6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Bolavoli a. Pengertian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Bolavoli
a. Pengertian Permainan Bolavoli
Permainan bolavoli diciptakan oleh William G. Morgan, seorang pembina
pendidikan jasmani pada Y.M.C.A (Young Man Christian Association) di kota
Holyoke, Massachusetts, Amerika Serikat pada 9 februari tahun 1895. Nama
permainan ini semula adalah “Mintonette”, perubahan nama Mintonette menjadi
volleyball (bolavoli) terjadi pada tahun 1896, pada demonstrasi pertandingan
pertamanya di International YMCA Training School.
Ide awal dari permainan bolavoli adalah memasukan bola ke daerah lawan
melewati suatu
rintangan berupa tali atau net dan berusaha memenangkan
permainan dengan menjatuhkan bola itu di daerah lawan. Dengan kata lain
memvoli artinya memainkan/memantulkan bola sebelum jatuh ke lapangan.
Sebagai aturan dasar, bola boleh dipantulkan dengan bagian badan, pinggang ke
atas. Bolavoli merupakan olahraga beregu, meskipun sekarang sudah di
kembangkan modifikasi permainan bolavoli. Menurut Munasifah (2000 : 3)
mengatakan “Bolavoli adalah permainan yang dilakukan oleh dua tim regu, yang
masing-masing
terdiri atas enam orang. Bola dimainkan di udara dengan
melewati
satu orang
net,
pemain tidak boleh memantulkan bola dua kali
berturut-turut, dan satu regu dapat memainkan bola maksimal tiga kali sentuhan
di lapangan sendiri”.
Tujuan awal bermain bolavoli bersifat rekreatif untuk mengisi waktu
luang. Semakin lama bolavoli berkembang menjadi tujuan-tujuan yang lain seperti
pretasi untuk meningkatkan prestise diri, mengharumkan nama bangsa dan
negara. Selain tujuan-tujuan tersebut banyak yang menggunakan permainan
bolavoli untuk memelihara dan meningkatkan keseharan jasmani/kesehatan.
6
7
b. Teknik Dasar Permainan Bolavoli
Bolavoli memiliki teknik dasar yang harus dikuasai agar permainan bisa
berjalan dengan baik. Menurut M. Yunus (1992: 68) mengatakan, “Teknik dasar
adalah cara melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan
efisien sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mencapai hasil yang
maksimal”. Sedangkan yang dimaksut teknik dasar permainan bolavoli menurut
Soeharno HP (1985: 14) adalah suatu proses melahirkan keaktifan jasmani dan
pembuktian suatu praktek dengan sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas
yang pasti dalam cabang permainan bolavoli.
Permainan bolavoli yang dinamis selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan pengetahuan, teknologi dan ilmu yang lain. Teknik dasar
permainan bolavoli menurut soedjarwo dkk (1997: 7) adalah sebagai berikut:
1) Passing terdiri dari : a) teknik passing atas, b) teknik passing bawah, c)
Set up/ umpan
2) Smash terdiri dari : a) smash normal, b) semi smash, c) push smash
3) Servis terdiri dari : a) servis tangan bawah, b) servis tangan atas dan
servis tangan atas masih terdiri dari tennis servis, floating, cekis
4) Block / Bendungan terdiri dari : a) block tunggal, b) block berlawanan
2. Latihan
a. Pengertian Latihan
Latihan merupakan proses yang harus dilaksanakan oleh seorang atlet
untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya. Beberapa ahli mempunyai penjelasan
tentang latihan sebagai berikut :
1) Menurut
Suharno
HP
(1993:
7)
latihan
adalah
suatu
proses
penyempurnaan atau pendewasaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu
prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik dan mental secara
teratur dan terarah, meningkat,bertahap dan berulang waktunya.
2) Menurut Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145) latihan
adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara
8
berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah julah beban latihan serta
intensitas latihanya.
3) Menurut A. Hamidsyah Noer (1996 : 6) latihan adalah suatu proses yang
sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan
berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah
beban latihan untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan pernyataan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa,
latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan
kontinyu serta berulang-ulang dengan beban latihan dan intensitas latihan yang
semakin meningkat. Beban dan intensistas latihan dilakukan secara bertahap
dengan kemampuan atlet dalam berlatih. Yus`uf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin
(1996 : 145) mempunyai pendapat tentang beberapa aspek yang perlu dilatih dan
dikembangkan untuk mencapai kesuksesan prestasi antara lain sebagai berikut,
“(1) latihan fisik, (2) latihan teknik ,(3)latihan taktik, dan (4) latihan mental”.
b. Latihan Fisik
Kondisi fisik merupakan hal yang paling mendasar untuk mencapai
prestasi olahraga. Latihan fisik selalu menekankan pada komponen fisik tertentu
guna mencapai tujuan yang akan dicapai. Andi Suhendro (2007:41) berpendapat,
“Kondisi fisik merupakan salah satu syarat penting dalam meningkatkan prestasi
seorang atlet, dan bahan sebagai keperluan yang sangat mendasar untuk meraih
prestasi olahraga”.
Beban fisik diberikan dalam latihan secara teratur, berkesinambungan,
dan sistematik untuk meningkatkan kemampuan tubuh. Harsono (1988:153)
menyatakan bahwa latihan fisik merupakan usaha untuk meningkatkan kesegaran
jasmani dan kemampuan fungsional sistem tubuh sehingga mencapai prestasi
yang lebih baik. Andi Suhendro (2007 : 35) berpendapat,
Latihan fisik adalah latihan yang ditujukan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kondisi seorang. Latihan ini mencakup semua komponen
kondisi fisik antara lain kekuatan otot,daya tahan kardiovaskuler, daya
tahan otot, kelincahan, kecepatan, power, stamina, kelentukan, dan lainlain.
