BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Se’i Babi Daging se’i (nama lokal) adalah salah satu hasil olahan daging sapi atau daging babi dengan cara pengasapan. Produk ini merupakan hasil olahan khas di wilayah Nusa Tenggara Timur, khususnya Kabupaten Rote Ndao. Kata se’i, berasal dari bahasa Rote yang artinya daging yang disayat dalam ukuran kecil memanjang, lalu diasapi dengan bara api sampai matang. Daging se’i merupakan makanan khas suku Rote yang memiliki keunikan dalam hal aroma, warnanya yang merah bertekstur empuk, dan rasa yang lezat. Pengolahan daging menjadi se’i bertujuan untuk memperpanjang masa simpan, serta meningkatkan nilai gizi dan nilai ekonomi daging sapi maupun daging babi. Pada umumnya daging se’i babi sangat digemari oleh masyarakat Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ditinjau dari nilai gizinya, se’i memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (antara 30-32%) dan lemak yang berkisar antara 0,81-0,92% (Costa, 2013). Menurut Costa (2013) proses pembuatan daging se’i cukup mudah. Bahan baku yang digunakan adalah daging sapi segar tanpa lemak dan bermutu baik yang berasal dari bagian top side/rump. Jika menggunakan daging babi, bagian yang diambil adalah bagian yang tanpa kulit atau bagian daging yang terdapat pada iganya. Untuk membuat 1 kg se’i sapi atau babi, komponen lain yang diperlukan antara lain garam dapur ±1 sendok makan (2% dari berat daging), chili saltpetre ± 1 sendok teh (0,5 % dari berat daging), kayu kusambi (Schleichera oleosa (Lour) Oken), dan daun kusambi secukupnya. Daging yang akan dibuat se’i mula-mula dicuci bersih dan diiris-iris dengan bentuk memanjang selebar 3-4 cm tanpa putus. Bentuk pengirisan seperti ini dalam istilah daerah disebut lalolak. Setelah itu, daging dicampur dengan garam dapur dan chili salpetre, dibiarkan / direndam selama ± 8 jam, diangkat dan dijemur sampai airnya semua menetes. Setelah itu, daging diletakan di atas rak pengasap untuk di asap selama ± 30-45 menit tergantung pada panas dan jarak api dengan daging. Selama pengasapan daging dibalik setiap 15 menit agar tidak hangus. Setelah diasap, daging diangkat dan didinginkan. Contoh daging se’i babi ditunjukkan pada gambar 2.1 Gambar 2. 1. Daging Se’i Babi (Sumber: Foto pribadi Ni Made Susilawati) 2.2. Tumbuhan Kusambi (Schleichera oleosa (Lour) Oken Kusambi dapat ditemukan di seluruh Asia Tenggara. Di Pulau TimorIndonesia, ditemukan pada ketinggian kurang dari 500 meter di atas permukaan laut. Menurut Iwasa (1997), morfologi kusambi ini berupa pohon yang tingginya 15-40 meter dengan besar batang tegak, bulat, berkayu, permukaan kasar, percabangan simpodial dan warnanya coklat kotor. Daunnya tunggal, lancet, berseling, panjang 11-25 cm, lebar 2-6 cm, tepi rata, ujung lancip, pertulangan menyirip, tangkai bulat, panjang ± 1 cm dan berwarna hijau. Bunga kusambi adalah bunga majemuk, berbentuk tandan di ketiak daun atau ujung batang, jumlah kelopak 4-6 lembar, bersatu di pangkal, berduri, hijau dan warna mahkota putih. Buah dan bijin berbentuk bulat dengan diameter biji 6-10 mm, biji dikelilingi oleh kulit berwarna coklat kehitaman, sedangkan akar tunggangnya dan berwarna coklat muda. Morfologi daun kusambi ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Daun Kusambi (Sumber: Foto pribadi Ni Made Susilawati) Klasifikasi kusambi menurut Heyne,1987 adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dikotiledon Bangsa : Sapindales Suku : Sapindaceae Marga : Schleichera Jenis : Schleichera oleosa (Lour) Oken Kusambi mempunyai berbagai nama daerah, seperti kusambi (Melayu), kasambi (Sunda), kesambi (Jawa), khosambi (Madura), kesambi (Bali), sambi (Bima), dan iomi (Sumba). Menurut Iwasa (1997) daun, akar, dan batang kusambi mengandung saponin dan tanin. Selain senyawa tersebut, daun kusambi juga mengandung alkaloid, sehingga sering dipakai untuk