajar dapat juga diperoleh dari sekitar kita, misalnya dengan
menugaskan siswa untuk membawa benda-benda tertentu (dapat berupa barang bekas ke
sekolah). Di samping itu lingkungan juga dapat digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar. Banyak benda, makhluk hidup atau fenomena-fenomena alam yang menarik
dan dapat digunakan sebagai sumber belajar, hanya masalahnya guru belum terbiasa
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.
Menurut Rustaman (1996), banyak keuntungan yang akan kita peroleh jika kita
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar, yaitu sebagai berikut:
1. Siswa mendapatkan informasi berdasarkan pengalaman langsung, karena itu
pengajaran akan lebih bermakna dan menarik.
2. Pelajaran menjadi lebih kongkrit.
1
3. Penerapan ilmu dalam kehidupan sehari-hari menjadi lebih mudah dan sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi siswa.
4. Sesuai dengan prinsip-prinsip dalam pendidikan, yaitu belajar itu harus dimulai dari
yang:
-
kongkrit ke yang abstrak,
-
mudah/sederhana ke yang sukar/kompleks,
-
sudah diketahui ke yang belum diketahui.
5. Mengembangkan motivasi dan prinsip “belajar bagaimana belajar (learning how to
learn)” berdasar kepada metode ilmiah dan pengembangan keterampilan proses IPA
sehingga akan tertanam sikap ilmiah.
6. Siswa dapat mengenal dan mencintai lingkungannya, sehingga akan timbul rasa
syukur, mengagumi, dan mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa sebagai
penciptanya.
Mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh siswa jika menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar, maka guru hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan
dalam hal tersebut.
B. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Menurut Gage (1984, dalam Dahar, 1991), belajar dapat didefinisikan sebagai
suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman
yang diperolehnya. Sedangkan menurut Rosser (1984, dalam Dahar, 1991), proses belajar
dapat pula diartikan sebagai proses perolehan pengetahuan yang merupakan suatu proses
interaktif. Orang yang belajar akan berinteraksi dengan lingkungan secara aktif.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar (di dalam atau diluar)
organisme yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme. Lingkungan
tertentu mempunyai fenomena, keunikan, dan batas-batas sendiri. Pengenalan dari
fenomena, keunikan dan batas-batas ini akan memberi rasa aman dan tenteram pada
siswa. Dengan bertambahnya pengetahuan tentang berbagai keadaan, tempat, serta
peranannya secara keseluruhan dalam suatu lingkungan, akan membuat siswa
memperoleh kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia nyata
2
(Poerbakawatja, 1982). Hal ini sesuai dengan salah satu tugas sekolah sebagai tempat
persiapan untuk terjun dalam kehidupan di masyarakat. Lingkungan memberi bahanbahan kongkrit mengenai kehidupan sehari-hari untuk dijadikan bahan pelajaran. Contoh
lingkungan yang dapat digunakan sebagai sumber belajar misalnya halaman sekolah;
sawah, sungai, kolam, atau kebun di sekitar sekolah; pasar, super market, pusat kota, dan
jalan raya; musium; kebun binatang; pabrik-pabrik; tempat pembuangan sampah akhir
(TPA); instalasi pengolahan air limbah; instalasi pengolahan air minum dan kebun raya.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar diantaranya kurikulum, guru,
sesama siswa, lingkungan dan media (sumber) belajar. Sumber belajar adalah segala
sesuatu yang digunakan untuk membantu proses belajar. Staton (1978) mengemukakan
bahwa dengan penggunaan yang tepat sumber belajar dapat meningkatkan pemahaman
siswa dan mempercepat seluruh proses latihan. Lingkungan dapat digunakan sebagai
sumber belajar. Pernyataan ini diperkuat oleh Sukarno (1981), bahwa pendidikan di luar
kelas memperkaya anak akan pengalaman pertama, bukan pengalaman tangan kedua,
pengalaman yang disampaikan gurunya, atau oleh buku. Pelaksanaannya dapat
merupakan pendahuluan sebelum anak belajar di dalam kelas, atau merupakan kelanjutan
dari proses belajar mengajar di dalam kelas. John (1976, dalam Staton, 1978) menyatakan
bahwa laboratorium di luar kelas (lingkungan) adalah ruang kelas tempat anak belajar
sesuatu dengan efektif tentang akar kegiatan dan proses belajar.