9
Berdasarkan pendapat dari dua ahli di atas dapat disimpulkan latihan
fisik merupakan hal yang paling mendasar dalam olahraga. Seseorang dapat
mencapai prestasi dan kebugaran jasmani yang tinggi apabila memiliki kondisi
fisik yang baik. Latihan fisik dilaksanakan untuk melatih komponen kondisi fisik
tertentu, misalnya otot power tungkai, maka latihan fisik harus ditekankan pada
peningkatan power otot-otot tungkai. Latihan yang dilakukan harus spesifik sesuai
dengan karakter kondisi fisik yang ditekankan.
c. Prinsip-prinsip Latihan
Atlet maupun pelatih harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan agar
mendapatkan hasil yang sesuai dengan program latihan. Prinsip latihan
merupakan landasan yang harus diperhatikan agar kemampuan atlet dapat
meningkat dan terhindar dari risiko cidera. Rusli Lutan (2000:63) menyatakan ,
“Tidak ada cara lain untuk menguasai keterampilan kecuali berlatih. Melalui
latihan keterampilan dapat dikuasai dan akhirnya melekat sampai mahir”. Artinya
untuk mencapai kemampuan yang diinginkan, seorang atlet harus berlatih dengan
sistematis, kontinyu , dan berkesinambungan tanpa melupakan prinsip-prinsip
latihan. Fox, Bowers & Foss (1999:25)
berpendapat ,”Prinsip- prinsip dasar
latihan fisik dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan suatu latihan, antara
lain: (1) Prinsip pemanasan dan pendingan, (2) Prinsip kekhususan , (3) prinsip
interval, (4) prinsip beban lebih secara progresif, (5) Prinsip latihan beraturan, (6)
prinsip perbedaan individu, (7) prinsip kembali asal (8) Prinsip nutrisi. Prinsipprinsip latihan fisik dapat di jelaskan sebagai berikut :
1)
Prinsip Pemanasan dan Pendinginan
Pemanasan selalu dilakukan ketika awal latihan,bertujuan untuk
mempersiapkan tubuh melakukan aktifitas dengan intensitas yang lebih
tinggi. Pemanasan dapat dilakukan secara menyeluruh atau khusus pada
organ yang akan di latih. Pemanasan berisi gerakan pasif maupun
dinamis, dari ekstremitas atas menuju ekstremitas bawah. Rusli Lutan
(1992:91) menyatakan bahwa:
10
Pemanasan tubuh (warming up) penting dilakukan sebelum
berlatih. Tujuan pemanasan adalah untuk mengadakan perubahan fungsi
organ tubuh kita untuk menghadapi kegiatan fisik yang lebih berat.
Kecuali untuk memanaskan tubuh, kegunaan latihan lainya ialah agar (1)
atlet terhindar dari kemungkinan bahaya cidera, (2) terjadi koordinasi
gerak yang mulus , (3) Organ tubuh menyesuaikan diri dengan kerja yang
lebih berat dan (4) Kesiapan mental atlet kian meningkat.
Pemanasan
dapat
meningkatkan
suhu
tubuh
kemudian
memperlancar peredaran darah di tubuh, meningkatkan suplai oksigen,
dan pertukaran zat. Pemanasan juga akan meningkatkan elastisitas otot
yang akan menghindarkan tubuh dari risiko cedera.
2) Prinsip Kekhususan
Program latihan dijalankan untuk memberikan pengaruh secara
khusus terhadap karakter keterampilan gerak, unsur kondisi fisik dan
sistem energi yang digunakan selama latihan. Soekarman (1987:60)
berpendapat,”Latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan
atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang
bersangkutan”. Pendapat lain dikemukakan Sadoso Sumasardjono
(1994:10) ,”Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya,
serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang
dipilih”.
Menurut dua pendapat diatas bisa ditarik kesimpulan program
latihan harus bersifat khusus, yang telah disesuaikan dengan tujuan yang
akan dicapai. Latihan harus sesuai dengan ciri-ciri olahraga yang akan
dikembangkan , tentu saja harus memperhatikan gerak, jenis kontraksi
otot maupun kelompok otot yang dilatih agar sesuai dengan program
latihan .
3) Prinsip Interval
Istirahat merupakan hal yang penting dalam latihan, karena
istirahat harus seimbang dengan
latihan . Cedera sering timbul di
karenakan intensitas latihan yang tinggi tidak diimbangi dengan istirahat
yang
memadai.
Semua cabang olaharaga
tanpa kecuali
harus
memperhatikan sistem latihan secara interval. Suharno HP. (1993:17),
11
”Prinsip interval sangat penting dalam latihan yang bersifat harian,
mingguan, bulanan, kuwartalan, tahunan yang berguna untuk pemulihan
fisik dan mental atlet dalam menjalankan latihan”.
Latihan interval memiliki ciri-ciri yaitu pada setiap latihan di
selingi dengan istirahat. Istirahat yang dilakukan tergantung sistem energi
mana yang dikembangkan sehingga akan mempengaruhi jenis istirahat,
dapat berupa istirahat pasif maupun aktif. Istirahat amatlah penting,
dikarenakan tubuh perlu diistirahatkan setelah mendapatkan beban
latihan. Intensitas istirahat juga akan mempengaruhi keefektifitasan
latihan, karena istirahat yang terlalu panjang ataupun terlalu pendek akan
mengakibatkan tujuan dari latihan kurang maksimal. Setiap rangsangan
gerak selalu menggunakan energi dan menguranginya, akan tetapi juga
mengandung rangsangan untuk membentuk energi baru. Suharno HP.
(1993:17) ,” Kegunaan prinsip interval diterapkan dalam latihan untuk:
(1) Menghindari terjadinya overtraining , (2) memberikan kesempatan
organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beba latihan, (3) pemulihan
tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan”.
4) Prinsip Beban Lebih secara Progresif
Peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban
secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Soekarman (1987:60)
menyatakan, ”Dalam latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi
sedikit sampai maksimum, dan jangan berlatih melebihi kemampuan”.
Pelatih harus meningkatkan beban secara bertahap, pemberian beban
yang berlebihan akan menimbulkan risiko buruk pada diri atlet.
Keuntungan dari peningkatan secara progresif adalah otot tidak
akan merasakan sakit dan kemungkinan melemahkan tubuh. Pemberian
beban berlebih akan menambah kemampuan otot pada saat melakukan
latihan
berbeban
berikutnya.
