BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Bolavoli a. Pengertian Permainan Bolavoli Permainan bolavoli diciptakan oleh William G. Morgan, seorang pembina pendidikan jasmani pada Y.M.C.A (Young Man Christian Association) di kota Holyoke, Massachusetts, Amerika Serikat pada 9 februari tahun 1895. Nama permainan ini semula adalah “Mintonette”, perubahan nama Mintonette menjadi volleyball (bolavoli) terjadi pada tahun 1896, pada demonstrasi pertandingan pertamanya di International YMCA Training School. Ide awal dari permainan bolavoli adalah memasukan bola ke daerah lawan melewati suatu rintangan berupa tali atau net dan berusaha memenangkan permainan dengan menjatuhkan bola itu di daerah lawan. Dengan kata lain memvoli artinya memainkan/memantulkan bola sebelum jatuh ke lapangan. Sebagai aturan dasar, bola boleh dipantulkan dengan bagian badan, pinggang ke atas. Bolavoli merupakan olahraga beregu, meskipun sekarang sudah di kembangkan modifikasi permainan bolavoli. Menurut Munasifah (2000 : 3) mengatakan “Bolavoli adalah permainan yang dilakukan oleh dua tim regu, yang masing-masing terdiri atas enam orang. Bola dimainkan di udara dengan melewati satu orang net, pemain tidak boleh memantulkan bola dua kali berturut-turut, dan satu regu dapat memainkan bola maksimal tiga kali sentuhan di lapangan sendiri”. Tujuan awal bermain bolavoli bersifat rekreatif untuk mengisi waktu luang. Semakin lama bolavoli berkembang menjadi tujuan-tujuan yang lain seperti pretasi untuk meningkatkan prestise diri, mengharumkan nama bangsa dan negara. Selain tujuan-tujuan tersebut banyak yang menggunakan permainan bolavoli untuk memelihara dan meningkatkan keseharan jasmani/kesehatan. 6 7 b. Teknik Dasar Permainan Bolavoli Bolavoli memiliki teknik dasar yang harus dikuasai agar permainan bisa berjalan dengan baik. Menurut M. Yunus (1992: 68) mengatakan, “Teknik dasar adalah cara melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mencapai hasil yang maksimal”. Sedangkan yang dimaksut teknik dasar permainan bolavoli menurut Soeharno HP (1985: 14) adalah suatu proses melahirkan keaktifan jasmani dan pembuktian suatu praktek dengan sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang permainan bolavoli. Permainan bolavoli yang dinamis selalu berkembang sesuai dengan perkembangan pengetahuan, teknologi dan ilmu yang lain. Teknik dasar permainan bolavoli menurut soedjarwo dkk (1997: 7) adalah sebagai berikut: 1) Passing terdiri dari : a) teknik passing atas, b) teknik passing bawah, c) Set up/ umpan 2) Smash terdiri dari : a) smash normal, b) semi smash, c) push smash 3) Servis terdiri dari : a) servis tangan bawah, b) servis tangan atas dan servis tangan atas masih terdiri dari tennis servis, floating, cekis 4) Block / Bendungan terdiri dari : a) block tunggal, b) block berlawanan 2. Latihan a. Pengertian Latihan Latihan merupakan proses yang harus dilaksanakan oleh seorang atlet untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya. Beberapa ahli mempunyai penjelasan tentang latihan sebagai berikut : 1) Menurut Suharno HP (1993: 7) latihan adalah suatu proses penyempurnaan atau pendewasaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik dan mental secara teratur dan terarah, meningkat,bertahap dan berulang waktunya. 2) Menurut Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145) latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara 8 berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah julah beban latihan serta intensitas latihanya. 3) Menurut A. Hamidsyah Noer (1996 : 6) latihan adalah suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan pernyataan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan kontinyu serta berulang-ulang dengan beban latihan dan intensitas latihan yang semakin meningkat. Beban dan intensistas latihan dilakukan secara bertahap dengan kemampuan atlet dalam berlatih. Yus`uf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996 : 145) mempunyai pendapat tentang beberapa aspek yang perlu dilatih dan dikembangkan untuk mencapai kesuksesan prestasi antara lain sebagai berikut, “(1) latihan fisik, (2) latihan teknik ,(3)latihan taktik, dan (4) latihan mental”. b. Latihan Fisik Kondisi fisik merupakan hal yang paling mendasar untuk mencapai prestasi olahraga. Latihan fisik selalu menekankan pada komponen fisik tertentu guna mencapai tujuan yang akan dicapai. Andi Suhendro (2007:41) berpendapat, “Kondisi fisik merupakan salah satu syarat penting dalam meningkatkan prestasi seorang atlet, dan bahan sebagai keperluan yang sangat mendasar untuk meraih prestasi olahraga”. Beban fisik diberikan dalam latihan secara teratur, berkesinambungan, dan sistematik untuk meningkatkan kemampuan tubuh. Harsono (1988:153) menyatakan bahwa latihan fisik merupakan usaha untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional sistem tubuh sehingga mencapai prestasi yang lebih baik. Andi Suhendro (2007 : 35) berpendapat, Latihan fisik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan kondisi seorang. Latihan ini mencakup semua komponen kondisi fisik antara lain kekuatan otot,daya tahan kardiovaskuler, daya tahan otot, kelincahan, kecepatan, power, stamina, kelentukan, dan lainlain. 