pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan

advertisement
PEMODELAN SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN
LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PERENCANAAN
TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI
TATANG KURNIAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemodelan Spasial Perubahan
Penggunaan Lahan dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sukabumi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, November 2012
Tatang Kurniawan
NRP A156110314
ABSTRACT
TATANG KURNIAWAN. Spatial Modeling of Land Use Change in Relation to
Spatial Planning in Sukabumi Regency. Under direction of SANTUN R.P.
SITORUS and KHURSATUL MUNIBAH.
Sukabumi Regency population growth of 1,14% per year have implies a
growing demand of land to be used as built up area and other urban activities. The
increase in housing needs have resulted in land use change from productive
agriculture into built up area. This study aims to: (1) analyze land use changes in
the period 2000-2010, (2) analyze the factors that drive the land use changes, (3)
predict the use of land in 2032 using spatial models of land use change, (4)
formulate directives refinement for regional spatial planning (RTRW) Sukabumi
Regency. CLUE-S was used to simulate land-use change based on the driving
factors. The results of the analysis showed there is changes in land use in the
2000-2010 period. The most extensive land use decline is rice field that decreased
by 15,8%, the land use that decreased too is oil 0,4%, forest 0,5%, and others
2,7%. On the other hand, the land use that extensively increase is built up area that
rise to 23,9% and dry land that increased 3,4%. The main pattern in land use
change is from rice field into dry land or built up area. CLUE-S prediction
produced an accuracy of 91,25%. Alternatives of policy that selected based on the
study for the refinement of regional spatial planning is : (1) environmental
oriented policies can reduced 4,54% of the incompatibility between land use and
regional spatial planning, (2) food security-oriented policies can reduced 4,64% of
the incompatibility between land use and regional spatial planning, and (3)
combining environmental oriented policies and food security-oriented policies can
reduced 4,65% of the incompatibility between land use and regional spatial
planning.
Keywords : land use change, spatial model, CLUE-S, geographical information
system
RINGKASAN
TATANG KURNIAWAN. Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan
dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi.
Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan KHURSATUL MUNIBAH.
Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten terluas di Pulau Jawa dan Bali,
yaitu mencapai 4,161 km2 terdiri atas 47 kecamatan dan 367 desa (BPS 2011).
Dalam kurun waktu tahun 2000-2010, jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi
meningkat sebanyak 266.268 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,14% per
tahun (BPS 2011). Peningkatan jumlah penduduk tersebut berimplikasi pada
peningkatan kebutuhan ruang untuk pemukiman dan berbagai aktifitas urban
lainnya. Adanya peningkatan kebutuhan ruang mempunyai konsekuensi terhadap
kecenderungan berubahnya penggunaan suatu lahan tertentu ke penggunaan lahan
untuk kawasan terbangun. Dengan demikian, pengendalian pemanfaatan ruang
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Sukabumi sangat penting dilakukan agar konversi lahan yang tidak
sesuai peruntukannya dapat diminimalisir.
Dalam pengendalian pemanfaatan ruang tersebut diperlukan prediksi
perubahan penggunaan lahan mendatang secara spasial, salah satunya
menggunakan model Conversion of Land Use and its Effect at Small Regional
Extent (CLUE-S). Menurut Verburg dan Overmars (2009), model CLUE-S dapat
memodelkan perubahan penggunaan lahan berdasarkan faktor-faktor peubah yang
mempengaruhinya dengan wilayah studi yang cukup luas. Untuk dapat membuat
Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dalam Kaitannya dengan
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi, maka tujuan penelitian
ini adalah : (1) menganalisis perubahan penggunaan lahan periode tahun 20002010, (2) menganalisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan,
(3) memprediksi penggunaan lahan tahun 2032 menggunakan model spasial
perubahan penggunaan lahan, dan (4) merumuskan arahan penyempurnaan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi.
Selama periode 2010-2010, penggunaan lahan yang mengalami penurunan
luas adalah sawah sebesar 15,8%, perkebunan 0,4%, hutan 0,5% dan lainnya
2,7%. Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan luas adalah kawasan
terbangun 23,9% dan lahan kering 3,4%. Pola perubahan lahan di Kabupaten
Sukabumi yang paling utama adalah lahan sawah menjadi lahan kering atau
kawasan terbangun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan hutan menjadi lahan
pertanian, dan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun dianalisis
menggunakan regresi logistik biner dengan metode bertatar (stepwise). Faktorfaktor penduganya adalah kepadatan penduduk, kepadatan tenaga kerja pertanian,
jenis tanah, geologi, elevasi, kemiringan lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak
ke pusat kota, jarak ke kota terdekat dan jarak ke sungai. Hasil regresi logistik
diuji ketepatannya dengan metode ROC (Relative Operating Characteristics)
dengan nilai antara 0,5-1,0. Jumlah titik raster yang dianalisis adalah 416.111
titik. Dari jumlah keseluruhan titik raster tersebut sebanyak 1.384 titik perubahan
penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian dan 5.286 titik lahan perubahan
pertanian menjadi kawasan terbangun. Variabel yang mempengaruhi peluang
terbesar perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian adalah jarak ke
kota terdekat. Variabel yang mempengaruhi peluang terbesar perubahan
penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun adalah kepadatan
penduduk.
Model spasial penggunaan lahan menggunakan model CLUE-S
disimulasikan dalam format raster. Ukuran raster yang digunakan untuk wilayah
Kabupaten Sukabumi adalah (100x100)m atau luas tiap selnya sebesar 1 ha. Data
input yang digunakan dalam model CLUE-S adalah kebutuhan penggunaan lahan,
koefisien regresi logistik dan nilai elastisitas penggunaan lahan. Data kebutuhan
penggunaan lahan didapatkan dari data laju perubahan penggunaan lahan tahun
2000-2010. Data koefisien regresi logistik didapatkan dengan melakukan regresi
logistik biner untuk tiap jenis penggunaan lahan. Nilai elastisitas didapatkan dari
referensi model CLUE-S (Veldkamp dan Verburg 2004) dan disesuaikan dengan
kondisi wilayah Kabupaten Sukabumi. Model awal dibuat dengan data masukan
tahun 2000 untuk validasi model. Akurasi model yang dihasilkan mencapai nilai
91,25%. Prediksi penggunaan lahan tahun 2032 disimulasikan menggunakan
model CLUE-S berdasarkan data tahun 2010 dengan beberapa skenario.
Skenario yang digunakan dalam terdiri atas delapan skenario, yaitu : (1)
skenario laju alami, (2) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung, (3)
skenario lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan basah, (4) skenario
pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah, (5)
skenario restorasi hutan pada kawasan lindung dan lahan sawah tidak
terkonversi pada pertanian lahan basah secara bersamaan, (6) restorasi hutan
pada kawasan lindung dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan
pertanian lahan basah secara bersamaan, (7) skenario lahan sawah tidak
terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian
lahan basah secara bersamaan, (8) restorasi hutan pada kawasan lindung,
lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi
peruntukan pertanian lahan basah secara bersamaan.
Arahan penyempurnaan RTRW Kabupaten Sukabumi dapat dipilih dari
tiga alternatif kebijakan sebagai berikut : (1) kebijakan berorientasi lingkungan,
yaitu dengan melakukan upaya restorasi hutan pada kawasan lindung.
Kebijakan ini dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan
pola ruang RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,54%, (2) kebijakan berorientasi
ketahanan pangan, yaitu dengan melakukan upaya perlindungan lahan sawah
agar tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan
pertanian lahan basah yang dilakukan secara bersamaan. Kebijakan ini dapat
mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan pola ruang RTRW
pada tahun 2032 menjadi 4,64%, dan (3) kebijakan berorientasi lingkungan dan
ketahanan pangan, yaitu dengan melakukan upaya restorasi hutan pada kawasan
lindung, perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan pencetakan lahan
sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah yang dilakukan
secara bersamaan, yang dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan
dengan RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,53 %.
Kata kunci : perubahan penggunaan lahan, model spasial, CLUE-S, sistem
Informasi Geografi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PEMODELAN SPASIAL
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DALAM KAITANNYA DENGAN PERENCANAAN
TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI
TATANG KURNIAWAN
TESIS
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
MAGISTER SAINS
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Tesis
:
Nama
NRP
Program Studi
:
:
:
Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dalam
Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sukabumi
Tatang Kurniawan
A156110314
Ilmu Perencanaan Wilayah
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus
Ketua
Dr. Khursatul Munibah, M.Sc
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian : 22 Nopember 2012
Tanggal Lulus : 29 Nopember 2012
Judul Tesis
Nama
NRP
Program Studi
Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dalam
Kaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sukabumi
Tatang Kuhiiawan
A156110314 .
Ilmu Perencatlauti Wilayah
Disehljtli
Komisi Pembimbihg
_---­
.....
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus
Ketua
Dr. Khursatul Munibah, M.Sc
Anggota
Diketahui
Tanggal Ujian : 22 November 2012
Tanggal Lulus :
Kupersembahkan Karya ini
Kepada:
Istriku tercinta Yuyun Kusnawati dan
Anakku tersayang Shofura Izzati dan Muhandis Muhammad Abqory
serta keluarga besarku yang telah memberikan dukungan selama ini
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmatNya sehingga karya ilmiah dengan judul Pemodelan Spasial
Perubahan Penggunaan Lahan dalam Kaitannya dengan Perencanaan Tata
Ruang Kabupaten Sukabumi dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus dan Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah sekaligus
Ketua dan Anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan
bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis
ini.
2. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi yang telah memberikan
koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
3. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah IPB.
4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan
beasiswa yang diberikan kepada penulis.
5. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini.
6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun Reguler angkatan 2011 dan
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.
Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga
dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terimaksih.
Bogor, November 2012
Tatang Kurniawan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 1980 dari pasangan orang
tua Bapak Mista Sumitra dan Ibu Tita Martini sebagai anak kedua dari tujuh
bersaudara. Penulis menikah dengan Yuyun Kusnawati, S.Si dan dikarunia
seorang putri bernama Shofura Izzati dan seorang putra bernama Muhandis
Muhammad Abqory.
Pendidikan dasar hingga menengah penulis tempuh di Kabupaten
Sukabumi. Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cibadak dan kemudian
melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI). Penulis diterima di jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan,
Fakultas Kehutanan dan menyelesaikan studi pada jenjang sarjana pada Tahun
2004.
Pada Tahun 2006, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi pada Dinas Kehutanan
Kabupaten Sukabumi hingga tahun 2011. Selanjutnya penulis dialih tugaskan ke
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi hingga sekarang sebagai Kepala
Sub Bagian Perencanaan dan Program. Penulis mendapat kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan ke sekolah pascasarjana pada tahun 2011 dan diterima
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB dengan bantuan
pembiayaan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I.
iii
v
vii
PENDAHULUAN
1
Bookmark not defi
1.1 Latar Belakang ..................................................................................1Error!
1.2 Perumusan Masalah........................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
1.5 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem dan Model..............................................................................
2.2 Konsep Analisis Keruangan ..............................................................
2.3 Penggunaan Lahan dan Pemodelan Perubahannya .............................
2.3.1. Penggunaan dan Penutupan Lahan .........................................
2.3.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang
Mempengaruhinya .................................................................
2.3.3. Analisis Dinamika Spasial Perubahan Penggunaan Lahan ......
2.3.4. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan..............................
2.3.4.1. Conversion of Land Use and its Effect (CLUE) ........
2.3.4.2. Conversion of Land Use & its Effect at Small
regional extent (CLUE-S) ........................................
III. METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................
3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................
3.3 Metode Pengumpulan Data................................................................
3.4 Rancangan Penelitian ........................................................................
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ......................................................
3.5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ..................................
3.5.1.1 Analisis Citra Landsat Tahun 2000 dan 2010............
3.5.1.2 Pengujian hasil interpretasi .......................................
3.5.2 Analisis Faktor Penyebab Perubahan Pengunaan Lahan .........
3.5.3 Penyusunan Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan .....
3.5.3.1 Transformasi format vektor ke raster ........................
3.5.3.2 Kebutuhan penggunaan lahan ...................................
3.5.3.3 Kesesuaian lokasi penggunaan lahan tiap sel ............
3.5.3.4 Pengaturan konversi jenis penggunaan lahan ............
3.5.3.5 Kebijakan spasial dan pembatasan area ....................
3.5.3.6 Pelaksanaan simulasi model .....................................
3.5.3.7 Validasi model .........................................................
3.5.4 Arahan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah ..........
7
9
11
11
12
13
14
14
15
19
19
19
21
22
24
24
25
26
27
28
28
29
29
29
31
32
32
ii
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Administrasi .....................................................................................
4.2 Karakteristik Wilayah .......................................................................
4.2.1 Topografi ..............................................................................
4.2.2 Formasi Geologi ...................................................................
4.2.3 Jenis Tanah ...........................................................................
4.2.4 Curah Hujan..........................................................................
4.2.5 Aksesibilitas .........................................................................
4.3 Kependudukan .................................................................................
4.4 Rencana Tata Ruang Wilayah ...........................................................
V. HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................
5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan.............................................
5.1.1 Penggunaan Lahan ................................................................
5.1.2 Uji Hasil Interpretasi .............................................................
5.1.3 Luas Perubahan Penggunaan Lahan ......................................
5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan .............
5.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
Hutan Menjadi Lahan Pertanian ............................................
5.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
Pertanian Menjadi Kawasan Terbangun ................................
5.3 Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan ...................................
5.3.1 Kebutuhan Penggunaan Lahan ..............................................
5.3.2 Kesesuaian lokasi penggunaan lahan tiap sel .........................
5.3.3 Pengaturan konversi jenis penggunaan lahan .........................
5.3.4 Kebijakan spasial dan pembatasan area .................................
5.3.5 Pelaksanaan Pemodelan ........................................................
5.3.6 Validasi model ......................................................................
5.3.7 Penggunaan Lahan Hasil Prediksi Tahun 2032 ......................
5.4 Arahan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah .....................
33
34
34
37
39
40
42
47
51
53
53
53
58
58
64
64
66
67
68
78
84
85
86
86
88
96
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan .......................................................................................... 103
6.2. Saran ................................................................................................ 104
DAFTAR PUSTAKA... .................................................................. ..................105
LAMPIRAN ..................................................................................................... 109
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Matrik Hubungan Antara Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik
Analisis dan Keluaran.......................................................................
23
2
Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Tahun t0-t1......................................
25
3
Luas perubahan penggunaan lahan per tahun………………………..
28
4
Skenario untuk prediksi penggunaan lahan tahun 2032…………….
30
5
Kemiringan lereng wilayah Kabupaten Sukabumi………………….
35
6
Tingkat elevasi wilayah Kabupaten Sukabumi……………………..
37
7
Formasi geologi wilayah Kabupaten Sukabumi..................................
37
8
Sebaran Jenis Tanah Wilayah Kabupaten Sukabumi.........................
40
9
Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi tahun 2000-2010................
48
10
Sebaran arahan penggunaan lahan wilayah Kabupaten Sukabumi.....
51
11
Luas Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukabumi………
59
12
Matriks perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010…………….
63
13
Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan hutan menjadi
pertanian…………………………………………………………….
65
Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan pertanian menjadi
kawasan terbangun…………………………………………………
66
15
Kebutuhan penggunaan lahan periode tahun 2000-2010……………
69
16
Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in1)…………….
70
17
Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in2)……………
71
18
Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in3)……………
72
19
Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in4)……………
73
20
Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in5)……………
74
21
Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in6)……………
75
22
Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in7)…………….
76
23
Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in8)…………….
77
24
Persentase luas kebutuhan penggunaan lahan prediksi tahun 2032
berdasarkan skenario………………………………………………...
78
Hasil regresi logistik biner (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun
2000…………………………………………………………………
79
14
25
iv
26
Nilai exp (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2000……………..
81
27
Hasil regresi logistik biner (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun
2010…………………………………………………………………
83
28
Nilai Exp (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2010……………
84
29
Nilai elastisitas konversi tiap jenis penggunaan lahan………………
85
30
Matriks konversi tiap jenis penggunaan lahan………………………
85
31
Data yang digunakan pada model 1 dan model 2…………………..
86
32
Perbandingan Hasil Kesesuaian Lahan Hasil Prediksi dengan
RTRW……………………………………………………………….
99
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kerangka pemikiran………………………………………………...
6
2
Peta lokasi penelitian……………………………….……………...
20
3
Bagan alir penelitian.........................................................................
22
4
Mekanisme alokasi perubahan penggunaan lahan Model CLUE-..…
31
5
Peta administrasi kecamatan wilayah Kabupaten Sukabumi…...…
34
6
Peta kemiringan lereng wilayah Kabupaten Sukabumi……………
36
7
Peta elevasi wilayah Kabupaten Sukabumi……………………...…
38
8
Peta geologi wilayah Kabupaten Sukabumi……………………..…
. 39
9
Peta jenis tanah wilayah Kabupaten Sukabumi…………………....
41
10
Sebaran curah hujan wilayah Kabupaten Sukabumi……………....
42
11
Jarak ke jalan………………………………………………………..
44
12
Jarak ke pusat kota………………………………………………….
45
13
Jarak ke kota terdekat……………………………………………….
46
14
Jarak ke sungai………………………………………………………
47
15
Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi………………………...
49
16
Kepadatan tenaga kerja pertanian…………………………………
50
17
Peta RTRW wilayah Kabupaten Sukabumi 2011-2032…………….
52
18
Kenampakan air pada citra Landsat skala 1 : 50000………………..
54
19
Kenampakan hutan pada citra Landsat skala 1 : 50000…………….
54
20
Kenampakan kawasan terbangun pada citra Landsat skala 1 : 50000
55
21
Kenampakan lahan kering pada citra Landsat skala 1 : 50000……...
55
22
Kenampakan perkebunan pada citra Landsat skala 1 : 50000………
56
23
Kenampakan sawah pada citra Landsat skala 1 : 50000……………
57
24
Kenampakan lainnya pada citra Landsat skala1 : 50000 ……….…
57
25
Grafik perubahan penggunaan lahan periode 2000-2010 ……….…
60
26
Penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi tahun 2000……………..
61
27
Penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi tahun 2010……………..
62
28
Penggunaan lahan prediksi tahun 2010……………………………..
87
29
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 1….
89
30
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 2….
90
vi
31
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 3….
91
32
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 4….
93
33
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 5…
94
34
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 6…
95
35
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 7….
97
36
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 8….
98
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Citra landsat Kabupaten Sukabumi tahun 2000……………………
109
2.
Citra landsat Kabupaten Sukabumi tahun 2010……………………
110
3..
Variabel yang mempengaruhi perubahan hutan menjadi pertanian…
111
4.
Variabel yang mempengaruhi perubahan pertanian menjadi
kawasan terbangun……………………………………………….....
113
5.
Titik Hasil Referensi Cek Lapangan dan Google Earth………………
114
6.
Akurasi dan Nilai Kappa Citra Landsat Kabupaten Sukabumi……..
117
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu bentuk proses interaksi yang
kompleks dan bersifat dinamis antara manusia dan lahan. Di satu sisi lahan
memiliki penawaran (supply)yang tetap, namun di sisi lain permintaan (demand)
terhadap lahan semakin lama semakin meningkat seiring dengan perkembangan
jumlah penduduk dan perkembangan struktur sosial ekonomi masyarakat.
Ketimpangan antara permintaan dan penawaran sumberdaya lahan merupakan
suatu indikasi bahwa lahan dapat dikategorikan sebagai sumberdaya yang
mempunyai sifat kelangkaan (scarcity) (Rustiadi et al. 2011). Adanya sifat
kelangkaan ini mempunyai konsekuensi terhadap kecenderungan berubahnya
penggunaan suatu lahan tertentu ke penggunaan lahan lain seiring dengan
perubahan nilai ekonomi lahan (economic rent).
Perubahan penggunaan lahan merupakan salah satu aspek yang banyak
dipelajari di dunia, termasuk di Indonesia. Kepentingan dari studi perubahan
penggunaan lahan sangat signifikan untuk kajian perencanaan pengembangan
wilayah. Perkembangan pada suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor-faktor potensi
wilayah, homogenitas wilayah, aksesibilitas, kelengkapan sarana prasarana, dan
keterbatasan
fisik
yang dapat
dikembangkan.
Tumbuhnya
lokasi-lokasi
permukiman berupa industri, pemukiman penduduk, aktifitas urban dan
kemacetan lalu lintas dapat menjadi indikator secara visual peningkatan
kebutuhan akan ruang/lahan di lapangan.
Salah satu wilayah yang cukup pesat perkembangannya adalah Kabupaten
Sukabumi yang merupakan kabupaten terluas di Pulau Jawa dan Bali, yaitu
mencapai 4,161 km2 (416.111 ha) yang dibagi menjadi 47 kecamatan dan 367
desa (BPS 2011). Letaknya yang berada diantara 2 Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) yaitu Jakarta dan Bandung menyebabkan Kabupaten Sukabumi mengalami
perkembangan yang tinggi.
Peningkatan perkembangan suatu wilayah akan seiring pula dengan
kepadatan penduduk wilayah tersebut. Dalam kurun waktu tahun 2000-2010,
jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi meningkat sebanyak 266.268 jiwa dengan
2
laju pertumbuhan rata-rata 1,14% per tahun (BPS 2011). Peningkatan jumlah
penduduk tersebut berimplikasi pada peningkatan kebutuhan ruang untuk
pemukiman dan berbagai aktifitas urban lainnya.Adanya peningkatan kebutuhan
ruang untuk kawasan terbangun mempunyai konsekuensi terhadap kecenderungan
berubahnya penggunaan suatu lahan tertentu ke penggunaan lahan untuk kawasan
terbangun.Penelitian Muiz (2009) menunjukkan bahwa penggunaan lahan di
Kabupaten Sukabumi antara tahun 1997-2006 mengalami perubahan pada
beberapa jenis penggunaan lahan tertentu dengan luasan cukup besar. Penggunaan
lahan yang cenderung turun luasannya adalah hutan sebesar 12,77%, sawah
sebesar 10,15%, dan semak belukar sebesar 56,09%, sedangkan penggunaan lahan
yang cenderung naik luasannya adalah permukiman sebesar 183,12%, tegalan
sebesar 6,56% dan perkebunan sebesar 28,67%.
Kecenderungan perubahan penggunaan lahan diduga akan terus berlangsung
pada tahun-tahun selanjutnya seiring dengan perkembangan wilayah di Kabupaten
Sukabumi. Dengan demikian, pengendalian laju perubahan penggunaan lahan
sangat penting dilakukan untuk pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana
yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Adanya
pengendalian pemanfaatan ruang berimplikasi terhadap terjaganya keseimbangan
ekologis.
Dalam pengendalian pemanfaatan ruang tersebut diperlukan prediksi
perubahan penggunaan lahan mendatang.Prediksi perubahan penggunaan lahan
dapat dianalisis melalui pendekatan model berbasis spasial.Pendekatan model
adalah suatu alternatif pendekatan dalam merepresentasikan sistem kompleks
yang terjadi di dunia nyata.Model belum dapat menjadi duplikasi dari dunia nyata,
namun demikian pendekatan model dengan berbagai asumsi dapat digunakan
untuk mempelajari secara lebih sederhana kompleksitas yang terjadi pada dunia
nyata.Pendekatan model dapat dilakukan untuk menganalisis perubahan
penggunaan
lahanpada
suatu
wilayah.
Menurut
Briassoulis
(2000),
modelperubahan penggunaan lahan dikategorikan atas empat jenis, yaitu : model
statistik dan ekonometrik (statistical and econometric models), model interaksi
spasial (spatial interaction model), model optimasi (optimation model) dan model
terintegrasi (integrated models). Salah satu pendekatan model terintegrasi berbasis
3
spasial adalah model Conversion of Land Use and its Effect at Small Regional
Extent (CLUE-S). Menurut Verburg dan Overmars (2009), model CLUE-S dapat
memodelkan perubahan penggunaan lahan berdasarkan faktor-faktor peubah yang
mempengaruhinya dengan wilayah studi yang cukup luas. Perubahan penggunaan
lahan dapat diprediksi secara kuantitatif dengan memasukkan faktor-faktor fisik,
sosial, ekonomi dan kebijakan (Munibah et al. 2010). Hasil dari pemodelan
spasial penggunaan lahan ini dapat menjadi bahan pertimbangan pengambilan
kebijakan bagi pemerintah daerah dalam mengendalikan pemanfaatan ruang di
Kabupaten Sukabumi.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian dirumuskan sebagai
berikut :
1. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Sukabumi sebesar 1,14% per
tahun berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan ruang untuk kawasan
terbangun dan kebutuhan aktivitas urban lainnya. Adanya peningkatan
kebutuhan ruang terbangun ini mengakibatkan terjadinya perubahan
penggunaan lahandari lahan pertanian produktif menjadi lahan terbangun.
Dengan demikian, laju perubahan lahan pertanian produktif menjadi lahan
terbangun perlu dikendalikan agar kerawanan pangan di wilayah Kabupaten
Sukabumi dapat diatasi.
2. Belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan
lahan sehingga belum dapat disusun suatu program yang dapat digunakan
untuk pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Data kebutuhan ruang yang dicerminkan dengan penggunaan lahan di masa
datangsaat ini belum tersedia, sehingga perlu dilakukan simulasi melalui
pemodelan
spasial
untuk
mendapatkan
peta
prediksi
penggunaan
lahannya.Berkaitan dengan masa berlaku Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Sukabumi sampai dengan tahun 2032, maka penggunaan
lahan yang diprediksi adalah tahun 2032.
4. Pengalokasian ruang menurut pola ruang RTRW belum sepenuhnya
mempertimbangkan kebutuhan ruang pada periode akhir masa berlakunya.
4
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, disusun pertanyaan penelitian
(research question) sebagai berikut :
1.
Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi
Tahun 2000-2010 ?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan ?
3.
Bagaimana kondisi penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi di masa yang
akan datang ?