Akibatnya
beban
yang
diberikan
sebelumnya tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam
meningkatkan kekuatan. Dengan kata lain beban yang di berikan
12
sebelumnya menjadi underload karena kekuatan dalam diri atlet telah
meningkat.
Peningkatan beban latihan minimal dilakukan 1 minggu setelah
latihan, karena tubuh beru akan beradaptasi dalam waktu kurang lebih 1
minggu. Suharsno HP. (1993:14) menyatakan, ”Peningkatan beban
latihan,sebaiknya dua atau tiga kali latihan baru dinaikan. Bagi si atlet
masalah ini sangat penting, karena ada kesempatan untuk beradaptasi
terhadap beban latihan
sebelumnya yang memerlukan waktu paling
sedikit dua puluh empat jam agar timbul superkompensasi”. Latihan yang
tepat akan meimbulkan adaptasi tubuh yang optimal.
5) Prinsip Latihan Beraturan
Prinsip latihan beraturan bertujuan agar beban latihan tertuju
dan terjadi menuntut kelompok otot dan tempat berfungsinya otot. M.
Sarjoto (1995:31) menyatakan, “ Latihan hendaknya di atur sedemikian ,
sehingga kelompok otot-otot besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang
lebih kecil. Hal ini dilakasnakan agar kelompok otot kecil tidak akan
mengalami kelelahan lebih dulu”.
Otot-otot besar sebaiknya di dahulukan dalam berlatih, karena
otot-otot kecil lebih cepat
dan lebih lemah. M. Sajoto (1995:31)
menyatakan, “Program latihan hendaknya diatur agar tidak dua bagian
otot pada tubuh yang sama mendapat dua kali latihan secara berurutan”.
6) Prinsip Perbedaan Individu
Setiap atlet tentunya memiliki kemampuan dan prestasi yang
berbebeda. Pelatih harus menyusun program latihan sesuai dengan
kemampuan setiap atlet. Sadoso Sumosardjono (1994:13) menyatakan,
”Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik
yang sama, tetapi kecepatan kemajuan dan perkembanganya tidak sama”.
Program latihan akan lebih efektif jika diterapkan, direncanakan,
dan dilaksanakan berdasarkan karakter dan kondisi atlet. Seorang atlet
akan mengalami kenaikan kemampuan tergantung pada program latihan
13
yang diberikan oleh pelatih. Target prestasi yang telah di tetapkan adalah
konsekuensi dari program latihan yang diberikan.
7) Prinsip Kembali Asal
Seorang atlet harus memperhatikan prinsip kembali ke asal,
karena apabila menghentikan latihan maka akan terjadi penurunan
kemampuan pada diri atlet. Latihan yang tidak dilakukan secara kontinyu
dan teratur akan menurunkan kemampuan ke kondisi semula. Soekarman
(1987:60) menyatakan, “Setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan
kembali keadaan semula. Karena itu setiap atlet harus berlatih terus untuk
memelihara kondisinya”.
Latihan yang baik adalah latihan yang dilakukan secara teratur
dan kontinyu. Seorang atlet harus mampu menjaga kondisi tubuhnya agar
prestasi yang didapat tidak menurun.
8) Prinsip Nutrisi
Nutrisi atau gizi merupakan faktor yang berpengaruh dalam
latihan fisik. Asupan gizi yang diserap tubuh harus sesuai dengan energi
yang digunakan. Sarwoto & Bambang Soetedjo (1993:231) menyatakan,
“kualitas makanan yang kita makan dengan didukung oleh kegiatan fisik
yang teratur akan memberikan jaminan terhadap tingkat kesehatan
seseorang”.
Tubuh yang melakukan aktivitas yang berat memerlukan asupan
gizi yang lebih besar daripada melakukan aktivitas ringan. Patte Rotella
Mc. Clenaghan (1993:263) berpendapat, ”Karbohidrat dan lemak
menggantikan sumber energi makanan yang dapat digunakan selama
olahraga”. Sudjarwo (1995:23) menyatakan, ”Untuk seorang atlet
diperlukan 25-35% lemak,15% putih telur,50-60% hidrat arang dan
vitamin serta mineral lainya”. Asupan gizi yang tidak seimbang dengan
aktivitas fisik akan mengakibatkan kerusakan organ tubuh sehingga akan
mengakibatkan sakit”.
14
d. Komponen-komponen Latihan
Setiap latihan yang dilakukan akan merubah anatomis, fisiologis,
biokimia, dan kejiwaan atlet. Depdiknas (2000:105) menyatakan, “Dalam proses
latihan yang efisien dipengaruhi : (1) Volume latihan, (2) Intensitas latihan, (3)
Densitas latihan, (4) Kompleksitas latihan”. Untuk lebih jelasnya komponenkomponen latihan akan diuraikan sebagai berikut:
1) Volume Latihan
Volume latihan merupakan salah satu syarat yang penting agar
dapat meningkatkan kemampuan fisik maupun teknik. Menurut Andi
Suhendro (2003:17) bahwa, ”Volume latihan adalah ukuran yang
menunjukan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang
dapat ditunjukan dengan jumlah repetisi,seri,atau set dan panjang jarang
yang ditempuh”. Pendapat lain dikemukakan oleh bompa (1999:77)
,”Volume adalah hal penting prasyarat yang kuantitatif untuk untuk taktis
tinggi dan terutama prestasi”. Repetisi merupakan salah satu bagian dari
volume latihan, Suharno HP. (1993:32) memiliki pendapat tentang
repetisi yaitu, ”Ulangan gerak beberapa kali atlet harus melakukan gerak
setiap giliran”.
Volume latihan harus di sesuaikan dengan kemampuan atlet,
pemberian dosis latihan yang berlebihan tidak akan efektif apabila atlet
belum mampu melakukan latihan tersebut dengan baik. Kemampuan atlet
dikatakan meningkat apabila adanya peningkatan jumlah satuan latihan
serta jumlah kerja yang diselesaikan setiap satuan latihan.