9 Berdasarkan pendapat dari dua ahli di atas dapat disimpulkan latihan fisik merupakan hal yang paling mendasar dalam olahraga. Seseorang dapat mencapai prestasi dan kebugaran jasmani yang tinggi apabila memiliki kondisi fisik yang baik. Latihan fisik dilaksanakan untuk melatih komponen kondisi fisik tertentu, misalnya otot power tungkai, maka latihan fisik harus ditekankan pada peningkatan power otot-otot tungkai. Latihan yang dilakukan harus spesifik sesuai dengan karakter kondisi fisik yang ditekankan. c. Prinsip-prinsip Latihan Atlet maupun pelatih harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan program latihan. Prinsip latihan merupakan landasan yang harus diperhatikan agar kemampuan atlet dapat meningkat dan terhindar dari risiko cidera. Rusli Lutan (2000:63) menyatakan , “Tidak ada cara lain untuk menguasai keterampilan kecuali berlatih. Melalui latihan keterampilan dapat dikuasai dan akhirnya melekat sampai mahir”. Artinya untuk mencapai kemampuan yang diinginkan, seorang atlet harus berlatih dengan sistematis, kontinyu , dan berkesinambungan tanpa melupakan prinsip-prinsip latihan. Fox, Bowers & Foss (1999:25) berpendapat ,”Prinsip- prinsip dasar latihan fisik dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan suatu latihan, antara lain: (1) Prinsip pemanasan dan pendingan, (2) Prinsip kekhususan , (3) prinsip interval, (4) prinsip beban lebih secara progresif, (5) Prinsip latihan beraturan, (6) prinsip perbedaan individu, (7) prinsip kembali asal (8) Prinsip nutrisi. Prinsipprinsip latihan fisik dapat di jelaskan sebagai berikut : 1) Prinsip Pemanasan dan Pendinginan Pemanasan selalu dilakukan ketika awal latihan,bertujuan untuk mempersiapkan tubuh melakukan aktifitas dengan intensitas yang lebih tinggi. Pemanasan dapat dilakukan secara menyeluruh atau khusus pada organ yang akan di latih. Pemanasan berisi gerakan pasif maupun dinamis, dari ekstremitas atas menuju ekstremitas bawah. Rusli Lutan (1992:91) menyatakan bahwa: 10 Pemanasan tubuh (warming up) penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan pemanasan adalah untuk mengadakan perubahan fungsi organ tubuh kita untuk menghadapi kegiatan fisik yang lebih berat. Kecuali untuk memanaskan tubuh, kegunaan latihan lainya ialah agar (1) atlet terhindar dari kemungkinan bahaya cidera, (2) terjadi koordinasi gerak yang mulus , (3) Organ tubuh menyesuaikan diri dengan kerja yang lebih berat dan (4) Kesiapan mental atlet kian meningkat. Pemanasan dapat meningkatkan suhu tubuh kemudian memperlancar peredaran darah di tubuh, meningkatkan suplai oksigen, dan pertukaran zat. Pemanasan juga akan meningkatkan elastisitas otot yang akan menghindarkan tubuh dari risiko cedera. 2) Prinsip Kekhususan Program latihan dijalankan untuk memberikan pengaruh secara khusus terhadap karakter keterampilan gerak, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Soekarman (1987:60) berpendapat,”Latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan”. Pendapat lain dikemukakan Sadoso Sumasardjono (1994:10) ,”Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya, serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih”. Menurut dua pendapat diatas bisa ditarik kesimpulan program latihan harus bersifat khusus, yang telah disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Latihan harus sesuai dengan ciri-ciri olahraga yang akan dikembangkan , tentu saja harus memperhatikan gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih agar sesuai dengan program latihan . 3) Prinsip Interval Istirahat merupakan hal yang penting dalam latihan, karena istirahat harus seimbang dengan latihan . Cedera sering timbul di karenakan intensitas latihan yang tinggi tidak diimbangi dengan istirahat yang memadai. Semua cabang olaharaga tanpa kecuali harus memperhatikan sistem latihan secara interval. Suharno HP. (1993:17), 11 ”Prinsip interval sangat penting dalam latihan yang bersifat harian, mingguan, bulanan, kuwartalan, tahunan yang berguna untuk pemulihan fisik dan mental atlet dalam menjalankan latihan”. Latihan interval memiliki ciri-ciri yaitu pada setiap latihan di selingi dengan istirahat. Istirahat yang dilakukan tergantung sistem energi mana yang dikembangkan sehingga akan mempengaruhi jenis istirahat, dapat berupa istirahat pasif maupun aktif. Istirahat amatlah penting, dikarenakan tubuh perlu diistirahatkan setelah mendapatkan beban latihan. Intensitas istirahat juga akan mempengaruhi keefektifitasan latihan, karena istirahat yang terlalu panjang ataupun terlalu pendek akan mengakibatkan tujuan dari latihan kurang maksimal. Setiap rangsangan gerak selalu menggunakan energi dan menguranginya, akan tetapi juga mengandung rangsangan untuk membentuk energi baru. Suharno HP. (1993:17) ,” Kegunaan prinsip interval diterapkan dalam latihan untuk: (1) Menghindari terjadinya overtraining , (2) memberikan kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beba latihan, (3) pemulihan tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan”. 