LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENCANA INDUK DAN RENCANA AKSI PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2016 KUALA LUMPUR PORT KELANG GEMAS SEREMBAN PORT DICKSON 1 KLUANG MALAKA SEDEL 2 MUAR 3 P. Rupat PROVINSI SUMATERA UTARA Dumai Pelintung KOTA TINGGI PANIPAHAN (Kab. Rokan Hilir) 2 SINABOI (Kab. Rokan Hilir) 3 TANJUNG MEDANG (Kab. Bengkalis) 4 SUNGAI. PAKNING (Kab. Bengkalis) 5 SELAT BARU (Kab. Bengkalis) 6 TELUK BELITUNG (Kab. Kep Meranti) 7 TANJUNG SAMAK (Kab. Kep Meranti) 8 SERAPUNG (Kab. Pelalawan) BATU PAHAT JOHOR BARU 4 5 KUKUP 6 PROVINSI RIAU 1 Tj. Buton 7 8 9 10 11 Kuala Enok 9 10 11 GUNTUNG (Kab. Indragiri Hilir) KUALA GAUNG (Kab. Indragiri Hilir) KUALA ENOK (Kab. Indragiri Hilir) Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Riau (LPPM UR) 2016 KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala karena berkat limpahan Rahmat-Nya Laporan Kegiatan Penyusunan Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun Anggaran 2016 telah dapat diselesaikan. Semoga dokumen ini dapat sebagai bahan rujukan bagi memajukan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melaksanakan penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau, sebagai bagian integral dari dokumen perencanaan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk Renduk PBWNKP 2015-2019, dengan tujuan tersusunnya Renduk PBWNKP Provinsi Riau sebagai dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan di Provinsi Riau. Dalam menyusun dokumen ini, Badan Pengelola Perbatasan (BPPD) Provinsi Riau melibatkan Tenaga Ahli dari Universitas Riau, yaitu: Dr. Djaimi Bakce, SP, M.Si selaku Ketua Tim Ahli, dengan anggota Ir. Syaiful Hadi, M.Si, Ph.D dan Dr. Ir. Afrizal Tanjung, M.Sc. Atas partisipasi aktif dan kesungguhan Tim Ahli dalam menyelesaikan penyusunan dokumen ini BPPD Provinsi Riau mengucapkan terima kasih. Pekanbaru, November 2016 Kepala BPPD Provinsi Riau H. SYAFRIL TAMUN, ST, MT Pembina Utama Muda NIP. 19580717 198011 1 001 i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii DAFTAR TABEL ............................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. Latar BelakangPenelitian ..................................................... 1.2. Maksud, Tujuan dan Saran .................................................. 1.3. Landasan Hukum ................................................................. 1.4. Sistematika Penulisan .......................................................... 1.5. Pengertian dan Defenisis ..................................................... BAB II. TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA TAHUN 2015 – 2019 ..... 2.1. Elemen Dasar Geografis ...................................................... 2.2. Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia ........... 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara ............................................................... BAB III. BAB IV. BAB V. KONDISI PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU ...... 3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau ................. 3.2. Kondisi Kawasan Batas Negara di Provinsi Riau................ 3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau ..... 3.4. Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ....................................................................... ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU .................................................................... 4.1. Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di ProvinsiRiau ........................................................................ 4.2. Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ....................................................................... 4.3. Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau ....................................................................... 4.4. Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ................................................................... VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU .................................................................... 5.1. Visi dan Misi........................................................................ 5.2. Tujuan dan Sasaran .............................................................. 5.3. Strategi dan Arah Kebijakan ................................................ ii 1 1 3 3 6 7 10 10 11 15 18 18 21 68 74 85 85 86 90 92 97 97 99 101 BAB VI. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU........................ 6.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau ....................................................... 6.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau .................................... 6.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau ............................................. 6.4. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ................ BAB VII. AGENDA PRIORITAS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU ................................................... 7.1. Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau ....................................................................... 7.2. Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ....................................................... 7.3. Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau ....................................................... 7.4. Agenda Prioritas Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau .................................... 105 105 106 109 111 116 116 116 117 118 BAB VIII. KAIDAH PENGELOLAAN ......................................................... 8.1. Perencanaan Program dan Kegiatan .................................... 8.2. Penganggaran ....................................................................... 8.3. Pelaksanaan .......................................................................... 8.4. Evaluasi, Pengawasan dan Pelaporan .................................. 119 119 121 122 123 BAB IX. PENUTUP ..................................................................................... 126 LAMPIRAN ..................................................................................................... 127 iii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Lokpri Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun 2015-2019 ................................................................................... 11 Tabel Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara ............................................................. 13 Tabel 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara . 14 Tabel 2.4. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan ................................................................................... 15 Tabel 2.5. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan .............. 17 Tabel 3.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Riau di Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2010-2015............................... 22 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Riau di Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ........................................ 23 Ketersediaan Ruang Kelas dan Penduduk Usia Sekolah pada Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Provinsi Riau Tahun 2015 ................. 26 Rasio Siswa dan Guru Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayan Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 .. 27 Angka Kelulusan Menurut Jenjang Pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ................................. 28 Jumlah Fasilitas dan Rasio Pelayanan Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 dan 2015* ............... 31 Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau 2014 dan 2015* .................................................................................... 33 Jumlah dan Rasio Tenaga Medis Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ................................................................... 35 Infrastruktur Jalan Nasional dan Provinsi Melintasi Kabupaten/Kotadi Provinsi Riaudi Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ................................. 38 Tabel 2.2. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. iv Tabel 3.10. Panjang Jalan Menurut Status pada Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ................................................................... 40 Tabel 3.11. Kapasitas Ketersedian Air Minum Layak padaKabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2011-2015............................... 41 Tabel 3.12. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air MinumKabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 .. 42 Tabel 3.13. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air Memasak Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 .. 42 Tabel 3.14. Rasio Elektrifikasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2011-2015 ........................................................................ 43 Tabel 3.15. Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa Yang Terlayani Listrik Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ..................... 43 Tabel 3.16. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Termasuk Minyak Bumi dan Gas Tahun 2012-2015 (Juta Rupiah) ............ 45 Tabel 3.17. Produksi Perikanan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2015 ................................................................................. 52 Tabel 3.18. Objek Wisata Yang Terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ................................................................................. 54 Tabel 3.19. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ................................. 57 Tabel 3.20. Kebutuhan dan Kemampuan Beras Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ........................................ 57 Tabel 3.21. Potensi Peningkatan Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2015 ................................. 58 v Tabel 3.22. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas SayuranMenurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 ................................. 60 Tabel 3.23. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah-BuahanMenurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 ................................. 61 Tabel 3.24. Luas, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, Kelapa dan Karet Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 ................................................................................. 62 Tabel 3.25. Jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Menurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 ................................. 64 Tabel 3.26. Populasi Ternak dan Produksi Daging Provinsi Riau Tahun 2011 – 2015 ................................................................................ 68 Tabel 3.27. Lokasi Prioritas Batas Negara di Provinsi Riau.......................... 69 Tabel 3.28. Lokasi Kawasan Industri Provinsi Riau Tahun 2015 .............. 73 vi DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Peta Provinsi Riau .................................................................... 21 Gambar 3.2. Letak Geografis Provinsi Riau ................................................. 22 Gambar 3.3. Persentase Penduduk Usia Sekolah Yang Tidak Bersekolah di Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014..................................... 24 Gambar 3.4. Persentase Persentase Posyandu Aktif Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2013-2015 ..... 30 Gambar 3.5. Rasio Tenaga Medis Per Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun 2015 ............................................................................... 36 Gambar 3.6. Surplus/Defisit Pustu, Poskesdes dan Polindes Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ............................... 37 Gambar 3.7. Kontribusi (%) PDRB Harga Konstan Migas dan Dengan Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ............................................................................... 45 Gambar 3.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota LainnyaTahun 2014 .................................................................. 46 Gambar 3.9. Tingkat Inflasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ............................................................................... 47 Gambar 3.10. Pembentukan Indek Williamson Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota LainnyaTahun 2015....................................... 49 Gambar 3.11. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 ................................................................. 49 Gambar 3.12. Tingkat Kemiskinan (%)Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota LainnyaTahun 2014 .................................................................. 50 Gambar 3.13. Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota LainnyaTahun 2014 ......................................................... 50 Gambar 3.14. Indek Keparahan Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2014 ........................................................ 51 vii Gambar 3.15. Produksi Perikanan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2015 53 Gambar 3.16. Peta Lokasi Objek Wisata Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 ............................................................................... 56 Gambar 3.17. Sebaran PKS Menurut Kabupaten/KotaProvinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 ............................................................................... 65 Gambar 3.18. Sebaran Pos Lintas Batas Riau – Malaysia .............................. 70 Gambar 3.19. Peta Lokasi Prioritas dan PKSN Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau ........................................................................ 72 Gambar 3.20. Peta Lokasi Kawasan Industri Yang Terdapat di Provinsi Tahun 2015 ............................................................................... 73 Gambar 3.21. Hubungan Koordinasi K/L dan BPPD Provinsi/Kabupaten Dengan BNPP .......................................................................... 80 Gambar 3.22. Struktur Organisasi BPPD Provinsi Riau ................................. 81 Gambar 8.1. Keterkaitan Dokumen Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan di Provinsi Riau Tahun 2017 – 2019...................... 