2) Intensitas Latihan
Intensitas latihan merupakan salah satu komponen yang sangat erat
kaitanya dengan komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam jangka
waktu yang telah diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan dalam
satuan waktu, maka lebih tinggi pula intensitasnya
Suharno HP. (1993:31) menyatakan, “ Intensitas adalah takaran
yang menunjukan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam
15
aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan”. Pendapat
lain dikemukakan oleh Bompa (1999:79), “ Intensitas adalah fungsi dari
kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan
rangsangan tergantung dari kecepatan geraknya, variasi interval atau
istirahat diantara tiap ulanganya”. Dalam latihan Pliometrik terapat
patokan standar intensitas latihan yang dapat dilihat pada gambar berikut
ini
Gambar 2.1 : Intensitas Latihan Pliometrik
Tudor. O Bompa (1986:44)
16
3) Densitas Latihan
Andi Suhendro (2003:24) menyatakan, “Density merupakan
ukuran yang menunjukan derajat kepadatan suatu latihan yang
dilakukan”. Bompa (1999:91) Menyatakan bahwa, ”Densitas adalah
frekuensi dimana atlet ditunjukan ke suatu rangkaian stimuli per bagian
waktu”. Dengan demikian densitas
merupakan hubungan
yang
dinyatakan dalam satuan waktu antara kerja dan istirahat. Densitas yang
seimbang akan membuat atlet mencapai rasio optimal antara rangsangan
latihan dan pemulihan.
Istirahat interval yang direncanakan diantara dua rangsangan
bergantung pada intensitas dan lamanya setiap rangsangan yang
diberikan. Rangsangan diatas tingkat intensitas submaksimal menuntut
istirahat yang relative lama, dengan maksud untuk memudahkan
pemulihan
sesorang
dalam
menghadapi
rangsangan
berikutnya.
Sebaliknya, rangsangan pada intensitas rendah membutuhkan sedikit
waktu untuk pemulihan, karena tuntutan terhadap organismenya pun juga
rendah.
4) Kompleksitas Latihan
Kompleksitas dikaitkan dengan kerumitan bentuk latihan yang
dilaksanakan dalam latihan. Dalam melatih atlet sebaiknya di mulai dari
materi yang mudah selanjutnya berkembang ke tingkat yang lebih rumit.
Kompleksitas sangat bergantung pada daya serap seorang atlet terhadap
materi yang di berikan. Apabila memberikan materi yang rumit pada atlet
pemula tentu saja atlet akan kesusahan memahami materi latihan.
Sebaliknya jika memberikan materi yang mudah kepada atlet yang sudah
handal tidak akan memberikan hasil yang signifikan.
17
e. Program Latihan
Program latihan adalah suatu konsep kognitif, afektif, dan psikomotor
pelatih yang disusun secara objectif untuk di terapkan pada atlet sesuai dengan
tujuan,
sasaran,
dan
waktu
yang
ditetapkan.
(http://fightpencaksilat.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-dan-pembuatan-plmakro-dan.html) Program latihan Double leg hop progresion dan Box Jump yang
telah disusun terdiri dari pemanasan, inti dan pendinginan. Setiap bagian yang
telah disebutkan mempunyai alokasi waktu tersendiri agar latihan berjalan efisien.
Inti latihan adalah teknik latihan yang ditekankan agar atlet mengalami
peningkatan fisik.
Program latihan yang disusun untuk pemanasan memiliki durasi 30 menit
yang terdiri dari Jogging, Stretching dan ABC Running. Tujuan dari pemanasan
adalah untuk meningkatkan suhu tubuh, mencegah cedera, memperpendek reaksi,
dan meningkatkan sistem cardiovasculer. Jogging adalah bentuk kegiatan lari
kecil atau lambat untuk meningkatkan kebugaran. Stretching adalah suatu
kegiatan yang bertujuan meningkatkan elastisitas otot dan kelenturan sendi. ABC
running adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melatih otot tungkai, melatih
koordinasi , dan keseimbangan. Contoh gerakan ABC Running sebagai berikut:
Gambar 2.2 Latihan Pergelangan Kaki
(http://www.stkippasundan.ac.id/pjkr/wpcontent/uploads/teori_dan_praktek_atletik.pdf)
18
Gambar 2.3 Latihan Angkat Lutut Tinggi
(http://www.stkippasundan.ac.id/pjkr/wpcontent/uploads/teori_dan_praktek_atletik.pdf)
Inti latihan terdiri dari set dan repetisi, sedangkan nilai repetisi tiap
minggunya naik 5% seperti yang di kemukakan Wescot (1983:38) “Tambahan
beban baru hendaknya tidak lebih 5% dari berat beban sebelumnya, hal ini
disarankan pada penelitiannya yang menunjukkan bahwa kenaikan kekuatan
antara 2-6% setiap minggunya”.
Pendinginan
menggunakan
stretching
PNF
(Proprioceptive
Neuromuscular Fascilitation) melibatkan kontraksi isometric untuk mendapatkan
ketegangan yang diikuti relaksasi kemudian diberikan stretching secara pasif pada
otot yang mengalami ketegangan tersebut. Peregangan ini memerlukan bantuan
orang lain untuk memudahkan gerakan peregangan otot hingga mencapai posisi
statis dan dipertahankan dalam beberapa detik. Contoh dari penggunaan stretching
PNF sebagai berikut:
Gambar 2.4 Salah satu penggunaan stretching PNF saat pendinginan
(http://obrienfitness.ca/wp-content/uploads/2014/05/2014-05-0108.52.49-e1398956145118.png)
19
3. Power
a. Pengertian Power
Power merupakan salah satu unsur fisik yang harus dimiliki seorang atlet
cabang semua cabang olahraga untuk mencapai prestasi. Koni (1993:26)
menyatakan . “power lebih di perlukan dan boleh di katakan semua cabang
olahraga, oleh karena di dalam power, „kecuali ada kekuatan terdapat kecepatan”.
Power adalah kombinasi antara kekuatan dan kecepatan untuk mengatasi
sebuah tahanan. Suharno HP (1993:59) menyatakan, “ Power adalah kemampuan
atlet untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan maksimal
dalam gerak yang utuh”, menurut M. Sajoto (1995:8) bahwa, “Daya ledak otot
(muscullar power) adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan
maksimum, dengan usaha yang dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya”.