Relevansi penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dikemukakan oleh
Driver (1994, dalam Nirwana 1996) bahwa reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan
belajar yang terbuka. Partisifasi siswa melalui pembelajaran menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar lebih aktif dibandingkan pengajaran biasa. Pendapat ini didukung
oleh Balding dkk., (1989, dalam Nirwana 1996) yang mengemukakan bahwa cara
mengajar menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar adalah dengan memanfaatkan
bahan, alat, serta fenomena yang ada di lingkungan. Pendapat lain dikemukakan oleh
Kentish (1994), bahwa dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar kita
dapat menciptakan dan meningkatkan kesadaran siswa terhadap lingkungan. Makin tinggi
kesadaran seseorang terhadap lingkungan makin terwujud dalam tingkah laku. Sedangkan
Bochrer dan Linsky (1990, dalam Braus 1993), menyatakan bahwa jika siswa diberi
kesempatan untuk menemukan masalah dan jawaban sendiri, maka siswa akan
3
termotivasi berpikir kritis, bertanggung jawab, dan mengembangkan berbagai
keterampilan dalam pembelajaran.
Menurut Owen (1980), sikap menghargai, rasa bangga, dan memahami sumber
daya alam seperti cahaya matahari, tanah, air, udara, dan makhluk hidup lain merupakan
sikap yang perlu ditanamkan sejak dini. Anak sekolah adalah sasaran penting dalam
pendidikan lingkungan karena merekalah yang kelak akan menjadi pemimpin (pengambil
keputusan) dan pengguna sumber daya alam. Dalam beberapa hal mereka dapat
mempengaruhi orangtua dan masyarakat di sekitarnya. Menurut Braus (1993) para
sukarelawan dan pendidik yang bekerja di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan
lainnya dapat memberikan pengaruh yang kuat kepada siswa. Mulai dari peningkatan
kesadaran dan pengetahuan dalam membentuk sikap dan mempermudah program
pendidikan lingkungan. Disinger (1994), mengemukakan bahwa yang menjadi tantangan
adalah menyiapkan materi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat agar dapat
memecahkan masalah lingkungan yang sedang terjadi.
C. Langkah-Langkah Penggunaan Lingkungan sebagai Sumber Belajar.
Untuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar ada beberapa tahapan yang
harus dilakukan guru yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan yang ingin
dicapai dari penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dan menentukan
konsep yang ingin ditanamkan kepada siswa. Setelah itu lakukan survei ke tempat
yang akan dituju. Lakukan penjelajahan di tempat tersebut dengan teliti. Catat
benda-benda, makhluk hidup, atau fenomena-fenomena alam yang diperkirakan
akan menarik
minat siswa dan dapat digunakan sebagai sumber belajar.
Selanjutnya dari hasil survei itu buatlah Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai
dengan tujuan dan konsep yang akan ditanamkan kepada siswa. Jika ditempat
yang akan dituju itu siswa tidak melakukan kegiatan eksperimen, namun hanya
menggali pengetahuan dan mencatat data-data yang ada, buatlah instrumen yang
sesuai misalnya berupa lembar pengamatan, pedoman wawancara, atau kuesioner.
4
Setelah LKS atau instrumen yang diperlukan selesai, siapkan alat dan bahan atau
fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk studi lapangan tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini, guru hendaknya membimbing siswa untuk melakukan kegiatan
sesuai dengan LKS atau instrumen lain yang dibuat. Ciptakan suasana yang
mendukung agar siswa tertarik dan tertantang untuk melakukan kegiatan dengan
sebaik-baiknya.
3. Tahap Pasca Kegiatan Lapangan
Sekembalinya siswa dari lapangan, mereka harus membuat laporan tentang apa
yang telah mereka lakukan dan bagaimana hasilnya. Sistematika laporan
sebaiknya diberikan oleh guru untuk memudahkan
siswa dalam menyusun
laporannya. Laporan yang dibuat siswa hendaknya memuat data yang dapat
digunakan guru untuk membimbing siswa agar memahami suatu konsep.
Mintalah siswa untuk mempresentasikan hasil kegiatannya. Ajukan pertanyaanpertanyaan yang membimbing siswa untuk memahami suatu konsep sesuai
dengan kegiatan yang telah mereka lakukan.
Di samping membuat laporan, siswa juga diminta untuk mengolah hasil studi
lapangannya, mungkin ada spesimen yang perlu diawetkan atau ada tumbuhan
yang perlu dikeringkan (dibuat herbarium). Cara yang paling mudah untuk
mengawetkan spesimen adalah dengan menyimpannya dalam larutan alkohol 70%
atau formalin 4%. Jangan lupa memberi label pada spesimen awetan tersebut.
Informasi yang tertera pada label biasanya adalah nama spesies dan famili,
tanggal pembuatan awetan, serta lokasi pencuplikan spesimen. Setelah
pengolahan hasil studi lapangan selesai, simpanlah spesimen-spesimen tersebut
sebagai pajangan di kelas masing-masing.