4.
Bagaimana arahan penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Sukabumi ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Menganalisis perubahan penggunaan lahan periode tahun 2000-2010
2.
Menganalisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
3.
Memprediksi penggunaan lahan tahun 2032 menggunakan model spasial
perubahan penggunaan lahan
4.
Merumuskan arahan penyempurnaan RTRW Kabupaten Sukabumi
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat
sebagai berikut :
1.
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam penyempurnaan
RTRW dan pengambilan kebijakan dalam mengendalikan pemanfaatan
ruang.
2.
Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam penataan ruang dan
pemodelan spasial dinamik.
1.5 Kerangka Pemikiran
Penggunaan lahan dipengaruhi berbagai aspek, antara lain aspek biofisik
(karakteristik fisik wilayah), aspek sosial ekonomi (pertumbuhan penduduk
dan pengembangan ekonomi) dan aspek kebijakan. Adanya hubungan saling
mempengaruhi antara penggunaan lahan dengan berbagai aspek di atas
menuntut peningkatan kebutuhan penggunaan lahan, sementara di sisi secara
kuantitas lahan bersifat tetap.Dengan demikian, kondisi tersebut dapat
5
menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan. Perubahan penggunaan lahan
bersifat dinamis dan pada dasarnya merupakan pergeseran alokasi dan distribusi
sumberdaya.
Salah satu cara untuk mengetahui dinamika perubahan penggunaan
lahan adalah melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan
pendekatan interpretasi data penginderaan jauh secara temporal. Data
perubahan penggunaan lahan hasil analisis penginderaan jauh dan SIG, data
fisik lahan dan data sosial ekonomi suatu wilayah menjadi input untuk
simulasi pemodelan spasial. Pendekatan pemodelan spasial merupakan model
integrasi yang memiliki sifat spasial dan dinamik sehingga dapat digunakan
untuk memprediksi penggunaan lahan yang akan datang secara spasial. Model
spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah model CLUE-S
(Conversion of Land Use Changes and its Effect at small regional extent).
Peta prediksi penggunaan lahan yang akan datang hasil pemodelan
spasial yang ditumpang susun (overlay) dengan peta RTRW Kabupaten
Sukabumi digunakan untuk merumuskan arahan penyempurnaan RTRW.
Selain itu, dapat juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
dokumen RTRW Kabupaten Sukabumi.Adapun kerangka pikir penelitian
tertera pada Gambar 1.
6
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem dan Model
Sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan
terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan
(Eriyatno 1999). Berdasarkan definisi ini tergambarkan bahwa dalam sistem
terdapat elemen-elemen/unsur-unsur, ada hubungan keterkaitan dan ada tujuantujuan. Usaha untuk menggambarkan, menganalisis, menyederhanakan atau
menunjukkan sistem dapat ditunjukkan oleh model berdasarkan pada teori. Model
yang baik harus dapat menggambarkan sifat penting dari sistem yang dimodelkan.
Model merupakan pengganti dari suatu sistem yang nyata. Model digunakan bila
bekerja dengan pengganti tersebut lebih mudah dibandingkan dengan sistem
aktual. Contoh model adalah cetak biru arsitektur suatu gedung, grafik pekerjaan
analisis ekonomi (Ford 1999).
Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi
dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan
langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik (sebab akibat). Model
merupakan abstraksi dari suatu realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks
daripada realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili
berbagai aspek dari realitas itu sendiri (Marimin 2005).
Salah satu dasar utama dalam pengembangan model adalah guna
menemukan peubah-peubah yang penting dan tepat. Klasifikasi dari jenis-jenis
model adalah model fisik (model skala), model diagramatik (model konseptual)
dan model matematik. Model fisik atau model skala, merupakan perwakilan fisik
dari bentuk ideal maupun dalam skala yang berbeda, misalnya maket suatu
bangunan. Model diagramatik atau model konseptual dapat mewakili situasi
dinamik (keadaan yang berubah menurut waktu). Contoh dari model ini adalah
kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi dan diagram alir. Model matematik,
dapat berupa persamaan atau formula (rumus). Persamaan merupakan bahasa
universal yang menggunakan suatu logika simbolis. Model matematik melibatkan
fungsi dan angka dalam menggambarkan sistem, sehingga sering disebut dengan
model komputer atau model numerik. Di lain pihak bila solusi analitis yang akan
8
diperoleh dapat digambarkan dengan kombinasi dari berbagai fungsi matematis
dasar, model ini disebut dengan model analitis. Model matematis ini dapat
dikelompokkan dalam dua bagian yaitu model statis dan dinamik. Model statik
memberikan informasi tentang peubah-peubah model hanya pada titik tunggal
dari waktu. Model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah
model (Eriyatno 1999).
Penyelesaian suatu permasalahan yang mempunyai tiga karakter yaitu
kompleks, dinamik, dan probabilistik disarankan untuk menggunakan pendekatan
sistem.Kompleks mengandung arti interaksi antar elemen cukup rumit. Sedangkan
dinamik berarti faktornya berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa
depan. Sementara probabilistik adalah diperlukannya fungsi peluang dalam
inferensi kesimpulan maupun rekomendasi.
Penelitian dengan pendekatan sistem meliputi delapan unsur yaitu: (1)
metodologi untuk perencanaan dan
pengelolaan,
(2)
suatu
tim
yang
multidisipliner, (3) pengorganisasian, (4) disiplin untuk bidang yang nonkuantitatif, (5) teknik model matematik, (6) teknik simulasi, (7) teknik optimisasi,
dan (8) aplikasi komputer. Metode dengan pendekatan sistem pada prinsipnya
melalui enam tahap, yaitu : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan,
identifikasi sistem, pembentukan alternatif sistem, determinasi dari realisasi fisik,
sosial dan politik, dan penentuan kelayakan secara ekonomi dan finansial.
Keenam langkah ini umumnya dilakukan dalam suatu kesatuan yang disebut
dengan analisis sistem (Djojomartono 1993).
Sistem dinamis untuk perkotaan pertama kali dianalisis oleh Forrester
tahun 1969 dengan bukunya berjudul Urban Dynamics. Hal ini merupakan
pendekatan sistem pertama yang menganalisis masalah perkotaan yang kompleks
dan berbeda dengan sistem dinamis yang menganalisis sistem fisik. Terdapat hal
yang bertentangan dengan intuisi atau rasional perihal sistem sosial. Pertama,
sistem sosial tidak sensitif terhadap perubahan kebijakan. Kedua, sistem sosial
memberikan pengaruh yang kecil dalam mengubah perilaku. Ketiga, sistem sosial
menunjukkan konflik antara akibat perubahan kebijakan dalam jangka panjang
dan jangka pendek (Forrester 1994). Berdasarkan kajian pustaka tersebut, dapat
dijelaskan bahwa model merupakan representasi dari sistem yang kompleks.
9
Aspek penataan ruang, pembangunan wilayah dan masalah perkotaan dapat
dianalisis dengan pendekatan sistem. Aspek penataan ruang dapat dikategorikan
sistem sosial, sehingga pendekatannya menggunakan metode soft system bukan
sistem fisik atau hard system. Salah satu tool untuk analisis pada soft system ini
adalah analisis prospektif (Godet 1999).
2.2 Konsep Analisis Keruangan
Ruang (space) dalam ilmu geografi di definisikan sebagai seluruh
permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan
dan manusia (Jayadinata 1992). Analisis keruangan atau spatial analysis
mempelajari perbedaan lokasidalam hal sifat-sifat pentingnya. Dalam analisis ini
data yang digunakan disebut data spasial yang pemanfaatannya meliputi data titik
(point data) dan data bidang (areal data). Analisis spasial merupakan metode
kuantitatif untuk melihat keragaman sesuatu secara spasial.Sistem informasi
geografis merupakan sistem automatisasi untuk menangani data spasial.Sistem ini
dapat merangkum intelegensi informasi secara geografis (keruangan). Dalam
sistem informasi geografis, objek yang ada dalam ruang geografis ditunjukkan
oleh dua jenis informasi. Pertama, berkaitan dengan lokasi yang disebut dengan
data spasial, dan yang kedua berkaitan dengan identitas dari karakter dari objek
tersebut yang disebut dengan data atribut (Unwin 1981).
Data spasial merupakan penggambaran objek dalam ruang. Objek dalam
ruang tersebut diklasifikasikan ke dalam empat jenis yaitu titik, garis, area dan
permukaan. Data atribut dapat ditunjukan dengan nominal, ordinal, interval dan
skala rasio. Informasi geografis tentang lingkungan disajikan dalam bentuk peta,
analogdan digital. Peta analog merupakan penggambaran secara nyata dari kondisi
dunia. Kualitas fisik dari garis dan area (panjang, tebal, warna dan sebagainya)
digunakan untuk menggambarkan kondisi feature dari alam. Lokasi absolut dari
ruang didefinisikan dalam sistem koordinat (x,y) yang tidak berkaitan dengan
objek yang dipetakan.
Dalam pembuatan peta, perlu diperhatikan unsur-unsur skala, proyeksi dan
simbol. Dalam peta analog ketiga unsur ini sudah tetap. Hal ini berbeda dengan
peta digital yang tidak tetap, sehingga proyeksi, skala dan simbol dengan mudah
diubah sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dimungkinkan dengan manipulasi
10
matematis. Sebagai ilustrasi untuk melihat perbedaan peta analog dan digital
adalah pada informasi jalan. Dalam versi analog, jalan ini digambarkan
denganskala dan proyeksi yang sudah tetap, simbol yang digunakan adalah garis
merah yang lebarnya menggambarkan lebar jalan. Perubahan peta hanya dapat
dilakukan dengan survey dan pencetakan peta ulang. Dalam bentuk digital jalan
tersebut digambarkan oleh suatu seri koordinat, dan data atribut tentang
namajalan, lebar dan sebagainya (Martin 1991).
Dalam pemodelan spasial, terdapat dua kategori struktur data dari area
yaitu vektor dan raster. Vektor merupakan struktur data yang berdasarkan pada
koordinat, sedangkan raster merupakan struktur data yang berdasarkan pada sel.
Sistem informasi geografis (SIG) merupakan informasi yang berhubungan
dengan lokasi-lokasi tertentu. Secara harfiah sistem informasi geografis
mengandung tiga kata yaitu sistem, informasi dan geografis. Sistem mengandung
arti suatu lingkungan tempat data untuk dikelola dan ditanyai. Informasi, berarti
ada kemungkinan untukmenggunakan sistem untuk menanyakan pertanyaan data
basis geografis, dan memperoleh informasi dunia geografis. Geografis berarti
sistem yang digunakan berkaitan erat dengan ukuran dan skala geografis, dan
merujuk pada sistem koordinat dari lokasi dari permukaan bumi. Hampir semua
penelitian
atau
penyajian
informasi
yang
bersifat
keruangan
(spasial)
menggunakan teknik sistem informasi geografis. Penentuan lokasi yang terbaik
untuk suatu kegiatan tertentu, penentuan persebaran atau distribusi suatu unit
kegiatan, dan penentuan pola jaringan adalah merupakan cotoh penggunaan atau
aplikasi dari SIG.
Von Thunnen adalah ilmuwan pertama pada tahun 1926 mengamati dan
membuat konsep tentang wilayah pertanian di Jerman dalam aspek keruangan.
Aspek yang menjadi perhatiannya adalah pola keruangan (persebaran) dari
komoditas pertanian dan lokasi pasar, sehingga diperoleh model umum
penggunaan lahan di wilayah pedesaan yang menggambarkan wilayah-wilayah
penghasil produk pertanian yang mengelilingi pasar. Model ini menggambarkan
pola spasial yang paling efisien dari berbagai jenis komoditas pertanian dan
penggunaan lahan. Von Thunen mengemukakan bahwa harga sewa lahan hanya
bergantung pada faktor jarak (Nugroho dan Dahuri 2004).
11
Struktur spasial suatu wilayah secara teoritis dapat dibagi menjadi tiga
tipe. Tipe pertama adalah adalah pengelompokan dari lokasi jasa atau industri
tertier termasuk administrasi, keuangan, perdagangan eceran dan grosir serta jasa
sejenis,
yang cenderung memusat dalam menjadai kelompok-kelompok
homogen dan menyebar secara merata di bentang alam yang memberikan akses
terhadap populasi pasar yang terluas. Tipe kedua, merupakan persebaran lokasi
dari industri yang terspesialisasi seperti manufaktur, pertambangan dan rekreasi,
yang cenderung menjadi mengelompok atau aglomerasi berdasar pada lokasilokasi sumberdaya fisik seperti timah, dan kondisi fisik seperti sungai dan pantai.
Tipe ketiga berupa pola dari rantai transportasi, seperti jalan dan kereta api yang
mengakibatkan pertumbuhan pemukiman secara linier (Nugroho dan Dahuri
2004).
2.3 Penggunaan Lahan dan Pemodelan Perubahannya
2.3.1. Penggunaan dan Penutupan Lahan
Definisi mengenai penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land
cover) pada hakekatnya berbeda walaupun sama-sama menggambarkan keadaan
fisik permukaan bumi. Lilesand dan Kiefer (1993) mendefinisikan penggunaan
lahanberhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan
penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi
lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut,
contohnya pada penggunaan lahan untuk pemukiman yang terdiri atap permukaan,
rerumputan dan pepohonan.
Menurut Rustiadi et al. (2005), penggunaan lahan dan penutupan lahan
dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu tetapi sebenarnya
memiliki penekanan yang berbeda. Penggunaan lahan menyangkut aktifitas
pemanfaatan lahan oleh manusia, sedangkan penutupan lahan lebih bernuansa
fisik. Penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan manusia terhadap
sumberdaya lahan, baik yang bersifat permanen atau rotasi yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan baik material maupun spiritual (Vink 1975 dalam Sitorus,
2001).
12
2.3.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya
Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari
penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen
maupun sementara, dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan
dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang
berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri. Kim et al. (2002)
memandang perubahan penggunaan lahan sebagai suatu sistem yang sama dengan
ekosistem. Hal ini disebabkan pada satu kasus dalam sebuah sistem dimana
penambahan populasi beberapa spesies biasanya menimbulkan kerusakan spesies
lainnya.
Bila dicermati secara sekasama, faktor utama penyebab terjadinya
perubahan
penggunaan
lahan
adalah
peningkatan
penduduk
sedangkan
perkembangan ekonomi adalah faktor turunannya. Barlowe (1986) menyatakan
bahwa pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan terhadap makanan dan
kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan
terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan penduduk.
Demikian pula permintaan terhadap hasil non-pertanian, kebutuhan perumahan
dan sarana prasarana.Peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan
kebutuhan material ini cenderung menyebabkan persaingan dalam penggunaan
lahan.
Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat
dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal yaitu adanya keperluan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dan
meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Mc Neil et al.
(1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mendorong perubahan pengunaan
lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya. Aspek politik adalah
adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputuan.Pertumbuhan
ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab
perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah
merupakan cerminan upaya manusia dalam memanfaatkan dan mengelola
sumberdaya lahan yang akan memberikan pengaruh terhadap manusia itu sendiri
dan kondisi lingkungannya.
13
2.3.3. Analisis Dinamika Spasial Perubahan Penggunaan Lahan
Menurut Rustiadi et al. (2002) pemahaman dinamika pembangunan lahan
dan analisis pemanfatan ruang suatu wilayah membutuhkan syarat perlu
(necessary condition) pemahaman yang lengkap tentang berbagai aspek dinamis
di wilayah tersebut seperti aspek perkembangan kebijakan penataan ruang, aspek
perubahan
kondisi
fisik
lingkungan
dan
wilayah,
perubahan
aktifitas
perekonomian dan kondisi social masyarakat. Oleh karena itu diperlukan tolok
ukur objektif dalam bentuk peubah-peubah yang akan dikaji untuk mengevaluasi
keseluruhan dari aspek tersebut.
Winoto et al. (1996) menyatakan bahwa dinamika struktur penggunaan
lahan dapat mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Arah
perubahan penggunaan khususnya penggunaan pertanian ke non-pertanian secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat,
perekonomian wilayah dan tara ruang wilayah. Oleh karena itu, perubahan
penggunaan lahan akan memperlihatkan kecenderungan meningkat atau menurun
dalam tata ruang dengan arah mendekati atau menjauhi pusat aktifitas manusia,
sehingga membentuk suatu pola yang dapat dipelajari dan diprediksi. Dengan
demikian mempelajari dan memprediksi dinamika struktur penggunaan lahan dan
perubahannya terkait dengan analisis spasial karena penggunaan lahan
mempunyai lokasi yang melekat pada posisi geografi.
Analisis spasial adalah sekumpulan teknik-teknik untuk pengaturan spasial
dari kejadian-kejadian tersebut diatas.Kejadian geografis (geographical event)
dapat berupa sekumpulan obyek-obyek titik, garis atau areal yang berlokasi di
ruang geografis dimana melekat suatu gugus nilai-nilai atribut. Dengan demikian,
analisis spasial membutuhkan informasi, baik berupa nilai-nilai atribut maupun
lokasi geografis obyek - obyek dimana atribut melekat di dalamnya (Rustiadi et
al. 2002).
Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis,
tujuan analisis spasial adalah :
1. Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruangan geografis (termasuk
deskripsi pola) secara cermat dan akurat.
2. Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau
14
obyek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang
menentukan distribusi kejadian yang terobservasi.
3. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian kejadiankejadian di dalam ruang geografis.
Disamping perkembangan metode-metode analisis spasial, peranan Sistem
Informasi Geografis (SIG) di dalam visualisasi data spasial akhir-akhir ini
semakin signifikan. Menurut Rustiadi et al. (2002), tujuan utama SIG adalah
pengelolaan data spasial. SIG mengintegrasikan berbagai aspek pengelolaan data
spasial seperti pengolahan database, algoritma grafis, interpolasi, zonasi (zoning)
dan network analysis.
Analisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi
kuantitatif
dan
ilmu
wilayah
(regional
science)
pada
awal
1960-an.
Perkembangannya diawali dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknikteknik kuantitatif (terutama statistik) untuk menganalisis pola-pola sebaran titik,
garis, dan area pada peta atau data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga
dimensi. Pada perkembangannya, penekanan dilakukan pada indigenous features
dari ruang geografis pada proses-proses pilihan spasial (spatial choices) dan
implikasinya secara spatio-temporal.
2.3.4. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan
Secara umum Briassoulis (2000) menggambarkan klasifikasi pemodelan
untuk analisis penggunaan lahan dan perubahannya. Model perubahan
penggunaan lahan dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu model statistik dan
ekonometrik (statistical and econometric models), model interaksi spasial (spatial
interaction model), model optimasi (optimation model) dan model terintegrasi
(integrated models).
2.3.4.1. Conversion of Land Use and its Effect (CLUE)
Conversion of Land Use and its Effect atau CLUE (Veldkamp et al. 2001)
merupakan pendekatan empiris yang dilakukan dengan studi kasus antara lain di
Atlantic Zone (Costa Rica), China, Ekuador, Honduras dan Pulau Jawa. Model ini
merupakan model terpadu, secara spasial nyata, dinamis dan berdasarkan pada
sosial ekonomi dan lingkungan. Pemodelan dengan CLUE terdiri atas dua tahap,
yaitu (1) analisis pola perubahan penggunaan lahan yang berasal dari penggunaan
15
lahan lampau dan saat ini. Dengan demikian, dapat diketahui variabel penentu
(driving factors) yang paling mempengaruhi baik dari aspek biofisik, sosial
ekonomi
maupun
kebijakan,
(2)
menggunakan
hasil
analisis
tersebut
untukmenetapkan skenario yang memungkinkan untuk dilakukan. Model CLUE
ini terdiri dari modul permintaan (demand module) dan modul alokasi (allocation
module).
2.3.4.2. Conversion of Land Use & its Effect at Small regional extent (CLUE-S)
Pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan pada areal lebih kecil dari
nasional atau provinsi selanjutnya dikembangkan oleh Verburg et al. (2002).
Model ini dinamakan Conversion of Land Use and Its Effect at Small regional
extent atau CLUE-S. Model CLUE-S ini merupakan gabungan dari pemodelan
empiris, analisis spasial dan model dinamis. Analisis spasial menggunakan teknik
overlay dari Sistem Informasi Geografis (SIG). Hubungan antara penggunaan
lahan dan faktor-faktornya dianalisis menggunakan regresi logistik.
Model CLUE-S ini telah diterapkan di antaranya di DAS Selangor
(Malaysia), Pulau Sibuyan (Filipina), Propinsi BacKan (Vietnam), Kabupaten San
Mariano (Filipina), Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bogor (Indonesia). Selain
itu, model CLUE-S yang dikombinasikan dengan sistem dinamik juga telah
diterapkan di Changqing Jinan (China) dan Sangong Watershed (Xinjiang,
China).
Pemodelan perubahan penggunaan lahan di Pulau Sibuyan (Filipina) dan
DAS Klanglangat (Malaysia) dilakukan oleh Verburg et al. (2002). Tujuan
dilakukan pemodelan spasial ini adalah untuk membangun model spasial dinamik
perubahan
penggunaan
lahan
pada
skala
regional.
Penggunaan
lahan
diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu : hutan, perkebunan kelapa sawit, padang
rumput, sawah dan lainnya (mangrove dan pemukiman). Driving factors-nya
adalah ketinggian, kemiringan lereng, jarak ke kota, jarak ke sungai, jarak ke
jalan, jarak ke pantai, geologi, bahaya erosi dan kepadatan penduduk. Model ini
mengintegrasikan modul kebutuhan lahan (non spasial) dan modul pengalokasian
penggunaan lahan (spasial). Unit analisisnya adalah berupa piksel ukuran
(1.000x1.000)m. analisis non spasial berupa laju perubahan penggunaan lahan
periode sebelumnya yang diperoleh dari data penginderaan jauh multi waktu
16
digunakan untuk memprediksi kebutuhan penggunaan lahan masa datang.
Analisis spasial menggunakan pendekatan cellular automata dengan regresi
logistik sebagai transition rule-nya. Hasil pemodelan ini adalah model mudah
diterapkan pada situasi perubahan penggunaan lahan dan daerah studi yang tidak
ada pembatasan area.
Engelsman (2002) melakukan pemodelan spasial perubahan penggunaan
lahan dengan model CLUE-S untuk wilayah perkotaan di DAS Selangor,
Malaysia. Penggunaan lahan yang digunakan terdiri atas delapan kelas, yaitu :
hutan, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, perkebunan campuran, semak
dan padang rumput, lahanpertambangan, lahan urban dan wilayah perairan.
Driving factors-nya adalah ketinggian wilayah, jarak ke jalan, jarak ke laut, jarak
ke pusat permukiman, jarak ke pusat hutan, jenis tanah (alluvial dan fluvisol),
lapisan tanah (tanah dangkal), kelas kesesuaian lahan, kepadatan penduduk dan
tenaga kerja sektor pertanian. Hasil dari perhitungan regresi logistik dapat
diketahui bahwa variabel yang paling mempengaruhi adalah jarak terhadap pusat
pemukiman dan jarak terhadap jalan. Hasil dari pemodelan ini menunjukkan
bahwa kebutuhan penggunaan lahan untuk wilayah perkotaan meningkat selama
periode 1999-2014 dan hasil simulasinya menunjukkan bahwa persebaran wilayah
perkotaan menyebar dari selatan ke utara sampai perbatasan Kuala Lumpur.
Perkembangan ini seperti suatu koridor yang membentang sepanjang jalan utama
sampai ke bagian barat Semenanjung Malaysia.
Soepbroer (2001) mengaplikasikan model CLUE-S di Pulau Sibuyan
(Filipina). Tujuan penelitiannya adalah untuk mengaplikasikan program ini
secararealistis dan untuk menganalisis kinerjanya. Data dengan menggunakan
ukuransel 250 m2, pada periode 15 tahun yaitu 1997-2012. Penggunaan lahannya
diklasifikasikan menjadi lima kelas, yaitu :hutan, kelapa, rumput, padi dan
lainnya. Hasil pemodelan spasial menggambarkan adanya lahan terbangun di
sepanjang kaki pegunungan, padang rumput berkembang di bagian utara,
perkebunan kelapa berkembang ke bagian barat dan penanaman padi yang
dipusatkan pada bagian utara pulau dan di sepanjang pantai utara dan pantai
barat. Hasil pemodelan ini dapat menggambarkan secara baik suatu kondisi
penggunaan lahan yang kompleks pada wilayah yang lebih kecil.
17
Witte (2003) mengaplikasikan model CLUE-S untuk pemodelan
aksesibilitas. Aksesibilitas diduga mempunyai pengaruh dalam perubahan
penggunaan lahan.Variabel aksesibilitas dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan waktu
tempuh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tiga tipe aksesibilitas
berdasarkan waktu tempuh memberikan dampak besar terhadap perubahan
penggunaan lahan, yaitu penduduk lebih terkonsentrasi pada wilayah yang
mempunyai aksesibilitas dengan waktu tempuh yang lebih cepat.
Dari keempat contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa model CLUE-S
dapat diaplikasikan pada pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan dengan
berbagai aspek yang mempengaruhinya, baik aspek biofifik wilayah, aspek sosial
ekonomi maupun aspek aksesibilitas. Model ini dapat dikembangkan dengan
mengaitkan aspek bencana alam dan aspek ketahanan pangan dalam
memproyeksikan kebutuhan penggunaan lahan masa datang.