120 viii LAPORAN AKHIR BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melalui Perpres 12/2010 diwujudkan agar pengelolaan perbatasan lebih fokus, sinkron, terkoordinasi, dan berada pada satu pintu pengelolaan. Selain itu, Pemerintah juga telah menyusun Desain Besar (Grand Design) dan Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan agar terdapat satu acuan bersama dalam pembangunan kawasan perbatasan, serta sebagai upaya mengarusutamakan pembangunan kawasan perbatasan ke dalam kebijakan pemerintah. Kedua dokumen tersebut bersifat saling melengkapi (komplemen) dan mengelaborasi terhadap dokumen perencanaan berupa RPJPN, RPJMN, dan RKP. Pembentukan BNPP merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan Nawa Cita Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (Jokowi-JK), khususnya Nawa Cita Ketiga. Adapun Nawa Cita Jokowi-JK adalah: (1) Menghadirkan Kembali Negara Untuk Melindungi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman Pada Seluruh Warga Negara; (2) Membangun Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih, Efektif, Demokrastis dan Terpercaya; (3) Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan; (4) Memperkuat Kehadiran Negara dalam Melakukan Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya; (5) Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia; (6) Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional; (7) Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik; (8) Melakukan Revolusi Karakter Bangsa; dan (9) Memperteguh Ke-Bhinekaan dan Memperkuat Restorasi Sosial Indonesia. Amanat dari Nawa Cita tersebut telah dituangkan dalam Agenda Pembangunan Nasional, yaitu Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, yang intinya menjelaskan: (a) Peletakan Dasar-Dasar Dimulainya Desentralisasi Asimetris: (1) Pengembangan Kawasan Perbatasan (10 PKSN dan 187 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 1 LAPORAN AKHIR Kecamatan/Lokpri), (2) Pengembangan Daerah Tertinggal, (3) Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan, (4) Penguatan Tata Kelola dan Peningkatan Kualitas Pemerintahan Daerah, (5) Penataan DOB Untuk Kesejahteraan Rakyat; (b) Wilayah Terutama Kawasan Timur Indonesia, dan (c) Pengurangan Ketimpangan Antar Kelompok Ekonomi Masyarakat. Rencana induk pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan tahun 2015-2019, yang selanjutnya disebut Renduk PBWNKP 2015-2019, yang telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala BNPP Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019, adalah rencana pembangunan nasional jangka menengah 5 (lima) tahun yang memberikan arah kebijakan, strategi, dan program pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan. Renduk PBWNKP 2015-2019 dimaksudkan sebagai instrumen utama dalam mengintegrasikan program pembangunan yang berbasis pendekatan wilayah secarah terarah, bertahap, dan terukur. Hal ini yang mendasari pentingnya penyusunan rencana induk nasional dalam rangka pengelolaan perbatasan negara yang holistic dan melibatkan seluruh stakeholders terkait. Mengingat Renduk PBWNKP 2015-2019 yang tersebut di atas masih bersifat makro dan berskala nasional, maka dipandang perlu untuk melakukan penyusunan sebuah Dokumen Renduk PBWNKP yang lebih bersifat mikro dan berskala provinsi, sehingga fungsi Renduk sebagai instrumen pengintegrasian program pembangunan di tingkat provinsi dapat diwujudkan. Oleh karena itu, Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau, sesuai dengan wewenang, tugas, dan fungsinya berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah, Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau, serta Peraturan Gubernur Riau Nomor 21 Tahun 2015 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tatakerja Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau, melakukan penyusunan Renduk PBWNKP Provinsi Riau, dengan menjadikan Renduk PBWNKP 2015-2019 sebagai dasar dan landasan penyusunan. Renduk PBWNKP Provinsi Riau ini diharapkan dapat menjadi Renduk yang komprehensif dan menjadi acuan bersama bagi seluruh sektor terkait, serta menjadi PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 2 LAPORAN AKHIR instrumen upaya optimalisasi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergitas (KISS) antar instansi dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk kabupaten/kota yang menjadi Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) dalam pengelolaan perbatasan negara, di Provinsi Riau. 1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran Kegiatan ini dimaksudkan untuk melaksanakan penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau, sebagai bagian integral dari dokumen perencanaan nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk Renduk PBWNKP 2015-2019, dengan tujuan tersusunnya Renduk PBWNKP Provinsi Riau sebagai dokumen perencanaan jangka menengah dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan di Provinsi Riau. Sasaran yang ingin dicapat melalui pelaksanaan kegiatan ini adalah: a. Terumuskannya isu strategis tingkat Provinsi Riau terkait pengelolaan perbatasan negara yang melibatkan seluruh stakeholders terkait; b. Terumuskannya visi, misi, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan strategis pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau. 1.3. Landasan Hukum Landasan hukum dalam penyusunan Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau adalah: 1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tk. I Sumatera Barat, Jambi dan Riau; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah; PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 3 LAPORAN AKHIR 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 8. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 4 LAPORAN AKHIR Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau- Pulau Kecil Terluar; 14. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan; 15. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 20 15-2019; 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan di Daerah; 18. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2025 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44); 19. Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015–2019; 20. Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun 2015 – 2019; 21. Peraturan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Rencana Aksi Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan Tahun 2015; 22. Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Provinsi Riau; 23. Peraturan Daerah Provinsi Riau No. 9 Tahun 2009 tentang RPJPD Provinsi Riau Tahun 2005 – 2025; 24. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2009 – 2013; PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 5 LAPORAN AKHIR 25. Peraturan Gubernur Riau Nomor 2 Tahun 2012 tentang pembentukan Organisasi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau; 26. Peraturan Gubernur Riau Nomor 26 Tahun 2013 tentang perubahan Peraturan Gubernur Riau Nomor 2 Tahun 2012 tentang Organisasi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau; 27. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi, Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau. 1.4. Sistematika Penulisan Sistematika Rencana Induk Pengelolan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan di Provinsi Riau Tahun 2017-2019 sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran 1.3. Landasan Hukum 1.4. Sistematika Penulisan 1.5. Pengertian dan Definisi BAB II. TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA TAHUN 2015-2019 BAB III. KONDISI PERBATASAN NEGARA DI ROVINSI RIAU 3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau 3.2. Kondisi Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau 3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau 3.4. Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB IV. ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 4.1. Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau 4.2. Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 6 LAPORAN AKHIR 4.3. Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau 4.4. Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB V. VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU BAB VI. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 6.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau 6.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau 6.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau 6.4. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB VII. AGENDA PRIORITAS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 7.1. Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau 7.2. Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau 7.3. Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau 7.4. Agenda Prioritas Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau BAB VIII. KAIDAH PENGELOLAAN 8.1. Kaidah Perencanaan Program dan Kegiatan 8.2. Kaidah Penganggaran 8.3. Kaidah Pelaksanaan 8.4. Kaidah Evaluasi, Pengawasan, dan Pelaporan BAB IX. PENUTUP PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 7 LAPORAN AKHIR LAMPIRAN-LAMPIRAN 1.5. Pengertian dan Defenisi Dalam dokumen Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Provinsi Riau Tahun 2017-2019, yang dimaksud dengan: 1. Pembangunan adalah semua proses perbaikan atau perubahan yang yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar, terencana, dan berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi; 2. Pengelolaan adalah aktivitas manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan serta pengendalian; 3. Batas Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional; 4. Kawasan Perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan; 5. Kawasan Perbatasan di Laut adalah sisi dalam garis batas yurisdiksi atau teritorial hingga kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara lain, dalam hal garis batas yang belum disepakati menggunakan garis batas klaim terjauh; 6. WKP adalah kabupaten/kota yang berada di kawasan perbatasan dan berada di dalam Cakupan Wilayah Administrasi (CWA); 7. CWA adalah provinsi yang berada di kawasan perbatasan; 8. Lokasi Prioritas (Lokpri) adalah kecamatan-kecamatan di kawasan perbatasan darat dan laut di dalam Wilayah-wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) yang ditetapkan dalam Peraturan BNPP No. 1 tahun 2011 tentang Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara Dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2025; 9. Lokpri darat adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah darat; kecamatan yang difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN); kecamatan yang termasuk ke dalam exit-entry point (Pos Lintas Batas) berdasarkan Border Crossing Agreement PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 8 LAPORAN AKHIR RI dengan Negara tetangga; 10. Lokpri Laut adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah laut hingga batas yurisdiksi atau teritorial, dalam hal garis batas yang belum disepakati menggunakan garis batas klaim terjauh; kecamatan yang difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN); kecamatan lokasi Pulau-Pulau Kecil Terluar; dan kecamatan yang termasuk ke dalam exit-entry point (Pos Lintas Batas) berdasarkan Border CrossingAgreement RI dengan negara tetangga; 11. Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara adalah dokumen pengelolaan perbatasan negara yang memuat arah kebijakan, strategi, serta agenda atau program prioritas dan kegiatan pengelolaan bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat pusat dan daerah; 12. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) adalah badan pengelola yang diberi kewenangan oleh UU untuk mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan; 13. Badan Pengelola Perbatasan di Daerah (BPPD) adalah badan pengelola di tingkat daerah hanya dibentuk di daerah provinsi, kabupaten/kota yang memiliki kawasan perbatasan antarnegara; 14. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penataan ruang. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 9 LAPORAN AKHIR BAB II. TINJAUAN TERHADAP RENCANA INDUK PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA TAHUN 2015-2019 2.1. Elemen Dasar Geografis Negara Kepulauan Republik Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara memiliki 92 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) yang memerlukan penanganan khusus. Diantara PPKT tersebut terdapat 10 PPKT yang menjadi prioritas penanganan. Secara administrasi PPKT tersebut terdapat di 13 provinsi, di 41 kabupaten/kota dan di 187 kecamatan yang menjadi Lokasi Strategis (Lokpri). 10 diantara Lokpri-Lokpri tersebut terdapat di enam kabupaten dan kota di Provinsi Riau (Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kepulauan Meranti, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Pelalawan. Prioritas penanganan secara khusus direncanakan secara simultan dan bertahap mulai dari Tahun 2015 sampai dengan 2019. Untuk lebih jelasnya dapat dirinci berdasarkan Perka BNPP nomor 1 Tahun 2015, yakni: Pada tahun 2015 di Provinsi Riau terdapat empat Lokpri, yaitu Kec. Rupat Utara, Kec. Bengkalis, Kec. Rangsang Barat, dan Kec. Rangsang Pesisir. Pada tahun 2016 terdapat sembilan Lokpri, yaitu Kec. Pasir Limau Kapas, Kec. Dumai Kota, Kec. Dumai Timur, Kec. Dumai Barat, Kec. Rupat, Kec. Bukit Batu, Kec. Merbau, Kec. Rangsang, dan Kec. Kateman. Pada Tahun 2017 terdapat sembilan Lokpri yaitu Kec. Sinaboi, Kec. Medang Kampai, Kec. Dumai Timur, Kec. Dumai Barat, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Pulau Merbau, Kec. Pulau Rangsang, dan Kec. Pulau Burung. Pada Tahun 2018 terdapat 10 Lokpri Kec. Bangko, Kec. Sungai Sembilan, Kec. Dumai Barat, Kec. Dumai Timur, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Tasik Putri Puyu, Kec. Pulau Rangsang, Kec. Pulau Burung, dan Kec. Kuala Kampar. Pada Tahun 2019 terdapat 10 Lokpri, yaitu Kec. Bangko, Kec. Sungai Sembilan, Kec. Dumai Barat, Kec. Dumai Timur, Kec. Bantan, Kec. Bukit Batu, Kec. Tasik Putri Puyu, Kec. Pulau Rangsang, Kec. Pulau Burung, dan Kec. Kuala Kampar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 10 LAPORAN AKHIR Tabel 2.1. Lokpri Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun 2015-2019 No. 1. 2. Kabupaten/ Kota Rokan Hilir Batas D/L - L - Dumai Kota - 4. Kep. Meranti Pelalawan 6. Indragiri Hilir 2018 2019 Bangko Bangko Dumai Timur Medang Kampa Dumai Timur Sungai Sembilan Dumai Timur - Dumai Barat Dumai Barat Dumai Barat Rupat Utara Bengkalis Rangsang Barat Rangsang Pesisir Rupat Bukit Batu Bantan Bukit Batu Pulau Merbau Bantan Bukit Batu Tasik Putri Uyu Sungai Sembilan Dumai Timur Dumai Barat Bantan Bukit Batu Tasik Putri Uyu Rangsang Rangsang Rangsang Rangsang L - - - L - Kateman Kuala Kampar Pulau Burung Bangko Kuala Kampar Pulau Burung Bangko L 5. Lokpri 2017 Sinaboi L Bengkalis 2016 Pasir Limau Kapas L Dumai 3. 2015 Merbau Rupat Pulau Burung Sinaboi 2.2. Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia Dalam rangka melaksanakan Nawacita ke-3 Pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla, yakni Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan dengan Cara Peletakan Dasar-Dasar Dimulainya Desentralisasi Asimetris, yakni Pengembangan Kawasan Perbatasan (10 PKSN dan 187 Kecamatan/Lokpri) maka sangatlah perlu (1) menata kembali NKRI; (2) membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik, (3) memantapkan penataan kembali NKRI; (4) meningkatkan kualitas SDM; (5) membangun kemampuan IPTEK; (6) memperkuat sumber daya perekonomian; (7) memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek; dan (8) mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 11 LAPORAN AKHIR Untuk mewujudkan Nawacita ke-3 tersebut maka pengelolaan wilayah perbatasan tahun 2015-2019 difoluskan pada: 1. Mengembangkan daya saing ekonomi dengan memanfaatkan keunggulan komparatif sumber daya lokal (pertanian, perikanan, pariwisata) 2. Menyiapkan infrastruktur pendukung (transportasi, energi, telekomunikasi, air bersih, dan penetapan detail tata ruang) 3. Menyiapkan regulasi dan kerjasama perdagangan antar negara; serta menetapkan bersama pintu-pintu utama lintas batas dan menyediakan sarana dan prasarana CIQS terpadu/satu pintu; 4. Menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan IPTEK (jangka pendek dan jangka panjang) untuk pengelolaan SDA; 5. Penegasan batas wilayah negara pada wilayah OPB (Outstanding Border Problem), unresolved/unsurvey, dan batas maritim; 6. Meningkatkan kualitas pengamanan perbatasan darat dan perbatasan laut 7. Agenda pembangunan nasional 8. Perpres Nomor 2 Tahun 2015 ttg RPJMN 2015-2019 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan pengelolaan wilayah perbatasan negara, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) telah menyusun arah kebijakan dan strategi pengelolaan, meliputi: (1) Arah Kabijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara; (2) Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara; (3) Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan; dan (4) Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan. Keempat aspek arah kebijakan dan strategi tersebut dijelaskan pada Tabel 2.2 sampai dengan Tabel 2.5. