CPI, Investasi Asing dan Potensi Industri Asing Ditulis oleh: admin Pada: 14 November 2007 Berikut ini adalah ringkasan pidato ilmiah Prof.Dr.Ir. Kresnohadi Ariyoto Karnen, dibacakan pada saat upacara pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen FEUI yang berlangsung hari Rabu (14/11) di Kampus Depok.Calon investor investasi fisik dimanapun akan selalu mencari informasi selengkaplengkapnya mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan investasinya disuatu negara. Mereka akan mencari informasi dari klipping-kliping di kantor kedutaannya, rekan-rekannya (komunitasnya, asosiasi international), majalah/koran/TV, pengamatan langsung, jurnal-ilmiah, dan global independent rater (misalnya corruption perception index yang diterbitkan transparency international, PERC, Instititutional Investor Credit Rating, d.l.l.). Rater yang berpengaruh saat ini adalah Transparency International dengan pemberian Corruption Perception Index ( CPI ) atas seluruh negara anggota PBB. Transparency International menggunakan pendapat dari eksekutif, dan businessmen yang melakukan kegiatan usaha disuatu negara yang akan dinilai tingkat korupsinya. Maksimum skor adalah 10, yang berarti baik sekali dan skor yang rendah menandakan tingkat korupsi di negara bersangkutan tinggi sehingga dipersepsi sebagai negara yang akan meningkatkan pengeluaran kegiatan usahanya. Indonesia, bertahun-tahun selalu mendapat skor dibawah 3, yang berarti tidak kondusif untuk investasi jangka panjang. Skor jelek tersebut tersebar didunia usaha sehingga Indonesia dipersepsi sebagai bangsa yang korup. Masalahnya, untuk menyerap 1,400,000 tenaga kerja pertahun, Indonesia belum dapat mengandalkan investor domestik, sehingga diperlukan investor asing sebanyak mungkin supaya mencapai pertumbuhan PDB 7% per tahun. Menurut Tony Prasetiantono, setiap pertumbuhan 1% dapat menyerap 200,000 angkatan kerja. Tidak datangnya investor asing yang cukup ke Indonesia, disebabkan banyak hal diantaranya adalah infra struktur yang belum memadai, keamanan berinvestasi, sikap pekerja, korupsi, penegakkan hukum, diskriminasi, dan insentif investasi. Hal berkurangnya investor asing tersebut menyebabkan tingkat kemiskinan di Indonesia menjadi semakin tinggi. Menurut perhitungan Bank Dunia, pada tahun 2006, kemiskinan struktural di Indonesia telah mencapai 100 juta jiwa. Menurut pendapat saya, korupsi dan perilaku negatif lainnya, dilakukan anggota masyarakat karena mereka tidak melihat cara lain untuk mendapatkan tambahan penghasilan sehingga dirasakan mencukupi untuk keperluan hidup dimasa produktif maupun di masa mereka jompo nanti. Untuk dosen UI yang saat ini berumur 65 tahun harus mempunyai deposito Rp 1 milyar rupiah karena bunga deposito net 6% setahun. Dana tersebut harus dipunya jika yang bersangkutan ingin tetap mempunyai kemampuan membiayai pengeluaran Rp 5 juta per bulan. Kebutuhan tambahan penghasilan yang dirasakan kurang saat ini, serta kebutuhan dana yang besar tersebut untuk cadangan masa tua/jompo karena ingin tetap sebagai individu yang independen, sangat disadari oleh kita semua. Banyaknya anggota masyarakat yang tertipu oleh pengusaha-pengusaha yang memberikan imbalan tinggi atas investasi yang ditanamkan, dan tipuan dengan janji melipat gandakan uang, menandakan jalan lain tidak dilihat mereka untuk segera mendapatkan tambahan dana untuk biaya hidup. http://www.ui.edu Karena itu ketika jalan lain tidak dapat diperoleh, maka ketika muncul peluang untuk KKN, KKN-lah yang akan dilakukan. Apalagi hukuman yang pernah diberikan kepada pelaku KKN belum menjerakan. Menurut saya, memanfaatkan industri angin yaitu pasar modal kita, bukan kegiatan berjudi, asalkan memilih saham menggunakan informasi. Judi roulete dengan nomor 1-36, tidak menggunakan informasi apapun, dan hasilnya bersifat untung-untungan. Pasar modal dapat memberikan solusi untuk mendapatkan tambahan penghasilan bagi mereka yang masih kurang dengan penghasilannya saat ini, dengan melakukan kegiatan beli dan jual saham. Saham yang dibeli harus dipilih diantara berbagai perusahaan yang mempunyai fundametal bagus, dan menjualnya saat harganya sudah diatas harga beli. Saat pemerintah mengurangi subsidi BBM pada tahun 2005, inflasi melonjak menjadi 13.7%. Banyak orang kaya kehilangan daya beli uang tunainya yang dideposito dengan bunga net 7%. Menempatkan dana kita pada saham yang bagus, juga dapat mengkonservasi dana kita sehingga daya belinya tidak menurun akibat inflasi. Namun demikian, masih ada hambatan-hambatan yang harus diatasi berupa (a) psikologis, (b)informasi, dan (c) finansial. Diantara hambatan psikologis, adalah hambatan dari pasangan hidup kita karena ibu-ibu lebih menyukai deposito. Pemilihan pasangan hidup berdasar bibit bebet bobot, harus ditambah 1 be lagi yaitu berani investasi di pasar modal. Pemerintah dapat mendorong dengan membuat kebijakan, mungkin berupa investasi awal yang ringan bagi pegawai negeri dan pegawai swasta. Untuk mendapatkan Rp 1 M dimasa jompo, dapat melakukan investasi hanya sebesar Rp 4 juta saat usia kita 40 tahun, pada reksadana saham yang memberikan rata-rata return tahunan 25%. Umumnya return reksadana saham selama 5 tahun terakhir berkisar antara 40-60% setahun. Jika dilakukan gerakan sapu bersih oleh perguruan tinggi, maka KKN akan berkurang secara bertahap. Investor BEJ hanya 190,000 orang di Malaysia 1,000,000 orang dan di Thailand 2,000,000 orang. Indeks CPI Indonesia pada tahun 2006 2.4, Malaysia 3.6, dan Thailand 5.1. Perlu dikaji lebih jauh apakah besarnya investor di pasar modal mempunyai hubungan dengan indeks CPI (tingkat korupsi). Mengingat banyak aspek yang menyebabkan KKN (penegakan hukum, hukuman yang kurang berat, pengaruh budaya, tradisi, norma nilai-nilai yang dianut, penerapan good governance dan good corporate governance yang jelek, dan mind set bangsa Indonesia, dan masih terdapatnya diskriminasi disana sini), maka pusat studi yang fokus pada penghilangan KKN di Indonesia secara bertahap perlu dipikirkan kehadirannya di Universitas Indonesia (juga di perguruan tinggi lainnya). Hilangnya KKN secara bertahap akan meningkatkan skor CPI Indonesia secara bertahap dan akan mendatangkan investor asing sehingga mengurangi kemiskinan di Indonesia. Dalam hal ini, tangan pemerintah dapat efektif membantu dengan kebijakan, misalnya mendorong eksekutif di departemen-departemen untuk melakukan investasi pada reksadana, agar kebutuhan dana dimasa tuanya tercukupi, tanpa mengandalkan uang pensiunnya saja. http://www.ui.edu