Pengembangan model khususnya terkait dengan proyeksi penggunaan
lahan masa datang dikembangkan oleh Xin et al. (2012) dan Geping et al. (2010)
dengan mengintegrasikan model sistem dinamik dan model CLUE-S dalam
pemodelan perubahan penggunaan lahan. Xin et al. (2012) mengaplikasikan
integrasi model sistem dinamik dan CLUE-S di Chanqing, Jinan, China. Model
sistem dinamik digunakan untuk memproyeksikan penggunaan lahan masa datang
secara non spasial. Parameter yang digunakan dalam model sistem dinamik adalah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk, perkembangan kota
dan urbanisasi. Parameter tersebut digunakan untuk membangun skenario dalam
memproyeksikan kebutuhan penggunaan lahan masa datang. Geping et al. (2010)
mengaplikasikan integrasi model sistem dinamik dan CLUE-S di DAS Sangong,
Xinjiang, China. Parameter yang digunakan dalam model sistem dinamik untuk
membangun skenario adalah laju pertumbuhan penduduk, Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), pemasaran dan kemajuan teknologi. Hasil model sistem
dinamik berupa proyeksi kebutuhan lahan masa datang dengan berbagai skenario
yang selanjutnya digunakan sebagai input model CLUE-S untuk dianalisis secara
spasial.
Perbedaan pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan antara dengan
model CLUE dan CLUE-Sadalah dalam aspek skala dan sumber data. Model
18
CLUE diaplikasikan dalam skala luas
baik nasional atau level benua. Unit
analisisnya berupa piksel dengan resolusi kasar, yaitu : ukuran piksel lebih besar
dari (1.000x1.000)m.Data penggunaan lahan diperoleh dengan cara sensus atau
survei. Model CLUE-S diaplikasikan untuk wilayah lebih kecil dalam skala lokal
atau regional. Unit analisisnya berupa piksel dengan resolusi yang lebih halus,
yaitu : ukuran piksel kurang dari (1.000x1.000)m. Penggunaan lahan diperoleh
dari peta atau data pengideraan jauh (remote sensing) (Verburg et al.2002).
III. METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian berlokasi di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis
Kabupaten Sukabumi terletak antara 106o 49’ – 107o 00’ Bujur Timur dan 6o 57’ –
7o 25’ Lintang Selatan dan secara administrasi terdiri atas 47 kecamatan dan 367
desa. Luas Kabupaten Sukabumi adalah sekitar 4,161 km2atau 416.111 ha.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Oktober 2012. Peta lokasi
penelitian tertera pada Gambar 2.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat tahun 2000
dan 2010, citra Ikonos tahun 2010, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 :
25.000, peta administrasi skala 1 : 25.000, peta jenis tanah, peta geologi tahun
1992, peta elevasi, peta slope (kelerengan), peta curah hujan, peta Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi tahun 2012, dan data potensi desa
tahun 2000 dan 2010.
Alat yang digunakan adalah Receiver GPS, Kamera Digital dan seperangkat
komputer yang dilengkapi dengan software : ERDAS Imagine, ArcGis, CLUE-S,
Google Earth, SPSS dan Microsoft Excel.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi data penggunaan lahan hasil interpretasi data
penginderaan jauh dan data pengecekan lapang untuk akurasi hasil interpretasi
penggunaan lahan. Data penggunaan lahan diperoleh dengan cara melakukan
interpretasi penggunaan lahan secara visual dari citra Landsat tahun 2000 dan
2010 yang diverifikasi dengan pengamatan lapangan (ground truth). Citra Landsat
tahun 2000 dan 2010 didapatkan dari USGS melalui BTIC Southeast Asian
Regional Centre for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP).
20
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian
Data sekunder meliputi data fisik lahan dan data sosial dan ekonomi. Data
fisik lahan meliputi : peta geologi, peta jenis tanah, peta elevasi, peta lereng, peta
curah hujan, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dan peta administrasi. Peta geologi
tahun 1992 diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
21
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM). Peta jenis tanah tahun
1993 diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslittanak)/ Balai
Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP). Peta elevasi dan kemiringan
lereng tahun 2011, peta administrasi updating 2009 diperoleh dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sukabumi. Peta curah
hujan tahun 2005 diperoleh Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Kabupaten
Sukabumi. Peta RBI tahun 2000 diperoleh dari Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Data kepadatan penduduk dan kepadatan
tenaga kerja pertanian diperoleh dari data potensi desa tahun 2000 dan 2010,
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukabumi.
3.4 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian terdiri atas empat tujuan, yaitu : (1) menganalisis
perubahan penggunaan lahan, (2) menganalisis faktor yang mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan, (3) memprediksi penggunaan lahan tahun 2032
melalui model spasial perubahan penggunaan lahan, dan (4) merumuskan arahan
penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah. Bagan alir penelitian tertera pada
Gambar 3.
Tujuan pertama yaitu analisis perubahan penggunaan lahan meliputi proses
interpretasi data citra Landsat tahun 2000 dan 2010, klasisikasi peta penggunaan
lahan, uji hasil interpretasi pengunaan lahan tahun 2010 dan tumpang susun antara
peta penggunaan lahan tahun 2000 dan 2010. Tujuan kedua yaitu analisis faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan periode tahun 2000-2010
menggunakan metode regresi logistik biner. Tujuan ketiga yaitu memprediksi
penggunaan lahan tahun 2032 melalui model spasial perubahan penggunaan lahan
menggunakan model CLUE-S dengan beberapa skenario model. Tujuan keempat
yaitu merumuskan arahan penyempurnaan RTRW berdasarkan skenario terpilih
yang mempunyai nilai ketidaksesuaian terkecil terhadap RTRW melalui analisis
perbandingan antara penggunaan lahan hasil prediksi dengan pola ruang RTRW.
22
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah poligon
penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi. Matrik hubungan antara tujuan, jenis
data, sumber data, teknik analisis dan keluaran tertera pada Tabel 1.
Gambar 3 Bagan Alir Penelitian
23
Tabel 1 Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis
dan keluaran
No
Tujuan
1
Menganalisis
perubahan
penggunaan
lahan
2
Menganalisis
faktor
yang
mempengaruhi
perubahan
penggunaan
lahan
3
4
Jenis Data
Sumber Data
Penggunaan
lahan
Citra Landsat
tahun 2000 dan
2010
Kepadatan
penduduk,
kepadatan
tenaga kerja
pertanian,
geologi,
jenis tanah,
elevasi,
lereng ,
curah hujan,
jarak ke
jalan,
jarak ke
pusat kota,
jarak ke kota
terdekat,
jarak ke
sungai
Memprediksi
Data
penggunaan
kebutuhan
lahan
tahun penggunaan
2032
melalui lahan,
model spasial koefisien
perubahan
hasil regresi
penggunaan
logistik tiap
lahan
jenis
penggunaan
lahan, dan
nilai
elastisitas
perubahan
penggunaan
lahan
Merumuskan
Peta prediksi
arahan
penggunaan
penyempurnaan lahan,
Rencana
Tata peta
Pola
Ruang Wilayah Ruang
RTRW
Potensi desa
2000 dan 2010,
peta geologi
tahun 1992,
peta jenis tanah,
peta elevasi,
peta lereng,
peta curah
hujan,
peta RBI 2000,
dan
peta
administrasi
Teknik
Analisis
Interpretasi
visual,
klasifikasi,
analisis
tumpang
susunSIG
Analisis
tumpang
susunSIG,
Multiple
ring buffer,
Regresi
logistik
Keluaran
Peta penggunaan
lahan tahun 2000
dan 2010
o Faktor yang
mempengaruhi
perubahan
penggunaan
lahan hutan
menjadi
pertanian
o Faktor yang
mempengaruhi
perubahan
lahan pertanian
menjadi
kawasan
terbangun
Penggunaan
lahan tahun
2000 dan 2010,
dan driving
factors yang
mempengaruhi
perubahan
penggunaan
lahan
Model
CLUE-S
o Model spasial
penggunaan
lahan
o Peta prediksi
penggunaan
lahan tahun
2032
berdasarkan
skenario model
o Hasil
simulasi
o RTRWK
2012
o MODEL
CLUE-S
o Analisis
tumpang
susun
Arahan
penyempurnaan
Rencana Tata
Ruang Wilayah
24
3.5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
3.5.1.1 Analisis Citra Landsat Tahun 2000 dan 2010
Tahapan yang dilakukan dalam interpretasi citra Landsat utuk wilayah
Kabupaten Sukabumi sebagai berikut :
a. Pemotongan batas area penelitian
Pemotongan batas area penelitian diperlukan untuk melakukan clip citra
Landsat path/row 122/065 untuk memperoleh wilayah yang akan di analisis,
yaitu wilayah Kabupaten Sukabumi. Metode yang digunakan adalah extract by
mask, yaitu memotong citra Landsat dengan wilayah administrasi Kabupaten
Sukabumi.
b. Rektifikasi citra
Citra Landsat terlebih dahulu dilakukan rektifikasi/ koreksi geometrik agar
posisinya sesuai dengan posisi objek di permukaan bumi.
c. Interpretasi citra Landsat untuk klasifikasi penggunaan lahan dan analisis
perubahan penggunaan lahan.
Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan mengacu pada sistem
klasifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 7645tahun 2010 tentang
Klasifikasi Penutupan Lahan. Klasifikasi penggunaan lahan di Kabupaten
Sukabumi terdiri atas 7 (tujuh) kelas penggunaan lahan, yaitu : air, hutan,
kawasan terbangun, lahan kering, perkebunan, sawah dan lainnya (padang
rumput, pasir pantai, pasir darat, lahan terbuka, dan tambak). Klasifikasi
dilakukan dengan menggunakan metode interpretasi visual
(digitize on
screen), dengan pendekatan unsur yang meliputi : rona (berkaitan dengan
warna/derajat keabuan suatu obyek), tekstur (frekuensi perubahan rona), pola
(susunan keruangan obyek), ukuran, bentuk (berkaitan langsung terhadap
bentuk umum, konfigurasi atau kerangka dari obyek tunggal), bayangan dan
situs (lokasi suatu obyek terhadap obyek-obyek yang lain) (Lillesand dan
Kiefer 1997), asosiasi/ korelasi (Sutanto 1986). Kombinasi citra Landsat yang
digunakan adalah 5-4-3 (RGB) karena memiliki informasi terbaik dalam
identifikasi penggunaan lahan. Citra Landsat tahun 2000 dan 2010
diinterpretasi menjadi peta penggunaan lahan tahun 2000 dan 2010. Peta
25
penggunaan hasil interpretasi citra dibuat pada skala 1 : 50.000 menggunakan
software ArcGis.
Analisisperubahan penggunaan lahan dilakukan melalui proses tumpang
susun (overlay) antara peta penggunaan lahan tahun 2000 dengan tahun 2010
menggunakan software ArcGIS. Analisis perubahan penggunaan lahan tahun
2000 dan 2010 menghasilkan matriks perubahan penggunaan lahan (tertera
pada Tabel 2).
Tahun to
Tabel 2 Matriks perubahan penggunaan lahan tahun t0-t1
Penggunaan
Lahan
A
H
Kt
Lk
P
S
Ln
Jumlah
A
A t1
H
H t1
Kt
Kt t1
Tahun t1
Lk
P
Lk t1
P t1
S
S t1
Ln
Ln t1
Jumlah
A t0
H t0
Kt t0
Lk t0
P t0
S t0
Ln t0
Keterangan : A=air, H=hutan, Kt=kawasan terbangun, Lk=lahan kering,
P=Perkebunan, S=sawah dan Ln=lainnya
= tidak berubah
= berubah
3.5.1.2 Pengujian hasil interpretasi
Hasil interpretasi penggunaan lahan perlu dilakukan verifikasi dengan
bantuan citra Ikonos tahun 2010 dan Google Earth dan pengecekan lapangan
(ground truth). Pengambilan titik uji menggunakan bantuan perangkat lunak
Erdas Imagine dengan metode Stratified random sampling, yaitu : metode
pengambilan titik berstrata secara acak sesuai luas penggunaan lahan di tiap kelas,
sehingga kelas yang memiliki luasan lebih besar akan memiliki nilai titik uji yang
lebih banyak (proporsional). Titik uji ditentukan sebanyak 100 titik.
Hasil verifikasi lapangan kemudian dibandingkan dengan nilai interpretasi
yang sudah dilakukan, kemudian dihitung akurasinya menggunakan overall
accuracy dan kappa accuracy. Overall accuracy hanya mempertimbangkan
commission (diagonal) sedangkan kappa accuracy sudah mempertimbangkan
commission dan omission. Hal ini menyebabkan nilai overall accuracy memiliki
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kappa accuracy. Adapun rumus
kappa accuracy adalah sebagai berikut (Jensen 1996) :
26
Kappa Accuracy =
∑
–∑
−∑ (
(
∗
∗
)
)
Dimana :
Xii
Xi+
X+i
N
r
: Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i
: jumlah pixel dalam baris ke-i
: jumlah pixel dalam kolom ke-i
: banyaknya pixel dalam contoh
: Jumlah tipe penggunaan lahan
Pengujian hasil klasifikasi diharapkan mendapatkan nilai overall accuracy diatas
85 % (Jensen 1996).
3.5.2 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Pengunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan yang dianalisis adalah perubahan penggunaan
lahan hutan menjadi pertanian dan perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi kawasan terbangun pada periode tahun 2000-2010.
Analisis regresi logistik biner dilakukan dengan metode forward stepwise,
yaitu : melakukan pemodelan melalui regresi secara berulang/ bertahap dengan
cara memasukkan variabel bebas satu persatu kemudian mempertahankannya
dalam model apabila variabel tersebut mempunyai pengaruh signifikan. Variabel
yang tidak signifikan akan dikeluarkan dari model, sehingga variabel yang
terdapat dalam model adalah variabel yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap penggunaan lahan. Hasil regresi logistik diuji ketepatannya dengan
metode ROC (Relative Operating Characteristics) dengan nilai antara 0,5 – 1,0.
Nilai 1,0 mengindikasikan hasil perhitungan tepat sempurna, sedangkan nilai 0,5
mengindikasikan bahwa hasil tersebut karena pengaruh acak saja (Pontius dan
Scheneider 2001). Exp (β) dihitung untuk mengetahui pengaruh relatif setiap
variabel terhadap penggunaan lahan. Exp (β) menunjukkan apakah peluang dari
penggunaan lahan tertentu pada grid sel meningkat (exp (β) >1 ) atau menurun
(exp (β) < 1 ) akibat dari satu peningkatan variabel bebas.
Variabel tidak bebas yang digunakan adalah perubahan penggunaan lahan
hutan menjadi lahan pertanian dan perubahan penggunaan lahan pertanian
menjadi kawasan terbangun. Variabel bebas yang digunakan adalah kepadatan
penduduk, kepadatan tenaga kerja pertanian, formasi geologi, jenis tanah, elevasi,
27
kemiringan lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke pusat kota, jarak ke kota
terdekat dan jarak ke sungai.
Persamaan regresi logistik yang digunakan sebagai berikut :
log(
) = β0 + β1 X1,i + β2 X2,i + … +βn Xn,i
Dimana,
Pi
= peluang perubahan penggunaan lahan i
β0
= konstanta
β1-n = nilai koefisien variabel bebas ke -1 sampai ke-n
= variabel bebaske -1 sampai ke-n, pada variabel tidak bebas i
X1-n,i
n
= jumlah variabel
X1
X2
X3
X4
X5
X6
=
=
=
=
=
=
Kepadatan penduduk
Kepadatan tenaga kerja pertanian
Formasi geologi
Jenis tanah
Elevasi
Kemiringan lereng
X7
X8
X9
X10
X11
=
=
=
=
=
Curah hujan
Jarak ke jalan
Jarak ke pusat kota
Jarak ke kota terdekat
Jarak ke sungai
3.5.3 Penyusunan Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan
Model spasial dibangun menggunakan perangkat lunak CLUE-S dengan
tujuan untuk mendapatkan model spasial perubahan penggunaan lahan yang
berbasis spasial dan bersifat dinamik.Keluaran dari model adalah peta prediksi
penggunaan lahan tahun 2010 dan tahun 2032.
Model spasial disusun dalam 2 tahap, yaitu : model tahun 2000 dan model
tahun 2010. Model tahun 2000 digunakan validasi model.Model tahun 2010
digunakan untuk memprediksi penggunaan lahan tahun 2032.Simulasi model
CLUE-S dilakukan dengan beberapa persiapan data masukan, yaitu : kebutuhan
penggunaan lahan (land use demand), kesesuaian lokasi (location suitability),
pengaturan konversi jenis penggunaan lahan (land use type specific conversion
setting) dan kebijakan spasial dan pembatasan area (spatial policies and area
restrictions. Model CLUE-S disimulasikan dalam format raster sehingga
dilakukan transformasi data spasial dari format vektor menjadi format raster.
28
3.5.3.1 Transformasi format vektor ke raster
Model spasial perubahan penggunaan lahan dilakukan dalam format data
raster, sehingga semua data vektor terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk data
raster.Parameter yang digunakan untuk penetapan ukuran raster adalah ukuran
minimum raster untuk model dapat melakukan simulasi. CLUE-S adalah model
spasial perubahan penggunaan lahan yang ditujukan untuk wilayah kecil (small
region) dengan ukuran raster lebih kecil dari (1.000x1.000)m (Verburg et al..
2002). Ukuran raster lebih kecil dari (100x100)m khusus untuk wilayah
Kabupaten Sukabumi tidak dilakukan mengingat keterbatasan dari perangkat
lunak CLUE-S yang membatasi jumlah baris dan kolom maksimum 1.000 x 1.000
dan model CLUE-S tidak dapat melakukan proses perhitungan luas probabilistik
dengan ukuran pengolahan data yang terlalu besar. Hasil transformasi format
vektor ke raster untuk wilayah Kabupaten Sukabumi dengan ukuran raster lebih
kecil dari (100x100)m melebihi batas maksimum jumlah baris dan kolom pada
model CLUE-S. Ukuran raster yang dianalisis adalah (100x100)m. Wilayah
Kabupaten Sukabumi dengan ukuran raster (100x100)m memiliki jumlah baris
sebanyak 799 dan jumlah kolom sebanyak 769. Luas untuk tiap sel adalah 10.000
m2 atau 1 ha.
3.5.3.2 Kebutuhan penggunaan lahan
Perhitungan kebutuhan penggunaan lahan dilakukan selama 22 tahun ke
depan, yaitu tahun 2011-2032. Data kebutuhan penggunaan lahan didapatkan dari
data laju perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010 yang perubahannya
dibagi menjadi per tahun. Perubahan penggunaan lahan per tahun tertera pada
Tabel 3.
Tabel 3 Luas perubahan penggunaan lahan per tahun
Tahun
T1
T2
…..
Tn
P1
X11
X21
…..
Xz1
Penggunaan lahan
P2
…..
X12
…..
X22
…..
…..
…..
Xz2
…..
Keterangan :
P1-Pn
: jenis penggunaan lahan
T1-Tn
: tahun penggunaan lahan
X11-Xzn
: jenis penggunaan lahan
Pn
X1n
X2n
…..
Xzn
29
3.5.3.3 Kesesuaian lokasi penggunaan lahan
Kesesuain lokasi penggunaan lahan tiap sel didapatkan dari hasil regresi
logistik biner tiap jenis penggunaan lahan. Variabel tidak bebas yang digunakan
adalah tiap jenis penggunaan lahan, yaitu : air, hutan, kawasan terbangun, lahan
kering, perkebunan, sawah dan lainnya. Variabel bebas yang digunakan adalah
kepadatan penduduk, kepadatan tenaga kerja pertanian, formasi geologi, jenis
tanah, elevasi, kemiringan lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke pusat kota,
jarak ke kota terdekat dan jarak ke sungai.
3.5.3.4 Pengaturan konversi jenis penggunaan lahan
Pengaturan konversi penggunaan lahan dibagi atas dua jenis, yaitu
:elastisitas konversi (conversion elasticity) dan matriks konversi (conversion
matrix) dari setiap penggunaan lahan. Elastisitas konversi adalah nilai peluang
penggunaan lahan dapat berubah. Penetapan nilai elastisitas didapatkan dari
model CLUE-S yang pernah dilakukan dan disesuaikan dengan kondisi di
Wilayah Kabupaten Sukabumi. Nilai elastisitas berada diantara 0 dan 1. Nilai
elastisitas yang semakin mendekati 1 berarti suatu jenis penggunaan lahan sulit
untuk berubah menjadi penggunaan lahan lain.
Matriks konversi adalah nilai yang menunjukkan suatu jenis penggunaan
lahan boleh berubah menjadi penggunaan lahan lain. Nilai matriks konversi
adalah angka 0 dan 1. Angka 1 menunjukkan konversi boleh terjadi sedangkan 0
adalah konversi tidak boleh terjadi, contohnya matriks untuk penggunaan lahan air
bahwa air hanya akan terkonversi menjadi air lagi (nilai 1), sedangkan untuk menjadi
jenis menggunaan lain tidak diperbolehkan (nilai 0).
3.5.3.5 Kebijakan spasial dan pembatasan area
Kebijakan spasial dan pembatasan area merupakan kebijakan terkait dengan
area spesifik yang akan direstorasi/ direklamasi/ direhabilitasi dan juga terkait
dengan wilayah mana yang tidak diijinkan untuk dikonversi misalnya kawasan
lindung dan kawasan pertanian lahan basah. Kebijakan spasial dan pembatasan
area yang dilakukan adalah (1) tidak ada pembatasan area, (2) restorasi hutan
pada kawasan lindung,(3) lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan
30
basah, dan (4) pencetakan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian
lahan basah.
Penggunaan kebijakan spasial dan pembatasan area dilakukan untuk
simulasi prediksi penggunaan lahan dengan beberapa skenario dan hasilnya
digunakan untuk merumuskan arahan rencana penggunaan lahan. Skenario yang
digunakan dalam model spasial perubahan penggunaan lahan merupakan
kombinasi dari modul kebutuhan penggunaan lahan dan modul kebijakan
spasial dan pembatasan area. Berdasarkan kombinasi tersebut, maka skenario
yang dibangun terdiri atas 8 skenario, yaitu : (1) skenario laju alami, (2)
skenario restorasi hutan pada kawasan lindung, (3) skenario lahan sawah tidak
terkonversi pada pertanian lahan basah, (4) skenario pencetakan lahan sawah
baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah, (5) skenario restorasi hutan
pada kawasan lindung dan lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan
basah secara bersamaan, (6) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung
dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah
secara bersamaan, (7) skenario lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan
lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah secara
bersamaan, (8) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung, lahan sawah
tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan
pertanian lahan basah secara bersamaan. Skenario untuk prediksi penggunaan
lahan tahun 2032 tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Skenario untuk prediksi penggunaan lahan tahun 2032
Skenario
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Skenario 6
Skenario 7
Skenario 8
Laju alami
√
-
Kebijakan
Sawah tidak
Restorasi hutan terkonversi pada
pada kawasan
peruntukan
lindung
pertanian lahan
basah
√
√
√
√
√
√
√
√
Pencetakan baru
sawah pada
peruntukan
pertanian lahan
basah
√
√
√
√
31
3.5.3.6 Pelaksanaan simulasi model
Simulasi model menggunakan CLUE-S berbasis pada Cellular Automata.
Mekanisme perubahan penggunaan lahan didasarkan pada kesesuaian penggunaan
lahan menggunakan nilai koefisien regresi logistik, kebijakan spasial dan
pembatasan area, lokasi spesifik, nilai elastisitas penggunaan lahan, matriks
konversi penggunaan lahan dan kekuatan kompetitif penggunaan lahan
berdasarkan faktor-faktor penentu penggunaan lahan. Mekanisme alokasi
perubahan penggunaan lahan tertera pada Gambar 4.
Gambar 4 Mekanisme alokasi perubahan penggunaan lahan Model CLUE-S.
Simulasi berawal dari penggunaan lahan awal sebagai acuan alokasi
penggunaan lahan. Luas
lahan probabilistik kamudian dihitung oleh model
berdasarkan nilai koefisien regresi logistik dan dibandingkan dengan luas
kebutuhan penggunaan lahan. Tahap berikutnya dalam simulasi adalah mengecek
apakah adanya batasan kebijakan dan lokasi spesifik penggunaan lahan di areal
tertentu. Tahap perubahan penggunaan lahan di tiap sel didasarkan pada matriks
konversi penggunaan lahan, nilai elastisitas penggunaan lahan, dan kekuatan
kompetitif penggunaan lahan. Apabila luas alokasi penggunaan lahan sesuai
dengan kebutuhan penggunaan lahan, maka simulasi dapat dilanjutkan dan
menghasilkan peta penggunaan lahan per tahun sampai pada tahun akhir yang
32
ditentukan. Apabila luas alokasi penggunaan lahan belum sesuai dengan
kebutuhan penggunaan lahan, maka perlu dilakukan pengaturan kembali
elastisitas penggunaan lahan dan matriks konversi.
3.5.3.7 Validasi model
Validasi model dilakukan dengan membandingkan penggunaan lahan tahun
2010 hasil simulasi menggunakan model tahun 2000 dengan penggunaan lahan
tahun 2010 aktual. Hasil validasi akan menentukan apakah model layak untuk
digunakan. Akurasi model diharapkan mencapai nilai paling sedikit 85%. Nilai
elastisitas model tahun 2000 digunakan pada model tahun 2010 untuk melakukan
prediksi penggunaan lahan tahun 2032.
3.5.4 Arahan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kondisi kesesuaian pemanfaatan lahan tahun 2010 dilihat dari hasil
analisis tumpang susun antara peta penggunaan lahan tahun 2010 prediksi dan
aktual dibandingkan dengan peta pola ruang RTRW Kabupaten Sukabumi.
Arahan penyempurnaan RTRW dirumuskan melalui metode tumpang susun
(overlay) antara peta prediksi penggunaan lahan yang akan datang hasil
pemodelan spasial dengan peta pola ruang RTRW Kabupaten Sukabumi.
Hasil kesesuaian dibagi menjadi 3 kelas, yaitu : sesuai, lahan yang masih
memungkinkan berubah jenis penggunaan lahannya dan tidak sesuai RTRW.
Hasil analisis kesesuaian penggunaan lahan yang mempunyai ketidaksesuaian
terkecil dengan RTRW yang akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk
merumuskan arahan penyempurnaan RTRW.