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 12 LAPORAN AKHIR Tabel 2.2. Tabel Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara Arah Strategi Kebijakan Aspek Penetapan dan Penegasan Batas Penetapan dan Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi penegasan perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas batas Negara peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan: wilayah laut Meningkatkan upaya diplomasi/perundingan batas negara wilayah laut Mempercepat penyelesaian segmen batas laut Melakukan pemutahiran peta laut Meningkatkan kepemilikan dan informasi sejarah maritim Melakukan supervisi dan pemetaan potensi perluasan batas landas kontinen Meningkatan survey dan pemetaan batas Negara wilayah laut Pemeliharaan Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi batas negara perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas wilayah laut peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan: Meningkatkan investigasi dan pemeliharaan titik referensi dan titik dasar Membangun/meningkatkan jalur/akses laut inspeksi TR/TD Pulau Pulau Kecil Terluar (PPKT) Penguatan dan Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi penataan perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas kelembagaan peran dan fungsi kelembagaan yang kuat (Strategi No.8 RPJMN), dengan: pengelolaan Menata kelembagaan pengelolaan batas negara wilayah laut batas Negara Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pengelola batas negara wilayah laut wilayah laut Penguatan Meningkatkan kualitas pengaturan, pembinaan pemanfaatan, dan pengawasan pengaturan rencana tata ruang, termasuk mendorong percepatan penyusunan peraturan pengawasan perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk udara memperkuat kedaulatan negara di udara serta penyusunan rencana detail tata ruang kawasan perbatasan negara (Strategi No. 11 RPJMN), dengan: Memperkuat pengaturan Flight Information Region (FIR) agar berada dalam pengaturan pihak Indonesia Menyusun roadmap UU Penerbangan dan pengaturan lalu lintas udara di Indonesia Aspek Peningkatan Pertahanan Keamanan dan Penegakan Hukum Peningkatan upaya pengamanan dan penegakan hukum batas Negara wilayah laut Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara (Strategi No.7 RPJMN), dengan: Membangun dan meningkatkan sarpras hankam dan penegakan hukum perbatasan laut Meningkatkan kemampuan personil/aparat hankam dan penegakan hukum perbatasan laut Meningkatkan kerjasama hankam dan gakkum negara tetangga di kawasan perbatasan laut Membina peran serta masyarakat Garda Batas PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 13 LAPORAN AKHIR Tabel 2.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lintas Batas Negara Arah Strategi Kebijakan Aspek sarana dan prasarana lintas batas Peningkatan Melakukan transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu Custom, kualitas sarana Immigration, Quarantine, `Security (CIQS) sesuai dengan standar internasional dan prasarana dalam suatu sistem pengelolaan yang terpadu (Strategi No.6 RPJMN), dengan: lintas batas Mengembangkan Sistem manajemen PLBN terpadu Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan pos pemeriksaan lintas batas internasional (CIQS) Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung operasional pos lintas batas negara Meningkatkan kualitas dan kuantitas personil pendukung fasilitas CIQS di kawasan perbatasan laut Aspek ekonomi lintas batas Pengembangan Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama aktivitas perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan ekonomi antar keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), negara di dengan: kawasan Menyusun regulasi pengelolaan lintas batas sebagai respon AEC perbatasan laut Menyediakan sarana ekonomi penunjang aktivitas perdagangan antar negara bertaraf internasional Membangun sarpras dasar penunjang aktivitas perdagangan Menginisiasi promosi peluang investasi Menata kembali perjanjian bilateral perbatasan antar negara Aspek pengamanan dan pengawasan lintas batas Peningkatan Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama sistem perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan pengamanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), pengawasan dengan: lintas batas laut Mengembangkan Clean and Green Tasbara (pelintasan batas yang bersih dari penyeludupan dan berwawasan lingkungan) Mengamankan lintas batas negara Jalur C (Jalur Tikus) sepanjang wilayah perbatasan Meningkatkan kerjasama hankam dan gakkum negara tetangga di kawasan perbatasan laut Aspek sosial-budaya lintas batas Percepatan Mempercepat penyelesaian status kewarganegaraan pelintas batas dengan penyelesaian identifikasi, pendataan, serta verifikasi status kewarganegaraan masyarakat status perbatasan (Strategi No. 9 RPJMN), dengan: kewarganegaraan Melakukan identifikasi dan pendataan serta verifikasi status lintas batas laut kewarganegaraan kelompok masyarakat perbatasan Peningkatan Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama kerjasama perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan kebudayaan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), lintas batas dengan: Melakukan pertukaran budaya antar bangsa di kawasan perbatasan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 14 LAPORAN AKHIR Tabel 2.4. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Arah Strategi Kebijakan Aspek Infrastruktur Kawasan Perbatasan Peningkatan Membangun konektivitas simpul transportasi utama pusat kegiatan strategis infrastruktur nasional dengan lokasi prioritas perbatasan dan kecamatan disekitarnya, pusat transportasi laut kegiatan wilayah (ibukota kabupaten), pusat kegiatan nasional (ibukota provinsi), & udara dan menghubungkan dengan negara tetangga. Membangun konektivitas melalui pelayanan transportasi laut untuk meningkatkan kualitas dan intensitas pelayanan terhadap wilayah perbatasan laut. (Strategi No.3 RPJMN), serta Membuka akses di dalam lokasi prioritas dengan transportasi laut, dan udara dengan /moda/dermaga non status dan pelayanan keperintisan (Strategi No.4 RPJMN), dengan: Membuka dan meningkatkan kualitas pelayanan simpul transportasi laut dan udara antarpulau dan/atau antarwilayah di kawasan perbatasan negara Membuka dan meningkatkan kualitas pelayaran perintis dan PELNI Membuka dan mengembangkan jaringan dan jalur transportasi laut antarnegara Aspek Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Peningkatan Meningkatkan kualitas pengaturan, pembinaan pemanfaatan, dan pengawasan kualitas rencana tata ruang, termasuk mendorong percepatan penyusunan peraturan penataan ruang perundangan terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) untuk kawasan memperkuat kedaulatan negara di udara serta penyusunan rencana detail tata perbatasan laut ruang kawasan perbatasan negara (Strategi No.11 RPJMN), dengan: Menyusun regulasi penataan ruang kawasan perbatasan Meningkatkan kapasitas kelembagaan penataa ruang kawasan perbatasan laut Meningkatkan kapasitas SDM penataan ruang kawasan perbatasan laut Menyelesaikan dan meningkatkan rencana tata ruang kawasan perbatasan beserta rencana rinci Melakukan sinkronisasi antara RTR kawasan perbatasan dengan rencana pembangunan dan rencana sektoral Menegakkan aturan zonasi, insentif dan disinsentif Aspek Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan Peningkatan Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan komoditas negara berdasarkan karakteristik wilayah, potensi lokal, dan mempertimbangkan unggulan daerah peluang pasar negara tetangga dengan didukung pembangunan infrastruktur dan ekonomi transportasi, energi, sumber daya air, dan telekomunikasi-informasi (Strategi kerakyatan No.1 RPJMN), dengan: yang berdaya Mengembangkan industri pengolahan kawasan perbatasan berbasis potensi saing di unggulan kawasan Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung optimalisasi pemanfaatan perbatasan laut potensi SDA lokal Mengembangkan inovasi peningkatan nilai tambah potensi lokal Membangun fasilitas pemasaran komoditas unggulan Meningkatkan kualitas produk hasil industri Meningkatkan dan memperluas akses permodalan, koperasi, dan UMKM di kawasan perbatasan laut Mengembangkan sistem insentif perizinan dan keringanan pajak. Membangun/meningkatkan pasar tradisional di kawasan perbatasan Membangun/meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pasar Mengembangkan Kapasitas Pengelolaan Pasar Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat kawasan perbatasan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 15 LAPORAN AKHIR Arah Strategi Kebijakan Aspek Pelayanan Sosial Dasar Kawasan Perbatasan Peningkatan Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan infrastruktur pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi dasar lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing permukiman (Strategi No.2 RPJMN), dengan: Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar energi Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar telekomunikasi Membangun/meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur dasar irigasi dan sumber daya air Meningkatkan pemenuhan kebutuhan perumahan masyarakat di kawasan perbatasan laut Peningkatan Membangun sumber daya manusia (SDM) yang handal serta pemanfaatan kualitas pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memanfaatkan dan mengelola potensi pelayanan lokal, untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya saing pendidikan dan (Strategi No.2 RPJMN), dengan: kesehatan Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kesehatan Meningkatkan kualitas tenaga pengajar Mengembangkan keahlian dan keterampilan SDM sesuai kompetensi lokal Mengembangkan pendidikan keperawatan Peningkatan Menerapkan kebijakan desentralisasi asimetris untuk kawasan perbatasan negara sistem tata dalam memberikan pelayanan publik (infrastruktur dasar wilayah dan sosial kelola dasar) dan distribusi keuangan negara (Strategi No. 12 RPJMN) dan pemerintahan Menerapkan kebijakan khusus dan menata pembentukan Daerah Otonom Baru kawasan (DOB) di kawasan perbatasan yang berorientasi pada kesejahteraan melalui perbatasan dan pembinaan, monitoring dan evaluasi (Strategi No.13 RPJMN), dengan: kualitas sarana Mengembangkan kebijakan khusus tentang penataan/pembentukan Daerah dan prasarana Otonom Baru (DOB) di kawasan perbatasan pelayanan Mengembangkan kebijakan tentang penataan kewenangan dan kelembagaan pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di kawasan perbatasan negara Mengembangkan kebijakan asimetris dibidang keuangan negara/daerah, termasuk kebijakan alokasi, untuk pembangunan kawasan perbatasan negara Mereformasi pelayanan publik di kawasan perbatasan melalui penguatan desa di kecamatan lokasi prioritas penanganan kawasan perbatasan melalui fasilitasi, supervisi, dan pendampingan (Strategi No. 14 RPJMN), dengan: Mengembangkan kebijakan tentang penataan kewenangan dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan negara Membangun dan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan Mengembangkan kebijakan asimetris dibidang keuangan negara/daerah, termasuk kebijakan alokasi, untuk penyelenggaraan pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan negara Meningkatkan sarana operasional aparatur pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan Meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan desa dan kecamatan di kawasan perbatasan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 16 LAPORAN AKHIR Tabel 2.5. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Arah Kebijakan Penguatan koodinasi antar stakeholders Inisiasi kerjasama kelembagaan antarnegara (integrasi institusional) dengan negara tetangga dalam pengelolaan perbatasan negara (integrasi fungsional) Peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta sistem pelayanan lembaga pengelola perbatasan Strategi Memperkuat sistem koordinasi pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan antarstakeholders (amanat UU 43/2008, UU 23/2014, Perpres 12/2010) dengan: Memperkuat mekanisme koordinasi antar anggota BNPP dan antara anggota BNPP dengan sektor terkait Memperkuat mekanisme koordinasi antara pusat dan daerah Meningkatkan arus perdagangan ekspor-impor di perbatasan, kerjasama perdagangan, kerjasama sosial-budaya, dan kerjasama pertahanan dan keamanan batas wilayah dengan negara tetangga (Strategi No.10 RPJMN), dengan: Melakukan inisiasi forum stakeholders lintas negara terkait perwujudan integrasi fungsional (common area) Mengembangkan kerjasama pembangunan kawasan perbatasan melalui pembentukan lembaga pengelola bersama (integrasi institusional) Meningkatkan kualitas kelembagaan dalam pengelolaan perbatasan negara (amanat UU 43/2008, UU 23/2014, Perpres 12/2010), dengan: Mengembangkan tata kelola perbatasan negara berbasis kewenangan dan kelembagaan yang spesifik/asimetris sesuai kebutuhan kawasan perbatasan Membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penyelenggaraan pengelolaan perbatasan Meningkatkan sarana operasional penyelenggaraan fungsi pengelolaan perbatasan Menyusun/menyiapkan kebijakan dan mengembangkan program peningkatan kapasitas lembaga pengelola perbatasan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 17 LAPORAN AKHIR BAB III KONDISI PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 3.1. Kondisi Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan, secara otomatis adalah suatu Negara Pantai. Sementara Negara Malaysia adalah Negara Pesisir atau juga merupakan suatu Negara Pantai; dengan demikian batas wilayah antara NKRI dan Negara Kerajaan Malaysia harus tunduk kepada Ketentuan Internasional tentang Batas Wilayah Negara Pantai, yakni diatur dan disepakati bersama antar kedua negara yang batasnya didasarkan pada Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 15 United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) III, dimana pasal tersebut menjelaskan bahwa adalah Hak negara pantai untuk menetapkan lebar Laut Teritorialnya (Territorial Sea) tidak melebihi 12 mil laut yang diukur dari Garis Pangkal (Pasal 2 UNCLOS III). Lebih jelas Pasal 4 UNCLOS III menyatakan bahwa batas terluar laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat dengan garis pantai. Garis pantai