Aplikasi Farmakokinetika Klinis Tidak diragukan lagi bahwa salah

advertisement
Aplikasi Farmakokinetika Klinis
Tidak diragukan lagi bahwa salah satu kunci keberhasilan terapi dengan
menggunakan obat adalah ditentukan dari ketepatan rancangan aturan dosis yang
diberikan. Rancangan aturan dosis suatu obat tidak dapat dianggap berlaku universal
untuk semua pasien, khususnya obat-obat yang mempunyai indeks terapi sempit. Hal ini
dikarenakan pada populasi tertentu (misalnya penderita lanjut usia) ataupun pada
penderita dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit ginjal) akan menunjukkan adanya
perubahan parameter farmakokinetika tertentu. Akibatnya, aturan dosis yang diberikan
memerlukan penyesuaian untuk memberikan respons terapetik yang optimal dengan
meminimalisir efek samping yang merugikan yang mungkin muncul. Pada modul ini
akan diberikan dua contoh penerapan farmakokinetika pada kondisi klinis tertentu yaitu
untuk pelayanan pemantauan obat terapetik (therapeutic drug monitoring/TDM service)
dan penyesuaian aturan dosis pada penderita dengan kerusakan ginjal.
A. Pelayanan pemantauan obat terapetik (TDM)
Pelayanan ini biasanya diberikan untuk penderita yang mengkonsumsi obatobatan tertentu yang mempunyai indeks terapi yang sempit, artinya jika sedikit saja ada
perubahan kadar obat dalam darah akan menyebabkan perubahan respons yang ekstrim.
Misalnya akan terjadi reaksi toksisitas jika kadar obat melebihi konsentrasi toksik
minimum dan sebaliknya efek yang diinginkan tidak tercapai jika kadar obat dalam darah
berada di bawah konsentrasi efektif minimum. Adapun obat-obat yang mempunyai
indeks terapi sempit antara lain fenitoin, teofilin, digoksin dan antibiotic aminoglikosida.
Pelayanan TDM ini mempunyai peranan yang krusial dalam konteks pelayanan
kepada pasien yang meliputi :
 Pemilihan obat
 Penilaian respons pasien
 Penetapan kadar obat
 Rancangan aturan dosis
 Penyesuaian aturan dosis
Untuk lebih memahami bagaimana prinsip-prinsip farmakokinetika diterapkan dalam
pelayanan TDM, mahasiswa dapat mempelajarinya melalui studi kasus di bawah ini
Studi kasus 1
Suatu antibiotik diketahui mempunyai waktu paruh 2 jam dan volum distribusi 200
ml/kg berat badan. Konsentrasi efektif minimum dan konsentrasi toksik minimum
dari antibiotik tersebut masing-masing sebesar 2 μg/ml dan 16 μg/ml. Dokter
menginginkan antibiotik tersebut diberikan dengan dosis 250 mg setiap 8 jam melalui
pemberian injeksi intravena bolus.
a. Berikan pendapat anda mengenai aturan dosis yang diberikan jika obat tersebut
akan diberikan kepada seorang pasien yaitu Tuan X yang berusia 28 tahun dengan
berat badan 80 kg (Nilai F dan s adalah masing-masing 1)!
b. Apakah anda akan merekomendasikan rancangan dosis yang baru untuk pasien
tersebut? Jika ya berikan rancangan dosis yang baru beserta alasannya!
Jawaban :
a. Diketahui
Dosis (D) = 250 mg
Vd = 200 ml/kg BB = 200 ml/kg x 80 kg = 16000 ml = 16 l
Rentang konsentrasi yg diinginkan = 2 μg/ml-----<16 μg/ml
T1/2 = 2 hr Kel = 0.693/2 jam = 0.347 jam-1
σ = 8 hr
Cav =
F x S xD
Vd x Kel x σ
Cav =
1 x 250 mg
16 L x 0.347 jam-1 x 8 jam
= 5.64 mg/L = 5.64 µg/mL
b. Tidak perlu ada penyesuaian aturan dosis karena rancangan dosis yang diberikan
(250 mg setiap 8 jam) sudah memberikan konsentrasi obat yang berada dalam
interval konsentrasi terapetik yang diinginkan
Studi kasus 2
Seorang pasien asma (usia 55 tahun, berat badan 78 kg) menerima infus intravena
aminofilin dengan kecepatan infus 36 mg/jam. Diketahui konsentrasi rata-rata (Cav)
sebesar 12 μg/ml dan klirens sebesar 3 ml/jam.
a. Bagaimana aturan dosisnya jika pemberian aminofilin diubah menjadi teofilin
yang diberikan secara oral? (S = 0.85 dan F = 0.9)
b. Jika teofilin yang tersedia di pasaran adalah tablet teofilin 500 mg, bagaimana
anda merancang aturan dosisnya?