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Geografi dan Administrasi
Kabupaten Sukabumi termasuk ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat.
Secara geografisKabupaten Sukabumi terletak antara106o 49’ – 107 o 00’ Bujur
Timur dan 6o 57’ – 7o 25’ Lintang Selatan dan secara administrasi terdiri atas 47
kecamatan, 363 desa dan 4 kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan
Pelabuhanratu. Luas Kabupaten Sukabumi adalah sekitar 4,161 km2 atau 416.111
ha.
Batas-batas wilayah Kabupaten Sukabumi adalah sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Bogor, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia/ Hindia, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi
Banten dan Samudera Indonesia/ Hindia dan sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Cianjur.
Selain itu Kabupaten Sukabumi juga berbatasan secara langsung dengan
wilayah Kota Sukabumi yang merupakan daerah kantong (enclave). Kota
Sukabumi dengan wilayah-wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai hubungan
yang bersifat fungsional dimana Kota Sukabumi merupakan salah satu pusat
(nodal) bagi wilayah-wilayah Kabupaten Sukabumi yang mengelilinginya
(hinterland). Dilihat dari perkembangan dan karakteristik wilayah, Kabupaten
Sukabumi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu Sukabumi Utara dan
Sukabumi Selatan. Kedua wilayah ini mempuyai karakteristik yang berbeda,
diantaranya : (1) Sukabumi utara yang dilalui oleh jalur tengah relatif lebih
berkembang dibandingkan Sukabumi selatan yang dilalui oleh jalur selatan, (2)
Pusat-pusat pertumbuhan dan kegiatan banyak terdapat di Sukabumi utara, seperti
pasar, industri, pusat pendidikan dan lain-lain, (3) Sumberdaya alam lahan (tanah)
relatif lebih subur di utara, karena terdapat diapit dua gunung, yaitu Gunung Gede
Pangrango dan Gunung Halimun Salak, (4) Kepadatan penduduk di utara lebih
tinggi dibandingkan di selatan Sukabumi.Peta Administrasi Kecamatan Wilayah
Kabupaten Sukabumi tertera pada Gambar 5.
34
Gambar 5 Peta administrasi kecamatan wilayah Kabupaten Sukabumi
4.2Karakteristik Wilayah
4.2.1 Topografi
Kemiringan lereng di wilayah Kabupaten Sukabumi cukup bervariasi
berkisar antara 0 – 40 %. Daerah pesisir pantai memiliki kemiringan lebih landai
35
bila dibandingkan dengan daerah di bagian tengah Kabupaten Sukabumi. Daerah
pesisir bagian barat cenderung lebih terjal dibandingkan dengan daerah pesisir
lainnya. Daerah yang memiliki kemiringan 15 – 40 % terletak pada bagian tengah
Kabupaten Sukabumi, yaitu daerah di sekitar sungai Cimandiri.
Sebaran wilayah Kabupaten Sukabumi berdasarkan kemiringan lereng
didominasi oleh daerah dengan kemiringan lereng 5 – 15 % mencapai 45,0 %.
Kelas lereng kedua didominasi oleh kemiringan lereng15-40% mencapai 29,3 %
dan diikuti kemiringan lereng 2 – 5 % mencapai 17,9 %. Kelas lereng lainnya di
bawah 5,0%, yaitu : kelas lereng 0-2 % mencapai 4,4 % dan kelas lereng > 40 %
mencapai 3,3 %. Kelas lereng wilayah Kabupaten Sukabumi tertera pada Tabel 5
dan Gambar 6.
Tabel 5 Kemiringan lereng wilayah Kabupaten Sukabumi
No
1
2
3
4
5
Kelas Lereng
0-2%
2-5%
5 - 15 %
15 - 40 %
> 40 %
Jumlah
Sumber : diolah dari peta
Luas (ha)
18.221
74.615
187.345
122.044
13.886
Persentase (%)
4,4
17,9
45,0
29,3
3,3
416.111
100,0
Bentuk permukaan tanah (morfologi) wilayah Kabupaten Sukabumi
bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit, sampai bergunung. Bentuk
topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang
bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah.
Ketinggian wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi antara 0 - 2.958 mdpl
(dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Gede Pangrango 2.958 mdpl).
Daerah datar umumnya terdapat di daerah pantai dan kaki gunung yang sebagian
besar merupakan daerah pertanian lahan basah (persawahan), sedangkan daerah
berbukit-bukit sebagian besar merupakan daerah pertanian lahan kering dan
perkebunan.
36
Gambar 6 Peta kemiringan lereng wilayah Kabupaten Sukabumi.
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 41,8 % wilayah Kabupaten Sukabumi
mempunyai elevasi (ketinggian wilayah) antara 100–500 mdpl, sebesar 35,0 %
pada elevasi antara 500–1.000 mdpl, sebesar 4,9 % pada elevasi < 25 mdpl,
sebesar 11,4 % pada elevasi antara 25–100 mdpl dan sisanya sebesar 0,5 %
mempunyai elevasi > 2.000 mdpl. Peta elevasi disajikan pada Gambar 6.
37
Tabel 6 Tingkat elevasi wilayah Kabupaten Sukabumi
Kelas Elevasi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
0–25 mdpl
25-100 mdpl
100-500 mdpl
500-1000 mdpl
1.000 – 1.500 mdpl
1.500 – 2.000 mdpl
>2.000 mdpl
Tubuh Air
Luas (ha)
20.395
47.459
173.845
145.471
21.489
3.302
1.909
2.241
Persentase (%)
4,9
11,4
41,8
35,0
5,2
0,8
0,5
0,5
416.111
100,0
Jumlah
Sumber : diolah dari peta
4.2.2 Formasi Geologi
Struktur geologi wilayah Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi dua zona
yaitu zona utara dan zona selatan, dengan batas Sungai Cimandiri yang mengalir
dari arah Timur Laut ke Barat Daya. Zona Utara merupakan kawasan yang
dipengaruhi oleh vulkan dan sebagian besar merupakan daerah yang subur,
dimana terdapat kawasan perkebunan, persawahan dan kegiatan pertanian lainnya.
Sedangkan zona selatan merupakan kawasan yang berbukit-bukit yang terdiri atas
kawasan pertanian lahan kering, perkebunan dan kehutanan (Bappeda 2011).
Formasi geologi wilayah Kabupaten Sukabumi secara stratigrafi tertera pada
Tabel 7 dan Gambar 8.
Tabel 7 Formasi geologi wilayah Kabupaten Sukabumi
No
Kode
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
pTm
Qa
Ql
Qv
Tni
Tnl
Tns
Tnv
Toml
Toms
Tomv
Tps
TQl
TQs
TQv
Batuan Pra - Tersier (Malihan, Gunungapi, Ultramafik)
Aluvial dan Endapan Kuarter
Batu Gamping Kuarter
Batuan Gunungapi Kuarter
Batuan Terobosan Neogen
Batu Gamping Neogen (Mio - Plio)
Batuan Sedimen Neogen (Mio - Plio)
Batuan Gunungapi Neogen (Mio - Plio)
Batu Gamping Oligo - Miosen
Batuan Sedimen Oligo - Miosen
Batuan Gunungapi Oligo - Miosen
Sedimen Paleogen
Batu Gamping Plio - Plistosen
Batuan Sedimen Plio - Plistosen
Batuan Gunungapi Plio - Plistosen
Jumlah
Sumber : diolah dari peta
Luas (ha)
2.385
6.404
33
57.078
3.712
56.435
46.698
25.107
1.664
49.756
46.666
13.600
3.745
21.669
81.159
416.111
Persentase
(%)
0,6
1,5
0,0
13,7
0,9
13,6
11,2
6,0
0,4
12,0
11,2
3,3
0,9
5,2
19,5
100,0
38
Gambar 7 Peta elevasi wilayah Kabupaten Sukabumi.
39
Gambar 8 Peta geologi wilayah Kabupaten Sukabumi.
4.2.3 Jenis Tanah
Dari aspek kemampuan tanah (kedalaman efektif dan tekstur), wilayah
Kabupaten Sukabumi sebagian besar bertekstur tanah sedang (tanpa liat).
Kedalaman tanahnya dapat dikelompok menjadi 2 (dua) golongan besar, yaitu
40
kedalaman efektif tanah dalam dan kedalaman efektif tanah sedang sampai
dangkal. Kedalaman efektif tanah dalam tersebar di bagian utara, sedangkan
kedalaman efektif tanah sedang sampai dangkal tersebar di bagian tengah dan
selatan (BPS Kabupaten Sukabumi 2011).
Jenis tanah wilayah Kabupaten Sukabumi terdiri atas delapan jenis tanah,
yaitu : Alluvial, Andosol, Brown Forest, Latosol, Mediteran, Podsolik Merah
Kuning, Regosol dan Grumosol. Jenis tanah dibagian utara pada umumnya terdiri
dari tanah Podsolik, Andosol dan Regosol. Sedangkan di bagian selatan sebagian
besar terdiri dari tanah Grumosol, Latosol dan Alluvial (Gambar 9). Sebaran jenis
tanah Latosol mendominasi wilayah Kabupaten Sukabumi dengan luasan
mencapai 54,2 %. Sebaran Jenis tanah di Kabupaten Sukabumi tertera dalam
Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran Jenis Tanah Wilayah Kabupaten Sukabumi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis Tanah
Alluvial
Andosol
Brown Forest
Latosol
Mediteran
Podsolik Merah Kuning
Regosol
Grumosol
Jumlah
Sumber : diolah dari peta
Luas (ha)
20.501
24.307
14.462
225.520
40.258
52.192
24.462
14.409
Persentase(%)
4,9
5,8
3,5
54,2
9,7
12,5
5,9
3,5
416.111
100,0
4.2.4 Curah Hujan
Sebaran curah hujan di wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi antara
2.500-5.500 mm/ tahun. Wilayah Kabupaten Sukabumi sebagaian besar
didominasi oleh curah hujan yang berkisar antara 3.000-3.500 mm/ tahun, yaitu di
sekitar wilayah bagian tengah Kabupaten Sukabumi. Untuk wilayah yang
memiliki curah hujan yang tinggi berada pada daerah ketinggian > 2.000 m
dengan penutupan lahan berupa hutan. Curah hujan di Kabupaten Sukabumi
tertera pada Gambar 10.
41
Gambar 9 Peta jenis tanah wilayah Kabupaten Sukabumi.
42
Gambar 10 Sebaran curah hujan wilayah Kabupaten Sukabumi.
4.2.5 Aksesibilitas
Kabupaten Sukabumi dilalui oleh jalan dengan berbagai tipe dan sungai
baik sungai besar maupun sungai musiman. Akasesibilitas menjadi salah satu
variabel yang digunakan sebagai variabel penduga yang mempengaruhi
43
penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi, diantaranya : jarak ke jalan, jarak ke
pusat kota, jarak ke kota terdekat dan jarak ke sungai.
Jarak ke jalan, jarak ke pusat kota, jarak ke kota terdekat dan jarak ke
sungai diolah menggunakan teknik multiple ring buffer. Tipe jalan yang
digunakan sebagai variabel adalah jalan utama, jalan arteri, kolektor dan lokal
updating Dinas Bina Marga Kabupaten Sukabumi tahun 2009. Jalan setapak, jalan
lori dan rel kereta api tidak dimasukkan karena bersifat ekslusif dan hanya
memberikan aksesibilitas setempat. Jarak ke jalan dibagi menjadi 8 (delapan)
kelas, yaitu : (0-500)m, (500-1.500)m, (1.500-2.500)m, (2.500-3.500)m, (3.5004.500)m, (4.500-5.500)m, (5.500-6.500)m dan (> 6.500)m. Jarak ke jalan tertera
pada Gambar 11.
Pusat kota yang digunakan sebagai variabel adalah Kota Sukabumi dan
Kota Palabuhanratu. Jarak ke pusat kota dibagi menjadi delapan kelas, yaitu : (05.000)m,
(5.000-10.000)m,
(10.000-15.000)m,
(15.000-2.000)m,
(2.000-
25.000)m, (25.000-30.000)m, (30.000-35.000)m dan (> 35.000)m. Jarak ke pusat
kota tertera pada Gambar 12.
Kota terdekat adalah jarak ke kota kecamatan. Jarak ke kota terdekat
dibagi menjadi enam kelas, yaitu : (0-2.500)m, (2.500-5.000)m, (5.000-7.500)m,
(7.500-10.000)m, (10.000-12.500)m dan (> 12.500)m. Jarak ke kota terdekat
tertera pada Gambar 13.
Sungai yang digunakan sebagai variabel adalah sungai besar yang
mengalir sepanjang tahun. Jarak ke sungai dibagi menjadi delapan kelas, yaitu :
(0-500)m, (500-1.500)m, (1.500-2.500)m, (2.500-3.500)m, (3.500-4.500)m,
(4.500-5.500)m, (5.500-6.500)m dan (> 6.500)m. Jarak ke sungai tertera pada
Gambar 14.
44
Gambar 11 Jarak ke jalan.
45
Gambar 12 Jarak ke pusat kota.
46
Gambar 13 Jarak ke kota terdekat.
47
Gambar 14 Jarak ke sungai.
4.3 Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2010 mencapai
2.341.409 jiwa yang terdiri dari 1.193.342 laki-laki dan 1.148.067 perempuan
dengan rasio jenis kelamin 103,9 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk
48
perempuan terdapat 104 laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi
adalah sebesar 563 orang per Km2(Tabel 9).
Tabel 9 Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi tahun 2000-2010
Laju
Kepadatan
Pertumbuhan
Penduduk
Penduduk
per Km2
Jumlah Penduduk
Tahun
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
2000
1.050.096
1.033.596
2.092.448
-
499
2001
1.060.655
1.052.625
2.113.280
1,00
508
2002
1.075.271
1.067.129
2.142.400
1,38
515
2003
1.089.886
1.081.634
2.171.520
1,36
522
2004
1.104.501
1.096.139
2.200.640
1,34
529
2005
1.136.359
1.088.634
2.224.993
1,13
535
2006
1.151.103
1.089.798
2.240.901
0,75
539
2007
1.151.413
1.106.840
2.258.253
0,74
543
2008
1.158.964
1.118.056
2.277.020
0,74
547
2009
1.185.833
1.142.971
2.328.804
2,19
559
2010
1.193.342
1.148.067
2.341.409
0,72
563
Rata-Rata
1,14
Sumber : Diolah dari Kabupaten Sukabumi Dalam Angka (KASDA) 2011
Kependudukan
menjadi
variabel
penduga
yang
mempengaruhi
penggunaan lahan. Variabel yang digunakan adalah kepadatan penduduk dan
kepadatan tenaga kerja pertanian.
Kepadatan penduduk yang digunakan adalah kepadatan penduduk per desa
yang dibagi menjadi delapan kelas, yaitu : (1-5)jiwa/ha, (6-11)jiwa/ha, (1116)jiwa/ha, (17-23)jiwa/ha, (24-33)jiwa/ha, (34-50)jiwa/ha, (51-92)jiwa/ha dan
(93-168)jiwa/ha. Kepadatan penduduk per desa tertera pada Gambar 15.
49
Gambar 15 Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi
Kepadatan tenaga kerja pertanian yang digunakan adalah kepadatan tenaga
kerja pertanian per desa yang dibagi menjadi delapan kelas, yaitu : (1-5)jiwa/ha,
(6-11)jiwa/ha, (11-16)jiwa/ha, (17-23)jiwa/ha, (24-33)jiwa/ha, (34-50)jiwa/ha,
(51-92)jiwa/ha dan (93-168)jiwa/ha. Kepadatan tenaga kerja pertanian per desa
tertera pada Gambar 16.
50
Gambar 16 Kepadatan tenaga kerja pertanian.
51
4.4 Rencana Tata Ruang Wilayah / RTRW
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten merupakan penjabaran dari
strategi dan arahan kebijaksanaaan pemanfaatan ruang wilayah provinsi ke dalam
strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dan kebijakankebijakan lainya. Berdasarkan RTRW Kabupaten Sukabumi Tahun 2012 – 2032,
pemanfaatan ruang di Kabupaten Sukabumi terdiri atas kawasan lindung sebesar
55.232 ha atau 13,3% dan kawasan budidaya sebesar 360.879 ha atau 86,7%. Pola
ruang sebagian besar diarahkan untuk penggunaan lahan kering sebesar 99.406 ha
atau 23,9 % dari total luas wilayah.
Sebaran arahan penggunaan lahan di
Kabupaten Sukabumi tertera pada Tabel 10, sebaran spasialnya disajikan pada
Gambar 17.
Tabel 10 Sebaran arahan penggunaan lahan wilayah Kabupaten Sukabumi
1
2
Kaw. Sepadan Sungai
Kaw. Sepadan Pantai
Kawasan Lindung
Kawasan Lindung
4.077
1.060
Persentase
%
1,0
0,3
3
Kaw. Hutan Konservasi
Kawasan Lindung
48.034
11,5
4
5
Kawasan Lindung
Kawasan Budidaya
2.061
46.426
0,5
11,2
Kawasan Budidaya
Kawasan Budidaya
89.306
99.406
21,5
23,9
8
Kaw. Hutan Lindung
Kaw. Peruntukan Pertanian Lahan
Basah
Kaw. Permukiman Perdesaan
Kaw. Peruntukan Pertanian Lahan
Kering
Kaw. Permukiman Perkotaan
Kawasan Budidaya
18.819
4,5
9
10
Kaw. Peruntukan Perkebunan
Kaw. Hutan Cadangan
Kawasan Budidaya
Kawasan Budidaya
44.916
855
10,8
0,2
11
Kaw. Hutan Produksi Terbatas
Kawasan Budidaya
38.112
9,2
12
Kaw. Enclave
Kawasan Budidaya
2.405
0,6
13
Kaw. Hutan Produksi
Kawasan Budidaya
20.634
5,0
416.111
100,0
No
6
7
Pola Ruang
Jumlah
Sumber : diolah dari peta
Keterangan
Luas (ha)
52
Gambar 17 Peta pola ruang RTRW wilayah Kabupaten Sukabumi 2012-2032
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
5.1.1 Penggunaan Lahan
Setiap obyek yang terdapat dalam citra Landsat memiliki kenampakan
karakteristik yang khas. Analisis visual merupakan kegiatan mengamati citra
secara visual dengan tujuan untuk mengindentifikasi obyek,
sehingga dalam
interpretasi penggunaan lahan secara visual menggunakan pendekatan unsur
interpretasi citra, diantaranya : tone (warna), bentuk, ukuran, tekstur, pola, situs
(lokasi) dan asosiasi.
Dalam melakukan interpretasi citra, pengaturan band citra merupakan
langkah yang sangat penting dalam mencirikan kenampakan obyek berdasarkan
warna dan rona sebagai unsur dasar interpretasi. Kombinasi band citra Landsat
yang digunakan adalah 5-4-3 dalam format Red, Green, Blue(RGB) karena
memiliki informasi terbaik dalam identifikasi penggunaan lahan.
Penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi terdiri atas tujuh kelas, yaitu :
air, hutan, kawasan terbangun, lahan kering, perkebunan, sawah dan lainnya.
Kelas penggunaan lahan air pada citra Landsat memiliki warna biru dengan
tekstur halus, dalam ukuran yang besar (untuk laut), serta bentuknya yang
memanjang dan berliku-liku (untuk sungai).Badan air mudah sekali diidentifikasi
secara visual di citra. Badan air dapat berupa sungai, danau/situ, dan laut.
Kenampakan air pada citra Landsat tertera pada Gambar 18.
Kelas penggunaan hutan dapat berupa hutan alam lahan kering dan hutan
tanaman. Hutan alam merupakan area yang ditutupi oleh vegetasi pepohonan yang
tumbuh secara alami pada lahan yang tidak tergenang air. Kenampakan hutan
alam pada citra adalah berwarna hijau gelap dengan tekstur yang halus. Hutan
tanaman merupakan areal yang bervegetasi pepohonan yang ditanami secara
sengaja dengan jenis tertentu yang tumbuh pada areal basah maupun kering.
Hutan tanaman terlihat dengan pola tanam yang teratur pada daerah datar, dan
untuk area bergelombang terlihat warna citra (warnanya yang berwarna kuning
kehijauan) yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Untuk membedakan
hutan
lahan kering dengan hutan tanaman, elemen lain seperti asosiasi juga
54
sangat membantu dalam pengidentifikasian obyek karena aksesnya yang sulit dan
tidak tersedianya jaringan jalan. Kenampakan hutan pada citra Landsat tertera
pada Gambar 19.
(a) laut
(b) sungai
Gambar 18 Kenampakan air pada citra Landsat skala 1 : 50000.
(a) hutan alam
(b) hutan tanaman
Gambar 19 Kenampakan hutan pada citra Landsat skala 1 : 50000.
Kelas penggunaan lahan kawasan terbangunmerupakan kelas gabungan
areal permukiman dengan areal industri di daerah penelitian. Obyek ini memiliki
pola teratur mengikuti jalan dan sungai dan pola kurang teratur yang berbaur
dengan vegetasi. Pada areal industri, pola terlihat lebih teratur dengan bentuk
poligon yang jelas, sedangkan pada areal permukiman, pola ditunjukkan kurang
teratur dan menyebar. Pada pemukiman desa biasanya kenampakan vegetasi
masih banyak terlihat. Kawasan terbangun masih dapat terlihat jelas dengan
tone/warna
merah tua.
Biasanya
mudah diidentifikasi
dengan
melihat
bentuk‐bentuk geometri sederhana yang merupakan tanda adanya kegiatan atau
campur tangan manusia serta adanya jaringan jalan di sekitar obyek yang lebih
rapat dan teratur. Kenampakan kawasan terbangun pada citra Landsat tertera pada
Gambar 20.
55
(a) perkotaan
(b) pedesaan
Gambar 20 Kenampakan kawasan terbangun pada citra Landsat skala 1 : 50000.
Kelas penggunaan lahan kering merupakan areal pertanian berupa tanah
ladang/ tegalan dan kebun campuran. Tanaman pertanian lahan kering biasanya
ditanami tanaman tahunan dan tanaman setahun yang bercampur dengan semak/
belukar. Pada citra Landsat, tanaman ladang/ tegalan terlihat berwarna hijau agak
tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman. Kebun campuran
merupakan seluruh kawasan yang ditanami tanaman tahunan dan dengan tanaman
beranekaragam jenis. Warnanya beragam karena memiliki komposisi jenis, umur,
jarak tanaman dan ukuran (tinggi dan diameter) yang beragam. Kebun campuran
dapat diidentifikasi dari warnanya yang hijau bercampur kuning, polanya yang
tidak teratur dan teksturnya yang kasar. Kebun campuran beraksesibilitas tinggi
karena dekat dengan pemukiman, sehingga jaringan jalan di sekitar obyek ini
lebih rapat dan teratur. Semak/ belukar pada citra memiliki warna hijau
kekuningan dengan tekstur yang halus. Kenampakan lahan kering pada citra
Landsat tertera pada Gambar 21.
(a) tegalan
(b) kebun campuran
Gambar 21 Kenampakan lahan kering pada citra Landsat skala 1 : 50000.
56
Kelas penggunaan lahan perkebunan berupa areal yang ditanami oleh
tanaman perkebunan, seperti : karet, kelapa sawit dan teh. Perkebunan karet
merupakan seluruh area yang ditanami tanaman karet yang dikelola dengan pola
tanaman tertentu. Perkebunan karet pada citra memiliki warna hijau agak krem,
pola teratur dan tekstur yang halus. Perkebunan sawit merupakan seluruh area
yang ditanami tanaman sawit yang dikelola dengan pola tanaman tertentu.
Perkebunan sawit memiliki warna hijau muda dengan tone terang, tekstur halus,
dan pola yang teratur. Perkebunan teh merupakan seluruh area yang ditanami
tanaman teh yang dikelola dengan pola tanaman tertentu.Pada citra Landsat
perkebunan teh mudah dikenali dengan melihat elemen warnanya yang hijau
muda terang dan bertekstur halus.Kenampakan perkebunan pada citra Landsat
tertera pada Gambar 22.
(a) karet
(b) kelapa sawit
(c) teh
Gambar 22 Kenampakan perkebunan pada citra Landsat skala 1 : 50000.
Kelas penggunaan lahan sawah merepresentasikan pertanian padi pada
lokasi penelitian. Sawah merupakan areal yang ditutupi oleh tanaman padi dan
biasanya disebut sebagai pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang
atau irigasi. Kelas ini merupakan gabungan dari berbagai fase penutupan
(tanaman atau permukaan) yaitu sawah fase air dimana padi baru saja ditanam
dengan umur sekitar satu bulan, sawah fase vegetatif – siap panen dimana padi
berumur sekitar
dimana padi berumur 2-4 bulan, dan sawah fase bera yang
merupakan fase istirahat dimana pada areal ini hanya terdapat sisa tegakan jerami
dari padi yang sudah dipanen. Pada citra, tanaman pertanian lahan basah
ditampilkan dengan rona/warna beragam. Pada citra Landsat, sawah fase air
ditampilkan berwarna biru tua dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif
57
berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna kuning
dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna ungu kemerahan dengan
tekstur halus. Kenampakan sawah pada citra Landsat tertera pada Gambar 23.
Kelas penggunaan lahan lainnya merupakan campuran dari lahan terbuka,
padang rumput, rawa dan tambak. Lahan terbuka merupakan seluruh kenampakan
lahan tanpa atau sedikit vegetasi/ terbuka termasuk di antaranya batuan puncak
gunung, kawah vulkanik, gosong pasir, pasir pantai, lahan terbuka bekas
kebakaran, lahan bekas tambang, dan lahan terbuka untuk persiapan / pembukaan
lahan. Pada citra Landsat, lahan terbuka berwarna merah sampai dengan merah
muda. Lahan terbuka hampir serupa dengan pemukiman (tertera pada Gambar
24). Untuk dapat mengidentifikasi obyek tersebut, bentuknya yang teratur dan
juga teksturnya yang halus dapat membantu mengenali obyek lahan terbuka ini.