Imam Hidayat (1997:280) berpendapat,”Daya ledak/power ialah kekuatan yang
dikerahkan denan kecepatan”.
Menurut beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas
dapat dikatakan bahwa power menyangkut kekuatan dan kecepatan kontraksi otot
yang dinamis serta eksplosif serta melibatkan pengeluaran kekuatan otot secara
maksimal dalam waktu yang secepat-cepatnya . Power ditentukan
oleh
banyaknya myofibril otot putih, kecepatan kontraksi otot, banyak sedikitnya ATP
dalam otot dan koordinasi gerak. Power yang dimiliki oleh seorang atlit
dipengaruhi oleh teknik dan koordinasi gerakan, Kemampuan teknik dan
koordinasi gerakan yang baik dalam arti otomatis dan reflektif maka akan
memungkinkan gerakan yang dilakukan akan semakin cepat dan eksplosif. Alat
ukur power otot tungkai adalah vertical jump test.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Power
Kontraksi otot yang tinggi merupakan faktor penentu terbentuknya
power. Apabila intensitas kontraksi otot tinggi menghasilkan kecepatan
pengerutan otot setelah mendapat rangsang dari syaraf. Besar kecilnya kontraksi
otot tergantung pada jumlah otot yang digunakan. Produksi kerja otot secara
eksplosif menambah suatu unsur baru yakni terciptanya hubungan antara otot
20
dengan sistem syaraf. Sarwono dan Ismaryati (1999:6) menyatakan,” Unsur-unsur
penentu power adalah kekuatan otot, kecepatan rangsangan syaraf,kecepatan
kontraksi otot,produksi energi secara biokimia dan pertimbangan mekanik gerak”.
Suharno HP. (1993:59-60) Menyatakan faktor yang menetukan baik tidaknya
power adalah:
1) Banyak sedikitnya macam fibril otot putih pada atlet
2) Kekuatan dan kecepatan otot atlet
3) Waktu rangsangan 34 detik , Misalnya waktu rangsangan hanya 15
detik, power akan lebih baik dibandingkan dengan waktu rangsangan
selama 34 detik.
4) Koordinasi gerakan yang harmonis antara kekuatan dan kecepatan.
5) Tergantung banyak sedikitnya zat kimia dala otot (ATP)
Kemampuan otot untuk berkontraksi secara maksimal dalam waktu yang
sangat singkat setelah menerima rangsangan serta produksi energi biokimia dalam
otot menentukan power yang dihasilkan. Untuk menghasilkan power yang baik
diperlukan latihan yang sistematis dan berkelanjutan. Menurut Suharno HP.
(1993:59) Ciri latihan explosive power adalah :
1) Melawan beban relatif ringan,berat badan sendiri,dapat pula
tambahan beban luar yang ringan.
2) Gerakan latihan aktif,dinamis,dan cepat.
3) Gerakan-gerakan merupakan satu gerak yang singkat,serasi dan utuh.
4) Bentuk gerakan bisa cyclic maupun acyclic.
5) Intensitas kerja submaksimal atau maksimal.
Dari ciri di atas dapat diambil program latihan yang tepat untuk
meningkatkan power otot tungkai. Dengan power otot tungkai baik maka akan
diperoleh vertical jump yang maksimal.
c. Jenis-jenis Power
Power merupakan komponen yang harus dimiliki seorang atlet yang
ingin berprestasi. Setiap orang melakukan kegiatan yang berbeda-beda sehingga
kemampuan untuk menghasilkan powernya pun berbeda. Menurut Suharno HP
(1993:40) power dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1)
Kekuatan maksimal adalah kemampuan otot dalam kontraksi maksimal
serta dapat melawan beban yang maksimal pula.
21
2)
Eksplosif power adalah kemampuan sebuah otot atau sekumpulan otot
untuk mengatasi suatu tahanan beban dengan kecepatan tinggi dalam suatu
gerak yang utuh.
3)
Power endurance Adalah kemampuan tahan lamanya otot untuk
melakukan tahanan beban dengan intensitas tinggi.
Bompa (1990:285) membagi power menjadi 2 macam, yang akan di
uraikan sebagai berikut:
1)
Power Siklik
Power siklik sering kali digunakan pada suatu kegiatan dimana dalam
kegiatan olahraga tersebut dalam pelaksanaanya didasarkan pada kegiatan
motorik yang dilakukan secara berulang dimana frekunsi amplitudo
merupakan produk siklik. Power siklik merupakan istilah yang sering
melekat pada atributif gerak fisik yang di ulang-ulang dalam waktu yang
sangat lama dan bersifat terus-meneurs (continue). Gerakan ini identik
dengan gerakan majunya tubuh seseorang dalam perpindahan tempatnya.
Sehingga dalam pergerakan tersebut tidak hanya dilaksanakan sekali
bahkan berkali-kali dan dalam pelaksanaanya dilaksanakan secara utuh
dan dilaksanakan dalam bentuk yang sama mulai dari bentuk gerakan awal
sampai gerakan akhir. Penerapan dalam kegiatan olahraga adalah berupa
lari,renang,jalan dan sebagainya.
2) Power asiklik merupakan istilah yang sering melekat pada atributif gerak
fisik yang dilihat dari struktur dan fungsi keterampilan gerak dalam
olahraga serta memiliki tiga struktur fase. Dalam power asiklik terdapat 3
fase yaitu fase persiapan, fase utama,dan fase akhir. Power asiklik berbeda
dengan power siklik yaitu terletak pada pelaksanaanya berubah tanpa ada
kemiripan mulai dari gerakan awal menuju gerakan akhir serta ditandai
oleh kecepatan kontraksi otot secara maksimal dan gerakanya dilakukan
secara eksplosif, contoh penerapanya adalah melompat, menolak,
melempar ,belari ,senam, dan sebagainya.