4) Prinsip Beban Lebih secara Progresif Peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Soekarman (1987:60) menyatakan, ”Dalam latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai maksimum, dan jangan berlatih melebihi kemampuan”. Pelatih harus meningkatkan beban secara bertahap, pemberian beban yang berlebihan akan menimbulkan risiko buruk pada diri atlet. Keuntungan dari peningkatan secara progresif adalah otot tidak akan merasakan sakit dan kemungkinan melemahkan tubuh. Pemberian beban berlebih akan menambah kemampuan otot pada saat melakukan latihan berbeban berikutnya. Akibatnya beban yang diberikan sebelumnya tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kekuatan. Dengan kata lain beban yang di berikan 12 sebelumnya menjadi underload karena kekuatan dalam diri atlet telah meningkat. Peningkatan beban latihan minimal dilakukan 1 minggu setelah latihan, karena tubuh beru akan beradaptasi dalam waktu kurang lebih 1 minggu. Suharsno HP. (1993:14) menyatakan, ”Peningkatan beban latihan,sebaiknya dua atau tiga kali latihan baru dinaikan. Bagi si atlet masalah ini sangat penting, karena ada kesempatan untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya yang memerlukan waktu paling sedikit dua puluh empat jam agar timbul superkompensasi”. Latihan yang tepat akan meimbulkan adaptasi tubuh yang optimal. 5) Prinsip Latihan Beraturan Prinsip latihan beraturan bertujuan agar beban latihan tertuju dan terjadi menuntut kelompok otot dan tempat berfungsinya otot. M. Sarjoto (1995:31) menyatakan, “ Latihan hendaknya di atur sedemikian , sehingga kelompok otot-otot besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang lebih kecil. Hal ini dilakasnakan agar kelompok otot kecil tidak akan mengalami kelelahan lebih dulu”. Otot-otot besar sebaiknya di dahulukan dalam berlatih, karena otot-otot kecil lebih cepat dan lebih lemah. M. Sajoto (1995:31) menyatakan, “Program latihan hendaknya diatur agar tidak dua bagian otot pada tubuh yang sama mendapat dua kali latihan secara berurutan”. 6) Prinsip Perbedaan Individu Setiap atlet tentunya memiliki kemampuan dan prestasi yang berbebeda. Pelatih harus menyusun program latihan sesuai dengan kemampuan setiap atlet. Sadoso Sumosardjono (1994:13) menyatakan, ”Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang sama, tetapi kecepatan kemajuan dan perkembanganya tidak sama”. Program latihan akan lebih efektif jika diterapkan, direncanakan, dan dilaksanakan berdasarkan karakter dan kondisi atlet. Seorang atlet akan mengalami kenaikan kemampuan tergantung pada program latihan 13 yang diberikan oleh pelatih. Target prestasi yang telah di tetapkan adalah konsekuensi dari program latihan yang diberikan. 7) Prinsip Kembali Asal Seorang atlet harus memperhatikan prinsip kembali ke asal, karena apabila menghentikan latihan maka akan terjadi penurunan kemampuan pada diri atlet. Latihan yang tidak dilakukan secara kontinyu dan teratur akan menurunkan kemampuan ke kondisi semula. Soekarman (1987:60) menyatakan, “Setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan kembali keadaan semula. Karena itu setiap atlet harus berlatih terus untuk memelihara kondisinya”. Latihan yang baik adalah latihan yang dilakukan secara teratur dan kontinyu. Seorang atlet harus mampu menjaga kondisi tubuhnya agar prestasi yang didapat tidak menurun. 8) Prinsip Nutrisi Nutrisi atau gizi merupakan faktor yang berpengaruh dalam latihan fisik. Asupan gizi yang diserap tubuh harus sesuai dengan energi yang digunakan. Sarwoto & Bambang Soetedjo (1993:231) menyatakan, “kualitas makanan yang kita makan dengan didukung oleh kegiatan fisik yang teratur akan memberikan jaminan terhadap tingkat kesehatan seseorang”. Tubuh yang melakukan aktivitas yang berat memerlukan asupan gizi yang lebih besar daripada melakukan aktivitas ringan. Patte Rotella Mc. Clenaghan (1993:263) berpendapat, ”Karbohidrat dan lemak menggantikan sumber energi makanan yang dapat digunakan selama olahraga”. Sudjarwo (1995:23) menyatakan, ”Untuk seorang atlet diperlukan 25-35% lemak,15% putih telur,50-60% hidrat arang dan vitamin serta mineral lainya”. Asupan gizi yang tidak seimbang dengan aktivitas fisik akan mengakibatkan kerusakan organ tubuh sehingga akan mengakibatkan sakit”. 14 d. Komponen-komponen Latihan Setiap latihan yang dilakukan akan merubah anatomis, fisiologis, biokimia, dan kejiwaan atlet. Depdiknas (2000:105) menyatakan, “Dalam proses latihan yang efisien dipengaruhi : (1) Volume latihan, (2) Intensitas latihan, (3) Densitas latihan, (4) Kompleksitas latihan”. Untuk lebih jelasnya komponenkomponen latihan akan diuraikan sebagai berikut: 1) Volume Latihan Volume latihan merupakan salah satu syarat yang penting agar dapat meningkatkan kemampuan fisik maupun teknik. Menurut Andi Suhendro (2003:17) bahwa, ”Volume latihan adalah ukuran yang menunjukan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditunjukan dengan jumlah repetisi,seri,atau set dan panjang jarang yang ditempuh”. Pendapat lain dikemukakan oleh bompa (1999:77) ,”Volume adalah hal penting prasyarat yang kuantitatif untuk untuk taktis tinggi dan terutama prestasi”. Repetisi merupakan salah satu bagian dari volume latihan, Suharno HP. (1993:32) memiliki pendapat tentang repetisi yaitu, ”Ulangan gerak beberapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran”. Volume latihan harus di sesuaikan dengan kemampuan atlet, pemberian dosis latihan yang berlebihan tidak akan efektif apabila atlet belum mampu melakukan latihan tersebut dengan baik. Kemampuan atlet dikatakan meningkat apabila adanya peningkatan jumlah satuan latihan serta jumlah kerja yang diselesaikan setiap satuan latihan. 