(a) fase air/baru ditanam
(b) fase vegetatif-siap panen
(c) fase bera
Gambar 23 Kenampakan sawah pada citra Landsat skala 1 : 50000.
Gambar 24 Kenampakan penggunaan lainnya pada citra Landsat skala 1 : 50000.
Kunci interpretasi citra merupakan panduan bagi interpreter dalam
mengidentifikasi citra yang mencakup elemen-elemen interpretasi. Interpretasi
citra dilakukan berdasarkan penilaian subjektivitas sehingga untuk mengurangi
58
subjektivitas tersebut, maka pembuatan kunci interpretasi sangat diperlukan
sebagai pedoman dalam mengidentifikasi citra.
5.1.2 Uji Hasil Interpretasi
Hasil interpretasi penggunaan lahan perlu dikaukan uji akurasi sebagai
evaluasi untuk mengetahui tingkat ketepatan klasifikasi terhadap kondisi yang
sebenarnya di lapangan. Keakuratan tersebut, meliputi : jumlah piksel area contoh
yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian, nama secara benar, dan
persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase
kesalahan total. Untuk menghitung besarnya akurasi hasil klasifikasi dapat diuji
dengan menggunakan matrik kesalahan
(confusion matrix). Analisis akurasi
dilakukan dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) yang disebut
juga matrik contingency. Akurasi klasifikasi umumnya dilakukan dengan metode
Overall accuracy. Dari matrik kontingensi tersebut selanjutnya dihitung besarnya
akurasi pembuat (producers accuracy), akurasi pengguna (users accuracy), dan
akurasi umum (overall accuracy) serta akurasi Kappa (kappa accuracy). Akurasi
hasil klasifikasi pada citra Landsat resolusi 30 m, nilai overall accuracy yang
didapatkan sebesar 90,58% dan Kappa accuracy mencapai 88,64%.
5.1.3Luas Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan yang dianalisis adalah penggunaan lahan
tahun 2000 dan tahun 2010. Untuk penggunaan lahan tahun 2000 menggunakan
peta penggunaan lahan hasil interpretasi citra Landsat skala 1:50.000, sedangkan
untuk penggunaan lahan tahun 2010 diperoleh dari hasil interpretasi visual citra
Landsat tahun 2010. Validasi penggunaan lahan dilakukan melalui pengecekan
lapangan (ground truth) dan penutupan lahan pada Google Earth dan citra Ikonos
tahun 2010sehingga diperoleh peta penggunaan lahan tahun 2010 yang dapat
dijadikan sebagai input dalam pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan
dengan CLUE-S. Peta penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi tahun 2000 dan
2010 tertera pada Tabel 11 dan Gambar 26 dan Gambar 27.
Tabel 11 menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi
didominasi oleh lahan kering dan hutan yang secara spasial menyebar hampir di
seluruh wilayah. Selama periode tahun 2000-2010, perubahan penggunaan lahan
59
terbesar terjadi pada kawasan terbangun yang mengalami peningkatan sebesar
23,9%. Perubahan penggunaan lahan terbesar lainnya adalah sawah yang
mengalami penurunan sebesar 15,8%. Grafik perubahan penggunaan lahan
disajikan pada Gambar 25.
Tabel 11 Luas Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukabumi
2000
Penggunaan Lahan
Air
ha
2010
%
ha
Perubahan
%
ha
%
4.327
1,0
4.327
1,0
0
0.0
Hutan
78.265
18,8
77.876
18,7
-389
-0,5
Kawasan Terbangun
22.318
5,4
27.652
6,6
5.334
23,9
182.974
44,0
189.225
45,5
6.251
3,4
Perkebunan
57.381
13,8
57.161
13,7
-220
-0,4
Sawah
68.985
16,6
58.060
14,0
-10.925
-15,8
Lainnya
1.861
0,4
1.810
0,4
-51
-2,7
416.111
100,0
416.111
100,0
Lahan Kering
Jumlah
Sumber : hasil analisis
Air memiliki luas penggunaan lahan 4.327 ha atau 1,0% dari luas wilayah
Kabupaten Sukabumi pada tahun 2000 dan 2010. Selama periode tahun 2000
sampai dengan tahun 2000, penggunaan lahan air tidak berubah/ tetap.
Hutan pada tahun 2000 memiliki luas sebesar 78.265 ha atau sekitar
18,8% dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi. Pada tahun 2010 luas hutan
berkurang 389 ha menjadi 77.876 ha atau sekitar 18,7%. Penurunan luas hutan
merupakan indikasi adanya kerusakan lahan terutama hutan pada kawasan
lindung, yaitu : kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.
Kawasan terbangun pada tahun 2000 memiliki luas sebesar 22.318 ha atau
sekitar 5,4% dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi. Pada tahun 2010 luas
kawasan terbangun bertambah 5.334 ha menjadi 27.652 ha atau sekitar 6,6%.
Peningkatan kawasan terbangun merupakan konsekuensi dari bertambahnya
jumlah penduduk di Kabupaten Sukabumi yang memerlukan pemukiman dan
lahan untuk aktifitas urban lainnya.
Lahan kering pada tahun 2000 memiliki luas sebesar 182.974 ha atau
sekitar 44,0% dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi. Pada tahun 2010 luas lahan
kering bertambah 6.251 ha menjadi 189.225 ha atau sekitar 45,5%. Peningkatan
60
lahan kering perlu mendapat perhatian lebih, karena pada umumnya merupakan
lahan transisi sebelum suatu lahan pertanian berubah menjadi kawasan terbangun.
Perkebunan pada tahun 2000 memiliki luas sebesar 57.381 ha atau sekitar 13,8%
dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi. Pada tahun 2010 luas perkebunan
berkurang 220 ha menjadi 57.161 ha atau sekitar 13,7%. Penurunan luas
perkebunan diduga karena adanya perubahan ke penggunaan lahan lain seperti
lahan pertanian karena pada lokasi area perkebunan juga cocok untuk areal
pertanian.
Sawah pada tahun 2000 memiliki luas sebesar 68.985 ha atau sekitar
16,6% dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi. Pada tahun 2010 luas sawah
berkurang 10.925 ha menjadi 58.060 ha atau sekitar 14,0%. Penurunan luas sawah
dapat mengakibatkan penurunan produksi beras di wilayah Kabupaten Sukabumi.
Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah agar lahan sawah tidak terus
mengalami konversi ke penggunaan lahan lain.
Penggunaan lahan lainnya pada tahun 2000 memiliki luas sebesar 1.861 ha
atau sekitar 0,4% dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi. Pada tahun 2010 luas
penggunaan lahan lainnya berkurang 51 ha menjadi 1.810 ha atau sekitar 0,4%.
Penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Gambar 25 dan
Gambar 26.
30,0
Air
23,9
25,0
Hutan
Persentase Perubahan
20,0
Kawasan
Terbangun
Lahan Kering
15,0
10,0
5,0
Perkebunan
3,4
0,0
Sawah
0,0
-5,0
-0,5
-0,4
-2,7
Lainnya
-10,0
-15,0
-20,0
-15,8
Gambar 25 Grafik perubahan penggunaan lahan periode 2000-2010
61
Gambar 26 Penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi tahun 2000
62
Gambar 27 Penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi tahun 2010
Luas perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi tahun 2000-2010
disajikan pada Tabel 12.
63
Tabel 12 Matriks perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2010
Penggunaan
Lahan
Tahun 2000
(ha)
Air
Penggunaan Lahan Tahun 2010 (ha)
Air
Hutan
Lahan
Kering
Perkebunan
Sawah
Lainnya
4.327
Hutan
Kawasan
Terbangun
Lahan
Kering
1.359
18
78.265
22.318
988
4.327
Jumlah
4.327
76.888
Perkebunan
Sawah
Lainnya
Jumlah
Kawasan
Terbangun
77.876
2.171
22.318
174.935
402
2.714
47
12.931
27.652
189.225
56.555
588
57.161
4.880
182.974
424
52.752
4
1.810
57.381
68.985
1.861
58.060
1.810
416.111
Sumber : hasil analisis
Selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, penggunaan lahan
air tidak berubah/ tetap.Hutan selama periode 2000 sampai 2010 mengalami
perubahan menjadi lahan kering sebesar 1.359 ha dan perkebunan sebesar 18 ha.
Dalam periode tersebut luas hutan juga mengalami peningkatan dari lahan kering
sebesar 988 ha. Namun demikian, laju penurunan luas hutan tidak sebanding
dengan peningkatannya, sehingga luas hutan pada tahun 2010 berkurang menjadi
77.876 ha. Adanya penurunan luas hutan menjadi lahan kering perlu mendapat
perhatian pemerintah agar kondisinya tidak semakin rusak, terutama pada
kawasan lindung hutan. Upaya penyuluhan kepada masyarakat sekitar dan upaya
restorasi hutan pada kawasan lindung hutan akan memulihkan kembali fungsi dari
kawasan lindung hutan sebagai penyangga kehidupan.
Lahan kering selama periode 2000 sampai 2010 mengalami penurunan
menjadi kawasan terbangun sebesar 2.171 ha, hutan sebesar 988 ha dan sawah
sebesar 4.880 ha. Selain penurunan, lahan kering juga mengalami peningkatan
yang berasal dari hutan sebesar 1.359 ha dan sawah sebesar 12.931 ha.
Peningkatan lahan kering yang berasal dari lahan sawah perlu mendapat
perhatian, karena umumnya merupakan lahan transisi sebelum berubah ke
penggunaan lahan lain.
Sawah selama periode 2000 sampai 2010 mengalami penurunan menjadi
kawasan terbangun sebesar 2.714 ha, lahan kering sebesar 12.931
ha dan
perkebunan sebesar 588 ha. Selain penurunan, sawah juga mengalami
64
peningkatan yang berasal dari lahan kering sebesar 4.880 ha, perkebunan 424 ha
dan lainnya sebesar 4 ha. Adanya penurunan luas lahan sawah ini akan
menurunkan produksi beras di Kabupaten Sukabumi.
Kawasan terbangun selama periode 2000 sampai 2010 mengalami
peningkatan yang berasal dari lahan kering sebesar 2.171 ha, perkebunan sebesar
402 ha, sawah sebesar 2.714 ha dan lainnya 47 ha. Peningkatan kawasan
terbangun dari lahan sawah mempunyai luasan terbesar karena lahan sawah
umumnya mempunyai aksesibilitas yang baik dan dekat dengan pemukiman,
sehingga menjadi lahan yang paling mudah dikonversi menjadi kawasan
terbangun. Pada umumnya lahan sawah sebelum dikonversi menjadi lahan
terbangun akan mengalami transisi terlebih dahulu menjadi lahan kering, baru
kemudian berubah lagi menjadi lahan terbangun. Adanya peningkatan kawasan
terbangun dari lahan sawah perlu mendapat perhatian pemerintah agar produksi
beras tidak menurun yang dalam jangka panjang akan berakibat pada kerawanan
pangan.
5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan
penggunaan
lahan
yang
dianalisis
adalah
perubahan
penggunaan lahan hutan menjadi pertanian dan perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi kawasan terbangun pada periode tahun 2000 sampai dengan
tahun 2010.
Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dianalisis
melalui regresi logistik biner. Analisis regresi logistik biner dilakukan dengan
metode bertatar (stepwise). Hasil regresi logistik diuji ketepatannya dengan
metode ROC (Relative Operating Characteristics) dengan nilai antara 0,5 – 1,0.
Jumlah titik raster yang dianalisis adalah 416.111 titik.
5.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan
Menjadi Lahan Pertanian
Jumlah titik raster perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian
adalah 1.434 titik dari keseluruhan 416.111 titik. Luas wilayahnya sekitar 1.434
ha. Tabel 13 memperlihatkan dari 11 variabel bebas yang dianalisis menggunakan
regresi logistik, terdapat 10 variabel yang dinyatakan signifikan mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian. Variabel bebas yang
65
mempengaruhi peluang meningkatnya perubahan penggunaan lahan hutan
menjadi lahan pertanian adalah elevasi, kelerengan, curah hujan, jarak ke kota
terdekat dan jarak ke sungai.
Variabel yang mempengaruhi peluang terbesar perubahan penggunaan
lahan hutan menjadi pertanian adalah jarak ke kota terdekat, karena lokasi hutan
yang umumnya berada jauh dari jalan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Exp (β)
yang tertinggi, yaitu 1,990.
Tabel 13 Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan hutan menjadi pertanian
Variabel
β
Sig.
Exp (β)
Kepadatan Tenaga Kerja Pertanian
Formasi Geologi
Jenis Tanah
Elevasi
-0,599
-0,042
-0,214
0,193
0,000
0,003
0,000
0,003
0,490
0,959
0,808
1,213
Kelerengan
Curah Hujan
Jarak ke Jalan
Jarak ke Pusat Kota
0,418
0,253
-0,415
-0,271
0,000
0,000
0,000
0,000
1,519
1,288
0,660
0,763
Jarak ke Kota Terdekat
Jarak ke Sungai
Konstanta
Akurasi ROC
0,688
0,250
-1,173
0,756
0,000
0,000
0,007
1,990
1,285
0,448
Sumber : hasil analisis
Variabel yang memiliki nilai koefisien (β) terbesar dan bernilai positif yaitu
variabel jarak dari kota terdekat, dalam hal ini jarak ke kota kecamatan. Variabel
ini mempunyai kelas jarak terdekat sampai dengan kelas terjauh dengan kota
kecamatan. Berdasarkan perhitungan regresi logistik, kemungkinan terjadinya
perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian berada pada lokasi yang jauh kota.
Kedekatan lokasi hutan dengan kota tidak selalu menjadikan hutan berubah
menjadi lahan pertanian. Namun demikian, secara umum jarak kota mempunyai
pengaruh yang menyebabkan perubahan hutan menjadi pertanian. Nilai akurasi
hasil regresi logistik didapatkan 0,756. Hal ini berarti bahwa variabel bebas
tersebut diatas secara statistik dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
perubahan lahan hutan menjadi pertanian.
66
5.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian
Menjadi Kawasan Terbangun
Jumlah titik raster perubahan penggunaan lahan lahan pertanian menjadi
kawasan terbangun adalah 5.286 titik dari keseluruhan 416.111 titik. Luas
wilayahnya sekitar 5.286 ha. Tabel 14 memperlihatkan dari 11 variabel bebas
yang dianalisis menggunakan regresi logistik, terdapat 4 variabel yang dinyatakan
signifikan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
kawasan terbangun. Variabel bebas yang mempengaruhi perubahan penggunaan
lahan pertanian menjadi kawasan terbangun adalah kepadatan penduduk, elevasi,
kelerengan dan jarak ke kota terdekat.
Variabel yang mempengaruhi peluang terbesar perubahan penggunaan lahan
pertanian menjadi kawasan terbangun adalah kepadatan penduduk, karena adanya
pertumbuhan penduduk akan membutuhkan lahan untuk dibangun pemukiman
dan aktifitas urban lainnya.
Tabel
14 Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan pertanian menjadi
kawasan terbangun
Variabel
Kepadatan penduduk
Elevasi
Kelerengan
Jarak ke Kota Terdekat
Konstanta
Akurasi ROC
β
0,651
-0,751
-0,545
-0,765
0,242
0,858
Sig.
0,000
0,006
0,047
0,005
0,828
Exp (β)
1,917
0,472
0,580
0,466
0,274
Sumber : hasil analisis
Variabel yang memiliki nilai koefisien (β) terbesar dan bernilai positif
yaitu variabel kepadatan penduduk. Variabel ini mempunyai kelas dari kepaatan
penduduk per desa yang paling sedikit hingga kepadatan penduduk per desa yang
paling besar. Berdasarkan perhitungan regresi logistik, kemungkinan terjadinya
perubahan lahan pertanian menjadi kawasan terbangun berada pada lokasi yang
memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan
dasar penduduk yang membutuhkan tempat tinggal, lahan usaha dan aksesibilitas.
Dengan demikian, pengendalian jumlah penduduk perlu mendapat perhatian
pemerintah dalam rangka pengendalian peningkatan kebutuhan kawasan
terbangun.
67
Nilai akurasi hasil regresi logistik didapatkan 0,856. Hal ini berarti bahwa
variabel bebas tersebut diatas secara statistik dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi perubahan lahan hutan menjadi pertanian.
5.3 Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan
Pemodelan spasial dengan program CLUE-S memerlukan skenario yang
ditentukan berdasarkan pada kebutuhan. Skenario yang digunakan berdasarkan
pada modul kebutuhan penggunaan lahan (demand modul) dan modul kebijakan
spasial dan pembatasan area (spatial policy and area restrictions). Modul
kebutuhan lahan dalam program CLUE-S merupakan tabel time series untuk
kebutuhan setiap penggunaan lahan menggunakan asumsi laju perubahan
penggunaan lahan tahun sebelumnya, yaitu : laju perubahan penggunaan lahan
tahun 2000-2010.
Skenario yang digunakan dalam model spasial perubahan penggunaan
lahan merupakan kombinasi dari modul kebutuhan penggunaan lahan dan
modul kebijakan spasial dan pembatasan area. Berdasarkan kombinasi
tersebut, maka skenario yang dibangun terdiri atas 8 skenario, yaitu : (1)
skenario laju alami, (2) skenario restorasi hutan pada kawasan lindung, (3)
skenario lahan sawah tidak terkonversi pada pertanian lahan basah, (4) skenario
pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah, (5)
skenario restorasi hutan pada kawasan lindung dan lahan sawah tidak
terkonversi pada pertanian lahan basah secara bersamaan, (6) skenario
restorasi hutan pada kawasan lindung dan pencetakan lahan sawah baru pada
lokasi peruntukkan pertanian lahan basah secara bersamaan, (7) skenario lahan
sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan
pertanian lahan basah secara bersamaan, (8)skenario restorasi hutan pada
kawasan lindung, lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah
baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah secara bersamaan. Delapan
skenario tersebut digunakan untuk memprediksi penggunaan lahan tahun 2032,
Skenario
1
mengasumsikan
bahwa
mempunyai
laju
perubahan
penggunaan lahan yang sama dengan perubahan panggunaan lahan sebelumnya,
dalam hal ini laju perubahan penggunaan lahan antara tahun 2000 dan 2010 tanpa
adanya pembatasan area. Skenario 2 mengasumsikan bahwa perubahan lahan
68
kering, perkebunan dan sawah di kawasan hutan pada kawasan lindung menjadi
hutan kembali. Skenario 3 mengasumsikan sawah yang berada pada kawasan
pertanian lahan basah tidak mengalami perubahan. Skenario 4 mengasumsikan
adanya penambahan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan
basah. Skenario 5 mengasumsikan bahwa perubahan lahan kering, perkebunan
dan sawah di kawasan lindung menjadi hutan kembali dan sawah yang berada
pada kawasan pertanian lahan basah tidak mengalami perubahan. Skenario 6
mengasumsikan bahwa perubahan lahan kering dan sawah di kawasan lindung
hutan menjadi hutan kembali dan adanya penambahan lahan sawah baru pada
lokasi peruntukan pertanian lahan basah. Skenario 7 mengasumsikan bahwa
sawah yang berada pada kawasan pertanian lahan basah tidak mengalami
perubahan dan adanya penambahan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan
pertanian lahan basah. Skenario 8 mengasumsikan bahwa perubahan lahan kering,
perkebunan dan sawah dihutan pada kawasan lindung menjadi hutan kembali,
sawah yang berada pada kawasan pertanian lahan basah tidak mengalami
perubahan dan adanya penambahan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan
pertanian lahan basah.
5.3.1 Kebutuhan Penggunaan Lahan
Kebutuhan penggunaan lahan merupakan data demand modul yang
dibutuhkan untuk simulasi CLUE-S. Kebutuhan penggunaan lahan terdiri atas
perubahan kebutuhan tiap penggunaan lahan per tahun. Data kebutuhan
penggunaan lahan tahun 2000-2010 didapatkan dari luas setiap jenis penggunaan
lahan Kabupaten Sukabumi tahun 2000. Laju perubahan lahan per tahun
didapatkan dari selisih luas penggunaan lahan tahun 2000 dan 2010 dibagi
interval waktu per tahun. Luas masing-masing penggunaan lahan pada tahun 2001
sampai dengan tahun 2009 pada Tabel 15 adalah luas penggunaan lahan dengan
perbedaan laju perubahan penggunaan lahan per tahun. Data kebutuhan
penggunaan lahan tahun 2000-2010 disimpan dalam
digunakan saat simulasi.
file demand.in0 yang
69
Tabel 15 Kebutuhan penggunaan lahan periode tahun 2000-2010 (demand.in0)
Penggunaan Lahan (ha)
Tahun
Air
Hutan
Kawasan
Lahan
Terbangun
Kering
Perkebunan
Sawah
Lainnya
2000
4.327
78.265
22.318
182.974
57.381
68.985
1.861
2001
4.327
78.226
22.851
183.599
57.359
67.893
1.856
2002
4.327
78.187
23.385
184.224
57.337
66.800
1.851
2003
4.327
78.148
23.918
184.849
57.315
65.708
1.846
2004
4.327
78.109
24.452
185.474
57.293
64.615
1.841
2005
4.327
78.071
24.985
186.100
57.271
63.523
1.836
2006
4.327
78.032
25.518
186.725
57.249
62.430
1.830
2007
4.327
77.993
26.052
187.350
57.227
61.338
1.825
2008
4.327
77.954
26.585
187.975
57.205
60.245
1.820
2009
4.327
77.915
27.119
188.600
57.183
59.153
1.815
2010
4.327
77.876
27.652
189.225
57.161
58.060
1.810
Sumber : hasil analisis
Data kebutuhan penggunaan lahan tahun 2010-2032 didapatkan dari luas
masing-masing jenis penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi tahun 2010 dengan
menggunakan delapan skenario.Laju perubahan lahan per tahun didapatkan dari
selisih luas penggunaan lahan tahun 2000 dan 2010 dibagi interval waktu per
tahun. Data kebutuhan penggunaan lahan tahun 2010-2032 disimpan dalam
filedemand.in* yang digunakan saat simulasi. Tanda * merupakan angka urutan
skenario.Dengan demikian untuk kebutuhan penggunaan lahan tahun 2010-2032
disimpan dalam delapan file demand.in*, berdasarkan urutan skenarionya.
Luas penggunaan lahan skenario 1 pada file demand.in1 didapatkan dari
penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang berubah per tahun sesuai laju
perubahan lahan tahun 2000-2010. Luas penggunaan lahan kemudian dihitung
berdasarkan laju perubahan penggunaan tersebut sampai dengan tahun 2032.
Tahun 2032 adalah tahun tujuan akhir simulasi penggunaan lahan untuk kemudian
dibandingkan dengan peta rencana tata ruang wilayah yang direncanakan pada
periode tahun 2012-2032. Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in1)
tertera pada Tabel 16.
70
Tabel 16 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in1)
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
Air
Hutan
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
77.876
77.837
77.798
77.759
77.720
77.682
77.643
77.604
77.565
77.526
77.487
77.448
77.409
77.370
77.331
77.293
77.254
77.215
77.176
77.137
77.098
77.059
77.020
Penggunaan Lahan (ha)
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun
Kering
27.652
189.225
57.161
28.185
189.850
57.139
28.719
190.475
57.117
29.252
191.100
57.095
29.786
191.725
57.073
30.319
192.351
57.051
30.852
192.976
57.029
31.386
193.601
57.007
31.919
194.226
56.985
32.453
194.851
56.963
32.986
195.476
56.941
33.519
196.101
56.919
34.053
196.726
56.897
34.586
197.351
56.875
35.120
197.976
56.853
35.653
198.602
56.831
36.186
199.227
56.809
36.720
199.852
56.787
37.253
200.477
56.765
37.787
201.102
56.743
38.320
201.727
56.721
38.853
202.352
56.699
39.387
202.977
56.677
Sawah
Lainnya
58.060
56.968
55.875
54.783
53.690
52.598
51.505
50.413
49.320
48.228
47.135
46.043
44.950
43.858
42.765
41.673
40.580
39.488
38.395
37.303
36.210
35.118
34.025
1.810
1.805
1.800
1.795
1.790
1.785
1.779
1.774
1.769
1.764
1.759
1.754
1.749
1.744
1.739
1.734
1.728
1.723
1.718
1.713
1.708
1.703
1.698
Sumber : hasil analisis
Luas kebutuhan penggunaan lahan skenario 2 pada file demand.in2
didapatkan dari penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang berubah per tahun
dengan asumsi adanya penambahan luasan hutan yang berasal dari lahan kering
seluas 8.159 ha, perkebunan seluas 490 ha dan sawah seluas 962 ha di hutan pada
kawasan lindung dengan total luas 9.611 ha menjadi hutan kembali. Luas hutan
pada tahun 2032 bertambah 9.611 ha menjadi 86.631 ha. Luas penggunaan lahan
yang berkurang apabila dibandingkan dengan kebutuhan penggunaan lahan
skenario 1 adalah lahan kering menjadi 199.525 ha, perkebunan menjadi 56.555
ha, sawah menjadi 962 ha dan penggunaan lahan lainnya menjadi 1.698 ha.
Penggunaan lahan air dan kawasan terbangun diasumsikan tetap. Luas
penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in2) tertera pada Tabel 17.