22
4. Pliometrik
a. Pengertian Latihan Pliometrik
Pliometrik ditemukan oleh Freg Wilt salah seorang pelatih atletik warga
Amerika pada tahun 1975. Istilah”Pliometrics” merupaka penggabungan kata dari
“plyo” dan metrics” yang mempunyai arti peningkatan yang dapat di ukur
(Donald A. Chu,1992:1).
Pliometrik merupakan suatu metode untuk mengembangkan daya ledak
(explosive power). Ciri dari Pliometrik adalah peregangan pendahuluan (prestrectching) dan tegangan awal (pre-tension) pada saat melakukan kerja. Tipe
dari latihan Pliometrik adalah cepat, kuat, eksplosive dan reaktif. M. Furqon H.&
Muchsin Doewes (2002 : 3) Menyatakan, “ Latihan Pliometrik adalah suatu
latihan khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat merupakan respon dari
pembebanan atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat atau di sebut
juga reflek regang atau reflek miotatik atau reflek muscle spidle”. Pendapat lain
dikemukakan Chu (1992:1-3) bahwa, “Latihan Pliometrik adalah latihan yang
memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu sesingkat
mungkin”.
Dasar dari latihan Pliometrik adalah gerakan dari rangsangan peregangan
otot secara mendadak supaya terjadi kontraksi yang lebih kuat. Latihan tersebut
dapat menghasilkan peningkatan daya ledak dan kekuatan kontraksi. Daya ledak
dan kekuatan kontraksi otot merupakan cermin peningkatan adaptasi fungsional
neuromuscular. Peningkatan kontraksi otot merupakan perbaikan fungsi reflek
peregangan dari muscle spindle.
Latihan Pliometrik merupakan penggabungan dari latihan isometrik dan
isontonik (eksentrik-konsentrik) dengan pembebanan dinamik. Kontraksi esentrik
adalah tindakan dimana otot mengembang dan dicirikan dengan jenis negatif.
Kontraksi konsentrik adalah tindakan yang berganti-ganti dimana otot memendek
dengan jenis positif. Konsentrik isometrik adalah gerakan meregang dengan
meniadakan panjang otot. Pola gerakan Pliometrik sebagian besar mengikuti
konsep power chain (rantai power) yang banyak melibatkan otot pinggul dan
tungkai. Gerakan kelompok otot pinggul dan tungkai. Gerakan kelompok otot
23
pinggul dan tungkai merupakan pusat power yang memiliki keterlibatan yang
besar dalam semua gerakan olahraga.
b. Prinsip-prinsip Latihan Pliometrik
Kegiatan atlet sering dikaitkan dengan tiga jenis kontraksi otot, yaitu
konsentrik (memendek), isometrik (tetap) dan aksentrik (memanjang). Gerakan
dalam latihan Pliometrik memiliki karakter cepat,kuat,eksplosif dan reaktif.
Kualitas fisik dapat ditingkatkan melaluli latihan Pliometrik dengan
memperhatikan prinsip yang terdiri dari :
1) Memberi regangan (stretch) pada otot
Tujuan dari pemberian regangan yang cepat pada otot-otot yang terlibat
sebelum melakukan kontraksi secara fisiologis untuk:
a) memberi panjang awal yang optimum pada otot
b) mendapatkan tenaga elastis
c) menimbulkan reflek regang
Pemberian regangan pada otot sebelum kontraksi bertujuan untuk
memberikan panjang awal yang optimum pada otot untuk berkontraksi.
Pengertian dari panjang awal yang optimum pada otot adalah saat otot dalam
keadaan
panjang
istirahat
(resting
lenght).
Dalam
keadaan
panjang
istirahat,sarkomer mampu menimbulkan daya kontraksi terbesar (Guyton , AC,
1986 : 126). Gambar 1 menunjukan hubungan antara panjang otot dan gaya
kontraksinya.
24
Gambar 2.5: Hubungan Panjang Otot Dengan Gaya Kontraksi
(Sumber : Guyton, AC. 1986 :126)
2) Beban lebih yang meningkat
Dalam latihan Pliometrik harus menerapkan beban lebih (overload)
dalam hal beban atau tahanan (reistive), kecepatan (temporal) dan jarak (spartial).
Tahanan atau beban yang overload biasa terjadi pada latihan Pliometrik diperoleh
dari bentuk perpindahan anggota tubuh yang cepat, seperti meloncat, melambung,
memantul dan sebagainya.
3) Kekhususan latihan (specifity training)
Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan Pliometrik yaitu:
a) kekhususan terhadap kelompok otot yang dilatih atau kekhususan
neuromuscular
b) kekhususan terhadap sistem energi utama yang digunakan
c) kekhususan terhadap pola gerakan latihan (Bompa, 1990:32)
25
Latihan Pliometrik akan memberikan manfaat pada aspek yang dilatih
jika dalam pelaksanaan dan penerapanya dilakukan dengan tepat dan memenuhi
prinsip-prinsip latihan yang telah disarankan. Dalam menyusun program latihan
Pliometrik harus memperhatikan pedoman-pedoman khusus yang mempengaruhi
terhadapa keberhasilan latihan . Menurut Radcliffe & Farentinos (1985:17-22)
aspek-aspek khusus untuk melakukan latihan Pliometrik yang tepat dan efektif
antara lain adalah:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Pemanasan & pendinginan (warm up and warm down)
Intensitas tinggi
Beban lebih progresif
Memaksimalkan gaya / menimalkan waktu
Melakukan sejumlah ulangan
Istirahat yang cukup
Membangun landasan yang kuat terlebih dulu
Program latihan individualisasi
Agar latihan power memberikan hasil seperti yang diharapkan, maka
harus memperhatikan komponen yang akan di jabarkan sebagai berikut:
(1) Volume
Radcliffe dan Farentinos (1985:21-27) memberikan pedoman
sebagai berikut:
(a)
Jangka waktu kerja antara 4-15 detik.
(b)
Jarak yang ditempuh tidak lebih dari 30 meter.
(c)
Dikerjakan dengan intensitas sedang sampai tinggi.
(d)
Repetisi antara 15-30 dalam 2-4 set dengan istirahat 2 menit.