2) Intensitas Latihan Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat erat kaitanya dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam jangka waktu yang telah diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam satuan waktu, maka lebih tinggi pula intensitasnya Suharno HP. (1993:31) menyatakan, “ Intensitas adalah takaran yang menunjukan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam 15 aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”. Pendapat lain dikemukakan oleh Bompa (1999:79), “ Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari kecepatan geraknya, variasi interval atau istirahat diantara tiap ulanganya”. Dalam latihan Pliometrik terapat patokan standar intensitas latihan yang dapat dilihat pada gambar berikut ini Gambar 2.1 : Intensitas Latihan Pliometrik Tudor. O Bompa (1986:44) 16 3) Densitas Latihan Andi Suhendro (2003:24) menyatakan, “Density merupakan ukuran yang menunjukan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”. Bompa (1999:91) Menyatakan bahwa, ”Densitas adalah frekuensi dimana atlet ditunjukan ke suatu rangkaian stimuli per bagian waktu”. Dengan demikian densitas merupakan hubungan yang dinyatakan dalam satuan waktu antara kerja dan istirahat. Densitas yang seimbang akan membuat atlet mencapai rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan. Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan bergantung pada intensitas dan lamanya setiap rangsangan yang diberikan. Rangsangan diatas tingkat intensitas submaksimal menuntut istirahat yang relative lama, dengan maksud untuk memudahkan pemulihan sesorang dalam menghadapi rangsangan berikutnya. Sebaliknya, rangsangan pada intensitas rendah membutuhkan sedikit waktu untuk pemulihan, karena tuntutan terhadap organismenya pun juga rendah. 4) Kompleksitas Latihan Kompleksitas dikaitkan dengan kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan. Dalam melatih atlet sebaiknya di mulai dari materi yang mudah selanjutnya berkembang ke tingkat yang lebih rumit. Kompleksitas sangat bergantung pada daya serap seorang atlet terhadap materi yang di berikan. Apabila memberikan materi yang rumit pada atlet pemula tentu saja atlet akan kesusahan memahami materi latihan. Sebaliknya jika memberikan materi yang mudah kepada atlet yang sudah handal tidak akan memberikan hasil yang signifikan. 17 e. Program Latihan Program latihan adalah suatu konsep kognitif, afektif, dan psikomotor pelatih yang disusun secara objectif untuk di terapkan pada atlet sesuai dengan tujuan, sasaran, dan waktu yang ditetapkan. (http://fightpencaksilat.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-dan-pembuatan-plmakro-dan.html) Program latihan Double leg hop progresion dan Box Jump yang telah disusun terdiri dari pemanasan, inti dan pendinginan. Setiap bagian yang telah disebutkan mempunyai alokasi waktu tersendiri agar latihan berjalan efisien. Inti latihan adalah teknik latihan yang ditekankan agar atlet mengalami peningkatan fisik. Program latihan yang disusun untuk pemanasan memiliki durasi 30 menit yang terdiri dari Jogging, Stretching dan ABC Running. Tujuan dari pemanasan adalah untuk meningkatkan suhu tubuh, mencegah cedera, memperpendek reaksi, dan meningkatkan sistem cardiovasculer. Jogging adalah bentuk kegiatan lari kecil atau lambat untuk meningkatkan kebugaran. Stretching adalah suatu kegiatan yang bertujuan meningkatkan elastisitas otot dan kelenturan sendi. ABC running adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melatih otot tungkai, melatih koordinasi , dan keseimbangan. Contoh gerakan ABC Running sebagai berikut: Gambar 2.2 Latihan Pergelangan Kaki (http://www.stkippasundan.ac.id/pjkr/wpcontent/uploads/teori_dan_praktek_atletik.pdf) 18 Gambar 2.3 Latihan Angkat Lutut Tinggi (http://www.stkippasundan.ac.id/pjkr/wpcontent/uploads/teori_dan_praktek_atletik.pdf) Inti latihan terdiri dari set dan repetisi, sedangkan nilai repetisi tiap minggunya naik 5% seperti yang di kemukakan Wescot (1983:38) “Tambahan beban baru hendaknya tidak lebih 5% dari berat beban sebelumnya, hal ini disarankan pada penelitiannya yang menunjukkan bahwa kenaikan kekuatan antara 2-6% setiap minggunya”. Pendinginan menggunakan stretching PNF (Proprioceptive Neuromuscular Fascilitation) melibatkan kontraksi isometric untuk mendapatkan ketegangan yang diikuti relaksasi kemudian diberikan stretching secara pasif pada otot yang mengalami ketegangan tersebut. Peregangan ini memerlukan bantuan orang lain untuk memudahkan gerakan peregangan otot hingga mencapai posisi statis dan dipertahankan dalam beberapa detik. Contoh dari penggunaan stretching PNF sebagai berikut: Gambar 2.4 Salah satu penggunaan stretching PNF saat pendinginan (http://obrienfitness.ca/wp-content/uploads/2014/05/2014-05-0108.52.49-e1398956145118.png) 19 3. Power a. Pengertian Power Power merupakan salah satu unsur fisik yang harus dimiliki seorang atlet cabang semua cabang olahraga untuk mencapai prestasi. Koni (1993:26) menyatakan . “power lebih di perlukan dan boleh di katakan semua cabang olahraga, oleh karena di dalam power, „kecuali ada kekuatan terdapat kecepatan”. Power adalah kombinasi antara kekuatan dan