obat eksim, kudis, koreng, dan obat radang telinga (Bachli, 2007). Hasil penelitian Sedarnawati et al., (1997) menunjukkan bahwa serbuk kayu kusambi sebanyak 100 gram mampu mempertahankan pH nira sebesar pH ± 5,5 (nira masih dalam keadaan segar, sedikit sekali berbau alkohol). Kesegaran nira dapat diperpanjang selama 5 jam, jika dibandingkan dengan nira yang tidak diberi penambahan serbuk kayu. Hal ini disebabkan oleh senyawa alkaloid yang terkandung dalam kulit kayu ini berperan dalam menghambat penguraian gula menjadi etanol. Biji kusambi mengandung minyak atsiri yang dikenal dengan nama minyak makasar. Komponen minyak pada biji kusambi mirip dengan komponen minyak yang ada pada biji jarak, kedelai, dan kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Soerawidjaja, 2006). Menurut Heyne (1987) rendemen minyak biji kusambi dapat mencapai 70% berat bijinya, setelah dikurangi komponen kulit bijinya yang dapat mencapai 40% berat total bijinya. 2.3 Metabolit Sekunder Tumbuhan Tumbuhan merupakan organisme bersifat autrotrop yaitu mampu mensintesis senyawa organik dari senyawa anorganik melalui fotosintesis. Hasil fotosintesis merupakan metabolit primer yang digunakan oleh tumbuhan untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya. Selain metabolit primer, tumbuhan juga menghasilkan metabolit sekunder yang digunakan oleh tumbuhan untuk senyawa pertahanan dan berinteraksi dengan lingkungan. (Harborne, 2006). Menurut Harborne (2006) kemampuan tumbuhan, termasuk kusambi dalam mengendalikan berbagai penyakit tidak terlepas dari kandungan senyawa organik. Tumbuhan menghasilkan berbagai macam golongan senyawa organik yang melimpah dan sebagian besar dari senyawa itu tidak nampak secara langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut (Harborne, 2006). Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat dibagi dalam tiga kelompok besar, yaitu: terpenoid (termasuk triterpenoid, steroid, dan saponin), alkaloid, dan senyawa-senyawa fenol (termasuk flavonoid dan tannin) (Putra, 2007). Metabolisme sekunder saat ini terkenal sebagai bagian yang sangat penting pada kehidupan tumbuhan. Metabolit sekunder berfungsi sebagai sistem perlindungan bagi tumbuhan untuk melawan serangga, bakteri, virus dan fungi (Putra, 2007). 2.3.1 Sifat senyawa aktif alkaloid Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen, dan biasanya dalam cincin heterosiklik. Alkaloid merupakan senyawa organik bahan alam yang terbesar jumlahnya dan mempunyai struktur beraneka ragam, dari yang sederhana sampai yang rumit. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu (Putra, 2007). 2.3.2 Sifat senyawa aktif tanin Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol yang terdapat dalam tumbuhan. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu (Harborne, 1987). Umumnya tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat (Fachry et al., 2012). Sampai saat ini definisi tentang tanin masih sulit dirumuskan secara tepat (Hassanpour et al., 2011). 2.3.3 Sifat senyawa aktif flavonoid Senyawa flavonoid merupakan suatu kelompok senyawa fenol yang jumlahnya terbesar di alam (Harbone, 2006). Senyawa-senyawa ini bertanggungjawab terhadap zat warna merah, ungu, biru dan kuning pada mahkota bunga dan berperan penting untuk menarik serangga yang membantu penyerbukan. Flavonoid, khususnya katekin, merupakan senyawa polyphenolic yang umum didapatkan pada tumbuhan yang di konsumsi manusia (Harborne, 2006). Flavonoid tersebar luas pada berbagai macam tanaman. Senyawa ini mempunyai toksisitas rendah jika dibandingkan dengan senyawa aktif yang lain, sehingga tidak membahayakan jika dikonsumsi oleh hewan dan manusia dalam jumlah besar (Hassanpour et al., 2011). Flavonoid dapat digunakan sebagai obat karena mempunyai bermacam-macam bioaktifitas seperti anti inflamasi, anti bakteri, anti kanker, anti fertilitas, anti viral, anti diabetes, anti depresan dan anti diare (Spencer & Jeremy, 2008; Cushnie & Lamb, 2011). 