laporan akhir penyusunan rencana induk dan rencana aksi

advertisement
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENCANA INDUK DAN
RENCANA AKSI PEMBANGUNAN KAWASAN
PERBATASAN PROVINSI RIAU
TAHUN ANGGARAN 2016
KUALA LUMPUR
PORT KELANG
GEMAS
SEREMBAN
PORT DICKSON
1
KLUANG
MALAKA
SEDEL
2
MUAR
3
P. Rupat
PROVINSI
SUMATERA UTARA
Dumai
Pelintung
KOTA TINGGI
PANIPAHAN
(Kab. Rokan Hilir)
2
SINABOI
(Kab. Rokan Hilir)
3
TANJUNG MEDANG
(Kab. Bengkalis)
4
SUNGAI. PAKNING
(Kab. Bengkalis)
5
SELAT BARU
(Kab. Bengkalis)
6
TELUK BELITUNG
(Kab. Kep Meranti)
7
TANJUNG SAMAK
(Kab. Kep Meranti)
8
SERAPUNG
(Kab. Pelalawan)
BATU PAHAT
JOHOR BARU
4
5
KUKUP
6
PROVINSI RIAU
1
Tj. Buton
7
8
9
10
11
Kuala Enok
9
10
11
GUNTUNG
(Kab. Indragiri Hilir)
KUALA GAUNG
(Kab. Indragiri Hilir)
KUALA ENOK
(Kab. Indragiri Hilir)
Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau
bekerjasama dengan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau (LPPM UR)
2016
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala karena berkat limpahan
Rahmat-Nya Laporan Kegiatan Penyusunan Rencana Induk dan Rencana Aksi
Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun Anggaran 2016 telah dapat
diselesaikan. Semoga dokumen ini dapat sebagai bahan rujukan bagi memajukan
pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk melaksanakan penyusunan dokumen
perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau,
sebagai bagian integral dari dokumen perencanaan nasional yang telah ditetapkan oleh
pemerintah dalam bentuk Renduk PBWNKP 2015-2019, dengan tujuan tersusunnya
Renduk PBWNKP Provinsi Riau sebagai dokumen perencanaan jangka menengah dalam
pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan di Provinsi Riau.
Dalam menyusun dokumen ini, Badan Pengelola Perbatasan (BPPD) Provinsi
Riau melibatkan Tenaga Ahli dari Universitas Riau, yaitu: Dr. Djaimi Bakce, SP,
M.Si selaku Ketua Tim Ahli, dengan anggota Ir. Syaiful Hadi, M.Si, Ph.D dan Dr. Ir.
Afrizal Tanjung, M.Sc. Atas partisipasi aktif dan kesungguhan Tim Ahli dalam
menyelesaikan penyusunan dokumen ini BPPD Provinsi Riau mengucapkan terima
kasih.
Pekanbaru,
November 2016
Kepala BPPD Provinsi Riau
H. SYAFRIL TAMUN, ST, MT
Pembina Utama Muda
NIP. 19580717 198011 1 001
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
viii
BAB I.
PENDAHULUAN .........................................................................
1.1. Latar BelakangPenelitian .....................................................
1.2. Maksud, Tujuan dan Saran ..................................................
1.3. Landasan Hukum .................................................................
1.4. Sistematika Penulisan ..........................................................
1.5. Pengertian dan Defenisis .....................................................
BAB II.
TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA TAHUN 2015 – 2019 .....
2.1. Elemen Dasar Geografis ......................................................
2.2. Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia ...........
2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah
Perbatasan Negara ...............................................................
BAB III.
BAB IV.
BAB V.
KONDISI PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU ......
3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau .................
3.2. Kondisi Kawasan Batas Negara di Provinsi Riau................
3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau .....
3.4. Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di
Provinsi Riau .......................................................................
ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA
DI PROVINSI RIAU ....................................................................
4.1. Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di
ProvinsiRiau ........................................................................
4.2. Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di
Provinsi Riau .......................................................................
4.3. Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di
Provinsi Riau .......................................................................
4.4. Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara
di Provinsi Riau ...................................................................
VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA
DI PROVINSI RIAU ....................................................................
5.1. Visi dan Misi........................................................................
5.2. Tujuan dan Sasaran ..............................................................
5.3. Strategi dan Arah Kebijakan ................................................
ii
1
1
3
3
6
7
10
10
11
15
18
18
21
68
74
85
85
86
90
92
97
97
99
101
BAB VI.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN
PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU........................
6.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Wilayah
Negara di Provinsi Riau .......................................................
6.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan
Perbatasan Negara di Provinsi Riau ....................................
6.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas
Batas Negara di Provinsi Riau .............................................
6.4. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan
Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ................
BAB VII. AGENDA PRIORITAS PENGELOLAAN PERBATASAN
NEGARA DI PROVINSI RIAU ...................................................
7.1. Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di
Provinsi Riau .......................................................................
7.2. Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan
Negara di Provinsi Riau .......................................................
7.3. Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas
Negara di Provinsi Riau .......................................................
7.4. Agenda Prioritas Penguatan Kelembagaan Pengelolaan
Perbatasan Negara di Provinsi Riau ....................................
105
105
106
109
111
116
116
116
117
118
BAB VIII. KAIDAH PENGELOLAAN .........................................................
8.1. Perencanaan Program dan Kegiatan ....................................
8.2. Penganggaran .......................................................................
8.3. Pelaksanaan ..........................................................................
8.4. Evaluasi, Pengawasan dan Pelaporan ..................................
119
119
121
122
123
BAB IX.
PENUTUP .....................................................................................
126
LAMPIRAN .....................................................................................................
127
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.
Lokpri Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun
2015-2019 ...................................................................................
11
Tabel Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara
Wilayah Laut dan Udara .............................................................
13
Tabel 2.3.
Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara .
14
Tabel 2.4.
Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan
Perbatasan ...................................................................................
15
Tabel 2.5.
Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan ..............
17
Tabel 3.1.
Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Riau di
Kabupaten/Kota
Wilayah
Perbatasan
Negara
dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2010-2015...............................
22
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Riau di
Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ........................................
23
Ketersediaan Ruang Kelas dan Penduduk Usia Sekolah pada
Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Provinsi Riau Tahun 2015 .................
26
Rasio Siswa dan Guru Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayan
Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ..
27
Angka
Kelulusan
Menurut
Jenjang
Pendidikan
Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 .................................
28
Jumlah Fasilitas dan Rasio Pelayanan Kesehatan
Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 dan 2015* ...............
31
Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau 2014
dan 2015* ....................................................................................
33
Jumlah dan Rasio Tenaga Medis Kabupaten/Kota Provinsi
Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2015 ...................................................................
35
Infrastruktur Jalan Nasional dan Provinsi Melintasi
Kabupaten/Kotadi Provinsi Riaudi Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 .................................
38
Tabel 2.2.
Tabel 3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
Tabel 3.5.
Tabel 3.6.
Tabel 3.7.
Tabel 3.8.
Tabel 3.9.
iv
Tabel 3.10. Panjang Jalan Menurut Status pada Kabupaten/Kota Provinsi
Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2014 ...................................................................
40
Tabel 3.11. Kapasitas Ketersedian Air Minum Layak padaKabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2011-2015...............................
41
Tabel 3.12. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber
Air MinumKabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah
Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ..
42
Tabel 3.13. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber
Air Memasak Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah
Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ..
42
Tabel 3.14. Rasio Elektrifikasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya
Tahun 2011-2015 ........................................................................
43
Tabel 3.15. Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa Yang Terlayani Listrik
Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan
Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 .....................
43
Tabel 3.16. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
2010 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah
Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Termasuk
Minyak Bumi dan Gas Tahun 2012-2015 (Juta Rupiah) ............
45
Tabel 3.17. Produksi Perikanan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya
Tahun 2015 .................................................................................
52
Tabel 3.18. Objek Wisata Yang Terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau
di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya
Tahun 2015 .................................................................................
54
Tabel 3.19. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 .................................
57
Tabel 3.20. Kebutuhan dan Kemampuan Beras Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ........................................
57
Tabel 3.21. Potensi Peningkatan Produksi Padi Sawah Menurut
Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2015 .................................
58
v
Tabel 3.22. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas SayuranMenurut
Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 .................................
60
Tabel 3.23. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah-BuahanMenurut
Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 .................................
61
Tabel 3.24. Luas, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit,
Kelapa dan Karet Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya
Tahun 2014 .................................................................................
62
Tabel 3.25. Jumlah
Pabrik
Kelapa
Sawit
(PKS)
Menurut
Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 .................................
64
Tabel 3.26. Populasi Ternak dan Produksi Daging Provinsi Riau Tahun
2011 – 2015 ................................................................................
68
Tabel 3.27. Lokasi Prioritas Batas Negara di Provinsi Riau..........................
69
Tabel 3.28. Lokasi Kawasan Industri Provinsi Riau Tahun 2015 ..............
73
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Peta Provinsi Riau ....................................................................
21
Gambar 3.2. Letak Geografis Provinsi Riau .................................................
22
Gambar 3.3. Persentase Penduduk Usia Sekolah Yang Tidak Bersekolah di
Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014.....................................
24
Gambar 3.4. Persentase
Persentase
Posyandu
Aktif
Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan
Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2013-2015 .....
30
Gambar 3.5. Rasio Tenaga Medis Per Kabupaten/Kota Provinsi Riau
Tahun 2015 ...............................................................................
36
Gambar 3.6. Surplus/Defisit
Pustu,
Poskesdes
dan
Polindes
Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ...............................
37
Gambar 3.7. Kontribusi (%) PDRB Harga Konstan Migas dan Dengan
Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya
Tahun 2014 ...............................................................................
45
Gambar 3.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
LainnyaTahun 2014 ..................................................................
46
Gambar 3.9. Tingkat Inflasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya
Tahun 2015 ...............................................................................
47
Gambar 3.10. Pembentukan Indek Williamson Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota LainnyaTahun 2015.......................................
49
Gambar 3.11. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2014 .................................................................
49
Gambar 3.12. Tingkat Kemiskinan (%)Menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
LainnyaTahun 2014 ..................................................................
50
Gambar 3.13. Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/
Kota LainnyaTahun 2014 .........................................................
50
Gambar 3.14. Indek Keparahan Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/
Kota Lainnya Tahun 2014 ........................................................
51
vii
Gambar 3.15. Produksi Perikanan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah
Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2015
53
Gambar 3.16. Peta Lokasi Objek Wisata Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya
Tahun 2015 ...............................................................................
56
Gambar 3.17. Sebaran PKS Menurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya
Tahun 2014 ...............................................................................
65
Gambar 3.18. Sebaran Pos Lintas Batas Riau – Malaysia ..............................
70
Gambar 3.19. Peta Lokasi Prioritas dan PKSN Kawasan Perbatasan Negara
di Provinsi Riau ........................................................................
72
Gambar 3.20. Peta Lokasi Kawasan Industri Yang Terdapat di Provinsi
Tahun 2015 ...............................................................................
73
Gambar 3.21. Hubungan Koordinasi K/L dan BPPD Provinsi/Kabupaten
Dengan BNPP ..........................................................................
80
Gambar 3.22. Struktur Organisasi BPPD Provinsi Riau .................................
81
Gambar 8.1. Keterkaitan Dokumen Rencana Induk Pengelolaan
Perbatasan di Provinsi Riau Tahun 2017 – 2019......................
120
viii
LAPORAN AKHIR
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melalui Perpres
12/2010 diwujudkan agar pengelolaan perbatasan lebih fokus, sinkron,
terkoordinasi, dan berada pada satu pintu pengelolaan. Selain itu, Pemerintah juga
telah menyusun Desain Besar (Grand Design) dan Rencana Induk Pengelolaan
Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan agar terdapat satu acuan bersama dalam
pembangunan kawasan perbatasan, serta sebagai upaya mengarusutamakan
pembangunan kawasan perbatasan ke dalam kebijakan pemerintah. Kedua dokumen
tersebut bersifat saling melengkapi (komplemen) dan mengelaborasi terhadap
dokumen perencanaan berupa RPJPN, RPJMN, dan RKP.
Pembentukan BNPP merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan
Nawa Cita Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (Jokowi-JK),
khususnya Nawa Cita Ketiga. Adapun Nawa Cita Jokowi-JK adalah: (1)
Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bangsa dan
Memberikan Rasa Aman Pada Seluruh Warga Negara; (2) Membangun Tata
Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokrastis dan Terpercaya; (3)
Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan
Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan; (4) Memperkuat Kehadiran Negara
dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi,
Bermartabat dan Terpercaya; (5) Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia
Indonesia; (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar
Internasional; (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan
Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; (8) Melakukan Revolusi Karakter
Bangsa; dan (9) Memperteguh Ke-Bhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial
Indonesia.
Amanat dari Nawa Cita tersebut telah dituangkan dalam Agenda
Pembangunan Nasional, yaitu Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019,
yang intinya menjelaskan: (a) Peletakan Dasar-Dasar Dimulainya Desentralisasi
Asimetris: (1) Pengembangan Kawasan
Perbatasan
(10 PKSN dan 187
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
1
LAPORAN AKHIR
Kecamatan/Lokpri), (2) Pengembangan Daerah Tertinggal, (3) Pembangunan
Desa dan Kawasan Perdesaan, (4) Penguatan Tata Kelola dan Peningkatan
Kualitas Pemerintahan Daerah, (5) Penataan DOB Untuk Kesejahteraan Rakyat;
(b) Wilayah Terutama Kawasan Timur Indonesia, dan (c) Pengurangan
Ketimpangan Antar Kelompok Ekonomi Masyarakat.
Rencana induk pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan
tahun 2015-2019, yang selanjutnya disebut Renduk PBWNKP 2015-2019, yang telah
ditetapkan dengan Peraturan Kepala BNPP Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana
Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019, adalah rencana
pembangunan nasional jangka menengah 5 (lima) tahun yang memberikan arah
kebijakan, strategi, dan program pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan
kawasan perbatasan. Renduk PBWNKP 2015-2019 dimaksudkan sebagai instrumen
utama dalam mengintegrasikan program pembangunan yang berbasis pendekatan
wilayah secarah terarah, bertahap, dan terukur. Hal ini yang mendasari pentingnya
penyusunan rencana induk nasional dalam rangka pengelolaan perbatasan negara
yang holistic dan melibatkan seluruh stakeholders terkait.
Mengingat Renduk PBWNKP 2015-2019 yang tersebut di atas masih bersifat
makro dan berskala nasional, maka dipandang perlu untuk melakukan penyusunan
sebuah Dokumen Renduk PBWNKP yang lebih bersifat mikro dan berskala provinsi,
sehingga fungsi Renduk sebagai instrumen pengintegrasian program pembangunan
di tingkat provinsi dapat diwujudkan. Oleh karena itu, Badan Pengelola Perbatasan
Daerah (BPPD) Provinsi Riau, sesuai dengan wewenang, tugas, dan fungsinya
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah, Peraturan Daerah
Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi Inspektorat, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau, serta
Peraturan Gubernur Riau Nomor 21 Tahun 2015 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan
Tatakerja Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau, melakukan penyusunan
Renduk PBWNKP Provinsi Riau, dengan menjadikan Renduk PBWNKP 2015-2019
sebagai dasar dan landasan penyusunan.
Renduk PBWNKP Provinsi Riau ini diharapkan dapat menjadi Renduk yang
komprehensif dan menjadi acuan bersama bagi seluruh sektor terkait, serta menjadi
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
2
LAPORAN AKHIR
instrumen upaya optimalisasi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergitas
(KISS) antar instansi dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk
kabupaten/kota yang menjadi Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) dalam
pengelolaan perbatasan negara, di Provinsi Riau.
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran
Kegiatan ini dimaksudkan untuk melaksanakan penyusunan dokumen
perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan perbatasan negara di Provinsi
Riau, sebagai bagian integral dari dokumen perencanaan nasional yang telah ditetapkan
oleh pemerintah dalam bentuk Renduk PBWNKP 2015-2019, dengan tujuan
tersusunnya Renduk PBWNKP Provinsi Riau sebagai dokumen perencanaan jangka
menengah dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan di
Provinsi Riau.
Sasaran yang ingin dicapat melalui pelaksanaan kegiatan ini adalah:
a. Terumuskannya isu strategis tingkat Provinsi Riau terkait pengelolaan
perbatasan negara yang melibatkan seluruh stakeholders terkait;
b. Terumuskannya visi, misi, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan
strategis pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau.
1.3. Landasan Hukum
Landasan hukum dalam penyusunan Rencana Induk Pengelolaan
Perbatasan Negara di Provinsi Riau adalah:
1.
Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah
Swatantra Tk. I Sumatera Barat, Jambi dan Riau;
2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47);
3.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
4.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
3
LAPORAN AKHIR
5.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);
6.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
8.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4925);
9.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4664);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
4
LAPORAN AKHIR
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau- Pulau
Kecil Terluar;
14. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola
Perbatasan;
15. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 20 15-2019;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 2 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah;
18. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2011
tentang Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan
Perbatasan Tahun 2011-2025 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 44);
19. Peraturan
Badan
Nasional
Pengelola
Perbatasan
Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara
Tahun 2015–2019;
20. Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2015
Tentang Rencana Strategis Badan Nasional Pengelola Perbatasan
Tahun
2015 – 2019;
21. Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 11 Tahun
2015 Tentang Rencana Aksi Pengelolaan Batas Wilayah Negara
Dan
Kawasan Perbatasan Tahun 2015;
22. Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 2 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Provinsi Riau;
23. Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 9 Tahun 2009 tentang RPJPD Provinsi
Riau Tahun 2005 – 2025;
24. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau
Tahun 2009 – 2013;
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
5
LAPORAN AKHIR
25. Peraturan Gubernur Riau Nomor 2 Tahun 2012 tentang pembentukan
Organisasi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau;
26. Peraturan Gubernur Riau Nomor 26 Tahun 2013 tentang perubahan Peraturan
Gubernur Riau Nomor 2 Tahun 2012 tentang Organisasi Badan Pengelola
Perbatasan Daerah Provinsi Riau;
27. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi,
Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah
Provinsi Riau.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika Rencana Induk Pengelolan Batas Wilayah Negara dan
Kawasan Perbatasan di Provinsi Riau Tahun 2017-2019 sebagai berikut:
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran
1.3. Landasan Hukum
1.4. Sistematika Penulisan
1.5. Pengertian dan Definisi
BAB II. TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN
PERBATASAN NEGARA TAHUN 2015-2019
BAB III. KONDISI PERBATASAN NEGARA DI ROVINSI RIAU
3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau
3.2. Kondisi Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau
3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau
3.4. Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi
Riau
BAB IV. ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI
PROVINSI RIAU
4.1. Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau
4.2. Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di
Provinsi Riau
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
6
LAPORAN AKHIR
4.3. Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di
Provinsi Riau
4.4. Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di
Provinsi Riau
BAB V. VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI
PROVINSI RIAU
BAB VI. ARAH
KEBIJAKAN
DAN
STRATEGI
PENGELOLAAN
PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU
6.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara
di Provinsi Riau
6.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan
Negara di Provinsi Riau
6.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas
Negara di Provinsi Riau
6.4. Arah
Kebijakan
dan
Strategi
Penguatan
Kelembagaan
Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau
BAB VII. AGENDA
PRIORITAS
PENGELOLAAN
PERBATASAN
NEGARA DI PROVINSI RIAU
7.1. Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi
Riau
7.2. Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di
Provinsi Riau
7.3. Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di
Provinsi Riau
7.4. Agenda
Prioritas
Penguatan
Kelembagaan
Pengelolaan
Perbatasan Negara di Provinsi Riau
BAB VIII. KAIDAH PENGELOLAAN
8.1. Kaidah Perencanaan Program dan Kegiatan
8.2. Kaidah Penganggaran
8.3. Kaidah Pelaksanaan
8.4. Kaidah Evaluasi, Pengawasan, dan Pelaporan
BAB IX. PENUTUP
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
7
LAPORAN AKHIR
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1.5. Pengertian dan Defenisi
Dalam dokumen Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Provinsi
Riau Tahun 2017-2019, yang dimaksud dengan:
1.
Pembangunan adalah semua proses perbaikan atau perubahan yang yang
dilakukan
melalui
upaya-upaya
secara
sadar,
terencana,
dan
berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara
keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi;
2.
Pengelolaan adalah aktivitas manajemen yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan serta pengendalian;
3.
Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah
kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional;
4.
Kawasan Perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada
sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal
batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan;
5.
Kawasan Perbatasan di Laut adalah sisi dalam garis batas yurisdiksi atau
teritorial hingga kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara lain,
dalam hal garis batas yang belum disepakati menggunakan garis batas klaim
terjauh;
6.
WKP adalah kabupaten/kota yang berada di kawasan perbatasan dan berada
di dalam Cakupan Wilayah Administrasi (CWA);
7.
CWA adalah provinsi yang berada di kawasan perbatasan;
8.
Lokasi Prioritas (Lokpri) adalah kecamatan-kecamatan di kawasan perbatasan
darat dan laut di dalam Wilayah-wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP)
yang ditetapkan dalam Peraturan BNPP No. 1 tahun 2011 tentang Desain
Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan Tahun
2011-2025;
9.
Lokpri darat adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga di wilayah darat; kecamatan yang difungsikan sebagai Pusat
Kegiatan Strategis Nasional (PKSN); kecamatan yang termasuk ke dalam
exit-entry point (Pos Lintas Batas) berdasarkan Border Crossing Agreement
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
8
LAPORAN AKHIR
RI dengan Negara tetangga;
10. Lokpri Laut adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga di wilayah laut hingga batas yurisdiksi atau teritorial, dalam hal garis
batas yang belum disepakati menggunakan garis batas klaim terjauh;
kecamatan yang difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional
(PKSN); kecamatan lokasi Pulau-Pulau Kecil Terluar; dan kecamatan yang
termasuk ke dalam exit-entry point (Pos Lintas Batas) berdasarkan Border
CrossingAgreement RI dengan negara tetangga;
11. Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara adalah dokumen pengelolaan
perbatasan negara yang memuat arah kebijakan, strategi, serta agenda atau
program prioritas dan kegiatan pengelolaan bagi seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders) di tingkat pusat dan daerah;
12. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) adalah badan pengelola yang
diberi kewenangan oleh UU untuk mengelola batas wilayah negara dan
kawasan perbatasan;
13. Badan Pengelola Perbatasan di Daerah (BPPD) adalah badan pengelola di
tingkat daerah hanya dibentuk di daerah provinsi, kabupaten/kota yang
memiliki kawasan perbatasan antarnegara;
14. Masyarakat
adalah
orang
perseorangan,
kelompok
orang
termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
nonpemerintah lain dalam penataan ruang.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
9
LAPORAN AKHIR
BAB II.
TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN
PERBATASAN NEGARA TAHUN 2015-2019
2.1. Elemen Dasar Geografis
Negara Kepulauan Republik Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara
memiliki 92 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) yang memerlukan penanganan
khusus. Diantara PPKT tersebut terdapat 10 PPKT yang menjadi prioritas
penanganan. Secara administrasi PPKT tersebut terdapat di 13 provinsi, di 41
kabupaten/kota dan di 187 kecamatan yang menjadi Lokasi Strategis (Lokpri). 10
diantara Lokpri-Lokpri tersebut terdapat di enam kabupaten dan kota di Provinsi
Riau (Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kepulauan Meranti, Kabupaten
Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Pelalawan. Prioritas
penanganan secara khusus direncanakan secara simultan dan bertahap mulai dari
Tahun 2015 sampai dengan 2019. Untuk lebih jelasnya dapat dirinci berdasarkan
Perka BNPP nomor 1 Tahun 2015, yakni:
Pada tahun 2015 di Provinsi Riau terdapat empat Lokpri, yaitu Kec. Rupat
Utara, Kec. Bengkalis, Kec. Rangsang Barat, dan Kec. Rangsang Pesisir. Pada
tahun 2016 terdapat sembilan Lokpri, yaitu Kec. Pasir Limau Kapas, Kec. Dumai
Kota, Kec. Dumai Timur, Kec. Dumai Barat, Kec. Rupat, Kec. Bukit Batu, Kec.
Merbau, Kec. Rangsang, dan Kec. Kateman. Pada Tahun 2017 terdapat sembilan
Lokpri yaitu Kec. Sinaboi, Kec. Medang Kampai, Kec. Dumai Timur, Kec.
Dumai Barat, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Pulau Merbau, Kec. Pulau
Rangsang, dan Kec. Pulau Burung. Pada Tahun 2018 terdapat 10 Lokpri Kec.
Bangko, Kec. Sungai Sembilan, Kec. Dumai Barat, Kec. Dumai Timur, Kec.
Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Tasik Putri Puyu, Kec. Pulau Rangsang, Kec.
Pulau Burung, dan Kec. Kuala Kampar. Pada Tahun 2019 terdapat 10 Lokpri,
yaitu Kec. Bangko, Kec. Sungai Sembilan, Kec. Dumai Barat, Kec. Dumai Timur,
Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Tasik Putri Puyu, Kec. Pulau Rangsang, Kec.
Pulau Burung, dan Kec. Kuala Kampar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 2.1 di bawah ini.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
10
LAPORAN AKHIR
Tabel 2.1. Lokpri Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun
2015-2019
No.
1.
2.
Kabupaten/
Kota
Rokan Hilir
Batas
D/L
-
L
-
Dumai Kota
-
4.
Kep. Meranti
Pelalawan
6.
Indragiri Hilir
2018
2019
Bangko
Bangko
Dumai
Timur
Medang
Kampa
Dumai
Timur
Sungai
Sembilan
Dumai
Timur
-
Dumai Barat
Dumai Barat
Dumai Barat
Rupat Utara
Bengkalis
Rangsang
Barat
Rangsang
Pesisir
Rupat
Bukit Batu
Bantan
Bukit Batu
Pulau
Merbau
Bantan
Bukit Batu
Tasik Putri
Uyu
Sungai
Sembilan
Dumai
Timur
Dumai
Barat
Bantan
Bukit Batu
Tasik Putri
Uyu
Rangsang
Rangsang
Rangsang
Rangsang
L
-
-
-
L
-
Kateman
Kuala
Kampar
Pulau
Burung
Bangko
Kuala
Kampar
Pulau
Burung
Bangko
L
5.
Lokpri
2017
Sinaboi
L
Bengkalis
2016
Pasir Limau
Kapas
L
Dumai
3.
2015
Merbau
Rupat
Pulau
Burung
Sinaboi
2.2. Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia
Dalam rangka melaksanakan Nawacita ke-3 Pemerintahan Jokowi dan
Jusuf Kalla, yakni Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat
Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan dengan Cara
Peletakan
Dasar-Dasar
Dimulainya
Desentralisasi
Asimetris,
yakni
Pengembangan Kawasan Perbatasan (10 PKSN dan 187 Kecamatan/Lokpri)
maka sangatlah perlu (1) menata kembali NKRI; (2) membangun Indonesia yang
aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang
lebih baik, (3) memantapkan penataan kembali NKRI; (4) meningkatkan kualitas
SDM; (5) membangun kemampuan IPTEK; (6) memperkuat sumber daya
perekonomian; (7) memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis
SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek; dan (8)
mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui
percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang
kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
11
LAPORAN AKHIR
Untuk mewujudkan Nawacita ke-3 tersebut maka pengelolaan wilayah
perbatasan tahun 2015-2019 difoluskan pada:
1.
Mengembangkan daya saing ekonomi dengan memanfaatkan keunggulan
komparatif sumber daya lokal (pertanian, perikanan, pariwisata)
2.
Menyiapkan infrastruktur pendukung (transportasi, energi, telekomunikasi,
air bersih, dan penetapan detail tata ruang)
3.
Menyiapkan regulasi dan kerjasama perdagangan antar negara; serta
menetapkan bersama pintu-pintu utama lintas batas dan menyediakan sarana
dan prasarana CIQS terpadu/satu pintu;
4.
Menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan IPTEK (jangka
pendek dan jangka panjang) untuk pengelolaan SDA;
5.
Penegasan batas wilayah negara pada wilayah OPB (Outstanding Border
Problem), unresolved/unsurvey, dan batas maritim;
6.
Meningkatkan kualitas pengamanan perbatasan darat dan perbatasan laut
7.
Agenda pembangunan nasional
8.
Perpres Nomor 2 Tahun 2015 ttg RPJMN 2015-2019
2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara
Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan pengelolaan wilayah
perbatasan negara, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) telah
menyusun arah kebijakan dan strategi pengelolaan, meliputi: (1) Arah Kabijakan
dan Strategi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara; (2) Arah
Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara; (3) Arah Kebijakan dan
Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan; dan (4) Arah Kebijakan dan Strategi
Penguatan Kelembagaan. Keempat aspek arah kebijakan dan strategi tersebut
dijelaskan pada Tabel 2.2 sampai dengan Tabel 2.5.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
12
LAPORAN AKHIR
Tabel 2.2. Tabel Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara
Wilayah Laut dan Udara
Arah
Strategi
Kebijakan
Aspek Penetapan dan Penegasan Batas
Penetapan dan Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi
penegasan
perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas
batas Negara
peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan:
wilayah laut
 Meningkatkan upaya diplomasi/perundingan batas negara wilayah laut
 Mempercepat penyelesaian segmen batas laut
 Melakukan pemutahiran peta laut
 Meningkatkan kepemilikan dan informasi sejarah maritim
 Melakukan supervisi dan pemetaan potensi perluasan batas landas kontinen
 Meningkatan survey dan pemetaan batas Negara wilayah laut
Pemeliharaan
Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi
batas negara
perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas
wilayah laut
peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan:
 Meningkatkan investigasi dan pemeliharaan titik referensi dan titik dasar
 Membangun/meningkatkan jalur/akses laut inspeksi TR/TD Pulau Pulau
Kecil Terluar (PPKT)
Penguatan dan Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi
penataan
perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas
kelembagaan
peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan:
pengelolaan
 Menata kelembagaan pengelolaan batas negara wilayah laut
batas Negara
 Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pengelola batas negara
wilayah laut
wilayah laut
Penguatan
Meningkatkan kualitas pengaturan, pembinaan pemanfaatan, dan pengawasan
pengaturan
rencana tata ruang, termasuk mendorong percepatan penyusunan peraturan
pengawasan
perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk
udara
memperkuat kedaulatan negara di udara serta penyusunan rencana detail tata
ruang kawasan perbatasan negara (Strategi No. 11 RPJMN), dengan:
 Memperkuat pengaturan Flight Information Region (FIR) agar berada dalam
pengaturan pihak Indonesia
 Menyusun roadmap UU Penerbangan dan pengaturan lalu lintas udara di
Indonesia
Aspek Peningkatan Pertahanan Keamanan dan Penegakan Hukum
Peningkatan
upaya
pengamanan
dan penegakan
hukum batas
Negara
wilayah laut
Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana
pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran
aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara (Strategi
No.7 RPJMN), dengan:
 Membangun dan meningkatkan sarpras hankam dan penegakan hukum
perbatasan laut
 Meningkatkan kemampuan personil/aparat hankam dan penegakan hukum
perbatasan laut
 Meningkatkan kerjasama hankam dan gakkum negara tetangga di kawasan
perbatasan laut
 Membina peran serta masyarakat Garda Batas
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
13
LAPORAN AKHIR
Tabel 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara
Arah
Strategi
Kebijakan
Aspek sarana dan prasarana lintas batas
Peningkatan
Melakukan transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu Custom,
kualitas sarana
Immigration, Quarantine, `Security (CIQS) sesuai dengan standar internasional
dan prasarana
dalam suatu sistem pengelolaan yang terpadu (Strategi No.6 RPJMN), dengan:
lintas batas
 Mengembangkan Sistem manajemen PLBN terpadu
 Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan pos pemeriksaan
lintas batas internasional (CIQS)
 Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung operasional pos lintas batas
negara
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas personil pendukung fasilitas CIQS di
kawasan perbatasan laut
Aspek ekonomi lintas batas
Pengembangan
Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama
aktivitas
perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan
ekonomi antar
keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN),
negara di
dengan:
kawasan
 Menyusun regulasi pengelolaan lintas batas sebagai respon AEC
perbatasan laut
 Menyediakan sarana ekonomi penunjang aktivitas perdagangan antar negara
bertaraf internasional
 Membangun sarpras dasar penunjang aktivitas perdagangan
 Menginisiasi promosi peluang investasi
 Menata kembali perjanjian bilateral perbatasan antar negara
Aspek pengamanan dan pengawasan lintas batas
Peningkatan
Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama
sistem
perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan
pengamanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN),
pengawasan
dengan:
lintas batas laut
 Mengembangkan Clean and Green Tasbara (pelintasan batas yang bersih
dari penyeludupan dan berwawasan lingkungan)
 Mengamankan lintas batas negara Jalur C (Jalur Tikus) sepanjang wilayah
perbatasan
 Meningkatkan kerjasama hankam dan gakkum negara tetangga di kawasan
perbatasan laut
Aspek sosial-budaya lintas batas
Percepatan
Mempercepat penyelesaian status kewarganegaraan pelintas batas dengan
penyelesaian
identifikasi, pendataan, serta verifikasi status kewarganegaraan masyarakat
status
perbatasan (Strategi No. 9 RPJMN), dengan:
kewarganegaraan  Melakukan identifikasi dan pendataan serta verifikasi status
lintas batas laut
kewarganegaraan kelompok masyarakat perbatasan
Peningkatan
Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama
kerjasama
perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan
kebudayaan
keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN),
lintas batas
dengan:
 Melakukan pertukaran budaya antar bangsa di kawasan perbatasan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
14
LAPORAN AKHIR
Tabel 2.4. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan
Arah
Strategi
Kebijakan
Aspek Infrastruktur Kawasan Perbatasan
Peningkatan
Membangun konektivitas simpul transportasi utama pusat kegiatan strategis
infrastruktur
nasional dengan lokasi prioritas perbatasan dan kecamatan disekitarnya, pusat
transportasi laut kegiatan wilayah (ibukota kabupaten), pusat kegiatan nasional (ibukota provinsi),
& udara
dan menghubungkan dengan negara tetangga. Membangun konektivitas melalui
pelayanan transportasi laut untuk meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan
terhadap wilayah perbatasan laut. (Strategi No.3 RPJMN), serta Membuka akses
di dalam lokasi prioritas dengan transportasi laut, dan udara dengan
/moda/dermaga non status dan pelayanan keperintisan (Strategi No.4 RPJMN),
dengan:
 Membuka dan meningkatkan kualitas pelayanan simpul transportasi laut dan
udara antarpulau dan/atau antarwilayah di kawasan perbatasan negara
 Membuka dan meningkatkan kualitas pelayaran perintis dan PELNI
 Membuka dan mengembangkan jaringan dan jalur transportasi laut
antarnegara
Aspek Penataan Ruang Kawasan Perbatasan
Peningkatan
Meningkatkan kualitas pengaturan, pembinaan pemanfaatan, dan pengawasan
kualitas
rencana tata ruang, termasuk mendorong percepatan penyusunan peraturan
penataan ruang perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk
kawasan
memperkuat kedaulatan negara di udara serta penyusunan rencana detail tata
perbatasan laut
ruang kawasan perbatasan negara (Strategi No.11 RPJMN), dengan:
 Menyusun regulasi penataan ruang kawasan perbatasan
 Meningkatkan kapasitas kelembagaan penataa ruang kawasan perbatasan laut
 Meningkatkan kapasitas SDM penataan ruang kawasan perbatasan laut
 Menyelesaikan dan meningkatkan rencana tata ruang kawasan perbatasan
beserta rencana rinci
 Melakukan sinkronisasi antara RTR kawasan perbatasan dengan rencana
pembangunan dan rencana sektoral
 Menegakkan aturan zonasi, insentif dan disinsentif
Aspek Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan
Peningkatan
Pengembangan
pusat
pertumbuhan
ekonomi
kawasan perbatasan
komoditas
negara berdasarkan karakteristik wilayah, potensi lokal, dan mempertimbangkan
unggulan daerah peluang pasar negara tetangga dengan didukung pembangunan infrastruktur
dan ekonomi
transportasi, energi, sumber daya air, dan telekomunikasi-informasi (Strategi
kerakyatan
No.1 RPJMN), dengan:
yang berdaya
 Mengembangkan industri pengolahan kawasan perbatasan berbasis potensi
saing di
unggulan
kawasan
 Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung optimalisasi pemanfaatan
perbatasan laut
potensi SDA lokal
 Mengembangkan inovasi peningkatan nilai tambah potensi lokal
 Membangun fasilitas pemasaran komoditas unggulan
 Meningkatkan kualitas produk hasil industri
 Meningkatkan dan memperluas akses permodalan, koperasi, dan UMKM di
kawasan perbatasan laut
 Mengembangkan sistem insentif perizinan dan keringanan pajak.
 Membangun/meningkatkan pasar tradisional di kawasan perbatasan
 Membangun/meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pasar
 Mengembangkan Kapasitas Pengelolaan Pasar
 Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat kawasan perbatasan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
15
LAPORAN AKHIR
Arah
Strategi
Kebijakan
Aspek Pelayanan Sosial Dasar Kawasan Perbatasan
Peningkatan
Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan
infrastruktur
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi
dasar
lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing
permukiman
(Strategi No.2 RPJMN), dengan:
 Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar energi
 Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar
telekomunikasi
 Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar irigasi dan
sumber daya air
 Meningkatkan pemenuhan kebutuhan perumahan masyarakat di kawasan
perbatasan laut
Peningkatan
Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan
kualitas
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi
pelayanan
lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing
pendidikan dan
(Strategi No.2 RPJMN), dengan:
kesehatan
 Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan
 Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kesehatan
 Meningkatkan kualitas tenaga pengajar
 Mengembangkan keahlian dan keterampilan SDM sesuai kompetensi lokal
 Mengembangkan pendidikan keperawatan
Peningkatan
Menerapkan kebijakan desentralisasi asimetris untuk kawasan perbatasan negara
sistem tata
dalam memberikan pelayanan publik (infrastruktur dasar wilayah dan sosial
kelola
dasar) dan distribusi keuangan negara (Strategi No. 12 RPJMN) dan
pemerintahan
Menerapkan kebijakan khusus dan menata pembentukan Daerah Otonom Baru
kawasan
(DOB) di kawasan perbatasan yang berorientasi pada kesejahteraan melalui
perbatasan dan
pembinaan, monitoring dan evaluasi (Strategi No.13 RPJMN), dengan:
kualitas sarana
 Mengembangkan kebijakan khusus tentang penataan/pembentukan Daerah
dan prasarana
Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan
pelayanan
 Mengembangkan kebijakan tentang penataan kewenangan dan kelembagaan
pemerintahan
dalam penyelenggaraan pemerintahan di kawasan perbatasan negara
 Mengembangkan kebijakan asimetris dibidang keuangan negara/daerah,
termasuk kebijakan alokasi, untuk pembangunan kawasan perbatasan negara
Mereformasi pelayanan publik di kawasan perbatasan melalui penguatan desa di
kecamatan lokasi prioritas penanganan kawasan perbatasan melalui fasilitasi,
supervisi, dan pendampingan (Strategi No. 14 RPJMN), dengan:
 Mengembangkan kebijakan tentang penataan kewenangan dan kelembagaan
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan kecamatan
di kawasan
perbatasan negara
 Membangun dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pemerintahan
desa dan kecamatan di kawasan perbatasan
 Mengembangkan kebijakan asimetris dibidang keuangan negara/daerah,
termasuk kebijakan alokasi, untuk penyelenggaraan pemerintahan desa dan
kecamatan di kawasan perbatasan negara
 Meningkatkan sarana operasional aparatur pemerintahan desa dan kecamatan
di kawasan perbatasan
 Meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan desa dan kecamatan di
kawasan perbatasan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
16
LAPORAN AKHIR
Tabel 2.5. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan
Arah
Kebijakan
Penguatan
koodinasi
antar
stakeholders
Inisiasi
kerjasama
kelembagaan
antarnegara
(integrasi
institusional)
dengan negara
tetangga
dalam
pengelolaan
perbatasan
negara
(integrasi
fungsional)
Peningkatan
kualitas sarana
dan prasarana
serta sistem
pelayanan
lembaga
pengelola
perbatasan
Strategi
Memperkuat sistem koordinasi pengelolaan batas wilayah negara dan
pembangunan kawasan perbatasan antarstakeholders (amanat UU 43/2008, UU
23/2014, Perpres 12/2010) dengan:
 Memperkuat mekanisme koordinasi antar anggota BNPP dan antara anggota
BNPP dengan sektor terkait
 Memperkuat mekanisme koordinasi antara pusat dan daerah
Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama
perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan keamanan
batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), dengan:
 Melakukan inisiasi forum stakeholders lintas negara terkait perwujudan
integrasi fungsional (common area)
 Mengembangkan kerjasama pembangunan kawasan perbatasan melalui
pembentukan lembaga pengelola bersama (integrasi institusional)
Meningkatkan kualitas kelembagaan dalam pengelolaan perbatasan negara
(amanat UU 43/2008, UU 23/2014, Perpres 12/2010), dengan:
 Mengembangkan tata kelola perbatasan negara berbasis kewenangan dan
kelembagaan yang spesifik/asimetris sesuai kebutuhan kawasan perbatasan
 Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penyelenggaraan
pengelolaan perbatasan
 Meningkatkan sarana operasional penyelenggaraan fungsi pengelolaan
perbatasan
 Menyusun/menyiapkan kebijakan dan mengembangkan program
peningkatan kapasitas lembaga pengelola perbatasan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
17
LAPORAN AKHIR
BAB III
KONDISI PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU
3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan,
secara otomatis adalah suatu Negara Pantai. Sementara Negara Malaysia adalah
Negara Pesisir atau juga merupakan suatu Negara Pantai; dengan demikian batas
wilayah antara NKRI dan Negara Kerajaan Malaysia harus tunduk kepada
Ketentuan Internasional tentang Batas Wilayah Negara Pantai, yakni diatur dan
disepakati bersama antar kedua negara yang batasnya didasarkan pada Pasal 2,
Pasal 4, dan Pasal 15 United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
III, dimana pasal tersebut menjelaskan bahwa adalah Hak negara pantai untuk
menetapkan lebar Laut Teritorialnya (Territorial Sea) tidak melebihi 12 mil laut
yang diukur dari Garis Pangkal (Pasal 2 UNCLOS III). Lebih jelas Pasal 4
UNCLOS III menyatakan bahwa batas terluar laut teritorial adalah garis yang jarak
setiap titiknya dari titik yang terdekat dengan garis pantai. Garis pantai adalah titiktitik yang menyusun garis pasang surut terendah di pantai. Setiap negara pantai
berdaulat penuh dengan Zona Teritorialnya atas ruang dan udara di atasnya, dasar
laut dan tanah di bawahnya, serta kekakayaan laut yang ada di dalamnya (Pasal 2
UNCLOS III). Namun ada ketentuan pada Pasal 15 menyatakan bahwa bagi dua
negara pantai yang berdampingan (seperti Indonesia dan Malaysia), penentuan
Garis Tengah Batas Wilayah antara kedua negara berdasarkan kepada persetujuan
atau kesepakatan kedua negara tersebut. Bila kesepakatan itu tidak ada maka tidak
ada satu negarapun yang dapat menentukan secara sepihak garis tengah tersebut,
dan tidak boleh pula lebih dari garis tengah kedua negara tersebut.