kecepatan untuk mengatasi sebuah tahanan. Suharno HP (1993:59) menyatakan, “ Power adalah kemampuan atlet untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan maksimal dalam gerak yang utuh”, menurut M. Sajoto (1995:8) bahwa, “Daya ledak otot (muscullar power) adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum, dengan usaha yang dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya”. Imam Hidayat (1997:280) berpendapat,”Daya ledak/power ialah kekuatan yang dikerahkan denan kecepatan”. Menurut beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas dapat dikatakan bahwa power menyangkut kekuatan dan kecepatan kontraksi otot yang dinamis serta eksplosif serta melibatkan pengeluaran kekuatan otot secara maksimal dalam waktu yang secepat-cepatnya . Power ditentukan oleh banyaknya myofibril otot putih, kecepatan kontraksi otot, banyak sedikitnya ATP dalam otot dan koordinasi gerak. Power yang dimiliki oleh seorang atlit dipengaruhi oleh teknik dan koordinasi gerakan, Kemampuan teknik dan koordinasi gerakan yang baik dalam arti otomatis dan reflektif maka akan memungkinkan gerakan yang dilakukan akan semakin cepat dan eksplosif. Alat ukur power otot tungkai adalah vertical jump test. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Power Kontraksi otot yang tinggi merupakan faktor penentu terbentuknya power. Apabila intensitas kontraksi otot tinggi menghasilkan kecepatan pengerutan otot setelah mendapat rangsang dari syaraf. Besar kecilnya kontraksi otot tergantung pada jumlah otot yang digunakan. Produksi kerja otot secara eksplosif menambah suatu unsur baru yakni terciptanya hubungan antara otot 20 dengan sistem syaraf. Sarwono dan Ismaryati (1999:6) menyatakan,” Unsur-unsur penentu power adalah kekuatan otot, kecepatan rangsangan syaraf,kecepatan kontraksi otot,produksi energi secara biokimia dan pertimbangan mekanik gerak”. Suharno HP. (1993:59-60) Menyatakan faktor yang menetukan baik tidaknya power adalah: 1) Banyak sedikitnya macam fibril otot putih pada atlet 2) Kekuatan dan kecepatan otot atlet 3) Waktu rangsangan 34 detik , Misalnya waktu rangsangan hanya 15 detik, power akan lebih baik dibandingkan dengan waktu rangsangan selama 34 detik. 4) Koordinasi gerakan yang harmonis antara kekuatan dan kecepatan. 5) Tergantung banyak sedikitnya zat kimia dala otot (ATP) Kemampuan otot untuk berkontraksi secara maksimal dalam waktu yang sangat singkat setelah menerima rangsangan serta produksi energi biokimia dalam otot menentukan power yang dihasilkan. Untuk menghasilkan power yang baik diperlukan latihan yang sistematis dan berkelanjutan. Menurut Suharno HP. (1993:59) Ciri latihan explosive power adalah : 1) Melawan beban relatif ringan,berat badan sendiri,dapat pula tambahan beban luar yang ringan. 2) Gerakan latihan aktif,dinamis,dan cepat. 3) Gerakan-gerakan merupakan satu gerak yang singkat,serasi dan utuh. 4) Bentuk gerakan bisa cyclic maupun acyclic. 5) Intensitas kerja submaksimal atau maksimal. Dari ciri di atas dapat diambil program latihan yang tepat untuk meningkatkan power otot tungkai. Dengan power otot tungkai baik maka akan diperoleh vertical jump yang maksimal. c. Jenis-jenis Power Power merupakan komponen yang harus dimiliki seorang atlet yang ingin berprestasi. Setiap orang melakukan kegiatan yang berbeda-beda sehingga kemampuan untuk menghasilkan powernya pun berbeda. Menurut Suharno HP (1993:40) power dibagi menjadi 3 jenis yaitu : 1) Kekuatan maksimal adalah kemampuan otot dalam kontraksi maksimal serta dapat melawan beban yang maksimal pula. 21 2) Eksplosif power adalah kemampuan sebuah otot atau sekumpulan otot untuk mengatasi suatu tahanan beban dengan kecepatan tinggi dalam suatu gerak yang utuh. 3) Power endurance Adalah kemampuan tahan lamanya otot untuk melakukan tahanan beban dengan intensitas tinggi. Bompa (1990:285) membagi power menjadi 2 macam, yang akan di uraikan sebagai berikut: 1) Power Siklik Power siklik sering kali digunakan pada suatu kegiatan dimana dalam kegiatan olahraga tersebut dalam pelaksanaanya didasarkan pada kegiatan motorik yang dilakukan secara berulang dimana frekunsi amplitudo merupakan produk siklik. Power siklik merupakan istilah yang sering melekat pada atributif gerak fisik yang di ulang-ulang dalam waktu yang sangat lama dan bersifat terus-meneurs (continue). Gerakan ini identik dengan gerakan majunya tubuh seseorang dalam perpindahan tempatnya. Sehingga dalam pergerakan tersebut tidak hanya dilaksanakan sekali bahkan berkali-kali dan dalam pelaksanaanya dilaksanakan secara utuh dan dilaksanakan dalam bentuk yang sama mulai dari bentuk gerakan awal sampai gerakan akhir. Penerapan dalam kegiatan olahraga adalah berupa lari,renang,jalan dan sebagainya. 2) Power asiklik merupakan istilah yang sering melekat pada atributif gerak fisik yang dilihat dari struktur dan fungsi keterampilan gerak dalam olahraga serta memiliki tiga struktur fase. Dalam power asiklik terdapat 3 fase yaitu fase persiapan, fase utama,dan fase akhir. Power asiklik berbeda dengan power siklik yaitu terletak pada pelaksanaanya berubah tanpa ada kemiripan mulai dari gerakan awal menuju gerakan akhir serta ditandai oleh kecepatan kontraksi otot secara maksimal dan gerakanya dilakukan secara eksplosif, contoh penerapanya adalah melompat, menolak, melempar ,belari ,senam, dan sebagainya. 