(2) Intensitas yang tinggi
Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam latihan Pliometrik
adalah intensitas. Pelaksanaan yang cepat dengan usaha yang maksimal
akan mempengaruhi hasil latihan. Kecepatan regangan otot lebih penting
dari pada panjang reganganya . Reflek yang terbesar dicapai jika otot di
beri beban secara maksimal (Radcliffe dan Farentinos, 1985:21).
Diperlukan intensitas sedang sampai tinggi dalam latihan Pliometrik
untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
(3) Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah ulangan yang dikerjakan setiap sesi
atau minggunya. Olahraga yang mengutamakan power ternyata
26
pengeluaran energinya sangat tinggi, hal ini dapat menjelaskan mengapa
kelelahan lebih cepat timbul dalam latihan power, sehingga disarankan
frekuensi latihan dilakukan 5-6 per sesi latihan dan 2-4 kali perminggu.
(4) Pulih asal
Pulih asal yang dilakukan pada latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan power menggunakan ratio perbandingan antara kerja dan
istirahat 1:5-1:10 (Chu, 1992:14)
c. Pengaruh Latihan Pliometrik Terhadap Power Otot Tungkai
Power terdiri dari beberapa komponen yaitu kekuatan dan kecepatan.
Nosek (1982:46-48) berpendapat power adalah kemampuan seseorang untuk
mengatasi tahanan suatu kecepatan kontraksi otot. Kontraksi otot tungkai
membutuhkan waktu, sebab hal tersebut tidak bisa timbul dalam waktu singkat .
Menimbulkan power otot tungkai membutuhkan program latihan fisik.
Latihan Pliometrik yang yang dilakukan secara berulang akan
mempengaruhi otot tungkai. Otot harus bekerja berulang-ulang dan terus-menerus
sehingga mengakibatkan hipermetropi otot, sehingga kemampuan otot tungkai
akan meningkat. Latihan yang dilakukan secara berkesinambungan akan
berpengaruh terhadap sistem fisiologis dan neurology khususnya otot tungkai,
sehingga akan terjadi adaptasi gerakan yang dilakukan. Peningkatan dosis latihan
dilakukan secara bertahap karena latihan Pliometrik dilakukan dengan cepat,
eksplosif dan bertenaga sehingga akan menimbulkan kelelahan.
d. Otot-otot Penunjang Power Tungkai
Alat gerak manusia terdiri dari otot dan persendian. Penyusun berat
badan manusia sebagian besar tersusun atas otot. Untuk bisa bergerak manusia
sangat bergantung pada otot. Sehingga bisa dikatakan tanpa otot manusia tidak
bisa bergerak. Soekarman (1987:27) menyatakan, “Otot merupakan 40-45% dari
berat tubuh seorang . Di dalam tubuh kita terdapat 217 pasang otot rangka”.
Berkaitan dengan otot Dwi Hatmitasari dkk (2007:52) berpendapat “sebuah otot
adalah kumpulan dari benang-benang yang panjang yang dibuat dari sel-sel dan
di kelompokan dalam satu ikatan”. Berkaitan dengan fungsi otot Aip syarifuddin
27
(1997:35) menyatakan, ”otot dapat mengadakan kontraksi dengan cepat ,apabila
ada rangsangan dari luar”.
Menurut M.Furqon H & Muchsin Doewes (2002:14) Bahwa otot-otot
yang terlibat dalam gerakan yang memerlukan power otot tungkai adalah “(1)
fleksi paha : melibatkan otot-otot sartonus, ilacus, gracilis (2) ekstensi lutut :
vastus lateralis, medialis, intermedius, dan rectus femoris (3) fleksi paha dan
pelvis bicep femoris, semitendinosus, dan semimebranosus (4) aduksi paha :
gluteus medius dan minimus, adductor longus, brevis magnus, minimus dan
hallucis”.
Untuk lebih memahami letak otot yang terdapat di tungkai dapat dilihat
melalui ilustrasi berikut ini:
Gambar 2.6: Otot-Otot Paha Diseksi Intermedia
(sumber : Tank, P.W. & Gest, T.R. 2009:102)
28
Gambar 2.7: Otot-Otot Tungkai Bagian Posterior, Diseksi Superfisial
(sumber : Tank, P.W. & Gest, T.R. 2009:102)
Gambar 2.8: Otot-Otot Paha Diseksi Intermedia
(sumber : Tank, P.W. & Gest, T.R. 2009:102)
29
5. Latihan Power Otot Tungkai dengan Box Jump
a. Pelaksanaan Latihan Box Jump
Box jump adalah bentuk latihan Pliometrik yang dilakukandengan loncat
naik turun bangku dengan bertumpu pada dua kaki. Tujuan dari latihan ini adalah
meingkatkan power otot tungkai. Berkaitan dengan ketinggian bangku yang di
gunakan untuk latihan Donal A Chu, 1992:48 menyatakan bahwa, “Ketinggian
bangku antara 6-12 inci dn tidak lebih dari 24 inchi”.
Urutan gerakan tersebut diawali dengan
posisi berdiri menghadap
bangku , sendi lutut ditekuk kurang lebih 135 derajat, lengan berada di samping
badan dengan sendi ditekuk 90 derajat. Kedua kaki menolak secara bersamaan
melompat ke atas bangku dan kembali mendarat ke lantai. Semua gerakan di
lakukan secara berulang-ulang sesuai dengan dosis latihan.
Penghitungan gerakan naik turun bangku menggunakan irama metronom.
Donald A Chu (1992:45) menyatakan pada waktu hitungan ke satu, loncat di atas
bangku, hitungan turun bangku di lanjutkan ,hitungan ganjil loncat di atas bangku
dan ketika hitungan genap turun dari bangku.
Ilustrasi latihan box jump dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.9: Latihan Box Jump
(http://www.indestructiblemuscle.com/indestructible-muscle/the-box-jump-is-afantastic-method-of-measuring-lower-body-power1)
30
b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Box Jump
Latihan box jump memiliki kelebihan dan kekurangan yang akan
diuraikan sebagai berikut:
1.
Ketika melaksanakan rangkaian gerakan kedua kaki di angkat
secara bersamaan sehingga memudahlan atlet untuk mengangkat
berat beban tubuhnya.