Kondisi lebar laut berdasarkan pasang surut terendah antara Negara
Malaysia dan Negara Indonesia adalah kurang dari 24 mil laut. Hukum Laut
Internasional telah mengatur bahwa batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil
dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut
terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang
dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m), batas teritorial antara dua negara tersebut
adalah Median. Bersesuaian dengan fakta bahwa Garis Tengah Batas Wilayah
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
18
LAPORAN AKHIR
keduanya adalah merupakan suatu garis interseksi (Median); dengan demikian
kesepakatannya haruslah merujuk kepada Pasal 15 UNCLOS III. Ternyata sampai
saat ini belum ada suatu tanda nyata yang dapat dijadikan referensi oleh masyarakat
kedua negara dalam memanfaatkan sumberdaya laut di wilayah negara mereka.
Walaupun ada fakta kesepakatan antara pihak keamanan Indonesia (TNI AL) dan
pihak keamanan Malaysia (Polisi Diraja Malaysia) secara Informal di tengah laut
(di lapangan) bahwa jika ada indikasi kapal masyarakat (nelayan) memasuki
wilayah laut negara tetangga, maka pihak keamanan dua negara akan menggiring
kapal tersebut untuk kembali ke negaranya; namun kenyataannya masih terjadi
penangkapan terhadap masyarakat
(nelayan)
Indonesia yang terindikasi
memasuki wilayah Malaysia, meskipun telah ada kesepakatan itu. Itu semua
terjadi karena belum adanya batas yang jelas dalam bentuk tanda yang dapat
dijadikan petunjuk oleh nelayan Indonesia ataupun oleh nelayan malaysia.
Pengukuran Batas Laut Teritorial (BLT) yang berdasarkan kepada Garis
Pangkal (yakni garis pasang surut terendah) di pantai negara masing-masing.
Namun Titik-Titik Pasang Surut Terendah yang merupakan dasar penentuan Garis
Pangkal di wilayah perbatasan Provinsi Riau sampai saat ini belumlah pernah
dibuat oleh Pemerintah Pusat ataupun oleh Pemerintah Provinsi Riau; oleh sebab
itu perlu dilakukan.
Penentuan Garis Pangkal yang berdasarkan kepada Titik-Titik Surut
Terendah tentu dipengaruhi oleh bentuk fisik dari pantai. Di wilayah perbatasan
Provinsi Riau dan Negara Malaysia, terutama di sepanjang pantai terluar di
Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Bengkalis
sering terjadi abrasi yang tentu saja akan berpengaruh terhadap pergeseran garis
pantai, sehingga akan menyebabkan batas wilayah juga bergeser apabila tidak
dilakukan penegasan dan pemeliharaan terhadap Garis Pangkal (Garis yang disusun
oleh Titik Pasang Surut Terendah) itu.
Belum adanya tanda yang jelas dan disepakati tentang Batas Laut Teritorial
(BLT) oleh kedua negara, Negara Indonesia dan Negara Malaysia, tentu saja akan
menyebabkan
perselisihan/pertikaian
tentang
kewenangan
atau
legalitas
pengelolaan wilayah perbatasan akan senantiasa terjadi. Perselisihan/pertikaian
yang sering terjadi antara nelayan perbatasan Indonesia dan Malaysia, atau
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
19
LAPORAN AKHIR
pertikaian antara nelayan Indonesia dan petugas keamanan di laut Malaysia ataukah
sebaliknya, antara nelayan Malaysia dan petugas keamanan laut Indonesia. Itu
semua terjadi disebabkan masih lemahnya koordinasi, sinkronisasi, integrasi
dan sinergisitas antara lembaga negara dalam pengawasan batas negara.
Perselisihan/Pertikaian ini berlangsung hingga tahun 2016. Status penyelesaian
perselisihan/pertikaian yang terjadi di Selat Malaka tentang batas laut teritorial
(BLT) Indonesia dan Malaysia sampai saat ini belum ada kejelasan atau
kesepakatan, termasuk juga tentang batas laut teritorial (BLT) yang termasuk
wilayah administrasi laut Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia juga belum
selesai. Kalau kesepakatan Batas Laut Teritorial (BLT) di Selat Malaka antara
Indonesia khususnya di perairan Provinsi Riau dengan Malaysia belum diwujudkan
maka akan selalu terjadi kesalahfahaman dalam mengelola wilayah masing-masing.
Perundingan kesepakatan Batas Laut teritorial (BLT) antara Pemerintah Indonesia
dan Pemerintah Malaysiaini harus didorong oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau
secepatnya. Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) harus berinisiatif untuk
mempercepat perundingan kesepakatan tentang Batas Laut Teritorial (BLT) dalam
bentuk tanda nyata yang dapat dijadikan referensi batas wilayah laut negaramasing-masing di Selat Malaka.
3.2. Kondisi Kawasan Batas Negara di Provinsi Riau
3.2.1.
Geografi dan Demografi
3.2.1.1. Geografi
Secara geografis Provinsi Riau berbatasan dengan Provinsi lain dan Negara
Tetangga sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Sumatera Barat.

Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Melaka.

Sebelah Barat berbatasan dengan Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
Peta Provinsi Riau disajikan pada gambar berikut ini.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
20
LAPORAN AKHIR
Gambar 3.1. Peta Provinsi Riau
Secara geografis Provinsi Riau terletak pada posisi 01°05’00” Lintang
Selatan-02°25’00” Lintang Utara dan antara 100°00’00” Bujur Timur hingga
105°05’00” Bujur Timur, yang membentang dari lereng bukit barisan hingga
Selat Malaka (Gambar 3.2). Berdasarkan letak geografisnya, Provinsi Riau berada
pada posisi strategis yang mempunyai arti penting dalam geopolitik dan
perekonomian nasional dan regional. Beberapa keuntungan yang diperoleh
berdasarkan letak geografis tersebut adalah berada di jalur perdagangan
internasional, Selat Malaka, dekat dengan Malaysia, Singapura. Selain itu, berada
di segitiga pertumbuhan ekonomi tiga negara Indonesia, Malaysia dan Thailand.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
21
LAPORAN AKHIR
99°30'
101°00'
102°30'
104°00'
98 ° 00 '
10 4 °0 0 '
11 0 °0 0 '
11 6 °0 0 '
12 2 °0 0 '
12 8 °0 0 '
13 4 °0 0 '
14 0 °0 0 '
Phi lli pi nes
ou
th
S
ait
4°00'
Bru nei Darussalam
Str
2°30'
4°00'
DI . Aceh
2°30'
C
hin
a
S
ea
Thail an d
of
ala
M
Malaysia
cc
Malaysia
a
Celebes Sea
Sum atera Utara
Sin gapore
Kal im antan Ti mur
Maluku
Sul aw esi Utara
Ri au
Kep. Riau
ar
Kal im antan Barat
ak
as
M
ait
Kal im antan Tengah
Sul aw esi Ten gah
at
rim
S
tr
Ka
ai
of
t of
2°00'
Str
Jam bi
2°00'
Sum atera Barat
a
Kal im antan Sel atan
Sum atera Selatan
Beng ku lu
Sul aw esi S elatan
Irian Jaya
Sul aw esi Ten ggara
Malaysia
Lampu ng
trait
aS
KAB. ROKAN HILIR
KOTA DUMAI
Papua New Gui nnea
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Y ogyakar ta
8°00'
Sumatera Utara
St
ra
DKI . Jakarta
8°00'
S und
Java Sea
Jawa Tim ur
Bal i
Nusa Tenggara BaratNusa
Tenggara T im ur
Tim or Ti m ur
IN D IA N O C E A N
Timor Sea
it o
Australi a
fM
ala
98 ° 00 '
10 4 °0 0 '
11 0 °0 0 '
11 6 °0 0 '
12 2 °0 0 '
12 8 °0 0 '
13 4 °0 0 '
14 0 °0 0 '
cc
a
Singapore
1°00'
1°00'
KAB. BENGKALIS
KAB. ROKAN HULU
KAB. SIAK
Kepulauan Riau
KOTA PEKANBARU
KAB. KAM PAR
KAB. PELALAWAN
INDIAN OCEAN
KAB. INDRAGIRI HILIR
Sumatera Barat
0°30'
0°30'
KAB. KUANTAN SINGINGI
N
KAB. INDRAGIRI HULU
W
E
S
50
0
50
100 Kilometers
Jambi
99°30'
101°00'
102°30'
104°00'
Gambar 3.2. Letak Geografis Provinsi Riau
3.2.1.2. Demografi
Perkembangan jumlah penduduk Provinsi Riau selama periode 2010-2015
mengalami peningkatan sebanyak 769.474 jiwa atau meningkat sebanyak 13,80%.
Penyebaran penduduk Provinsi Riau di kabupaten/kota wilayah pertabatasan negara
dan kabupaten/kota alainnya dalam kurun waktu tahun 2010-2015 ditunjukkan pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Perkembangan
Jumlah
Penduduk
Provinsi
Riau
di
Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2010-2015
Tahun
Kabupaten/ Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep.Meranti
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
2010
2011
2012
2013
2014
2015
293.314
365.421
670.499
304.597
379.089
692.179
478.496
500.635
556.575
175.989
903.038
255.096
5.574.928
294.468
372.074
675.898
329.539
391.760
711.236
507.079
503.604
574.419
177.004
929.247
259.913
5.726.241
302.631
383.814
676.419
339.869
404.093
733.506
523.024
519.389
592.403
177.587
958.352
268.022
5.879.109
306.718
392.354
685.530
358.210
416.298
753.376
545.483
527.918
609.779
178.839
984.674
274.089
6.033.268
310.619
400.901
694.614
377.221
428.499
773.171
568.576
536.138
627.233
179.894
1.011.467
280.109
6.188.442
314.276
409.431
703.734
396.990
440.841
793.005
592.278
543.987
644.680
181.095
1.038.118
285.967
6.344.402
Pertumbuhan/Tahun
(%)
1,39
2,30
0,97
5,45
3,06
2,76
4,36
1,68
2,98
0,57
2,83
2,31
2,62
Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016.
Dari Tabel 3.1. dapat dilihat bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti
merupakan daerah dengan jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan jumlah
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
22
LAPORAN AKHIR
penduduk terkecil (0.57%) dibandingkan dengan kabupaten/kota di wilayah
perbatasan negara dan Kabupaten/Kota Lainnya di Provinsi Riau. Sementara itu
Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kabupaten di wilayah perbatasan negara
dengan jumlah penduduk terbesar dan Kabupaten Pelalawan dengan pertumbuhan
jumlah penduduk terbesar.
Selanjutnya Tabel 3.2 menyajikan jumlah dan kepadatan penduduk Provinsi
Riau di kabupaten/kota wilayah perbatasan negara dan kabupeten/kota lainnya
tahun 2015. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti
merupakan kabupaten di wilayah perbatasan negara dengan tingkat kepadatan
penduduk tertinggi, yakni 286.09 jiwa per km2.
Tabel 3.2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Riau di
Kabupaten/Kota
di
Wilayah
Perbatasan
Negara
dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015
Kabupaten/ Kota
Luas
Wilayah
(Km2)
Kuantan Singingi
520.216
Indragiri Hulu
767.627
Indragiri Hilir
1.379.837
Pelalawan
1.240.414
Siak
823.357
Kampar
1.092.820
Rokan Hulu
722.978
Bengkalis
843.720
Rokan Hilir
896.143
Kep.Meranti
63.301
Pekanbaru
360.703
Dumai
203.900
Provinsi Riau
8.915.016
Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016
Penduduk
Laki-Laki
(Jiwa)
161.377
210.219
361.315
203.753
226.311
407.228
304.050
279.255
331.027
93.017
533.217
146.792
3.257.561
Perempuan
(Jiwa)
152.899
199.212
342.419
193.237
214.530
385.777
288.228
264.732
313.653
88.078
504.901
139.175
3.086.841
Jumlah
(Jiwa)
314.276
409.431
703.734
396.990
440.841
793.005
592.278
543.987
644.680
181.095
1.038.118
285.967
6.344.402
Kepadatan
Pendduk
(Jw/Km2)
60,41
53,34
51,00
32,00
53,54
72,57
81,92
64,47
71,94
286,09
287,80
140,25
71,17
Proporsi penduduk Provinsi Riau menurut umur dan tingkatan sekolah pada
kabupaten/kota wilayah perbatasan negara maupun kabupaten/kota lainnya
memperlihatkan kecendrungan semakin tinggi usia dan tingkatan sekolah semakin
rendah persentase penduduk yang bersekolah. Proporsi jumlah penduduk usia
sekolah dan kuliah yang tidak bersekolah dan tidak kuliah per kabupaten/kota di
uraian pada Gambar 3.3.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
23
LAPORAN AKHIR
Berdasarkan pada Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi
penduduk usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah terjadi di Kabupaten Indragiri
Hilir sebesar 2,38% dan terendah di Kota Dumai sebesar 0%, namun seluruh
kabupaten wilayah perbatasan negara lainnya memiliki persentase penduduk usia
sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi. Untuk usia 13-15 tahun
yang tidak bersekolah, persen tertinggi terjadi di Kabupaten Pelalawan sebesar
10,87% dan kabupaten lainnya pada wilayah perbatasan negara dengan penduduk
usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten
Indragiri HIlir dan Kabupaten Rokan Hilir.
2.38
Indragiri Hilir
Kampar
Pekanbaru
Indragiri Hulu
Kep.Meranti
Rokan Hilir
Pelalawan
Provinsi Riau
Bengkalis
Rokan Hulu
Kuantan Singingi
Siak
Dumai
1.68
1.66
1.62
1.60
1.57
1.40
1.33
0.82
0.69
0.62
0.32
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
38.29
31.81
28.11
27.79
25.86
24.70
23.96
22.39
20.37
20.14
19.20
19.07
17.35
-
10.00
20.00
30.00
% Penduduk Usia 16-18 Tidak Sekolah
8.97
8.41
7.83
6.06
5.64
5.05
4.37
2.52
2.44
2.24
1.09
-
2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
% Penduduk Usia 13-15 Tidak Sekolah
% Penduduk Usia 7-12 Tidak Sekolah
Indragiri Hilir
Pelalawan
Rokan Hilir
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Provinsi Riau
Pekanbaru
Kep.Meranti
Kampar
Dumai
Rokan Hulu
Siak
Bengkalis
10.87
10.51
Pelalawan
Indragiri Hilir
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Rokan Hilir
Rokan Hulu
Provinsi Riau
Kep.Meranti
Dumai
Pekanbaru
Bengkalis
Kampar
Siak
40.00
93.89
91.10
87.74
85.40
84.59
82.22
82.10
81.96
80.63
80.27
75.52
69.30
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Rokan Hilir
Bengkalis
Rokan Hulu
Dumai
Kep.Meranti
Provinsi Riau
Kampar
Pekanbaru
49.75
-
20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
% Penduduk Usia 19-24 Tidak Kuliah
Gambar 3.3. Persentase Penduduk Usia Sekolah Yang Tidak Bersekolah di
Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014
Lebih lanjut dari Gambar 3.3. dapat dilihat bahwa untuk usia 16-18 tahun
yang tidak bersekolah, persen tertinggi terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar
38,29% dan terendah di Kabupaten Bengkalis sebesar 17,35% dan masih terdapat
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
24
LAPORAN AKHIR
2 kabupaten wilayah perbatasan negara dengan penduduk usia sekolah yang tidak
bersekolah di atas rata-rata provinsi, yakni Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten
Rokan Hilir. Sementara itu untuk penduduk usia 19 – 24 atau usia memasuki
perguruan tinggi menunjukkan bahwa seluruh kabupaten/kota di wilayah
perbatasan negara yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat partisipasi penduduk
usia kuliah di wilayah
perbatasan negara relatif rendah.
3.2.2.
Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan dan kesehatan merupakan aspek penting dalam pembangunan
dan banyak sekali manfaat pendidikan bagi kemajuan daerah. Manfaat tersebut
antara lain meningkatkan taraf hidup manusia, meningkatkan integritas sosial,
memungkinkan seseorang memiliki jalan dan pola pikir yang terstruktur dan
berdasarkan fakta-fakta yang ada, seseorang dapat berkembang secara optimal dan
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak, membentuk karakter bangsa
yang bermartabat dan bermoral baik, meningkatkan produktivitas dari individu itu
sendiri sehinggga berakibat pada peningkatan produktivitas wilayah yang
tergambar pada peningkatan nilai PDRB harga konstan dan akhirnya akan sangat
berpengaruh terhadap kemajuan pembangunan dan ekonomi Provinsi Riau.
3.2.2.1. Pendidikan
Ada beberapa indikator penting yang perlu dibahas pada bagian ini terkait
dengan kondisi pendidikan pada kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah
perbatasan negara, yaitu rasio ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah,
rasio antara jumlah siswa dan guru, dan angka kelulusan. Bertururut-turut ketiga
indikator pendidikan tersebut disajaikan berikut ini.
a.
Rasio Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah
Tabel 3.3. menyajikan ketersediaan ruang kelas dan penduduk usia sekolah
pada kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya di
Provinsi Riau. Dari tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa hanya Kabupaten
Kepulauan Meranti yang mencukupi kebutuhan ruang kelas berdasarkan jumlah
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
25
LAPORAN AKHIR
penduduk usia sekolah 16-18 tahun, sedangkan kabupaten/kota lainnya mengalami
kekurangan.
Lebih lanjut dari Tabel 3.3. dapat dilihat bahwa seluruh kabupaten/kota di
wilayah perbatasan negara dan Kabupaten/Kota/lainnya di Provinsi Riau, kecuali
Kota Pekanbaru, tidak memerlukan penambahan ruang kelas untuk tingkat SD/MI
karena jumlah murid per kelas belum melebih SPM atau sebanyak 37 orang per
kelas sedangkan menurut SPM maksimal 32 orang. Untuk jenjang SMP/MTs hanya
ada satu kebupaten di wilayah perbatasan negara dan tiga kabupaten lainnya yang
telah memenuhi SPM yaitu Bengkalis, Rokan Hulu, Siak dan Kuansing, sedangkan
kabupaten/kota lainnya mengalami kekurangan. Oleh karena itu Pemerintah
Proivinsi Riau harus melakukan kordinasi dengan Pemeintah Kabupaten/Kota
untuk menangani kondisi tersebut.
Sementara itu, jumlah sekolah dan siswa yang terdaftar di Dinas Pendidikan
Provinsi Riau dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau pada tahun
2015 sebagai berikut: jumlah TK berjumlah 4,414 sekolah dengan Siswa berjumlah
56,970 orang dan rasio Siswa dengan sekolah 37,67. Jumlah SD sebanyak 3.510
sekolah dengan jumlah siswa 769.031 orang dan rasio Siswa dengan sekolah
219,09. Sedangkan jumlah SMP di Riau 1.032 sekolah dengan jumlah siswa
222.816 orang dan rasio Siswa dengan sekolah 215,90. Disisi lain jumlah SMA di
Provinsi Riau 663 sekolah dengan jumlah siswa 192.616 orang dan rasio Siswa
dengan sekolah 296.55.
Tabel 3.3. Ketersediaan Ruang Kelas dan Penduduk Usia Sekolah pada
Kabupaten/Kota
di
Wilayah
Perbatasan
Negara
dan
Kabupaten/Kota Lainnya Provinsi Riau Tahun 2015
1.940
2.387
3.351
1.849
2.252
3.980
2.917
2.941
3.254
1.210
2.809
1.056
29
39
45
41
34
41
35
36
43
41
41
42
16.199
22.200
42.756
17.267
23.635
41.343
26.582
37.082
41.796
11.298
57.878
15.134
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
363
296
293
118
344
680
680
577
598
1109
364
363
Rasio
Jumlah
Ruang Kelas
598
604
773
439
785
1.050
821
966
937
270
1.285
360
Penduduk
Usia 16-18
17.422
23.642
34.899
18.004
26.397
43.403
28.891
34.530
40.322
11.024
52.277
15.039
Rasio
Rasio
19
21
27
23
24
24
23
23
25
17
37
32
Jumlah
Ruang Kelas
37.660
50.106
89.266
42.086
54.078
96.162
67.752
68.604
82.933
20.048
103.503
33.272
Penduduk
Usia 13-15
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep.Meranti
Pekanbaru
Dumai
Jumlah
Ruang Kelas
Kabupaten/Kota
Penduduk
Usia 7-12
Kondisi Pendidikan
45
75
146
146
69
61
39
64
70
10
159
42
26
LAPORAN AKHIR
Provinsi Riau
745.470
29.946
25
345.850
8.888
39
353.170
5.422
65
Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016
b. Rasio Antara Jumlah Siswa dan Guru
Tabel 3.4. menyajikan data rasio siswa dan guru jenjang pendidikan dasar
dan menengah kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah pertabatasan negara dan
kabupaten/kota lainnya tahun 2015. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rasio
siswa guru untuk jenjang pendidikan SD/MI tertinggi di Kota Pekanbaru dengan
rasio 20,24 orang siswa setiap guru dan sementara terendah Kabupaten Meranti
sebanyak 12,02 siswa per satu orang guru. Kondisi ini memberikan gambaran
bahwa ketersediaan guru di Kabupaten Kepulauan Meranti lebih banyak
dibandingkan dengan kota Pekanbaru.
Tabel 3.4. Rasio Siswa dan Guru Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayan Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep.Meranti
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
Jumlah
Guru
3.215
4.111
5.536
3.044
3.505
6.789
4.713
5.066
5.011
1.976
5.886
2.169
51.021
SD/MI
Jumlah
Siswa
42.311
59.233
94.620
49.795
62.880
102.254
76.409
81.445
93.357
23.758
119.116
38.130
843.308
Rasio
13.16
14.41
17.09
16.36
17.94
15.06
16.21
16.08
18.63
12.02
20.24
17.58
16.53
Jenjang Pendidikan
SMP/MTs
Jumlah
Jumlah
Rasio
Guru
Siswa
1.381
16.211
11,74
1.130
21.877
19,36
1.267
34.145
26,95
1.040
16.528
15,89
1.516
24.550
16,19
2.520
41.002
16,27
1.680
26.904
16,01
1.872
33.109
17,69
1.720
39.001
22,68
625
10.036
16,06
2.747
51.067
18,59
764
14.886
19,48
18.262 329.316
18,03
SMA/SMK/MA
Jumlah
Jumlah
Rasio
Guru
Siswa
1.167
12.821
10,99
1.015
14.999
14,78
1.167
22.992
19,70
957
12.119
12,66
1.282
19.084
14,89
1.841
26.081
14,17
1.437
18.864
13,13
1.830
27.608
15,09
1.616
26.886
16,64
552
8.191
14,84
3.561
50.883
14,29
873
12.712
14,56
17.289 253.240
14,65
Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan
Kebudayaan, 2016
Untuk jenjang pendidikan SMP/MTs rasio siswa guru terbanyak terdapat di
Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 26,95 orang siswa per setiap guru dan terendah
di Kabupaten Kaunsing sebanyak 11,74 siswa per satu orang guru. Selanjutnya
untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA menunjukkan bahwa rasio siswa
terbanyak terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 19,70 siswa per satu
orang guru dan terendah terdapat di Kabupaten Kuansing sebanyak 10,99 siswa per
satu orang guru.
Perlu dicermati bahwa meski secara keseluruhan rasio jumlah siswa
terhadap guru relatif sangat baik (di atas SPM), namun bukan berarti tidak ada
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
27
LAPORAN AKHIR
permasalahan. Permasalahannya terletak pada distribusi guru yang tidak merata
baik dari aspek wilayah, sekolah dan tingkat pendidikan guru.
c.
Angka Kelulusan
Tabel 3.5. menyajikan data angka kelulusan menurut jenjang pendidikan
kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota
lainnya tahun 2015. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa rasio tertinggi
antara jumlah penduduk dengan jumlah lulusan terdapat di Kabupaten Bengkalis
yang berada di atas rasio rata-rata Provinsi Riau: tingkat SD dengan rasio 0,023
(rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,020), tingkat SMP dengan rasio 0,018 (rasio ratarata Provinsi Riau: 0,015), tingkat SMA dengan rasio 0,012 (rasio rata-rata Provinsi
Riau: 0,009), kecuali tingkat SMK lulusannya hanya 0,003 sedang rasio rata
Provinsi Riau sebesar 0,004. Sementara itu rasio terendah terdapat pada lulusan
Kabupaten Pelalawan karena rasio lulusannya di bawah rasio rata-rata Provinsi
Riau kecuali lulusan SD yang sama yaitu 0.020. Untuk jenajang SMP di Kabupaten
Pelalawan dengan rasio 0,013 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,015), tingkat SMA
dengan rasio 0,006 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,009), tingkat SMK lulusannya
hanya 0,003 (rasio rata-rata Provinsi Riau sebesar 0,004).
Tabel 3.5. Angka Kelulusan Menurut Jenjang Pendidikan Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2015
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep.Meranti
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
Penduduk
(Jiwa)
314.276
409.431
703.734
396.990
440.841
793.005
592.278
543.987
644.680
181.095
1.038.118
285.967
6.344.402
Lulusan
SD
6.505
9.172
14.770
7.598
9.430
15.042
11.984
12.349
13.059
3.959
17.352
6.050
127.272
Rasio
0,021
0,022
0,021
0,019
0,021
0,019
0,020
0,023
0,020
0,022
0,017
0,021
0,020
Lulusan
SMP
5.153
6.942
9.956
5.184
7.683
11.917
8.518
9.736
10.250
2.945
15.022
4.637
84.406
Kondisi Lulusan
Lulusan
SMA
Rasio
0,016
0,017
0,014
0,013
0,017
0,015
0,014
0,018
0,016
0,016
0,014
0,016
0,013
2.861
2.899
5.579
2.363
3.850
6.178
3.627
6.723
6.081
1.825
7.322
2.120
49.874
Rasio
0,009
0,007
0,008
0,006
0,009
0,008
0,006
0,012
0,009
0,010
0,007
0,007
0,008
Lulusan
SMK
1.212
1.775
1.535
1.301
1.985
1.865
2.061
1.379
1.780
704
7.072
1.667
26.693
Rasio
0,004
0,004
0,002
0,003
0,005
0,002
0,003
0,003
0,003
0,004
0,007
0,006
0,004
Sumber:Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan
Kebudayaan, 2016
3.2.2.2. Kesehatan
Pelayanan kesehatan sangat diperlukan untuk menghasilkan sumberdaya
manusia yang berkualitas dari aspek kesehatan. Oleh karena itu pemerintah
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
28
LAPORAN AKHIR
menjadikan bidang kesehatan salah satu urusan pemerintahan wajib pelayanan
dasar. Sejalan dengan upaya pemerintah melakukan peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan program peningkatan sarana dan prasarana
kesehatan, sumber daya manusia, teknologi, perbaikan pengelolaan kelembagaan
kesehatan dan kebijakan, sehingga terjadinya perbaikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Secara umum program pembangunan sarana dan prasarana
kesehatan di provnsi Riau mengalami perbaikan, walaupun beberapa diantaranya
masih harus mendapatkan prioritas terutama terkait dengan rasio pertumbuhan yang
semakin meningkat.
Beberapa pelayanan kesehatan dasar yang sudah diselenggarakan adalah
adanya posyandu, dokter, tenaga medis. Analisis terhadap perkembangan capaian
suatu indikator adalah penting untuk melihat pola pencapaian target pembangunan
menurut indikator tersebut. Perkembangan itu dapat diketahui dengan mengamati
perubahan antar-waktu dari capaian indikator bidang kesehatan. Capaian indikator
bidang kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung berupa sarana dan
prasarana serta tenaga medis kesehatan.
a. Posyandu
Posyandu (pos pelayanan terpadu) merupakan salah satu bentuk upaya
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat untuk memberdayakan
dan
memberikan
kemudahan
kepada
masyarakat
guna
memperoleh
pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak balitanya. Posyandu adalah kegiatan
kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang
dibantu oleh petugas kesehatan, Jadi, posyandu merupakan kegiatan swadaya dari
masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa.
Gambar 3.4. menyajikan data persentase posyandu aktif kabupaten/kota
Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 20132015. Pada kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara, persentase posyandu aktif
sudah tinggi di Kota Dumai, dan Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara itu poyandu
aktif masih rendah di Kabupaten Kepulauan Merandi, Kabupaten Rokan Hilir,
Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Pelalawan.
b. Puskesmas, Pustu dan Puskel
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
29
LAPORAN AKHIR
Peran Puskesmas sangat signifikan dalam meningkatkan akses pelayanan
kesehatan yang terjangkau dan merata yang meliputi pelayanan kesehatan
perorangan (private services) dan pelayanan kesehatan masyarakat umum (public
services). Tabel 3.6 menyajikan data jumlah fasilitas dan rasio pelayanan kesehatan
kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota
lainnya tahun 2014 dan 2015*.
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi Riau (2013, 2014 dan 2015)
Gambar 3.4. Persentase Persentase Posyandu Aktif Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2013-2015
Dari
Tabel
3.6
dapat
dilihat
bahwa
rasio
puskesmas
menurut
Kabupaten/Kota tahun 2014 menunjukkan bahwa kota Pekanbaru yang paling
tinggi rasionya dimana 1 puskesmas harus melayani 50.573 penduduk dan terendah
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
30
LAPORAN AKHIR
di Kabupaten Kuantan Singingi dimana 1 puskesmas hanya melayani 13.505 orang
penduduk. Sementara secara umum rata-rata untuk Provinsi Riau 1 puskesmas
melayani 29.329 orang penduduk.
Rasio pelayanan puskesmas pembantu (pustu) cenderung turun dari 6.787
orang per pustu pada tahun 2010 menjadi 6.633 orang per pustu pada tahun 2014
atau turun 0,52% per tahun. Hal ini menunjukan terjadinya peningkatan
ketersediaan fasilitas tersebut sehingga jumlah penduduk yang dilayani semakin
berkurang. Pengurangan jumlah penduduk yang harus dilayani memungkinkan bagi
pihak pustu memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas. Rasio pustu
menurut Kabupaten/Kota tahun 2014 menunjukkan bahwa kota Pekanbaru yang
paling tinggi rasionya dimana 1 pustu harus melayani 29.749 orang penduduk dan
terendah di Kabupaten Inhu dimana 1 pustu hanya melayani 3.014 orang
penduduk. Sementara secara umum rata-rata untuk Provinsi Riau 1 pustu melayani
6.633 orang penduduk.
Tabel 3.6. Jumlah Fasilitas dan Rasio Pelayanan Kesehatan Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2014 dan 2015*
Fasilitas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kepulauan Meranti
Pekanbaru
Dumai
Jumlah
Rumah
Sakit*
1,00
3,00
4,00
4,00
1,00
6,00
6,00
6,00
4,00
1,00
27,00
3,00
67,00
Kabupaten/Kota
Rumah
Sakit
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
310.619
400.901
173.654
75.444
428.499
128.862
94.763
89.356
156.808
Puskesmas*
23,00
18,00
25,00
12,00
15,00
31,00
21,00
11,00
17,00
9,00
20,00
10,00
212,00
Puskesmas
Pembantu
Puskesmas
Keliling
64,00
34,00
133,00
16,00
125,00
9,00
39,00
19,00
86,00
15,00
181,00
34,00
89,00
26,00
52,00
10,00
77,00
8,00
41,00
34,00
20,00
12,00
21,00
933,00
212,00
Rasio Pelayanan Kesehatan
Puskesmas*
100.000/JP
Puskesmas
Pembantu
Puskesmas
Keliling
7,32
4,40
3,55
3,02
3,40
3,91
3,55
2,02
2,64
4.853
3.014
5.557
9.672
4.983
4.272
6.388
10.310
8.146
9.136
25.056
77.179
19.854
28.567
22.740
21.868
53.614
78.404
Tempat Tidur
Rumah
Puskesmas
Sakit*
101,00
90,00
132,00
119,00
225,00
75,00
352,00
50,00
158,00
98,00
294,00
91,00
344,00
129,00
440,00
50,00
156,00
85,00
50,00
50,00
2.785,00
50,00
280,00
48,00
5.315,00
935,00
Tempat Tidur
Rumah
Puskesmas
Sakit
3.075
3.451
3.037
3.369
3.087
9.262
1.133
7.544
3.174
4.372
2.510
8.496
1.653
4.408
1.441
10.723
2.539
7.379
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
31
LAPORAN AKHIR
Kepulauan Meranti
Pekanbaru
Dumai
Jumlah
179.894
38.903
93.370
96.694
4,97
1,93
3,50
3,68
4.388
29.749
23.342
6.633
50.573
13.339
29.191
2.685
363
1.053
1.164
3.598
20.229
5.836
6.619
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015 dan Profil Kesehatan, 2016)
Rasio pelayanan puskesmas keliling (puskel) juga mengalami penurunan
dari 31.290 orang per puskel pada tahun 2010 menjadi 29.191 orang per puskel
pada tahun 2014 atau turun 1,39% per tahun. Hal ini menunjukan terjadinya
peningkatan ketersediaan fasilitas tersebut sehingga jumlah penduduk yang dilayani
semakin berkurang. Pengurangan jumlah penduduk yang harus dilayani
memungkinkan bagi pihak puskel memberikan pelayanan yang lebih baik dan
berkualitas. Rasio puskel menurut kabupaten/kota tahun 2014 menunjukkan bahwa
Kabupaten Rokan Hilir yang paling tinggi rasionya dimana 1 puskel harus melayani
78.404 orang penduduk dan terendah di Kabupaten Kuansing dimana 1 puskel
hanya melayani 9.136 orang penduduk. Sementara Kabupaten Kepulauan Meranti
belum memiliki Puskel. Sementara secara umum rata-rata untuk Provinsi Riau 1
puskel melayani 29.191 orang penduduk, jelasnya rasio puskesmas, pustu dan
puskel.
c. Rumah Sakit
Berdasarkan data dari United Nations Development Program (UNDP), yaitu
laporan mengenai standar kesehatan dan pendidikan Indonesia 2010, posisi
Indonesia berada di peringkat 108 dari 187 negara yang disurvei.Rendahnya
peringkat Indonesia ini karena rasio ketersediaan sarana dan prasarana serta tenaga
kesehatan kemudian diikuti oleh kualitas pelayanan kesehatan juga masih relatif
rendah dibandingkan dengan negara lain termasuk di Provinsi Riau.
Perkembangan Rumah Sakit di Provinsi Riau dalam kurun waktu 20102015 terus mengalami peningkatan (Tabel 3.6). Peningkatkan jumlah rumah sakit
di Provinsi Riau disebabkan perkembangan dan peningkatan jumlah penduduk
di Provinsi Riau terutama Kota Pekanbaru. Peningkatan jumlah rumah sakit ini
terbanyak di Kota Pekanbaru khususnya rumah sakit swasta, hal ini sangat jauh
perbandingannya dengan jumlah rumah sakit di Kabupaten/Kota di Provinsi
Riau, khususnya kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
32
LAPORAN AKHIR
Gambaran Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk dari tahun
2010 – 2015 cenderung mengalami peningkatan, rasio pada tahun 2010 sebesar
67,29 per 100.000 meningkat menjadi 94,73 per 100.000 penduduk pada tahun
2015. Sementara per kabupaten/kota pada tahun 2014 menunjukkan bahwa rasio
tertinggi terdapat di Kabuaten Siak dimana satu RS harus melayani 428.499 orang
penduduk dan terendah di Kota Pekanbaru satu RS hanya melayani 38.903 orang
penduduk. Rata-rata untuk RS di tingkat provinsi hanya melayani 96.694 orang
penduduk.
Jumlah dan rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk dapat
digunakan
untukmenggambarkan kemampuan rumah sakit tersebut dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya dalam hal daya
tampung pasien rawat inap yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan rujukan.
Tingginya rasio penduduk yang harus dilayani di RS Siak tidak berarti bahwa
pelayanan kesehatan di daerah ini tidak terpenuhi dengan baik, tetapi kondisi sangat
didukung oelh kedekatan wilayah ini dengan Kota Pekanbaru, sehingga sebagian
masyarakat lebih cenderung ke Kota Pekanbaru.
d. Dokter
Rasio dokter spesialis ini meningkat dibandingkan tahun 2011 dimana
untuk 100.000 penduduk dilayani oleh 6 orang dokter spesialis.Jika dilihat per
kabupaten/kota, hampir seluruhnya telah mampu mencapai rasio dokter dan jumlah
penduduk diatas angka rata-rata nasional, bahkan ada yang diatas Indikator
Indonesia Sehat (40 per 100,000 penduduk), yaitu Kota Pekanbaru, Kota Dumai
dan Kabupaten Kepulauan Meranti dengan angka rasio masing-masing adalah
106,78 dan 43,55 serta 41,69 seperti terlihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau 2014 dan
2015*
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Penduduk
(Jiwa)
310.619
400.901
694.614
377.221
428.499
773.171
568.576
536.138
627.233
Kondisi Tenaga Dokter
Spesialis
24
9
15
7
18
20
26
35
11
Dokter
Umum
Gigi
74
21
49
18
76
21
57
18
79
26
92
43
58
16
79
28
80
22
Jumlah
119
76
112
82
123
155
100
142
113
Rasio
Spesialis* Umum*
Gigi*
4,50
17,80
6,40
2,90
15,90
6,40
2,10
11,20
3,00
9,10
23,20
6,30
4,50
17,70
5,60
3,70
10,10
5,50
4,40
11,00
4,10
13,20
18,60
7,90
1,90
18,90
4,00
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Jumlah
38,31
18,96
16,12
21,74
28,70
20,05
17,59
26,49
18,02
33
LAPORAN AKHIR
Kepulauan Meranti
Pekanbaru
Dumai
Jumlah
179.894
1.011.467
280.109
6.188.442
10
615
20
810
50
357
82
1.133
15
108
20
356
75
1.080
122
2.299
6,60
56,30
7,70
13,50
29,30
32,20
29,40
19,61
6,60
8,60
7,00
5,90
41,69
106,78
43,55
37,15
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka, 2015)
Secara umum rasio dokter Provinsi Riau sebanyak 43,95, berarti bahwa
untuk 100,000 penduduk dapat dilayani oleh 43,95 orang dokter baik dokter umum,
spesialis dan gigi. Terpenuhinya rasio dokter sesuai dengan rasio dokter untuk
Indonesia sehat menujukkan adanya perkembangan yang cukup baik namun masih
terdapat masalah terkait dengan terdistribusinyayang tidak merata untuk wilayah
Kabupaten/Kota sehingga terdapat Kabupaten yang memiliki rasio dokter terendah
di wilayah perbatasan negara yaitu Kabupaten Indragiri Hilir dan Rokan Hilir, dan
di kabupaten lainnya, yakni Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Indragiri Hulu.