22 4. Pliometrik a. Pengertian Latihan Pliometrik Pliometrik ditemukan oleh Freg Wilt salah seorang pelatih atletik warga Amerika pada tahun 1975. Istilah”Pliometrics” merupaka penggabungan kata dari “plyo” dan metrics” yang mempunyai arti peningkatan yang dapat di ukur (Donald A. Chu,1992:1). Pliometrik merupakan suatu metode untuk mengembangkan daya ledak (explosive power). Ciri dari Pliometrik adalah peregangan pendahuluan (prestrectching) dan tegangan awal (pre-tension) pada saat melakukan kerja. Tipe dari latihan Pliometrik adalah cepat, kuat, eksplosive dan reaktif. M. Furqon H.& Muchsin Doewes (2002 : 3) Menyatakan, “ Latihan Pliometrik adalah suatu latihan khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat merupakan respon dari pembebanan atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat atau di sebut juga reflek regang atau reflek miotatik atau reflek muscle spidle”. Pendapat lain dikemukakan Chu (1992:1-3) bahwa, “Latihan Pliometrik adalah latihan yang memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu sesingkat mungkin”. Dasar dari latihan Pliometrik adalah gerakan dari rangsangan peregangan otot secara mendadak supaya terjadi kontraksi yang lebih kuat. Latihan tersebut dapat menghasilkan peningkatan daya ledak dan kekuatan kontraksi. Daya ledak dan kekuatan kontraksi otot merupakan cermin peningkatan adaptasi fungsional neuromuscular. Peningkatan kontraksi otot merupakan perbaikan fungsi reflek peregangan dari muscle spindle. Latihan Pliometrik merupakan penggabungan dari latihan isometrik dan isontonik (eksentrik-konsentrik) dengan pembebanan dinamik. Kontraksi esentrik adalah tindakan dimana otot mengembang dan dicirikan dengan jenis negatif. Kontraksi konsentrik adalah tindakan yang berganti-ganti dimana otot memendek dengan jenis positif. Konsentrik isometrik adalah gerakan meregang dengan meniadakan panjang otot. Pola gerakan Pliometrik sebagian besar mengikuti konsep power chain (rantai power) yang banyak melibatkan otot pinggul dan tungkai. Gerakan kelompok otot pinggul dan tungkai. Gerakan kelompok otot 23 pinggul dan tungkai merupakan pusat power yang memiliki keterlibatan yang besar dalam semua gerakan olahraga. b. Prinsip-prinsip Latihan Pliometrik Kegiatan atlet sering dikaitkan dengan tiga jenis kontraksi otot, yaitu konsentrik (memendek), isometrik (tetap) dan aksentrik (memanjang). Gerakan dalam latihan Pliometrik memiliki karakter cepat,kuat,eksplosif dan reaktif. Kualitas fisik dapat ditingkatkan melaluli latihan Pliometrik dengan memperhatikan prinsip yang terdiri dari : 1) Memberi regangan (stretch) pada otot Tujuan dari pemberian regangan yang cepat pada otot-otot yang terlibat sebelum melakukan kontraksi secara fisiologis untuk: a) memberi panjang awal yang optimum pada otot b) mendapatkan tenaga elastis c) menimbulkan reflek regang Pemberian regangan pada otot sebelum kontraksi bertujuan untuk memberikan panjang awal yang optimum pada otot untuk berkontraksi. Pengertian dari panjang awal yang optimum pada otot adalah saat otot dalam keadaan panjang istirahat (resting lenght). Dalam keadaan panjang istirahat,sarkomer mampu menimbulkan daya kontraksi terbesar (Guyton , AC, 1986 : 126). Gambar 1 menunjukan hubungan antara panjang otot dan gaya kontraksinya. 24 Gambar 2.5: Hubungan Panjang Otot Dengan Gaya Kontraksi (Sumber : Guyton, AC. 1986 :126) 2) Beban lebih yang meningkat Dalam latihan Pliometrik harus menerapkan beban lebih (overload) dalam hal beban atau tahanan (reistive), kecepatan (temporal) dan jarak (spartial). Tahanan atau beban yang overload biasa terjadi pada latihan Pliometrik diperoleh dari bentuk perpindahan anggota tubuh yang cepat, seperti meloncat, melambung, memantul dan sebagainya. 3) Kekhususan latihan (specifity training) Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan Pliometrik yaitu: a) kekhususan terhadap kelompok otot yang dilatih atau kekhususan neuromuscular b) kekhususan terhadap sistem energi utama yang digunakan c) kekhususan terhadap pola gerakan latihan (Bompa, 1990:32) 25 Latihan Pliometrik akan memberikan manfaat pada aspek yang dilatih jika dalam pelaksanaan dan penerapanya dilakukan dengan tepat dan memenuhi prinsip-prinsip latihan yang telah disarankan. Dalam menyusun program latihan Pliometrik harus memperhatikan pedoman-pedoman khusus yang mempengaruhi terhadapa keberhasilan latihan . Menurut Radcliffe & Farentinos (1985:17-22) aspek-aspek khusus untuk melakukan latihan Pliometrik yang tepat dan efektif antara lain adalah: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Pemanasan & pendinginan (warm up and warm down) Intensitas tinggi Beban lebih progresif Memaksimalkan gaya / menimalkan waktu Melakukan sejumlah ulangan Istirahat yang cukup Membangun landasan yang kuat terlebih dulu Program latihan individualisasi Agar latihan power memberikan hasil seperti yang diharapkan, maka harus memperhatikan komponen yang akan di jabarkan sebagai berikut: (1) Volume Radcliffe dan Farentinos (1985:21-27) memberikan pedoman sebagai berikut: (a) Jangka waktu kerja antara 4-15 detik. (b) Jarak yang ditempuh tidak lebih dari 30 meter. (c) Dikerjakan dengan intensitas sedang sampai tinggi. (d) Repetisi