adalah titiktitik yang menyusun garis pasang surut terendah di pantai. Setiap negara pantai berdaulat penuh dengan Zona Teritorialnya atas ruang dan udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, serta kekakayaan laut yang ada di dalamnya (Pasal 2 UNCLOS III). Namun ada ketentuan pada Pasal 15 menyatakan bahwa bagi dua negara pantai yang berdampingan (seperti Indonesia dan Malaysia), penentuan Garis Tengah Batas Wilayah antara kedua negara berdasarkan kepada persetujuan atau kesepakatan kedua negara tersebut. Bila kesepakatan itu tidak ada maka tidak ada satu negarapun yang dapat menentukan secara sepihak garis tengah tersebut, dan tidak boleh pula lebih dari garis tengah kedua negara tersebut. Kondisi lebar laut berdasarkan pasang surut terendah antara Negara Malaysia dan Negara Indonesia adalah kurang dari 24 mil laut. Hukum Laut Internasional telah mengatur bahwa batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m), batas teritorial antara dua negara tersebut adalah Median. Bersesuaian dengan fakta bahwa Garis Tengah Batas Wilayah PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 18 LAPORAN AKHIR keduanya adalah merupakan suatu garis interseksi (Median); dengan demikian kesepakatannya haruslah merujuk kepada Pasal 15 UNCLOS III. Ternyata sampai saat ini belum ada suatu tanda nyata yang dapat dijadikan referensi oleh masyarakat kedua negara dalam memanfaatkan sumberdaya laut di wilayah negara mereka. Walaupun ada fakta kesepakatan antara pihak keamanan Indonesia (TNI AL) dan pihak keamanan Malaysia (Polisi Diraja Malaysia) secara Informal di tengah laut (di lapangan) bahwa jika ada indikasi kapal masyarakat (nelayan) memasuki wilayah laut negara tetangga, maka pihak keamanan dua negara akan menggiring kapal tersebut untuk kembali ke negaranya; namun kenyataannya masih terjadi penangkapan terhadap masyarakat (nelayan) Indonesia yang terindikasi memasuki wilayah Malaysia, meskipun telah ada kesepakatan itu. Itu semua terjadi karena belum adanya batas yang jelas dalam bentuk tanda yang dapat dijadikan petunjuk oleh nelayan Indonesia ataupun oleh nelayan malaysia. Pengukuran Batas Laut Teritorial (BLT) yang berdasarkan kepada Garis Pangkal (yakni garis pasang surut terendah) di pantai negara masing-masing. Namun Titik-Titik Pasang Surut Terendah yang merupakan dasar penentuan Garis Pangkal di wilayah perbatasan Provinsi Riau sampai saat ini belumlah pernah dibuat oleh Pemerintah Pusat ataupun oleh Pemerintah Provinsi Riau; oleh sebab itu perlu dilakukan. Penentuan Garis Pangkal yang berdasarkan kepada Titik-Titik Surut Terendah tentu dipengaruhi oleh bentuk fisik dari pantai. Di wilayah perbatasan Provinsi Riau dan Negara Malaysia, terutama di sepanjang pantai terluar di Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Bengkalis sering terjadi abrasi yang tentu saja akan berpengaruh terhadap pergeseran garis pantai, sehingga akan menyebabkan batas wilayah juga bergeser apabila tidak dilakukan penegasan dan pemeliharaan terhadap Garis Pangkal (Garis yang disusun oleh Titik Pasang Surut Terendah) itu. Belum adanya tanda yang jelas dan disepakati tentang Batas Laut Teritorial (BLT) oleh kedua negara, Negara Indonesia dan Negara Malaysia, tentu saja akan menyebabkan perselisihan/pertikaian tentang kewenangan atau legalitas pengelolaan wilayah perbatasan akan senantiasa terjadi. Perselisihan/pertikaian yang sering terjadi antara nelayan perbatasan Indonesia dan Malaysia, atau PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 19 LAPORAN AKHIR pertikaian antara nelayan Indonesia dan petugas keamanan di laut Malaysia ataukah sebaliknya, antara nelayan Malaysia dan petugas keamanan laut Indonesia. Itu semua terjadi disebabkan masih lemahnya koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas antara lembaga negara dalam pengawasan batas negara. Perselisihan/Pertikaian ini berlangsung hingga tahun 2016. Status penyelesaian perselisihan/pertikaian yang terjadi di Selat Malaka tentang batas laut teritorial (BLT) Indonesia dan Malaysia sampai saat ini belum ada kejelasan atau kesepakatan, termasuk juga tentang batas laut teritorial (BLT) yang termasuk wilayah administrasi laut Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia juga belum selesai. Kalau kesepakatan Batas Laut Teritorial (BLT) di Selat Malaka antara Indonesia khususnya di perairan Provinsi Riau dengan Malaysia belum diwujudkan maka akan selalu terjadi kesalahfahaman dalam mengelola wilayah masing-masing. Perundingan kesepakatan Batas Laut teritorial (BLT) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysiaini harus didorong oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau secepatnya. Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) harus berinisiatif untuk mempercepat perundingan kesepakatan tentang Batas Laut Teritorial (BLT) dalam bentuk tanda nyata yang dapat dijadikan referensi batas wilayah laut negaramasing-masing di Selat Malaka. 3.2. Kondisi Kawasan Batas Negara di Provinsi Riau 3.2.1. Geografi dan Demografi 3.2.1.1. Geografi Secara geografis Provinsi Riau berbatasan dengan Provinsi lain dan Negara Tetangga sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka. Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Sumatera Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Melaka. Sebelah Barat berbatasan dengan Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Peta Provinsi Riau disajikan pada gambar berikut ini. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 20 LAPORAN AKHIR Gambar 3.1. Peta Provinsi Riau Secara geografis Provinsi Riau terletak pada posisi 01°05’00” Lintang Selatan-02°25’00” Lintang Utara dan antara 100°00’00” Bujur Timur hingga 105°05’00” Bujur Timur, yang membentang dari lereng bukit barisan hingga Selat Malaka (Gambar 3.2). Berdasarkan letak geografisnya, Provinsi Riau berada pada posisi strategis yang mempunyai arti penting dalam geopolitik dan perekonomian nasional dan regional. Beberapa keuntungan yang diperoleh berdasarkan letak geografis tersebut adalah berada di jalur perdagangan internasional, Selat Malaka, dekat dengan Malaysia, Singapura. Selain itu, berada di segitiga pertumbuhan ekonomi tiga negara Indonesia, Malaysia dan Thailand. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 21 LAPORAN AKHIR 99°30' 101°00' 102°30' 104°00' 98 ° 00 ' 10 4 °0 0 ' 11 0 °0 0 ' 11 6 °0 0 ' 12 2 °0 0 ' 12 8 °0 0 ' 13 4 °0 0 ' 14 0 °0 0 ' Phi lli pi nes ou th S ait 4°00' Bru nei Darussalam Str 2°30' 4°00' DI . Aceh 2°30' C hin a S ea Thail an d of ala M Malaysia cc Malaysia a Celebes Sea Sum atera Utara Sin gapore Kal im antan Ti mur Maluku Sul aw esi Utara Ri au Kep. Riau ar Kal im antan Barat ak as M ait Kal im antan Tengah Sul aw esi Ten gah at rim S tr Ka ai of t of 2°00' Str Jam bi 2°00' Sum atera Barat a Kal im antan Sel atan Sum atera Selatan Beng ku lu Sul aw esi S elatan Irian Jaya Sul aw esi Ten ggara Malaysia Lampu ng trait aS KAB. ROKAN HILIR KOTA DUMAI Papua New Gui nnea Jawa Barat Jawa Tengah DI Y ogyakar ta 8°00' Sumatera Utara St ra DKI . Jakarta 8°00' S und Java Sea Jawa Tim ur Bal i Nusa Tenggara BaratNusa Tenggara T im ur Tim or Ti m ur IN D IA N O C E A N Timor Sea it o Australi a fM ala 98 ° 00 ' 10 4 °0 0 ' 11 0 °0 0 ' 11 6 °0 0 ' 12 2 °0 0 ' 12 8 °0 0 ' 13 4 °0 0 ' 14 0 °0 0 ' cc a Singapore 1°00' 1°00' KAB. BENGKALIS KAB. ROKAN HULU KAB. SIAK Kepulauan Riau KOTA PEKANBARU KAB. KAM PAR KAB. PELALAWAN INDIAN OCEAN KAB. INDRAGIRI HILIR Sumatera Barat 0°30' 0°30' KAB. KUANTAN SINGINGI N KAB. INDRAGIRI HULU W E S 50 0 50 100 Kilometers Jambi 99°30' 101°00' 102°30' 104°00' Gambar 3.2. Letak Geografis Provinsi Riau 3.2.1.2. Demografi Perkembangan jumlah penduduk Provinsi Riau selama periode 2010-2015 mengalami peningkatan sebanyak 769.474 jiwa atau meningkat sebanyak 13,80%. Penyebaran penduduk Provinsi Riau di kabupaten/kota wilayah pertabatasan negara dan kabupaten/kota alainnya dalam kurun waktu tahun 2010-2015 ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi Riau di Kabupaten/Kota Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2010-2015 Tahun Kabupaten/ Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep.Meranti Pekanbaru Dumai Provinsi Riau 2010 2011 2012 2013 2014 2015 293.314 365.421 670.499 304.597 379.089 692.179 478.496 500.635 556.575 175.989 903.038 255.096 5.574.928 294.468 372.074 675.898 329.539 391.760 711.236 507.079 503.604 574.419 177.004 929.247 259.913 5.726.241 302.631 383.814 676.419 339.869 404.093 733.506 523.024 519.389 592.403 177.587 958.352 268.022 5.879.109 306.718 392.354 685.530 358.210 416.298 753.376 545.483 527.918 609.779 178.839 984.674 274.089 6.033.268 310.619 400.901 694.614 377.221 428.499 773.171 568.576 536.138 627.233 179.894 1.011.467 280.109 6.188.442 314.276 409.431 703.734 396.990 440.841 793.005 592.278 543.987 644.680 181.095 1.038.118 285.967 6.344.402 Pertumbuhan/Tahun (%) 1,39 2,30 0,97 5,45 3,06 2,76 4,36 1,68 2,98 0,57 2,83 2,31 2,62 Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016. Dari Tabel 3.1. dapat dilihat bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan daerah dengan jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan jumlah PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 22 LAPORAN AKHIR penduduk terkecil (0.57%) dibandingkan dengan kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara dan Kabupaten/Kota Lainnya di Provinsi Riau. Sementara itu Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kabupaten di wilayah perbatasan negara dengan jumlah penduduk terbesar dan Kabupaten Pelalawan dengan pertumbuhan jumlah penduduk terbesar. Selanjutnya Tabel 3.2 menyajikan jumlah dan kepadatan penduduk Provinsi Riau di kabupaten/kota wilayah perbatasan negara dan kabupeten/kota lainnya tahun 2015. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kabupaten di wilayah perbatasan negara dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yakni 286.09 jiwa per km2. Tabel 3.2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Riau di Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Kabupaten/ Kota Luas Wilayah (Km2) Kuantan Singingi 520.216 Indragiri Hulu 767.627 Indragiri Hilir 1.379.837 Pelalawan 1.240.414 Siak 823.357 Kampar 1.092.820 Rokan Hulu 722.978 Bengkalis 843.720 Rokan Hilir 896.143 Kep.Meranti 63.301 Pekanbaru 360.703 Dumai 203.900 Provinsi Riau 8.915.016 Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016 Penduduk Laki-Laki (Jiwa) 161.377 210.219 361.315 203.753 226.311 407.228 304.050 279.255 331.027 93.017 533.217 146.792 3.257.561 Perempuan (Jiwa) 152.899 199.212 342.419 193.237 214.530 385.777 288.228 264.732 313.653 88.078 504.901 139.175 3.086.841 Jumlah (Jiwa) 314.276 409.431 703.734 396.990 440.841 793.005 592.278 543.987 644.680 181.095 1.038.118 285.967 6.344.402 Kepadatan Pendduk (Jw/Km2) 60,41 53,34 51,00 32,00 53,54 72,57 81,92 64,47 71,94 286,09 287,80 140,25 71,17 Proporsi penduduk Provinsi Riau menurut umur dan tingkatan sekolah pada kabupaten/kota wilayah perbatasan negara maupun kabupaten/kota lainnya memperlihatkan kecendrungan semakin tinggi usia dan tingkatan sekolah semakin rendah persentase penduduk yang bersekolah. Proporsi jumlah penduduk usia sekolah dan kuliah yang tidak bersekolah dan tidak kuliah per kabupaten/kota di uraian pada Gambar 3.3. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 23 LAPORAN AKHIR Berdasarkan pada Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi penduduk usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 2,38% dan terendah di Kota Dumai sebesar 0%, namun seluruh kabupaten wilayah perbatasan negara lainnya memiliki persentase penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi. Untuk usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah, persen tertinggi terjadi di Kabupaten Pelalawan sebesar 10,87% dan kabupaten lainnya pada wilayah perbatasan negara dengan penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten Indragiri HIlir dan Kabupaten Rokan Hilir. 2.38 Indragiri Hilir Kampar Pekanbaru Indragiri Hulu Kep.Meranti Rokan Hilir Pelalawan Provinsi Riau Bengkalis Rokan Hulu Kuantan Singingi Siak Dumai 1.68 1.66 1.62 1.60 1.57 1.40 1.33 0.82 0.69 0.62 0.32 - 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 38.29 31.81 28.11 27.79 25.86 24.70 23.96 22.39 20.37 20.14 19.20 19.07 17.35 - 10.00 20.00 30.00 % Penduduk Usia 16-18 Tidak Sekolah 8.97 8.41 7.83 6.06 5.64 5.05 4.37 2.52 2.44 2.24 1.09 - 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 % Penduduk Usia 13-15 Tidak Sekolah % Penduduk Usia 7-12 Tidak Sekolah Indragiri Hilir Pelalawan Rokan Hilir Kuantan Singingi Indragiri Hulu Provinsi Riau Pekanbaru Kep.Meranti Kampar Dumai Rokan Hulu Siak Bengkalis 10.87 10.51 Pelalawan Indragiri Hilir Kuantan Singingi Indragiri Hulu Rokan Hilir Rokan Hulu Provinsi Riau Kep.Meranti Dumai Pekanbaru Bengkalis Kampar Siak 40.00 93.89 91.10 87.74 85.40 84.59 82.22 82.10 81.96 80.63 80.27 75.52 69.30 Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kuantan Singingi Indragiri Hulu Rokan Hilir Bengkalis Rokan Hulu Dumai Kep.Meranti Provinsi Riau Kampar Pekanbaru 49.75 - 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 % Penduduk Usia 19-24 Tidak Kuliah Gambar 3.3. Persentase Penduduk Usia Sekolah Yang Tidak Bersekolah di Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 Lebih lanjut dari Gambar 3.3. dapat dilihat bahwa untuk usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah, persen tertinggi terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 38,29% dan terendah di Kabupaten Bengkalis sebesar 17,35% dan masih terdapat PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 24 LAPORAN AKHIR 2 kabupaten wilayah perbatasan negara dengan penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi, yakni Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hilir. Sementara itu untuk penduduk usia 19 – 24 atau usia memasuki perguruan tinggi menunjukkan bahwa seluruh kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara yang tidak bersekolah di atas rata-rata provinsi. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat partisipasi penduduk usia kuliah di wilayah perbatasan negara relatif rendah. 