Jawaban
a. Cav =
FxSxD
Vd x Kel x σ
D = Cav x Kel x Vd
σ
SxF
= 12 µg/mL x 3 L/jam
0.85 x 0.9
D = 47.06mg/jam
σ
b. Teofilin yang diberikan untuk 1 hari (24 jam)
= 47,06 mg/jam x 24 jam
= 1129.44 mg/24 jam ~ 1000 mg/24 jam
Jadi teofilin dapat diberikan sebanyak 2 tablet (1000 mg) sebanyak satu kali/hari atau
diberikan 1 tablet dengan frekuensi dua kali/hari.
B. Penyesuaian aturan dosis pada penderita dengan kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi utama yang juga berperan penting dalam
pengaturan kadar cairan tubuh dan keseimbangan elektrolit. Bila terjadi kerusakan
ataupun penurunan fungsi ginjal, baik terjadi secara akut maupun kronik, maka
berpengaruh pada farmakokinetika obat-obat tertentu terutama yang diekskresikan lewat
ginjal. Salah satu penyakit yang terkait dengan kerusakan ginjal adalah uremia. Uremia
merupakan akumulasi cairan dan produk-produk nitrogen secara berlebihan dalam darah
yang disebabkan adanya penurunan proses filtrasi di glomerulus ginjal. Kondisi uremia
akan menyebabkan penurunan klirens dan memperpanjang waktu paruh eliminasi dari
obat yang digunakan. Untuk melakukan penyesuaian aturan dosis pada kondisi uremia ini
dapat dilakukan melalui 2 pendekatan, yaitu :
1. penyesuaian dosis berdasarkan klirens obat
2. penyesuaian dosis berdasarkan konstanta kecepatan eliminasi
Pendekatan yang pertama dilakukan dengan prinsip utama untuk mempertahankan
Cav yang diinginkan jika terjadi perubahan klirens total tubuh setelah pemberian
obat baik dosis oral ganda ataupun injeksi intravena bolus ganda. Untuk penderita
dengan kondisi uremia maka klirens tubuh total akan berubah ke suatu nilai baru
Clu. Oleh karena itu, untuk mempertahankan Cav yang sama seperti yang
diinginkan maka dosis harus berubah menjadi Du atau jarak waktu pemberian
dosis harus berubah menjadi σu seperti pada persamaan berikut :
Cav = F.D
Cl.σ
→Cav= Dn =
Du
Cln.σn Clu.σu
Adapun untuk pemberian secara infus IV, Css yang diinginkan dipertahankan
baik untuk pasien dengan fungsi ginjal normal maupun untuk pasien uremia
seperti pada persamaan berikut :
Css = R
= R
Cln
Clu
Keterangan :
N=normal U=uremia
Setelah mempelajari pendekatan pertama maka mahasiswa sekarang akan
mengetahui pendekatan kedua yaitu penyesuaian dosis berdasarkan konstanta
kecepatan eliminasi. Pada pasien uremia, konstanta kecepatan eliminasi akan
menurun. Suatu aturan dosis dapat dirancang dengan menurunkan dosis normal
obat dengan mempertahankan frekuensi pemberian (jarak waktu pemberian) atau
dengan menurunkan frekuensi pemberian dan mempertahankan dosis tetap. Untuk
cara pertama ditunjukkan dengan persamaan di bawah ini ;
Ku = 1-fe (1-Clu )
Kn
Cln
Du = Ku
Dn Kn
Keterangan :
Fe= fraksi obat yang diekskresikan dalam bentuk utuh dalam urin
Adapun cara kedua dari pendekatan ini dapat dilihat melalui persamaan di
bawah ini ;
σn = Kn
σu
Ku
Untuk lebih memahami penerapan farmakokinetika klinis dalam penyesuaian
aturan dosis pada penderita dengan kerusakan ginjal
Download