D. Aplikasi: Contoh Penggunaan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
5
Berikut ini dikemukakan contoh penggunaan Cagar Alam (CA)/Taman Wisata Alam
(TWA) Gunung Tangkuban Parahu Jawa Barat sebagai sumber belajar.
Dari hasil observasi diketahui bahwa CA/TWA Gunung Tangkuban Parahu
memiliki sejumlah fenomena alam yang berpotensi sebagai sumber belajar.
Fenomena alam ini meliputi proses ekologi, zonasi vegetasi, struktur biologi dan
bentuk hidup, serta jenis-jenis tumbuhan yang menarik dari segi, keunikan,
keindahan, dan kegunaannya. Fenomena alam yang dipilih sebagai sumber belajar,
terutama yang terletak di sepanjang jalur yang dilalui atau yang didatangi
pengunjung.
Saat ini ada 6 jalur/lokasi yang dapat digunakan sebagai jalur interpretasi
alam. Yang dimaksud dengan interpretasi alam adalah suatu kegiatan bina cinta alam
yang merupakan kombinasi dari enam hal yang berkaitan dengan interpretasi alam,
yaitu pelayanan informasi, pemanduan, pendidikan, hiburan, inspirasi dan promosi
(Direktorat Taman Nasional dan Hutan wisata, 1988 dalam Harini, 1992).
Salah satu obyek interpretasi alam adalah potensi flora yang merupakan
obyek utama dalam setiap jalur yang dilalui pengunjung. Pemilihan jenis tumbuhan
ini selain didasarkan oleh pengamatan dengan menggunakan parameter keunikan,
keindahan, dan kegunaannya juga berdasarkan pengamatan terhadap flora yang
menarik perhatian. Pada umumnya orang akan tertarik pada jenis tumbuhan yang
tidak ada atau belum pernah dilihat di tempat asal mereka masing-masing. Selain itu
banyak juga yang tertarik dengan jenis tumbuhan yang bentuk hidupnya unik.
Contoh jenis tumbuhan yang dapat dijadikan objek interpretasi di Cagar Alam/Taman
Wisata Alam gunung Tangkuban Parahu adalah Cantigi Vaccinium varingiaefolium
(Bl.) Miq (Gambar 1) dan Paku tiang (Cyathea latebrosa (Wall ex Hook) (Gambar 2).
Keunikan dari Vaccinium varingiaefolium (Bl.) Miq
yang ingin
diperkenalkan kepada siswa adalah bentuk hidupnya. Di tebing kawah, tumbuhan ini
merupakan perdu, akan tetapi semakin menjauh dari kawah ukuran tumbuhan ini
semakin besar dan akhirnya berupa pohon. Manfaat dari Vaccinium varingiaefolium
(Bl.) Miq. yaitu daun muda dan buah yang sudah matang dapat dimakan, akar dan
batang tumbuhan yang sudah mati biasanya dibongkar untuk dijadikan tepat
menyimpan pot bunga.
6
Gambar 1 Bentuk hidup Cantigi (Vaccinium varingiaefolium (Bl.) Miq) di tebing
kawah (berupa perdu) dan di lereng gunung (berupa pohon)
.
Pada Paku tiang (Cyathea latebrosa (Wall ex Hook. Copel), keunikan yang
menonjol adalah tekstur batang yang seperti batik (Gambar 2). Paku tiang merupakan
salah satu jenis paku-pakuan yang berbentuk pohon, pada umumnya, tumbuhan ini hidup
di daerah terbuka dan di daerah yang telah terganggu (Sastrapradja dkk. 1979, Piggott,
1988). Masyarakat memanfaatkan paku tiang untuk bahan souvenir yang dijual di CA
dan TWA Gunung Tangkuban Parahu, yaitu berupa pot bunga atau asbak.
Agar fenomena-fenomena alam tersebut dapat berfungsi optimal sebagai sumber
belajar, maka perlu dikemas dalam bentuk paket-paket tertentu yang menarik. Paket
tersebut dapat berupa paket wisata pendidikan dengan panduan sendiri, paket wisata
pendidikan dengan pemandu, lembar kerja siswa, slide atau film. Sebaiknya guru
sebelum membawa siswanya ke lapangan, dia harus melakukan observasi terlebih dahulu
pada jalur interpretasi (jalur yang digunakan sebagai obyek belajar) yang akan digunakan
dan mempelajari objek-objek yang dipilih sebagai sumber belajar. Perlu diingat lembar
7
kerja siswa yang disusun hendaknya tidak hanya sekedar berisi fakta-fakta, tetapi juga
mengungkapkan konsep, arti dan hubungan keterkaitan gejala alam. Lembar kerja ini
hendaknya dapat mendidik siswa hingga timbul perhatian dan kesadaran untuk
menghargai sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Gambar 2
Paku tiang, daun batang, dan batang yang sudah menjadi souvenir berupa
pot bunga
Berikut ini adalah contoh LKS dalam menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.