2.
Meningkatkan power otot tungkai atlet sehingga menambah
tolakan agar mendapatkan momentum saat melayang di udara.
3.
Urutan gerakan latihan cukup mudah sehingga bisa atlet bisa
melakukan pengulangan gerakan dengan jumlah yang cukup
banyak.
Sedangkan kelemahan saat pelaksanaan box jump antara lain:
1.
Latihan yang dilakukan secara kontinyu sehingga mendekati
batas kemampuan akan mengakibatkan atlet kelelahan dan
berkurangnya konsentrasi.
2.
Jika atlet kurang berhati-hati akan menimbulkan cedera.
6. Latihan Power Otot Tungkai dengan Double Leg Hop Progression
a. Pelaksanaan Latihan Double Leg Hop Progression
Double-leg hop progression adalah melompat menggunakan dua kaki
bersamaan melewati rintangan berupa gawang yang tersusun sejajar dan atlet
dituntut untuk melompati gawang sampai urutan gawang terakhir.
Latihan double leg hop progression menggunakan gawang sebagai alat
bantu. Ukuran gawang yang digunakan dalam latihan sama tingginya sehingga
rintangan yang di dapat saat latihan juga tetap. Teknik yang digunakan untuk
melewati gawang bisa menggunakan satu kaki maupun dua kaki. Lompatan yang
digunakan bisa ke depan ataupun kesamping.
31
Gambar 2.10 : Pelaksanaan Double Leg Hop Progression
(https://scotthobbsblog.wordpress.com/2014/06/24/the-role-of-aquaticplyometrics-in-athletic-performance/)
b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Double Leg Hop Progression
Beberapa kelebihan dan kekurangan latihan double leg hop progression
akan diuraikan sebagai berikut:
1.
Adanya rintangan memacu atlet untuk berlatih mengeluarkan power otot
tungkai secara maksimal.
2.
Gerakan yang dilakukan cukup mudah sehingga atlet mudah berlatih.
Kekurangan latihan double leg hop progression antara lain :
1.
Bagi atlet yang belum pernah berlatih double leg hop progression akan
kesulitan ketika berlatih untuk pertama kalinya.
2.
Latihan yang terus menerus akan mengakibatkan atlet lelah sehingga
mengakibatkan berkurangnya kesempurnaan gerak.
32
B. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat
diajukan kerangka pemikiran sebagai berikut:
1. Perbedaan pengaruh latihan box jump dan double leg hop progression
terhadap peningkatan power otot tungkai
Latihan double leg hop progression menekankan pada loncatan untuk
mencapai ketinggian maksimum ke arah vertikal dan kecepatan maksimum
gerakan kaki, yakni mencapai jarak horizontal dengan tubuh, merupakan faktor
penting kedua. Double leg hop progression dilakukan dengan dua kaki.
Anatomi fungsional Double leg hop progression meliputi (1) fleksi paha,
melibatkan otot-otot sartarius, iliacus, dan gracilis: (2) ekstensi lutut , melibatkan
otot-otot tensor fasciae lalae, vastus lateralis ,medialis,intermedius dan rectus
femoris: (3) ekstensi paha dan fleksi tungkai, melibatkan otot-otot biceps femoris,
sendtendinosus, dan semimembranosus serta melibatkan otot-otot gastrocnemiu,
peroneus, dan seleus: (4) fleksi lutut dan kaki, melibatkan otot-otot gastrocnius,
peroneus, dan seleus dan (5) aduksi dan abduksi paha, melibatkan otot-otot
gluteus medius dan minimus,dan abductor longus,brevis, magnus,dan hallucis.
Latihan box jump mempunyai tujuan untuk mencapai ketinggian
maksimum. Hal yang paling ditekankan pada gerakan box jump adalah lompatan,
sedangkan kecepatan adalah hal kedua, dan jarak horizontal tidak diperlukan pada
saat jumping. Box jump dilakukan dengan dua kaki.
Anatomi fungsional box jump meliputi (1) fleksi paha, meliputi otot-otot
sarfarius, iliacus,dan gracilis (2) ekstensi lutut, melibatkan otot-otot vastus
lateralis, medialis, intermedius,dan semimembranasus, dan (4) aduksi dan abduksi
paha,
melibatkan
otot-otot
gluteus
medius
dan
minimus,dan
abductor
longus,brevis, magnus, minimus, dan hallucis.
Dilihat dari teknik gerakanya, latihan double leg hop progression
memiliki unsur kontraksi otot tungkai yang kuat, sedangkan box jump lebih pada
pembebanan pada otot tungkai.
33
2. Latihan Double Leg Hop Progression Lebih Baik Pengaruhnya terhadap
Peningkatan power Otot Tungkai
Ditinjau dari masing-masing gerakan latihan diatas menunjukan bahwa,
latihan double leg hop progression merupakan metode latihan yang lebih baik.
Latihan ini menekankan loncatan dan kecepatan yang tinggi untuk dapat
melompati gawang. Penggabungan antara kedua hal tersebut akan meningkatkan
power atlet karena ada kombinasi antara kekuatan otot tungkai dan kecepatan.
Box jump lebih menitik beratkan pada ketinggian loncatan sedangkan kecepatan
bukan prioritas. Latihan box jump kurang baik dalam meningkatkan power otot
tungkai karena tidak menggabungkan kekuatan dan kecepatan secara bersamaan.
\
34
Power Otot Tungkai
Latihan Plyometric
Latihan Box Jump
Latihan Double Leg
Hop Progression
Terjadi pembebanan
Terjadi kontraksi pada
pada otot tungkai
Otot tungkai
Gambar 2.11 Konsep Kerangka Berpikir
35
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran diatas , maka
rumusan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh antara latihan box jump dan double leg hop
progression pada Siswa Putra Ekstrakurikuler Bolavoli SMK St. Mikael
Surakarta Tahun 2015.
2. Latihan double leg hop progression lebih baik pengaruhnya dibandingkan
dengan latihan box jump pada Siswa Putra Ekstrakurikuler Bolavoli SMK St.
Mikael Surakarta Tahun 2015.
Download