Keempat wilayah tersebut belum mencapai 50% dari indikator Indonesia atau
kurang dari 20 orang.
Apabila dirinci menurut keahlian, maka pada tahun 2015 hanya kota
Pekanbaru yang memiliki rasio dokter spesialis terbanyak yaitu 56,30 orang per
100.000 penduduk yang berada di atas rata-rata provinsi sebanyak 13,50 orang dan
dokter spesialis yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Rokan Hilir hanya
memiliki rasio 1,90 orang per 100.000 penduduk. Dokter umum dan gigi secara
umum kondisinya lebih merata dari dokter spesialis. Dari Tabel 3.7 terlihat bahwa
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (untuk 100.000
penduduk) di Provinsi Riau 100.000 dilayani oleh 19 orang tenaga dokter umum.
Rasio dokter gigi di Provinsi Riau per 100.000 penduduk tahun 2015 terbanyak di
Pekanbaru (8,6 per 100.000 penduduk) dan terendah adalah Kabupaten Indragiri
Hilir ( 3 per 100.000 penduduk) diikuti Kabupaten Rokan Hilir (4 per 100.000
penduduk). Rasio dokter umum dan gigi yang terendah terdapat di Kabupaten
Kampar masing-masing hanya 10,10 dokter umum dan rasio dokter gigi terendah
terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 3,00 orang per 100.000 penduduk.
e. Tenaga Medis
Sumberdaya manusia bidang kesehatan yang lain, selain dokter adalah
tenaga medis seperti perawat dan bidan. Keberadaan perawat dan bidan menjadi
sangat penting untuk kondisi penduduk Provinsi Riau, khususnya untuk perawatan
ibu dan balita, Berdasarkan Indikator Indonesia bahwa rasio perawat adalah 117 per
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
34
LAPORAN AKHIR
100,000 penduduk dan rasio bidan adalah 100 per 100,000 penduduk. Di Provinsi
Riau pada tahun 2010 rasio tenaga medis adalah 159 dengan jumlah tenaga medis
sebanyak 8.812 orang kemudian rasionya meningkat menjadi 203 dengan jumlah
tenaga medis 12.563 orang pada tahun 2014 dengan pertumbuhan 7,85% per tahun.
Peningkatan rasio tenaga medis ini dimotori oleh pertambahan jumlah bidan dengan
pertumbuhan 11,49% per tahun dan pertumbuhan jumlah perawat sebesar 10,77%
per tahun, seperti terlihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun
2015
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kepulauan Meranti
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
Jumlah Tenaga Medis
Tenaga
Perawat
Bidan
Medis
803
379
424
877
406
471
1.081
629
452
798
413
385
820
472
348
1.159
550
609
813
402
411
777
432
345
1.189
634
555
471
268
203
3.117
2.358
759
658
389
269
12.563
7.332
5.231
Rasio Tenaga Medis
Tenaga
Perawat
Bidan
Medis
258,52
114,00
143,00
218,76
115,00
153,00
155,63
64,00
33,00
211,55
105,00
112,00
191,37
115,00
83,00
149,90
90,00
99,00
142,99
68,00
69,00
144,93
111,00
60,00
189,56
113,00
78,00
261,82
114,00
109,00
308,17
182,00
30,00
234,91
148,00
105,00
203,01
113,00
78,00
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka, 2016) dan Profil Kesehatan Provinsi
Riau, 2016
Tenaga perawat di Provinsi Riau berjumlah 7.161 orang dengan rasio
adalah 113 per 100.000 penduduk dan rasio tahun 2015 ini meningkatbila
dibandingkan dengan tahun 2011 (90,8 per 100.000 penduduk). Rasio perawat
per 100,000 penduduk kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2015 sebesar 113 per
100.000 penduduk, dengan rasio tertinggi kota Pekanbaru yaitu 182 per 100.000
penduduk dan rasio terendah di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 64 per 100.000
penduduk.
Tenaga Bidan di Provinsi Riau berjumlah 4.948 orang dengan rasio
adalah 78 per 100.000 penduduk dan rasio tahun 2015 ini meningkat bila
dibandingkan dengan tahun 2011 (66,2 per 100.000 penduduk). Gambaran rasio
perawat 100.000 penduduk. Sementara rasio bidan tertinggi terdapat di Kabupaten
Indragiri Hulu sebanyak 153 per 100.000 penduduk dan terendah di Kabupaten
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
35
LAPORAN AKHIR
Pekanbaru sebanyak 30 per 100.000 penduduk. Berdasarkan target Indikator
Indonesia Sehat rasio bidan 100 orang per 100,000 penduduk. Dengan demikian
menunjukkan bahwa Provinsi Riau belum memenuhi target tersebut karena baru
mencapai 78 per 100.000 penduduk. Penyebaran rasio bidan per 100.000 penduduk.
Berdasarkan target Indikator Indonesia Sehat rasio bidan 100 orang per
100,000 penduduk. Dengan demikian menunjukkan bahwa Provinsi Riau belum
memenuhi target tersebut karena baru mencapai 78 per 100.000 penduduk seperti
terlihat pada Tabel 3.8. Berdasarkan target Indikator Indonesia Sehat rasio bidan
100 orang per 100,000 penduduk.Dengan demikian menunjukkan bahwa Provinsi
Riau belum memenuhi target tersebut karena baru mencapai 96,03 dan bahkan
terdapat 8 Kabupaten/Kota yang masih dibawah rata-rata rasio bidan Provinsi Riau
dan hanya 4 wilayah yang telah memenuhi Indikator Indonesia yaitu Kuansing,
Inhu, Kepulauan Meranti dan Pelalawan. Oleh karena itu upaya peningkatan
pelayanan kualitas kesehatan masih sulit tercapai dengan jumlah tenaga medis yang
belum memenuhi indikator tersebut. Data rasio tenaga medis kabupaten/kota
Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya disajikan
pada Gambar 3.5.
Rasio Perawat/100.000 Penduduk
Rsio Bidan/100.000 Penduduk
182
Pekanbaru
148
Dumai
153
Indragiri Hulu
143
Kuantan Singingi
112
Siak
115
Pelalawan
Indragiri Hulu
115
Kepulauan Meranti
Kepulauan Meranti
114
Dumai
Kuantan Singingi
114
Kampar
Provinsi Riau
113
Siak
113
Provinsi Riau
78
Rokan Hilir
78
Rokan Hilir
111
Bengkalis
105
Pelalawan
20
40
60
80
69
60
33
Indragiri Hilir
64
0
99
83
Bengkalis
68
Rokan Hulu
Indragiri Hilir
105
Rokan Hulu
90
Kampar
109
30
Pekanbaru
100
120
140
160
180
200
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Gambar 3.5. Rasio Tenaga Medis Per Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun
2015
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
36
LAPORAN AKHIR
f. Cakupan Desa
Setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau telah mempunyai rumah sakit/rumah
sakit bersalin, dan setiap kecamatan di kabupaten/kota se-Riau telah mempunyai
Puskesmas/Pustu, tetapi hanya 905 desa/kelurahan (49,32%) yang telah mempunyai
Poskesdes/Polindes. Sebanyak 1.133 desa/kelurahan (61,74%) yang tidak
mempunyai Poskesdes di mana kabupaten/kota dengan persentase tertinggi dan
terendah yang tidak ada poskesdes yaitu Indragiri Hilir sebesar 83,47% (197 desa)
dan Dumai sebanyak 21,21% (7 desa).
Untuk dapat menjangkau wilayah kerjanya, puskesmas mempunyai jaringan
pelayanan yang meliputi unit Pustu, unit Puskesmas Keliling, dan unit bidan
desa/komunitas. Poskesdes merupakan salah satu upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka upaya mendekatkan
pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Gambar 3.6 menyajikan wilayah
desa yang masih kekurangan sarana dan prasarana kesehatan di Provinsi Riau
(warna hijau pustu, poskesdes dan polindes yang melebih dari jumlah desa dan
warna kuning kekurangan pustu, poskesdes dan polindes dari jumlah desa) yang
terdapat di kabuapten kota Provinsi Riau.
83
Siak
58
Rokan Hulu
21
Rokan Hilir
19
Indragiri Hulu
17
Kampar
15
Kota Dumai
9
Pelalawan
-7
-9
-12
-25
-56
-60
Kep. Meranti
Bengkalis
Kota Pekanbaru
Indragiri Hilir
Kuantan Singingi
-40
-20
0
20
40
60
80
100
Gambar 3.6. Surplus/Defisit Pustu, Poskesdes dan Polindes Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
37
LAPORAN AKHIR
3.2.2.3. Infrastruktur
a.
Infrastruktur Jalan
Secara umum permasalahan infrastruktur jalan di Provinsi Riau terletak
pada masih kurangnya ruas dan kualitas. Walaupun sebagian besar jalan yang
melintasi daerah-daerah di Provinsi Riau sudah berhasil menghubungkan berbagai
titik di Provinsi Riau dan rasio panjang jalan dibandingkan dengan luas wilayah
sudah cukup. Tetapi, jika ditinjau dari kualitas jalan yang menghubungkan antara
daerah tersebut maka keadaan yang terjadi sebaliknya. Jalan-jalan yang ada, baik
jalan nasional, jalan provinsi, maupun jalan kabupaten dan kota yang dalam kondisi
rata-rata mengalami kerusakan dan kurang baik.
Hal ini telah menyebabkan
berbagai hal diantaranya: waktu tempuh lebih lama, kerusakan kendaraan lebih
cepat, biaya produksi dari komponen biaya transportasi menjadi lebih mahal,
mempercepat kerusakan jalan pada tahap selanjutnya dan polusi udara yang
berakibat pada menurunnya kesehatan masyarakat yang melintasi jalan tersebut
serta berakibat pada rendahnya produktivitas dan upah murah. Bila dirinci panjang
jalan nasional dan provinsi yang terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Infrastruktur
Jalan
Nasional
dan
Provinsi
Melintasi
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014
No.
Kabupaten/Kota
Panjang Jalan (Km)
Nasional
1
Kuantan Singigi
73,56
2
Indragiri Hulu
164,92
3
Indragiri Hilir
122,01
4
Pelalawan
131,59
5
Siak
66,73
6
Kampar
143,01
7
Rokan Hulu
8
Bengkalis
113,54
9
Rokan Hilir
127,03
10
Meranti
11
Pekanbaru
159,50
12
Dumai
32,58
Jumlah
1.134,47
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, 2014
Provinsi
215,66
277,54
481,88
256,20
256,37
487,94
408,91
153,72
296,30
86,60
112,20
3.033,32
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Jumlah
289,22
442,46
603,89
387,79
323,1
630,95
408,91
267,26
423,33
246,1
144,78
4.167,79
38
LAPORAN AKHIR
Upaya pembangunan infrastruktur jalan yang berkualitas akan memerlukan
dana yang cukup tinggi mengingat kondisi geografis Provinsi Riau, khususnya
bagian yang berada di pesisir timur Pulau Sumatera yakni tempat dimana Dumai
dan Kuala Enok berada didominasi oleh tanah rawa gambut dengan ketebalan
bervariasi antara 1 sampai 15 meter. Sifat tanah gambut yang labil, tidak padat, dan
mengalami penurunan (konsolidasi) yang besar menyebabkan pembangunan
infrastruktur jalan di daerah ini menjadi lebih sulit dan mahal.
Oleh karena itu untuk mengasilkan infrastruktur jalan yang berkualitas
biasanya dilakukan dengan stabilisasi atau perkuatan tanah dasar, dengan
membuang bagian tanah yang lunak, melapisi bagian dasar dengan struktur
geotekstil, lalu mengisinya dengan tanah timbunan yang dipadatkan, kemudian
finishing dengan struktur perkerasan pada bagian paling atas.
Pilihan struktur
perkerasan yang selama ini dipakai adalah perkerasan lentur (flexible pavement)
dengan lapisan aspal seperti jalan pada umumnya.
Pengalaman menunjukkan bahwa perkerasan dengan aspal ini tidak dapat
bertahan lama karena struktur tanahnya yang labil. Karena itu, perkerasan lapisan
atas yang diusulkan untuk infrastruktur jalan di wilayah pesisir ini adalah
perkerasan kaku (rigid pavement) dari beton bertulang. Tebal perkerasan dari beton
bertulang ini bisa bervariasi mulai dari 30 cm sampai 50 cm, tergantung kepada
keadaan tanah dasarnya. Hal ini diperlukan mengingat kenderaan pengangkut CPO
dan kayu serta batubara beratnya mencapai 40,7 ton.
Lancarnya arus lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan
perekonomian suatu daerah. Sebagai daerah yang memiliki potensi sumberdaya
migas dan industri lainnya yang besar dan menjadi salah satu daerah yang
memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan negara melalui export dan
import barang, namun dapat dilihat bahwa kontribusi tersebut tidak sebanding
dengan jenis dan kondisi jalan yang ada. Dimana jalan dalam kondisi baik pada
tahun 2014 untuk status jalan provinsi hanya 30,70% dan nasional 73,04% dan
selebihnya mengalami kerusakan.
Kerusakan jalan yang terjadi disebabkan adanya industri hasil hutan dan
perkebunan yang melewati jalan tersebut dan melebihi MST dari jalan yang
bersangkutan. Salah satu hal yang menjadi permasalahan berkaitan dengan jalan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
39
LAPORAN AKHIR
dimana 78,60% dari total panjang jalan yang ada di Provinsi Riau merupakan jalan
kabupaten dan yang paling banyak mengalami kerusakan adalah jalan-jalan
tersebut. Memang sangat ironis kerusakakan jalan tersebut disebabkan berat tonase
kenderaan yang melewati jalan tersebut untuk pengangkutan bahan baku industri
seperti TBS kelapa sawit, kayu HTI, dan lainnya untuk diolah dan hasil industrinya
seperti CPO, Biodiesel, Pulp dan Paper, batu bara dan sebagian besar hasil industri
tersebut di eksport.
Namun pembiayaan perbaikan jalan tersebut menjadi beban APBD
kabupaten dan provinsi sesuai dengan status jalan. Penerimaan negara melalui
pajak eksport (bea keluar) dari hasil industri yang dieksport tidak dapat
dikembalikan ke daerah untuk memperbaiki jalan yang rusak tersebut karena
peraturan pemerintah yang membatasi penggunaan bea keluar (PNBP No 73 Tahun
1999). Kondisi tersebut menyebabkan beban anggaran APBD kabupaten/kota dan
provinsi semakin tinggi untuk perbaikan jalan sementara yang diterima daerah
hanya pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan serta retribusi yang dibenarkan
oleh peraturan per undang-undangan sehingga kondisi jalan-jalan tersebut dalam
kondisi rusak berat, sedang dan ringan sebagaimana yang dijelaskan pada Tabel
3.10.
Tabel 3.10. Panjang Jalan Menurut Status pada Kabupaten/Kota Provinsi
Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Total
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kepulauan Meranti
Pekanbaru
Dumai
Kab/Kota
1.189,85
1.737,03
1.198,54
2.555,59
2.880,19
2.219,17
2.145,97
1.318,57
1.967,41
941,79
2.771,13
1.561,24
22.486,48
Status Jalan (km)
Provinsi
Nasional
215,66
73,56
277,54
164,92
481,88
122,01
256,2
131,59
256,37
66,73
487,94
143,01
408,91
153,72
113,54
296,3
127,03
86,6
159,50
112,2
32,58
3,033,32
3,033,32
Jumlah
1.479,07
2.179,49
1.802,43
2.943,38
3.203,29
2.850,12
2.554,88
1.585,83
2.390,74
941,79
3.017,23
1.706,02
23.549,08
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, 2014
b. Pelayanan Air Bersih dan Air minum
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
40
LAPORAN AKHIR
Di Provinsi Riau, laju pertumbuhan pelanggan lebih tinggi daripada
pertumbuhan produksi. Lebih tingginya pertumbuhan pelanggan dibanding
produksi air minum menjadikan ketesediaan dan kualitas air minum yang disuplai
semakin menurun. Kondisi ini terlihat dari menurun tajamnya pertumbuhan
pelanggan industri yang menggunakan air yang diproduksi PDAM dan kemudian
pihak industri mengambil keputusan untuk memproduksi sendiri air minumnya.
Oleh karena itu, upaya meningkatkan produksi air minum untuk melayani
kebutuhan pelanggan khususnya non niaga/rumah tangga, niaga dan industri harus
terus dilakukan. Pada tahun 2015, persentase rumah tangga yang menggunakan air
minum layak hanya sebesar 83,01%, sisanya 16,99% masih mengkonsumsi air
minum yang belum layak. Sedangkan ketersedian air minum di Provinsi Riau
menurut kabupaten/kota yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota dijelaskan pada Tabel
3.11.
Tabel 3.11. Kapasitas Ketersedian Air Minum Layak pada Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2011-2015
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep.Meranti
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
2011
23,22
27,42
90,85
29,06
34,06
25,74
23,41
43,37
46,46
75,89
16,28
25,34
37,56
Tahun
2012
25,65
34,31
82,37
23,02
26,78
33,39
23,23
39,18
47,69
80,39
11,96
21,37
36,27
2013
23,29
34,55
87,15
26,05
24,53
37,81
33,66
36,94
43,55
88,32
12,81
19,24
37,43
Pertumbuhan/Ta
hun (%)
0,63
12,91
-1,77
-3,81
-14,89
21,48
22,06
-7,69
-3,02
7,90
-9,71
-12,82
-0,12
Tahun
2014
2015
52,31
65,83
59,05
76,61
85,86
95,60
59,49
75,56
74,02
82,46
71,15
73,83
54,85
71,65
79,57
86,34
65,37
84,83
80,21
92,98
88,57
91,78
72,43
88,53
72,59
83,01
Pertumbuhan/
Tahun (%)
25,85
29,74
11,34
27,01
11,40
3,77
30,63
8,51
29,77
15,92
3,62
22,23
14,35
Sumber: Ciptada Provinsi Riau, 2016 (Susenas, 2014-2015)
Catatan: Perhitungan Tahun 2014-2015 Menggunakan Formula Baru.
Persentase rumah tangga menurut sumber air minum/masak pada setiap
kabupaten/kota di Provinsi Riau berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional
Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.12. Di sini terlihat bahwa sumber air minum
yang berasal dari leding (pipa) dan air kemasan hanya mencapai 46,50%. Jumlah
inipun masih didominasi oleh kawasan perkotaan Pekanbaru dan Dumai. Jumlah
ini masih terlalu kecil mengingat, jangkauan air yang berasal dari leding (sistem
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
41
LAPORAN AKHIR
perpipaan) masih sangat terbatas. Sumber air minum masih didominasi oleh air
kemasan (galon isi ulang) yang harganya relatif mahal dan tidak efisien.
Di Riau saat ini, belum ada kota yang pelayanan air minumnya bisa
dihandalkan, Kota Dumai, hingga saat ini, kebutuhan air minumnya masih sangat
tergantung kepada air hujan dan air yang dibeli dengan menggunakan truk dan
jerigen, terutama sekali pada musim kemarau tiba, karena air tanah/sumur untuk
kawasan yang dekat dengan laut/rawa tidak bisa digunakan. Kabupaten Indragiri
Hilir, Kepulauan Meranti, dan Rokan Hilir adalah yang terparah dalam penyediaan
air minum untuk warganya.
Tabel 3.12. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air
Minum Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan
Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014
SumberAir Minum
KabupatenKota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep, Meranti
Pekanbaru
Dumai
Jumlah
Leding
dan Air
Kemasan
31,55
46,54
15,13
59,23
54,58
38,20
33,10
48,87
37,34
9,08
79,64
75,03
46,50
Pompa
8,20
7,86
0,52
11,27
16,26
15,52
10,66
4,38
10,05
0,28
16,42
12,67
10,40
Sumur
Terlindungi
Sumur tak
Terlindungi
39,76
25,10
2,03
8,67
14,66
32,08
43,25
6,68
17,61
2,32
3,16
5,09
16,42
Mata Air
15,87
17,60
2,19
15,50
4,70
5,67
8,70
9,23
8,47
4,97
0,48
2,48
6,95
1,70
0,12
0,17
1,47
0,26
6,25
3,22
0,00
0,36
1,04
0,31
0,56
1,42
Lainnya
2.93
2,77
79,95
3,87
9,55
2,28
1,08
30,85
26,18
82,31
0,00
4,17
18,32
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015)
Persentase rumah tangga menurut kabupaten/kota dan sumber air minum
menunjukkan bahwa masih cukup banyak rumah tangga yang menggunakan
sumber air minum dan memasak dari sumur yang tidak terlindungi. Sumber air
minum yang kurang layak umumnya berasal dari air hujan, air sungai dan sumur
tak terlindung. Di kabupaten Indragiri Hilir dan Kepulauan Meranti, sumber air
minum didominasi oleh air hujan yaitu sebesar 72,37%, dan 76,21%.
Tabel 3.13. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air
Memasak Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan
Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014
SumberAir Memasak
KabupatenKota
Leding &
Air
Kemasan
Pompa
Sumur
Terlindungi
Sumur tak
Terlindungi
Mata Air
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Lainnya
42
LAPORAN AKHIR
SumberAir Memasak
KabupatenKota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep, Meranti
Pekanbaru
Dumai
Jumlah
Leding &
Air
Kemasan
5,17
21,21
4,35
22,94
23,09
13,80
8,06
9,00
8,77
1,79
26,42
23,84
14,84
Pompa
Sumur
Terlindungi
Sumur tak
Terlindungi
54,10
35,27
1,83
18,72
21,84
41,41
63,63
23,82
24,04
1,84
7,57
9,67
24,95
20,42
25,15
2,35
19,20
7,42
8,04
11,42
13,71
14,25
4,90
3,41
4,21
10,16
11,53
11,26
0,71
26,58
28,37
25,32
11,87
14,72
16,99
0,28
56,51
50,30
23,97
Mata Air
2,51
0,66
0,17
3,09
0,77
5,71
3,88
0,77
0,55
0,55
0,81
0,70
1,80
Lainnya
6,27
6,45
90,59
9,47
18,52
5,71
1,13
37,98
35,39
90,64
5,28
11,29
24,27
Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015)
c.
Penyediaan Listrik
Secara keseluruhan, selama periode 2011–2015 rasio elektrifikasi Provinsi
Riau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 17,15% per tahun, dengan wilayah
pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Rokan Hilir sebesar 50,92% per tahun
dan Kabupaten Kampar dengan rata-rata pertumbuhan terendah 2,44% per tahun.
Pertumbuhan yang rendah wilayah tersebut disebabkan oleh rasio pertumbuhan
jumlah rumah tangga lebih tinggi berbanding laju pertumbuhan pembangunan
energi listrik. RE per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 3.14.
Tabel 3.14. Rasio Elektrifikasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun
2011-2015
No
Kabupaten/Kota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep. Meranti
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
2011
47,81
66,00
26,09
28,18
37,71
80,05
36,82
67,72
28,73
39,17
65,95
73,58
53,06
2012
69,71
93,63
68,47
62,1
62,85
71,88
52,55
77,48
84,69
95,45
108,33
90,19
78,88
Tahun
2013
72,40
99,00
69,42
69,76
67,44
76,68
57,81
80,93
90,74
95,48
115,71
95,38
83,73
2014
86,3
99,16
75,04
67,19
54,93
83,93
57,63
106,11
85,79
100,42
105,41
97,25
85,19
2015
94,84
98,04
70,72
71,59
77,94
87,89
61,83
98,69
91,97
96,64
104,97
100
87,81
Pertumbuhan/
Tahun (%)
19,69
11,66
41,54
33,89
24,33
2,66
14,93
10,75
50,92
36,28
15,44
8,28
14,91
Sumber: Dinas ESDM Provinsi Riau, 2016
Berdasarkan pada Tabel 3.14 dapat dilihat bahwa rasio elektrifikasi dibawah
rata-rata provinsi terdapat 4 kabupaten dan 8 kabupaten di atas rata-rata provinsi.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
43
LAPORAN AKHIR
Wilayah terendah rasio elektrifikasi yaitu Kampar-Indragiri Hulu dan terendah
adalah Kabupaten Kampar. Dengan perpindahan kewenangan dalam pengurusan
energi dan sumberdaya mineral ke provinsi maka wilayah-wilayah terendah rasio
elektrifikasinya harus mendapatkan prioritas dalam pembangunan energi kedepan.
Sedangkan jumlah desa yang sudah terlayani listrik di Provinsi Riau hingga
tahun 2014 baru memcapai 60,77% dan yang belum terlayani 39,23%. Kabupaten
yang belum terlayani listrik yang paling rendah adalah Indragiri Hilir yang desanya
tersedia listrik baru mencapai 25,71% dan yang belum tersedia listrik sebesar
74,29%. Jika dilihat rata-rata desa yang belum teraliri listrik di Provinsi Riau masih
terdapat sebanyak 39,23% dari jumlah desa yang ada sebanyak 1.634 desa dan
kelurahan atau sebanyak 641 desa yang belum teraliri listrik dan yang terbanyak di
Kabupaten Indragiri Hilir dari 175 desa masih terdapat 130 desa yang belum teraliri
listrik. Sementara jumlah kelurahan yang mendapatkan aliran listrik terdapat di
Kota Dumai sebanyak satu kelurahan dari 32 kelurahan yang ada (Tabel 3.15).
Kondisi ini harus mendapatkan perhatian serius bagi pemerintah daerah mengingat
hal ini sudah menjadi kewenangan pemerintah Provinsi Riau sesuai dengan UU 23
Tahun 2014.
Tabel 3.15. Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa Yang Terlayani Listrik
Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan
Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014
Kuansing
Inhu
Inhil
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Pekanbaru
Dumai
Kep. Meranti
Jumlah
314.140
76.094
247.306
92.405
555.701 166.164
152.949
82.583
238.786
95.983
447.157 173.936
265.686
65.573
520.241 121.329
352.299 134.253
585.440 237.896
173.188
61.878
216.329
40.319
4.069.222 1.348.413
12
14
20
12
14
20
16
8
13
12
5
7
153
Jumlah Desa Berlistrik
Telah
Belum
Desa
Kecamatan
Kepala
Keluarga
Kabupaten/
Kota
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Penduduk
Jumlah
209
196
175
117
129
250
153
103
136
61
32
73
1.634
Desa
132
115
45
63
83
186
110
76
55
61
31
36
993
(% )
63,16
58,67
25,71
53,85
64,34
74,40
71,90
73,79
40,44
100,00
96,88
49,32
60,77
Desa
77
81
130
54
46
64
43
27
81
1
37
641
(% )
36,84
41,33
74,29
46,15
35,66
25,60
28,10
26,21
59,56
3,13
50,68
39,23
Sumber: PLN Riau, 2014.
3.2.3.
Kondisi dan Potensi Ekonomi
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
44
LAPORAN AKHIR
3.2.3.1. Kondisi Ekonomi
a. Pertumbuhan Ekonomi
Tabel 3.16 menyajikan kondisi perekonomian kabupaten/kota Provinsi Riau
di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 2012-2015. Dari
tabel tersebut dapat dilihat bahwa PDRB tertinggi dengan migas adalah Kabupaten
Bengkalis dengan nilai Rp. 82.676.408,29 juta rupiah diikuti oleh kota Pekanbaru
sebesar Rp. 57.557.347,62 juta rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa sejumlah
kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara merupakan kabupaten dengan kondisi
ekonomi yang baik.
Tabel 3.16. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
2010 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah
Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Termasuk
Minyak Bumi dan Gas Tahun 2012-2015 (Juta Rupiah)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep Meranti
Pekanbaru
Dumai
Riau
2012
18.333.198,91
23.708.459,37
32.444.458,39
25.920.879,25
53.226.798,43
41.668.546,69
18.069.053,50
91.397.010,80
41.418.231,33
9.909.809,44
48.351.736,61
18.909.845,70
423.358.028,42
2013
19.336.933,71
25.180.129,97
34.769.508,24
27.360.638,95
51.987.673,97
44.297.582,79
19.150.561,51
88.411.085,59
42.405.063,91
10.329.760,17
51.053.167,00
19.605.667,85
433.887.773,66
2014
20.331.154,81
26.572.896,38
37.155.800,90
29.056.789,93
51.485.038,44
45.816.465,83
20.383.263,11
85.003.696,73
44.144.206,11
10.788.877,45
54.570.279,50
20.204.795,72
445.513.264,91
2015
19.899.265,75
25.804.981,98
37.922.056,74
29.776.010,59
51.369.618,94
46.304.581,70
20.778.966,21
82.676.408,29
44.583.546,86
11.077.555,64
57.557.347,62
20.445.651,50
448.195.991,82
Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2015)
PDRB menurut kabupaten/kota sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.7,
memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan antara PDRB kabupaten kaya
sebagai penghasil migas dengan kabupaten/kota bukan penghasil migas, PDRB
tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Bengkalis diikuti Kabupaten Siak, Rokan Hilir
dan Kampar, Kontribusi PDRB dengan migas dibanding tanpa migas dalam PDRB
Kabupaten Bengkalis, Siak, Rokan Hilir dan Kampar masing-masingnya sebesar
88,19%, 75,56%, 70,83% dan 65,50%, Kabupaten yang memiliki sumberdaya
migas dalam jumlah kecil adalah Kepulauan Meranti, Indragiri Hulu, Rokan Hulu
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
45
LAPORAN AKHIR
dan Pelalawan, Sedangkan Kabupaten Kuantan Singingi dan Indragiri Hilir tidak
memiliki sumberdaya migas.
Kontribusi PDRB HK Tanpa Migas (%)
Kontribusi PDRB HK Migas (%)
Bengkalis
12.25
11.55
10.25
9.91
8.34
8.34
6.51
5.97
4.59
4.57
4.56
2.42
Siak
Rokan Hilir
Indragiri Hilir
Indragiri Hulu
Kuantan Singingi
Kep.Meranti
0.00
5.00
10.00
15.00
19.10
Pekanbaru
Siak
Kampar
Provinsi Riau
Indragiri Hulu
Rokan Hulu
3.44
2.49
Kep.Meranti
20.00
0.00
5.00
10.41
9.97
9.81
8.61
8.33
7.85
7.15
6.60
5.49
10.00
15.02
13.17
15.00
20.00
Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2015)
Gambar 3.7. Kontribusi (%) PDRB Harga Konstan Migas dan Dengan Tanpa
Migas Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah
Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014
Tingginya ketergantungan migas dalam PDRB di Kabupaten Bengkalis,
Siak, Rokan Hilir dan Kampar perlu diantisipasi melalui pengembangan
sumberdaya yang dapat diperbaharui. Disisi lain, kabupaten yang rendah
sumberdaya perlu mendapat dukungan pembangunan yang lebih besar dari
Pemerintah Provinsi Riau sehingga ketimpangan antar kabupaten/kota di Provinsi
Riau akan semakin rendah lagi.
Kabupaten/Kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi dengan migas yang
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dengan migas pada
tahun 2015 adalah Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 6,92% hingga Kabupaten
Kampar sebesar 3,21%. Sedangkan kabupaten/kota yang pertumbuhan ekonominya
dengan migas dibawah rata-rata provinsi adalah Siak dan Bengkalis dan bahkan
negatif masing-masing sebesar -0,71% dan -3,50%. Sementara pertumbuhan
ekonomi tanpa migas Kabupaten/Kota hanya kabupaten Inhu, Kuansing, Siak,
Kampar dan Kota Dumai yang terdapat di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi
Provinsi Riau tahun 2014 (Gambar 3.8).
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
46
LAPORAN AKHIR
Pertumbuhan Ekonomi Dengan Migas (%)
6.92
6.79
6.78
6.08
5.62
5.34
4.65
4.01
3.53
3.21
2.80
Indragiri Hilir
Rokan Hulu
Indragiri Hulu
Kep.Meranti
Dumai
Provinsi Riau
-0.71
-3.50 Bengkalis
-5.00
Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas (%)
Kep.Meranti
Indragiri Hilir
Rokan Hulu
Pelalawan
Indragiri Hulu
Siak
3.25
Dumai
0.00
5.00
10.00
0.00
2.00
4.00
7.52
7.33
6.92
6.79
6.47
6.19
6.16
5.91
5.75
5.34
4.70
4.56
6.00
8.00
Gambar 3.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2014
Secara relatif pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir cukup baik
karena ditopang oleh komoditas yang diusahakan masyarakat tidak sepenuhnya
mengalami penurunan harga seperti kelapa, padi, pinang dan ikan. Sementara
komoditas kelapa sawit yang penurunan harga tidak terlalu memberikan pengaruh
yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ini mengingat daerah ini hanya
sebagian kecil masyarakatnya yang berusahatani kelapa sawit tetapi sebagian besar
bersumber dari perkebunan kelapa, perikanan dan tanaman padi serta pinang.
Sementara tanaman kelapa sawit tergolong wilayah yang masih memiliki kebun
kelapa sawit yang sempit berbanding daerah lainnya.
b. Inflasi
Inflasi juga menjelaskan tentang kondisi prekonomian suatu wilayah.
Semakin stabil tingkat inflasi menunjukkan kondisi perekonomian yang semakin
baik. Data pada Gambar 3.9 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan inflasi per
kabupaten/kota dari tahun 2011-2015 terjadi pada dengan migas dan non migas.
Laju pertumbuhan Inflasi tertinggi dengan migas terjadi di Kabupaten Siak
sebanyak 8,68% per tahun dan penurunan laju inflasi terendah terjadi di Kota
Dumai sebesar 385,27% per tahun. Sedangkan laju inflasi tertinggi pada non migas
terjadi di Kabupaten Bengkalis sebesar 165,11% per tahun dan Kep. Meranti
sebesar 124,23% per tahun dan terendah Kabupaten Kuantan Singingi sebesar
10,76% per tahun. Beradasarkan pada data tersebut dapat dilihat bahwa wilayah
yang perlu yang memerlukan kebijakan penanganan inflasi untuk non migas adalah
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
47
LAPORAN AKHIR
Kabupaten Bengkalis dan Kep. Meranti yang merupakan wilayah yang terletak di
wilayah perbatasan negara.
Inflasi dengan Migas (%)
Inflasi Tanpa Migas (%)
14.60
Kep.Meranti
13.15
Pekanbaru
11.00
Pelalawan
Bengkalis
10.25
Rokan Hilir
10.08
8.82
Riau
8.06
Kampar
Rokan Hulu
7.97
Dumai
7.74
Indragiri Hilir
6.48
Indragiri Hulu
6.17
5.54
Siak
4.80
Kuantan Singingi
0.00
5.00
18.97
Kep.Meranti
Bengkalis
Pekanbaru
Pelalawan
Rokan Hilir
Dumai
Rokan Hulu
Siak
Indragiri Hilir
Indragiri Hulu
Kampar
Riau
Kuantan Singingi
14.51
13.15
11.15
8.95
8.58
7.71
7.42
6.48
6.18
5.51
4.80
4.80
0.00
10.00
10.00
20.00
15.00
Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2015) dan Data Olahan
Gambar 3.9. Tingkat Inflasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya
Tahun 2015
Sementara itu tingkat inflasi perkabupaten/kota tanpa migas pada tahun
2015 menunjukkan bahwa tingkat inflasi tertingggi adalah Kabupaten Kepulauan
Meranti sebesar 18,87% dan terendah terjadi di Kabupaten Kuansing hanya 4,80%
per tahun. Oleh karena wilayah yang tingkat inflasinya cukup tinggi harus
mendapatkan perhatian dalam penyediaan barang dan jasa untuk menyeimbangkan
antara permintaan dan penawaran.
c. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah
Indikator yang menunjukkan ketimpangan pembangunan/pendapatan antar
wilayah yang lazim digunakan adalah Indeks Ketimpangan Williamson. Bila indeks
ketimpangan Williamson diukur dari PDRB per kapita dengan migas, menunjukan
trend berfluktuatif meningkat. Pada tahun 2010, indeks ketimpangannya sebesar
0,671 kemudian meningkat menjadi menjadi 1,1697 pada tahun 2015. Meskipun
indeks ketimpangan yang diukur dari PDRB per kapita dengan migas ini cenderung
meningkat dan lebih besar dari satu sehingga dapat dikategorikan ketimpangan
distribusi pendapatan per kapita dengan migas antar Kabupaten/Kota di Provinsi
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
48
LAPORAN AKHIR
Riau sangat timpang atau pertumbuhan ekonomi antar daerah tidak merata. Hal ini
dimungkinkan karena hanya sebagian kabupaten saja yang memiliki sumberdaya
migas yang besar di Provinsi Riau seperti Kabupaten Bengkalis, Siak, Rokan Hilir
dan Kampar sedangkan Kabupaten/Kota lainnya relatif kurang atau tidak memiliki
sumberdaya migas. Selama periode 2010 – 2015, rata-rata pertumbuhan indeks
ketimpangan distribusi pendapatan dengan migas antar Kabupaten/Kota di Provinsi
Riau menurun sebesar 31,14% per tahun.
Selama periode 2010 – 2015, indeks ketimpangan Williamson yang diukur
dari PDRB per kapita tanpa migas menunjukkan trend menurun sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 2.35. Pada tahun 2010, indeks ketimpangan sebesar
0,2865 menurun menjadi 0,2574 pada tahun 2014 yang dapat dikatakan hampir
mendekati nol sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan distribusi
pendapatan per kapita tanpa migas antar Kabupaten/Kota di Provinsi Riau relatif
rendah atau pertumbuhan ekonomi antar daerah merata tanpa migas. Selama
periode ini, rata-rata pertumbuhan penurunan indeks ketimpangan distribusi
pendapatan per kapita tanpa migas di Provinsi Riau menurun sebesar 1,66% per
tahun.
9.0016
Bengkalis
Siak
Rokan Hulu
Provinsi Riau
Pekanbaru
Indragiri Hilir
Kampar
Kep.Meranti
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Rokan Hilir
Pelalawan
Dumai
1.8668
1.7152
1.1697
0.6641
0.4325
0.2609
0.0396
0.0183
0.0153
0.0147
0.0071
0.0003
-
2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000
1.1178
Kampar
0.7974
Kuantan Singingi
0.3042
Indragiri Hulu
0.2574
Siak
Pekanbaru
0.2337
Kep.Meranti
0.2260
Rokan Hulu
0.1155
Dumai
0.1008
Bengkalis
0.0865
Pelalawan
0.0805
Rokan Hilir
0.0110
Provinsi Riau
0.0105
0.0051
Indragiri Hilir
-
0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000
Gambar 3.10. Pembentukan Indek Williamson Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015
d. Kemiskinan
Secara umum jumlah penduduk miskin, tingkat kemiskinan, indek
kedalaman dan keparahan kemiskinan di desa jauh lebih tinggi dibandingkan di
kota, yang memberi arti bahwa kedalaman dan keparahan kemiskinan di pedesaan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
49
LAPORAN AKHIR
jauh lebih besar dibanding kota. Oleh karena itu, kebijakan penanggulangan
kemiskinan masih perlu terus dilakukan dengan memperkuat di wilayah
pembangunan ekonomi dan infrastruktur pedesaan khususnya pedesaan diwilayah
pesisir. Jumlah penduduk miskin, tingkat kemiskinan, indek kedalaman dan
69.55
61.35
49.18
46.92
40.63
39.22
34.31
33.43
25.45
21.89
20.93
Ribu Orang
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
-
12.43
keparahan kemiskinan dapat dilihat pada Gambar 3.11, 3.12, 3.13 dan 3.14.
32.39
Gambar 3.11. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2014
35.00
30.00
25.00
5.00
8.12
7.17
7.12
6.59
6.30
5.88
5.31
4.35
4.14
3.22
10.00
3.97
15.00
8.85
20.00
-
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
50
LAPORAN AKHIR
8.96
Gambar 3.12. Tingkat Kemiskinan (%) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi
Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota
Lainnya Tahun 2014
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
1.20
1.00
0.94
0.89
0.87
0.68
0.49
0.49
0.47
1.00
0.46
2.00
0.55
3.00
1.77
4.00
-
Gambar 3.13. Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/
Kota Lainnya Tahun 2014
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
51
2.77
LAPORAN AKHIR
3.00
2.50
2.00
1.50
0.29
0.26
0.25
0.22
0.21
0.21
0.15
0.12
0.12
0.06
0.50
0.12
0.54
1.00
-
Gambar 3.14. Indek Keparahan Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/
Kota Lainnya Tahun 2014
Dari gambar di atas dapat dinyatakan bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti
yang baru terbentuk tahun 2009 merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk
miskin maupun tingkat (persentase) kemiskinan tertinggi di Provinsi Riau. Jumlah
penduduk miskin terbanyak terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak
69.548 orang dan paling sedikit terdapat di Kota Dumai sebanyak 12.432 orang.
Persentase penduduk miskin tertinggi di Kabupaten Kepulauan Meranti
sebanyak 32,39% dan paling rendah di Kota Pekanbaru sebanyak 3,22%. Indeks
kedalaman kemiskinan tertinggi terdapat Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak
8,96 dan terendah di Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak 0,46 dan indek keparahan
kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 2,77 dan
dan terendah di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 0,06.