71
Tabel 17 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in2)
Tahun
Air
Hutan
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
77.876
78.274
78.672
79.070
79.468
79.866
80.264
80.662
81.060
81.458
81.856
82.254
82.652
83.050
83.447
83.845
84.243
84.641
85.039
85.437
85.835
86.233
2032
4.327
86.631
Penggunaan Lahan (ha)
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun
Kering
27.652
189.225
57.161
28.185
189.693
57.133
28.719
190.161
57.106
29.252
190.630
57.078
29.786
191.098
57.051
30.319
191.566
57.023
30.852
192.034
56.996
31.386
192.502
56.968
31.919
192.970
56.941
32.453
193.439
56.913
32.986
193.907
56.886
33.519
194.375
56.858
34.053
194.843
56.831
34.586
195.311
56.803
35.120
195.780
56.776
35.653
196.248
56.748
36.186
196.716
56.721
36.720
197.184
56.693
37.253
197.652
56.666
37.787
198.120
56.638
38.320
198.589
56.611
38.853
199.057
56.583
39.387
199.525
56.555
Sawah
Lainnya
58.060
56.693
55.326
53.959
52.592
51.225
49.858
48.492
47.125
45.758
44.391
43.024
41.657
40.290
38.923
37.556
36.189
34.822
33.455
32.089
30.722
29.355
1.810
1.805
1.800
1.795
1.790
1.785
1.779
1.774
1.769
1.764
1.759
1.754
1.749
1.744
1.739
1.734
1.728
1.723
1.718
1.713
1.708
1.703
27.988
1.698
Sumber : hasil analisis
Luas kebutuhan penggunaan lahan skenario 3 pada file demand.in3
didapatkan dari penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang berubah per tahun
dengan asumsi sawah yang berada pada kawasan pertanian lahan basah seluas
26.811 ha tidak mengalami perubahan. Luas sawah pada tahun 2032 bertambah
menjadi 47.198 ha. Luas penggunaan lahan yang berkurang apabila dibandingkan
dengan kebutuhan penggunaan lahan skenario 1 adalah hutan menjadi 76.146 ha,
lahan kering menjadi 191.101 ha, perkebunan menjadi 56.255 ha, dan penggunaan
lahan lainnya menjadi 1.698 ha. Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032
(demand.in3) tertera pada Tabel 18.
72
Tabel 18 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in3)
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
Air
Hutan
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
77.876
77.797
77.719
77.640
77.561
77.483
77.404
77.325
77.247
77.168
77.089
77.011
76.932
76.853
76.775
76.696
76.617
76.539
76.460
76.381
76.303
76.224
76.146
Penggunaan Lahan (ha)
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun
Kering
27.652
189.225
57.161
28.185
189.310
57.120
28.719
189.396
57.079
29.252
189.481
57.037
29.786
189.566
56.996
30.319
189.651
56.955
30.852
189.737
56.914
31.386
189.822
56.873
31.919
189.907
56.831
32.453
189.993
56.790
32.986
190.078
56.749
33.519
190.163
56.708
34.053
190.249
56.667
34.586
190.334
56.625
35.120
190.419
56.584
35.653
190.504
56.543
36.186
190.590
56.502
36.720
190.675
56.461
37.253
190.760
56.419
37.787
190.846
56.378
38.320
190.931
56.337
38.853
191.016
56.296
39.387
191.101
56.255
Sawah
Lainnya
58.060
57.566
57.073
56.579
56.085
55.591
55.098
54.604
54.110
53.616
53.123
52.629
52.135
51.641
51.148
50.654
50.160
49.667
49.173
48.679
48.185
47.692
47.198
1.810
1.805
1.800
1.795
1.790
1.785
1.779
1.774
1.769
1.764
1.759
1.754
1.749
1.744
1.739
1.734
1.728
1.723
1.718
1.713
1.708
1.703
1.698
Sumber : hasil analisis
Luas kebutuhan penggunaan lahan skenario 4 pada file demand.in4
didapatkan dari penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang berubah per tahun
dengan asumsi penambahan lahan sawah baru seluas 14.995 ha pada lokasi
peruntukan pertanian lahan basah. Luas sawah pada tahun 2032 bertambah
menjadi 49.020 ha. Luas penggunaan lahan yang berkurang apabila dibandingkan
dengan kebutuhan penggunaan lahan skenario 1 adalah hutan menjadi 76.025 ha,
lahan kering menjadi
189.541 ha, perkebunan menjadi 56.114 ha, dan
penggunaan lahan lainnya menjadi 1.698 ha. Luas penggunaan lahan tahun 20102032 (demand.in4) tertera pada Tabel 19.
73
Tabel 19 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in4)
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
Air
Hutan
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
77.876
77.792
77.708
77.624
77.539
77.455
77.371
77.287
77.203
77.119
77.034
76.950
76.866
76.782
76.698
76.614
76.529
76.445
76.361
76.277
76.193
76.109
76.025
Penggunaan Lahan (ha)
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun
Kering
27.652
189.225
57.161
28.185
189.239
57.113
28.719
189.254
57.066
29.252
189.268
57.018
29.786
189.282
56.971
30.319
189.297
56.923
30.852
189.311
56.876
31.386
189.325
56.828
31.919
189.340
56.780
32.453
189.354
56.733
32.986
189.368
56.685
33.519
189.383
56.638
34.053
189.397
56.590
34.586
189.412
56.542
35.120
189.426
56.495
35.653
189.440
56.447
36.186
189.455
56.400
36.720
189.469
56.352
37.253
189.483
56.305
37.787
189.498
56.257
38.320
189.512
56.209
38.853
189.526
56.162
39.387
189.541
56.114
Sawah
58.060
57.649
57.238
56.827
56.416
56.005
55.595
55.184
54.773
54.362
53.951
53.540
53.129
52.718
52.307
51.896
51.485
51.075
50.664
50.253
49.842
49.431
49.020
Lainnya
1.810
1.805
1.800
1.795
1.790
1.785
1.779
1.774
1.769
1.764
1.759
1.754
1.749
1.744
1.739
1.734
1.728
1.723
1.718
1.713
1.708
1.703
1.698
Sumber : hasil analisis
Luas kebutuhan penggunaan lahan skenario 5 pada file demand.in5
didapatkan dari penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang berubah per tahun
dengan asumsi adanya penambahan luasan hutan yang berasal dari lahan kering
seluas 8.159 ha, perkebunan seluas 490 ha dan sawah seluas 962 ha di kawasan
lindung hutan dengan total luas 9.611 ha menjadi hutan kembali dan sawah yang
berada pada kawasan pertanian lahan basah seluas 26.811 ha tidak mengalami
perubahan. Luas penggunaan lahan yang bertambah pada tahun 2032 adalah hutan
menjadi 86.631 ha dan sawah menjadi 47.198 ha. Luas penggunaan lahan yang
berkurang apabila dibandingkan dengan kebutuhan penggunaan lahan skenario 1
adalah lahan kering menjadi 180.968 ha dan perkebunan menjadi 55.902 ha. Luas
penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in5) tertera pada Tabel 20.
74
Tabel 20 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in5)
Tahun
Penggunaan Lahan (ha)
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun
Kering
27.652
189.225
57.161
Air
Hutan
Sawah
Lainnya
2010
4.327
77.876
2011
4.327
78.274
28.185
188.850
57.104
58.060
1.810
57.566
1.805
2012
4.327
78.672
28.719
188.474
57.047
57.073
1.800
2013
4.327
79.070
29.252
188.099
56.989
56.579
1.795
2014
4.327
79.468
29.786
187.724
56.932
56.085
1.790
2015
4.327
79.866
30.319
187.348
56.875
55.591
1.785
2016
4.327
80.264
30.852
186.973
56.818
55.098
1.779
2017
4.327
80.662
31.386
186.598
56.761
54.604
1.774
2018
4.327
81.060
31.919
186.222
56.703
54.110
1.769
2019
4.327
81.458
32.453
185.847
56.646
53.616
1.764
2020
4.327
81.856
32.986
185.472
56.589
53.123
1.759
2021
4.327
82.254
33.519
185.096
56.532
52.629
1.754
2022
4.327
82.652
34.053
184.721
56.474
52.135
1.749
2023
4.327
83.050
34.586
184.346
56.417
51.641
1.744
2024
4.327
83.447
35.120
183.971
56.360
51.148
1.739
2025
4.327
83.845
35.653
183.595
56.303
50.654
1.734
2026
4.327
84.243
36.186
183.220
56.246
50.160
1.728
2027
4.327
84.641
36.720
182.845
56.188
49.667
1.723
2028
4.327
85.039
37.253
182.469
56.131
49.173
1.718
2029
4.327
85.437
37.787
182.094
56.074
48.679
1.713
2030
4.327
85.835
38.320
181.719
56.017
48.185
1.708
2031
4.327
86.233
38.853
181.343
55.960
47.692
1.703
2032
4.327
86.631
39.387
180.968
55.902
47.198
1.698
Sumber : hasil analisis
Luas kebutuhan penggunaan lahan skenario 6 pada file demand.in6
didapatkan dari penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang berubah per tahun
dengan asumsi adanya penambahan luasan hutan yang berasal dari lahan kering
seluas 8.159 ha, perkebunan seluas 490 ha dan sawah seluas 962 ha dengan total
luas 9.611 ha menjadi hutan kembali dan penambahan lahan sawah baru seluas
14.995 ha pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah. Luas penggunaan lahan
yang bertambah pada tahun 2032 adalah hutan menjadi 86.631 ha dan sawah
menjadi 49.020 ha. Luas penggunaan lahan yang berkurang apabila dibandingkan
dengan kebutuhan penggunaan lahan skenario 1 adalah lahan kering menjadi
75
179.208 ha dan perkebunan menjadi 55.840 ha, dan penggunaan lahan lainnya
menjadi 1.698 ha. Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in6) tertera
pada Tabel 21.
Tabel 21 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in6)
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
Air
Hutan
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
4.327
77.876
78.274
78.672
79.070
79.468
79.866
80.264
80.662
81.060
81.458
81.856
82.254
82.652
83.050
83.447
83.845
84.243
84.641
85.039
85.437
85.835
86.233
86.631
Penggunaan Lahan (ha)
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun
Kering
27.652
189.225
57.161
28.185
188.770
57.101
28.719
188.314
57.041
29.252
187.859
56.981
29.786
187.404
56.921
30.319
186.948
56.861
30.852
186.493
56.801
31.386
186.038
56.741
31.919
185.582
56.681
32.453
185.127
56.621
32.986
184.672
56.561
33.519
184.216
56.501
34.053
183.761
56.441
34.586
183.306
56.381
35.120
182.850
56.321
35.653
182.395
56.261
36.186
181.940
56.201
36.720
181.484
56.141
37.253
181.029
56.081
37.787
180.574
56.021
38.320
180.118
55.961
38.853
179.663
55.900
39.387
179.208
55.840
Sawah
Lainnya
58.060
57.649
57.238
56.827
56.416
56.005
55.595
55.184
54.773
54.362
53.951
53.540
53.129
52.718
52.307
51.896
51.485
51.075
50.664
50.253
49.842
49.431
49.020
1.810
1.805
1.800
1.795
1.790
1.785
1.779
1.774
1.769
1.764
1.759
1.754
1.749
1.744
1.739
1.734
1.728
1.723
1.718
1.713
1.708
1.703
1.698
Sumber : hasil analisis
Luas kebutuhan penggunaan lahan skenario 7 pada file demand.in7
didapatkan dari penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang berubah per tahun
dengan asumsi sawah yang berada pada kawasan pertanian lahan basah seluas
26.811 ha tidak mengalami perubahan dan penambahan lahan sawah baru seluas
14.995 ha pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah. Luas penggunaan lahan
yang bertambah pada tahun 2032 adalah sawah menjadi 62.193 ha. Luas
penggunaan lahan yang berkurang apabila dibandingkan dengan kebutuhan
penggunaan lahan skenario 1 adalah hutan menjadi 75.423 ha, lahan kering
76
menjadi 177.310 ha dan perkebunan menjadi 55.774 ha. Luas penggunaan lahan
tahun 2010-2032 (demand.in7) tertera pada Tabel 22.
Tabel 22 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in7)
Tahun
Penggunaan Lahan (ha)
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun
Kering
27.652
189.225
57.161
Air
Hutan
Sawah
Lainnya
2010
4.327
77.876
58.060
1.810
2011
2012
2013
2014
4.327
4.327
4.327
4.327
77.764
77.653
77.541
77.430
28.185
28.719
29.252
29.786
188.683
188.142
187.600
187.059
57.098
57.035
56.972
56.909
58.248
58.436
58.624
58.811
1.805
1.800
1.795
1.790
2015
2016
2017
2018
4.327
4.327
4.327
4.327
77.318
77.207
77.095
76.984
30.319
30.852
31.386
31.919
186.517
185.975
185.434
184.892
56.846
56.783
56.720
56.657
58.999
59.187
59.375
59.563
1.785
1.779
1.774
1.769
2019
2020
2021
2022
4.327
4.327
4.327
4.327
76.872
76.761
76.649
76.538
32.453
32.986
33.519
34.053
184.351
183.809
183.267
182.726
56.593
56.530
56.467
56.404
59.751
59.939
60.127
60.314
1.764
1.759
1.754
1.749
2023
2024
2025
2026
4.327
4.327
4.327
4.327
76.426
76.315
76.203
76.092
34.586
35.120
35.653
36.186
182.184
181.643
181.101
180.560
56.341
56.278
56.215
56.152
60.502
60.690
60.878
61.066
1.744
1.739
1.734
1.728
2027
2028
2029
2030
4.327
4.327
4.327
4.327
75.980
75.869
75.757
75.646
36.720
37.253
37.787
38.320
180.018
179.476
178.935
178.393
56.089
56.026
55.963
55.900
61.254
61.442
61.629
61.817
1.723
1.718
1.713
1.708
2031
2032
4.327
4.327
75.534
75.423
38.853
39.387
177.852
177.310
55.837
55.774
62.005
62.193
1.703
1.698
Sumber : hasil analisis
Luas kebutuhan penggunaan lahan skenario 8 pada file demand.in8
didapatkan dari penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang berubah per tahun
dengan asumsi adanya penambahan luasan hutan yang berasal dari lahan kering
seluas 8.159 ha, perkebunan seluas 490 ha dan sawah seluas 962 ha di kawasan
lindung hutan dengan total luas 9.611 ha menjadi hutan kembali, sawah yang
berada pada kawasan pertanian lahan basah seluas 26.811 ha tidak mengalami
perubahan dan penambahan lahan sawah baru seluas 14.995 ha pada lokasi
peruntukan pertanian lahan basah. Luas penggunaan lahan yang bertambah pada
tahun 2032 adalah hutan menjadi 86.631 dan sawah menjadi 62.193 ha. Luas
77
penggunaan lahan yang berkurang apabila dibandingkan dengan kebutuhan
penggunaan lahan skenario 1 adalah lahan kering menjadi
166.483 ha dan
perkebunan menjadi 55.393 ha. Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032
(demand.in8) tertera pada Tabel 23.
Tabel 23 Luas penggunaan lahan tahun 2010-2032 (demand.in8)
Tahun
Penggunaan Lahan (ha)
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun
Kering
27.652
189.225
57.161
Air
Hutan
Sawah
Lainnya
2010
4.327
77.876
58.060
1.810
2011
4.327
78.274
28.185
188.191
57.081
58.248
1.805
2012
4.327
78.672
28.719
187.158
57.000
58.436
1.800
2013
4.327
79.070
29.252
186.124
56.920
58.624
1.795
2014
4.327
79.468
29.786
185.090
56.839
58.811
1.790
2015
4.327
79.866
30.319
184.056
56.759
58.999
1.785
2016
4.327
80.264
30.852
183.023
56.679
59.187
1.779
2017
4.327
80.662
31.386
181.989
56.598
59.375
1.774
2018
4.327
81.060
31.919
180.955
56.518
59.563
1.769
2019
4.327
81.458
32.453
179.921
56.438
59.751
1.764
2020
4.327
81.856
32.986
178.888
56.357
59.939
1.759
2021
4.327
82.254
33.519
177.854
56.277
60.127
1.754
2022
4.327
82.652
34.053
176.820
56.196
60.314
1.749
2023
4.327
83.050
34.586
175.786
56.116
60.502
1.744
2024
4.327
83.447
35.120
174.753
56.036
60.690
1.739
2025
4.327
83.845
35.653
173.719
55.955
60.878
1.734
2026
4.327
84.243
36.186
172.685
55.875
61.066
1.728
2027
4.327
84.641
36.720
171.651
55.795
61.254
1.723
2028
4.327
85.039
37.253
170.618
55.714
61.442
1.718
2029
4.327
85.437
37.787
169.584
55.634
61.629
1.713
2030
4.327
85.835
38.320
168.550
55.553
61.817
1.708
2031
4.327
86.233
38.853
167.516
55.473
62.005
1.703
2032
4.327
86.631
39.387
166.483
55.393
62.193
1.698
Sumber : hasil analisis
Tabel 24 menunjukkan perbandingan luas kebutuhan penggunaan lahan
prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario. Apabila dibandingkan dengan tahun
2010, kebutuhan penggunaan lahan prediksi tahun 2032 dengan skenario laju
alami, terdapat penggunaan lahan yang meningkat luas lahannya, yaitu : kawasan
terbangun menjadi 9,5% dan lahan kering menjadi 48,8% dan terdapat
78
penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas lahan, yaitu : hutan menjadi
8,5%, perkebunan menjadi 13,6% dan sawah 8,2%. Dengan skenario restorasi
hutan pada kawasan lindung ( skenario 2, 4, 5 dan 8) akan terjadi peningkatan luas
kebutuhan lahan hutan menjadi 20,8% dan dengan skenario larangan konversi
sawah dan pencetakan sawah baru pada peruntukan pertanian lahan basah akan
terjadi peningkatan luas kebutuhan lahan sawah menjadi 14,9%.
Tabel
24 Persentasi luas kebutuhan penggunaan lahan prediksi tahun 2032
berdasarkan skenario
Jenis Penggunaan
Tahun
Lahan
2010
Air
Hutan
Kawasan
Terbangun
Lahan Kering
Perkebunan
Sawah
Lainnya
Jumlah
1
1,0 1,0
18,7 18,5
6,6 9,5
45,5 48,8
13,7 13,6
14,0 8,2
0,4 0,4
100,0 100,0
Luas Penggunaan Lahan (%)
Prediksi Tahun 2032 Berdasarkan skenario
2
3
4
5
6
7
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
1,0
20,8
18,3
18,3
20,8
20,8
18,1
9,5
9,5
9,5
9,5
9,5
9,5
47,9
13,6
6,7
0,4
100,0
45,9
13,5
11,3
0,4
100,0
45,6
13,5
11,8
0,4
100,0
43,5
13,4
11,3
0,4
100,0
43,1
13,4
11,8
0,4
100,0
42,6
13,4
14,9
0,4
100,0
8
1,0
20,8
9,5
40,0
13,3
14,9
0,4
100,0
Sumber : hasil analisis
5.3.2 Kesesuaian lokasi penggunaan lahan
Kesesuaian lokasi penggunaan lahan tiap sel adalah nilai peluang
perubahan penggunaan lahan di tiap sel berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi tiap jenis penggunaan lahan. Kesesuaian lokasi penggunaan lahan
tiap sel didapatkan dari hasil regresi logistik biner untuk tiap jenis penggunaan
lahan. Nilai koefisien hasil regresi logistik disimpan dalam file alloc1.reg yang
digunakan pada saat simulasi untuk menghitung luas probabilistik penggunaan
lahan dan alokasi penggunaan lahan tiap sel. Nilai koefisien kesesuaian lokasi
pengunaan lahan tiap sel akan dibandingkan dengan untuk setiap jenis
penggunaan lahan dan setiap jenis variabel yang mempengaruhinya. Nilai ini akan
kompetitif menentukan apakah penggunaan lahan tersebut tetap atau berubah
menjadi penggunaan lahan lain. Nilai koefisien (β) kesesuaian lokasi penggunaan
lahan tiap sel hasil regresi logistik biner tahun 2000 tertera pada Tabel 25.
79
Tabel 25 Hasil regresi logistik biner (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2000
Variabel bebas
Kepadatan
penduduk
Kepadatan tenaga
kerja pertanian
Formasi geologi
Jenis tanah
Elevasi
Kelerengan
Curah hujan
Jarak ke jalan
Jarak ke pusat kota
Air
0,040
-0,077
-1,231
-0,572
0,242
0,345
-0,151
Jarak
ke
kota
terdekat
Jarak ke sungai
Konstanta
Akurasi (ROC)
-2,018
9,310
0,956
Sawah
Lainnya
-0,391
Penggunaan Lahan
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun Kering
0,318 -0,115
-0,278
-0,563
-0,488
0,349
-0,798
Hutan
-0,032
-0,238
0,642
0,583
0,225
0,801
0,108
0,661
-0,316
-0,895
-0,035
0,084
0,446
0,463
-0,404
-0,527
0,213
-0,035
0,338
-0,128
-0,197
-0,646
-0,192
0,579
-0,366
0,142
-0,593
0,205
0,338
-0,426
-0,140
-0,251
-0,329
0,619
0,190
0,475
0,486
0,174
-9,514
0,933
-4,085
0,840
-4,343
0,792
-0,738
0,813
-4,126
0,782
0,357
-0,638
-4,167
0,717
Sumber : hasil analisis
Air pada tahun 2000 berdasarkan hasil regresi logisik dipengaruhi oleh
formasi geologi, jenis tanah, elevasi, curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke pusat
kota, jarak ke kota terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu
variabel jarak ke sungai sebesar -2,018.Kelas jarak ke sungai adalah jarak yang
terdekat hingga terjauh dari sungai. Nilai minus berarti penggunaan lahan air
dipengaruhi utamanya oleh jarak yang terdekat dari sungai.
Hutan pada tahun 2000 dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kepadatan
tenaga kerja pertanian, formasi geologi, jenis tanah, elevasi, lereng, curah hujan,
jarak ke jalan, jarak ke kota terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi
yaitu variabel jarak ke jalan sebesar 0,801. Kelas jarak ke jalan adalah jarak yang
terdekat hingga terjauh dari jalan. Nilai plus berarti penggunaan lahan hutan
dipengaruhi utamanya oleh jarak yang terjauh dari jalan.
Kawasan terbangun pada tahun 2000 dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk, elevasi, lereng, jarak ke jalan, jarak ke pusat kota, jarak ke kota
terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu variabel jarak ke jalan
sebesar -0,895. Kelas jarak ke jalan adalah jarak yang terdekat hingga terjauh dari
jalan. Nilai minus berarti penggunaan lahan kawasan terbangun dipengaruhi
utamanya oleh jarak yang terdekat dari jalan.
80
Lahan kering pada tahun 2000 dipengaruhi oleh kepadatan penduduk,
formasi geologi, jenis tanah, elevasi, lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke
pusat kota, jarak ke kota terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu
variabel jarak ke jalan sebesar -0,527. Kelas jarak ke jalan adalah jarak yang
terdekat hingga terjauh dari jalan. Nilai minus berarti penggunaan lahan kering
dipengaruhi utamanya oleh jarak yang terdekat dari jalan.
Perkebunan pada tahun 2000 dipengaruhi oleh kepadatan penduduk,
kepadatan tenaga kerja pertanian, elevasi, lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak
ke kota terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu variabel jarak ke
jalan sebesar -0,646. Kelas jarak ke jalan adalah jarak yang terdekat hingga
terjauh dari jalan. Nilai minus berarti penggunaan lahan perkebunan dipengaruhi
utamanya oleh jarak yang terdekat dari jalan.
Sawah
pada tahun 2000 dipengaruhi oleh kepadatan tenaga kerja
pertanian, formasi geologi, jenis tanah, elevasi, lereng, curah hujan, jarak ke jalan,
jarak ke kota terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu variabel
jarak ke jalan sebesar -0,593. Kelas jarak ke jalan adalah jarak yang terdekat
hingga terjauh dari jalan. Nilai minus berarti penggunaan lahan sawah
dipengaruhi utamanya oleh jarak yang terdekat dari jalan.
Penggunaan lahan lainnya pada tahun 2000 dipengaruhi oleh kepadatan
tenaga kerja pertanian, elevasi dan lereng. Nilai koefisien tertinggi yaitu variabel
kepadatan tenaga kerja pertanian sebesar -0,798.Kelas kepadatan tenaga kerja
pertanian adalah kepadatan tenaga kerja pertanian yang terendah hingga tertinggi.
Nilai minus berarti penggunaan lahan lainnya dipengaruhi utamanya oleh
kepadatan tenaga kerja pertanian yang terendah.
Nilai exp (β)
merupakan peluang suatu penggunaan lahan meningkat
(apabila exp (β) > 1) dan menurun (apabila exp (β) < 1). Peluang penggunaan
lahan air meningkat utamanya dipengaruhi oleh jarak ke jalan dengan nilai exp (β)
tertinggi sebesar 1,411. Peluang penggunaan lahan hutan meningkat utamanya
dipengaruhi oleh jarak ke jalan dengan nilai exp (β) tertinggi sebesar 2,228.
Peluang penggunaan lahan kawasan terbangun meningkat utamanya dipengaruhi
oleh elevasi dengan nilai exp (β) tertinggi sebesar 1,937. Peluang penggunaan
lahan kering meningkat utamanya dipengaruhi oleh jarak ke sungai dengan nilai
81
exp (β)
tertinggi sebesar 1,608. Peluang penggunaan lahan perkebunan
meningkat utamanya dipengaruhi oleh jarak ke sungai dengan nilai exp (β)
tertinggi sebesar 1,628. Peluang penggunaan lahan sawah meningkat utamanya
dipengaruhi oleh elevasi dengan nilai exp (β) tertinggi sebesar 1,784. Peluang
penggunaan lahan lainnya meningkat utamanya dipengaruhi oleh elevasi dengan
nilai exp (β) tertinggi sebesar 1,429. Nilai exp (β) untuk tiap penggunaan lahan
tahun 2000 tertera pada Tabel 26.