antara 15-30 dalam 2-4 set dengan istirahat 2 menit. (2) Intensitas yang tinggi Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam latihan Pliometrik adalah intensitas. Pelaksanaan yang cepat dengan usaha yang maksimal akan mempengaruhi hasil latihan. Kecepatan regangan otot lebih penting dari pada panjang reganganya . Reflek yang terbesar dicapai jika otot di beri beban secara maksimal (Radcliffe dan Farentinos, 1985:21). Diperlukan intensitas sedang sampai tinggi dalam latihan Pliometrik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. (3) Frekuensi Frekuensi adalah jumlah ulangan yang dikerjakan setiap sesi atau minggunya. Olahraga yang mengutamakan power ternyata 26 pengeluaran energinya sangat tinggi, hal ini dapat menjelaskan mengapa kelelahan lebih cepat timbul dalam latihan power, sehingga disarankan frekuensi latihan dilakukan 5-6 per sesi latihan dan 2-4 kali perminggu. (4) Pulih asal Pulih asal yang dilakukan pada latihan yang bertujuan untuk meningkatkan power menggunakan ratio perbandingan antara kerja dan istirahat 1:5-1:10 (Chu, 1992:14) c. Pengaruh Latihan Pliometrik Terhadap Power Otot Tungkai Power terdiri dari beberapa komponen yaitu kekuatan dan kecepatan. Nosek (1982:46-48) berpendapat power adalah kemampuan seseorang untuk mengatasi tahanan suatu kecepatan kontraksi otot. Kontraksi otot tungkai membutuhkan waktu, sebab hal tersebut tidak bisa timbul dalam waktu singkat . Menimbulkan power otot tungkai membutuhkan program latihan fisik. Latihan Pliometrik yang yang dilakukan secara berulang akan mempengaruhi otot tungkai. Otot harus bekerja berulang-ulang dan terus-menerus sehingga mengakibatkan hipermetropi otot, sehingga kemampuan otot tungkai akan meningkat. Latihan yang dilakukan secara berkesinambungan akan berpengaruh terhadap sistem fisiologis dan neurology khususnya otot tungkai, sehingga akan terjadi adaptasi gerakan yang dilakukan. Peningkatan dosis latihan dilakukan secara bertahap karena latihan Pliometrik dilakukan dengan cepat, eksplosif dan bertenaga sehingga akan menimbulkan kelelahan. d. Otot-otot Penunjang Power Tungkai Alat gerak manusia terdiri dari otot dan persendian. Penyusun berat badan manusia sebagian besar tersusun atas otot. Untuk bisa bergerak manusia sangat bergantung pada otot. Sehingga bisa dikatakan tanpa otot manusia tidak bisa bergerak. Soekarman (1987:27) menyatakan, “Otot merupakan 40-45% dari berat tubuh seorang . Di dalam tubuh kita terdapat 217 pasang otot rangka”. Berkaitan dengan otot Dwi Hatmitasari dkk (2007:52) berpendapat “sebuah otot adalah kumpulan dari benang-benang yang panjang yang dibuat dari sel-sel dan di kelompokan dalam satu ikatan”. Berkaitan dengan fungsi otot Aip syarifuddin 27 (1997:35) menyatakan, ”otot dapat mengadakan kontraksi dengan cepat ,apabila ada rangsangan dari luar”. Menurut M.Furqon H & Muchsin Doewes (2002:14) Bahwa otot-otot yang terlibat dalam gerakan yang memerlukan power otot tungkai adalah “(1) fleksi paha : melibatkan otot-otot sartonus, ilacus, gracilis (2) ekstensi lutut : vastus lateralis, medialis, intermedius, dan rectus femoris (3) fleksi paha dan pelvis bicep femoris, semitendinosus, dan semimebranosus (4) aduksi paha : gluteus medius dan minimus, adductor longus, brevis magnus, minimus dan hallucis”. Untuk lebih memahami letak otot yang terdapat di tungkai dapat dilihat melalui ilustrasi berikut ini: Gambar 2.6: Otot-Otot Paha Diseksi Intermedia (sumber : Tank, P.W. & Gest, T.R. 2009:102) 28 Gambar 2.7: Otot-Otot Tungkai Bagian Posterior, Diseksi Superfisial (sumber : Tank, P.W. & Gest, T.R. 2009:102) Gambar 2.8: Otot-Otot Paha Diseksi Intermedia (sumber : Tank, P.W. & Gest, T.R. 2009:102) 29 5. Latihan Power Otot Tungkai dengan Box Jump a. Pelaksanaan Latihan Box Jump Box jump adalah bentuk latihan Pliometrik yang dilakukandengan loncat naik turun bangku dengan bertumpu pada dua kaki. Tujuan dari latihan ini adalah meingkatkan power otot tungkai. Berkaitan dengan ketinggian bangku yang di gunakan untuk latihan Donal A Chu, 1992:48 menyatakan bahwa, “Ketinggian bangku antara 6-12 inci dn tidak lebih dari 24 inchi”. Urutan gerakan tersebut diawali dengan posisi berdiri menghadap bangku , sendi lutut ditekuk kurang lebih 135 derajat, lengan berada di samping badan dengan sendi ditekuk 90 derajat. Kedua kaki menolak secara bersamaan melompat ke atas bangku dan kembali mendarat ke lantai. Semua gerakan di lakukan secara berulang-ulang sesuai dengan dosis latihan. Penghitungan gerakan naik turun bangku menggunakan irama metronom. Donald A Chu (1992:45) menyatakan pada waktu hitungan ke satu, loncat di atas bangku, hitungan turun bangku di lanjutkan ,hitungan ganjil loncat di atas bangku dan ketika hitungan genap turun dari bangku. Ilustrasi latihan box jump dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 2.9: Latihan Box Jump (http://www.indestructiblemuscle.com/indestructible-muscle/the-box-jump-is-afantastic-method-of-measuring-lower-body-power1) 30 b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Box Jump Latihan box jump memiliki kelebihan dan kekurangan yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Ketika melaksanakan rangkaian gerakan kedua kaki di angkat secara bersamaan sehingga memudahlan atlet untuk mengangkat berat beban tubuhnya. 