Indeks Kedalaman Kemiskinan Poverty Gap Index (P1) Indeks Kedalaman
Kemiskinan/Poverty Gaps Index (P1) adalah ukuran rata-rata kesenjangan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
52
LAPORAN AKHIR
pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin
tinggi nilai indeks semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk
miskin terhadap kemiskinan. Pada gambar 3.13 terlihat bahwa posisi relatif Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) yaitu berada di bawah rata-rata provinsi sebanyak 10
Kabupaten/Kota dan di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten Kepulauan Meranti
dan Kabupaten Pelalawan. Oleh karena itu kedua wilayah ini harus mendapatkan
perhatian secara serius dalam mengurangi keparahan kemiskinan.
3.2.3.2. Potensi Ekonomi
a. Kelautan dan Perikanan
Produksi perikanan di Provinsi Riau sebagian besar berasal dari perikanan
laut, yakni dari kabupaten/kota yang terletak di wilayah perbatasan negara. Data
yang bersumber dari Dinas Perikanan dan Kelautan menunjukkan bahwa pada
tahun 2015, dari sejumlah 178.238,24 ton total produksi ikan, sebanyak 105.296,30
ton atau 59,07% merupakan hasil perikanan laut, sedangkan 72.941,94 ton hasil
dari perairan umum, tambak, kolam keramba, keramba, sawah, tambak dan jaring
apung. Di samping itu diperoleh juga informasi bahwa kabupaten/ kota sebagai
penghasil ikan terbanyak pada tahun 2015 adalah Kabupaten Rokan Hilir 54.237,7
ton (30,46%), Kabupaten Indragiri Hilir 52.294,70 ton (29,34%) dan Kabupaten
Kampar 31.722,75
ton (17,80 %), sisanya sebanyak 39.927,57 ton (22,40%)
tersebar di kabupaten/kota lainnya.
Tabel 3.17. Produksi Perikanan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya
Tahun 2015
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep. Meranti
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
Perikanan
Laut
45.442,40
4.584,60
444,30
1.479,70
51.101,50
1.650,00
593,80
105.296,30
Jenis Usaha Perikanan
Perairan
Tambak
Kolam
Umum
347,20
3.190,03
2.729,40
3.803,48
6.343,90
85,77
422,63
193,60
5.820,11
584,90
1.242,64
2.326,70
29.396,05
1.885,70
5.177,19
36,70
378,18
2.292,00
899,72
1,55
48,52
394,40
5.215,60
10,96
115,01
17.097,80
134,98
55.709,16
Jumlah
3.537,23
6.532,88
52.294,70
10.598,31
2.271,84
31.722,75
7.062,89
1.894,58
54.293,22
1.700,07
5.610,00
719,77
178.238,24
Kontribusi
(%)
1,98
3,67
29,34
5,95
1,27
17,80
3,96
1,06
30,46
0,95
3,15
0,40
100,00
Sumber: Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
53
LAPORAN AKHIR
Jika dilihat Kabupaten/Kota yang produksi perikanannya merupakan
produksi tertinggi Provinsi Riau pada tahun 2015 adalah Kabupaten Rokan Hilir,
Indragiri Hilir dan Kampar. Kontribusi sub sektor perikanan dari ketiga wilayah
tersebut mencapai 77,64% dari produksi perikanan Provinsi Riau (Gambar 3.15).
Kabupaten Kampar sebagai produser ikan terbanyak ketiga di Provinsi Riau harus
diapresiasi karena sebagian besar atau sebanyak 29.396,05 ton (52,60%) produksi
perikanan diperoleh melalui budidaya dan hanya sebanyak 2.326,70 ton (13,61%)
yang diperoleh melalui perikanan tangkap dari perairan umum.
60.0
52.3
54.3
50.0
40.0
31.7
30.0
20.0
10.0
0.7
1.7
1.9
2.3
3.5
5.5
6.5
7.1
10.6
-
Produksi Perikanan Per Kabupaten/Kota (Ribu ton) Tahun 2015
Gambar 3.15. Produksi Perikanan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah
Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2015
b. Pariwisata
Selain
kaya akan sumberdaya kelautan dan perikanan, Provinsi Riau,
khususnya kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara, memiliki daya tarik
pariwisata yang dapat dikembangkan sehingga menjadi tujuan wisatawan domestik
maupun manca negara. Namun demikian, daya tarik wisata yang ada belum
dikembangkan dengan baik, termasuk sarana dan prasarana pendukungnya
sehingga belum menjadi tujuan wisata dan belum memberikan kontribusi yang
berarti dalam perekonomian Provinsi Riau.
Sementara itu jumlah objek wisata di Provinsi Riau (Tabel 3.18)
menunjukkan penyebaran lokasi di setiap kabupaten/kota, dimana kabupaten yang
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
54
LAPORAN AKHIR
memiliki objek wisata paling banyak adalah Kabupaten Rokan Hulu dengan enam
objek wisata dan yang paling sedikit adalah Dumai, Meranti dan Pelalawan. Dari
potensi objek-objek wisata yang ada, hanya beberapa objek wisata yang mulai
dikembangkan seperti (1) Wisata Fenomena Bono yang ada di Kabupaten
Pelalawan; (2) Candi Muara Takus yang terletak d Kecamatan XIII Koto Kampar,
Kabupaten Kampar; (3) Benteng Tujuh Lapis dan sumber air panas di Kabupaten
Rokan Hulu; (4) Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi; (5) Festival Bakar
Tongkang di Kabupaten Rokan Hilir; (6) Danau Buatan di Kota Pekanbaru; dan (7)
Istana Siak Sri Indrapura di Kabupaten Siak, Sebagian besar objek wisata belum
dikembangkan dan belum menjadi tujuan wisatawan domestik maupun manca
negara. Kondisi ini menjadikan pariwisata belum memberikan kontribusi yang
berarti dalam perekonomian Provinsi Riau. Lokasi dan Jarak Objek wisata di
Provinsi Riau dapat dilihat Gambar 3.16.
Tabel 3.18. Objek Wisata Yang Terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau
di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya
Tahun 2015
No
1
2
3
4
Kabupaten
Kuansing
Indragiri Hulu
Kecamatan
Desa/ Kelurahan
Kuantan Tengah
Kota Taluk Kuantan
Kuantan Mudik
Bukit Padusunan
Kuantan Mudik
Lubuk Jambi
Hulu Kuantan
Lubuk Ambacang
Batang Gangsal
Sanglap
Rengat Barat
Kota Lama
Rengat
Kampung Dagang
Rengat Barat
Kota Lama
Mandah
Pulau Cawan
Kemuning
Batu Ampar
Kuindra
Teluk Dalam, Sapat
Mandah
Bekawan
Teluk Meranti
Teluk Meranti
Lubuk Kembang
Bunga
Indragiri Hilir
Pelalawan
Ukui
Kerumutan
Kerumutan
Jarak
Pekanbaru ke
Objek Wisata
Lokasi (KM)
133,95 1. Pacu Jalur
2. Kawasan Wisata
150,90
Kebun Nopi
3. Air Terjun
163,27
Guruh Gemurai
4. Air Terjun Tujuh
169,90
Tingkat
1. Taman Nasional
280,39
Bukit Tiga Puluh
2. Makam Raja-raja
192,42
Indragiri Kota
Lama
206,84 3. Danau Raja
4. Danau
192,42
Menduyan
Darat = 399,24
dan Laut = 1. Pantai Solop
371,35
284,76 2. Bukit Berbunga
3. Wisata Religi
Syech
32,67
Abdurrahman
Siddiq
Darat = 420,12 4. Wisata Sampan
dan Laut =
Leper dan
393,31
Manongkah
194,91 1. Wisata Bono
2. Taman Nasional
177,02
Tesso Nillo
3. Kawasan
179,27
Lindung
Kerumutan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
55
LAPORAN AKHIR
No
5
6
7
8
9
10
11
12
Kabupaten
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Kep, Meranti
Kecamatan
Desa/ Kelurahan
Jarak
Pekanbaru ke
Lokasi (KM)
Siak
Siak Sri Indra Pura
117,48
Mempura
Mempura
112,13
Siak
Siak Sri Indra Pura
118,50
Siak
XIII Koto
Kampar
Siak Sri Indra Pura
115,00
Muara Takus
116,65
Kuok
Merangin
79,45
Kuok
Pulau Belimbing
68,60
Kampar Kiri
Hulu
Gema & Tanjung
Belit
99,47
Tambusai
Dalu-dalu
214,00
Kepenuhan
Rantau Binuang
Sakti
223,00
Rambah
Gunung Bongsu
190,70
Bangun Purba
-
196,77
Rokan IV Koto
-
170,00
Rokan IV Koto
Cipang Kiri Hulu
204,35
Rupat Utara
Tlk Rhu
294,14
Bantan
Selat Baru
218,20
Bengkalis
Meskom
215,66
Bukit Batu
Sukajadi
211,30
Bangko
Bagan Tengah
243,50
Tanah Putih
Rantau Bais
174,47
Pasir Limau
Kapas
-
Rangsang Barat
Bokor
225,10
Rangsang Barat
Anak Setatah
211,26
Tebing Tinggi
Barat
Lalang Tanjung
226,3
Rumbai Pesisir
Meranti Pandak
2,30
Bukit Raya
Simpang Tiga
7,60
Rumbai Pesisir
Lembah Sari
10,80
Marpoyan
Damai
Maharatu
10,46
Rumbai
Muara Fajar
22,87
Medang
Kampai
Teluk Makmur
203,92
Dumai Barat
Purnama
203,97
Medang
Kampai
Bukit Batrem
191,66
257,46 darat +
85,6 Laut
Pekanbaru
Dumai
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Objek Wisata
1. Istana Siak Sri
Indrapura
2. Desa Mempura
3. Event Siak
Bermadah
4. Tour De Siak
1. Candi Muara
Takus
2. PLTA Koto
Panjang
3. Desa Pulau
Belimbing
4. Kawasan Wisata
Kampar Kiri
Hulu
1. Benteng Tujuh
Lapis
2. Wisata Rohani di
Binuang Sakti
3. Air Panas
Hapanasan
4. Air Terjun Aek
Matua
5. Kawasan Hulu
Sungai Rokan
6. Bukit Tungkuih
Nasi
1. Kawasan Wisata
Pulau Rupat
2. Pantai Selat Baru
3. Pantai Prapat
Tunggal
Meskom
4. Kawasan Biosfir
Giam Siak Kecil
1. Festival Bakar
Tongkang
2. Kawasan Wisata
Rantau Bais
3. Kawasan Wisata
Pulau Jemur
1. Event Wisata
Bokor
2. Kawasan
Mangrove
3. Kawasan Wisata
Tasik
1. Kawasan
Pekanbaru Water
Front City
2. Kawasan Bandar
Serai
3. Danau Bandar
Kayangan
4. Kawasan Agro
Wisata
Marpoyan
5. Kawasan Wisata
Tahura SSH
1. Pantai Teluk
Makmur
2. Kawasan
Mangrove
3. Danau Bunga
Tujuh
56
LAPORAN AKHIR
Gambar 3.16. Peta Lokasi Objek Wisata Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya
Tahun 2015
b. Tanaman Pangan
Tabel 3.19 menyajikan data luas panen, produksi dan produktivitas menurut
kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota
lainnya tahun 2015. Dari tabel dapat dilihat bahwa Kabupaten Indragiri Hilir dan
Kabupaten Rokan Hilir merupakan kabupaten dengan luas lahan dan produksi
gabah yang tertinggi di Provinsi Riau, namun demikian produktivitas padi bukanlah
yang tertinggi. Kabupaten dengan produktivitas padi yang tertinggi berasal dari
Kabupaten Siak.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
57
LAPORAN AKHIR
Tabel 3.19. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015
Luas Panen
(ha)
11.175
Kontribusi
(%)
12,96
Padi
Produksi Gabah
(ton)
50.125
Kontribusi
(%)
14,51
Produktivitas
(Ton/ha)
4,49
Indragiri Hulu
2.495
2,89
9.236
2,67
3,70
Indragiri Hilir
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
28.553
33,12
111.315
32,22
3,90
Pelalawan
4.764
5,53
17.955
5,20
3,77
Siak
5.554
6,44
30.306
8,77
5,46
Kampar
7.038
8,16
23.277
6,74
3,31
Rokan Hulu
4.263
4,94
18.715
5,42
4,39
Bengkalis
6.014
6,98
23.031
6,67
3,83
Rokan Hilir
12.481
14,48
50.056
14,49
4,01
Kep. Meranti
3.568
4,14
10.115
2,93
2,83
6
0,01
16
0,00
2,67
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
307
0,36
1.294
0,37
4,21
86.218
100,00
345.441
100,00
4,01
Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan
Beradasarkan data produksi padi yang dikonversi ke beras menunjukkan
bahwa Provinsi Riau
mengalami defisit sebanyak 63,36%. Wilayah yang
mengalami defisit paling rendah adalah Kabupaten Indargiri Hilir sebesar 7,03%
dan Kuansing sebesar 7,14%. Defisit tersebut sebenarnya dapat diatasi jika insitas
penggunaan lahan dan teknologi input dengan kobinasi terbaik dapat dilakukan
maka defisit tersebut dapat diminimalisir. Defisit kebutuhan beras per
Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 3.20.
Tabel 3.20. Kebutuhan dan Kemampuan Beras Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan
Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015
Kabupaten/Kota
Jumlah
Penduduk
Jiwa
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan/
Kebutuhan Kemampuan
Kekurangan
Beras
Produksi
Keterangan
Beras
Ton/Tahun Ton/Tahun
(%)
Ton/Tahun
35.100
32.594
-2.506
-7,14
Defisit
Kuantan Singingi
314.276
Indragiri Hulu
409.431
45.302
8.334
-36.968
-81,60
Defisit
Indragiri Hilir
703.734
78.491
72.972
-5.519
-7,03
Defisit
Pelalawan
396.990
42.626
11.723
-30.903
-72,50
Defisit
Siak
440.841
48.420
19.699
-28.721
-59,32
Defisit
Kampar
793.005
87.368
18.873
-68.495
-78,40
Defisit
Rokan Hulu
592.278
64.249
32.365
-31.884
-49,63
Defisit
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
58
LAPORAN AKHIR
Kabupaten/Kota
Jumlah
Penduduk
Jiwa
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan/
Kebutuhan Kemampuan
Kekurangan
Beras
Produksi
Keterangan
Beras
Ton/Tahun Ton/Tahun
(%)
Ton/Tahun
60.584
17.517
-43.067
-71,09
Defisit
Bengkalis
543.987
Rokan Hilir
644.680
70.877
32.536
-38.341
-54,09
Defisit
Kep. Meranti
181.095
20.328
6.575
-13.753
-67,66
Defisit
1.038.118
114.296
10
-114.286
-99,99
Defisit
285.967
31.652
3.024
-28.628
-90,45
Defisit
6.344.402
699.294
256.222
-443.072
-63,36
Defisit
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan
Program peningkatan produktivitas tanaman padi merupakan salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan beras, mengingat
setiap tahunnya terjadi penurunan luas tanam, panen dan produksi. Sementara
kebutuhan pangan beras senantiasa mengalami peningkatan seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa program
peningkatan produksi padi melalui peningkatan intensitas penggunaan lahan dan
peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
inventarisasi wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki lahan sawah permanen dan
tersedia infrastruktur pengairan yang cukup memadai. Ketersediaan data dan
informasi tersebut sangat membantu dalam peningkatan penggunaan lahan yang
lebih intensif (2-3 tanam/tahun). Tabel 3.21 menyajikan data tentang potensi luas
lahan per Kabupaten/Kota yang dapat ditanami padi sekali setahun, 2-3 setahun
dalam rangka peningkatan produksi dan kapasitas penggunaan lahan Provinsi Riau
di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya.
Tabel 3.21. Potensi Peningkatan Produksi Padi Sawah Menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2015
Kabupaten
Kuantan Singingi
Potensi Penggunaan Lahan Pertanian (Lahan Sawah)
Sementara
Tanam (Ha)
Tidak
Tidak
Total Lahan
Ditanami
2-3 Kali Per
1 Kali Per
Diusahakan
(Ha)
Padi (Ha)
tahun
tahun
(Ha)
17.298
Indragiri Hulu
-
-
-
-
6.695
Indragiri Hilir
3.616
21.700
2.435
1.192
28.943
-
-
-
-
7.439
Siak
3.245
1.430
-
-
4.675
Kampar
2.024
2.915
-
-
10.284
Pelalawan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
59
LAPORAN AKHIR
Kabupaten
Rokan Hulu
Potensi Penggunaan Lahan Pertanian (Lahan Sawah)
Sementara
Tanam (Ha)
Tidak
Tidak
Total Lahan
Ditanami
2-3 Kali Per
1 Kali Per
Diusahakan
(Ha)
Padi (Ha)
tahun
tahun
(Ha)
3.740
Bengkalis
-
-
-
-
7.576
Rokan Hilir
-
-
-
-
22.114
Kep. Meranti
-
-
-
-
5.183
Pekanbaru
-
-
-
-
51
Dumai
-
-
-
-
356
Provinsi Riau
-
-
-
-
114.354
Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan
c. Sayuran
Berdasarkan data tahun 2010-2014, secara umum perkembangan luas panen
komoditas sayur-sayuran mengalami penurunan sebanyak 5,15% per tahun dari
19.911 hektar pada tahun 2010 menjadi 15.086 pada tahun 2014. Tabel 3.22
menyajikan data perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas komoditas
sayuran menurut kabupaten/kota provinsi riau di wilayah perbatasan negara dan
kabupaten kota/lainnya tahun 2014. Berdasarkan data tersebut, maka perlu program
pengembangan sayur-sayuran agar produksi sayur-sayuran dapat ditingkatkan
untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Riau. Salah satu jalan yang dapat ditempuh
adalah melaksanakan suatu sistem budidaya dengan model agribisnis terpadu
(integrated agribusiness) di mana kegiatan budidaya yang pada umumnya
dilaksanakan oleh para petani kecil terpadu dengan kegiatan proses penanganan
hasil dan distribusi yang dilaksanakan secara bersama terintegrasi.
Berdasarkan Tabel 3.22 dapat dinyatakan bahwa kontribusi tertinggi pada
luas panen sayuran adalah Kabupaten Kampar mendominasi dengan 23,10% dari
luas lahan sayuran di Provinsi Riau atau seluas 3.485 hektar. Sedangkan luas lahan
sayuran yang paling sempit terdapat di Kota Dumai hanya 2,82% atau seluas 426
hektar. Sedangkan produktivitas tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru sebanyak
10,22 ton/hektar dan produktivitas terendah di Kabupaten Kuantan Singingi hanya
1,40 ton/hektar.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
60
LAPORAN AKHIR
Tabel 3.22. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sayuran Menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014
Sayur-Sayuran
Kabupaten/Kota
Luas Panen
Kontribusi
Produksi
Kontribusi
Produktivitas
(ha)
(%)
(ton)
(%)
(Ton/ha)
Kuantan Singingi
936
6,20
1.315
1,48
1,40
Indragiri Hulu
1.748
11,59
10.939
12,32
6,26
Indragiri Hilir
1.174
7,78
2.194
2,47
1,87
793
5,26
1.569
1,77
1,98
Siak
1.109
7,35
7.860
8,85
7,09
Kampar
3.485
23,10
32.762
36,91
9,40
Rokan Hulu
1.654
10,96
4.120
4,64
2,49
Bengkalis
557
3,69
1.929
2,17
3,46
Rokan Hilir
682
4,52
1.961
2,21
2,88
Kep. Meranti
840
5,57
4.504
5,07
5,36
1.682
11,15
17.193
19,37
10,22
426
2,82
2.421
2,73
5,68
15.086
100,00
88.767
100,00
5,88
Pelalawan
Pekanbaru
Dumai
Provinsi Riau
Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2015 dan Data Olahan
d. Buah-Buahan
Pengembangan tanaman buah-buahan diarahkan pada lahan yang memiliki
kemiringan di bawah 8%. Lahan untuk budidaya buah-buahan akan mengalami
perlakuan pengolahan lahan yang cukup intensif sehingga akan mudah terjadi erosi
apabila dilakukan di lahan yang berkemiringan curam. Berikut gambaran
perkembangan jumlah pohon dan rumpun dan produksi tanaman buah-buahan
untuk 10 komoditas Provinsi Riau tahun 2010-2014. Pengembangan buah-buahan
di Provinsi Riau memiliki potensi, namun tetap terdapat daerah yang sangat
potensial untuk pengembangan buah buahan agar berproduksi secara optimal.
Dilihat dari kondisi saat ini perkembangan luas tanam, produksi dan produktivitas
komoditas buah buahan di Provinsi Riau khususnya masih sangat fluktuatif. Tabel
3.23. menyajikan data luas panen, produksi dan produktivitas buah-buahan menurut
kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten
kota/lainnya tahun 2014.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
61
LAPORAN AKHIR
Tabel 3.23. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah-Buahan Menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara
dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014
Kabupaten/Kota
Kuantan Singingi
Pohon/
Rumpun
224.319
Kontribusi (%)
0,77
Buah Buahan
Produksi
(ton)
7.752
3,76
Produktivitas
(Kg/Pohon)
34,56
7,89
Kontribusi (%)
Indragiri Hulu
1.102.499
3,77
8.700
4,22
Indragiri Hilir
9.668.086
33,04
38.596
18,73
3,99
62.530
0,21
3.156
1,53
50,47
Siak
8.752.386
29,91
15.467
7,50
1,77
Kampar
Pelalawan
9.093.611
31,07
51.857
25,16
5,70
Rokan Hulu
198.695
0,68
10.959
5,32
55,15
Bengkalis
710.851
2,43
6.681
3,24
9,40
Rokan Hilir
241.312
0,82
6.606
3,20
27,38
Kep. Meranti
125.536
0,43
3.094
1,50
24,65
Pekanbaru
149.899
0,51
4.786
2,32
31,93
Dumai
11.953.159
40,85
48.465
23,51
4,05
Provinsi Riau
29.264.614
100,00
206.119
100,00
7,04
Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2015 dan Data Olahan
Berdasarkan Tabel 3.23 menunjukkan bahwa kontribusi tertinggi pada
jumlah pohon, Kota Dumai menyumbang 40,85% dari jumlah buah-buahan di
Provinsi Riau. Sedangkan jumlah pohon paling sedikit terdapat di Kabupaten
Pelalawan hanya 0,21% atau sebanyak 62.530 pohon. Dari sisi jumlah produksi
buah-buahan terbanyak terdapat di Kabupaten Kampar yaitu 25,16% atau 51.857
ton dan paling sedikit terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti hanya sebanyak
3.094 ton atau 1,50%. Sedangkan produktivitas buah-buahan tertinggi terdapat di
Kabupaten Rokan Hulu sebanyak 55,15 kg/pohon/tahun dan produktivitas terendah
di Kabupaten Siak hanya 1,77 kg/pohon/tahun, jelasnya dapat dilihat pada Gambar
2.107.
Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa potensi peningkatan produksi
buah-buahan di beberapa wilayah melalui peningkatan produktivitas masih sangat
memungkinan jika usahatani tanaman buah-buahan dikelola secara efektif dan
efisien serta menggunakan teknologi input berkualitas. Peningkatan produktivitas
tanaman buah-buahan akan menambah jumlah produksi sehingga pemenuhan
kebutuhan buah-buahan lokal yang sebagian besar saat ini masih didatangkan dari
daerah lain dapat terpenuhi secara mandiri.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
62
LAPORAN AKHIR
e. Perkebunan
Luas, produksi dan produktivitas perkebunan kelapa sawit, kelapa dan karet
menurut kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan
kabupaten/kota lainnya tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.24. Dari tersebut
dapat dinyatakan bahwa lahan perkebunan kelapa sawit paling luas terdapat di
Kabupaten Rokan hulu seluas 422.850 hektar (17,53%), sedangkan tanaman kelapa
di Kabupaten Indragiri Hilir seluas 439.955 hektar (85,11%) dan tanaman karet
terluas terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 145.388 hektar (28,91%).
Sementara itu produktivitas tertinggi kelapa sawit, kelapa dan karet terdapat di
Kabupaten Pelalawan yaitu 4,07 ton CPO/ha, kelapa 1,04 ton kopra/ha dan karet
1,36 ton/ha.
Tabel 3.24. Luas, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit,
Kelapa dan Karet Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun
2014
Komoditas Utama
Kuantan
Singingi
128.808
410.195
3,18
2.614
1.800
0,69
145.388
79.561
0,55
2
Indragiri Hulu
118.969
427.755
3,60
1.828
296
0,16
61.372
43.086
0,70
3
Indragiri Hilir
228.051
705.888
3,10
439.955
359.372
0,82
5.369
3.931
0,73
4
Pelalawan
306.877 1.247.740
4,07
16.668
17.312
1,04
29.632
40.349
1,36
5
Siak
287.331
950.008
3,31
1.657
1.238
0,75
15.569
10.495
0,67
6
Kampar
400.249 1.328.777
3,32
1.766
561
0,32
102.353
77.556
0,76
7
Rokan Hulu
422.850 1.173.743
2,78
1.132
595
0,53
56.442
55.703
0,99
8
Rokan Hilir
198.947
400.387
2,01
12.531
7.551
0,60
35.472
21.258
0,60
9
Bengkalis
271.679
806.251
2,97
5.547
4.632
0,84
26.359
23.990
0,91
10
Kep. Meranti
-
-
-
31.453
27.379
0,87
19.638
9.227
0,47
11
Pekanbaru
10.929
30.666
2,81
15
9
0,60
2.917
388
0,13
12
Dumai
37.129
79.883
2,15
1.729
908
0,53
2.395
1.716
0,72
2.411.819 7.561.293
3,14
516.895
421.653
0,82
502.906
367.260
0,73
Jumlah
Produksi
(ton)
Produksi
(ton)
Produksi
(ton)
1
Luas (ha)
Kabupaten/Kota
Luas (ha)
No
Luas (ha)
Produktivitas
(ton/ha)
Karet
Produktivitas
(ton/ha)
Kelapa
Produktivitas
(ton PO/ha)
Kelapa Sawit
Sumber: Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan.
Jika rata-rata produktivitas CPO per hektar Kabupaten Pelalawan dijadikan
sebagai benchmark untuk mengestimasi potensi peningkatan produksi CPO pada
tanaman yang belum menghasilkan (TBM) seluas 395.846 hektar sebanyak
1.611.093 ton CPO, pada tanaman tua rusak (TTR) seluas 44.618 hektar akan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
63
LAPORAN AKHIR
diperoleh CPO sebanyak 181.595 ton CPO dan sebanyak 262.126 ton CPO pada
tanaman menghasilkan (TM).
Dari angka tersebut dapat dilihat bahwa tanpa melakukan ekstensifikasi
lahan, potensi peningkatan produksi CPO masih memungkinkan sebanyak
2.054.814 ton CPO kedepan. Untuk itu, program peningkatan produktivitas harus
menjadi perioritas, mengingat penambahan luas lahan tanaman kelapa sawit ke
depan makin terbatas. Demikian hal dengan komoditas kelapa dan karet.
Khusus untuk komoditas kelapa sawit, strategi dan program yang tepat dan
terencana dengan baik harus menjadi prioritas, karena tanpa ini semua maka
dikhawatirkan pemanfaatan sumber daya alam kelapa sawit tidak mencapai nilai
yang optimal dan akan berakhir sama dengan yang terjadi pada komoditas sumber
daya alam lainnya yang secara perlahan mulai ditingggalkan oleh petani dan beralih
ke komoditas lainnya termasuk kelapa sawit akibat tidak adanya program yang
terencana deangan baik dalam pengembangannya dan bahkan sebagian besar
industri yang terkait dengan komoditas tersebut telah tutup.
Keberhasilan strategi pengembangan industri berbasis kelapa sawit
memerlukan integrasi dan koordinasi dari berbagai pemangku kepentingan baik
pemerintah, pelaku usaha terkait, pihak lembaga penelitian dan pengembangan
serta perguruan tinggi serta Lembaga Penelitian dan Pengembangan pemerintah dan
swasta agar semua aspek yang menjadi penentu keberhasilan pengembangan
komoditas tersebut dapat terpenuhi.
Untuk mensinergikan hal tersebut, maka program pemetaan luas lahan
perkebunan kelapa sawit sesuai dengan umur tanaman dan pabrik kelapa sawit
(PKS) baik dari aspek jumlah existing, kapasitas terpasang serta utilisasi diperlukan
untuk mengetahui secara tepat dan akurat produksi dan rencana kebutuhan
pengembangan produksi dan kenutuhan input kelapa sawit dan PKS.
Laju perkembangan luas lahan perkebunan kelapa sawit dan produksi TBS
di Provinsi Riau yang cukup signifikan telah memacu perkembangan pembangunan
pabrik kelapa sawit (PKS). Pada tahun 2014, jumlah PKS sebanyak 220 yang
tersebar di 10 kabupaten dengan kapasitas produksi keseluruhan 6.521 ton per jam.
Oleh itu jika PKS tersebut beroperasi selama 20 jam perhari dan 300 hari setahun,
maka jumlah TBS yang terolah sebanyak 39,126 juta ton dengan produksi CPO
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
64
LAPORAN AKHIR
sebanyak 7.825.200 ton atau 1:5 dengan arti bahwa 5 ton TBS dapat menghasilkan
CPO 1 ton atau OER 20%.
Dari kapasitas terpasang PKS sebanyak 6.521 ton TBS perjam, dan jika
dibanding dengan rata-rata produktvitas kelapa sawit Provinsi Riau sebanyak 3,14
ton TBS/ha/thn, maka diperlukan luas panen sebanyak 1.991 ha/jam atau 39.815
ha/hari. Sementara itu satu PKS masih mengolah TBS dari 10.963 hektar
perkebunan kelapa sawit.
Tabel 3.25. Jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Menurut Kabupaten/Kota
Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten
Kota/Lainnya Tahun 2014
No
Kabupaten/Kota
Luas
Kebun Kelapa
Sawit (Ha)
128.808
1
Kuantan Singingi
2
Indragiri Hulu
422.850
3
Indragiri Hilir
4
Pelalawan
5
Jumlah PKS
Unit
Kapasitas
(Ton/Jam)
Luas Kebun/PKS
(Ha/PKS)
11
465
11.710
11
420
38.441
198.947
9
415
22.105
306.877
17
715
18.052
Siak
287.331
15
685
19.155
6
Kampar
400.249
36
1.485
11.118
7
Rokan Hulu
118.969
22
966
5.408
8
Rokan Hilir
228.051
22
915
10.366
271.679
9
395
30.187
-
-
-
-
10.928
1
30
10.928
9
Bengkalis
10
Kep. Meranti
11
Pekanbaru
12
Dumai
Jumlah
37.129
2
120
18.565
2.411.819
220
6.521
10.963
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2015
Jika diamati dari angka sebaran pabrik PKS maka dapat dikatakan bahwa
masih terdapat PKS yang tidak memaksimal utilisasi penggunaan pabriknya, hal
tersebut tergambar dari jumlah produksi CPO pada tahun 2014 sebanyak 7.761.293
ton. Ini berarti bahwa pada tahun 2014, PKS hanya beroperasi selama lebih kurang
18.5 jam/hari. Jika memasukkan potensi pengembangan lahan dan peningkatan
produktivitas perkebunan kelapa sawit ke depan maka masih dibutuhkan sejumlah
PKS untuk mengolah produksi TBS dari potensi tersebut. Jumlah yang dibutuhkan
dengan dari potensi produksi TBS tersebut adalah sebanyak 44 unit dengan asumsi
bahwa PKS yang ada saat ini beroperasi dengan kapasitas penuh. Berdasarkan
sebaran lokasi pabrik PKS tersebut maka cakupan penyediaan bahan baku industri
oleokimia untuk daerah kawasan industri Dumai sebanyak 122 unit. Sedangkan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
65
LAPORAN AKHIR
yang menjadi cakupan kawasan industri Kuala Enok sebanyak 31 unit. Sebaran
pabrik kelapa sawit (PKS) ini dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17. Sebaran PKS Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di
Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya
Tahun 2014
Sementara itu perkebunan kelapa berdasarkan data potensi industri kelapa
rakyat di Provinsi Riau dimana daerah memiliki perkebunan kelapa antara lain
Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten
Rokan Hilir dan Kabupaten Kampar. Namun produktivitas kelapa masih rendah
karena tidak terlepas dari lemah dan minimnya sentuhan teknologi produksi kelapa
di daerah ini. Sentuhan teknologi yang di maksud adalah bibit tanam yang kurang
berkualitas, kuantitas dan kualitas penggunaan input pupuk yang minim dan
perbaikan unsur hara tanah yang kurang serta kurangnya pengetahuan berkaitan
dengan penggunaan teknologi dalam proses produksi dan trio tata air yang
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
66
LAPORAN AKHIR
mengalamim kerusakan serta kemampuan manejerial petani kemudian tanaman
yang sudah tua.
Penurunan produksi kelapa yang terus terjadi karena pengaruh lahan yang
sebagian besar sudah kritis akibat tergenang air laut ketika air pasang, pH tanah
yang rendah, drainase yang kurang memadai dan pendangkalan parit dan sungai.
Ditambah lagi dengan pengaruh umur tanaman yang sudah tua. Disisi lain petani
juga tidak dapat lagi memperluaskan lahan perkebunannya karena ketersediaan
lahan semakin terbatas serta tidak adanya temuan teknologi baru yang mampu
mempertahankan kondisi komoditas tersebut sebagaimana sebelumnya.
Komplikasi permasalahan yang dihadapi petani tersebut membuat para
petani kelapa semakin sulit dalam meningkatkan kesejahteraan. Salah satu solusi
yang dapat dilakukan dengan recovery (perbaikan kembali) kebun-kebun petani
yang rusak melalui menginventarisir (membuat database) luas kebun yang telah
rusak dan menentukan titik lokasi kebun kelapa yang telah rusak dan program
perbaikan kebun kelapa yang rusak dengan tepat dan efisien sehingga hasil
recovery dapat memulihkan kebun petani.
f.
Peternakan
Sub sektor peternakan telah memberikan kontribusi dalam perkembangan
perekonomian Provinsi Riau atau sebanyak 2,76 % dari sektor pertanian dan 0,55%
dari jumlah PDRB Provinsi Riau atau nilai rata-rata Rp. 8.323.432.794.000,selama periode 2010-2014. Jenis ternak yang diusahakan di Provinsi Riau meliputi
ternak besar dan ternak besar yang tercatat diusahakan di Provinsi Riau antara lain
terdiri dari sapi, kerbau, kambing, dan domba serta babi. Sedangkan ternak kecil
yang diusahakan adalah ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging dan itik. Jika
dilihat dari aspek lokasi penyebaran wilayah yang menjadi sentra pengembangan
peternakan diProvinsi Riau adalah kota Pekanbaru, kabupaten Indragiri Hulu, Siak
dan Kampar.
Populasi ternak besar yang paling dominan diusahakan adalah sapi. Jumlah
populasi ternak besar selama periode 2011 hingga 2015 terjadi peningkatan jumlah
populasi dari 164.707 ekor pada tahun 2011 menjadi 229.634 ekor pada tahun 2015
atau tumbuh sebanyak 9,29%. Sedangkan jumlah populasi ternak kecil pada tahun
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
67
LAPORAN AKHIR
2011 sebanyak 41.165.800 ekor meningkat menjadi 43.310.203 ekor pada tahun
2015 atau tumbuh sebanyak 1,37% dan secara umum populasi ternak baik besar
dan kecil bertambah dari 41.568.907 ekor pada tahun 2011 menjadi 43.782.385
ekor pada tahun 2015 atau tumbuh sebanyak 1,40%.
Sedangkan jumlah produksi daging dari kedua klasifikasi ternak ini adalah
sebanyak 37.366.328 ton pada tahun 2011 meningkat menjadi 62.368.127 ton pada
tahun 2015 atau naik sebanyak 17,26%. Peningkatan produksi ternak besar selama
periode tersebut disumbang oleh ternak sapi sebanyak 23,48% atau dari 8.773.682
ton pada tahun 2011 meningkat menjadi 8.676.703 ton pada tahun 2015.
Sedangkan produksi telor secara umum mengalami pertumbuhan negatif
sebanyak 40,55% atau produksi telor menurun dari 6.999.802 butir pada tahun 2010
menjadi 4.161.488 butir pada tahun 2014. Jika dilihat pertumbuhan per tahun maka
selama periode 2010-2014 hanya pada tahun 2011 yang mengalami pertumbuhan
positif sebanyak 19,40% sedangkan tahun berikutnya mengalami penurunan hingga
32,62% pada tahun 2012. Sedangkan jika ditinjau dari aspek ayam petelur maka
telur dari ayam ras mengalami penurunan produksi yang paling signifikan sebanyak
66,57% atau produksi turun dari 3.980.172 butir pada tahun 2010 menjadi
1.330.651 butir pada tahun 2014.
Dan hanya telur itik yang mengalami
peningkatan sebanyak 3,43% selama periode 2010/2011 atau naik dari 1.644.896
butir pada tahun 2010 menjadi 1.701.276 butir pada tahun 2014.
Provinsi Riau yang defisit suplai daging ternak besar dan kecil ini
sebagaimana halnya Indonesia, tidak perlu terjadi, bahkan Provinsi Riau dapat
mensuplai untuk wilayah lain, Provinsi Riau mempunyai sumberdaya yang
memadai untuk pengembangan ternak khususnya ternak sapi, kerbau dan kambing,
Areal kelapa sawit seluas 2,73 juta hektar menyediakan pakan hijauan yang besar,
Diasumsikan per hektar lahan sawit dipelihara 1 ekor sapi atau kerbau atau
kambing, perkebunan kelapa sawit setidaknya akan dicapai populasi sebesar 2,37
juta ekor, lebih dari 540% dari populasi ternak sapi, kerbau dan kambing tahun
2012 (438,717 ekor).
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
68
LAPORAN AKHIR
Tabel 3.26. Populasi Ternak dan Produksi Daging Provinsi Riau Tahun 2011
– 2015
Tahun
No
Ternak
2011
2012
164.707
38.300
196.115
3.985
189.060
41.229
208.428
4.583
38.084.855
38.165.987
2.806.912
3.377.652
274.033
289.564
8.773.682
1.021.748
446.970
4.268
1
Sapi
Kerbau
Kambing
Domba
Ayam
Broiler
Ayam
Kampung
Itik
2014
2015
217.652
43.163
184.899
8.242
229.634
39367
195.827
7.354
9,29
2,73
0,43
20,39
36.930.599
39.987.136
39.304.056
0,89
3.163.705
3.327.820
3.746.784
7,94
Populasi (Ekor)
175.431
32.237
175.832
4.739
289.238
259.363
(0,45)
11.317.359
1.607.797
465.571
6.386
243.483
Produksi (Kg)
8.242.781
1.367.217
550.139
10.174
9.297.618
1.839.676
620.342
13.462
8.676.703
1.813.239
648.242
15.779
1,99
18,88
9,90
39,62
25.618.229
37.034.456
26.609.747
40.731.586
45.307.621
20,18
1.255.545
2.702.121
3.302.202
4.043.996
5.613.968
49,68
245.886
231.651
245.625
282.502
292.575
4,71
2
Sapi
Kerbau
Kambing
Domba
Ayam
Broiler
Ayam
Kampung
Itik
2013
Rata-Rata
Pertumbuhan/Tahun
(%)
Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2011 - 2016)
3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau
3.3.1. Lokasi Prioritas dan Pos Lintas Batas
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa Provinsi Riau
merupakan provinsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
memiliki letak strategis karena berbatasan langsung dengan negara tetangga
Malaysia. Provinsi Riau dan Malaysia dipisahkan oleh Selat Malaka, sebagai salah
satu selat atau perairan yang terpadat di dunia. Aktivitas perdagangan melalui jalur
Selat Malaka ini selalu ramai dan rentan terhadap pelanggaran batas antarnegara
sehingga perlu pengawasan yang rutin dan ketat.
Ada enam kabupaten/kota di Provinsi Riau yang masuk dalam wilayah
pesisir yang diindikasikan dalam kabupaten/kota batas negara, yaitu: Kabupaten
Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti,
Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Indragiri Hilir. Dari enam kabupaten/kota
tersebut, yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia ada tiga
kabupaten/kota, yaitu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
69
LAPORAN AKHIR
Kabupaten Kepulauan Meranti. Secara keseluruhan ada 22 lokasi prioritas
(kecamatan) batas negara di Provinsi Riau (Tabel 3.27).