Tabel 26 Nilai exp (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2000
Variabel bebas
Kepadatan
penduduk
Kepadatan
tenaga
kerja
pertanian
Formasi geologi
Jenis tanah
Elevasi
Kelerengan
Curah hujan
Jarak ke jalan
Jarak ke pusat
kota
Jarak ke kota
terdekat
Jarak ke sungai
Air
1,041
0,926
0,292
0,564
1,273
1,411
0,860
0,133
0,676
Penggunaan Lahan
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun Kering
1,375
0,892
0,757
0,569
0,614
Hutan
0,969
0,788
1,901
1,791
1,252
2,228
1,114
1,937
0,729
0,409
Sawah
1,418
0,966
1,087
1,562
1,589
0,668
0,590
1,237
1,402
0,880
0,821
0,542
0,825
1,784
0,694
1,153
0,553
1,228
Lainnya
0,450
0,966
1,401
0,653
0,869
0,778
0,720
1,858
1,209
1,608
1,626
1,190
1,429
0,528
Sumber : hasil analisis
Pada Tabel 27 disajikan hasil regresi logistik biner (β) untuk tiap
penggunaan lahan tahun 2010. Air pada tahun 2010 berdasarkan hasil regresi
logisik dipengaruhi oleh formasi geologi, jenis tanah, elevasi, curah hujan, jarak
ke jalan, jarak ke pusat kota, dan jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu
variabel jarak ke sungai sebesar -2,071. Kelas jarak ke sungai adalah jarak yang
terdekat hingga terjauh dari sungai. Nilai minus berarti penggunaan lahan air
dipengaruhi utamanya oleh jarak yang terdekat dari sungai.
Hutan pada tahun 2010
dipengaruhi oleh kepadatan tenaga kerja
pertanian, formasi geologi, jenis tanah, elevasi, lereng, curah hujan, jarak ke jalan,
jarak ke kota terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu variabel
jarak ke jalan sebesar 0,768. Kelas jarak ke jalan adalah jarak yang terdekat
82
hingga terjauh dari jalan.Nilai plus berarti penggunaan lahan hutan dipengaruhi
utamanya oleh jarak yang terjauh dari jalan.
Kawasan terbangun pada tahun 2010 dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk, kepadatan tenaga kerja pertanian, formasi geologi, elevasi, lereng,
curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke kota terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien
tertinggi yaitu variabel jarak ke jalan sebesar -0,865. Kelas jarak ke jalan adalah
jarak yang terdekat hingga terjauh dari jalan. Nilai minus berarti penggunaan
lahan kawasan terbangun dipengaruhi utamanya oleh jarak yang terdekat dari
jalan.
Lahan kering pada tahun 2010 dipengaruhi oleh kepadatan tenaga kerja
pertanian, formasi geologi, jenis tanah, elevasi, lereng, curah hujan, jarak ke jalan,
jarak ke pusat kota, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu variabel jarak
ke jalan sebesar -0,646.Kelas jarak ke jalan adalah jarak yang terdekat hingga
terjauh dari jalan. Nilai minus berarti penggunaan lahan kering dipengaruhi
utamanya oleh jarak yang terdekat dari jalan.
Perkebunan pada tahun 2010 dipengaruhi oleh kepadatan penduduk,
formasi geologi, jenis tanah, elevasi, lereng, curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke
kota terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu variabel jarak ke
jalan sebesar -0,616. Kelas jarak ke jalan adalah jarak yang terdekat hingga
terjauh dari jalan. Nilai minus berarti penggunaan lahan perkebunan dipengaruhi
utamanya oleh jarak yang terdekat dari jalan.
Sawah pada tahun 2010 dipengaruhi oleh kepadatan tenaga kerja
pertanian, formasi geologi, jenis tanah, elevasi, lereng, curah hujan, jarak ke jalan,
jarak ke kota terdekat, jarak ke sungai. Nilai koefisien tertinggi yaitu variabel
elevasi sebesar 0,492. Kelas elevasi adalah ketinggian yang terendah hingga
tertinggi dari permukaan laut. Nilai plus berarti penggunaan lahan sawah
dipengaruhi utamanya oleh elevasi rendah.
Penggunaan lahan lainnya pada tahun 2010 dipengaruhi oleh jenis tanah.
Nilai koefisien yaitu variabel jenis tanah sebesar -0,429. Variabel jenis tanah
bersifat kategori, sehingga tidak ada pengkelasan berdasarkan jarak, hanya
berdasarkan jenis tanahnya. Nilai minus berarti penggunaan lahan lainnya
dipengaruhi utamanya oleh jenis tanah yang mempunya kategori rendah.
83
Tabel 27 Hasil regresi logistik biner (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2010
Variabel bebas
Kepadatan
penduduk
Kepadatan
tenaga kerja
pertanian
Formasi
geologi
Jenis tanah
Elevasi
Kelerengan
Curah hujan
Jarak ke jalan
Jarak ke pusat
kota
Jarak ke kota
terdekat
Jarak ke
sungai
Konstanta
Akurasi
(ROC)
Air
Hutan
Penggunaan Lahan
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun Kering
0,282
-0,604
Sawah
-0,358
0,147
-0,094
0,042
-0,045
-0,031
-0,014
0,035
-0,091
-1,284
-0,561
0,382
0,387
-0,225
-0,240
0,602
0,579
0,138
0,768
0,121
0,109
0,550
0,484
-0,346
-0,646
0,268
0,116
0,333
-0,228
-0,329
-0,616
-0,115
-0,299
0,168
-0,174
-0,416
-2,071
9,310
0,957
0,479
-0,258
-0,865
Lainnya
0,272
-0,049
-0,429
0,492
-0,359
0,316
-0,524
0,624
0,236
0,418
0,608
0,296
-9,552
0,923
-3,301
0,824
-5,397
0,802
-2,101
0,822
-3,887
0,766
-4,348
7,10
Sumber : hasil analisis
Nilai exp (β)
merupakan peluang suatu penggunaan lahan meningkat
(apabila exp (β) > 1) dan menurun (apabila exp (β) < 1). Peluang penggunaan
lahan air meningkat utamanya dipengaruhi oleh jarak ke jalan dengan nilai exp (β)
sebesar 1,472. Peluang penggunaan lahan hutan meningkat utamanya dipengaruhi
oleh jarak ke jalan dengan nilai exp (β)
tertinggi sebesar 2,155. Peluang
penggunaan lahan kawasan terbangun meningkat utamanya dipengaruhi oleh
elevasi dengan nilai exp (β) tertinggi sebesar 1,614. Peluang penggunaan lahan
kering meningkat utamanya dipengaruhi oleh elevasi dengan nilai exp (β)
tertinggi sebesar 1,733. Peluang penggunaan lahan perkebunan meningkat
utamanya dipengaruhi oleh jarak ke sungai dengan nilai exp (β) tertinggi sebesar
1,837. Peluang penggunaan lahan sawah meningkat utamanya dipengaruhi oleh
elevasi dengan nilai exp (β) tertinggi sebesar 1,636. Peluang penggunaan lahan
lainnya menurun utamanya dipengaruhi oleh jenis tanah dengan nilai exp (β)
sebesar 0,165. Nilai exp (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2010 tertera pada
Tabel 28.
84
Tabel 28 Nilai Exp (β) untuk tiap penggunaan lahan tahun 2010
Variabel bebas
Kepadatan
penduduk
Kepadatan
tenaga kerja
pertanian
Formasi geologi
Jenis tanah
Elevasi
Kelerengan
Curah hujan
Jarak ke jalan
Jarak ke pusat
kota
Jarak ke kota
terdekat
Jarak ke sungai
Air
1,043
0,913
0,277
0,570
1,465
1,472
0,799
0,126
Hutan
Penggunaan Lahan
Kawasan
Lahan
Perkebunan
Terbangun Kering
1,326
0.546
0,699
1,158
0,910
0,956
0,787
1,826
1,784
1,148
2,155
1,129
0,970
0,986
1,115
1,733
1,622
0,708
0,524
1,307
1,614
0,772
0,421
1,732
0,592
1,866
1,266
1,519
Sawah
Lainnya
1,312
1,036
1,123
1,395
0,796
0,720
0,540
0,891
0,952
0,742
1,183
0,841
0,660
1,837
1,344
0,651
1,636
0,699
Sumber : hasil analisis
5.3.3 Pengaturan konversi jenis penggunaan lahan
Pengaturan konversi penggunaan lahan dibagi atas dua jenis.yaitu :
elastisitas konversi (conversion elasticity) dan matriks konversi (conversion
matrix) dari setiap penggunaan lahan. Elastisitas konversi adalah nilai peluang
penggunaan lahan dapat berubah. Penetapan nilai elastisitas didapatkan dari
model CLUE-S yang pernah dilakukan dan disesuaikan dengan kondisi
di
Wilayah Kabupaten Sukabumi (tertera pada Tabel 29). Nilai elastisitas berada
diantara 0 dan 1. Nilai elastisitas yang semakin mendekati 1 berarti suatu jenis
penggunaan lahan sulit untuk berubah menjadi penggunaan lahan lain.
Penggunaan nilai elastisitas untuk model 1 dan model 2 adalah sama, yaitu
menggunakan nilai elastisitas model 1. Penggunaan lahan air dan kawasan
terbangun bernilai 1, artinya penggunaan lahan tersebut sulit untuk berubah ke
penggunaan lain. Penggunaan lahan yang mempunyai elastisitas yang paling
tinggi untuk berubah ke penggunaan lahan lain adalah lahan kering, perkebunan
dan lainnya dengan nilai 0,1.
85
Tabel 29 Nilai elastisitas konversi tiap jenis penggunaan lahan
No
Penggunaan Lahan
Air
1
Hutan
2
3
Kawasan Terbangun
4
Lahan Kering
5
Perkebunan
6
Sawah
7
Lainnya
Sumber : hasil analisis
Nilai Elastisitas
1,0
0,9
1,0
0,5
0,5
0,6
0,5
Matriks konversi adalah nilai yang menunjukkan suatu jenis penggunaan
lahan boleh berubah menjadi penggunaan lahan lain. Nilai matriks konversi
adalah angka 0 dan 1. Angka 1 menunjukkan konversi boleh terjadi sedangkan 0
adalah konversi tidak boleh terjadi, contohnya matriks untuk penggunaan lahan
air bahwa air hanya akan terkonversi menjadi air lagi (nilai 1), sedangkan untuk
menjadi jenis menggunaan lain tidak diperbolehkan (nilai 0). Matriks konversi
tiap jenis penggunaan lahan tertera pada Tabel 30.
Tabel 30 Matriks konversi tiap jenis penggunaan lahan
Penggunaan
Lahan
Air
Hutan
Kawasan
Terbangun
Lahan Kering
Perkebunan
Sawah
Lainnya
Air
Hutan
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
Kawasan
Terbangun
0
0
1
1
0
1
1
Lahan
Kering
Perkebunan
Sawah
Lainnya
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
5.3.4 Kebijakan spasial dan pembatasan area
Kebijakan spasial dan pembatasan area
merupakan kebijakan spasial
terkait dengan area spesifik yang akan direstorasi/ direklamasi/ direhabilitasi dan
juga terkait dengan wilayah mana yang tidak diijinkan untuk dikonversi misalnya
kawasan lindung dan kawasan pertanian lahan basah. Kebijakan spasial dan
pembatasan area yang dilakukan adalah (1) tidak ada pembatasan area yang
disimpan dalam file region_nopark.fil, (2) restorasi kawasan lindung hutan yang
disimpan dalam file locspec1.fil, (3) lahan sawah tidak terkonversi pada
86
pertanian lahan basah yang disimpan dalam file region_park1.fil, dan (4)
pencetakan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian lahan basah.yang
disimpan dalam file locspec2.fil.
5.3.5 Pelaksanaan Pemodelan
Simulasi model CLUE-S untuk memprediksi penggunaan lahan tahun
2010 (model 1) dan penggunaan lahan tahun 2032 (model 2) menggunakan file
yang bervariasi. Model 1 menggunakan data kebutuhan penggunaan lahan tahun
2000-2010, kesesuaian penggunaan lahan, elastisitas konversi, matriks konversi
tahun 2000 dan kebijakan spasial tidak ada pembatasan area. Model 2
menggunakan data kebutuhan penggunaan lahan tahun 2010-2032, kesesuaian
penggunaan lahan tahun 2010, elastisitas konversi dan matriks konversi tahun
2000 dan kebijakan spasial yang terdiri atas delapan skenario. Data yang
digunakan pada model 1 dan model 2 tertera pada Tabel 31.
Tabel 31 Data yang digunakan pada model 1 dan model 2
Jenis Data
Model 1
demand.in0
Koefisien
kesesuaian
penggunaan
lahan
alloc1.reg
Model 2
1
2
3
4
5
6
7
8
demand.in1
demand.in2
demand.in3
demand.in4
demand.in5
demand.in6
demand.in7
demand.in8
alloc2.reg
alloc2.reg
alloc2.reg
alloc2.reg
alloc2.reg
alloc2.reg
alloc2.reg
alloc2.reg
Kebutuhan
penggunaan
lahan
Skenario
Model
Elastisita
s
Konversi
Matriks
konver
si
Pembatasan area
main.1
allow1
no_regionpark.fil
main.1
main.1
main.1
main.1
main.1
main.1
main.1
main.1
allow1
allow1
allow1
allow1
allow1
allow1
allow1
allow1
no_regionpark.fil
Lokasi
spesifik
locspec1.
regionpark1.fil
regionpark1.fil
regionpark1.fil
regionpark1.fil
locspec2.
locspec1.
locspec3.
locspec2.
locspec3.
5.3.6 Validasi model
Permodelan menggunakan model CLUE-S menghasilkan peta penggunaan
lahan per tahun sesuai data kebutuhan penggunaan lahan. Peta penggunaan lahan
tahun 2010 hasil prediksi (tertera pada Gambar 28) dibandingkan peta
penggunaan lahan tahun 2010 aktual dengan nilai sel yang sama adalah sebesar
91,25 %. Hal ini berarti bahwa model dapat digunakan untuk memprediksi
penggunaan lahan pada tahun 2032 dengan akurasi 91,25%.
87
Gambar 28 Penggunaan lahan prediksi tahun 2010
88
5.3.7 Penggunaan Lahan Hasil Prediksi Tahun 2032
Skenario 1
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 1
(tertera pada Gambar 29), menunjukkan adanya peningkatan kawasan terbangun
di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Cisaat, Sukabumi, Sukaraja,
Palabuhanratu, Cikakak, Ciracap, Surade dan Ciemas. Hal ini dikarenakan faktor
dekat dengan jarak ke jalan utama yang melewati kecamatan-kecamatan tersebut.
Penggunaan lahan hutan berdasarkan skenario 1 mengalami pengurangan di
Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang, Kalibunder,
Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, Ciemas dan Nagrak. Hal ini karena adanya
sebagian lahan hutan tersebut berubah menjadi lahan kering, terutama di sekitar
daerah hutan produksi. Penggunaan lahan sawah berkurang di Kecamatan
Cirurug,
Parungkuda,
Cibadak,
Caringin,
Cisaat,
Sukabumi,
Sukaraja,
palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap, Surade dan
Ciemas. Hal ini sesuai dengan hasil regresi logistik, faktor jarak ke jalan yang
paling utama mempengaruhi pengurangan lahan sawah dan letaknya yang
berdekatan dengan kawasan pemukiman, sehingga lahan sawah mudah
terkonversi ke penggunaan lahan lain, salah satunya menjadi kawasan terbangun.
Skenario 2
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 2
(tertera pada Gambar 30), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan
hutan di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang,
Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, dan Ciemas. Hal ini karena adanya
kebijakan restorasi hutan pada kawasan lindung, dengan demikian lahan hutan
yang berasal dari lahan kering, perkebunan dan sawah kembali lagi menjadi
hutan.
89
Gambar 29 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 1
90
Gambar 30 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 2
Skenario 3
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 3
(tertera pada Gambar 31), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan
sawah di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Sukabumi,
Sukaraja, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap,
91
Surade dan Ciemas.Hal ini dikarenakan adanya pembatasan area pada lahan
sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah.
Gambar 31 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 3
92
Skenario 4
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 4
(tertera pada Gambar 32), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan
sawah di Kecamatan Caringin, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran,
Ciracap, Surade, Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten. Hal ini
dikarenakan adanya pencetakan sawah baru pada lahan sawah yang berlokasi di
pertanian lahan basah.
Skenario 5
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 5
(tertera pada Gambar 33), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan
hutan di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang,
Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, dan Ciemas. Hal ini karena adanya
kebijakan restorasi hutan pada kawasan lindung, dengan demikian lahan hutan
yang berasal dari lahan kering, perkebunan dan sawah kembali lagi menjadi
hutan. Selain itu, dengan skenario ini juga terjadi peningkatan penggunaan lahan
sawah di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Sukabumi,
Sukaraja, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap,
Surade dan Ciemas. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan pembatasan area pada
lahan sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah yang dijalankan.
Skenario 6
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 6
(tertera pada Gambar 34), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan
hutan di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang,
Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, dan Ciemas. Hal ini karena adanya
kebijakan restorasi hutan pada kawasan lindung, dengan demikian lahan hutan
yang berasal dari lahan kering, perkebunan dan sawah kembali lagi menjadi
hutan. Selain itu, dengan skenario ini juga terjadi peningkatan penggunaan lahan
sawah di Kecamatan Caringin, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran,
Ciracap, Surade, Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten. Hal ini
dikarenakan adanya kebijakan lainnya, yaitu : pencetakan sawah baru pada lahan
sawah yang berlokasi di pertanian lahan basah.
93
Gambar 32 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 4
Skenario 7
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 7
(tertera pada Gambar 35), menunjukkan peningkatan penggunaan lahan sawah di
Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Sukabumi, Sukaraja,
94
Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap, Surade
Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten. Hal ini dikarenakan adanya
kebijakan yang dijalanjan berupa pembatasan area pada lahan sawah yang
berlokasi di pertanian lahan basah dan pencetakan sawah baru pada lahan sawah
yang berlokasi di pertanian lahan basah.
Gambar 33 Penggunaan lahan lasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 5
95
Gambar 34 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 6
Skenario 8
Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 berdasarkan skenario 8
(tertera pada Gambar 36), menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan
hutan di Kecamatan Cisolok, Waluran, Cimanggu, Cikakak, Cikidang,
Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhantaru, dan Ciemas. Hal ini karena adanya
96
kebijakan restorasi hutan pada kawasan lindung, dengan demikian lahan hutan
yang berasal dari lahan kering, perkebunan dan sawah kembali lagi menjadi
hutan. Selain itu, dengan skenario ini juga terjadi peningkatan penggunaan lahan
sawah di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak, Caringin, Sukabumi,
Sukaraja, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon, Waluran, Ciracap,
Surade Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten. Hal ini dikarenakan
adanya kebijakan yang dijalanjan berupa pembatasan area pada lahan sawah yang
berlokasi di pertanian lahan basah dan pencetakan sawah baru pada lahan sawah
yang berlokasi di pertanian lahan basah.
5.4 Arahan Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah
Arahan penyempurnaan RTRW dirumuskan melalui evaluasi hasil
perbandingan antara penggunaan lahan dengan RTRW. Evaluasi penggunaan
lahan dilakukan dengan caramembandingkan penggunaan lahan hasil prediksi
tahun 2032 dari beberapa skenario dengan peta pola ruang RTRW. Hasil
perbandingan tersebut digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan arahan
penyempurnaan RTRW. Hasil perbandingan tersebut memiliki kategori sesuai,
masih memungkinkan berubah jenis penggunaan lahannya dan tidak sesuai
dengan RTRW. Kategori sesuai apabila antara panggunaan lahan dengan alokasi
RTRW pada sel yag sama mempunyai kesesuaian. Kategori masih memungkinkan
berubah jenis penggunaan lahannya apabila antara penggunaan lahan dengan
alokasi RTRW pada sel yang sama masih memungkinkan untuk berubah,
terutama penggunaan lahan hasil interpretasi yang masih memungkinkan untuk
menyesuaikan dengan alokasi pola ruang RTRW. Kategori tidak sesuai apabila
antara penggunaan lahan dengan alokasi RTRW pada sel yang sama tidak sesuai,
terutama penggunaan lahan hasil interpretasi yang sudah tidak memungkinkan
untuk menyesuaikan dengan alokasi RTRW. Kondisi pada kategori tiga adalah
jika pada sel yang sama penggunaan lahan hasil interpretasi berupa kawasan
terbangun sementara pada alokasi RTRW adalah penggunaan lain. Kawasan
terbangun adalah penggunaan lahan yang relatif stabil dan sulit untuk berubah ke
penggunaan lain, sehingga kondisi ini termasuk kategori tidak sesuai dengan
RTRW. Nilai dari perbandingan antara penggunaan lahan hasil prediksi tahun
97
2032 dengan RTRW yang memiliki nilai ketidaksesuaian terkecil yang akan
dijadikan sebagai arahan penyempurnaan RTRW.
Gambar 35 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 7
98
Gambar 36 Penggunaan lahan hasil prediksi tahun 2032 dengan skenario 8
Peta penggunaan lahan tahun 2032 hasil prediksi dengan beberapa
skenario dibandingkan dengan rencana tata ruang wilyah didapatkan hasil bahwa
peta penggunaan lahan tahun 2032 hasil prediksi dengan skenario 8 yang
memiliki nilai ketidaksesuaian terkecil apabila dibandingkan dengan RTRW,
yaitu sebesar 4,53%. Hasil perbandingan terkecil kedua, yaitu prediksi
99
penggunaan lahan dengan skenario 2 sebesar 4,54% dan terkecil ketiga, yaitu
skenario 5 sebesar 5,56%. Perbandingan kesesuaian hasil simulasi dengan peta
pola ruang RTRW tertera pada Tabel 32.
Tabel 32 Perbandingan Hasil Kesesuaian Lahan Hasil Prediksi dengan RTRW
Penggunaan Lahan Hasil
Skenario tahun 2032
Skenario 1
Skenario 2
Skenario 3
Skenario 4
Skenario 5
Skenario 6
Skenario 7
Skenario 8
Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan RTRW (%)
Memungkinkan
berubah jenis
Sesuai
Tidak sesuai
penggunaan
lahannya
53,54
41,86
4,60
53,19
42,18
4,54
55,19
40,22
4,59
53,73
41,69
4,58
54,86
40,59
4,56
53,37
42,06
4,57
53,51
41,85
4,64
53,50
41,98
4,53
Sumber : hasil analisis
Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, skenario yang paling tinggi
dalam mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan Pola Ruang RTRW
tahun adalah skenario 8, yaitu adanya upaya restorasi hutan pada kawasan
lindung, lahan sawah tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada
lokasi peruntukkan pertanian lahan basah secara bersamaan. Dengan skenario
ini menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan hutan khususnya pada
hutan di kawasan lindung seluas 9.611 ha di Kecamatan Cisolok, Waluran,
Cimanggu, Cikakak, Cikidang, Kalibunder, Pabuaran, Cidahu, Palabuhanratu, dan
Ciemas. Selain itu, dengan skenario ini juga terjadi peningkatan penggunaan lahan
sawah seluas 14.995 ha tersebar di Kecamatan Cirurug, Parungkuda, Cibadak,
Caringin, Sukabumi, Sukaraja, Palabuhanratu, Cikakak, Cisolok, Jampangkulon,
Waluran, Ciracap, Surade Ciemas, Cibitung, Tegalbuleud, dan Sagaranten.
Namun demikian, skenario 8 ini paling berat untuk dilaksanakan karena
memerlukan upaya paling besar diantara delapan skenario yang direncanakan.
Upaya restorasi hutan pada kawasan lindung, perlindungan lahan sawah agar
tidak terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan
pertanian lahan basah memerlukan koordinasi dari berbagai pemangku
kepentingan, terutama dalam hal ini terkait dengan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Upaya restorasi hutan pada kawasan lindung berkaitan erat
dengan ekonomi masyarakat yang selama ini telah mengusahakan lahan
100
tersebut untuk lahan pertanian mereka, sehingga upaya ini menjadi sangat
sensitif. Dari segi ekologi, upaya ini akan mempunyai dampak positif bagi
lingkungan. Oleh karena itu, perlu dibuat strategi yang dapat menguntungkan
baik secara ekologi maupun ekonomi. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan
adalah melaksanakan pengelolaan hutan oleh masyarakat, yaitu melakukan
tumpangsari pada areal yang akan dihutankan kembali tersebut. Bentuk
kegiatan tersebut hanya di kenal pada pengelolaan lahan produksi yang
dikenal dengan nama Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Namun demikian, bentuk kegiatan yang semodel tidak tertutup kemungkinan
bisa dijalankan pada hutan di kawasan lindung dengan berbagai batasan yang
jelas.
Alternatif kebijakan lainyang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah
adalah skenario 7, yaitu adanya perlindungan lahan sawah agar tidak
terkonversi dan pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukan pertanian
lahan basah. Kebijakan ini lebih memungkinkan untuk diimplementasikan
dilapangan, walaupun dilihat dari nilai ketidaksesuaian penggunaan lahan
dengan RTRW mempunyai nilai ketidaksesuaian yang terbesar. Upaya
perlindungan lahan sawah masih dapat dilakukan, didukung dengan kondisi
wilayah Kabupaten Sukabumi yang masih berpotensi untuk pengembangan
lahan sawah. Adanya alokasi pertanian lahan basah pada pola ruang RTRW
dan dukungan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi salah satu peluang tersendiri
untuk mewujudkan upaya tersebut. Namun demikian, upaya pengendalian
pemanfaatan lahan sawah ini perlu lebih intensif terutama terkait dengan
konversi ke penggunaan lahan lain khususnya kawasan terbangun.