3.2.2. Pendidikan dan Kesehatan Pendidikan dan kesehatan merupakan aspek penting dalam pembangunan dan banyak sekali manfaat pendidikan bagi kemajuan daerah. Manfaat tersebut antara lain meningkatkan taraf hidup manusia, meningkatkan integritas sosial, memungkinkan seseorang memiliki jalan dan pola pikir yang terstruktur dan berdasarkan fakta-fakta yang ada, seseorang dapat berkembang secara optimal dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak, membentuk karakter bangsa yang bermartabat dan bermoral baik, meningkatkan produktivitas dari individu itu sendiri sehinggga berakibat pada peningkatan produktivitas wilayah yang tergambar pada peningkatan nilai PDRB harga konstan dan akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan pembangunan dan ekonomi Provinsi Riau. 3.2.2.1. Pendidikan Ada beberapa indikator penting yang perlu dibahas pada bagian ini terkait dengan kondisi pendidikan pada kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara, yaitu rasio ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah, rasio antara jumlah siswa dan guru, dan angka kelulusan. Bertururut-turut ketiga indikator pendidikan tersebut disajaikan berikut ini. a. Rasio Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tabel 3.3. menyajikan ketersediaan ruang kelas dan penduduk usia sekolah pada kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Riau. Dari tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa hanya Kabupaten Kepulauan Meranti yang mencukupi kebutuhan ruang kelas berdasarkan jumlah PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 25 LAPORAN AKHIR penduduk usia sekolah 16-18 tahun, sedangkan kabupaten/kota lainnya mengalami kekurangan. Lebih lanjut dari Tabel 3.3. dapat dilihat bahwa seluruh kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara dan Kabupaten/Kota/lainnya di Provinsi Riau, kecuali Kota Pekanbaru, tidak memerlukan penambahan ruang kelas untuk tingkat SD/MI karena jumlah murid per kelas belum melebih SPM atau sebanyak 37 orang per kelas sedangkan menurut SPM maksimal 32 orang. Untuk jenjang SMP/MTs hanya ada satu kebupaten di wilayah perbatasan negara dan tiga kabupaten lainnya yang telah memenuhi SPM yaitu Bengkalis, Rokan Hulu, Siak dan Kuansing, sedangkan kabupaten/kota lainnya mengalami kekurangan. Oleh karena itu Pemerintah Proivinsi Riau harus melakukan kordinasi dengan Pemeintah Kabupaten/Kota untuk menangani kondisi tersebut. Sementara itu, jumlah sekolah dan siswa yang terdaftar di Dinas Pendidikan Provinsi Riau dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau pada tahun 2015 sebagai berikut: jumlah TK berjumlah 4,414 sekolah dengan Siswa berjumlah 56,970 orang dan rasio Siswa dengan sekolah 37,67. Jumlah SD sebanyak 3.510 sekolah dengan jumlah siswa 769.031 orang dan rasio Siswa dengan sekolah 219,09. Sedangkan jumlah SMP di Riau 1.032 sekolah dengan jumlah siswa 222.816 orang dan rasio Siswa dengan sekolah 215,90. Disisi lain jumlah SMA di Provinsi Riau 663 sekolah dengan jumlah siswa 192.616 orang dan rasio Siswa dengan sekolah 296.55. Tabel 3.3. Ketersediaan Ruang Kelas dan Penduduk Usia Sekolah pada Kabupaten/Kota di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Provinsi Riau Tahun 2015 1.940 2.387 3.351 1.849 2.252 3.980 2.917 2.941 3.254 1.210 2.809 1.056 29 39 45 41 34 41 35 36 43 41 41 42 16.199 22.200 42.756 17.267 23.635 41.343 26.582 37.082 41.796 11.298 57.878 15.134 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 363 296 293 118 344 680 680 577 598 1109 364 363 Rasio Jumlah Ruang Kelas 598 604 773 439 785 1.050 821 966 937 270 1.285 360 Penduduk Usia 16-18 17.422 23.642 34.899 18.004 26.397 43.403 28.891 34.530 40.322 11.024 52.277 15.039 Rasio Rasio 19 21 27 23 24 24 23 23 25 17 37 32 Jumlah Ruang Kelas 37.660 50.106 89.266 42.086 54.078 96.162 67.752 68.604 82.933 20.048 103.503 33.272 Penduduk Usia 13-15 Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep.Meranti Pekanbaru Dumai Jumlah Ruang Kelas Kabupaten/Kota Penduduk Usia 7-12 Kondisi Pendidikan 45 75 146 146 69 61 39 64 70 10 159 42 26 LAPORAN AKHIR Provinsi Riau 745.470 29.946 25 345.850 8.888 39 353.170 5.422 65 Sumber: BPS Riau Dalam Angka, 2016 b. Rasio Antara Jumlah Siswa dan Guru Tabel 3.4. menyajikan data rasio siswa dan guru jenjang pendidikan dasar dan menengah kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah pertabatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 2015. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rasio siswa guru untuk jenjang pendidikan SD/MI tertinggi di Kota Pekanbaru dengan rasio 20,24 orang siswa setiap guru dan sementara terendah Kabupaten Meranti sebanyak 12,02 siswa per satu orang guru. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa ketersediaan guru di Kabupaten Kepulauan Meranti lebih banyak dibandingkan dengan kota Pekanbaru. Tabel 3.4. Rasio Siswa dan Guru Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayan Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep.Meranti Pekanbaru Dumai Provinsi Riau Jumlah Guru 3.215 4.111 5.536 3.044 3.505 6.789 4.713 5.066 5.011 1.976 5.886 2.169 51.021 SD/MI Jumlah Siswa 42.311 59.233 94.620 49.795 62.880 102.254 76.409 81.445 93.357 23.758 119.116 38.130 843.308 Rasio 13.16 14.41 17.09 16.36 17.94 15.06 16.21 16.08 18.63 12.02 20.24 17.58 16.53 Jenjang Pendidikan SMP/MTs Jumlah Jumlah Rasio Guru Siswa 1.381 16.211 11,74 1.130 21.877 19,36 1.267 34.145 26,95 1.040 16.528 15,89 1.516 24.550 16,19 2.520 41.002 16,27 1.680 26.904 16,01 1.872 33.109 17,69 1.720 39.001 22,68 625 10.036 16,06 2.747 51.067 18,59 764 14.886 19,48 18.262 329.316 18,03 SMA/SMK/MA Jumlah Jumlah Rasio Guru Siswa 1.167 12.821 10,99 1.015 14.999 14,78 1.167 22.992 19,70 957 12.119 12,66 1.282 19.084 14,89 1.841 26.081 14,17 1.437 18.864 13,13 1.830 27.608 15,09 1.616 26.886 16,64 552 8.191 14,84 3.561 50.883 14,29 873 12.712 14,56 17.289 253.240 14,65 Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, 2016 Untuk jenjang pendidikan SMP/MTs rasio siswa guru terbanyak terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 26,95 orang siswa per setiap guru dan terendah di Kabupaten Kaunsing sebanyak 11,74 siswa per satu orang guru. Selanjutnya untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA menunjukkan bahwa rasio siswa terbanyak terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 19,70 siswa per satu orang guru dan terendah terdapat di Kabupaten Kuansing sebanyak 10,99 siswa per satu orang guru. Perlu dicermati bahwa meski secara keseluruhan rasio jumlah siswa terhadap guru relatif sangat baik (di atas SPM), namun bukan berarti tidak ada PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 27 LAPORAN AKHIR permasalahan. Permasalahannya terletak pada distribusi guru yang tidak merata baik dari aspek wilayah, sekolah dan tingkat pendidikan guru. c. Angka Kelulusan Tabel 3.5. menyajikan data angka kelulusan menurut jenjang pendidikan kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 2015. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa rasio tertinggi antara jumlah penduduk dengan jumlah lulusan terdapat di Kabupaten Bengkalis yang berada di atas rasio rata-rata Provinsi Riau: tingkat SD dengan rasio 0,023 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,020), tingkat SMP dengan rasio 0,018 (rasio ratarata Provinsi Riau: 0,015), tingkat SMA dengan rasio 0,012 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,009), kecuali tingkat SMK lulusannya hanya 0,003 sedang rasio rata Provinsi Riau sebesar 0,004. Sementara itu rasio terendah terdapat pada lulusan Kabupaten Pelalawan karena rasio lulusannya di bawah rasio rata-rata Provinsi Riau kecuali lulusan SD yang sama yaitu 0.020. Untuk jenajang SMP di Kabupaten Pelalawan dengan rasio 0,013 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,015), tingkat SMA dengan rasio 0,006 (rasio rata-rata Provinsi Riau: 0,009), tingkat SMK lulusannya hanya 0,003 (rasio rata-rata Provinsi Riau sebesar 0,004). Tabel 3.5. Angka Kelulusan Menurut Jenjang Pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep.Meranti Pekanbaru Dumai Provinsi Riau Penduduk (Jiwa) 314.276 409.431 703.734 396.990 440.841 793.005 592.278 543.987 644.680 181.095 1.038.118 285.967 6.344.402 Lulusan SD 6.505 9.172 14.770 7.598 9.430 15.042 11.984 12.349 13.059 3.959 17.352 6.050 127.272 Rasio 0,021 0,022 0,021 0,019 0,021 0,019 0,020 0,023 0,020 0,022 0,017 0,021 0,020 Lulusan SMP 5.153 6.942 9.956 5.184 7.683 11.917 8.518 9.736 10.250 2.945 15.022 4.637 84.406 Kondisi Lulusan Lulusan SMA Rasio 0,016 0,017 0,014 0,013 0,017 0,015 0,014 0,018 0,016 0,016 0,014 0,016 0,013 2.861 2.899 5.579 2.363 3.850 6.178 3.627 6.723 6.081 1.825 7.322 2.120 49.874 Rasio 0,009 0,007 0,008 0,006 0,009 0,008 0,006 0,012 0,009 0,010 0,007 0,007 0,008 Lulusan SMK 1.212 1.775 1.535 1.301 1.985 1.865 2.061 1.379 1.780 704 7.072 1.667 26.693 Rasio 0,004 0,004 0,002 0,003 0,005 0,002 0,003 0,003 0,003 0,004 0,007 0,006 0,004 Sumber:Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, 2016 3.2.2.2. Kesehatan Pelayanan kesehatan sangat diperlukan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dari aspek kesehatan. Oleh karena itu pemerintah PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 28 LAPORAN AKHIR menjadikan bidang kesehatan salah satu urusan pemerintahan wajib pelayanan dasar. Sejalan dengan upaya pemerintah melakukan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan program peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, sumber daya manusia, teknologi, perbaikan pengelolaan kelembagaan kesehatan dan kebijakan, sehingga terjadinya perbaikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Secara umum program pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di provnsi Riau mengalami perbaikan, walaupun beberapa diantaranya masih harus mendapatkan prioritas terutama terkait dengan rasio pertumbuhan yang semakin meningkat. Beberapa pelayanan kesehatan dasar yang sudah diselenggarakan adalah adanya posyandu, dokter, tenaga medis. Analisis terhadap perkembangan capaian suatu indikator adalah penting untuk melihat pola pencapaian target pembangunan menurut indikator tersebut. Perkembangan itu dapat diketahui dengan mengamati perubahan antar-waktu dari capaian indikator bidang kesehatan. Capaian indikator bidang kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung berupa sarana dan prasarana serta tenaga medis kesehatan. a. Posyandu Posyandu (pos pelayanan terpadu) merupakan salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak balitanya. Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan, Jadi, posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa. Gambar 3.4. menyajikan data persentase posyandu aktif kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 20132015. Pada kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara, persentase posyandu aktif sudah tinggi di Kota Dumai, dan Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara itu poyandu aktif masih rendah di Kabupaten Kepulauan Merandi, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Pelalawan. b. Puskesmas, Pustu dan Puskel PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 29 LAPORAN AKHIR Peran Puskesmas sangat signifikan dalam meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang terjangkau dan merata yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan (private services) dan pelayanan kesehatan masyarakat umum (public services). Tabel 3.6 menyajikan data jumlah fasilitas dan rasio pelayanan kesehatan kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 2014 dan 2015*. Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi Riau (2013, 2014 dan 2015) Gambar 3.4. Persentase Persentase Posyandu Aktif Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2013-2015 Dari Tabel 3.6 dapat dilihat bahwa rasio puskesmas menurut Kabupaten/Kota tahun 2014 menunjukkan bahwa kota Pekanbaru yang paling tinggi rasionya dimana 1 puskesmas harus melayani 50.573 penduduk dan terendah PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 30 LAPORAN AKHIR di Kabupaten Kuantan Singingi dimana 1 puskesmas hanya melayani 13.505 orang penduduk. Sementara secara umum rata-rata untuk Provinsi Riau 1 puskesmas melayani 29.329 orang penduduk. Rasio pelayanan puskesmas pembantu (pustu) cenderung turun dari 6.787 orang per pustu pada tahun 2010 menjadi 6.633 orang per pustu pada tahun 2014 atau turun 0,52% per tahun. Hal ini menunjukan terjadinya peningkatan ketersediaan fasilitas tersebut sehingga jumlah penduduk yang dilayani semakin berkurang. Pengurangan jumlah penduduk yang harus dilayani memungkinkan bagi pihak pustu memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas. Rasio pustu menurut Kabupaten/Kota tahun 2014 menunjukkan bahwa kota Pekanbaru yang paling tinggi rasionya dimana 1 pustu harus melayani 29.749 orang penduduk dan terendah di Kabupaten Inhu dimana 1 pustu hanya melayani 3.014 orang penduduk. Sementara secara umum rata-rata untuk Provinsi Riau 1 pustu melayani 6.633 orang penduduk. Tabel 3.6. Jumlah Fasilitas dan Rasio Pelayanan Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 dan 2015* Fasilitas Kesehatan Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kepulauan Meranti Pekanbaru Dumai Jumlah Rumah Sakit* 1,00 3,00 4,00 4,00 1,00 6,00 6,00 6,00 4,00 1,00 27,00 3,00 67,00 Kabupaten/Kota Rumah Sakit Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir 310.619 400.901 173.654 75.444 428.499 128.862 94.763 89.356 156.808 Puskesmas* 23,00 18,00 25,00 12,00 15,00 31,00 21,00 11,00 17,00 9,00 20,00 10,00 212,00 Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling 64,00 34,00 133,00 16,00 125,00 9,00 39,00 19,00 86,00 15,00 181,00 34,00 89,00 26,00 52,00 10,00 77,00 8,00 41,00 34,00 20,00 12,00 21,00 933,00 212,00 Rasio Pelayanan Kesehatan Puskesmas* 100.000/JP Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling 7,32 4,40 3,55 3,02 3,40 3,91 3,55 2,02 2,64 4.853 3.014 5.557 9.672 4.983 4.272 6.388 10.310 8.146 9.136 25.056 77.179 19.854 28.567 22.740 21.868 53.614 78.404 Tempat Tidur Rumah Puskesmas Sakit* 101,00 90,00 132,00 119,00 225,00 75,00 352,00 50,00 158,00 98,00 294,00 91,00 344,00 129,00 440,00 50,00 156,00 85,00 50,00 50,00 2.785,00 50,00 280,00 48,00 5.315,00 935,00 Tempat Tidur Rumah Puskesmas Sakit 3.075 3.451 3.037 3.369 3.087 9.262 1.133 7.544 3.174 4.372 2.510 8.496 1.653 4.408 1.441 10.723 2.539 7.379 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 31 LAPORAN AKHIR Kepulauan Meranti Pekanbaru Dumai Jumlah 179.894 38.903 93.370 96.694 4,97 1,93 3,50 3,68 4.388 29.749 23.342 6.633 50.573 13.339 29.191 2.685 363 1.053 1.164 3.598 20.229 5.836 6.619 Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015 dan Profil Kesehatan, 2016) Rasio pelayanan puskesmas keliling (puskel) juga mengalami penurunan dari 31.290 orang per puskel pada tahun 2010 menjadi 29.191 orang per puskel pada tahun 2014 atau turun 1,39% per tahun. Hal ini menunjukan terjadinya peningkatan ketersediaan fasilitas tersebut sehingga jumlah penduduk yang dilayani semakin berkurang. Pengurangan jumlah penduduk yang harus dilayani memungkinkan bagi pihak puskel memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas. Rasio puskel menurut kabupaten/kota tahun 2014 menunjukkan bahwa Kabupaten Rokan Hilir yang paling tinggi rasionya dimana 1 puskel harus melayani 78.404 orang penduduk dan terendah di Kabupaten Kuansing dimana 1 puskel hanya melayani 9.136 orang penduduk. Sementara Kabupaten Kepulauan Meranti belum memiliki Puskel. Sementara secara umum rata-rata untuk Provinsi Riau 1 puskel melayani 29.191 orang penduduk, jelasnya rasio puskesmas, pustu dan puskel. c. Rumah Sakit Berdasarkan data dari United Nations Development Program (UNDP), yaitu laporan mengenai standar kesehatan dan pendidikan Indonesia 2010, posisi Indonesia berada di peringkat 108 dari 187 negara yang disurvei.Rendahnya peringkat Indonesia ini karena rasio ketersediaan sarana dan prasarana serta tenaga kesehatan kemudian diikuti oleh kualitas pelayanan kesehatan juga masih relatif rendah dibandingkan dengan negara lain termasuk di Provinsi Riau. Perkembangan Rumah Sakit di Provinsi Riau dalam kurun waktu 20102015 terus mengalami peningkatan (Tabel 3.6). Peningkatkan jumlah rumah sakit di Provinsi Riau disebabkan perkembangan dan peningkatan jumlah penduduk di Provinsi Riau terutama Kota Pekanbaru. Peningkatan jumlah rumah sakit ini terbanyak di Kota Pekanbaru khususnya rumah sakit swasta, hal ini sangat jauh perbandingannya dengan jumlah rumah sakit di Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, khususnya kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 32 LAPORAN AKHIR Gambaran Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk dari tahun 2010 – 2015 cenderung mengalami peningkatan, rasio pada tahun 2010 sebesar 67,29 per 100.000 meningkat menjadi 94,73 per 100.000 penduduk pada tahun 2015. Sementara per kabupaten/kota pada tahun 2014 menunjukkan bahwa rasio tertinggi terdapat di Kabuaten Siak dimana satu RS harus melayani 428.499 orang penduduk dan terendah di Kota Pekanbaru satu RS hanya melayani 38.903 orang penduduk. Rata-rata untuk RS di tingkat provinsi hanya melayani 96.694 orang penduduk. Jumlah dan rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk dapat digunakan untukmenggambarkan kemampuan rumah sakit tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya dalam hal daya tampung pasien rawat inap yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan rujukan. Tingginya rasio penduduk yang harus dilayani di RS Siak tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan di daerah ini tidak terpenuhi dengan baik, tetapi kondisi sangat didukung oelh kedekatan wilayah ini dengan Kota Pekanbaru, sehingga sebagian masyarakat lebih cenderung ke Kota Pekanbaru. d. Dokter Rasio dokter spesialis ini meningkat dibandingkan tahun 2011 dimana untuk 100.000 penduduk dilayani oleh 6 orang dokter spesialis.Jika dilihat per kabupaten/kota, hampir seluruhnya telah mampu mencapai rasio dokter dan jumlah penduduk diatas angka rata-rata nasional, bahkan ada yang diatas Indikator Indonesia Sehat (40 per 100,000 penduduk), yaitu Kota Pekanbaru, Kota Dumai dan Kabupaten Kepulauan Meranti dengan angka rasio masing-masing adalah 106,78 dan 43,55 serta 41,69 seperti terlihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7. Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau 2014 dan 2015* Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Penduduk (Jiwa) 310.619 400.901 694.614 377.221 428.499 773.171 568.576 536.138 627.233 Kondisi Tenaga Dokter Spesialis 24 9 15 7 18 20 26 35 11 Dokter Umum Gigi 74 21 49 18 76 21 57 18 79 26 92 43 58 16 79 28 80 22 Jumlah 119 76 112 82 123 155 100 142 113 Rasio Spesialis* Umum* Gigi* 4,50 17,80 6,40 2,90 15,90 6,40 2,10 11,20 3,00 9,10 23,20 6,30 4,50 17,70 5,60 3,70 10,10 5,50 4,40 11,00 4,10 13,20 18,60 7,90 1,90 18,90 4,00 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Jumlah 38,31 18,96 16,12 21,74 28,70 20,05 17,59 26,49 18,02 33 LAPORAN AKHIR Kepulauan Meranti Pekanbaru Dumai Jumlah 179.894 1.011.467 280.109 6.188.442 10 615 20 810 50 357 82 1.133 15 108 20 356 75 1.080 122 2.299 6,60 56,30 7,70 13,50 29,30 32,20 29,40 19,61 6,60 8,60 7,00 5,90 41,69 106,78 43,55 37,15 Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka, 2015) Secara umum rasio dokter Provinsi Riau sebanyak 43,95, berarti bahwa untuk 100,000 penduduk dapat dilayani oleh 43,95 orang dokter baik dokter umum, spesialis dan gigi. Terpenuhinya rasio dokter sesuai dengan rasio dokter untuk Indonesia sehat menujukkan adanya perkembangan yang cukup baik namun masih terdapat masalah terkait dengan terdistribusinyayang tidak merata untuk wilayah Kabupaten/Kota sehingga terdapat Kabupaten yang memiliki rasio dokter terendah di wilayah perbatasan negara yaitu Kabupaten Indragiri Hilir dan Rokan Hilir, dan di kabupaten lainnya, yakni Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Indragiri Hulu. Keempat wilayah tersebut belum mencapai 50% dari indikator Indonesia atau kurang dari 20 orang. Apabila dirinci menurut keahlian, maka pada tahun 2015 hanya kota Pekanbaru yang memiliki rasio dokter spesialis terbanyak yaitu 56,30 orang per 100.000 penduduk yang berada di atas rata-rata provinsi sebanyak 13,50 orang dan dokter spesialis yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Rokan Hilir hanya memiliki rasio 1,90 orang per 100.000 penduduk. Dokter umum dan gigi secara umum kondisinya lebih merata dari dokter spesialis. Dari Tabel 3.7 terlihat bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (untuk 100.000 penduduk) di Provinsi Riau 100.000 dilayani oleh 19 orang tenaga dokter umum. Rasio dokter gigi di Provinsi Riau per 100.000 penduduk tahun 2015 terbanyak di Pekanbaru (8,6 per 100.000 penduduk) dan terendah adalah Kabupaten Indragiri Hilir ( 3 per 100.000 penduduk) diikuti Kabupaten Rokan Hilir (4 per 100.000 penduduk). Rasio dokter umum dan gigi yang terendah terdapat di Kabupaten Kampar masing-masing hanya 10,10 dokter umum dan rasio dokter gigi terendah terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 3,00 orang per 100.000 penduduk. e. Tenaga Medis Sumberdaya manusia bidang kesehatan yang lain, selain dokter adalah tenaga medis seperti perawat dan bidan. Keberadaan perawat dan bidan menjadi sangat penting untuk kondisi penduduk Provinsi Riau, khususnya untuk perawatan ibu dan balita, Berdasarkan Indikator Indonesia bahwa rasio perawat adalah 117 per PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 34 LAPORAN AKHIR 100,000 penduduk dan rasio bidan adalah 100 per 100,000 penduduk. Di Provinsi Riau pada tahun 2010 rasio tenaga medis adalah 159 dengan jumlah tenaga medis sebanyak 8.812 orang kemudian rasionya meningkat menjadi 203 dengan jumlah tenaga medis 12.563 orang pada tahun 2014 dengan pertumbuhan 7,85% per tahun. Peningkatan rasio tenaga medis ini dimotori oleh pertambahan jumlah bidan dengan pertumbuhan 11,49% per tahun dan pertumbuhan jumlah perawat sebesar 10,77% per tahun, seperti terlihat pada Tabel 3.8. Tabel 3.8. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kepulauan Meranti Pekanbaru Dumai Provinsi Riau Jumlah Tenaga Medis Tenaga Perawat Bidan Medis 803 379 424 877 406 471 1.081 629 452 798 413 385 820 472 348 1.159 550 609 813 402 411 777 432 345 1.189 634 555 471 268 203 3.117 2.358 759 658 389 269 12.563 7.332 5.231 Rasio Tenaga Medis Tenaga Perawat Bidan Medis 258,52 114,00 143,00 218,76 115,00 153,00 155,63 64,00 33,00 211,55 105,00 112,00 191,37 115,00 83,00 149,90 90,00 99,00 142,99 68,00 69,00 144,93 111,00 60,00 189,56 113,00 78,00 261,82 114,00 109,00 308,17 182,00 30,00 234,91 148,00 105,00 203,01 113,00 78,00 Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka, 2016) dan Profil Kesehatan Provinsi Riau, 2016 Tenaga perawat di Provinsi Riau berjumlah 7.161 orang dengan rasio adalah 113 per 100.000 penduduk dan rasio tahun 2015 ini meningkatbila dibandingkan dengan tahun 2011 (90,8 per 100.000 penduduk). Rasio perawat per 100,000 penduduk kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2015 sebesar 113 per 100.000 penduduk, dengan rasio tertinggi kota Pekanbaru yaitu 182 per 100.000 penduduk dan rasio terendah di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 64 per 100.000 penduduk. Tenaga Bidan di Provinsi Riau berjumlah 4.948 orang dengan rasio adalah 78 per 100.000 penduduk dan rasio tahun 2015 ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2011 (66,2 per 100.000 penduduk). Gambaran rasio perawat 100.000 penduduk. Sementara rasio bidan tertinggi terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak 153 per 100.000 penduduk dan terendah di Kabupaten PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 35 LAPORAN AKHIR Pekanbaru sebanyak 30 per 100.000 penduduk. Berdasarkan target Indikator Indonesia Sehat rasio bidan 100 orang per 100,000 penduduk. Dengan demikian menunjukkan bahwa Provinsi Riau belum memenuhi target tersebut karena baru mencapai 78 per 100.000 penduduk. Penyebaran rasio bidan per 100.000 penduduk. Berdasarkan target Indikator Indonesia Sehat rasio bidan 100 orang per 100,000 penduduk. Dengan demikian menunjukkan bahwa Provinsi Riau belum memenuhi target tersebut karena baru mencapai 78 per 100.000 penduduk seperti terlihat pada Tabel 3.8. Berdasarkan target Indikator Indonesia Sehat rasio bidan 100 orang per 100,000 penduduk.Dengan demikian menunjukkan bahwa Provinsi Riau belum memenuhi target tersebut karena baru mencapai 96,03 dan bahkan terdapat 8 Kabupaten/Kota yang masih dibawah rata-rata rasio bidan Provinsi Riau dan hanya 4 wilayah yang telah memenuhi Indikator Indonesia yaitu Kuansing, Inhu, Kepulauan Meranti dan Pelalawan. Oleh karena itu upaya peningkatan pelayanan kualitas kesehatan masih sulit tercapai dengan jumlah tenaga medis yang belum memenuhi indikator tersebut. Data rasio tenaga medis kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya disajikan pada Gambar 3.5. Rasio Perawat/100.000 Penduduk Rsio Bidan/100.000 Penduduk 182 Pekanbaru 148 Dumai 153 Indragiri Hulu 143 Kuantan Singingi 112 Siak 115 Pelalawan Indragiri Hulu 115 Kepulauan Meranti Kepulauan Meranti 114 Dumai Kuantan Singingi 114 Kampar Provinsi Riau 113 Siak 113 Provinsi Riau 78 Rokan Hilir 78 Rokan Hilir 111 Bengkalis 105 Pelalawan 20 40 60 80 69 60 33 Indragiri Hilir 64 0 99 83 Bengkalis 68 Rokan Hulu Indragiri Hilir 105 Rokan Hulu 90 Kampar 109 30 Pekanbaru 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Gambar 3.5. Rasio Tenaga Medis Per Kabupaten/Kota Provinsi Riau Tahun 2015 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 36 LAPORAN AKHIR f. Cakupan Desa Setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau telah mempunyai rumah sakit/rumah sakit bersalin, dan setiap kecamatan di kabupaten/kota se-Riau telah mempunyai Puskesmas/Pustu, tetapi hanya 905 desa/kelurahan (49,32%) yang telah mempunyai Poskesdes/Polindes. Sebanyak 1.133 desa/kelurahan (61,74%) yang tidak mempunyai Poskesdes di mana kabupaten/kota dengan persentase tertinggi dan terendah yang tidak ada poskesdes yaitu Indragiri Hilir sebesar 83,47% (197 desa) dan Dumai sebanyak 21,21% (7 desa). Untuk dapat menjangkau wilayah kerjanya, puskesmas mempunyai jaringan pelayanan yang meliputi unit Pustu, unit Puskesmas Keliling, dan unit bidan desa/komunitas. Poskesdes merupakan salah satu upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Gambar 3.6 menyajikan wilayah desa yang masih kekurangan sarana dan prasarana kesehatan di Provinsi Riau (warna hijau pustu, poskesdes dan polindes yang melebih dari jumlah desa dan warna kuning kekurangan pustu, poskesdes dan polindes dari jumlah desa) yang terdapat di kabuapten kota Provinsi Riau. 83 Siak 58 Rokan Hulu 21 Rokan Hilir 19 Indragiri Hulu 17 Kampar 15 Kota Dumai 9 Pelalawan -7 -9 -12 -25 -56 -60 Kep. Meranti Bengkalis Kota Pekanbaru Indragiri Hilir Kuantan Singingi -40 -20 0 20 40 60 80 100 Gambar 3.6. Surplus/Defisit Pustu, Poskesdes dan Polindes Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 37 LAPORAN AKHIR 3.2.2.3. Infrastruktur a. Infrastruktur Jalan Secara umum permasalahan infrastruktur jalan di Provinsi Riau terletak pada masih kurangnya ruas dan kualitas. Walaupun sebagian besar jalan yang melintasi daerah-daerah di Provinsi Riau sudah berhasil menghubungkan berbagai titik di Provinsi Riau dan rasio panjang jalan dibandingkan dengan luas wilayah sudah cukup. Tetapi, jika ditinjau dari kualitas jalan yang menghubungkan antara daerah tersebut maka keadaan yang terjadi sebaliknya. Jalan-jalan yang ada, baik jalan nasional, jalan provinsi, maupun jalan kabupaten dan kota yang dalam kondisi rata-rata mengalami kerusakan dan kurang baik. Hal ini telah menyebabkan berbagai hal diantaranya: waktu tempuh lebih lama, kerusakan kendaraan lebih cepat, biaya produksi dari komponen biaya transportasi menjadi lebih mahal, mempercepat kerusakan jalan pada tahap selanjutnya dan polusi udara yang berakibat pada menurunnya kesehatan masyarakat yang melintasi jalan tersebut serta berakibat pada rendahnya produktivitas dan upah murah. Bila dirinci panjang jalan nasional dan provinsi yang terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan dapat dilihat pada Tabel 3.9. Tabel 3.9. Infrastruktur Jalan Nasional dan Provinsi Melintasi Kabupaten/Kota di Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 No. Kabupaten/Kota Panjang Jalan (Km) Nasional 1 Kuantan Singigi 73,56 2 Indragiri Hulu 164,92 3 Indragiri Hilir 122,01 4 Pelalawan 131,59 5 Siak 66,73 6 Kampar 143,01 7 Rokan Hulu 8 Bengkalis 113,54 9 Rokan Hilir 127,03 10 Meranti 11 Pekanbaru 159,50 12 Dumai 32,58 Jumlah 1.134,47 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, 2014 Provinsi 215,66 277,54 481,88 256,20 256,37 487,94 408,91 153,72 296,30 86,60 112,20 3.033,32 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Jumlah 289,22 442,46 603,89 387,79 323,1 630,95 408,91 267,26 423,33 246,1 144,78 4.167,79 38 LAPORAN AKHIR Upaya pembangunan infrastruktur jalan yang berkualitas akan memerlukan dana yang cukup tinggi mengingat kondisi geografis Provinsi Riau, khususnya bagian yang berada di pesisir timur Pulau Sumatera yakni tempat dimana Dumai dan Kuala Enok berada didominasi oleh tanah rawa gambut dengan ketebalan bervariasi antara 1 sampai 15 meter. Sifat tanah gambut yang labil, tidak padat, dan mengalami penurunan (konsolidasi) yang besar menyebabkan pembangunan infrastruktur jalan di daerah ini menjadi lebih sulit dan mahal. Oleh karena itu untuk mengasilkan infrastruktur jalan yang berkualitas biasanya dilakukan dengan stabilisasi atau perkuatan tanah dasar, dengan membuang bagian tanah yang lunak, melapisi bagian dasar dengan struktur geotekstil, lalu mengisinya dengan tanah timbunan yang dipadatkan, kemudian finishing dengan struktur perkerasan pada bagian paling atas. Pilihan struktur perkerasan yang selama ini dipakai adalah perkerasan lentur (flexible pavement) dengan lapisan aspal seperti jalan pada umumnya. Pengalaman menunjukkan bahwa perkerasan dengan aspal ini tidak dapat bertahan lama karena struktur tanahnya yang labil. Karena itu, perkerasan lapisan atas yang diusulkan untuk infrastruktur jalan di wilayah pesisir ini adalah perkerasan kaku (rigid pavement) dari beton bertulang. Tebal perkerasan dari beton bertulang ini bisa bervariasi mulai dari 30 cm sampai 50 cm, tergantung kepada keadaan tanah dasarnya. Hal ini diperlukan mengingat kenderaan pengangkut CPO dan kayu serta batubara beratnya mencapai 40,7 ton. Lancarnya arus lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan perekonomian suatu daerah. Sebagai daerah yang memiliki potensi sumberdaya migas dan industri lainnya yang besar dan menjadi salah satu daerah yang memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan negara melalui export dan import barang, namun dapat dilihat bahwa kontribusi tersebut tidak sebanding dengan jenis dan kondisi jalan yang ada. Dimana jalan dalam kondisi baik pada tahun 2014 untuk status jalan provinsi hanya 30,70% dan nasional 73,04% dan selebihnya mengalami kerusakan. Kerusakan jalan yang terjadi disebabkan adanya industri hasil hutan dan perkebunan yang melewati jalan tersebut dan melebihi MST dari jalan yang bersangkutan. Salah satu hal yang menjadi permasalahan berkaitan dengan jalan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 39 LAPORAN AKHIR dimana 78,60% dari total panjang jalan yang ada di Provinsi Riau merupakan jalan kabupaten dan yang paling banyak mengalami kerusakan adalah jalan-jalan tersebut. Memang sangat ironis kerusakakan jalan tersebut disebabkan berat tonase kenderaan yang melewati jalan tersebut untuk pengangkutan bahan baku industri seperti TBS kelapa sawit, kayu HTI, dan lainnya untuk diolah dan hasil industrinya seperti CPO, Biodiesel, Pulp dan Paper, batu bara dan sebagian besar hasil industri tersebut di eksport. Namun