Tabel 3.27. Lokasi Prioritas Batas Negara di Provinsi Riau
No
Kabupaten
Kecamatan/Lokpri
1. Rokan Hilir
1. Pasir Limau Kapas
2. Bangko
3. Sinaboi
2. Dumai
1. Dumai Kota
2. Medang Kampai
3. Dumai Timur
4. Dumai Barat
5. Sungai Sembilan
3. Bengkalis
1. Bukit Batu
2. Bantan
3. Rupat Utara
4. Rupat
5. Bengkalis
4. Kepulauan Meranti
1. Merbau
2. Rangsang
3. Pulau Merbau
4. Tasik Putri Puyu
5. Rangsang Barat
6. Rangsang Pesisir
5. Pelalawan
1. Kuala Kampar
6. Indragiri Hilir
1. Kateman
2. Pulau Burung
Dari Tabel 3.27 dapat dinyatakan bahwa jumlah lokasi prioritas (lokpri) di
Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan
Meranti, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Indragiri Hilir, berturut-turut
sebanyak 3 lokpri, 5 lokpri, 5 lokpri, 6 lokpri, 1 lokpri, dan 2 lokpri. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa kabupaten dengan lokpri terbanyak adalah
Kabupaten Kepulauan Meranti dan yang terkecil adalah Kabupaten Pelalawan.
Untuk menunjang aktivitas masyarakat di kawasan perbatasan, khususnya
masyarakat pada lokasi prioritas pemerintah telah membangun sejumlah Pos Lintas
Batas (PLB). Ada sebelas PLB yang telah di bangun di wilayah perbatasan negara
Provinsi Riau, yaitu: (1) PLB Panipahan Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLB Sinaboi
Kabupaten Rokan Hilir; (3) PLB Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (4) PLB
Sungai Pakning Kabupaten Bengkalis; (5) PLB Selat Baru Kabupaten Bengkalis;
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
70
LAPORAN AKHIR
(6) PLB Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti; (7) PLB Tanjung Samak
Kabupaten Kepulauan Meranti; (8) PLB Serapung Kabupaten Pelalawan; (9) PLB
Guntung Kabupaten Indragiri Hilir; (10) PLB Kuala Gaung Kabupaten Indragiri
Hilir; dan (11) PLB Kuala Enok.
Dari sejumlah PLB tersebut dapat melintas ke sejumlah pelabuhan di
Malaysia. Misalnya dari PLB Panipahan Kabupaten Bengkalis pelintas batas akan
melintas ke Port Kelang Malaysia dan dari PLB Sinaboi pelintas batas akan
melintas ke Port Kelang dan Port Dicksion Malasia. Secara rinci PLB Riau dan
jalur lintasan ke negara tetangga di sajikan pada Gambar 3.18.
KUALA LUMPUR
PORT KELANG
GEMAS
SEREMBAN
PORT DICKSON
1
KLUANG
MALAKA
SEDEL
2
3
P. Rupat
PROVINSI
SUMATERA UTARA
Dumai
Pelintung
KOTA TINGGI
MUAR
PANIPAHAN
(Kab. Rokan Hilir)
2
SINABOI
(Kab. Rokan Hilir)
3
TANJUNG MEDANG
(Kab. Bengkalis)
4
SUNGAI. PAKNING
(Kab. Bengkalis)
5
SELAT BARU
(Kab. Bengkalis)
6
TELUK BELITUNG
(Kab. Kep Meranti)
7
TANJUNG SAMAK
(Kab. Kep Meranti)
8
SERAPUNG
(Kab. Pelalawan)
BATU PAHAT
JOHOR BARU
4
5
KUKUP
6
PROVINSI RIAU
1
Tj. Buton
7
8
9
10
11
Kuala Enok
9
POS LINTAS BATAS (PLB) RIAU - MALAYSIA
GUNTUNG
(Kab. Indragiri Hilir)
10
KUALA GAUNG
(Kab. Indragiri Hilir)
11
KUALA ENOK
(Kab. Indragiri Hilir)
Gambar 3.18. Sebaran Pos Lintas Batas Riau - Malaysia
Perlu diinformasikan bahwa pada saat survei/observasi lapangan dilakukan,
tidak semua PLB di Provinsi Riau yang aktif. Ada lima PLB yang aktif, yaitu: (1)
PLB Panipahan Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLB Sungai Pakning Kabupaten
Bengkalis; (3) PLB Tanjung Samak Kabupaten Kepulauan Meranti; (4) PLB
Serapung Kabupaten Pelalawan; dan (5) PLB Guntung Kabupaten Indragiri Hilir.
Sementara itu, enam PLB lainnya tidak aktif, yaitu: (1) PLB Sinaboi Kabupaten
Rokan Hilir; (2) PLB Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (3) PLB Selat Baru
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
71
LAPORAN AKHIR
Kabupaten Bengkalis; (4) PLB Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti; (5)
PLB Kuala Gaung Kabupaten Indragiri Hilir;dan (6) PLB Kuala Enok.
Mencermati banyaknya PLB yang tidak aktif karena rendahnya aktivitas
lintas batas yang dilakukan oleh masyarakat dan alasan lainnya, maka aktivitas
lintas batas pada umumnya dilakukan melalui pelabuhan-pelabuhan resmi
internasional. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan
pada tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat Provinsi Riau, muncul aspirasi
masyarakat agar PLB yang tidak aktif dapat diaktifkan kembali. Hal ini perlu
dilakukan agar mendorong meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat dalam
menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA).
3.3.2. Aktivitas Lintas Batas
Sebagaimana telah dijelaskan pada sub-bab 3.2 bahwa kawasan perbatasan
negara di Provinsi Riau memiliki sumberdaya alam yang telah dikembangkan dan
potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Potensi sumberdaya tersebut meliputi
sumberdaya kelautan dan perikanan, pertanian tanaman pangan, hortikultura dan
perkebunan, peternakan, dan pertambangan. Dengan demikian aktivitas masyarakat
di wilayah perbatasan negara ini pada umumnya terkait dengan usaha ekonomi
kelautan dan perikanan, pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan,
peternakan, dan pertambangan. Namun demikian, jika diamati lebih lanjut
masyarakat yang ada pada lokasi prioritas sebagian besar bekerja sebagai nelayan,
sehingga aktivitas yang dilakukan umumnya terkait dengan sumberdaya kelautan
dan perikanan.
Untuk dapat meningkatkan nilai ekonomi dari produk-produk yang
dihasilkan oleh masyarakat di kawasan perbatasan negara, maka aktivitas lintas
batas yang berhubungan dengan perdagangan luar negeri dengan negara Malaysia
dilakukan oleh masyarakat. Produk-produk yang dijual masyarakat ke Malaysia
antara lain adalah hasil bumi berupa tanaman pangan, kelapa, kopi, ikan dan
produk-produk pertanian lainnya. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan
konsumsinya, masyarakat yang melakukan lintas batas membawa produk-produk
dari Malaysia seperti: gula, bawang, pakaian, dan produk-produk lainnya.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
72
LAPORAN AKHIR
Selain aktivitas yang secara alamiah dilakukan oleh masyarakat, dalam
rangka percepatan pembangunan kawasan perbatasan Pemerintah Republik
Indonesia juga mendorong terbentuknya kawasan strategis nasional (PKSN) dan
sejumlah kawasan industri di Provinsi Riau. Kota Dumai merupakan wilayah yang
telah ditetapkan sebagai PKSN. Peta Lokpri dan PKSN Kawasan Perbatasan
Negara di Provinsi Riau dapat dilihat pada gambar 3.19 berikut ini.
Gambar 3.19. Peta Lokasi Prioritas dan PKSN Kawasan Perbatasan Negara
di Provinsi Riau
Pembangunan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) di Provinsi
Riau hingga tahun 2015 sebanyak 6 Wilayah yaitu di Kota Dumai (KI Pelintung,
Lubuk Gaung dan Pelindo); Siak (KI-Tanjung Buton); Bengkalis (KI-Buruk
Bakul); Inhil (KI-Kuala Enok); dan Kota Pekanbaru (KI-Tenayan Raya); Pelalawan
(Teknopolitan). Namun dari 6 wilayah WPPI yang ada dan yang mendapatkan
perioritas oleh pemerintah pusat ada 3 wilayah yaitu Kota Dumai (KI Pelintung,
Lubuk Gaung dan Pelindo); Siak (KI-Tanjung Buton); Bengkalis (KI-Buruk
Bakul). Enam dari wilayah tersebut hanya Kota Dumai (KI Pelintung, Lubuk
Gaung dan Pelindo) yang sudah beroperasi. Peta lokasi WPPI Provinsi Riau dengan
keluasan masing-masing sebagaimana Tabel 3.28 dan Gambar 3.20.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
73
LAPORAN AKHIR
Tabel 3.28. Lokasi Kawasan Industri Provinsi Riau Tahun 2015
No
Wilayah Industri
Luas (ha)
Lokasi
1. Kawasan Inustri Dumai
- Pelintung
5.084,53
Kota Dumai
- Lubuk Gaung
2.158,00
- Dock Yard
300,00
115,00
- Pelindo (BK)
2. Kawasan Indutri Tanjung Buton
5.789,90
Kab. Siak
3. Kawasan Industri Buruk Bakul
3.220,00
Kab. Bengkalis
4. Kawasan Industri Kuala Enok
5.203,95
Kab. Indragiri
Hilir
5. Kawasan Industri Tenayan Raya
3.247,54
Kota Pekanbaru
6. Kawasan Teknopolitan
3.754,00
Kab. Pelalawan
Jumlah
23.652,92
Provinsi Riau
Gambar 3.20. Peta Lokasi Kawasan Industri Yang Terdapat di Provinsi
Tahun 2015
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
74
LAPORAN AKHIR
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia juga menetapkan Provinsi
Riau menjadi wilayah pengembangan industri pengolahan kelapa melalui Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor. 131/M-IND/PER/12/2010 tentang Peta Panduan
(Road Map) Industri Pengolahan Kelapa. Implementasi pengembangan klaster
industri pengolahan kelapa untuk pencapaian sasaran jangka panjang (2015 – 2025)
perlu menjadi perhatian khusus dalam pembangunan daerah Provinsi Riau.
3.4. Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau
Sebelum dibentuknya Badan Nasional Perbatasan Negara (BNPP),
kelembagaan perbatasan negara Indonesia dengan negara tetangga dilakukan secara
ad hoc atau untuk tugas
tertentu. Model kelembagaan ad hoc pengelolaan
perbatasan antara Indonesia yang ada di Provinsi Riau dengan negara tetatangga
Malaysia antara lain (i) General Border Commitee; (GBC) dikoordinasikan oleh
Kementerian Pertahanan; (ii) Joint Commission Meeting; (JCM) dikoordinasikan
oleh Kementerian Luar Negeri; dan (iii) Sub Komisi Teknis Survey dan Demarkasi
di koordinasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Penanganan masalah outstanding
border problems (OPB) ataupun persoalan sektor dibentuk kelompok kerja bersama
(joint working group) antara kedua negara.
Provinsi Riau berbatasan laut dengan Malaysia. Wilayah Kabupaten se
Provinsi Riau yang berbatasan langsung dengan Malaysia adalah Kabupaten Rokan
Hilir, Kabupaten Bengkalis dan Kabupatan Kepulauan Meranti. Kawasan
perbatasan laut Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia meliputi Batas Laut
Teritorial (BLT), Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen
(BLK). Batas laut teritorial berhubungan dengan kepastian garis batas di laut. Zona
ekonomi ekslusif berhubungan dengan hak atas pemanfaatan sumberdaya
perikanan. Batas landas kontinen berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya
non hayati didasar laut. Hingga tahun 2016, status penyelesaian BLT, ZEE dan
BLK yang ada di Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia belum selesai. Belum
disepakatinya BLT, ZEE dan BLK antara Indoensia khususnya di perairan Provinsi
Riau dengan Malaysia karena belum terdapat ‘kesepakatan’. Konsekwensinya atau
dampak dari belum disepakatinya BLT, ZEE dan BLK adalah banyak nelayan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
75
LAPORAN AKHIR
dikedua belah pihak beraktifitas menangkap ikan memasuk negara lain dan
ditangkap oleh otoritas masing-masing negara.
Kelembagaan kerjasama sosial, ekonomi dan budaya serta lainnya antara
indonesia dengan negara tetangga yang melibat wilayah Provinsi Riau antara lain
Sosek Malindo, IMT-GT, IMS-GT dan AEC. Kerjasama Sosek Malindo pertama
kali dicetuskan oleh Dato’ Musa Hitam, Wakil Perdana Menteri Malaysia yang
sekaligus Ketua General Border Commite (GBC) Malaysia yang disampaikan pada
sidang XII GBC di Kuala Lumpur pada tangga 14 November 1983. Kemudian
dalam sidang XVII staff Planning Committee (SPC) malindo yang diselenggarakan
di Kula Lumpur pada tangga 28 September 1984, kelompok kerja/kumpulan kerja
telah
menyampaikan
laporan
tentang perlunya
untuk
membentuk
suatu
komite/jawatan khuasa khusus yang bertanggungjawab dalam bidang kerjasama.
Pada sidang
XVII SPC Malindo, menerima dan menyetujui saran/usul yang
disampaikan kelompok kerja. Selanjutnya SPC Malindo sebagai koordinator
perencanaan kegiatan GBC menugaskan beberapa pejabat untuk merintis usahausaha untuk tercapainya kerjasama pembangunan sosial ekonomi tersebut.
Kerjasama yang dibahas dalam kerjasama Sosek Malindo terkait dalam beberapa
bidang antara lain: (i) bidang sosial budaya yang terdiri dari pendidikan, kesehatan,
kesenian dan kebudayaan dan pemuda dan olahraga; (ii)
Bidang ekonomi,
perdagangan dan perhubungan terdiri dari industri dan perdagangan, pertanian,
pelabuhan/investasi,
pelancongan/pariwisata,
perhubungan,
tenagakerja,
sumberdaya alam dan lingkungan hidup; dan (iii) bidang keselamatan/keamanan
dan pengurusan sempadan, terdiri dari pos lintas batas darat (PLBD), pos lintas
batas laut (PLBL), kerjasama pendidikan pencegahan penyeludupan dan
infrastruktur sempadan. Kerjasama Sosek Malindo inilah yang lebih intend
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah di Sumatera dan kalimantan yang
berbatasan dengan Malaysia.
Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT)
berdiri pada
pertemuan tingkat menteri ke 1 di Langkawi Malaysia pada tangga 20 Juli 1993.
IMT-GT ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat didaerah perbatasan negara-negara IMT-GT. Wadah bagi para
pengusaha dikawasan IMT GT disebut Joint Business Council (JBC). Wilayah
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
76
LAPORAN AKHIR
Indonesia yang menjadi bagian kerjasama IMT-GT adalah Aceh, Bangka Belitung,
Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera
Utara dan Sumatera Barat. Perkembangan kerjasama IMT-GT adalah dimana pada
KTT IMT-GT ke-5 di Hanoi, Vietnam, tanggal 28 Oktober 2010, para pemimpin
IMT-GT mengadopsi Joint Statement of the 5th IMT-GT Summit yang antara lain
berisi mengenai: perkembangan proyek-proyek IMT-GT terutama yang berkaitan
dengan
perwujudan
sub-regional
connectivity
dalam
mendukung
ASEAN
Connectivity, Mid-Term Review of the IMT-GT Roadmap 2007-2011, Business
Process Review yang dilakukan oleh Eminent Person Group (EPG), pentingnya
peran swasta dan pemerintah daerah dalam pengembangan IMT-GT, peran ADB
sebagai IMT-GT Development Partner, dan kerja sama dengan IMT-GT dengan
Jepang dalam Economic Research Institute of ASEAN and East Asia (ERIA). KTT
ke-2 IMT-GT di Cebu, Filipina, 12 Januari 2007 telah menyepakati untuk
mengembangkan IMT-GT Connectivity Corridor menjadi pusat kegiatan ekonomi
yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sub-kawasan. Implementasi
konsep IMT-GT Connectivity Corridor di 5 (lima) koridor ekonomi yang dipandang
paling potensial dan telah memiliki traffic yang relatif tinggi dan perlu ditingkatkan
yaitu: (i) koridor ekonomi Songkhla-Penang-Medan Economic Corridor; (ii)
Koridor ekonomi Selat Malaka; (iii) Koridor ekonomi Banda Aceh-Medan-DumaiPalembang; (iv) koridor ekonomi Melaka-Dumai; dan (v) koridor ekonomi
Ranong-Phuket-Aceh. IMT-GT telah menetapkan IMT-GT Baseline Priority
Projects Connectivity (PCPs) dalam rangka meningkatkan konektivitas di wilayah
IMT-GT. Diantara proyek dalam kerangka PCPs adalah Sumatera Ports
Development Project, Melaka-Dumai Economic Corridor Multimodal Transport
Project, Melaka Pekanbaru Power Interconnection, dan Development of Aceh
Highway Facilities.
Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT) dibentuk tahun
2014 untuk memperkuat jaringan ekonomi diantara ketiga negara pada region yang
ditentukan, dalam rangka mengoptimalkan ekonomi regional ditiga negara.
Wilayah kerjasama IMS-GT meliputi Singapura, johor dan sebagian Provinsi Riau
serta kepulauan Riau. IMS-GT juga dikenal dengan istilah SIJORI atau SingapuraJohor-Riau yang dimaksudkan untuk mengkombinasikan kekuatan kompoetitif
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
77
LAPORAN AKHIR
pada tiga area yang ditetapkan, untuk meningkatkan daya tarik investasi terutama
dalam cakupan regional dan international. Lebih spesifiknya dalah dengan cara
menciptakan konektivitas infrastruktur, modal dan keahlian yang dimuiliki oleh
Singapura, dengan sumberdaya alam dan manusia uyang dimiliki oleh Johor dan
Riau.
Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN economic
Community (AEC) berawal dari kesepakatan dalam KTT pada bulan desember
1997 di Kuala Lumpur. Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing
ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India. Pada KTT di Bali pada bulan
Oktober 2003, di Deklarasikan Pembentukan MEA/AEC dengan tujuan untuk
meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN (Indonesia, Thailand,
Malaysia, Singapura, Philipina, Brunei, Myanmar, Laos, Vietnam dan Cambodia).
AEC/MEA blueprint adalah (i) Asean sebagai pasar dan basis produksi tunggal; (ii)
Asean sebagai kawasan berdaya saing tinggi; (iii) Asean sebagai kawasan
pembangunan ekonomi yang merata; dan (iv) Asean sebagai kawasan yang
terintegrasi dengan perkonomian global. Mulai Januari 2015, diberlakukan pasar
bebas ASEAN untuk: (i) permodalan yaitu arus bebas modal dan arus bebas
investasi, (ii) barang yaitu aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN dan
jasa yaitu arus bebas jasa dan (iii) tenaga kerja yaitu arus tenaga kerja trampil.
3.4.1. Pengelolaan Perbatasan Tingkat Pusat
Pengelola perbatasan di tingkat Pusat adalah Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (BNPP) yang, dibentuk melalui Peraturan Presiden, berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNPP memiliki tugas antara lain
(i) menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan; (ii) menetapkan
rencana kebutuhan anggaran; (iii) mengkoordinasikan pelaksanaan; dan (iv)
melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan. BNPP dikepalai oleh seorang Menteri Dalam
Negeri dan terdiri dari 15 anggota baik Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah,
Kepala Lembaga Pemerintah non-Kementerian, maupun Gubernur Provinsi terkait.
Menteri Dalam Negeri memimpin dan mengendalikan pelaksanaan tugas dan
fungsi BNPP. Dalam kesehariannya, tugas BNPP yang diemban oleh Menteri
Dalam Negeri dilaksanakan oleh Sekretaris BNPP melalui Sekretariat BNPP.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
78
LAPORAN AKHIR
Sekretariat
BNPP
juga
memberikan
dukungan
teknis,
koordinatif
dan
administratif.
Dalam menjalankan tugasnya, Kepala BNPP membawahi beberapa
Kedeputian, yaitu (i) Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara; (ii) Deputi
Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan; dan (iii) Deputi Bidang
Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan. Ketiga Kedeputian ini dalam
melaksanakan tugasnya masing-masing dibantu oleh tiga Asisten Deputi, dimana
masing-masing Asisten Deputi terdiri dari tiga Kepala Bidang, dan masing-masing
Kepala Bidang membawahi dua Kepala Subbidang. Selain itu tiap-tiap Deputi juga
memiliki kelompok jabatan fungsional. Sekretariat BNPP sendiri terdiri dari dua
Biro, dimana masing-masing Biro terdiri dari tiga Bagian, dan masing-masing
bagian terdiri dari tiga Sub bagian. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010
tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan memuat perihal BNPP dalam
melakukan koordinasi seperti:
1.
Kepala BNPP dalam melaksanakan tugasnya dapat mengundang dan
mengikutsertakan menteri, pimpinan lembaga pemerintah non kementerian,
dan pejabat lainnya dari lembaga pemerintah, pemerintah daerah dan non
pemerintah sesuai dengan kebutuhan.
2.
Dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya, BNPP melakukan koordinasi
dengan badan pengelola perbatasan di tingkat daerah.
3.
Hubungan koordinasi antara BNPP dan badan pengelola perbatasan daerah
meliputi pembinaan, fasilitasi dan pengawasan.
4.
Dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya badan pengelola perbatasan di
daerah dikoordinasi oleh Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil
Pemerintah dan anggota BNPP.
5.
Tata cara hubungan kerja BNPP dengan badan pengelola perbatasan di daerah
diatur oleh Kepala BNPP.
Kementerian anggota yang melaksanakan tupoksi BNPP sebanyak
20
kementerian. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010, pasal 6 mengatur susunan
keanggotan BNNP yaitu:
Ketua Pengarah
: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
79
LAPORAN AKHIR
Keamanan;
Wakil Ketua Pengarah I
: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
Wakil Ketua Pengarah II
: Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
Kepala BNPP
: Menteri Dalam Negeri
Anggota
:
1.
Menteri Luar Negeri
2.
Menteri Pertahanan
3.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
4.
Menteri Keuangan
5.
Menteri Pekerjaan Umum
6.
Menteri Perhubungan
7.
Menteri Kehutanan
8.
Menteri Perikanan dan Kelautan
9.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
10. Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal
11. Panglima Tentara Nasional Indonesia
12. Kepala Kepolisian Republik Indonesia
13. Badan Intelijen Negara
14. Kepala Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
15. Gubernur Provinsi Terkait.
Sebagaimana diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010,
hubungan antara BNPP dengan kementerian dan lembaga anggota BNPP adalah
koordinasi. Hubungan antara BNPP dengan BPPD juga bersifat koordinasi.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
80
LAPORAN AKHIR
Gambar 3.21. Hubungan Koordinasi K/L dan BPPD Provinsi/Kabupaten
Dengan BNPP
3.4.2. Pengelolaan Perbatasan di Provinsi Riau
Pengelolaan perbatasan negara dengan Malaysia di Provinsi Riau adalah
Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau. Pembentukan Badan
Pengelola Perbatasan (BPP) pada tingkat provinsi diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri No.02 tahun 2011. Badan pengelola Perbatasan Daerah (BPPD)
Provinsi Riau dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014. Pasal
16 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Badan Pengelola Perbatasan Daerah
merupakan unsur penunjang tugas kepala daerah. Badan Pengelola Perbatasan
Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan dibawah dan
bertanggung kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2015 mengatur rincian tugas, fungsi
dan tatakerja Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau. Badan Pengelola
Perbatasan Daerah Provinsi Riau mempunya tugas menyelenggarakan perumusan
kebijakan, pelaksanaan, koordinasi, fasilitasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan
pada sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi
kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
81
LAPORAN AKHIR
perbatasan serta menyelenggarakan kewenangan yang dilimpahkan kepada
Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fungsi Badan Pengelola
Perbatasan Daerah Provinsi Riau adalah:
1.
Menyelenggarakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan tugas pada
sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi
kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan
perbatasan.
2.
Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi pada sekretariat, bidang pengelolaan
batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan
bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan.
3.
Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pada sekretariat, bidang
pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang
kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan.
4.
Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya
berdasarkan peraturan dan perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi
Riau membawahi satu sekretariat dan empat bidang, yaitu (i) Bidang pengelolaan
batas wilayah, (ii) Bidang pengelolaan potensi kawasan, (iii) bidang kerjasama dan
(iv) bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. Struktur Orgranisasi
BPPD ditunjukkan pada Gambar 3.22.
Gambar 3.22. Struktur Organisasi BPPD Provinsi Riau
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
82
LAPORAN AKHIR
Bidang
pengelolaan
Batas
Wilayah
mempunyai
tugas
pokok
menyelenggarakan urusan pada subbidang pengelolaan batasa wilayah antar
negara dan subbidang pengelolaan wilayah antar daerah. Bidang pengelolaan batas
wilayah menyelenggarakan fungsi:
1.
Penyelenggaraan perencanaan pada subbidang pengelolaan batas wilayah
antar negara dan subbidang pengelolaan wilayag antar daerah.
2.
Penyelenggaraan pelaksanaan tugas pada subbidang pengelolaan batas
wilayah antar negara dan subbidang pengelolaan wilayah antar daerah.
3.
Peyelenggaraan koordinasi dan fasilitas dalam rangka penyelenggaraan tugas
dan fungsi dan subbidang pengelolaan batas wilayah antar negara dan
subbidang pengelolaan wilayah antar daerah.
4.
Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi pada subbidang pengelolaan batas wilayah
antar negara dan subbidang pengelolaan wilayah antar daerah.
5.
Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Bidang
pengelolaan
potensi
kawasan
mempunyai
tugas
pokok
menyelenggarakan urusan pada subbidang potensi kawasan perbatasan antar
negara dan subbidang potensi kawasan perbatasan antar daerah. Bidang
pengelolaan potensi kawasan menyelenggarakan fungsi:
1.
Penyelenggaraan perencanaan pada subbidang potensi kawasan perbatasan
antar negara dan subbidang potensi kawasan perbatasan antar daerah.
2.
Penyelenggaraan pelaksanaan tugas pada subbidang potensi kawasan
perbatasan antar negara dan subbidang potensi kawasan perbatasan antar
daerah.
3.
Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka penyelenggaraaan
tugas dan fungsi pada subbidang potensi kawasan perbatasan antar negara dan
subbidang potensi kawasan perbatasan antar daerah.
4.
Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi
pada subbidang potensi kawasan
perbatasan antar negara dan subbidang potensi kawasan perbatasan antar
daerah.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
83
LAPORAN AKHIR
5.
Melaksanakan pengkajian dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi
kawasan perbatasan antara negara dan antar daerah.
6.
Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya
berdasarkan peraturan perundang-undnagan.
Bidang kerjasama mempunyai tugas menyelenggaarakan urusan pada
subbidang kerjasama dalam negeri dan subbidang kerjasama luar negeri. Bidang
kerjasama menyelenggarakan fungsi:
1.
Penyelenggaraan perencanaan pada subbidang kerjasama dalam negeri dan
kerjasama luar negeri.
2.
Penyelenggaraan pelaksanaan tugas pada subbidang kerjasama dalam negeri
dan kerjasama luar negeri.
3.
Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka penyelenggaraan
tugas dan fungsi pada subbidang kerjasama dalam negeri dan kerjasama luar
negeri.
4.
Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi pada subbidang kerjasama dalam negeri
dan kerjasama luar negeri.
5.
Melaksanakan pengkajian dalam rangka penyusunan rencana kerjasama luar
negeri dana dalam negeri.
6.
Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan mempunyai tugas
pokok menyelenggarakan urusan pada subbidang infrastruktur fisik dan subbidang
ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Bidang pengelolaan infrastruktur kawasan
perbatasan menyelenggarakan fungsi:
1.
Penyelenggaraan perencanaan pada subbidang infrastruktur fisik dan
subbidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
2.
Penyelenggaraan pelaksanaan tugas pada subbidang infrastruktur fisik dan
subbidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
3.
Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka penyelenggaraan
tugas dan fungsi pada subbidang infrastruktur fisik dan subbidang ekonomi
dan kesejahteraan rakyat.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
84
LAPORAN AKHIR
4.
Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi pada subbidang infrastruktur fisik dan
subbidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
5.
Melaksanakan pengkajian dalam rangka pengelolaan infrastruktur, fisik,
ekonomi dan kesejahteraan rakyat kawasan perbatasan.
6.
Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya
berdasarkan peraturan perundang undangan.
Dalam rancangan Peraturan Daerah Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Provinsi Riau yang disahkan pada ranggal 2 November 2016 yang sebelumnya
diusulkan tetap menjadi Badan Perbatasan akhirnya menjadi setara Biro dibawah
Sekreatriat Daerah Provinsi.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
85
LAPORAN AKHIR
BAB IV
ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA
DI PROVINSI RIAU
4.1. Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau
Berdasarkan Hukum Laut Internasional penentuan Batas Wilayah Laut
suatu negara pantai ada tiga macam : (1) Garis Pangkal Biasa untuk Negara
Pantai berupa Negara Pulau; (2) Garis Pangkal Lurus untuk Negara Pantai berupa
Negara Pesisir; dan (3) Garis Pangkal Kepulauan untuk Negara Kepulauan,
seperti Negara Republik Indonesia. Garis Pangkal Biasa adalah garis pangkal
yang ditarik untuk menghubungkan titik-titik pertemuan antara lautan dan daratan
dengan mengikuti konfigurasi pantai pada waktu air surut terendah. Dengan kata
lain, garis pangkal ditarik dengan cara mengikuti titik-titik pertemuan antara air
laut dengan daratan pada waktu air surut terendah. Garis Pangkal Lurus adalah
garis pangkal yang ditarik dari ujung ke ujung untuk menghubungkan titik-titik
terluar dari satu pulau atau untuk menghubungkan dua pulau atau lebih. Garis
Pangkal Lurus berfungsi sebagai garis penutup pada kedua tepi dari mulut teluk
atau kedua tepi dari muara sungai. Garis Pangkal Kepulauan adalah garis pangkal
gabungan dari seluruh garis pangkal lurus yang ditarik untuk menghubungkan
titik-titik terluar dari pulau-pulau yang terluar yang membentuk sebuah
kepulauan.
Berdasarkan UNCLOS 1982 Indonesia adalah merupakan Negara
Kepulauan. Indonesia memiliki laut yang luas yaitu lebih kurang 5,6 juta km 2
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan berbagai potensi sumber daya,
terutama perikanan laut yang cukup besar; dengan demikian untuk Negara
Indonesia yang berupa Negara Kepulauan maka penentuan Batas Laut Teritorial
(BLT)-nya adalah dengan cara menarik garis 12 mil laut dari pasang surut
terendah ke arah laut. Begitu juga Indonesia yang telah meratifikasi Hukum Laut
Internasional tentang cara penentuan batas wilayah laut teritorial, yakni Undangundang Nomor 6 Tahun 1996 yang menjelaskan bahwa Laut Teritorial adalah
jalur laut selebar 12 (dua belas) mil yang diukur dari garis pangkal Kepulauan
Indonesia.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
85
LAPORAN AKHIR
Wilayah laut teritorial Indonesia yang termasuk dalam wilayah
administrasi Provinsi Riau yang tepatnya terletak di Selat Malaka berhadapan
langsung dengan Negara Malaysia yang juga merupakan Negara Pantai; dengan
demikian penentuan batas wilayah lautnya di Selat Malaka haruslah merupakan
kesepakatan bersama kedua negara.
Karena Hukum Laut Internasional telah
mengatur bahwa batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis
pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua
negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1
mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara dua negara tersebut adalah Median.
Berdasarkan kenyataan di lapangan sampai saat ini, bahwa belum adanya
Titik Dasar (Titik-Titik Pasang Surut Terendah) di pantai pulau-pulau terluar
provinsi Riau (Indonesia) sampai tahun 2016 maka perlu dibangkitkan Isu
Strategis dalam hal ini yakni perlu penegasan Garis Pangkal/ Titik Dasar
(Titik Pasang Surut Terendah) di wilayah Indonesia sebagai dasar penentuan
Garis Pangkal dalam penetapan lebar laut teritorial Indonesia.
Setelah Titik Dasar (Titik-Titik Pasang Surut Terendah) ditentukan maka
Pemerintah Provinsi Riau perlu membangkitkan Isu Strategis agar Pemerintah
Indonesia perlu segera membuat penegasan batas wilayah laut di Selat
Malaka antara Indonesia dengan Malaysia.
Sebelum terealisasi penentuan Garis Pangkal yang menjadi patokan lebar
laut teritorial dan kesepakatan tentang Garis Tengah laut zona teritorial antara
Indonesia dan Malaysia maka Isu Strategis yang dibangkitkan adalah perlu
penguatan koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas antar lembaga
negara dalam pengawasan batas negara.
4.2. Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi
Riau
Sehubungan dengan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi
Riau, isu trategis yang perlu dirumuskan mencakup: (1) aspek ekonomi lintas
batas; (2) aspek pengamanan dan pengawasan; (3) aspek sosial budaya lintas
batas, dan (4) aspek sarana dan prasana lintas batas.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
86
LAPORAN AKHIR
Mengacu pada keempat aspek tersebut, maka dapat dirumuskan isu
strategis pembangunan kawasan perbatasan sebagai berikut:
1.
Terjadi defisit neraca perdagangan, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan
volume ekspor. Defisit neraaca perdagangan Provinsi Riau antara lain
disebabkan oleh: (1) Penurunan eksport migas sebesar -11,97% dan non
migas sebesar -2,81% per tahun; (2) Lemahnya pengawasan di bidang ekspor
dan impor; (2) Terbatasnya sarana perdagangan/distribusi; (3) Kurang
memadainya jumlah maupun kualitas SDM; (4) Kurangnya promosi dan
kerjasama ekonomi antara swasta dengan swasta (P to P), swasta dengan
pemerintah (P to G) serta pemerintah dengan pemerintah (G to G); dan (5)
Masih terjadi fluktuasi indeks harga konsumen yang berpengaruh pada daya
beli.
2.
Masih ada ketergantungan aktivitas ekonomi masyarakat di lokpri terhadap
negara tetangga. Di sisi lain regulasi perdagangan lintas batas tidak ekonomis
(saat ini masih memberlakukan batas nilai barang untuk diangkut sebesar 600
ringgit). Oleh karenanya perlu dilakukan revisi regulasi terhadap perdagangan
lintas batas dengan nilai perdagangan mencapai USD 1500.
3.
Belum adanya regulasi perdagangan lintas batas terkait dengan ASEAN
Economic Community (AEC).
Salah satu isu global terkait perkembangan negara-negara ASEAN adalah
Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC - ASEAN Economic Community 2015).
AEC 2015 akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi
kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki
fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor
UMKM.
Pembentukan AEC akan memberikan peluang bagi negara-negara anggota
ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan
dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi
investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta
memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Di samping itu, pembentukan
AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar di
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
87
LAPORAN AKHIR
ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian
peraturan- peraturan dan standardisasi domestik.
Untuk dapat menangkap keuntungan dari AEC 2015 di kawasan perbatasan,
maka tantangan yang dihadapi Indonesia adalah meningkatkan daya saing di
kawasan perbatasan. Faktor-faktor untuk meningkatkan daya saing, yang
masih menjadi tantangan bagi Indonesia, yakni:
(1) Rendahnya Pelayanan Infrastruktur di perbatasan yang masih
tertinggal antara lain jalan darat, jaringan perhubungan laut dan udara,
teknologi informasi, jaringan komunikasi, energi, keamanan energi,
dsb.
(2) Masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia di perbatasan yang
memiliki daya saing dengan negara pesertan ASEAN lainya. Kondisi
SDM manusia yang masih minim di hampir semua kawasan
perbatasan tenaga kerja Indonesia hanya dilirik sebagai buruh atau
tenaga kerja kasar di pasar tenaga kerja internasional.
(3) Tingginya biaya-biaya logistik di Indonesia akibat rendahnya
pelayanan infrastruktur di kawasan perbatasan. Perdagangan menjadi
kurang efisien mengingat biaya logistik yang mahal dibandingkan
negara anggota ASEAN lainnya.
(4) Ancaman keamanan di kawasan perbatasan contoh: penyelundupan.
(5) Dengan potensi pasar yang besar, Indonesia hanya akan menjadi pasar
bagi produk luar negeri apabila tidak bisa bersaing
Kawasan Perbatasan akan dapat ikut berperan dalam AEC, jika dapat
meningkatkan daya saing dan mengejar ketertinggalan dari negara anggota
ASEAN lainnya. Untuk itu, diperlukan langkah strategis antara lain:
(1) Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi/kebijakan, yang
mendorong penguatan Indonesia di AEC 2015 (affirmative policy).
(2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia: masyarakat, pemerintah
daerah, dunia usaha ataupun profesional.
(3) Pengembangan sektor-sektor prioritas dan komoditi unggulan.
(4) Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan
infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan, pelabuhan, dsb.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
88
LAPORAN AKHIR
(5) Peningkatan peran institusi pemerintah maupun swasta.
(6) Menciptakan iklim usaha yang kondusif, yang didukung oleh
kebijakan-kebijakan afirmatif.
(7) Penyediaan kelembagaan dan kemudahan akses terhadap permodalan.
4.
Ada indikasi terjadinya pelanggaran hukum di batas laut
negara(illegal
loging, illegal fishing, human trafficking, penyeludupan narkoba) terutama
melalui pelabuhan-pelabuhan “tikus” yang tidak terjangkau oleh petugas
keamanan. Oleh karenanya Peningkatan pengawasan dan pengamanan Lintas
Batas Laut.
5.
Ada indikasi penduduk di lokpri yang memiliki identitas kependudukan
ganda.
Sebagai warga serumpun adalah sangat memungkinkan bagi penduduk Riau
memiliki identitas ganda. Oleh karenanya perlu dilakukan penertiban identitas
kependudukan.
6.
Masih terbatas masyarakat di lokpri yang memanfaatkan hubungan
kekerabatan penduduk satu rumpun dengan negara tetangga terkait dengan
kerjasama budaya dan ekonomi. Oleh karenanya pererlu peningkatan
hubungan kerjasama sosial-budaya dan ekonomi
7.
Sejumlah pos lintas batas saat ini tidak aktif. Dari sebelas Pos Lintas Batas
Negara (PLBN) yang ada tidak semua PLBN di Provinsi Riau yang aktif.
Ada lima PLBN yang aktif, yaitu: (1) PLBN Panipahan Kabupaten Rokan
Hilir; (2) PLBN Sungai Pakning Kabupaten Bengkalis; (3) PLBN Tanjung
Samak Kabupaten Kepulauan Meranti; (4) PLBN Serapung Kabupaten
Pelalawan; dan (5) PLBN Guntung Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara itu,
enam PLBN lainnya tidak aktif, yaitu: (1) PLBN Sinaboi Kabupaten Rokan
Hilir; (2) PLBN Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (3) PLBN Selat Baru
Kabupaten Bengkalis; (4) PLBN Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan
Meranti; (5) PLBN Kuala Gaung Kabupaten Indragiri Hilir, dan (6) PLBN
Kuala Enok.
Mencermati banyaknya PLBN yang tidak aktif karena rendahnya aktivitas
lintas batas yang dilakukan oleh masyarakat dan alasan lainnya, maka
aktivitas lintas batas pada umumnya dilakukan melalui pelabuhan-pelabuhan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
89
LAPORAN AKHIR
resmi internasional. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang
dilakukan pada tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat Provinsi Riau,
muncul aspirasi masyarakat agar PLBN yang tidak aktif dapat diaktifkan
kembali. Hal ini perlu dilakukan agar mendorong meningkatnya aktivitas
ekonomi masyarakat dalam menghadapi ASEAN Economic Community
(AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
8.
Masih terbatasnya jumlah pos lintas batas. Berdasarkan hasil FGD
mengemukan bahwa disamping perlunya pengaktifan kembali PLBN yang
tidak aktif, juga penambahan Pos Lintas Batas Negara pada sejumlah titik
tertentu, seperti di Pulau Rupat dan Pulau Merbau Kabupaten Kepulauan
Meranti.
9.
Sarana dan prasarana Pos Lintas Batas yang ada tidak representatif.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan hasil FGD dinyatakan bahwa
PLBN yang ada pada umumnya tidak representatif. Oleh karennya perlu
penataan sarana dan prasana Pos Lintas Batas yang representatif dan terpadi
antara CQIS (Custom, Quarantine, Immigration and Security).
4.3. Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau
Sehubungan dengan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi
Riau, isu trategis yang perlu dirumuskan mencakup: (1) aspek Penataan Ruang
Kawasan Perbatasan; (2) Intrastruktur Kawasan Perbatasan; (3) Pertumbuhan
Ekonomi Kawasan Perbatasan; dan (4) Pelayanan Sosial Dasar Kawasan
Perbatasan.
1.
Belum ada kejelasan tentang penataan ruang kawasan perbatasan yang terkait
erat dengan belum disahkannya RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di
Provinsi Riau. Pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan menjadi
terhambat sebagai akibat dari belum disyahkannya RTRW Provinsi Riau dan
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
2.
Kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan pada kawasan perbatasan masih
jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga. Oleh karenanya perlu
peningkatan kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan pada kawasan
perbatasan.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
90
LAPORAN AKHIR
3.