Berdasarkan uraian di atas, arahan penyempurnaan RTRW Kabupaten
Sukabumi dapat dipilih dari tiga alternatif kebijakan sebagai berikut :(1)
kebijakan berorientasi ekologi/ lingkungan, yaitu dengan melakukan upaya
restorasi hutan pada kawasan lindung. Kebijakan ini dapat mengurangi
ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan pola ruang RTRW pada tahun 2032
menjadi 4,54%, (2) kebijakan berorientasi ketahanan pangan, yaitu dengan
melakukan upaya perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan
101
pencetakan lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah
yang dilakukan secara bersamaan. Kebijakan ini dapat mengurangi
ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan pola ruang RTRW pada tahun 2032
menjadi 4,64%, dan
(3) kebijakan berorientasi ekologi/ lingkungan dan
ketahanan pangan, yaitu dengan melakukan upaya restorasi hutan pada kawasan
lindung, perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan pencetakan lahan
sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah yang dilakukan
secara bersamaan, yang dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan lahan
dengan RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,53 %.
102
xx
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Penggunaan lahan dalam periode 2000-2010 mengalami perubahan secara
dinamis baik penurunan maupun peningkatan luas lahan. Penggunaan lahan
yang mengalami penurunan luas selama periode tersebut adalah sawah
sebesar 15,8%, perkebunan 0,4%, hutan 0,5% dan lainnya 2,7%. Penggunaan
lahan yang mengalami peningkatan luas adalah kawasan terbangun 23,9%
dan lahan kering 3,4%. Pola perubahan lahan di Kabupaten Sukabumi yang
paling utama adalah lahan sawah menjadi lahan kering atau kawasan
terbangun.
2.
Faktor yang mempengaruhi perubahan hutan menjadi lahan pertanian adalah
kepadatan tenaga kerja pertanian, jenis tanah, formasi geologi, elevasi, lereng,
curah hujan, jarak ke jalan, jarak ke pusat kota, jarak ke kota terdeka dan
jarak ke sungai. Faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian
menjadi kawasan terbangun adalah kepadatan penduduk, elevasi, lereng dan
jarak ke kota terdekat.
3.
Hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2032 menggunakan model CLUE-S
dengan delapan skenario menunjukkan adanya peningkatan atau pengurangan
di beberapa jenis penggunaan lahan terutama hutan, lahan kering dan sawah.
Peningkatan luas penggunaan lahan hutan terjadi dengan skenario 2, 5, 6 dan
8, sedangkan peningkatan luas penggunaan lahan sawah terjadi dengan
skenario 7 dan 8. Kawasan terbangun meningkat pada seluruh skenario,
sedangkan perkebunan sedikit menurun pada seluruh skenario. Penggunaan
lahan air dan penggunaan lahan lainnya tetap pada seluruh skenario. Model
CLUE-S yang disimulasikan dalam penelitian ini memiliki ketelitian sebesar
91,25 %.
4.
Arahan penyempurnaan RTRW Kabupaten Sukabumi dapat dipilih dari tiga
alternatif kebijakan sebagai berikut :(1) kebijakan berorientasi ekologi/
lingkungan, yaitu dengan melakukan upaya restorasi hutan pada kawasan
104
lindung. Kebijakan ini dapat mengurangi ketidaksesuaian penggunaan
lahan dengan pola ruang RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,54%, (2)
kebijakan berorientasi ketahanan pangan, yaitu dengan melakukan upaya
perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan pencetakan lahan
sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah yang dilakukan
secara bersamaan. Kebijakan ini dapat mengurangi ketidaksesuaian
penggunaan lahan dengan pola ruang RTRW pada tahun 2032 menjadi
4,64%, dan (3) kebijakan berorientasi ekologi/ lingkungan dan ketahanan
pangan, yaitu dengan melakukan upaya restorasi hutan pada kawasan
lindung, perlindungan lahan sawah agar tidak terkonversi dan pencetakan
lahan sawah baru pada lokasi peruntukkan pertanian lahan basah yang
dilakukan secara bersamaan, yang dapat mengurangi ketidaksesuaian
penggunaan lahan dengan RTRW pada tahun 2032 menjadi 4,53 %.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diberikan saran yaitu :
1.
Perlu dilakukan perbandingan antar model perubahan penggunaan lahan yang
berkembang saat ini, karena masing-masing model memiliki kekurangan dan
tidak tertutup kemungkinan dapat mengkombinasikan model-model tersebut,
sehingga dapat diketahui model yang paling baik.
2.
Apabila model spasial CLUE-S akan diterapkan di tempat lain, maka perlu
disusun model CLUE-S yang sesuai dengan wilayah tersebut, sehingga
diharapkan dapat memprediksi penggunaan lahanyang tepat untuk wilayah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Barlowe, R. 1986. Land Resources Economic : The Economics of Real Estate
Fourth Edition. New Jersey : Prentice Hall.Inc. Englewood Cliffs.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi. 2011. Kabupaten Sukabumi
dalam Angka. Sukabumi : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi
Briassoulis, H. 2000. Analysis of Land Use Change, Theoretical and Modelling
Approaches. Virginia : Regional Research Institute. West Virginia
University.
Engelsman, W. 2002. Simulating Land Use Changes in an Urbanising Area in
Malaysia. Environmental Science.Wageningen University. Wageningen.
Ford, A. 1999. Modeling the Environment. An Introduction to System Dynamics
Models of Environmental System. Washington DC : Island Press.
Geping, L., Changying, Y., Xi, C., Wenqiang, X., and Lei, L. 2010. Combining
System Dynamic Model and CLUE-S Model to Improve Land Use Scenario
Analyses at Regional Scale : A Case Study of Sangong Watershed in
Xinjiang, China. Ecological Complexity 7 : 198-207.
Godet, M., Monti, R., Meunier, F., and Roubelat, F. 1999. Scenarios and
Strategies, a Toolbox for Scenario Planning. Paris : LIPS Working Papers.
Laboratory for Investigation in Prospective and Strategy.
Jayadinata, J.T. 1992. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan
Perkotaan dan Wilayah. Bandung : Penerbit ITB.
Jensen, J.R. 1996.Introductory digital image processing a remote sensing
Prespective. 2nd Edition. USA: Prentice-Hall, Inc.
Kim, S.D., Mizuno, K., and Kobayashi, S. 2002. Analysis of Land use Change
System Using The Species Competition Concept. Landscape and Urban
Planning 58 : 181-200.
Lambin, E.F., Geist, H.J., and Lepers, E. 2003.Dynamics of Land Use and Land
Cover Change in Tropical Regions. Environmental Resources 28:205-241
Leskinen, A.L., Leskinen, P., Kurtila, M., kangas, J., and Kajanus, M.
2006.Adapting Modern Strategic Decision Support Tools in The
Participatory strategic Process- A Case Study of A Forest Research Station.
Journal of Forest Policy and Economics 8 : 267-278.
Lilesand, M T., dan Kiefer, R.W. 1993.Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra.[Terjemahan].Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
106
Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor : IPB Press.
Marimin. 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta : Grasindo. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Martin, D. 1991. Geographic Information System and Their Socio Economic
Application. New York : Routledge.
McNeil J, Alves D, Arizpe L, Bykova O, Galvin K, Kelmelis J, Migot-adholla S,
Morissete P, Moss R, Richards J, Riebsame, W., Sadowski, F., Sanderson,
S., Skole, D., Tarr, J., Williams M, Yadap S, and Young, S. 1998. Toward
a Typology and Regionalization of Land Cover and Land Use Change.
Report of Working Group B. Cambridge : Press Syndicate of The University
of Cambridge. Pp 55-65
Muiz,
A. 2009.Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten
Sukabumi.[Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Munibah, K. 2008. Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Dan Arahan
Penggunaan Lahan Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus DAS Cidanau,
Provinsi Banten). [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Munibah, K. 2008. Model Spasial Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan
dengan Pendekatan Cellular Automata, Studi Kasus DAS Cidanau,
Provinsi Banten. Majalah Ilmiah Globe 10 :108-120.
Munibah, K., Sitorus, S. R. P., Rustiadi, E., Gandasasmita, K., dan Hartrisari, H.
2010.Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Erosi di DAS
Cidanau, Banten. Jurnal Tanah dan Iklim 32 : 55-69.
Nugroho, I., dan Dahuri, R. 2004. Pembangunan Wilayah. Jakarta : LP3ES.
Osuna, E., and Aranda, A. 2007. Combinating SWOT and AHP Techniques for
Strategic Palnning. Chile : ISAHP Vina del Mar : 2-6.
Petit, C., Scudder,T and Lambin, E. 2001. Quantifying Processes of Land-Cover
Change by Remote Sensing : Resettlement and Rapid Land-Cover Changes
in South-Eastern Zambia. International Journal Remote Sensing 22 : 34353456
Pontius, R. G., and Schneider, L. C. 2001. Land Cover Change Model Validation
by ROC Method for The Ipswich Watershed, Massachusetts, USA.
Agriculture, Ecosystem and Environment 85: 239-248.
Rangkuti, F. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
107
Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju, D. R. 2011.Perencanaan
Pengembangan Wilayah. Jakarta : Crespent Press dan Yayasan Obor
Indonesia.
Rustiadi, E., Medrial, A., Trisasongko, B.H., Shiddiq, D., Hidayat, J.T.,
Radnawati, D., dan Panuju, D.R. 2002. Kajian Pemanfaatan Ruang
Jabotabek. Bogor : Lembaga Penelitian IPB bekerja sama dengan Bappeda
Propinsi DKI Jakarta.
Saaty, T. L., 1993. Decision Making for Leader: The Analytical Hierarchy
Process for Decision in Complex World. Pittsburgh : Prentice Hall Coy. Ltd.
Shen, Q., Chen, Q., Tang, B., Yeung, S., Hu, Y., and Cheung, G. 2009.A System
Dynamics Model for The Sustainable Land Use Planning and
Development. Habitat International 33 : 15-25
Sitorus, S.R.P. 2001. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Bogor :
Fakultas Pertanian IPB.
Sitorus, S.R.P. 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung : PT. Tarsito
Soepbroer, W. 2001.The Conversion of Land Use and its Effects at Small regional
extent, an Application for Sibuyan Island, The Philippines.Environmental
Science, Wageningen University.Wageningen.
Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Treyer, S. 2003. Prospective Analysis on Agricultural Water Use in The
Mediterranean. Plan Bleu, ENGREF, Environmental Department,
Management Research. www. Engref.fr/rgt/doc-pdf/Treyer-polagwatmethodologyproposal.pdf.
Unwin, D. 1981. Introductory to Spatial Analysis. New York : Methuen.
Veldkamp, A., Verburg, P.H., Schot, P., and Dijst, M. 2001. The Need for Scale
Sensitive Approaches in Spatially Explicit Land Use Change Modelling.
Environmental Modelling andAssessment 6: 111-121.
Veldkamp, A., and Verburg, P. H. 2004.Modelling Land Use Change and
Environmental Impact. Environmental Management 72 : 1-3.
Verburg, P.H., Veldkamp, T.A.,and Bouma, J. 1999. Land Use Change
Undercondition of high Population Pressure: the case of Java.
GlobalEnvironmental Change 9: 303-312.
Verburg, P.H., Schot, P., Dijst, M., and Veldkamp, T.A. 2002. Modelling The
Spatial Dynamics of Regional Land Use : The CLUE-S Model.
Environmental Management 30 : 391-405.
108
Verburg, P. H., and Overmars, K.P. 2009.Combining Top-down and Bottom-up
Dynamics in Land Use Modelling : Exploring The Future of Abandoned
Farmlands in Europe with The Dyna-CLUE model. Landscape Ecology 24
: 1167-1181
Warlina, L. 2009. Model Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Penataan Ruang
Dalam Kerangka Pembangunan Wilayah Berkelanjutan (Studi Kasus
Kabupaten Bandung). [Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Winoto, J., Selari, M., Saefulhakim, S., Santoso, D.A., Achsani, N.A. dan Panuju,
D.R. 1996. Laporan Akhir Penelitian Alih Guna Tanah Pertanian. Bogor :
Lembaga Penelitian IPB bekerjasama dengan Proyek Pengembangan dan
Pengelolaan Sumberdaya Pertanahan BPN.
Witte,
N. 2003. Accessibility as a Driving Factor for Land Use
Change.Thesisreport.Laboratory of Soil Science and Geology. Wageningen
University. Wageningen.
Xin, Q.Z., Lu, Z., Wei, N..X., Ning, L., Li, N.L., and Xin, Y. 2012. A Coupled
Model for Simulating Spatio-temporal Dynamics of Land Use Change : A
Case Study in Changqing, Jinan, China. Landscape and Urban Planning
106 : 51-61
109
Lampiran 1. Citra landsat Kabupaten Sukabumi tahun 2000
110
Lampiran 2.Citra landsat Kabupaten Sukabumi tahun 2010
111
Lampiran 3.. Variabel yang mempengaruhi perubahan hutan menjadi pertanian
Variables in the Equation
S.E.
Wald
.442
.037
141.795
-1.428
.125
130.079
.464
.046
100.332
.446
.039
133.824
-2.960
.204
209.685
.575
.049
137.474
.459
.043
115.984
.363
.040
82.733
-4.234
.249
289.345
-.554
.076
53.335
.573
.050
133.366
.381
.044
75.284
.310
.040
59.464
-3.137
.282
124.114
-.692
.081
73.149
.371
.056
44.280
-.190
.024
60.735
.478
.046
106.641
.329
.041
63.561
-1.675
.339
24.448
-.744
.084
78.718
.481
.059
65.639
-.242
.036
44.960
-.197
.025
62.860
.570
.049
136.552
.408
.044
87.320
-1.984
.345
33.052
-.771
.085
81.338
-.217
.026
71.976
.517
.060
74.766
-.340
.039
77.437
-.186
.025
53.970
.586
.050
139.791
.359
.044
65.997
-.818
.367
4.982
-.748
.085
76.626
-.187
.026
49.866
.441
.062
50.065
.204
.047
18.949
-.396
.041
92.537
-.266
.032
70.391
.717
.059
147.369
.274
.048
32.283
-.860
.369
5.441
B
Step 1a
Step 2b
Step 3c
Step 4d
Step 5e
Step 6f
Step 7g
Step 8h
sc1gr10.fil
Constant
sc1gr5.fil
sc1gr10.fil
Constant
sc1gr5.fil
sc1gr9.fil
sc1gr10.fil
Constant
sc1gr1.fil
sc1gr5.fil
sc1gr9.fil
sc1gr10.fil
Constant
sc1gr1.fil
sc1gr5.fil
sc1gr8.fil
sc1gr9.fil
sc1gr10.fil
Constant
sc1gr1.fil
sc1gr5.fil
sc1gr7.fil
sc1gr8.fil
sc1gr9.fil
sc1gr10.fil
Constant
sc1gr1.fil
sc1gr3.fil
sc1gr5.fil
sc1gr7.fil
sc1gr8.fil
sc1gr9.fil
sc1gr10.fil
Constant
sc1gr1.fil
sc1gr3.fil
sc1gr5.fil
sc1gr6.fil
sc1gr7.fil
sc1gr8.fil
sc1gr9.fil
sc1gr10.fil
Constant
df
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Sig.
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.026
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.020
Exp(B)
1.557
.240
1.591
1.563
.052
1.778
1.582
1.437
.014
.575
1.773
1.463
1.364
.043
.500
1.450
.827
1.613
1.389
.187
.475
1.618
.785
.821
1.769
1.504
.138
.463
.805
1.678
.712
.830
1.797
1.433
.441
.474
.829
1.554
1.226
.673
.767
2.048
1.315
.423
112
Lampiran 3. (lanjutan)
B
S.E.
sc1gr1.fil
-.739
.086
sc1gr2.fil
-.031
.013
sc1gr3.fil
-.197
.027
sc1gr5.fil
.459
.063
sc1gr6.fil
.254
.052
sc1gr7.fil
-.383
.042
sc1gr8.fil
-.302
.036
sc1gr9.fil
.690
.060
sc1gr10.fil
.277
.048
Constant
-.579
.388
Step 10j
sc1gr1.fil
-.714
.086
sc1gr2.fil
-.042
.014
sc1gr3.fil
-.214
.027
sc1gr4.fil
.193
.065
sc1gr5.fil
.418
.064
sc1gr6.fil
.253
.052
sc1gr7.fil
-.415
.043
sc1gr8.fil
-.271
.037
sc1gr9.fil
.688
.060
sc1gr10.fil
.250
.049
Constant
-1.173
.437
a. Variable(s) entered on step 1: sc1gr10.fil.
b. Variable(s) entered on step 2: sc1gr5.fil.
c. Variable(s) entered on step 3: sc1gr9.fil.
d. Variable(s) entered on step 4: sc1gr1.fil.
e. Variable(s) entered on step 5: sc1gr8.fil.
f. Variable(s) entered on step 6: sc1gr7.fil.
g. Variable(s) entered on step 7: sc1gr3.fil.
h. Variable(s) entered on step 8: sc1gr6.fil.
i. Variable(s) entered on step 9: sc1gr2.fil.
j. Variable(s) entered on step 10: sc1gr4.fil.
Step 9 i
Wald
73.690
5.481
53.549
53.040
24.192
84.699
72.437
130.691
32.908
2.228
69.277
9.128
60.473
8.943
42.033
23.792
92.492
53.426
130.626
25.859
7.192
df
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Sig.
.000
.019
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.136
.000
.003
.000
.003
.000
.000
.000
.000
.000
.000
.007
Exp(B)
.478
.969
.821
1.582
1.290
.682
.739
1.993
1.319
.561
.490
.959
.808
1.213
1.519
1.288
.660
.763
1.990
1.285
.310
Area Under the Curve
Result
Test
Variable(s):Predicted
probability
Area
.756
The test result variable(s):
Predicted probability has at
least one tie between the
positive actual state group
and the negative actual state
group. Statistics may be
biased.
113
Lampiran 4. Variabel yang mempengaruhi perubahan pertanian menjadi kawasan
terbangun
Variables in the Equation
B
a
Step 1
Step 2b
c
Step 3
d
Step 4
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
sc1gr0.fil
.768
.140
29.877
1
.000
2.155
Constant
-6.189
.379
265.951
1
.000
.002
sc1gr0.fil
.880
.147
35.768
1
.000
2.412
sc1gr4.fil
-.913
.230
15.766
1
.000
.401
Constant
-2.718
.832
10.659
1
.001
.066
sc1gr0.fil
.696
.162
18.346
1
.000
2.005
sc1gr4.fil
-1.042
.228
20.875
1
.000
.353
sc1gr9.fil
-.768
.278
7.642
1
.006
.464
Constant
-.234
1.128
.043
1
.836
.792
sc1gr0.fil
.651
.163
15.936
1
.000
1.917
sc1gr4.fil
-.751
.275
7.446
1
.006
.472
sc1gr5.fil
-.545
.274
3.951
1
.047
.580
sc1gr9.fil
-.765
.273
7.830
1
.005
.466
Constant
.242
1.113
.047
1
.828
1.274
a. Variable(s) entered on step 1: sc1gr0.fil.
b. Variable(s) entered on step 2: sc1gr4.fil.
c. Variable(s) entered on step 3: sc1gr9.fil.
d. Variable(s) entered on step 4: sc1gr5.fil.
Area Under the Curve
Result
Test
Variable(s):Predicted
probability
Area
.858
The test result variable(s):
Predicted probability has
at least one tie between
the positive actual state
group and the negative
actual
state
group.
Statistics may be biased.
114
Lampiran 5.Titik Hasil Referensi Cek Lapangan dan Google Earth
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
X
654251,5057
655160,0879
666425,7614
666836,3065
668273,2812
669501,8841
669669,8950
670432,4483
670858,3559
671341,0944
671442,3944
671783,7529
672005,3152
672221,2971
672400,2411
672773,2906
673079,7609
673095,7374
673512,3016
673606,1660
673737,5530
673894,8763
673995,3085
674277,9966
674843,6890
675540,8359
676637,1467
677695,9642
678315,6660
678757,4410
679082,1644
679296,5588
679336,3800
679494,4194
680643,6231
680762,3203
681960,3653
682201,8003
682359,3988
683170,9179
696377,6565
696433,3173
Y
9191146,659
9184163,853
9245313,667
9215220,788
9215576,989
9217311,835
9228376,158
9224550,865
9228828,244
9244370,100
9227457,492
9222187,838
9243166,794
9240325,070
9226115,480
9229415,810
9223345,678
9224386,505
9224040,447
9239370,206
9221191,702
9221955,442
9225783,804
9223246,150
9222350,347
9226398,633
9224958,833
9225561,653
9224307,025
9229537,578
9230471,852
9195478,923
9183818,725
9197222,012
9187430,594
9186465,574
9195104,906
9197044,673
9186542,246
9194616,338
9242901,443
9238476,106
Hasil Interpretasi
Lahan Kering
Hutan
Hutan
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Permukiman
Lahan Kering
Hutan
Permukiman
Lahan Kering
Hutan
Hutan
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Permukiman
Sawah
Hutan
Lahan Kering
Sawah
Lahan Kering
lainnya
Lahan Kering
Lahan Kering
Hutan
Lahan Kering
Sawah
Perkebunan
Lahan Kering
Lahan Kering
Perkebunan
Permukiman
Hutan
Perkebunan
Hutan
Lahan Kering
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Permukiman
Data Referensi
Lahan Kering
Hutan
Hutan
Lahan Kering
Hutan
Lahan Kering
Lahan Kering
Permukiman
Lahan Kering
Hutan
Permukiman
Lahan Kering
Hutan
Hutan
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Permukiman
Sawah
Hutan
Lahan Kering
Sawah
Lahan Kering
lainnya
Lahan Kering
Perkebunan
Hutan
Lahan Kering
Sawah
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Perkebunan
Permukiman
Hutan
Perkebunan
Hutan
Hutan
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Permukiman
Kesesuaian
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
tidak sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
tidak sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
tidak sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
tidak sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
tidak sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
115
Lampiran 5. (lanjutan)
NO
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
X
696606,7030
696623,7155
696802,9778
696963,4184
698009,7084
701291,7772
702370,0876
702624,5865
702927,5528
703220,0929
703528,3289
703876,3769
704547,0081
704614,9471
705053,5682
705353,9363
705389,4574
705735,2806
705812,9972
706095,8072
706223,7350
706325,4395
706522,0647
706589,2078
707054,3282
707389,9326
707642,2093
707784,6725
708289,7923
708780,6929
709628,6079
710161,3187
711159,8849
712375,6587
712767,0557
713075,3487
714819,2701
715801,1252
716711,2180
716775,2439
716887,7849
717459,4570
718468,0206
Y
9240816,316
9240519,661
9244130,673
9239059,029
9177890,802
9236266,082
9236544,651
9234427,463
9236560,627
9248446,613
9235239,797
9235915,066
9235046,206
9235188,011
9231153,776
9233744,658
9248857,074
9230649,645
9245127,441
9232811,617
9244135,849
9235115,955
9233810,538
9235026,778
9234511,146
9245164,835
9248284,122
9235403,887
9244669,689
9244837,557
9229818,031
9248142,924
9235925,461
9236057,148
9235992,671
9245298,513
9233228,149
9238742,740
9222723,886
9238304,341
9241261,523
9223290,189
9235250,583
Hasil Interpretasi
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Permukiman
tubuh air
Lahan Kering
Sawah
Hutan
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Perkebunan
Sawah
Hutan
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Sawah
Permukiman
Lahan Kering
Lahan Kering
Hutan
Sawah
Lahan Kering
Hutan
Sawah
Hutan
Lahan Kering
Lahan Kering
Perkebunan
Hutan
Sawah
Lahan Kering
Hutan
Lahan Kering
Perkebunan
Hutan
Sawah
Data Referensi
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Permukiman
tubuh air
Lahan Kering
Lahan Kering
Hutan
Hutan
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Hutan
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Perkebunan
Lahan Kering
Sawah
Permukiman
Lahan Kering
Lahan Kering
Hutan
Sawah
Lahan Kering
Hutan
Sawah
Hutan
Lahan Kering
Lahan Kering
Perkebunan
Hutan
Sawah
Lahan Kering
Hutan
Lahan Kering
Perkebunan
Hutan
Sawah
Kesesuaian
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
tidak sesuai
sesuai
tidak sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
tidak sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
116
Lampiran 5. (lanjutan)
NO
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
X
718929,7438
720729,4694
721385,4243
721495,5809
721746,9265
722149,5575
722467,3539
724028,7049
724627,9785
725036,2211
725142,0588
726470,9917
722149,5575
722242,8529
722467,3539
Y
9232968,578
9225224,158
9226027,527
9233938,929
9226578,453
9232439,958
9239890,628
9236231,388
9236594,460
9229975,748
9222748,307
9232913,911
9232439,958
9241168,313
9239890,628
Hasil Interpretasi
Lahan Kering
Lahan Kering
Hutan
Sawah
Hutan
Sawah
Lahan Kering
Lahan Kering
Perkebunan
Sawah
Hutan
Lahan Kering
Sawah
Lahan Kering
Lahan Kering
Data Referensi
Lahan Kering
Lahan Kering
Hutan
Lahan Kering
Hutan
Sawah
Lahan Kering
Lahan Kering
Perkebunan
Sawah
Hutan
Lahan Kering
Sawah
Lahan Kering
Lahan Kering
Kesesuaian
sesuai
sesuai
sesuai
tidak sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
sesuai
117
Lampiran 6.Akurasi dan Nilai Kappa Citra Landsat Kabupaten Sukabumi
Class Name
Reference
Totals
Classified
Totals
Number
Correct
1
1
1
100,00
100,00
19
21
20
90,48
95,24
7
7
7
100,00
100,00
Lahan Kering
45
47
40
95,74
85,11
Perkebunan
13
11
10
84,62
90,91
Sawah
14
12
12
85,71
100,00
1
1
1
100,00
100,00
100
100
91
Air
Hutan
Kawasan Terbangun
Lainnya
Total
Overall Classification Accuracy = 90,58%
Overall Kappa Statistics = 88,64%
Producers
Accuracy
Users
Accuracy
Download