pembiayaan perbaikan jalan tersebut menjadi beban APBD kabupaten dan provinsi sesuai dengan status jalan. Penerimaan negara melalui pajak eksport (bea keluar) dari hasil industri yang dieksport tidak dapat dikembalikan ke daerah untuk memperbaiki jalan yang rusak tersebut karena peraturan pemerintah yang membatasi penggunaan bea keluar (PNBP No 73 Tahun 1999). Kondisi tersebut menyebabkan beban anggaran APBD kabupaten/kota dan provinsi semakin tinggi untuk perbaikan jalan sementara yang diterima daerah hanya pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan serta retribusi yang dibenarkan oleh peraturan per undang-undangan sehingga kondisi jalan-jalan tersebut dalam kondisi rusak berat, sedang dan ringan sebagaimana yang dijelaskan pada Tabel 3.10. Tabel 3.10. Panjang Jalan Menurut Status pada Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kepulauan Meranti Pekanbaru Dumai Kab/Kota 1.189,85 1.737,03 1.198,54 2.555,59 2.880,19 2.219,17 2.145,97 1.318,57 1.967,41 941,79 2.771,13 1.561,24 22.486,48 Status Jalan (km) Provinsi Nasional 215,66 73,56 277,54 164,92 481,88 122,01 256,2 131,59 256,37 66,73 487,94 143,01 408,91 153,72 113,54 296,3 127,03 86,6 159,50 112,2 32,58 3,033,32 3,033,32 Jumlah 1.479,07 2.179,49 1.802,43 2.943,38 3.203,29 2.850,12 2.554,88 1.585,83 2.390,74 941,79 3.017,23 1.706,02 23.549,08 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau, 2014 b. Pelayanan Air Bersih dan Air minum PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 40 LAPORAN AKHIR Di Provinsi Riau, laju pertumbuhan pelanggan lebih tinggi daripada pertumbuhan produksi. Lebih tingginya pertumbuhan pelanggan dibanding produksi air minum menjadikan ketesediaan dan kualitas air minum yang disuplai semakin menurun. Kondisi ini terlihat dari menurun tajamnya pertumbuhan pelanggan industri yang menggunakan air yang diproduksi PDAM dan kemudian pihak industri mengambil keputusan untuk memproduksi sendiri air minumnya. Oleh karena itu, upaya meningkatkan produksi air minum untuk melayani kebutuhan pelanggan khususnya non niaga/rumah tangga, niaga dan industri harus terus dilakukan. Pada tahun 2015, persentase rumah tangga yang menggunakan air minum layak hanya sebesar 83,01%, sisanya 16,99% masih mengkonsumsi air minum yang belum layak. Sedangkan ketersedian air minum di Provinsi Riau menurut kabupaten/kota yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota dijelaskan pada Tabel 3.11. Tabel 3.11. Kapasitas Ketersedian Air Minum Layak pada Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2011-2015 Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep.Meranti Pekanbaru Dumai Provinsi Riau 2011 23,22 27,42 90,85 29,06 34,06 25,74 23,41 43,37 46,46 75,89 16,28 25,34 37,56 Tahun 2012 25,65 34,31 82,37 23,02 26,78 33,39 23,23 39,18 47,69 80,39 11,96 21,37 36,27 2013 23,29 34,55 87,15 26,05 24,53 37,81 33,66 36,94 43,55 88,32 12,81 19,24 37,43 Pertumbuhan/Ta hun (%) 0,63 12,91 -1,77 -3,81 -14,89 21,48 22,06 -7,69 -3,02 7,90 -9,71 -12,82 -0,12 Tahun 2014 2015 52,31 65,83 59,05 76,61 85,86 95,60 59,49 75,56 74,02 82,46 71,15 73,83 54,85 71,65 79,57 86,34 65,37 84,83 80,21 92,98 88,57 91,78 72,43 88,53 72,59 83,01 Pertumbuhan/ Tahun (%) 25,85 29,74 11,34 27,01 11,40 3,77 30,63 8,51 29,77 15,92 3,62 22,23 14,35 Sumber: Ciptada Provinsi Riau, 2016 (Susenas, 2014-2015) Catatan: Perhitungan Tahun 2014-2015 Menggunakan Formula Baru. Persentase rumah tangga menurut sumber air minum/masak pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.12. Di sini terlihat bahwa sumber air minum yang berasal dari leding (pipa) dan air kemasan hanya mencapai 46,50%. Jumlah inipun masih didominasi oleh kawasan perkotaan Pekanbaru dan Dumai. Jumlah ini masih terlalu kecil mengingat, jangkauan air yang berasal dari leding (sistem PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 41 LAPORAN AKHIR perpipaan) masih sangat terbatas. Sumber air minum masih didominasi oleh air kemasan (galon isi ulang) yang harganya relatif mahal dan tidak efisien. Di Riau saat ini, belum ada kota yang pelayanan air minumnya bisa dihandalkan, Kota Dumai, hingga saat ini, kebutuhan air minumnya masih sangat tergantung kepada air hujan dan air yang dibeli dengan menggunakan truk dan jerigen, terutama sekali pada musim kemarau tiba, karena air tanah/sumur untuk kawasan yang dekat dengan laut/rawa tidak bisa digunakan. Kabupaten Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, dan Rokan Hilir adalah yang terparah dalam penyediaan air minum untuk warganya. Tabel 3.12. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air Minum Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 SumberAir Minum KabupatenKota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep, Meranti Pekanbaru Dumai Jumlah Leding dan Air Kemasan 31,55 46,54 15,13 59,23 54,58 38,20 33,10 48,87 37,34 9,08 79,64 75,03 46,50 Pompa 8,20 7,86 0,52 11,27 16,26 15,52 10,66 4,38 10,05 0,28 16,42 12,67 10,40 Sumur Terlindungi Sumur tak Terlindungi 39,76 25,10 2,03 8,67 14,66 32,08 43,25 6,68 17,61 2,32 3,16 5,09 16,42 Mata Air 15,87 17,60 2,19 15,50 4,70 5,67 8,70 9,23 8,47 4,97 0,48 2,48 6,95 1,70 0,12 0,17 1,47 0,26 6,25 3,22 0,00 0,36 1,04 0,31 0,56 1,42 Lainnya 2.93 2,77 79,95 3,87 9,55 2,28 1,08 30,85 26,18 82,31 0,00 4,17 18,32 Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015) Persentase rumah tangga menurut kabupaten/kota dan sumber air minum menunjukkan bahwa masih cukup banyak rumah tangga yang menggunakan sumber air minum dan memasak dari sumur yang tidak terlindungi. Sumber air minum yang kurang layak umumnya berasal dari air hujan, air sungai dan sumur tak terlindung. Di kabupaten Indragiri Hilir dan Kepulauan Meranti, sumber air minum didominasi oleh air hujan yaitu sebesar 72,37%, dan 76,21%. Tabel 3.13. Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Pemenuhan Sumber Air Memasak Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 SumberAir Memasak KabupatenKota Leding & Air Kemasan Pompa Sumur Terlindungi Sumur tak Terlindungi Mata Air PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Lainnya 42 LAPORAN AKHIR SumberAir Memasak KabupatenKota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep, Meranti Pekanbaru Dumai Jumlah Leding & Air Kemasan 5,17 21,21 4,35 22,94 23,09 13,80 8,06 9,00 8,77 1,79 26,42 23,84 14,84 Pompa Sumur Terlindungi Sumur tak Terlindungi 54,10 35,27 1,83 18,72 21,84 41,41 63,63 23,82 24,04 1,84 7,57 9,67 24,95 20,42 25,15 2,35 19,20 7,42 8,04 11,42 13,71 14,25 4,90 3,41 4,21 10,16 11,53 11,26 0,71 26,58 28,37 25,32 11,87 14,72 16,99 0,28 56,51 50,30 23,97 Mata Air 2,51 0,66 0,17 3,09 0,77 5,71 3,88 0,77 0,55 0,55 0,81 0,70 1,80 Lainnya 6,27 6,45 90,59 9,47 18,52 5,71 1,13 37,98 35,39 90,64 5,28 11,29 24,27 Sumber: BPS Provinsi Riau (Riau Dalam Angka Tahun 2015) c. Penyediaan Listrik Secara keseluruhan, selama periode 2011–2015 rasio elektrifikasi Provinsi Riau mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 17,15% per tahun, dengan wilayah pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Rokan Hilir sebesar 50,92% per tahun dan Kabupaten Kampar dengan rata-rata pertumbuhan terendah 2,44% per tahun. Pertumbuhan yang rendah wilayah tersebut disebabkan oleh rasio pertumbuhan jumlah rumah tangga lebih tinggi berbanding laju pertumbuhan pembangunan energi listrik. RE per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 3.14. Tabel 3.14. Rasio Elektrifikasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2011-2015 No Kabupaten/Kota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep. Meranti Pekanbaru Dumai Provinsi Riau 2011 47,81 66,00 26,09 28,18 37,71 80,05 36,82 67,72 28,73 39,17 65,95 73,58 53,06 2012 69,71 93,63 68,47 62,1 62,85 71,88 52,55 77,48 84,69 95,45 108,33 90,19 78,88 Tahun 2013 72,40 99,00 69,42 69,76 67,44 76,68 57,81 80,93 90,74 95,48 115,71 95,38 83,73 2014 86,3 99,16 75,04 67,19 54,93 83,93 57,63 106,11 85,79 100,42 105,41 97,25 85,19 2015 94,84 98,04 70,72 71,59 77,94 87,89 61,83 98,69 91,97 96,64 104,97 100 87,81 Pertumbuhan/ Tahun (%) 19,69 11,66 41,54 33,89 24,33 2,66 14,93 10,75 50,92 36,28 15,44 8,28 14,91 Sumber: Dinas ESDM Provinsi Riau, 2016 Berdasarkan pada Tabel 3.14 dapat dilihat bahwa rasio elektrifikasi dibawah rata-rata provinsi terdapat 4 kabupaten dan 8 kabupaten di atas rata-rata provinsi. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 43 LAPORAN AKHIR Wilayah terendah rasio elektrifikasi yaitu Kampar-Indragiri Hulu dan terendah adalah Kabupaten Kampar. Dengan perpindahan kewenangan dalam pengurusan energi dan sumberdaya mineral ke provinsi maka wilayah-wilayah terendah rasio elektrifikasinya harus mendapatkan prioritas dalam pembangunan energi kedepan. Sedangkan jumlah desa yang sudah terlayani listrik di Provinsi Riau hingga tahun 2014 baru memcapai 60,77% dan yang belum terlayani 39,23%. Kabupaten yang belum terlayani listrik yang paling rendah adalah Indragiri Hilir yang desanya tersedia listrik baru mencapai 25,71% dan yang belum tersedia listrik sebesar 74,29%. Jika dilihat rata-rata desa yang belum teraliri listrik di Provinsi Riau masih terdapat sebanyak 39,23% dari jumlah desa yang ada sebanyak 1.634 desa dan kelurahan atau sebanyak 641 desa yang belum teraliri listrik dan yang terbanyak di Kabupaten Indragiri Hilir dari 175 desa masih terdapat 130 desa yang belum teraliri listrik. Sementara jumlah kelurahan yang mendapatkan aliran listrik terdapat di Kota Dumai sebanyak satu kelurahan dari 32 kelurahan yang ada (Tabel 3.15). Kondisi ini harus mendapatkan perhatian serius bagi pemerintah daerah mengingat hal ini sudah menjadi kewenangan pemerintah Provinsi Riau sesuai dengan UU 23 Tahun 2014. Tabel 3.15. Jumlah Rumah Tangga Menurut Desa Yang Terlayani Listrik Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 Kuansing Inhu Inhil Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Pekanbaru Dumai Kep. Meranti Jumlah 314.140 76.094 247.306 92.405 555.701 166.164 152.949 82.583 238.786 95.983 447.157 173.936 265.686 65.573 520.241 121.329 352.299 134.253 585.440 237.896 173.188 61.878 216.329 40.319 4.069.222 1.348.413 12 14 20 12 14 20 16 8 13 12 5 7 153 Jumlah Desa Berlistrik Telah Belum Desa Kecamatan Kepala Keluarga Kabupaten/ Kota No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Penduduk Jumlah 209 196 175 117 129 250 153 103 136 61 32 73 1.634 Desa 132 115 45 63 83 186 110 76 55 61 31 36 993 (% ) 63,16 58,67 25,71 53,85 64,34 74,40 71,90 73,79 40,44 100,00 96,88 49,32 60,77 Desa 77 81 130 54 46 64 43 27 81 1 37 641 (% ) 36,84 41,33 74,29 46,15 35,66 25,60 28,10 26,21 59,56 3,13 50,68 39,23 Sumber: PLN Riau, 2014. 3.2.3. Kondisi dan Potensi Ekonomi PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 44 LAPORAN AKHIR 3.2.3.1. Kondisi Ekonomi a. Pertumbuhan Ekonomi Tabel 3.16 menyajikan kondisi perekonomian kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 2012-2015. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa PDRB tertinggi dengan migas adalah Kabupaten Bengkalis dengan nilai Rp. 82.676.408,29 juta rupiah diikuti oleh kota Pekanbaru sebesar Rp. 57.557.347,62 juta rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa sejumlah kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara merupakan kabupaten dengan kondisi ekonomi yang baik. Tabel 3.16. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Termasuk Minyak Bumi dan Gas Tahun 2012-2015 (Juta Rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep Meranti Pekanbaru Dumai Riau 2012 18.333.198,91 23.708.459,37 32.444.458,39 25.920.879,25 53.226.798,43 41.668.546,69 18.069.053,50 91.397.010,80 41.418.231,33 9.909.809,44 48.351.736,61 18.909.845,70 423.358.028,42 2013 19.336.933,71 25.180.129,97 34.769.508,24 27.360.638,95 51.987.673,97 44.297.582,79 19.150.561,51 88.411.085,59 42.405.063,91 10.329.760,17 51.053.167,00 19.605.667,85 433.887.773,66 2014 20.331.154,81 26.572.896,38 37.155.800,90 29.056.789,93 51.485.038,44 45.816.465,83 20.383.263,11 85.003.696,73 44.144.206,11 10.788.877,45 54.570.279,50 20.204.795,72 445.513.264,91 2015 19.899.265,75 25.804.981,98 37.922.056,74 29.776.010,59 51.369.618,94 46.304.581,70 20.778.966,21 82.676.408,29 44.583.546,86 11.077.555,64 57.557.347,62 20.445.651,50 448.195.991,82 Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2015) PDRB menurut kabupaten/kota sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.7, memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan antara PDRB kabupaten kaya sebagai penghasil migas dengan kabupaten/kota bukan penghasil migas, PDRB tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Bengkalis diikuti Kabupaten Siak, Rokan Hilir dan Kampar, Kontribusi PDRB dengan migas dibanding tanpa migas dalam PDRB Kabupaten Bengkalis, Siak, Rokan Hilir dan Kampar masing-masingnya sebesar 88,19%, 75,56%, 70,83% dan 65,50%, Kabupaten yang memiliki sumberdaya migas dalam jumlah kecil adalah Kepulauan Meranti, Indragiri Hulu, Rokan Hulu PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 45 LAPORAN AKHIR dan Pelalawan, Sedangkan Kabupaten Kuantan Singingi dan Indragiri Hilir tidak memiliki sumberdaya migas. Kontribusi PDRB HK Tanpa Migas (%) Kontribusi PDRB HK Migas (%) Bengkalis 12.25 11.55 10.25 9.91 8.34 8.34 6.51 5.97 4.59 4.57 4.56 2.42 Siak Rokan Hilir Indragiri Hilir Indragiri Hulu Kuantan Singingi Kep.Meranti 0.00 5.00 10.00 15.00 19.10 Pekanbaru Siak Kampar Provinsi Riau Indragiri Hulu Rokan Hulu 3.44 2.49 Kep.Meranti 20.00 0.00 5.00 10.41 9.97 9.81 8.61 8.33 7.85 7.15 6.60 5.49 10.00 15.02 13.17 15.00 20.00 Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2015) Gambar 3.7. Kontribusi (%) PDRB Harga Konstan Migas dan Dengan Tanpa Migas Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 Tingginya ketergantungan migas dalam PDRB di Kabupaten Bengkalis, Siak, Rokan Hilir dan Kampar perlu diantisipasi melalui pengembangan sumberdaya yang dapat diperbaharui. Disisi lain, kabupaten yang rendah sumberdaya perlu mendapat dukungan pembangunan yang lebih besar dari Pemerintah Provinsi Riau sehingga ketimpangan antar kabupaten/kota di Provinsi Riau akan semakin rendah lagi. Kabupaten/Kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi dengan migas yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dengan migas pada tahun 2015 adalah Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 6,92% hingga Kabupaten Kampar sebesar 3,21%. Sedangkan kabupaten/kota yang pertumbuhan ekonominya dengan migas dibawah rata-rata provinsi adalah Siak dan Bengkalis dan bahkan negatif masing-masing sebesar -0,71% dan -3,50%. Sementara pertumbuhan ekonomi tanpa migas Kabupaten/Kota hanya kabupaten Inhu, Kuansing, Siak, Kampar dan Kota Dumai yang terdapat di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tahun 2014 (Gambar 3.8). PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 46 LAPORAN AKHIR Pertumbuhan Ekonomi Dengan Migas (%) 6.92 6.79 6.78 6.08 5.62 5.34 4.65 4.01 3.53 3.21 2.80 Indragiri Hilir Rokan Hulu Indragiri Hulu Kep.Meranti Dumai Provinsi Riau -0.71 -3.50 Bengkalis -5.00 Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas (%) Kep.Meranti Indragiri Hilir Rokan Hulu Pelalawan Indragiri Hulu Siak 3.25 Dumai 0.00 5.00 10.00 0.00 2.00 4.00 7.52 7.33 6.92 6.79 6.47 6.19 6.16 5.91 5.75 5.34 4.70 4.56 6.00 8.00 Gambar 3.