Kualitas pelabuhan belum memadai, terutama bila dibandingkan dengan
negara tetangga. Oleh karenanya perlu peningkatan kualitas sarana dan
prasarana pendukung pelabuhan.
4.
Jangkauan/cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai sebagai bagian dari
PKSN masih terbatas. Pada Kawasan Industri Pelintung Dumai, industri yang
paling menonjol pengembangannya adalah industri pengolahan kelapa sawit,
sedangkan produk-produk lainnya belum berkembang di sini. Oleh kareannya
perlu peningkatan jangkauan/ cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai
5.
Telah dibangun Terminal Agribisnis Dumai, namun Belum Beroperasi
Sebagaimana Mestinya. Oleh karenanya perlu percepatan pengoperasian
Terminal Agribisnis Dumai.
6.
Pencanangan pembangunan Kawasan Industri Buton di Kabupaten Siak dan
Kawasan Industri Kuala Enok belum menunjukkan perkembangan yang
berarti. Oleh karenanya perlu percepatan Pembangunan Kawasan Industri
Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok.
7.
Potensi sumberdaya alam di wilayah perbatasan Provinsi Riau dengan negara
tetangga sangat banyak dan beragam, namun sumberdaya alam yang tersedia
dihasilkan dalam bentuk bahan mentah (raw material) sehingga belum
memberikan manfaat ekonomi yang optimal dengan nilai tambah yang tinggi.
Oleh karenanya perlu peningkatan Produksi Pertanian, Perkebunan,
Peternakan dan Perikanan di Kawasan Perbatasan
8.
Rendahnya Aksesibilitas dan Mutu Pendidikan Masyarakat di Kawasan
Perbatasan. Secara umum, Provinsi Riau belum mencapai sasaran wajib
belajar sembilan tahun, terutama di kawasan perbatasan negara. Masih
rendahnya rata-rata lama sekolah disebabkan oleh aksesibilitas terhadap
sekolah belum merata baik sarana dan prasarana (ruang kelas dan runag guru
yang
layak,
laboratorium,
perpustakaan
dan
pendukungnya)
serta
ketersediaan guru yang merata baik dari aspek jumlah dan kualifikasi per
mata pelajaran pada setiap jenjang pendidikan serta masih rendahnya kualitas
dalam proses pembelajaran akibat kompetensi tenaga pendidik dan
kependidikan yang masih rendah, terbatasnya jumlah tenaga pendidik pada
pendidikan khusus dan layanan khusus (untuk semua jenjang pendidikan). Oleh
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
91
LAPORAN AKHIR
karenanya perlu peningkatan asksesibilitas dan mutu pendidikan masyarakat
di Kawasan Perbatasan khususnya dan Provinsi Riau pada umumnya.
9.
Rendahnya Derajat Kesehatan Masyarakat
di
Kawasan Perbatasan.
Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat di Kawasan Perbatasan.
Permasalahan utama bidang kesehatan di Provinsi Riau adalah: (1) Masih
timpangnya angka harapan hidup (AHH) antara wilayah, dimana pada tahun
2015 terdapat 11 kabupaten kota yang AHH yang lebih rendah dari rata-rata
AHH provinsi Riau sebesar 70,84 tahun, dan AHH terendah terdapat di
Kabupaten Kep. Meranti yaitu 66,72 tahun. Rendahnya AHH tersebut akibat
aksesibilitas pelayanan kesehatan yang masih rendah terutama bagi kelompok
penduduk miskin, dimana Kabupaten Kep. Meranti memiliki tingkat
kemiskinan tertinggi di Riau sebesar 31,81%, hal menunjukan adanya
korelasi antara tingkat kemiskinan dengan pelayanan akses kesehatan yang
masih rendah sehingga berakibat pada rendah AHH tersebut; (2) Jumlah
sarana dan prasarana pelayanan kesehatan belum sesuai dengan kebutuhan
penduduk di kabupaten/kota dimana rata-rata 1 puskesmas harus melayani
29.329 penduduk dan 1 rumah sakit melayani 96.964 penduduk; (3) Sistem
kesehatan belum responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang tercermin
dari belum meratanya sebaran dokter dimana Kabupaten Indragiri Hilir hanya
memiliki 16,12 dokter untuk 100.000 penduduk yang jauh di bawah standar
nasional yaitu 40 dokter per 100.000 penduduk; (4) Persalinan yang
difasilitasi terjadi penurunan dimana pada tahun 2015 hanya 59,00% akibat
dari adanya perubahan dalam indikator perhitungan; (5) Optimalisasi sistem
pelayanan kesehatan yang berorientasi promotif dan preventif masih rendah;
(6) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat belum optimal.
10. Rendahnya Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Energi Listrik. Belum
optimalnya cakupan pelayanan energi listrik di Provinsi Riau, dimana masih
terdapat sebanyak 12,19% RT yang belum terlayani oleh PLN dan Non PLN.
Cakupan energy listrik yang rendah umumnya terjadi di wilayah perbatasan
negara. Oleh karenanya perlu peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap
energi listrik.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
92
LAPORAN AKHIR
11. Rendahnya Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Air Bersih dan Air Minum.
Pada umumnya masyarakat di wilayah perbatasan negara atau di wilayah
pesisir Provinsi Riau mengandalkan air hujan dan sumber mata air yang tidak
jelas sebagai sumber air bersih dan air minum. Hal sudah barang tentu akan
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karenanya perlu upaya
peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih dan air minum.
4.4. Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi
Riau
Kelembagaan menjadi salah satu kunci pengelolaan kawasan perbatasan.
Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan (BPPD) Provinsi Riau berdasarkan
Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi,
Inspektorat, Badan Perencana Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau.
Ketidakjelasan wewenang, kurangnya SDM dan aset pengelolaan, serta beberapa
isu strategis lainnya terkait dengan kelembagaan pengelolaan perbatasan Negara
masih menjadi salah fokus masalah yang belum dapat ditangani di kawasan
perbatasan Negara. Isu strategis terkait
kelembagaan pengelola perbatasan
Negara di Provinsi Riau antara lain:
1.
Belum optimalnya mekanisme dan pelaksanaan koordinasi, integrasi,
sinkronisasi dan sinergitas program pengelolaan perbatasan Negara.
Peraturan Gubernur Provinsi Riau Nomor 26 Tahun 2013 tentang perubahan
peraturan Gubernur Riau nomor 2 tahun 2012 tentang Organisasi Badan
pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau dan Peraturan Daerah Provinsi
Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi, Inspektorat, Badan Perencana
Daerah dan lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau telah mengatur tugas dan
fungsi Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Riau. Badan Pengelola
Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau
fungsi perencanaan,
berfungsi menyelenggarakan
pelaksanaan, koordinasi dan fasilitasi, pemantauan,
evaluasi dan pelaporan dalam bidang pengelolaan batas wilayah, bidang
pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan
insfrastruktur kawasan perbatasan. Namun karena BPPD Provinsi Riau masih
baru dengan alokasi anggaran dalam APBD yang sangat terbatas yang
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
93
LAPORAN AKHIR
didukung SDM yang juga masih terbatas menjadikan BPPD Provinsi Riau
belum dapat menjadi ‘Komandan’ dalam perencanaan, pelaksanaan dan
koordinasi dan fasilitasi pengelolaan batas wilayah, potensi kawasan,
kerjasama dan pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. Ego sektoral
masing-masing dinas dalam merencanakan program/kegiatan masing-masing
kurang menyentuh pembangunan kawasan perbatasan sebagaimana yang
direncanakan oleh BPPD Provinsi Riau. Dalam kondisi ini, BPPD Provinsi
Riau hanya mampu melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan
program/kegiatan sektoral yang direncanakan dan dilaksanakan di kawasan
perbatasan.
Pelaksanaan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas dengan BPPD
Kabupaten/Kota se Provinsi Riau
yang dilaksanakan 2 kali setahun
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 2 tahun 2011
pasal 24 ayat (1&2) relatif dapat dilaksanakan. Namun harapan BPPD
Kabupaten/Kota kepada BPPD Provinsi untuk membiayai program/kegiatan
yang diusulkan ke Provinsi Riau banyak yang tidak dapat dibiayai karena
kurangnya ‘kemampuan’ BPPD Provinsi dalam berkoordinasi dengan SKPD
terkait. Pada dasarnya, tidak ada permasalahan di dalam aturan/regulasi
karena sudah jelas diatur mengenai kegiatan koordinasi yang harus dilakukan.
Tetapi di dalam aturan tersebut tidak terdapat mekanisme atau aturan yang
jelas bagaimana koordinasi itu dilakukan dan apa yang dibahas dari
koordinasi tersebut. Pramusrenbang khusus untuk pembangunan kawasan
perbatasan negara adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan agar
perencanaan pembangunan kawasan perbatasan dapat dilakukan dengan lebih
baik.
2. Terbatasnya Sumberdaya, Sarana Prasarana Pendukung serta Kemampuan
SDM Lembaga Pengelola Perbatasan Yang Ada di Provinsi Riau.
Keterbatasan sumber daya, sarana pendukung, serta SDM lembaga pengelola
perbatasan merupakan masalah yang menjadi persoalan pengelola kawasan
perbatasan Provinsi Riau Keterbatasan yang dimaksud yakni beberapa faktor
utama kelembagaan seperti sumber daya Anggaranl dan kejelasan tupoksi,
yang masih belum diaplikasikan dan diatur dengan jelas, khususnya pada
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
94
LAPORAN AKHIR
posisi kewenangan daerah.
Apabila dilihat alur permasalahannya dapat
dilihat bahwa pada tingkat Provinsi Riau, permasalahannya adalah koordinasi
horizontal dengan lembaga lain terkait perbatasan dan permasalahan pola
pikir pengelola kawasan perbatasan dalam penyediaan asset. Selain sumber
permasalahan tersebut, diidentifikasi terdapat faktor lain yang berpengaruh,
yakni (i) sumber daya anggaran tidak mencukupi untuk menyediakan seluruh
asset,
dan (ii) Belum jelasnya Prosedur Pengusulan Rencana Anggaran
Pembiayaan Pembangunan Kawasan Perbatasan Dari Daerah Ke Pusat.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 02/2011 baru mengatur sebatas prinsip
yang harus dijalankan oleh badan pengelola, yaitu prinsip koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi dalam melaksanakan tugas di Kabupaten dan
Provinsi. Namun demikian, mekanisme mengenai koordinasi belum ada
standarisasi sehingga perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan yang lebih
teknis. Dalam kaitannya terhadap keterbatasan aset pengelola, perlu adanya
petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis untuk mengatur lebih lanjut
mengenai mekanisme koordinasi khususnya untuk kepentingan sharing aset
dan penyediaan aset bersama dengan instansi lainnya di daerah tersebut yang
turut berperan dalam mengelola wilayah perbatasan, juga mekanisme
kerjasama penyediaan aset dengan swasta yang memiliki kepentingan dengan
wilayah perbatasan serta mekanisme yang dapat menjamin pemerataan serta
keadilan dalam mengakses dana ke pusat yaitu Kementerian/Lembaga.
Isu terkait keterbatasan kemampuan SDM di kawasan perbatasan. Antara
lain banyak SDM yang berasal dari kawasan perbatasan yang lebih mengenal
daerahnya tidak direkrut maupun tidak dijadikan sebagai salah satu aktor
penting dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Permasalahan lainnya
adalah belum optimalnya potensi pelibatan kelompok adat (yang dinilai
memahami benar wilayahnya) dalam mengelola perbatasan (diplomasi
penetapan garis batas). Faktor lain yang disebut sebagai isu keterbatasan
kemampuan SDM, yaitu (i) kemampuan SDM terbatas karena minimnya
pelatihan yang membutuhkan dana operasional; (ii) Kemampuan SDM
terbatas karena pemerintah daerah belum membuka akses bagi penduduk
lokal untuk menempuh pendidikan; (iii) Inefisiensi kegiatan pelatihan terjadi
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
95
LAPORAN AKHIR
karena dilakukan di luar daerah; (iv) Upaya peningkatan kualitas SDM
belum digalakkan.
Peraturan yang mengatur mengenai kualifikasi SDM dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri No 02/2011 baru mengatur kualifikasi kepala badan
pengelola. Oleh sebab itu, diperlukan regulasi yang lebih teknis yang
mengatur kualifikasi SDM seluruh staf badan pengelola perbatasan untuk
menyaring kualitas SDM dalam badan pengelola perbatasan. Permasalahan
berikutnya yang menjadi isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan
adalah keterbatasan jumlah SDM. Apabila dilihat dari aspek aktor menurut
sudut pandang pengelola kawasan perbatasan dapat disebabkan dikarenakan
beberapa permasalahan pada kawasan perbatasan seperti Tugas pengelola
yang minim dikarenakan beberapa hal seperti badan yang baru terbentuk,
kurangnya pengetahuan pengelola dalam membuat kegiatan serta kurangnya
data akan kebutuhan perbatasan yang menghambat pembuatan kegiatan
mengakibatkan belum diperlukannya SDM dalam jumlah yang banyak.
Permasalahan keterbatasan jumlah SDM pada dasarnya sesuai dengan status
kelembagaan yang saat ini dimiliki oleh pengelola perbatasan di Provinsi
Riau., Faktor yang menyebabkan isu keterbatasan jumlah SDM (i)
Penyediaan SDM terhalang oleh kurangnya insentif untuk bekerja di
perbatasan. (ii) Apresiasi terhadap tenaga pendidik kurang. (iii) Belum
optimalnya pelibatan penduduk lokal sebagai tenaga kerja.
Belum optimalnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas
program pengelolaan perbatasan negara dan terbatasnya sumberdaya, sarana
prasarana pendukung serta kemampuan SDM lembaga pengelola perbatasan di
Provinsi riau permasalahan terkait aspek aturan dalam tipologi permasalahan
keterbatasan dana. Regulasi yang memuat mekanisme penganggaran lain di luar
APBD dan
penguatan kelembagaan agar dapat mengajukan dana yang
dibutuhkan sesuai dengan prioritas penanganan perbatasan Negara belum tersedia
secara memadai.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
96
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
97
LAPORAN AKHIR
BAB V
VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA
DI PROVINSI RIAU
Visi dan Misi Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau tidak dapat
dipisahkan dari Visi dan Misi Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD)
Provinsi Riau. Oleh karenanya pada bagian ini akan dipaparkan Visi dan Misi,
Tujuan dan Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan BPPD Provinsi Riau.
5.1. Visi dan Misi
Seiring dengan perkembangan pembangunan di Provinsi Riau saat ini serta
memperhatikan potensi dan permasalahan pengelolaan daerah perbatasan 5 tahun
kedepan dan untuk mendukung tercapainya Visi dan Misi Gubernur Provinsi Riau
selama kurun waktu 2014-2019, maka Visi Badan Pengelola Perbatasan Daerah
(BPPD) Provinsi Riau Tahun 2014-2019 adalah:
“MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN
YANG MAJU, SEJAHTERA DAN BERDAYA SAING TINGGI”
Rumusan visi tersebut mengandung tiga kata-kata kunci yaitu “kawasan
perbatasan yang maju”, “kawasan perbatasan yang sejahtera”, dan “berdaya
saing”. Maksud dari ketiga kata-kata kunci adalah sebagai berikut:
1.
Kawasan perbatasan yang maju diartikan sebagai kawasan perbatasan yang
memiliki sarana prasarana sosial dasar, tingkat hidup ekonomi masyarakatnya
yang sudah baik dan tidak tertinggal dibandingkan dengan kawasan yang
berada dipusat pertumbuhan.
2.
Kawasan perbatasan yang sejahtera diartikan sebagai kawasan perbatasan
yang memiliki sarana dan prasarana wilayah yang maju (diantaranya meliputi
pelayanan kesehatan dan pendidikan, air bersih dan sanitasi, jaringan listrik
dan energi, dan jaringan transportasi), sehingga mendorong berkembangnya
aktivitas ekonomi yang berorientasi ke luar (outward looking) yang dicirikan
dengan kerjasama dan kegiatan ekonomi lintas batas, kualitas SDM yang baik
dan tingkat kemiskinan yang rendah.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
97
LAPORAN AKHIR
3.
Berdaya saing diartikan sebagai kawasan yang memiliki keunggulan dan
potensi yang dapat di jual dan dimanfaatkan sebagai dasar kehidupan
msyarakat di kawasan perbatasan.
Untuk mencapai visi tersebut, maka terdapat 4 (empat) misi yang akan
dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1.
Menguatkan koordinasi dan sinkronisasi antar sektor dan antar daerah
dalam pengelolaan kawasan perbatasan.
Misi ini menjadi misi yang dikedepankan oleh BPPD Provinsi Riau karena
tugas dan fungsinya lebih ditekankan pada aspek koordinasi sehingga
pengelolaan perbatasan yang dilakukan oleh multi sektor dan multi daerah ini
dapat dilakukan secara terpadu.
2.
Melaksanakan fasilitasi Pengembangan Ekonomi, optimalisasi potensi
lokal, sosial dan budaya serta melakukan identifikasi, inventarisasi dan
penyediaan data sarana dan prasarana wilayah di kawasan-kawasan
perbatasan.
Pembangunan kawasan perbatasan untuk menangkap peluang yang membuat
perekonomian berkembang, termasuk di dalam sarana dan prasarana
diantaranya pelayanan kesehatan dan pendidikan, air bersih dan sanitasi,
jaringan listrik dan energi, dan jaringan transportasi. Khusus mengenai
jaringan transportasi, hal yang penting dilakukan adalah membuka
keterisolasian kawasan perbatasan.
3. Meningkatkan kerjasama pembangunan dan pengawasan keamanan di
kawasan perbatasan.
Kerjasama pembangunan dan penegakan hukum ini dilaksanakan untuk
memberantas segala praktek-praktek yang saat ini diindikasikan masih marak
terjadi di kawasan perbatasan. Mengingat luasnya kawasan perbatasan, maka
pengawasan perlu melibatkan peran aktif masyarakat.
4.
Menguatkan peran dan kapasitas kelembagaan pengelolaan perbatasan.
Penguatan peran dan kapasitas kelembagaan dapat dilakukan melalui
penyediaan produk perencanaan yang bersifat regional (tidak sektoral)
sehingga dapat memberikan arah secara lintas SKPD, peningkatan kualitas
SDM BPPD ada bidang-bidang yang terkait tupoksi, peningkatan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
98
LAPORAN AKHIR
ketersediaan sarana prasarana guna menunjang pelaksanaan tugas, dan
penyusunan dokumen perencanaan pembangunan yang berkualitas.
Pengelolaan perbatasan dalam jangka panjang, mencakup upaya
bagaimana mengelola batas wilayah antar daerah, antar negara dan mengelola
kawasan perbatasan, terkait erat dengan visi dan misi pembangunan Provinsi Riau
dalam mewujudkan “Provinsi Riau yang maju, masyarakat sejahtera dan berdaya
saing tinggi, terhapusnya kemiskinan serta tersedianya lapangan kerja”, yang
terjabarkan dalam sepuluh misinya. Selain itu, visi dan misi pengelolaan
perbatasan dan pembangunan kawasan perbatasan di Riau juga dilakukan untuk
menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan Nasional, serta
meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan.
Sesuai dengan arah pembangunan pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJN) Tahun 2004 – 2025, kawasan perbatasan akan
dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini
cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan
negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan
pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan.
Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan
yang selama ini luput dari perhatian.
5.2. Tujuan dan Sasaran
Secara praktis, tujuan dapat didefinisikan sebagai hal-hal yang harus
dilakukan agar misi dapat terselesaikan (mission accomplished). Tujuan dan
sasaran jangka menengah BPPD Provinsi Riau 2014 – 2019 adalah tahap
perumusan secara strategi yang menunjuk tingkat prioritas tertinggi dalam
perencanaan pembangunan jangka menengah yang selanjutnya akan menjadi
dasar penyusunan program dan kegiatan di Badan Pengelola Perbatasan.
5.2.1. Tujuan
Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi
yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) – 5 (lima) tahun.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
99
LAPORAN AKHIR
Penetapan tujuan dalam Rencana Strategis didasarkan pada potensi dan
permasalahan serta isu utama Badan Pengeloa Perbatasan Daerah Provinsi Riau.
Adapun tujuan didalam Perencanaan Strategi Badan Pengelola Perbatasan Daerah
Provinsi Riau adalah :
1.
Meningkatkan pengelolaan kawasan perbatasan yang maju, sejahtera, dan
berdaya saing tinggi dengan meningkatkan pembangunan sarana prasarana
infrastruktur, mengembangkan potensi ekonomi lokal untuk meningkatkan
kesejehteraan masyarakat kawasan perbatasan.
2.
Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya,
serta penyusunan dan implementasi kebijakan pengelolaan kawasan
perbatasan.
3.
Meningkatkan kepastian batas, dan penyelesaian konflik penegasan batas
daerah Kab/Kota dan Provinsi.
5.2.2. Sasaran
Sasaran adalah penjabaran tujuan secara terukur, yaitu suatu yang akan
dicapai / dihasilkan oleh BPPD Provinsi Riau dalam jangka waktu tahunan,
sasaran dalam Rencana Strategis BPPD Provinsi Riau ini adalah :
1.
Untuk mencapai tujuan 1, ditetapkan sasaran sebagai berikut ;

Meningkatnya pengelolaan batas wilayah Negara.

Meningkatnya pengelolaan potensi di kawasan perbatasan.

Tersusunnya penataan ruang di kawasan perbatasan.

Meningkatnya ketersediaan infrastruktur sarana dan prasarana di
kawasan perbatasan.

Meningkatnya pengawasan di kawasan pebatasan.
2. Untuk mencapai tujuan 2, ditetapkan sasaran sebagai berikut ;

Tersedianya dokumen perencanaan tahunan dan jangka menengah,
database, kerjasama, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan agenda
strategis Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau;
3.
Untuk mencapai tujuan 3, ditetapkan sasaran sebagai berikut ;

Meningkatnya kepastian batas daerah Kab/Kota dan Provinsi.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
100
LAPORAN AKHIR
5.3. Strategi dan Arah Kebijakan
Arah pengembangan kawasan perbatasan sesuai UU No. 17 Tahun 2007
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menyatakan
bahwa: ”Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking
menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang
aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
Pendekatan
pembangunan
yang
dilakukan,
selain
menggunakan
pendekatan yang bersifat keamanan (security approach), juga diperlukan
pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan kelestarian
lingkungan (environmental approach) dengan titik berat pada pembangunan
kawasan untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pertahanan
serta keamanan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau
kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian”.
5.3.1. Strategi
Untuk mewujudkan visi dan misi serta sasaran jangka panjang pengelolaan
perbatasan sebagaimana yang dirumuskan tersebut, dilakukan dengan tujuh
strategi dasar pengelolaan perbatasan, yang selanjutnya disebut dengan “Strategi
7 Re”, yaitu;
1.
Reorientasi arah kebijakan pengelolaan perbatasan.
Strategi reorientasi, pada prinsipnya mengubah arah kebijakan dari
kecenderungan orientasi inward looking, ke orientasi outward looking
sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara
tetangga.
2.
Reposisi peran strategis kawasan perbatasan
Strategi reposisi, pada prinsipnya mengubah posisi kawasan perbatasan dari
“Beranda Belakang Negara” menjadi “Beranda Depan Negara” yang
memiliki peran strategis pemacu perkembangan ekonomi regional maupun
nasional.
3.
Rekonsolidasi daya dukung pengelolaan perbatasan
Strategi rekonsolidasi, pada prinsipnya menata ulang daya dukung, kekuatan,
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
101
LAPORAN AKHIR
dan peluang yang ada untuk dikonsolidasikan ulang agar secara efektif dan
efisien mampu dioptimalkan untuk kepentingan perbatasan, baik dalam
rangka percepatan penyelesaian batas wilayah negara maupun pembangunan
perbatasan.
4.
Reformulasi basis pemikiran dan pengaturan pengelolaan perbatasan
Strategi reformulasi, pada prinsipnya melakukan review dan merumuskan
kembali basis pengelolaan perbatasan, yaitu dasar pijakan pemikiran dan
pijakan normatifnya, untuk menjawab dinamika perkembangan kebutuhan
perbatasan sesuai dengan paradigma baru pengelolaan perbatasan antar
Negara dan kawasan perbatasan.
5.
Restrukturisasi kewenangan pengelolaan perbatasan.
Strategi restrukturisasi, pada prinsipnya memperjelas kewenangan dalam
pengelolaan perbatasan atau kegiatan-kegiatan terkait perbatasan, baik dalam
pengelolaan
batas
wilayah
Negara
maupun
pembangunan
kawasan
perbatasan.
6.
Revitalisasi kemitraan dan kerjasama perbatasan
Strategi revitalisasi, pada prinsipnya memperkuat jejaring kemitraan dan
kerjasama percepatan penyelesaian permasalahan batas wilayah negara dan
pembangunan kawasan perbatasan dengan memperhatikan aspek lingkungan
dan kaidah-kaidah hubungan antara negara.
7.
Reformasi tata laksana pengelolaan perbatasan.
Strategi reformasi, pada prinsipnya menata ulang dan menerapkan tatalaksana pengelolaan perbatasan secara konsisten sesuai prinsip-prinsip
akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam upaya
mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), di dukung
dengan kemajuan teknologi informasi terkini, yang terus berkembang dalam
skala global dan nasional.
5.3.2. Arah Kebijakan
Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025,
pembangunan
perbatasan
bertujuan
untuk
”Mempercepat
pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
102
LAPORAN AKHIR
negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan
negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan
nasional”.
Untuk mewujudkan Kawasan Perbatasan Sebagai Beranda Depan Negara
yang terintegrasi dengan kawasan pusat pertumbuhan, diperlukan kebijakan yang
jelas, perencanaan yang sistematik dan orientasi jangka panjang, pelaksanaan
secara terpadu dan pengendalian yang efektif.
Sesuai dengan Perpres Nomor 78 Tahun 2005, pengelolaan pulau-pulau
kecil terluar perlu lebih diperhatikan dari aspek keamanan, kesejahteraan, dan
kelestarian lingkungan. Mengacu pada UU Nomor 43 tentang Wilayah Negara,
sebagai payung kebijakan bagi pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan
negara secara terpadu, kebijakan diarahkan pada pembentukan dan penguatan
badan pengelola perbatasan di tingkat nasional dan daerah.
Pada 12 provinsi yang memiliki kawasan perbatasan, terdapat 38
kabupaten/kota yang diprioritaskan pengembangannya, dan di dalamnya akan
dikembangkan 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai kota utama
kawasan perbatasan yang perlu dipercepat pembangunannya selama 10 tahun ke
depan berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN). Pada periode 2014- 2019, pembangunan PKSN
sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan secara bertahap harus terus
ditingkatkan, terutama pada 27 kabupaten yang termasuk daerah tertinggal.
Karena itu, pengembangan PKSN di Provinsi Riau dikhususkan pada kabupaten
perbatasan yang paling tertinggal.
Untuk mencegah timbulnya konflik pemanfaatan dalam pelaksanaan
rencana tata ruang antar wilayah terutama pada kawasan perbatasan, baik
perbatasan antar negara, perbatasan antar propinsi maupun antar kabupaten/kota,
maka pedoman penyerasian rencana tata ruang wilayah propinsi, kabupaten, dan
kota perlu selalu dikaji ulang, baik peran maupun fungsinya. Kebijakan nasional
pengelolaan Kawasan Perbatasan di antaranya adalah:
1. Penegasan dan penataan batas wilayah negara dalam rangka menjaga
kedaulatan NKRI.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
103
LAPORAN AKHIR
2. Pengembangan kawasan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan
pintu gerbang internasional bagi kawasan Asia Pasifik.
3. Percepatan
pembangunan
kawasan
perbatasan
dengan
menggunakan
pendekatan kesejahteraan. Pengakuan terhadap hak adat/ulayat masyarakat.
4. Peningkatan kapasitas pertahanan dan keamanan beserta sarana prasarananya.
5. Peningkatan perlindungan pemanfaatan sumber daya alam dan kawasan
konservasi.
6. Peningkatan fungsi kelembagaan dan koordinasi antar instansi terkait dalam
pengelolaan kawasan perbatasan.
7. Peningkatan kerjasama bilateral, sub-regional, maupun regional dalam
berbagai bidang.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
104
LAPORAN AKHIR
BAB VI
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN
PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU
6.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara di
Provinsi Riau
Arah kebijakan Pengelolaan Batas Wilayah Negara bertujuan untuk
menjamin legalitas kedaulatan penuh negara atas wilayahnya, sehingga
masyarakat dapat melakukan kegiatan dengan bebas mengikuti aturan negaranya
sendiri tanpa harus mendapat tekanan dari negara lain; dengan kata lain
masyarakat Indonesia akan bebas memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di
perairan lautnya, terutama potensi perikanan laut yang cukup besar, sumberdaya
yang ada di dasar perairan, dan udara diatasnya.
Masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang berada di wilayah laut
perbatasan Provinsi Riau (Indonesia) dan Malaysia di Selat Malaka, yakni nelayan
yang melakukann kegiatan penangkapan ikan di Laut Teritorial Indonesia (Selat
Malaka) tentu tidak akan bebas melakukan kegiatannya karena tidak ada tanda
batas wilayah di tengah laut; oleh sebab itu Badan Pengelola Perbatasan Daerah
(BPPD) Provinsi Riau harus berinisiatif melalui Pemerintah Provinsi Riau untuk
mendorong Pemerintah Indonesia
untuk
segera membuat Kesepakatan
Penegasan Batas Laut Teritorial (BLT) di Selat Malaka dengan Pemerintah
Negara Malaysia. Penegasan Batas Laut Teritorial (BLT) di Selat Malaka dapat
dilakukan melalui strategi penataan kelembagaan dan diplomasi perundingan
yang didukung oleh kelengkapan data/peta pendukung dan kapasitas peran
dan fungsi kelembagaan yang kuat.
Kelengkapan data/ peta pendukung harus dapat diselesaikan sebelum
kesepakatan penegasan batas wilayah laut antara Indonesia dan Malaysia
berlangsung karena penentuan batas laut teritorial yang berdasarkan garis pangkal
tersebut akan banyak dipengaruhi oleh pasang surut dan bentuk fisik dari pantai.
Titik-titik pasang surut terendah akan berubah sesuai dengan kondisi pantai, dan
akan berubah, lebih mundur arah ke darat jika abrasi terjadi; dengan demikian
maka perlu pengamanan dan pemelihara batas wilayah laut Indonesia tersebut.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
105
LAPORAN AKHIR
Usaha
strategis Pengamanan dan pemeliharaan batas laut Indonesia di Selat
Malaka tersebut tentu saja akan lebih nyata kalau Pembuatan Titik Dasar (TitikTitk Pasang Surut Terendah) di wilayah Indonesia dapat diwujudkan dengan
segera.
Banyak lembaga negara/daerah yang terkait/berkepentingan di wilayah
perbatasan laut Selat Malaka baik lembaga vertikal ataupun lembaga fungsional
daerah, diantaranya adalah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut sebagai
lembaga pertahanan dan keamanan, Kepolisian Republik Indonesia sebagai
lembaga ketertiban, Bea Cukai Indonesia sebagai lembaga kepabeanan, Dinas
Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan Laut, dan Badan Daerah Pengelola
Perbatasan. Pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan batas negara di Selat
Malaka tersebut tidak layak dilaksanakan sendiri-sendiri, akan tetapi perlu
kerjasama yang terpadu.
Pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan batas
negara di Selat Malaka tersebut akan berlangsung dengan baik kalau ada suatu
koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas yang solid antar lembaga
negara. Langkah strategis yang harus dilakukan adalah pembentukan lembaga
terpadu yang akan mengelola wilayah perbatasan.
6.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan
Negara di Provinsi Riau
Arah Kebijakan Pembangunan Kawasan Perbatasan dilakukan agar terjadi
peningkatan aktivitas ekonomi lintas batas, peningkatan pengamanan dan
pengawasan, peningkatan dan penguatan sosial budaya masyarakat di wilayah
perbatasan, serta peningkatan sarana dan prasarana lintas batas. Melalui
perumusan yang mencakup sejumlah aspek tersebut maka akan mewujudkan
pembangan kawasan perbatasan negara yang lebih makmur dan bermartabat.
Mengacu pada isu-isu strategi yang telah dikemukan pada Bab IV, dapat
dirumuskan arah kebijakan dan strategi pembangunan kawasan perbatasan negara
di Provinsi Riau sebagai berikut:
1.
Arah kebijakan meningkatkan volume ekspor perlu dilakukan untuk
mengeleminir terjadinya defisit neraca perdagangan yang berkepanjangan.
Ketergantungan Provinsi Riau terhadap migas perlu digantikan dengan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
106
LAPORAN AKHIR
produk-produk non migas, khususnya produk-produk perkebunan. Produkproduk perkebunan yang selama ini sebagian besar di ekspor dalam bentuk
bahan mentah dan barang-barang intermediate perlu diolah dan diekspor
dalam bentuk barang-barang yang siap saji dan siap untuk dikonsumsi (final
goods).
Langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mengurangi mengeleminir
defisit neraca perdagangan adalah melalui peningkatan volume ekspor
melalui pengembangan komoditas unggulan, yaitu produk-produk
perkebunan yang sudah diolah menjadi produk-produk yang siap dikonsumsi
dan siap saja (final goods).
2.
Arah kebijakan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan volume perdagangan lintas batas perlu dilakukan untuk
memanfaatkan ketergantungan aktivitas ekonomi masyarakat di lokpri
terhadap negara tetangga. Untuk mewujudkan hal ini maka perlu dilakukan
revisi regulasi terhadap perdagangan lintas batas dengan nilai perdagangan
mencapai USD 1500. Disamping itu, untuk dapat menangkap keuntungan
dari AEC 2015 di kawasan perbatasan, maka tantangan yang dihadapi
Indonesia adalah meningkatkan daya saing di kawasan perbatasan.
Langkah strategis yang perlu dilakukan antara lain:
(1) Penyesuaian,
persiapan
dan
perbaikan
regulasi/kebijakan,
yang
mendorong penguatan Indonesia di AEC 2015 (affirmative policy).
(2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia: masyarakat, pemerintah
daerah, dunia usaha ataupun profesional.
(3) Pengembangan sektor-sektor prioritas dan komoditi unggulan.
(4) Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan
infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan, pelabuhan, dsb.
(5) Peningkatan peran institusi pemerintah maupun swasta.
(6) Menciptakan iklim usaha yang kondusif, yang didukung oleh kebijakankebijakan afirmatif.
(7) Penyediaan kelembagaan dan kemudahan akses terhadap permodalan.
3.
Arah kebijakan meningkatkan sistem pengamanan dan pengawasan
lintas batas laut untuk mencegah dan melakukan penindakan terhadap
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
107
LAPORAN AKHIR
pelanggaran hukum di batas laut
negara (illegal loging, illegal fishing,
human trafficking, penyeludupan narkoba).
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah penurunan jumlah
pelanggaran hukum di batas laut negara dengan memperbaiki sistem
pengamanan dan pengawasan berbasis pada aparat pertahanan dan keamanan
serta penegak hukum dikombinasikan dengan sistem pertahanan dan
keamanan semesta (melibatkan masyarakat, khususnya masyarakat di wilayah
perbatasan).
4.
Arah kebijakan menertibkan sistem pencatatan kependudukan untuk
mengeleminir keberadaan penduduk yang memiliki identitas kependudukan
ganda.
Langkah strategis yang perlu dilakukan penertiban sistem pencatatan
kependudukan melalui percepatan penertiban KTP elektronik dan koordinasi
dengan pemerintah Malaysia.
5.
Arah kebijakan meningkatkan kerjasama sosial-budaya dan ekonomi
dalam rangka meningkatkan memanfaatkan hubungan kekerabatan penduduk
satu rumpun dengan negara tetangga terkait dengan kerjasama budaya dan
ekonomi.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah peningkatan kerjasama
sosial-budaya dan ekonomi, yang dapat dilakukan dengan memperbanyak
pelaksanaan even-even pariwisata dan budaya serta kerjasama ekonomi
antara masyarakat kedua negara yang difasilitasi oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
6.
Arah kebijakan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pelintas
bantas melaui pengaktifan kembali sejumlah Pos Lintas Batas Negara yang
saat ini tidak aktif dan pembangunan sejumlah Pos Lintas Batas Negara yang
baru.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah pengaktifan kembali Pos
Lintas Batas yang pernah ada, yaitu (1) PLBN Sinaboi Kabupaten Rokan
Hilir; (2) PLBN Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (3) PLBN Selat Baru
Kabupaten Bengkalis; (4) PLBN Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan
Meranti; (5) PLB Kuala Gaung Kabupaten Indragiri Hilir; dan (6) PLBN
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
108
LAPORAN AKHIR
Kuala Enok. Disamping itu perlu peningkatan sejumlah Pos Lintas Batas,
antara lain PLBN Rupat dan PLBN Pulau Merbau.
7.
Arah kebijakan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat
pelintas batas melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana Pos Lintas
Batas.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah dengan penataan sarana
dan prasana Pos Lintas Batas, yakni penataan sarana dan prasana Pos
Lintas Batas yang representatif dan terpadu antara CQIS (Custom,
Quarantine, Immigration and Security).
6.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara
di Provinsi Riau
Arah Kebijakan Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara dilakukan agar
terjadi percepatan penataan ruang kawasan perbatasan, peningkatan intrastruktur
kawasan perbatasan, percepatan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan
perbatasan, dan peningkatan pelayanan sosial dasar kawasan perbatasan. Adapun
arah kebijakan dan strategi pengelolaan aktivitas lintas batas negara di Provinsi
Riau dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Arah kebijakan mempercepat pengesahan/penetapan RTRW Provinsi
Riau dan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau sehingga memperjelas
penataan ruang kawasan perbatasan.
Langkah
strategis
yang
perlu
dilakukan
adalah
percepatan
pengesahan/penetapan RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Provinsi
Riau, sehingga dapat mempercepat pembangunan kawasan perbatasan.
2.
Arah kebijakan mempercepat pembangunan jalan dan jembatan dengan
kuantitas yang cukup dan kualitas yang baik sehingga dapat mengeleminir
ketertinggalan dengan negara tetangga.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan peningkatan
kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan pada kawasan perbatasan.
3.
Arah kebijakan mempercepat peningkatan kualitas sarana dan prasara
pendukung pelabuhan. Hal ini perlu dilakukan karena kualitas pelabuhan
belum memadai, terutama bila dibandingkan dengan negara tetangga.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
109
LAPORAN AKHIR
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan pembangunan
pelabuhan dengan kualitas yang baik sehingga dapat dan nyaman menjadi
tempat sandar kapal-kapal yang berukuran cukup besar.
4.
Arah kebijakan meningkatkan jangkauan/cakupan Kawasan Industri
Pelintung Dumai agar jangkauan/cakupan Kawasan Industri Pelintung
Dumai sebagai bagian dari PKSN dapat diperluas.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan peningkatan
jangkauan/cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai melalui peningkatan
varians produk-produk yang diproduksi di kawasan indutri ini.
5.
Arah kebijakan mengoperasikan Terminal Agribisnis Dumai yang telah
dibangun namun belum beroperasi sebagaimana Mestinya. Oleh karenanya
perlu percepatan pengoperasian Terminal Agribisnis Dumai.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan pengoperasian
Terminal Agribisnis Dumai dengan melibatkan peran swasta.
6.
Arah kebijakan mempercepat pembangunan Kawasan Industri Buton
dan Kawasan Industri Kuala Enok yang telah dicanangkan namun belum
menunjukkan perkembangan yang berarti.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan pembangunan
Kawasan Industri Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok yang siap
beroperasi.
7.
Arah kebijakan meningkatkan produksi pertanian, perkebunan,
peternakan, dan perikanan di kawasan perbatasan dalam rangka
meningkatkan produksi.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah ekstensifikasi dan
intensifikasi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan di kawasan
perbatasan.
8.
Arah kebijakan meningkatkan SDM yang berkualitas dengan cara
meningkatkan aksesibilitas dan mutu pendidikan masyarakat di kawasan
perbatasan.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah peningkatan akses pelayanan
pendidikan melalui penataan dan pendistribusian sarana dan prasarana (ruang
kelas dan runag guru yang layak, laboratorium, perpustakaan dan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
110
LAPORAN AKHIR
pendukungnya) serta ketersediaan guru yang merata baik dari aspek jumlah
dan kualifikasi per mata pelajaran pada setiap jenjang pendidikan.
9.
Arah kebijakan meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarkat
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di kawasan perbatasan.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah peningkatan
kualitas
pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau melalui penataan dan
pendistribusian sarana dan prasarana pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan penduduk di kawasan perbatatasan, optimalisasi sistem pelayanan
kesehatan yang berorientasi promotif dan preventif, dan optimalisasi Perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) oleh masyarakat di wilayah perbatasan
negara.
10. Arah kebijakan mengembangkan energi listrik dan pemanfaatan
pembangkit listrik untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
energi listrik.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah penyediaan energi listrik dan
pemanfaatan pembangkit listrik.