ANALISIS VEGETASI
Tujuan
Melakukan analisis vegetasi yang ada di lingkungan Cagar Alam/Taman Wisata Alam
Gunung Tangkuban Parahu
Alat & Bahan
Tali raffia, thermometer, hygrometer slink, termometer tanah, soil tester/ pH meter, lux
meter digital, anemometer.
8
Petunjuk Kegiatan
Dalam kegiatan ini Anda akan melakukan analisis vegetasi yang ada di lingkungan Cagar
Alam/Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu. Di samping itu Anda juga akan
mempelajari faktor-faktor fisiknya. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok, tentunya
dengan pembagian tugas yang jelas dan adil. Adapun kegiatan yang harus Anda lakukan
adalah sebagai berikut :
1. Buatlah sebuah plot dengan ukuran 5 x 10 m pada lokasi yang cukup berjauhan antar
kelompok.
2. Catat semua jenis tumbuhan yang ada plot tersebut dan masukan pada tabel
pengamatan seperti berikut ini.
TABEL PENGAMATAN
Plot ke : ..........
No
.
1.
2.
3.
…
Nama Species
Kerapatan
Kerimbunan
Frekwensi
Jumlah
Keterangan:
Kerapatan (absolut) = jumlah individu
luas daerah
Kerimbunan (absolut) = Persentase daerah yang tertutup oleh tumbuhan
Tersebut
9
Frekuensi (absolut)
= Persentase kehadiran suatu spesies atau
Jumlah plot dimana spesies hadir x 100%
Jumlah seluruh plot
3. Ukur faktor-faktor fisik di setiap zona, yaitu suhu udara, kelembaban udara, intensitas
cahaya, daya evaporasi, ketinggian, suhu tanah, kelembaban tanah, pH tanah,
ketebalan tanah, dan ketebalan seresah.
Pertanyaan
1. Tumbuhan apa yang paling dominan di Cagar Alam/Taman Wisata Alam Gunung
Tangkuban Parahu?
2. Ada berapa jenis tumbuhan yang ditemukan di sana ?
3. Menurut Anda faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap keanekaragaman di
zona tersebut ?
4. Dari tumbuhan yang ditemukan di masing-masing plot, coba Anda cari manfaat dari
tumbuhan tersebut baik secara ekologis maupun ekonomis. Untuk mengetahui hal ini
Anda dapat bertanya pada narasumber atau melakukan studi literatur ke perpustakaan.
5. Menurut pendapat Anda mana yang lebih baik, kebun yang tanamannya homogen
ataukah yang heterogen ?
6. Diskusikan dalam kelompok masing-masing , apa yang dapat Anda lakukan untuk
melindungi ekosistem.
Demikian alternatif penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar, semoga bermanfaat.
10
Daftar Pustaka
Braus , D. W. 1993. Environmental Education in The Schools creating a Program that
Works. Naney Miller Desktop Publishing. Troy.
Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Penerbit erlangga. Jakarta.
Disinger, J.F. & Monroe, M.C. 1994. Defining Environmental education, Shool of
Natural Resources and Environmental. University of Michigan. Ann Arbor.
Harini, E.K.S. 1992. Penyusunan Interpretasi bagi Pengunjung Taman Wisata
Pananjung Pangandaran. Thesis Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan. Program
Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. IPB. Bogor.
Nirwana.
1996. Penggunaan Lingkungan Sebagai Sitmber Belajar untuk
meningkatkan Hasil Belajar IPA di Sekolah Dasar. Tesis Bidang Studi
Pendidikan IPA program Pasca Sarjana IKIP Bandung.
Owen, O.S. 1980. Natural Resource Conservation An Ecological Approach. The
Macmillan company. New York.
Rustaman, A. 1996. Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar IPA, Balitbang
Dikbud. Jakarta.
Sastrapradja, S. dkk. 1979. Jenis Paku Indonesia. Lembaga Biologi Nasional. Bogor.
Staton, T.F. 1978. How to Instruct Succesfully. Me. Graw-Hill Book Company. Sydney.
Sukarno. dkk. 1981. Dasar-Dasar Pendidikan Sains. PT Bharata. Jakarta.
11
Download