2.3.4 Sifat senyawa aktif steroid Senyawa steroid adalah senyawa organik dalam bentuk metabolit sekunder yang dapat ditemukan pada tumbuhan dan hewan. Senyawa ini berasal dari senyawa triterpen yang merupakan derivat dari terpene dengan kerangka dasarnya berupa sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena (Sumarnie et al., 2005). Terpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena (Sumarnie et al., 2005). 2.4 Mekanisme Kerja Senyawa Antibakteri Senyawa kimia dalam tumbuhan dapat bersifat antibakteri atau dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Menurut Puspita (2011) beberapa senyawa metabolit sekunder, seperti fenol dan senyawa fenolik, alkaloid, dan minyak atsiri (essential oil) memiliki sifat antibakteri. Antibakteri sering didefinisikan sebagai produk organik alami yang memiliki berat molekul rendah, di bentuk oleh mikroorganisme dan tumbuhan, dan bersifat aktif menghambat pertumbuhan mikroorganisme, walaupun diaplikasikan pada konsentrasi rendah (Koswara, 2009). Mekanisme kerja senyawa anti mikroba ini dapat berupa penghambatan sintesis dinding sel, merusak integritas membran sel, atau mengganggu proses sintesis protein (Naiborhu, 2002). Senyawa aktif tanaman dapat bersifat bakterisidal atau Bakteriostatik artinya senyawa tersebut dapat bakteriostatik. menghambat sementara pertumbuhan mikroba/bakteri tanpa membunuh mikroba tersebut. Sedangkan bakterisidal artinya zat aktif tersebut dapat membunuh atau mematikan bakteri mikroba yang terpapar oleh senyawa tersebut (Jawetz et al., 2005). Beberapa zat antibakteri dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antibakteri dapat berupa gangguan dalam proses pembentukan dinding sel, membran sel, menginaktifasi enzim, atau menginaktivasi fungsi material genetik (Chomnawang et al., 2005). 2.5. Bakteri Escherichia coli Bakteri coliform dibagi dalam dua kelompok yaitu coli fecal (E. coli) yang berasal dari tinja manusia dan hewan berdarah panas dan coli non fecal yang bukan berasal dari tinja manusia dan hewan berdarah panas. E. coli merupakan salah satu spesies bakteri fecal coliform yang berbentuk batang, berukuran panjang 1-3 um serta lebar 0,4-0,7 um, Gram negatif, tidak berkapsul, berflagela peritrik sehingga bergerak aktif, bersifat aerob/anaerob fakultatif, peka terhadap suhu dan pemanasan serta habitatnya di usus pencernaan manusia dan hewan berdarah panas (Jawetz et al., 2005). Suhu pertumbuhannya berkisar antara 446oC dengan suhu optimum 37 o C, dan pH pertumbuhannya berkisar antara 4,08,5, dengan pH optimum 7,0-7,5 (Suryawirya, 1996). Klasifikasi Escherichia coli menurut Fardiaz (1993) adalah: Divisio : Schizophyta Class : Schyzomycetes Ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Species: Escherichia coli Bakteri E. coli dapat menyebabkan penyakit enteritis seperti diare pada manusia yang disebut Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC), Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC), Enterohaemoragik Escherichia coli (EHEC), Enteroinvasif Escherichia coli (EIEC), Enteroagregatif Escherichia coli (EAEC) (Jawetz et al., 2005). Bakteri E. coli adalah contoh bakteri Gram negatif yang banyak ditemukan pada usus besar manusia dan dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Bakteri Gram negatif memiliki membran luar yang mengandung lipopolisakarida , saluran porin, dan lipoprotein murein yang tidak terdapat pada bakteri Gram positif, tidak memiliki asam thekoat atau asam lipoheicoat (Jawetz et al., 2005). Membran luarnya mampu menahan serangan enzim lisosim dan pengaruh penisilin. Komposisi penyusun dinding sel bakteri berkaitan erat dengan kerja senyawa antibakteri. Salah satu mekanisme kerja senyawa antibakteri adalah dengan cara menghambat proses sintesis atau merusak dinding sel bakteri.