11. Arah kebijakan membangun sarana dan prasarana air bersih dan air
minum untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap air bersih dan
air minum.
Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah pembangunan sarana dan
prasarana air bersih dan air minum.
6.4. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Pengelolaan
Perbatasan Negara di Provinsi Riau
Arah kebijakan penguatan kelembagaan pengelolaan perbatasan bertujuan
untuk memperkuat tugas, pokok, dan fungsi kelembagaan Badan Pengelola
Perbatasan Daerah Provinsi Riau dan anggotanya dengan tujuan membangun
kawasan perbatasan menjadi lebih maju dan berkembang. Sasaran penguatan
kelembagaan adalah:
1.
Meningkatnya kualitas penyelenggaraan koordinasi, integrasi, sinkronisasi
dan sinergitas program pengelolaan perbatasan Negara di Provinsi Riau.
2.
Terwujudnya inisiasi forum kerjasama kelembagaan antarnegara dalam
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
111
LAPORAN AKHIR
mendukung aktivitas lintas batas dan integrasi pengelolaan kawasan
perbatasan dengan Negara tetangga.
3.
Meningkatnya kualitas dan kuantitas sumber daya, sarana prasarana
pendukung, serta SDM lembaga pengelola perbatasan.
Pencapaian sasaran tersebut diatas maka
arah kebijakan penguatan
kelembagaan sebagai berikut:
1.
Penguatan koordinasi antar stakeholder
Keterbatasan kegiatan koordinasi terjadi dari beberapa kendala seperti
kegiatan koordinasi yang dilaksanakan oleh pengelola perbatasan, dimana
lembaga pengelola perbatasan khususnya BNPP mengalami ketidakmampuan
dalam memimpin koordinasi kegiatan pengelolaan perbatasan dan kurangnya
tindak lanjut hasil rapat koordinasi, ataupun BNPP belum menyentuh semua
pemangku kepentingan pengelolaan perbatasan. Keterbatasan koordinasi antar
lembaga di tingkat daerah maupun antara lembaga perbatasan daerah dengan
pusat akan menghambat rencana realisasi pembangunan kawasan perbatasan.
Perlunya penguatan koordinasi antar stakeholder agar mewujudkan hubungan satu
arah yang terintegrasi antara stakeholder yang berperan dalam pengembangan dan
pembangunan kawasan perbatasan.
2.
Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana serta sistem pelayanan lembaga
pengelola perbatasan.
Lemahnya tugas dan fungsi lembaga pengelola perbatasan di Provinsi
Riau dapat dikarenakan tiga hal yaitu dari pelaku/aktor yang menjalankan,
aturan/regulasi terkait, maupun sumber daya yang ada di dalam kelembagaan
tersebut. Perlu adanya tindakan nyata untuk ketiga aspek yang mempengaruhi
kinerja lembaga pengelola perbatasan daerah Provinsi Riau. Untuk aspek
aktor/pelaku tujuan utamanya adalah meningkatan capacity building SDM yang
sesuai dengan kebutuhan wilayah perbatasan, ditunjang dengan peningkatan
pelibatan aktor masyarakat. Sedangkan aturan/regulasi adalah menguatkan payung
hukum kebutuhan-kebutuhan dalam menjalankan tupoksi lembaga pengelola
perbatasan. Dalam hal sumber daya adalah penguatan sarana dan prasarana yang
bersifat fisik seperti alat operasional dan lainnya, serta pengaturan penganggaran
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
112
LAPORAN AKHIR
untuk pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau pada SKPD
dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau yang didukung oleh aturan mengenai
mekanisme pendanaan perbatasan dari selain APBD seperti dana dunia usaha dan
masyarakat.
Undang Undang Nomor 43 Tahun 2008, Undang Undang Nomor 23
Tahun 2014 dan Perarturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010, telah mengatur
wewenang dan kelembagaan pengelolaan perbatasan negara. Oleh karena itu,
urgensi penguatan kelembagaan agar tercipta tata kelola perbatasan negara yang
lebih efektif dalam menjawab persoalan dan permasalahan yang terjadi di
kawasan perbatasan seharus dapat diciptakan.
Dalam mewujudkan kebijakan
Penguatan Koodinasi Antar Stakeholders, dengan tujuan memperkuat sistem
koordinasi pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan
perbatasan antarstakeholders, diperlukan langkah strategis sebagai berikut:
1.
Memperkuat mekanisme koordinasi antar anggota BPPD Provinsi Riau dan
Sektor Terkait.
Koordinasi menjadi upaya yang menghubungkan dua pihak yang saling
berkepentingan untuk mencapai satu tujuan yang sama. Dalam hal ini
pembangunan dan pengembangan perbatasan tidak dapat lepas dari peran dan
campur tangan beberapa stakeholder dan sektor terkait yang memiliki kepentingan
pembangunan sektor di dalamnya. Strategi memperkuat mekanisme koordinasi
antar anggota BPPD dan antara anggota BPPD dengan sektor terkait menjadi hal
utama karena merupakan kunci penggerak, pendorong, dan yang mengarahkan
kebutuhan pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan laut dan udara.
Sehingga pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau tidak hanya
merupakan tanggung jawab BPPD tetapi juga anggota BPPD dan sektor terkait
yang berkepentingan dalam memimpin pembangunan kawasan.
2.
Memperkuat mekanisme koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Provinsi Riau dan 6 Kabupaten/Kota dalam Pembangunan dan
pengembangan kawasan perbatasan di Provinsi Riau.
Strategi memperkuat koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten/Kota akan menjembatani
hubungan antara dua sektor terkait yang menjadi actor penggerak, pendorong, dan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
113
LAPORAN AKHIR
pelaksana pembangunan di kawasan perbatasan di Provinsi Riau. Mekanisme
koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi Riau dan
Kabupaten/Kota saat ini relatif masih lemah. Oleh karena itu, peran dan fungsi
masing-masing actor perlu ditegaskan dan dikoordinasikan sehingga mencapai
satu visi arah pembangunan kawasan perbatasan sebagaimana yang direncanakan.
Kebijakan peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta sistem
pelayanan lembaga pengelola perbatasan bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kelembagaan dalam pengelolaan perbatasan negara, diperlukan langkah strategis
sebagai berikut:
1.
Mengembangkan tata kelola perbatasan negara berbasis kewenangan dan
kelembagaan yang spesifik/asimetris sesuai kebutuhan kawasan perbatasan.
Strategi ini adalah langkah awal dalam mengembangkan tata kelola
perbatasan negara dengan membentuk sebuah kajian mengenai kewenangan
secara sepesifik/asimetris antar lembaga pengelola perbatasan. Kewenangan
tersebut merupakan tingkatan yang mengatur tugas, pokok, dan fungsi. Dengan
demikian, masing-masing stakeholder memiliki pedoman dan mekanisme
masing-masing dalam pengembangan pembangunan kawasan perbatasan.
Mekanisme tersebut dapat berupa peraturan yang mengikat, agar tidak terjadi
kembali tumpang tindih kebijakan antar sektoral di kawasan perbatasan.
Kedepan, BNPP dan BPPD sebagai badan yang memiliki tugas koordinasi
pengembangan pembangunan perbatasan,
dapat berupa badan yang mandiri,
tidak berada di dalam kedinasan/SKPD di daerah. Harapannya adalah dapat
memperkuat kewenangan lembaga pengelola perbatasan khususnya BNPP dan
BPPD. Penguatan kewenangan ini adalah dalam memberikan/merumuskan
kebijakan dan mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan masingmasing kawasan perbatasan. Dengan demikian BNPP dan BPPD dapat memiliki
tugas penentu kebijakan pengembangan pembangunan kawasan perbatasan.
2.
Membangun/ meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penyelenggaraan
pengelolaan perbatasan
Strategi membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana
pelenggaraan pengelolaan perbatasan merupakan strategi paling utama. Kualitas
sarana dan prasarana tersebut dapat berupa pengadaan kendaraan operasional,
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
114
LAPORAN AKHIR
bangunan fisik, dan kebutuhan lainnya dalam menyelenggarakan pengelolaan
perbatasan. Kebutuhan akan pengadaan kendaraan operasional adalah hal yang
utama, dikarenakan pada saat ini masih banyak BPPD belum mempunyai
kendaraan operasional sendiri yang mengakibatkan kesulitan dalam memantau
atau meninjau langsung ke kawasan perbatasan darat maupun laut. Sedangkan
bangunan fisik BPPD di kawasan perbatasan yang menyebabkan tidak adanya
anggota BPPD yang bisa stay lama di kawasan perbatasan. BPPD membutuhkan
alat operasional seperti peta kawasan perbatasan, GPS, kamera digital, dan alat
operasional kantor, dimana bila tidak tersedia maka akan menghambat aktivitas
BPPD dalam operasional menyelenggarakan pengelolaan kawasan perbatasan.
Tersedianya sarana dan prasarana dengan kulaitas dan kuantitas yang baik
diharapkan kinerja lembaga pengelola perbatasan tidak terbentur masalah.
3.
Menyusun/menyiapkan
kebijakan
dan
mengembangkan
program
peningkatan kapasitas lembaga pengelola perbatasan.
Strategi menyiapkan kebijakan dan program peningkatan kapasitas
lembaga pengelola perbatasan adalah strategi akhir yang merupakan peningkatan
Sumber Daya yang ada di dalam lembaga pengelola perbatasan Provinsi Riau.
Kebijakan dan program tersebut antara lain penguatan anggota BPPD Provinsi
Riau dalam mengelola anggaran, dimana seringkali terjadi kebingunan atau
kekurang tahuan dalam menyusun kebijakan dan program serta sumber dana yang
dapat digunakan. Selain itu, peningkatan capacity building terhadap SDM untuk
pengelolaan batas, pengelolaan lintas batas, pengelolaan potensi kawasan
perbatasan dan laut, dan penataan ruang. Aspek-aspek tersebutlah yang harus
ditingkatkan ilmu dan pengetahuannya, agar dalam mengelola dan merumuskan
kebijakan dan program dapat tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan masingmasing yang ada di kawasan perbatasan.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
115
LAPORAN AKHIR
BAB VII
AGENDA PRIORITAS PENGELOLAAN PERBATASAN
NEGARA DI PROVINSI RIAU
7.1. Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau
Dalam pengelolaan Batas Negara di Provinsi Riau, ada beberapa agenda
prioritas, yaitu:
(1) Perundingan Penegasan Kesepakatan Batas Laut Teritorial kedua negara,
Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka.
(2) Pembuatan Garis Pangkal, dimana pembuatan Garis Pangkal ini haruslah
melakukan
pemetaan Titik – Titik Dasar (Titik – Titik Pasang Surut
Terendah) di sepanjang pantai pulau-pulau terluar yang berhadapan langsung
dengan negara Malaysia, seperti pantai-pantai di Kabupaten Rokan Hilir,
Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Bengkalis.
(3) Pembuatan turap hijau dan turap semenisasi di pantai pulau-pulau terluar
yang berhadapan langsung dengan Negara malaysia untuk menjaga dan
memelihara Titik Dasar (titik-Titik Pasang Surut Terendah).
Tentu saja semua agenda prioritas yang dilakukan itu adalah termasuk
dalam Agenda Pembangunan dan Agenda Kerja Sama Pembangunan Daerah
Provinsi Riau.
7.2. Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi
Riau
Agenda yang akan dilaksanakan dalam pembangunan kawasan perbatasan
negara di Provinsi Riau adalah:
(1) Agenda peningkatan volume ekspor melalui pengembangan komoditas
unggulan, yaitu produk-produk perkebunan yang sudah diolah menjadi
produk-produk yang siap dikonsumsi dan siap saja (final goods).
(2) Agenda penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi/kebijakan, yang
mendorong penguatan Indonesia di AEC (affirmative policy).
(3) Agenda penurunan jumlah pelanggaran hukum di batas laut negara dengan
memperbaiki sistem pengamanan dan pengawasan berbasis pada aparat
pertahanan dan keamanan serta penegak hukum dikombinasikan dengan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
116
LAPORAN AKHIR
sistem pertahanan dan keamanan semesta (melibatkan masyarakat, khususnya
masyarakat di wilayah perbatasan).
(4) Agenda penertiban sistem pencatatan kependudukan melalui percepatan
penertiban KTP elektronik dan koordinasi dengan pemerintah Malaysia.
(5) Agenda peningkatan kerjasama sosial-budaya dan ekonomi, yang dapat
dilakukan dengan memperbanyak pelaksanaan even-even pariwisata dan
budaya serta kerjasama ekonomi antara masyarakat kedua negara yang
difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Pusat.
(6) Agenda pengaktifan kembali Pos Lintas Batas yang pernah ada dan
peningkatan sejumlah Pos Lintas Batas.
(7) Agenda penataan sarana dan prasana Pos Lintas Batas, yakni penataan sarana
dan prasana Pos Lintas Batas yang representatif dan terpadu antara CQIS
(Custom, Quarantine, Immigration and Security).
7.3. Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi
Riau
Agenda yang akan dilaksanakan dalam pengelolaan aktivitas lintas batas
negara di Provinsi Riau adalah:
(1) Agenda percepatan pengesahan/penetapan RTRW Provinsi Riau dan
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, sehingga dapat mempercepat pembangunan
kawasan perbatasan.
(2) Agenda percepatan peningkatan kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan
pada kawasan perbatasan.
(3) Agenda percepatan pembangunan pelabuhan dengan kualitas yang baik
sehingga dapat dan nyaman menjadi tempat sandar kapal-kapal yang
berukuran cukup besar.
(4) Agenda percepatan peningkatan jangkauan/cakupan Kawasan Industri
Pelintung Dumai
melalui
peningkatan
varians
produk-produk
yang
diproduksi di kawasan indutri ini.
(5) Agenda percepatan pengoperasian Terminal Agribisnis Dumai dengan
melibatkan peran swasta.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
117
LAPORAN AKHIR
(6) Agenda percepatan pembangunan Kawasan Industri Buton dan Kawasan
Industri Kuala Enok yang siap beroperasi.
(7) Agenda ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian, perkebunan, peternakan
dan perikanan di kawasan perbatasan.
(8) Agenda peningkatan akses pelayanan pendidikan melalui penataan dan
pendistribusian sarana dan prasarana (ruang kelas dan runag guru yang layak,
laboratorium, perpustakaan dan pendukungnya) serta ketersediaan guru yang
merata baik dari aspek jumlah dan kualifikasi per mata pelajaran pada setiap
jenjang pendidikan.
(9) Agenda peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan yang merata dan
terjangkau melalui penataan dan pendistribusian sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan penduduk di kawasan
perbatatasan, optimalisasi sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi
promotif dan preventif, dan optimalisasi Perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) oleh masyarakat di wilayah perbatasan negara.
(10) Agenda penyediaan energi listrik dan pemanfaatan pembangkit listrik.
(11) Agenda pembangunan sarana dan prasarana air bersih dan air minum.
7.4. Agenda Prioritas Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan
Negara di Provinsi Riau
Agenda yang akan dilaksanakan terkait penguatan kelembagaan kawasan
perbatasan di Provinsi Riau adalah:
(1) Agenda penguatan koodinasi antar stakeholder termasuk didalamnya
koordinasi kerjasama kelembagaan antarnegara (integrasi institusional)
(2) Agenda peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta sistem pelayanan
lembaga pengelola perbatasan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
118
BAB VIII
KAIDAH PENGELOLAAN
Kaidah pengelolaan menguraikan tentang perencanaan program dan
kegiatan, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi, pengawasan dan pelaporan.
Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau
Tahun 2017 – 2019 dilakukan oleh Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD)
Provinsi Riau yang melibatkan 20 SKPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau
serta instansi vertikal terkait seperti Polri, TNI AL, Bea Cukai, Imigrasi dan
lainnya dalam setiap tahapan perencanaan. Penganggaran program/kegiatan
pembangunan kawasan perbatasan Provinsi Riau yang menjadi kewenangan
Provinsi Riau bersumber dari APBD Provinsi Riau. Pelaksana teknis
program/kegiatan pembangunan kawasan perbatasan dilakukan oleh SKPD terkait
yang dikoordinir oleh BPPD atau Biro Perbatasan Setda Provinsi Riau. Evaluasi,
pengawasan dan pelaporan dilaksanakan oleh BPPD atau Biro Perbatasan,
berkoordinasi dengan SKPD terkait dan BPPD atau sebutan lain di enam
Kabupaten/Kota se Provinsi Riau.
8.1. Perencanaan Program dan Kegiatan
Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau mengacu
kepada Peraturan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015 – 2019; (ii)
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau Tahun 2010 – 2030; dan
(iii) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau
Tahun 2014 – 2019. Dokumen rencana induk Pembangunan Kawasan Perbatasan
Provinsi Riau ini dilakukan dengan tahapan: (i) Tinjauan terhadap rencana induk
pengelolaan perbatasan negara tahun 2015 – 2019 di wilayah Provinsi Riau; (ii)
menganalisis kondisi perbatasan negara di Provinsi Riau; (iii) menganalisis isu
strategis pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau; (iv) Penetapan arah
kebijakan dan strategi pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau; dan (v)
Penetapan agenda prioritas pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau.
Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau berlaku untuk
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
119
kurun waktu 3 tahun yaitu tahun 2017 – 2019, dimana muatan diselaraskan
dengan RPJMD Provinsi Riau tahun 2014 – 2019 dan menjadi pedoman dalam
Rencana Strategis (Renstra) dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Rencana
induk yang memuat berbagai agenda prioritas lintas sektor beserta sasaran
program beserta indikator outcome dan target pencapaiannya. Agenda-agenda
prioritas tersebut selanjutnyadijabarkan kedalam kegiatan-kegiatan beserta
sasaran, indikator output, target pencapaian tahunan beserta kebutuhan dana
(anggaran) dalam rencana aksi tahun 2017 - 2019.
RPJPD
Prov. Riau
Tahun 2006 - 2025
RTRW
Prov. Riau
Tahun 2010 2030
DIACU
PEDOMAN
RPJMD
Prov. Riau
Tahun 2014 - 2019
DISELARASKAN
Rencana Induk Pembangunan
Kawasan Perbatasan Prov.
Riau Tahun 2017 - 2019
DIACU
Rencana Induk
Pengelolaan
Perbatasan
Negara
PEDOMAN
RENSTRA
SKPD Prov.
Riau
DIJABARKAN
RKPD
Prov. Riau DISELARASKAN
Tahun 2017, 2018 &
2019
PEDOMAN
DIJABARKAN
Rencana Aksi Pembangunan
Kawasan Perbatasan Prov.
Riau Tahun 2017, 2018 &
2019
PEDOMAN
DIACU
PEDOMAN
RAPBD Prov. Riau
Tahun 2017, 2018 &
2019
RENJA
SKPD Prov.
Riau
DIACU
PEDOMAN
Gambar 8.1. Keterkaitan
Dokumen
Rencana
Induk
Perbatasan Di Provinsi Riau Tahun 2017 - 2019
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Pengelolaan
120
Rencana Aksi Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun
2017, 2018 dan 2019 akan menjadi acuan dan menjadi masukan bagi penyusunan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Riau dan Rencana Kerja
(Renja) SKPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau yang disepakati melalui
mekanisme Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi
Riau sebagaimana yang diatur oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Agar
kegiatan-kegiatan dalam rencana aksi setiap tahunnya selama periode 2017 – 2019
diakomodasi oleh SKPD terkait dalam dokumen perencanaan dan penganggaran
masing-masing serta sesuai dengan sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam
Rencana Induk, maka badan pengelola perbatasan Provinsi Riau perlu melakukan
sinergi perencanaan melalui mekanisme pertemuan atau pra-musrenbang
pembangunan kawasan perbatasan Provinsi Riau yang melibatkan setidaknya 3
pihak yaitu badan pengelola perbatasan, Bappeda Provinsi Riau, dan SKPD
(instansi teknis) terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
8.2. Penganggaran
Rencana kebutuhan anggaran Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi
Riau disusun dan dituangkan dalam rencana aksi setiap tahun yang didasarkan
kepada agenda-agenda prioritas yang telah ditetapkan dalam Rencana Induk.
Program dan kegiatan pada Rencana Induk yang sudah selaras dengan RPJMD
Provinsi Riau Tahun 2014 – 2019 yang selanjutnya setiap tahun dijabarkan dalam
RKPD Provinsi Riau RKPD ini selanjutnya menjadi pedoman dalam penyusunan
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8.1. APBD Provinsi Riau inilah yang
merupakan sumber pendanaan rencana aksi Pembangunan Kawasan Perbatasan
Provinsi Riau tahun anggaran bersangkutan disamping sumber-sumber lainnya
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pendanaan
(anggaran) program/kegiatan yang bersifat teknis operasional dalam APBD untuk
pembangunan
kawasan
perbatasan
dilakukan
oleh
SKPD
terkait
dan
dikoordinasikan oleh Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Riau
Pelibatan sektor swasta atau dunia usaha guna pemanfaatan atau
pengelolaan potensi di kawasan perbatasan dilakukan melalui kerjasama ataupun
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
121
pengelolaam mandiri dengan mekanisme sesuai ketentuan peraturan perundangundangan dan terikat dalam masa (tahun) sesuai ketentuan. Sektor dunia usaha
dapat berperan dalam terhadap dalam pendanaan untuk pemenuhan energi atau
infrastruktur kawasan perbatasan melalui perjanjian mekanisme kerjasama sesuai
kebijakan/peraturan sektor yang diusahakan. Kerjasama pemerintah dan dunia
usaha terhadap penyediaan barang public (public privat partnership) mengacu
kepada prinsip adil, terbuka, transparan dan berdaya saing.
8.3. Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara
mengamanatkan bahwa pembangunan batas wilayah Negara dan kawasan
perbatasan yang ditetapkan dalam Rencana Induk secara teknis dilaksanakan oleh
K/L, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Implementasi program
dilakukan secara sinergis antarsektor, antar K/L, dan antara pusat dan daerah di
bawah koordinasi badan pengelola perbatasan. Selain itu diperlukan pula
penguatan jejaring dam kemitraan dengan pihak swasta untuk turut berpartisipasi
dalam implementasi program.
Pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau sebagaimana
telah dituangkan dalam Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan
Provinsi Riau telah diselaraskan dengan RPJMD Provinsi Riau Tahun 2014 –
2019 dan diacu oleh Renstra SKPD terkait dilingkungan pemerintah Provinsi
Riau. Setiap tahun selama periode 2017 -2019, Rencana Aksi Pembangunan
Kawasan Perbatasan Provinsi Riau telah ditetapkan dan diselaraskan dengan
RKPD Pemerintah Provinsi Riau yang selanjutnya menjadi RAPBD. RKPD yang
yang ditetapkan menjadi acuan oleh SKPD yang tekait untuk menyusun Renja.
Perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan rencana aksi pembangunan kawasan
perbatasan sesuai dan selaras dengan Permendagri Nomor 54 tahun 2010 dalam
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara
penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan
daerah.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
122
Agar pelaksanaan rencana aksi sesuai dengan rencana sangat diperlukn
komitmen dari seluruh stakeholder. Seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah
Provinsi Riau harus berkomitmen kuat dan saling bersinergi mengalokasi
program/kegiatan dan melaksanakannya untuk percepatan pembangunan kawasan
perbatasan negera di Provinsi Riau sesuai dengan kewenangannya dan telah
dianggarkan dalam APBD tahun berkenaan. Pelaksanaan pembangunan kawasan
perbatasan negara di Provinsi Riau oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi
Riau dan 6 Kabupaten/Kota se Provinsi Riau (Kabupaten Rokan Hilir, Kota
Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten
Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hilir) secara sinergi akan dapat menjadikan
Kawasan Perbatasan sebagai Beranda Depan Wilayah Negara. Dukungan dunia
usaha sangat diperlukan dalam bentuk investasi bagi pengembangan potensi dan
pembangunan ekonomi, seperti kawasan pariwisata. Koordinasi pelaksanaan
rencana aksi pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau adalah
BPBD Provinsi Riau.
8.4. Evaluasi, Pengawasan dan Pelaporan
Evaluasi dan pengawasan dilakukan untuk menilai pelaksanaan rencana
aksi pembangunan kawasan perbatasan menjamin efektivitas, efisiensi, kemajuan,
dan kesinambungan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan
yang ada di Provinsi Riau. Tujuan pelaksanaan evaluasi dan pengawasan adalah
terwujudnya konsistensi antara arahan kebijakan, program, kegiatan, dan anggaran
dengan proses pelaksanaan dan hasil yang dicapai. Evaluasi dan pengawasan juga
akan menjadi masukan untuk penyempurnaan sistem, kebijakan, program, dan
kegiatan dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. Prinsip
evaluasi dan pengawasan pembangunan kawasan perbatasan adalah objektif,
ekefif, efisien, terukur, berkesinambungan, dapat dibandingkan dan dapat
dipertanggungjawaban.
Waktu
pelaksanaan
evaluasi
dan
pemantauan
pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau dilakukan setiap tahun.
Tatacara evaluasi, pengawasan dan pelaporan terhadap pelaksanaan
rencana aksi, pengawasan dan pelaporan merujuk kepada Permendagri No. 54
tahun 2010 pada lampiran VII.
Tahapan evaluasi adalah (i) Kepala BPPD
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
123
Provinsi Riau melaksanakan evaluasi terhadap hasil rencana aksi Pembangunan
Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau. (ii) Kepala BPPD Provinsi Riau
melakukan penilaian capaian kinerja.
(iii) Kepala BPPD Provinsi Riau
melaporkan hasil evaluasi pelaksanaan rencana aksi pembangunan kawasan
perbatasan di Provinsi Riau kepada Gubernur Riau. (iv) Gubernur Riau melalui
Kepala BPPD Provinsi Riau menyampaikan hasil evaluasi kepada Menteri Dalam
Negeri melalui BNPP.
Pengawasan yang dilakukan setiap tahunnya selama periode 2017 – 2019
bertujuan untuk memastikan bahwa agenda-agenda prioritas yang telah
ditetapkan dalam Rencana Induk dan telah dijabarkan ke dalam kegiatan-kegiatan
dalam rencana aksi, diakomodasi ke dalam dokumen perencanaan (RPJMD dan
RKPD Provinsi Riau) dan penganggaran daerah setiap tahunnya (APBD Provinsi
Riau) dan dilaksanakan dengan baik di Lokasi-lokasi Prioritas yang ditetapkan.
Untuk mendukung pelaksanaan evaluasi dan pengawasan diperlukan beberapa
upaya meliputi:
1. Kegiatan pengumpulan informasi secara sistematis dan berkala oleh BPPD
Provinsi Riau bekerjasama dengan BPBD Kabupaten/Kota atau sebutan lain se
Provinsi Riau mengenai perkembangan isu dan permasalahan Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan di enam Kabupaten dan 22 Kecamatan di
Provinsi Riau.
2. Kegiatan pengumpulan informasi secara sistematis dan berkala oleh BPPD
Provinsi bekerjasama BPPD Kabupaten/Kota atau sebutan lain terkait
pelaksanaan agenda dan kegiatan pengelolaan batas wilayah Negara dan
pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau, beserta hasil/keluaran dan
dampak dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD terkait di
lingkungan Pemerintah Provinsi Riau setiap tahun di Lokasi-lokasi Prioritas.
3. Secara berkala melakukan pertemuan koordinasi yang difasilitasi oleh BPPD
Provinsi Riau yang melibatkan stakeholder terkait seperti SKPD dilingkungan
Pemerintah Provinsi Riau, Instansi vertikal yang terkait (Polisi, TNI AL, Bea
Cukai, Imigrasi dan lainnya),
Pemerintah Kabupaten/Kota (Rokan Hilir,
Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti, Pelalawan dan Indragiri Hilir), dunia
Usaha dan masyarakat.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
124
4. Publikasi laporan periodik yang dikeluarkan BPPD Provinsi Riau terkait
dengan hasil evaluasi dan pengawasan terhadap upaya pembangunan kawasan
perbatasan negara di Provinsi Riau..
Pelaporan
hasil
evaluasi
terhadap
pelaksanaan
Rencana
Induk
Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun 2017 – 2019
dilaksanakan dengan menyesuaikan waktu pelaksanaan evaluasi dan pengawasan.
Pelaporan dilaksanakan setiap tahun selama perode 2017 - 2019. Pelaporan hasil
evaluasi dan pengawasan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi
Riau disampaikan kepada Gubernur Riau dan Menteri Dalam Negeri melalui
BNPP.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
125
LAPORAN AKHIR
BAB IX
PENUTUP
Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Perbatasan
Provinsi Riau Tahun 2017-2019 upaya sistematis yang harus dilaksanakan secara
terpadu oleh stakeholders terkait. Hal ini perlu dilakukan karena permasalahan
pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau bukanlah semata-mata menjadi
tanggungjawab Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau
tetapi seluruh stakeholders terkait.
Koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisitas mulai dari tahapan
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi merupakan kata kunci bagi
keberhasilan pengelolaan kawasan perbatasan negara. Untuk itu komitmen dari
seluruh stakeholders untuk memahami, menghayati dan melaksanakan tugas
masing-masing dengan sungguh-sungguh merupakan kunci keberhasilan dari
Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau
Tahun 2017-2019 Provinsi Riau.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
126
LAPORAN AKHIR
Lampiran 1. Matriks Rencana Induk Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau
No
1.1.
Aspek/Fokus
Batas Negara
Wilayah Laut
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Masih terjadi
penangkapan
terhadap
masyarakat
(nelayan)
Indonesia yang
terindikasi
memasuki wilayah
Malaysia, meskipun
telah ada
kesepakatan bahwa
jika ada indikasi
kapal masyarakat
(nelayan)
memasuki wilayah
Negara tetangga,
maka pihak
keamanan dua
Negara akan
menggiring kapal
tersebut untuk
kembali
kenegaranya.
Terjadi abrasi
pantai yang akan
berpengaruh
terhadap pergeseran
batas wilayah
apabila tidak
dilakukan
Perlu segera
penegasan batas
wilayah laut di
Selat Malaka
antara Indonesia
dengan
Malaysia.
Adanya batas
negara secara
tegas yang
telah disepakti
oleh
Pemerintah
Indonesia dan
Malaysia
Mendorong
Pemerintah
Indonesia dan
Pemerintah
Malaysia untuk
segera membuat
kesepakan batas
wilayah laut di
Selat Malaka
antara Indoanesia
dan Malaysia.
Penegasan batas
wilayah negara di
laut melalui
penataan
kelembagaan
diplomasi
perundingan yang
didukung oleh
kelengkapan
data/peta dukung
dan kapasitas
peran dan fungsi
kelembagaan
yang kuat.
Program Kerjasama
Pembangunan
Dokumen Kesepakatan
Penegasan Batas
Wilayah Laut di Selat
Malaka antara Indonesia
dan Malaysia (dokumen)
Perlu penegasan
Titik Dasar
(Titik Pasang
surut terendah)
di wilayah
Indonesia.
Adanya
penegasan
titik dasar di
wilayah
Indonesia
Mempertegas,
mengamankan
dan memelihara
batas wilayah laut
Indonesia di Selat
Malaka.
Pembuatan titik
dasar di wilayah
Indonesia.
Program
Pengembangan
Wilayah Perbatasan
Turap semen (meter) dan
turap hijau (ha) di
sepanjang pantai
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
127
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Perlu penguatan
koordinasi,
sinkronisasi,
integrasi dan
sinergisitas
antar lembaga
negara dalam
pengawasan
batas negara
Ada
koordinasi,
sinkronisasi,
integrasi dan
sinergisitas
antar lembaga
negara dalam
pengawasan
batas negara
Keterbatasan
kuantitas dan
kualitas sarana dan
peralatan patroli
laut.
Peningkatan
kuantitas dan
kualitas sarana
dan peralatan
patroli laut.
Meningkatnya
kuantitas dan
kualitas sarana
dan peralatan
patroli laut.
Mendorong
terlaksananya
koordinasi,
sinkronisasi,
integrasi dan
sinergisitas yang
solid antar
lembaga negara
dalam
pengawasan batas
negara.
Meningkatkan
pengamanan dan
penegakan hukum
di batas negara
wilayah laut
Keterbatasan
kuantitas dan
jangkauan radar
pemantau jalur
pelayaran di Selat
Malaka, dan adanya
indikasi jalur masuk
tidak resmi
Perlu
peningkatan
peran
masayarakat
dalam
pengawasan dan
pemantauan
jalur pelayaran
Meningkatnya
pertahanan,
keamanan dan
penegakan
hukum di
batas wilayah
laut Selat
Melaka.
penegasan dan
pemeliharaan
terhadap Titik
Dasar (Titik Pasang
Surut Terendah).
Masih lemahnya
koordinasi,
sinkronisasi,
integrasi dan
sinergisitas antara
lembaga negara
dalam pengawasan
batas negara
1.2
Pertahanan dan
Keamanan serta
Penegakan
Hukum
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Meningkatkan
peran aktif
masyarakat dalam
mengamankan
batas dan
kedaulatan
negara.
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Pembentukan
lembaga terpadu
Program Kerjasama
Pembangunan
Terbentuknya Lembaga
Terpadu (lembaga)
Peningkatan
kualitas dan
kuantitas, serta
standarisasi
sarana-prasarana
pertahanan dan
pengamanan
perbatasan laut.
Peningkatan peran
aktif masyarakat
dalam
mengamankan
batas dan
kedaulatan
negara.
Program Kerjasama
Pembangunan
Jumlah kapal patroli
yang memenuhi
standarisasi Pertahanan
dan Keamanan di laut
yang dibantu (unit)
Program Kerjasama
Pembangunan
Jumlah kelompok
masyarakat yang
berperan aktif dalam
mengamankan batas dan
kedaulatan negara
128
LAPORAN AKHIR
No
2.1
Aspek/Fokus
Ekonomi Lintas
Batas
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
(pelabuahan tikus)
menyebabkan
pertahanan
keamanan menjadi
rentan.
Defisit neraca
perdagangan
di Selat Malaka.
Perlu
peningkatan
volume ekspor
Meningkatnya
volume ekspor
Meningkatkan
volume ekspor
Masih ada
ketergantungan
aktivitas ekonomi
masyarakat di
lokpri terhadap
negara tetangga. Di
sisi lain regulasi
perdagangan lintas
batas tidak
ekonomis (saat ini
masih
memberlakukan
batas nilai barang
untuk diangkut
sebesar 600
ringgit).
Belum adanya
regulasi
perdagangan lintas
batas terkait
dengan ASEAN
Perlu revisi
regulasi
perdagangan
lintas batas
Adanya
regulasi
perdagangan
lintas batas
yang
ekonomis
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
peningkatan
volume
perdagangan
lintas batas.
Perlu adanya
regulasi
perdagangan
lintas batas
terkait dengan
Adanya
regulasi
perdagangan
lintas batas
terkait dengan
Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
peningkatan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Peningkatan
volume ekspor
melalui
pengembangan
komoditas
unggulan
Perumusan
regulasi
perdagangan
lintas batas yang
ekonomis
Program
Peningkatan
Kerjasama
Perdagangan
Internasional
Terciptanya Kerjasama
Perdagangan
Internasional (MOU)
Program Kerjasama
Pembangunan
Regulasi perdagangan
lintas batas (dokumen)
Perumusan
regulasi
perdagangan
lintas batas
melalui diplomasi
Program Kerjasama
Pembangunan
Regulasi perdagangan
lintas batas (dokumen)
129
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
2.2
Pengamanan dan
Pengawasan
2.3
Sosial-Budaya
Lintas Batas
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Economic
Community (AEC)
AEC.
AEC.
volume
perdagangan
lintas batas.
Ada indikasi
terjadinya
pelanggaran hukum
di batas laut negara
(illegal loging,
illegal fishing,
human trafficking,
penyeludupan
narkoba) terutama
melalui pelabuhanpelabuhan “tikus”
yang tidak
terjangkau oleh
petugas keamanan.
Ada indikasi
penduduk di lokpri
yang memiliki
identitas
kependudukan
ganda
Peningkatan
pengawasan dan
pengamanan
Lintas Batas
Laut.
Meningkatnya
pengawasan
dan
pengamanan
lintas batas
laut.
Meningkatkan
sistem
pengamanan dan
pengawasan lintas
batas laut
Perlu penertiban
identitas
kependudukan
Menurunnya
jumlah
penduduk
memiliki
identitas
kependudukan
ganda.
Menertibkan
sistem pencatatan
kependudukan.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Strategi
perundingan
antara Pemerintah
Pusat dan
Pemerintah
Daerah dengan
Pemerintah
Malaysia.
Penurunan jumlah
pelanggaran
hukum di batas
laut negara
Penertiban sistem
pencatatan
kependudukan.
130
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Program Kerjasama
Pembangunan
Jumlah pelanggaran
hukum di batas wilayah
laut yang tertangani
(kasus)
Program
Peningkatan
Kualitas
Penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan
Jumlah
Pengelola/Petugas
Sebagai Administrasi
ADMINDUK (Orang)
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Masih terbatas
masyarakat di
lokpri yang
memanfaatkan
hubungan
kekerabatan
penduduk satu
rumpun dengan
negara tetangga
terkait dengan
kerjasama budaya
dan ekonomi.
2.4
Sarana dan
Prasarana Lintas
Batas
Sejumlah pos lintas
batas saat ini tidak
aktif.
Masih terbatasnya
jumlah pos lintas
batas.
Sarana dan
prasarana Pos
Lintas Batas yang
ada tidak
representatif.
Isu Strategis
Perlu
peningkatan
hubungan
kerjasama
sosial-budaya
dan ekonomi
Perlu
pengaktifan
kembali Pos
Lintas Batas
yang pernah
ada.
Perlu
penambahan
Pos Lintas
Batas.
Perlu penataan
sarana dan
prasana Pos
Lintas Batas
yang
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Meningatnya
kerjasama
sosial-budaya
dan ekonomi
Meningkatkan
kerjasama sosialbudaya dan
ekonomi
Peningkatan
kerjasama sosialbudaya dan
ekonomi
Program
Pengembangan dan
Pelestarian NilaiNilai Budaya
Persentase pelestarian
keanekaragaman budaya
melayu dan kearifan
lokal
Program
Peningkatan
Kerjasama
Perdagangan
Internasional
Program Kerjasama
Pembangunan
Terciptanya Kerjasama
Perdagangan
Internasional (MOU)
Aktifnya
kembali
sejumlah pos
lintas batas.
Meningkatkan
pelayanan kepada
masyarakat
pelintas bantas.
Pengaktifan
kembali Pos
Lintas Batas yang
pernah ada.
Bertambahnya
jumlah Pos
Lintas Batas
Meningkatkan
pelayanan kepada
masyarakat
pelintas bantas.
Meningkatkan
kualitas pelayanan
kepada
masyarakat
pelintas batas.
Peningkatan
jumlah Pos Lintas
Batas.
Program
Pengembangan
Wilayah Perbatasan
Jumlah pos lintas batas
yang dibangun (unit)
Penataan sarana
dan prasana Pos
Lintas Batas.
Program
Pengembangan
Wilayah Perbatasan
Jumlah pos lintas batas
yang representatif (unit)
Tertatanya
sarana dan
prasarana Pos
Lintas Batas.
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
131
Jumlah pos lintas batas
aktif (unit)
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Terlaksananya
percepatan
pembangunan
kawasan
perbatasan
negara
Mempercepat
pengesahan/penet
apan RTRW
Provinsi Riau dan
Kabupaten Kota
di Provinsi Riau
Percepatan
pengesahan/penet
apan RTRW
Provinsi Riau dan
Kabupaten Kota
di Provinsi Riau
Program Penataan
Ruang
Dokumen RTRW
kawasan perbatasan
negara
Meningkatnya
kuantitas dan
kualitas jalan
dan jembatan
Mempercepat
pembangunan
jalan dan
jembatan dengan
kuantitas yang
cukup dan
kualitas yang baik
Percepatan
peningkatan
kuantitas Jalan
dan jembatan
dengan kualitas
yang baik
Program
Pembangunan Jalan
dan Jembatan
Penambahan panjang
jalan di wilayah
perbatasan negara (km)
representatif.
3.1.
Penataan Ruang
Kawasan
Perbatasan
Belum ada
kejelasan tentang
penataan ruang
kawasan perbatasan
yang terkait erat
dengan belum
disahkannya
RTRW Provinsi
Riau dan
Kabupaten/Kota di
Provinsi Riau.
3.2.
Intrastruktur
Kawasan
Perbatasan
Kuantitas dan
kualitas jalan dan
jembatan pada
kawasan perbatasan
masih jauh
tertinggal
dibandingkan
dengan negara
tetangga.
Pelaksanaan
pembangunan
kawasan
perbatasan
menjadi
terhambat
sebagai akibat
dari belum
disyahkannya
RTRW Provinsi
Riau dan
Kabupaten/Kota
di Provinsi Riau
Peningkatan
kuantitas dan
kualitas jalan
dan jembatan
pada kawasan
perbatasan.