2. Meningkatkan power otot tungkai atlet sehingga menambah tolakan agar mendapatkan momentum saat melayang di udara. 3. Urutan gerakan latihan cukup mudah sehingga bisa atlet bisa melakukan pengulangan gerakan dengan jumlah yang cukup banyak. Sedangkan kelemahan saat pelaksanaan box jump antara lain: 1. Latihan yang dilakukan secara kontinyu sehingga mendekati batas kemampuan akan mengakibatkan atlet kelelahan dan berkurangnya konsentrasi. 2. Jika atlet kurang berhati-hati akan menimbulkan cedera. 6. Latihan Power Otot Tungkai dengan Double Leg Hop Progression a. Pelaksanaan Latihan Double Leg Hop Progression Double-leg hop progression adalah melompat menggunakan dua kaki bersamaan melewati rintangan berupa gawang yang tersusun sejajar dan atlet dituntut untuk melompati gawang sampai urutan gawang terakhir. Latihan double leg hop progression menggunakan gawang sebagai alat bantu. Ukuran gawang yang digunakan dalam latihan sama tingginya sehingga rintangan yang di dapat saat latihan juga tetap. Teknik yang digunakan untuk melewati gawang bisa menggunakan satu kaki maupun dua kaki. Lompatan yang digunakan bisa ke depan ataupun kesamping. 31 Gambar 2.10 : Pelaksanaan Double Leg Hop Progression (https://scotthobbsblog.wordpress.com/2014/06/24/the-role-of-aquaticplyometrics-in-athletic-performance/) b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Double Leg Hop Progression Beberapa kelebihan dan kekurangan latihan double leg hop progression akan diuraikan sebagai berikut: 1. Adanya rintangan memacu atlet untuk berlatih mengeluarkan power otot tungkai secara maksimal. 2. Gerakan yang dilakukan cukup mudah sehingga atlet mudah berlatih. Kekurangan latihan double leg hop progression antara lain : 1. Bagi atlet yang belum pernah berlatih double leg hop progression akan kesulitan ketika berlatih untuk pertama kalinya. 2. Latihan yang terus menerus akan mengakibatkan atlet lelah sehingga mengakibatkan berkurangnya kesempurnaan gerak. 32 B. Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat diajukan kerangka pemikiran sebagai berikut: 1. Perbedaan pengaruh latihan box jump dan double leg hop progression terhadap peningkatan power otot tungkai Latihan double leg hop progression menekankan pada loncatan untuk mencapai ketinggian maksimum ke arah vertikal dan kecepatan maksimum gerakan kaki, yakni mencapai jarak horizontal dengan tubuh, merupakan faktor penting kedua. Double leg hop progression dilakukan dengan dua kaki. Anatomi fungsional Double leg hop progression meliputi (1) fleksi paha, melibatkan otot-otot sartarius, iliacus, dan gracilis: (2) ekstensi lutut , melibatkan otot-otot tensor fasciae lalae, vastus lateralis ,medialis,intermedius dan rectus femoris: (3) ekstensi paha dan fleksi tungkai, melibatkan otot-otot biceps femoris, sendtendinosus, dan semimembranosus serta melibatkan otot-otot gastrocnemiu, peroneus, dan seleus: (4) fleksi lutut dan kaki, melibatkan otot-otot gastrocnius, peroneus, dan seleus dan (5) aduksi dan abduksi paha, melibatkan otot-otot gluteus medius dan minimus,dan abductor longus,brevis, magnus,dan hallucis. Latihan box jump mempunyai tujuan untuk mencapai ketinggian maksimum. Hal yang paling ditekankan pada gerakan box jump adalah lompatan, sedangkan kecepatan adalah hal kedua, dan jarak horizontal tidak diperlukan pada saat jumping. Box jump dilakukan dengan dua kaki. Anatomi fungsional box jump meliputi (1) fleksi paha, meliputi otot-otot sarfarius, iliacus,dan gracilis (2) ekstensi lutut, melibatkan otot-otot vastus lateralis, medialis, intermedius,dan semimembranasus, dan (4) aduksi dan abduksi paha, melibatkan otot-otot gluteus medius dan minimus,dan abductor longus,brevis, magnus, minimus, dan hallucis. Dilihat dari teknik gerakanya, latihan double leg hop progression memiliki unsur kontraksi otot tungkai yang kuat, sedangkan box jump lebih pada pembebanan pada otot tungkai. 33 2. Latihan Double Leg Hop Progression Lebih Baik Pengaruhnya terhadap Peningkatan power Otot Tungkai Ditinjau dari masing-masing gerakan latihan diatas menunjukan bahwa, latihan double leg hop progression merupakan metode latihan yang lebih baik. Latihan ini menekankan loncatan dan kecepatan yang tinggi untuk dapat melompati gawang. Penggabungan antara kedua hal tersebut akan meningkatkan power atlet karena ada kombinasi antara kekuatan otot tungkai dan kecepatan. Box jump lebih menitik beratkan pada ketinggian loncatan sedangkan kecepatan bukan prioritas. Latihan box jump kurang baik dalam meningkatkan power otot tungkai karena tidak menggabungkan kekuatan dan kecepatan secara bersamaan. \ 34 Power Otot Tungkai Latihan Plyometric Latihan Box Jump Latihan Double Leg Hop Progression Terjadi pembebanan Terjadi kontraksi pada pada otot tungkai Otot tungkai Gambar 2.11 Konsep Kerangka Berpikir 35 C. Hipotesis Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran diatas , maka rumusan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh antara latihan box jump dan double leg hop progression pada Siswa Putra Ekstrakurikuler Bolavoli SMK St. Mikael Surakarta Tahun 2015. 2. Latihan double leg hop progression lebih baik pengaruhnya dibandingkan dengan latihan box jump pada Siswa Putra Ekstrakurikuler Bolavoli SMK St. Mikael Surakarta Tahun 2015.