Penambahan panjang
jembatan di wilayah
perbatasan negara
(meter)
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
132
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Jumlah desa di wilayah
perbatasan negara yang
rendah aksebilitas (Desa)
Program
Rehabilitasi/Pemeli
haraan Jalan dan
Jembatan
Program Inspeksi
Kondisi Jalan dan
Jembatan
Kualitas pelabuhan
belum memadai,
terutama bila
dibandingkan
dengan negara
tetangga.
Peningkatan
kualitas sarana
dan prasarana
pendukung
pelabuhan.
Meningkatnya
kualitas sarana
dan prasarana
pendukung
pelabuhan
Mempercepat
peningkatan
kualitas sarana
dan prasara
pendukung
pelabuhan
Percepatan
pembangunan
pelabuhan dengan
kualitas yang baik
sehingga dapat
dan nyaman
menjadi tempat
sandar kapalkapal yang
berukuran cukup
besar.
Program
Pembangunan
Prasarana dan
Fasilitas
Perhubungan
Program
Rehabilitasi dan
Pemeliharaan
Prasarana dan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
133
Panjang jalan di kawasan
perbatasan negara yang
dipelihara (km )
Panjang jembatan di
kawasan perbatasan
negara yang dipelihara
(meter)
Jumlah dokumen
administrasi jalan dan
jembatan di kawasan
perbatasan negara
(Dokumen)
Jumlah sarana dan
prasarana pelabuhan
yang dibangun (unit)
Jumlah prasarana dan
fasilitas yang pelihara
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Fasilitas
Perhubungan
Jangkauan/cakupan
Kawasan Industri
Pelintung Dumai
sebagai bagian dari
PKSN masih
terbatas.
Telah dibangun
Terminal Agribisnis
Dumai, namun
Belum Beroperasi
Sebagaimana
Mestinya.
Pencanangan
pembangunan
Kawasan Industri
Buton di Kabupaten
Siak dan Kawasan
Industri Kuala Enok
belum
menunjukkan
perkembangan yang
berarti.
Peningkatan
jangkauan/
cakupan
Kawasan
Industri
Pelintung
Dumai.
Pengoperasian
Terminal
Agribisnis
Dumai
Meningkatnya
jangkauan/
cakupan
Kawasan
Industri
Pelindung
Dumai.
Beroperasinya
Terminal
Agribisnis
Dumai
Meningkatkan
jangkauan/
cakupan Kawasan
Industri Pelintung
Dumai.
Percepatan
peningkatan
jangkauan/
cakupan Kawasan
Industri Pelintung
Dumai
Program
Pengembangan
Wilayah Strategis
dan Cepat Tumbuh
Jumlah kawasan strategis
yang ditingkatkan
infrastrukturnya
Mengoperasikan
Terminal
Agribisnis Dumai
Program Kerjasama
Pembangunan
Jumlah rekomendasi
kebijakan kerjasama
pembangunan
Percepatan
Pembangunan
Kawasan
Industri Buton
dan Kawasan
Industri Kuala
Enok.
Terbangunnya
Kawasan
Industri Buton
dan Kawasan
Industri Kuala
Enok yang
siap
beroperasi.
Mempercepat
Pembangunan
Kawasan Industri
Buton dan
Kawasan Industri
Kuala Enok.
Percepatan
pengoperasian
Terminal
Agribisnis Dumai
dengan
melibatkan peran
swasta.
Percepatan
Pembangunan
Kawasan Industri
Buton dan
Kawasan Industri
Kuala Enok yang
Siap Beroperasi.
Program
Pengembangan
Wilayah Strategis
dan Cepat Tumbuh
Jumlah kawasan strategis
yang terbangun
infrastrukturnya
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
134
LAPORAN AKHIR
No
3.3.
Aspek/Fokus
Pertumbuhan
Ekonomi
Kawasan
Perbatasan
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Potensi sumberdaya
alam di wilayah
perbatasan Provinsi
Riau dengan negara
tetangga sangat
banyak dan
beragam, namun
sumberdaya alam
yang tersedia
dihasilkan dalam
bentuk bahan
mentah (raw
material) sehingga
belum memberikan
manfaat ekonomi
yang optimal
dengan nilai tambah
yang tinggi.
Peningkatan
Produksi
Pertanian,
Perkebunan,
Peternakan dan
Perikanan di
Kawasan
Perbatasan
Meningkatnya
Produksi
Pertanian,
Perkebunan,
Peternakan,
dan Perikanan
di Kawasan
Perbatasan
Arah Kebijakan
Meningkatkan
Produksi
Pertanian,
Perkebunan,
Peternakan, dan
Perikanan di
Kawasan
Perbatasan
Strategi
Program/Kegiatan
Ekstensifikasi dan
Intensifikasi
Pertanian,
Perkebunan,
Peternakan dan
Perikanan di
Kawasan
Perbatasan.
Program
Peningkatan
Ketahanan Pangan
Pertanian/Perkebun
an
Program
Peningkatan
Produksi Hasil
Peternakan
Program
Peningkatan
Produksi Hasil
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
135
Outcome/Output
Jumlah produksi
Pertanian (ton):
Padi, Buah-buahan, dan
Sayuran
Jumlah produksi sagu
(Ton)
Jumlah produksi
komoditi utama
perkebunan (kelapa
sawit, karet, kelapa)
(Kg/Ha/Thn)
Jumlah produksi daging
(Kg)
Jumlah produksi
perikanan tangkap (Ton)
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Peikanan
Peningkatan
Nilai Tukar
Petani
Meningkatnya
Nilai Tukar
Petani
Meningkatkan
Nilai Tukar Petani
Penguatan
Kapasitas Petani
dan Nelayan
Program
Peningkatan
Kesejahteraan
Petani
Peningkatan
Nilai Tambah
Produk
Pertanian,
Perkebunan,
Peternakan dan
Perikanan
Meningkatnya
Nilai Tambah
Produk
Pertanian,
Perkebunan,
Peternakan
dan Perikanan
Meningkatkan
nilai tambah
produk pertanian,
Perkebunan,
Peternakan dan
Perikanan
Pengembangan
Industri Hilir
Pertanian,
Perkebunan,
Peternakan dan
Perikanan
Program
Optimalisasi
Pengelolaan Dan
Pemasaran
Produksi Perikanan
Jumlah produksi
perikanan budidaya
(Ton)
Nilai Tukar Petani
Tanaman Pangan,
Hortikultura,,
Perkebunan, Peternakan
dan Perikanan
Jumlah usaha yang
mendapatkan fasilitasi
pemasaran (unit)
Nilai ekspor produk
perikanan (Rp/Tahun)
Terdapat Objekobjek Wisata Alam
dan Budaya di
Kawasan
Perbatasan, namun
belum
dikembangkan
Peningkatan
Daya Saing
IKM di
Kawasan
Perbatasan
Meningkatnya
Daya Saing
IKM di
Kawasan
Perbatasan
Meningkatkan
Daya Saing IKM
di Kawasan
Perbatasan
Peningkatan
Kapasitas dan
Kualitas IKM di
Kawasan
Perbatasan
Program
Pengembangan
Industri Kecil Dan
Menengah
Pengembangan
Pariwisata di
Wilayah
Perbatasan
Meningkatnya
jumlah
kunjungan
wisatawan
asing
Membangun
destinasi, sarana
dan prasarana
wisata
Pembangunan
destinasi, sarana
dan prasarana
wisata
Program
Pengembangan
Pemasaran
Pariwisata
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
136
Meningkatnya
pertumbuhan IKM (%),
produktifitas (omset per
tahun) dan jumlah
produk IKM (jenis) yang
mampu bersaing
Jumlah kunjungan
wisatawan mancanegara
(orang), jumlah event
pariwisata (kali), dan
rata-rata lama tinggal
wisatawan mancanegara
(hari)
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
secara optimal.
Program
Pengembangan
Destinasi
Pariwisata
Program
Peningkatan
Partisipasi
Masyarakat di
Bidang Pariwisata
Jumlah destinasi wisata
yang dikembangkan
(Destinasi)
Jumlah kelompok sadar
wisata yang aktif
(kelompok)
Jumlah desa wisata yang
dikembangkan (desa)
3.4.
Pelayanan Sosial
Dasar Kawasan
Perbatasan
Rendahnya
Aksesibilitas dan
Mutu Pendidikan
Masyarakat di
Kawasan
Perbatasan
Peningkatan
Asksesibilitas
dan Mutu
Pendidikan
Masyarakat di
Kawasan
Perbatasan
Meningkatnya
Kualitas SDM
di Kawasan
Perbatasan
Meningkatkan
SDM yang
berkualitas
Peningkatan
akses pelayanan
pendidikan
Program
Pengembangan
Kemitraan
Pariwisata
Program
Pengembangan
Ekonomi Kreatif
Berbasis Seni
Budaya
Program
Pendidikan Khusus
dan Layanan
Khusus
Jumlah tenaga SDM
profesi pariwasata yang
disertifikasi (orang)
Jumlah pelaku ekonomi
kreatif berbasis seni dan
budaya (orang)
APK
SD/MI/SDLB/Paket A
APM
SD/MI/SDLB/Paket A
APK SMP/MTs/SMPLB/
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
137
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Paket B
Program
Pendidikan
Menengah
Rendahnya Derajat
Kesehatan
Masyarakat di
Kawasan
Peningkatan
Derajat
Kesehatan
Masyarakat di
Meningkatnya
derajat
kesehatan
masyarakat
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Meningkatkan
derajat kesehatan
dan gizi
masyarkat
Peningkatan
kualitas pelayanan
kesehatan yang
merata dan
138
Program Obat dan
Perbekalan
Kesehatan
APM
SMP/MTs/SMPLB/
Paket B
APK
SMA/MA/SMK/SMALB
/Paket C
APM
SMA/MA/SMK/SMALB
/Paket C
APK
SMA/MA/SMK/SMALB
/Paket C
APM
SMA/MA/SMK/SMALB
/Paket C
APS
SMA/MA/SMK/SMALB
(16-18 Tahun)
Rasio murid terhadap
guru
SMA/MA/SMK/SMALB
Rasio murid terhadap
kelas
SMA/MA/SMK/SMALB
Rasio guru terhadap
kelas
SMA/MA/SMK/SMALB
Persentase penggunaan
obat rasional dan
perbekalan kesehatan
sesuai kebutuhan (%)
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Perbatasan
Isu Strategis
Sasaran
Kawasan
Perbatasan
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
terjangkau
Program Promosi
Kesehatan dan
Pemberdayaan
Masyarakat
Program Perbaikan
Gizi Masyarakat
Program
Pengembangan
Lingkungan Sehat
Program Keluarga
Berencana
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Outcome/Output
139
Persentase penggunaan
obat rasional di fasilitas
pelayanan kesehatan
dasar pemerintah (%)
Persentase rumah tangga
yang menerapkan
perilaku hidup bersih dan
sehat (%)
Prevalensi gizi buruk
balita (%)
Persentase penduduk
yang memanfaatkan air
minum berkualitas (%)
Meningkatkannya
partisipasi program
keluarga berencana.
Rasio Akseptor KB aktif
per Jumlah Pasangan
Usia Subur (orang)
Jumlah Akseptor KB
aktif (orang)
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Program
pengembangan dan
pendayagunaan
Sumberdaya
Kesehatan
Persentase Puskesmas
yang memiliki 5 Jenis
Tenaga Kesehatan
(Tenaga Kesling, Tenaga
Kefarmasian, Tenaga
Gizi, Tenaga Kesehatan
Masyarakat dan Analis
Kesehatan) (%)
Persentase cakupan
pelayanan puskesmas
dan rumah sakit baik
pemerintah maupun
swasta (%)
Persentase cakupan
pelayanan kesehatan
dasar (%)
Persentase masyarakat
miskin dan tidak mampu
yang sakit mendapat
pelayanan kesehatan (%)
Persentase masyarakat
miskin dan tak mampu
mempunyai jaminan
kesehatan melalui JKN
(%)
Angka kesakitan
penyakit menular,
diantaranya DBD,
malaria, dan HIV/AIDS
pada kelompok resiko
tinggi
Program Upaya
Kesehatan
Masyarakat
Program
Pembiayaan
Kesehatan
Program
Pencegahan dan
Penanggulangan
Penyakit Menular
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
140
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Program
Penanggulangan
Krisis Kesehatan
Rendahnya
Aksesibilitas
Masyarakat
Terhadap Energi
Listrik
Rendahnya
Aksesibilitas
Masyarakat
Terhadap Air
Bersih dan Air
Minum
Peningkatan
Akses
Masyarakat
Terhadap Energi
Listrik
Peningkatan
Akses
Masyarakat
Terhadap Air
Bersih dan Air
Minum
Meningkatnya
Akses
Masyarakat
Terhadap
Energi Listrik
Meningkatnya
Akses
Masyarakat
Terhadap Air
Bersih dan Air
Minum
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Mengembangkan
energi listrik dan
pemanfaatan
pembangkit listrik
Membangun
sarana dan
prasarana air
bersih dan air
minum
Penyediaan energi
listrik dan
pemanfaatan
pembangkit listrik
Pembangunan
sarana dan
prasarana air
bersih dan air
minum
141
Program
Pembinaan Dan
Pengembangan
Bidang
Ketenagalistrikan
Program
Pembinaan dan
Pengembangan
Energi Baru dan
Konservasi Energi
Program
Penyediaan dan
Pengelolaan Air
Minum
Outcome/Output
Persentase Prosentase
Krisis kesehatan
termasuk KLB yang
ditangani < 24 Jam (%)
Persentase Tingkat
Kebugaran Masyarakat
(%)
Tersedinnya unit
pembangkit/genset dan
jaringan (unit dan Kms)
Tersedianya dokumen
konservasi energi dan
unit pembangkit listrik
energi baru terbarukan
(dokumen dan unit)
Jumlah pembangkit
isolated yang
menggunakan EBT (unit)
Jumlah dokumen
pembinaan dan
pengawasan sektor
energi baru terbarukan
(EBT) (dokumen)
Tersedianya prasarana air
minum di 6 Kab/Kota
Wilayah Perbatasan
Negara (desa)
LAPORAN AKHIR
No
4.1
Aspek/Fokus
Penguatan
Kelembagaan
Permasalahan
Terdapat suku
tertinggal di
wilayah perbatasan
negara (suku Akit),
khususnya di
Kabupaten
Bengkalis,
Kabupaten
Kepulauan Meranti
dan Kabupaten
Pelalawan yang
memerlukan
perhatian khusus
dalam
pengembangan
sumberdaya
manusianya.
Belum
dilaksanakan pramusrenbang untuk
penguatan
koordinasi,
integrasi,
sinkronisasi dan
sinergitas
pembangunan
kawasan perbatasan
di Provinsi Riau.
Isu Strategis
Belum optimal
koordinasi,
integrasi,
sinkronisasi dan
sinergitas
program
pengelolaan
perbatasan
negara di
Provinsi Riau
Sasaran
Meningkatnya
kualitas
penyelenggara
an koordinasi,
integrasi,
sinkronisasi
dan sinergitas
program
pengelolaan
perbatasan
Negara di
Provinsi Riau
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Arah Kebijakan
Memperkuat
koordinasi,
integrasi,
sikronisasi dan
sinergitas antar
stakeholders
Strategi
Penguatan sistem
koordinasi
pengelolaan batas
wilayah negara
dan pembangunan
kawasan
perbatasan
142
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Program
Pembangunan
Infrastruktur
Pedesaaan
Jumlah desa yang
terlayani air minum
(desa)
Program Kerjasama
Pembangunan
Dokumen koordinasi,
sinkronisasi dan evaluasi
perencanaan kerjasama
pembangunan
(Dokumen)
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
Outcome/Output
Desa/Kelurahan
dan kecamatan
yang berada di
kawasan perbatasan
antara Provinsi
Riau dengan
Malaysia sangat
minim saranaprasarana, terisolir
dengan SDM
terbatas.
Terbatasnya
sumberdaya,
sarana prasarana
pendukung serta
kemampuan
SDM lembaga
pengelola
perbatasan yang
ada di Provinsi
Riau
Meningkatnya
kualitas dan
kuantitas
sumber daya,
sarana
prasarana
pendukung,
serta SDM
lembaga
pengelola
perbatasan di
Provinsi Riau
Meningkatkan
kuantitas dan
kualitas sarana prasarana serta
sistem pelayanan
lembaga
pengelola
perbatasan
Pembangunan/pen
ingkatan kualitas
sarana dan
prasarana
penyelenggaraan
pengelolaan
perbatasan
Provinsi Riau
Program
Pengembangan
Wilayah Perbatasan
Jumlah perencanaan dan
pembangunan di wilayah
perbatasan (Dokumen)
Program Penataan
Pembangunan dan
Lingkungan
Jumlah kawasan yang
tertata dengan kaidah
penataan pembangunan
dan lingkungan
(Kawasan)
Jumlah destinasi wisata
yang dikembangkan
(destinasi)
Tersedianya sarana dan
prasarana perhubungan
(simpul)
Program
Pengembangan
Destinasi Wisata
Program
Pembangunan
Sarana dan
Prasarana
Perhubungan
Program
Pengembangan
Infrastruktur
Komunikasi dan
Informatika
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
143
Jumlah desa yang
terkoneksi jaringan
komunikasi dan
informatika
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Permasalahan
Isu Strategis
Sasaran
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
Arah Kebijakan
Strategi
Program/Kegiatan
2.
Mengembangkan
program
peningkatan
kapasitas lembaga
pengelola
perbatasan
Provinsi Riau
Program
Peningkatan
Kapasitas Aparatur
Pemerintahan Desa
Tingkat kapasitas
aparatur desa dalam
penyelenggaraan
Pemerintahan Desa (%)
Program
Peningkatan
Kualitas
Kelembagaan
Persentase peningkatan
kualitas kelembagaan
144
Outcome/Output
LAPORAN AKHIR
Lampiran 2. Matriks Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2017-2019
No
1.
1.1.
1.2
2.
Aspek/Fokus
Program
Outcome
Kondisi
Awal
(2015)
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
OPD
Penanggung
Jawab
PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA
Batas Negara
Wilayah Laut
Pertahanan dan
Keamanan serta
Penegakan
Hukum
Program
Kerjasama
Pembangunan
Jumlah kegiatan
perencanaan dan
pembangunan di
wilayah perbatasan.
(Kecamatan)
1
NA
6
8
8
2,205
2,940
2,940
Program
Pengembangan
Wilayah
Perbatasan
Turap semen (meter)
dan turap hijau (ha)
di sepanjang pantai
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
Program
Kerjasama
Pembangunan
Jumlah rekomendasi
kebijakan kerjasama
pembangunan
(rekomendasi
kebijakan)
NA
NA
1
1
1
584
584
584
Program
Kerjasama
Pembangunan
Jumlah kapal patroli
yang memenuhi
standarisasi
Pertahanan dan
Keamanan di laut
yang dibantu (unit)
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
Program
Kerjasama
Pembangunan
Jumlah kelompok
masyarakat yang
berperan aktif dalam
mengamankan batas
dan kedaulatan
negara (Kelompok)
NA
NA
3
6
9
150
300
450
PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
145
Kabupaten Rokan
Hilir, Kabupaten
Bengkalis dan
Kabupaten
Kepulauan
Meranti
Kabupaten
RokanHilir,
Kabupaten
Bengkalis dan
Kabupaten
Kepulauan
Meranti
Kabupaten Rokan
Hilir, Kabupaten
Bengkalis dan
Kabupaten
Kepulauan
Meranti
Kab. Kepulauan
Meranti, Kab.
Rokan Hilir, Kota
Dumai, Kab.
Indragiri Hilir,
Kab. Pelalawan,
dan Kab.
Bengkalis.
Kabupaten Rokan
Hilir, Kabupaten
Bengkalis dan
Kabupaten
Kepulauan
Meranti
BAPPEDA dan
BPPD Provinsi
Riau
Dinas Pekerjaan
Umum dan
Penataan Ruang
BPPD Provinsi
Riau
Sekretariat
Daerah, Badan
Pengelola
Keuangan dan
Aset Daerah
BAPPEDA dan
BPPD Provinsi
Riau
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
2.1
Ekonomi Lintas
Batas
Program
Outcome
Program
Peningkatan
Kerjasama
Perdagangan
Internasional
Jumlah kerjasama
perdagangan
internasional
Program
Kerjasama
Pembangunan
Regulasi
perdagangan lintas
batas yang direvisi
(dokumen)
Kondisi
Awal
(2015)
NA
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
2017
2018
2019
3
3
3
250
600
606
NA
NA
0
1
0
0
500
0
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
96
Pengamanan
dan
Pengawasan
Program
Kerjasama
Pembangunan
Jumlah pelanggaran
hukum di batas
wilayah laut yang
tertangani (kasus)
2.3
Sosial-Budaya
Lintas Batas
Program
Peningkatan
Kualitas
Penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan
Jumlah
Pengelola/Petugas
Sebagai
Administrasi
ADMINDUK
(Orang)
12
Program
Pengembangan
dan Pelestarian
Nilai-Nilai
Budaya
Persentase
pelestarian
keanekaragaman
budaya melayu dan
kearifan lokal
55
70
1
Program
Kerjasama
Pembangunan
Jumlah pos lintas
batas aktif (unit)
5
5
6
Sarana dan
Prasarana
Lintas Batas
2019
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
1
2.2
2.4
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
100
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
100
100
9
11
146
350
356
388
56,399
0
61,377
75
225
375
Kab. Rokan Hilir,
Kota Dumai, Kab.
Bengkalis,
Kab.Pelalawan,
Kab. Kepulauan
Meranti, dan Kab.
Indragiri Hilir.
Kab. Kepulauan
Meranti, Kab.
Bengkalis, Kab.
Rokan Hilir, dan
Kota Dumai.
Kabupaten Rokan
Hilir, Kab.
Bengkalis, Kab.
Kedpulauan
Meranti, dan Kota
Dumai.
Kab. Rokan Hilir,
Kota Dumai, Kab.
Bengkalis,
Kab.Pelalawan,
Kab. Kepulauan
Meranti, dan Kab.
Indragiri Hilir.
Kab. Rokan Hilir,
Kota Dumai, Kab.
Bengkalis,
Kab.Pelalawan,
Kab. Kepulauan
Meranti, dan Kab.
Indragiri Hilir.
Sinaboi
Kabupaten Rokan
Hilir, Kuala
Gaung dan Kuala
Enok Kabupaten
OPD
Penanggung
Jawab
Dinas
Perdagangan
Koperasi dan
Usaha Kecil
Menengah
BAPPEDA,
BPPD Provinsi
Riau, dan Dinas
Perdagangan
Koperasi Usaha
Kecil dan
Menengah
Dinas Kelautan
dan Perikanan
Dinas
Kependudukan,
Pencatatan Sipil,
Pengendalian
Penduduk dan
Keluarga
Berencana
Dinas
Kebudayaan
BPPD Provinsi
Riau
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Outcome
Kondisi
Awal
(2015)
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
OPD
Penanggung
Jawab
Indragiri Hilir.
3.
Program
Pengembangan
Wilayah
Perbatasan
Jumlah pos lintas
batas yang dibangun
(unit)
1
0
0
1
1
0
750
750
Rangsang dan
Merbau Kab.
Kepulauan
Meranti
Program
Pengembangan
Wilayah
Perbatasan
Jumlah pos lintas
batas yang
representatif (unit)
0
0
5
9
11
1,250
1,000
750
Kab. Rokan Hilir,
Kab. Bengkalis,
Kab.Pelalawan,
Kab. Kepulauan
Meranti, dan Kab.
Indragiri Hilir.
Kabupaten Rokan
Hilir, Kota
Dumai,
Kabupaten
Bengkalis,
Kabupaten
Kepulauan
Meranti,
Kabupaten
Pelalawan dan
Kabupaten
Indragiri Hilir
Jalan dan
Jembatan yang
Menghubungi
Sinaboi
(Kabupaten
Rokan Hilir0
dengan Sei
Sembilan (Kota
Dumai), serta
Jalan dan
Jembatan yang
BAPPEDA,
BPPD Provinsi
Riau, dan Dinas
Pekerjaan
Umum dan
Penataan Ruang
BAPPEDA,
BPPD Provinsi
Riau, dan Dinas
Pekerjaan
Umum dan
Penataan Ruang
PENGELOLAAN AKTIVITAS LINTAS BATAS NEGARA
3.1.
Penataan Ruang
Kawasan
Perbatasan
Program Penataan
Ruang
Dokumen RTRW
kawasan perbatasan
negara
0
0
0
0
1
0
0
750
3.2.
Intrastruktur
Kawasan
Perbatasan
Program
Pembangunan
Jalan dan
Jembatan
Penambahan
panjang jalan di
wilayah perbatasan
negara (km)
17
20
22
22
24
147,592
142,422
155,266
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
147
BAPPEDA dan
BPPD Provinsi
Riau
Dinas Pekerjaan
Umum dan
Penataan Ruang
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Program
Rehabilitasi/Pemel
iharaan Jalan dan
Jembatan
Program Inspeksi
Kondisi Jalan dan
Jembatan
Outcome
Kondisi
Awal
(2015)
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
Penambahan
panjang jembatan di
wilayah perbatasan
negara (meter)
141
141
4
4
4
Jumlah desa di
wilayah perbatasan
negara yang rendah
aksebilitas (Desa)
22
9
8
6
4
6,709
13,417
13,417
Panjang jalan di
kawasan perbatasan
negara yang
dipelihara (km )
NA
NA
20
20
20
5,838
5,838
5,838
Panjang jembatan di
kawasan perbatasan
negara yang
dipelihara (meter)
NA
NA
5
5
5
Jumlah dokumen
administrasi jalan
dan jembatan di
kawasan perbatasan
negara (Dokumen)
NA
NA
6
6
6
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
148
417
417
417
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
Menghubungi
Pulau Burung
(Kabupaten
Indragiri Hilir)
dengan Sokoi
(Kabupaten
Pelalawan).
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
12
OPD
Penanggung
Jawab
Dinas Pekerjaan
Umum dan
Penataan Ruang
Dinas Pekerjaan
Umum dan
Penataan Ruang
Dinas Pekerjaan
Umum dan
Penataan Ruang
Dinas Pekerjaan
Umum dan
Penataan Ruang
17071.7
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Outcome
Program
Pembangunan
Prasarana dan
Fasilitas
Perhubungan
Jumlah sarana dan
prasarana pelabuhan
yang dibangun (unit)
Program
Rehabilitasi dan
Pemeliharaan
Prasarana dan
Fasilitas
Perhubungan
Program
Pengembangan
Wilayah Strategis
dan Cepat
Tumbuh
Jumlah prasarana
dan fasilitas yang
pelihara
Kondisi
Awal
(2015)
N/A
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
N/A
1
1
1
700
700
700
N/A
N/A
4 Lokasi, 4
Lintasan
4 Lokasi, 1
Kegiatan, 4
Lintasan
4 Lokasi, 1
Kegiatan, 4
Lintasan
1,237
1,412
1,412
Jumlah kawasan
strategis yang
ditingkatkan
infrastrukturnya
(kawasan)
N/A
N/A
Program
Kerjasama
Pembangunan
Jumlah rekomendasi
kebijakan kerjasama
pembangunan
N/A
Program
Pengembangan
Wilayah Strategis
dan Cepat
Tumbuh
Jumlah kawasan
strategis yang
terbangun
infrastrukturnya
N/A
1
1
1
10,150
10,318
11,249
N/A
0
0
1
0
0
750
N/A
N/A
N/A
1
N/A
N/A
25,000
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
149
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
Kabupaten Rokan
Hilir, Kota
Dumai,
Kabupaten
Bengkalis,
Kabupaten
Kepulauan
Meranti,
Kabupaten
Pelalawan dan
Kabupaten
Indragiri Hilir
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Kawasan Industri
Pelintung Dumai
di Kecamatan
Medang Kampai
Kota Dumai
Terminal
Agribisnis Dumai
di Kecamatan
Dumai Barat Kota
Dumai
Kawasan Industri
Buton di
Kecamatan
Sungai Apit
Kabupaten Siak
dan Kawasan
Industri Kuala
Enok di
Kecamatan Enok
OPD
Penanggung
Jawab
Dinas Pekerjaan
Umum dan
Penataan Ruang
Dinas
Perhubungan
Dinas
Perumahan
Rakyat dan
Kawasan
Pemukiman,
Cipta Karya dan
Pertanahan
BAPPEDA
Provinsi Riau
BAPPEDA
Provinsi Riau
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Outcome
Kondisi
Awal
(2015)
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
OPD
Penanggung
Jawab
Kabupaten
Indragiri Hilir
3.3.
Pertumbuhan
Ekonomi
Kawasan
Perbatasan
Program
Peningkatan
Ketahanan Pangan
Pertanian/Perkebu
nan
Jumlah produksi
pertanian (ton)
19,738
Padi
462,551
483,351
408,341
422,118
435,898
Buah-buahan
183,571
186,325
189,129
191,957
211,153
64,564
22,602
24,517
26,704
29,374
Sayuran
20,065
21,875
Jumlah produksi
daging (Kg)
11,728,8
65
11,611,886
12,219,064
13,210,812
14,531,893
45,893
46,652
50,861
Program
Peningkatan
Produksi Hasil
Perikanan
Jumlah produksi
perikanan tangkap
(Ton)
133,209
136,106
134,261
135,603
136,000
2,454
2,495
2,720
Jumlah produksi
perikanan budidaya
(Ton)
Nilai Tukar Petani
123,472
154,291
111,762
125,173
136,000
15,641
15,899
17,334
6,306
6,411
6,989
Tanaman Pangan
107
117
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
117
117
129
150
Dinas Pertanian
dan Perkebunan
Dinas Pertanian
dan Perkebunan
Dinas Pertanian
dan Perkebunan
Program
Peningkatan
Produksi Hasil
Peternakan
Program
Peningkatan
Kesejahteraan
Petani
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Dinas
Peternakan dan
Kesehatan
Hewan
Dinas Kelautan
dan Perikanan
Dinas Pertanian
dan Perkebunan
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Outcome
Tanaman
Hortikultura
Kondisi
Awal
(2015)
96
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
121
122
122
134
2018
2019
Peternakan
101
105
106
107
118
Jumlah usaha yang
mendapatkan
fasilitasi pemasaran
(unit)
NA
NA
5
10
15
Nilai ekspor produk
perikanan (USD)
NA
NA
8.500.000
8.800.000
8.900.000
Program
Pengembangan
Industri Kecil Dan
Menengah
Persentase
peningkatan
pertumbuhan IKM
(%)
400
400
7
7
7
4,729
3,500
3,535
Program
Pengembangan
Pemasaran
Pariwisata
Jumlah kunjungan
wisatawan
mancanegara
(Jiwa).**
51,430
54,388
57,516
58,666
63,371
4,586
4,678
5,053
Program
Pengembangan
Destinasi
Pariwisata
Jumlah destinasi
wisata yang
dikembangkan
(Destinasi)
16
16
1
1
1
200
203
222
Program
Optimalisasi
Pengelolaan Dan
Pemasaran
Produksi
Perikanan
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
151
2,788
2,834
3,090
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Kabupaten Rokan
Hilir, Kota
Dumai,
Kabupaten
Bengkalis,
Kabupaten
Kepulauan
OPD
Penanggung
Jawab
Dinas Pertanian
dan Perkebunan
Dinas
Peternakan dan
Kesehatan
Hewan
Dinas Kelautan
dan Perikanan
Dinas Kelautan
dan Perikanan,
Dinas
Perdagangan
Dinas
Perindustrian,
Dinas
Perdagangan
Koperasi Usaha
Kecil dan
Menengah
Dinas Pariwisata
Dinas Pariwisata
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Program
Peningkatan
Partisipasi
Masyarakat di
Bidang Pariwisata
3.4.
Pelayanan
Sosial Dasar
Kawasan
Perbatasan
Outcome
Jumlah kelompok
sadar wisata yang
aktif (Kelompok)
Kondisi
Awal
(2015)
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
8
32
19
20
22
912
930
1,010
Jumlah desa wisata
yang dikembangkan
(desa)
26
38
3
3
4
1,050
1,071
1,164
Program
Pengembangan
Kemitraan
Pariwisata
Jumlah tenaga SDM
profesi pariwasata
yang disertifikasi
(orang)
200
200
665
676
737
3,550
3,609
3,934
Program
Pengembangan
Ekonomi Kreatif
Berbasis Seni
Budaya
Jumlah pelaku
ekonomi kreatif
berbasis seni dan
budaya (orang)
NA
NA
495
504
549
8,135
8,269
9,015
Program
Pendidikan
Khusus dan
Layanan Khusus
APK
SD/MI/SDLB/Paket
A
116
117
1
1
1
18,237
18,539
20,211
APM
SD/MI/SDLB/Paket
A
98
99
1
1
1
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
152
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
Meranti,
Kabupaten
Pelalawan dan
Kabupaten
Indragiri Hilir
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
OPD
Penanggung
Jawab
Dinas Pariwisata
Dinas Pariwisata
Dinas Pariwisata
Dinas Pariwisata
Dinas
Pendidikan
Dinas
Pendidikan
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Outcome
Kondisi
Awal
(2015)
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
OPD
Penanggung
Jawab
Pelalawan dan
Inhil
Program
Pendidikan
Menengah
APK
SMP/MTs/SMPLB/
Paket B
107
107
1
1
1
APM
SMP/MTs/SMPLB/
Paket B
97
97
1
1
1
APK
SMA/MA/SMK/SM
ALB/Paket C
90
90
1
1
82,44%
APM
SMA/MA/SMK/SM
ALB/Paket C
71
72
1
1
73,26%
APK
SMA/MA/SMK/SM
ALB/Paket C
80
80
77
80
82
APM
SMA/MA/SMK/SM
ALB/Paket C
72
73
63
68
73
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
153
373,464
379,650
413,905
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Dinas
Pendidikan
Dinas
Pendidikan
Dinas
Pendidikan
Dinas
Pendidikan
Dinas
Pendidikan
Dinas
Pendidikan
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Outcome
Program Obat dan
Perbekalan
Kesehatan
Persentase
penggunaan obat
rasional di fasilitas
pelayanan kesehatan
dasar pemerintah
(%)
Persentase rumah
tangga yang
menerapkan
perilaku hidup
bersih dan sehat
(%)
Prevalensi gizi
buruk balita (%)
Program Promosi
Kesehatan dan
Pemberdayaan
Masyarakat
Program
Perbaikan Gizi
Masyarakat
Kondisi
Awal
(2015)
65
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
70
75
75
75
7,178
7,232
26,145
30
40
50
60
70
5,196
5,652
21,355
2
1
1
1
1
3,327
3,598
11,257
Program
Pengembangan
Lingkungan Sehat
Persentase
penduduk yang
memanfaatkan air
minum berkualitas
(%)
32
34
30
35
40
2,395
2,523
2,652
Program
pengembangan
dan
pendayagunaan
Sumberdaya
Kesehatan
Persentase
Puskesmas yang
memiliki 5 Jenis
Tenaga Kesehatan
(Tenaga Kesling,
Tenaga
Kefarmasian,
Tenaga Gizi, Tenaga
Kesehatan
Masyarakat dan
Analis Kesehatan )
(%)
83
85
87
90
95
25,476
25,558
28,114
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
154
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
OPD
Penanggung
Jawab
Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Program Upaya
Kesehatan
Masyarakat
Program
Pencegahan dan
Penanggulangan
Penyakit Menular
Program
Penanggulangan
Krisis Kesehatan
Program
Pembinaan Dan
Pengembangan
Bidang
Ketenagalistrikan
Outcome
Persentase cakupan
pelayanan
puskesmas dan
rumah sakit baik
pemerintah maupun
swasta (%)
Persentase
kecamatan yamg
memiliki minimal 1
puskesmas
tersertifikasi
akreditasi (%)
Angka kesakitan
(IR) akibat DBD
(per 100,000
penduduk)
Angka malaria
positif (Annual
Parasite
Incidence/API)
Persentase ODHA
yang mendapat
pengobatan ARV
Persentase
Prosentase Krisis
kesehatan termasuk
KLB yang ditangani
< 24 Jam (%)
Jumlah lokasi yang
memperoleh
manfaat
pembangunan
sarana
ketenagalistrikan
(lokasi)
Kondisi
Awal
(2015)
37
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
35
35
38
40
2,242
2,915
3,789
0
5
20
40
60
585
3,599
4,138
50
49
48
47
46
1,839
2,073
337
<1
<1
<1
<1
<1
88
80
85
87
90
100
100
100
100
100
1,839
2,073
337
NA
NA
5
5
5
19,485
21,384
23,523
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
155
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
OPD
Penanggung
Jawab
Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan
Dinas Energi
dan Sumberdaya
Mineral
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Outcome
Program
Pembinaan dan
Pengembangan
Energi Baru dan
Konservasi Energi
Jumlah pembangkit
isolated yang
menggunakan EBT
(unit)
Program
Pembangunan
Infrastruktur
Pedesaaan
Jumlah dokumen
pembinaan dan
pengawasan sektor
energi baru
terbarukan (EBT)
(dokumen)
Jumlah desa yang
terlayani air minum
(desa)
Kondisi
Awal
(2015)
NA
Perkiraan
2016
NA
NA
NA
NA
NA
2019
2017
13,708
2018
5,000
2019
5,500
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
OPD
Penanggung
Jawab
Dinas Energi
dan Sumberdaya
Mineral
22
22
22
220
220
220
NA
1
1
1
350
350
350
22 Lokpri - 6
Kabupaten/Kota
BAPPEDA dan
BPPD Provinsi
Riau
NA
NA
1
1
1
350
350
350
22 Lokpri - 6
Kabupaten/Kota
BAPPEDA dan
BPPD Provinsi
Riau
10
10
Pasir Limau
Kapas (Rohil),
Rupat Utara
(Bengkalis),
Bantan
(Bengkalis),
Dinas
Perumahan
Rakyat dan
Kawasan
Pemukiman,
Cipta Karya dan
PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA
Penguatan
Kelembagaan
Program
Pengembangan
Wilayah
Perbatasan
Program Penataan
Pembangunan dan
Lingkungan
2018
120 SHS, 1
PLTS
Terpusat, 1
PLTMH
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
2
4.
Dokumen
koordinasi,
sinkronisasi dan
evaluasi
perencanaan
kerjasama
pembangunan
(Dokumen)
Jumlah perencanaan
dan pembangunan di
wilayah perbatasan
(Dokumen)
Jumlah Bangunan
dan Lingkungan
strategis provinsi
yang dibangun dan
ditingkatkan
(Bangunan)
2017
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2
4.1
Program
Kerjasama
Pembangunan
NA
Target Capaian
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
10
15
17
156
43,000
43,710
47,654
Dinas Energi
dan Sumberdaya
Mineral
Dinas
Perumahan
Rakyat dan
Kawasan
Pemukiman,
Cipta Karya dan
Pertanahan
LAPORAN AKHIR
No
Aspek/Fokus
Program
Outcome
Kondisi
Awal
(2015)
Perkiraan
2016
Target Capaian
2017
2018
Pagu Indikatif (Juta Rupiah)
2019
2017
2018
2019
Lokasi (Kab.
Kota/Lokpri)
Rangsang Pesisir
(Kep. Meranti),
Kuala Kampar
(Pelalawan) dan
Pulau Burung
(Inhil)
Program
Pengembangan
Destinasi Wisata
Program
Pengembangan
Infrastruktur
Komunikasi dan
Informatika
Program
Peningkatan
Kapasitas
Aparatur
Pemerintahan
Desa
Program
Peningkatan
Kualitas
Kelembagaan
Jumlah kawasan
yang tertata sesuai
dengan kaidah
penataan
pembangunan dan
lingkungan
(kawasan)
Jumlah destinasi
wisata yang
dikembangkan
(destinasi)
2
5
16
16
1
1
1
200
203
222
Jumlah jaringan
infrastruktur
komunikasi dan
informatika yang
terpasang (titik
jaringan)
Tingkat kapasitas
aparatur desa dalam
penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
(%)
NA
NA
51
51
54
12,670
12,474
13,785
15
35
45
55
65
3,200
3,200
3,200
Persentase
peningkatan kualitas
kelembagaan
NA
NA
74
85
90
3,156
3,135
3,383
PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016
157
Pasir Limau
Kapas (Rohil),
Rupat Utara
(Bengkalis) dan
Bantan
(Bengkalis)
Seluruh Desa di
18 Lokpri di
Rohil, Bengkalis,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Desa di
18 Lokpri di
Rohil, Bengkalis,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
Seluruh Lokpri di
Kabupaten Rohil,
Bengkalis, Dumai,
Kep. Meranti,
Pelalawan dan
Inhil
OPD
Penanggung
Jawab
Pertanahan
Dinas Pariwisata
Dinas
Komunikasi,
Informatika dan
Statistik
Dinas
Pemberdayaan
Masyarakat dan
Desa
Sekretariat
Daerah
Download