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 Secara relatif pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir cukup baik karena ditopang oleh komoditas yang diusahakan masyarakat tidak sepenuhnya mengalami penurunan harga seperti kelapa, padi, pinang dan ikan. Sementara komoditas kelapa sawit yang penurunan harga tidak terlalu memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ini mengingat daerah ini hanya sebagian kecil masyarakatnya yang berusahatani kelapa sawit tetapi sebagian besar bersumber dari perkebunan kelapa, perikanan dan tanaman padi serta pinang. Sementara tanaman kelapa sawit tergolong wilayah yang masih memiliki kebun kelapa sawit yang sempit berbanding daerah lainnya. b. Inflasi Inflasi juga menjelaskan tentang kondisi prekonomian suatu wilayah. Semakin stabil tingkat inflasi menunjukkan kondisi perekonomian yang semakin baik. Data pada Gambar 3.9 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan inflasi per kabupaten/kota dari tahun 2011-2015 terjadi pada dengan migas dan non migas. Laju pertumbuhan Inflasi tertinggi dengan migas terjadi di Kabupaten Siak sebanyak 8,68% per tahun dan penurunan laju inflasi terendah terjadi di Kota Dumai sebesar 385,27% per tahun. Sedangkan laju inflasi tertinggi pada non migas terjadi di Kabupaten Bengkalis sebesar 165,11% per tahun dan Kep. Meranti sebesar 124,23% per tahun dan terendah Kabupaten Kuantan Singingi sebesar 10,76% per tahun. Beradasarkan pada data tersebut dapat dilihat bahwa wilayah yang perlu yang memerlukan kebijakan penanganan inflasi untuk non migas adalah PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 47 LAPORAN AKHIR Kabupaten Bengkalis dan Kep. Meranti yang merupakan wilayah yang terletak di wilayah perbatasan negara. Inflasi dengan Migas (%) Inflasi Tanpa Migas (%) 14.60 Kep.Meranti 13.15 Pekanbaru 11.00 Pelalawan Bengkalis 10.25 Rokan Hilir 10.08 8.82 Riau 8.06 Kampar Rokan Hulu 7.97 Dumai 7.74 Indragiri Hilir 6.48 Indragiri Hulu 6.17 5.54 Siak 4.80 Kuantan Singingi 0.00 5.00 18.97 Kep.Meranti Bengkalis Pekanbaru Pelalawan Rokan Hilir Dumai Rokan Hulu Siak Indragiri Hilir Indragiri Hulu Kampar Riau Kuantan Singingi 14.51 13.15 11.15 8.95 8.58 7.71 7.42 6.48 6.18 5.51 4.80 4.80 0.00 10.00 10.00 20.00 15.00 Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2015) dan Data Olahan Gambar 3.9. Tingkat Inflasi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Sementara itu tingkat inflasi perkabupaten/kota tanpa migas pada tahun 2015 menunjukkan bahwa tingkat inflasi tertingggi adalah Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 18,87% dan terendah terjadi di Kabupaten Kuansing hanya 4,80% per tahun. Oleh karena wilayah yang tingkat inflasinya cukup tinggi harus mendapatkan perhatian dalam penyediaan barang dan jasa untuk menyeimbangkan antara permintaan dan penawaran. c. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Indikator yang menunjukkan ketimpangan pembangunan/pendapatan antar wilayah yang lazim digunakan adalah Indeks Ketimpangan Williamson. Bila indeks ketimpangan Williamson diukur dari PDRB per kapita dengan migas, menunjukan trend berfluktuatif meningkat. Pada tahun 2010, indeks ketimpangannya sebesar 0,671 kemudian meningkat menjadi menjadi 1,1697 pada tahun 2015. Meskipun indeks ketimpangan yang diukur dari PDRB per kapita dengan migas ini cenderung meningkat dan lebih besar dari satu sehingga dapat dikategorikan ketimpangan distribusi pendapatan per kapita dengan migas antar Kabupaten/Kota di Provinsi PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 48 LAPORAN AKHIR Riau sangat timpang atau pertumbuhan ekonomi antar daerah tidak merata. Hal ini dimungkinkan karena hanya sebagian kabupaten saja yang memiliki sumberdaya migas yang besar di Provinsi Riau seperti Kabupaten Bengkalis, Siak, Rokan Hilir dan Kampar sedangkan Kabupaten/Kota lainnya relatif kurang atau tidak memiliki sumberdaya migas. Selama periode 2010 – 2015, rata-rata pertumbuhan indeks ketimpangan distribusi pendapatan dengan migas antar Kabupaten/Kota di Provinsi Riau menurun sebesar 31,14% per tahun. Selama periode 2010 – 2015, indeks ketimpangan Williamson yang diukur dari PDRB per kapita tanpa migas menunjukkan trend menurun sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.35. Pada tahun 2010, indeks ketimpangan sebesar 0,2865 menurun menjadi 0,2574 pada tahun 2014 yang dapat dikatakan hampir mendekati nol sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan per kapita tanpa migas antar Kabupaten/Kota di Provinsi Riau relatif rendah atau pertumbuhan ekonomi antar daerah merata tanpa migas. Selama periode ini, rata-rata pertumbuhan penurunan indeks ketimpangan distribusi pendapatan per kapita tanpa migas di Provinsi Riau menurun sebesar 1,66% per tahun. 9.0016 Bengkalis Siak Rokan Hulu Provinsi Riau Pekanbaru Indragiri Hilir Kampar Kep.Meranti Kuantan Singingi Indragiri Hulu Rokan Hilir Pelalawan Dumai 1.8668 1.7152 1.1697 0.6641 0.4325 0.2609 0.0396 0.0183 0.0153 0.0147 0.0071 0.0003 - 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 1.1178 Kampar 0.7974 Kuantan Singingi 0.3042 Indragiri Hulu 0.2574 Siak Pekanbaru 0.2337 Kep.Meranti 0.2260 Rokan Hulu 0.1155 Dumai 0.1008 Bengkalis 0.0865 Pelalawan 0.0805 Rokan Hilir 0.0110 Provinsi Riau 0.0105 0.0051 Indragiri Hilir - 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 Gambar 3.10. Pembentukan Indek Williamson Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 d. Kemiskinan Secara umum jumlah penduduk miskin, tingkat kemiskinan, indek kedalaman dan keparahan kemiskinan di desa jauh lebih tinggi dibandingkan di kota, yang memberi arti bahwa kedalaman dan keparahan kemiskinan di pedesaan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 49 LAPORAN AKHIR jauh lebih besar dibanding kota. Oleh karena itu, kebijakan penanggulangan kemiskinan masih perlu terus dilakukan dengan memperkuat di wilayah pembangunan ekonomi dan infrastruktur pedesaan khususnya pedesaan diwilayah pesisir. Jumlah penduduk miskin, tingkat kemiskinan, indek kedalaman dan 69.55 61.35 49.18 46.92 40.63 39.22 34.31 33.43 25.45 21.89 20.93 Ribu Orang 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 - 12.43 keparahan kemiskinan dapat dilihat pada Gambar 3.11, 3.12, 3.13 dan 3.14. 32.39 Gambar 3.11. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 35.00 30.00 25.00 5.00 8.12 7.17 7.12 6.59 6.30 5.88 5.31 4.35 4.14 3.22 10.00 3.97 15.00 8.85 20.00 - PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 50 LAPORAN AKHIR 8.96 Gambar 3.12. Tingkat Kemiskinan (%) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2014 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 1.20 1.00 0.94 0.89 0.87 0.68 0.49 0.49 0.47 1.00 0.46 2.00 0.55 3.00 1.77 4.00 - Gambar 3.13. Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2014 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 51 2.77 LAPORAN AKHIR 3.00 2.50 2.00 1.50 0.29 0.26 0.25 0.22 0.21 0.21 0.15 0.12 0.12 0.06 0.50 0.12 0.54 1.00 - Gambar 3.14. Indek Keparahan Kemiskinan (P1) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2014 Dari gambar di atas dapat dinyatakan bahwa Kabupaten Kepulauan Meranti yang baru terbentuk tahun 2009 merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk miskin maupun tingkat (persentase) kemiskinan tertinggi di Provinsi Riau. Jumlah penduduk miskin terbanyak terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 69.548 orang dan paling sedikit terdapat di Kota Dumai sebanyak 12.432 orang. Persentase penduduk miskin tertinggi di Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 32,39% dan paling rendah di Kota Pekanbaru sebanyak 3,22%. Indeks kedalaman kemiskinan tertinggi terdapat Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 8,96 dan terendah di Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak 0,46 dan indek keparahan kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 2,77 dan dan terendah di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 0,06. Indeks Kedalaman Kemiskinan Poverty Gap Index (P1) Indeks Kedalaman Kemiskinan/Poverty Gaps Index (P1) adalah ukuran rata-rata kesenjangan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 52 LAPORAN AKHIR pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap kemiskinan. Pada gambar 3.13 terlihat bahwa posisi relatif Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yaitu berada di bawah rata-rata provinsi sebanyak 10 Kabupaten/Kota dan di atas rata-rata provinsi adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Pelalawan. Oleh karena itu kedua wilayah ini harus mendapatkan perhatian secara serius dalam mengurangi keparahan kemiskinan. 3.2.3.2. Potensi Ekonomi a. Kelautan dan Perikanan Produksi perikanan di Provinsi Riau sebagian besar berasal dari perikanan laut, yakni dari kabupaten/kota yang terletak di wilayah perbatasan negara. Data yang bersumber dari Dinas Perikanan dan Kelautan menunjukkan bahwa pada tahun 2015, dari sejumlah 178.238,24 ton total produksi ikan, sebanyak 105.296,30 ton atau 59,07% merupakan hasil perikanan laut, sedangkan 72.941,94 ton hasil dari perairan umum, tambak, kolam keramba, keramba, sawah, tambak dan jaring apung. Di samping itu diperoleh juga informasi bahwa kabupaten/ kota sebagai penghasil ikan terbanyak pada tahun 2015 adalah Kabupaten Rokan Hilir 54.237,7 ton (30,46%), Kabupaten Indragiri Hilir 52.294,70 ton (29,34%) dan Kabupaten Kampar 31.722,75 ton (17,80 %), sisanya sebanyak 39.927,57 ton (22,40%) tersebar di kabupaten/kota lainnya. Tabel 3.17. Produksi Perikanan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep. Meranti Pekanbaru Dumai Provinsi Riau Perikanan Laut 45.442,40 4.584,60 444,30 1.479,70 51.101,50 1.650,00 593,80 105.296,30 Jenis Usaha Perikanan Perairan Tambak Kolam Umum 347,20 3.190,03 2.729,40 3.803,48 6.343,90 85,77 422,63 193,60 5.820,11 584,90 1.242,64 2.326,70 29.396,05 1.885,70 5.177,19 36,70 378,18 2.292,00 899,72 1,55 48,52 394,40 5.215,60 10,96 115,01 17.097,80 134,98 55.709,16 Jumlah 3.537,23 6.532,88 52.294,70 10.598,31 2.271,84 31.722,75 7.062,89 1.894,58 54.293,22 1.700,07 5.610,00 719,77 178.238,24 Kontribusi (%) 1,98 3,67 29,34 5,95 1,27 17,80 3,96 1,06 30,46 0,95 3,15 0,40 100,00 Sumber: Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 53 LAPORAN AKHIR Jika dilihat Kabupaten/Kota yang produksi perikanannya merupakan produksi tertinggi Provinsi Riau pada tahun 2015 adalah Kabupaten Rokan Hilir, Indragiri Hilir dan Kampar. Kontribusi sub sektor perikanan dari ketiga wilayah tersebut mencapai 77,64% dari produksi perikanan Provinsi Riau (Gambar 3.15). Kabupaten Kampar sebagai produser ikan terbanyak ketiga di Provinsi Riau harus diapresiasi karena sebagian besar atau sebanyak 29.396,05 ton (52,60%) produksi perikanan diperoleh melalui budidaya dan hanya sebanyak 2.326,70 ton (13,61%) yang diperoleh melalui perikanan tangkap dari perairan umum. 60.0 52.3 54.3 50.0 40.0 31.7 30.0 20.0 10.0 0.7 1.7 1.9 2.3 3.5 5.5 6.5 7.1 10.6 - Produksi Perikanan Per Kabupaten/Kota (Ribu ton) Tahun 2015 Gambar 3.15. Produksi Perikanan Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/ Kota Lainnya Tahun 2015 b. Pariwisata Selain kaya akan sumberdaya kelautan dan perikanan, Provinsi Riau, khususnya kabupaten/kota di wilayah perbatasan negara, memiliki daya tarik pariwisata yang dapat dikembangkan sehingga menjadi tujuan wisatawan domestik maupun manca negara. Namun demikian, daya tarik wisata yang ada belum dikembangkan dengan baik, termasuk sarana dan prasarana pendukungnya sehingga belum menjadi tujuan wisata dan belum memberikan kontribusi yang berarti dalam perekonomian Provinsi Riau. Sementara itu jumlah objek wisata di Provinsi Riau (Tabel 3.18) menunjukkan penyebaran lokasi di setiap kabupaten/kota, dimana kabupaten yang PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 54 LAPORAN AKHIR memiliki objek wisata paling banyak adalah Kabupaten Rokan Hulu dengan enam objek wisata dan yang paling sedikit adalah Dumai, Meranti dan Pelalawan. Dari potensi objek-objek wisata yang ada, hanya beberapa objek wisata yang mulai dikembangkan seperti (1) Wisata Fenomena Bono yang ada di Kabupaten Pelalawan; (2) Candi Muara Takus yang terletak d Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar; (3) Benteng Tujuh Lapis dan sumber air panas di Kabupaten Rokan Hulu; (4) Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi; (5) Festival Bakar Tongkang di Kabupaten Rokan Hilir; (6) Danau Buatan di Kota Pekanbaru; dan (7) Istana Siak Sri Indrapura di Kabupaten Siak, Sebagian besar objek wisata belum dikembangkan dan belum menjadi tujuan wisatawan domestik maupun manca negara. Kondisi ini menjadikan pariwisata belum memberikan kontribusi yang berarti dalam perekonomian Provinsi Riau. Lokasi dan Jarak Objek wisata di Provinsi Riau dapat dilihat Gambar 3.16. Tabel 3.18. Objek Wisata Yang Terdapat di Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 No 1 2 3 4 Kabupaten Kuansing Indragiri Hulu Kecamatan Desa/ Kelurahan Kuantan Tengah Kota Taluk Kuantan Kuantan Mudik Bukit Padusunan Kuantan Mudik Lubuk Jambi Hulu Kuantan Lubuk Ambacang Batang Gangsal Sanglap Rengat Barat Kota Lama Rengat Kampung Dagang Rengat Barat Kota Lama Mandah Pulau Cawan Kemuning Batu Ampar Kuindra Teluk Dalam, Sapat Mandah Bekawan Teluk Meranti Teluk Meranti Lubuk Kembang Bunga Indragiri Hilir Pelalawan Ukui Kerumutan Kerumutan Jarak Pekanbaru ke Objek Wisata Lokasi (KM) 133,95 1. Pacu Jalur 2. Kawasan Wisata 150,90 Kebun Nopi 3. Air Terjun 163,27 Guruh Gemurai 4. Air Terjun Tujuh 169,90 Tingkat 1. Taman Nasional 280,39 Bukit Tiga Puluh 2. Makam Raja-raja 192,42 Indragiri Kota Lama 206,84 3. Danau Raja 4. Danau 192,42 Menduyan Darat = 399,24 dan Laut = 1. Pantai Solop 371,35 284,76 2. Bukit Berbunga 3. Wisata Religi Syech 32,67 Abdurrahman Siddiq Darat = 420,12 4. Wisata Sampan dan Laut = Leper dan 393,31 Manongkah 194,91 1. Wisata Bono 2. Taman Nasional 177,02 Tesso Nillo 3. Kawasan 179,27 Lindung Kerumutan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 55 LAPORAN AKHIR No 5 6 7 8 9 10 11 12 Kabupaten Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kep, Meranti Kecamatan Desa/ Kelurahan Jarak Pekanbaru ke Lokasi (KM) Siak Siak Sri Indra Pura 117,48 Mempura Mempura 112,13 Siak Siak Sri Indra Pura 118,50 Siak XIII Koto Kampar Siak Sri Indra Pura 115,00 Muara Takus 116,65 Kuok Merangin 79,45 Kuok Pulau Belimbing 68,60 Kampar Kiri Hulu Gema & Tanjung Belit 99,47 Tambusai Dalu-dalu 214,00 Kepenuhan Rantau Binuang Sakti 223,00 Rambah Gunung Bongsu 190,70 Bangun Purba - 196,77 Rokan IV Koto - 170,00 Rokan IV Koto Cipang Kiri Hulu 204,35 Rupat Utara Tlk Rhu 294,14 Bantan Selat Baru 218,20 Bengkalis Meskom 215,66 Bukit Batu Sukajadi 211,30 Bangko Bagan Tengah 243,50 Tanah Putih Rantau Bais 174,47 Pasir Limau Kapas - Rangsang Barat Bokor 225,10 Rangsang Barat Anak Setatah 211,26 Tebing Tinggi Barat Lalang Tanjung 226,3 Rumbai Pesisir Meranti Pandak 2,30 Bukit Raya Simpang Tiga 7,60 Rumbai Pesisir Lembah Sari 10,80 Marpoyan Damai Maharatu 10,46 Rumbai Muara Fajar 22,87 Medang Kampai Teluk Makmur 203,92 Dumai Barat Purnama 203,97 Medang Kampai Bukit Batrem 191,66 257,46 darat + 85,6 Laut Pekanbaru Dumai PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Objek Wisata 1. Istana Siak Sri Indrapura 2. Desa Mempura 3. Event Siak Bermadah 4. Tour De Siak 1. Candi Muara Takus 2. PLTA Koto Panjang 3. Desa Pulau Belimbing 4. Kawasan Wisata Kampar Kiri Hulu 1. Benteng Tujuh Lapis 2. Wisata Rohani di Binuang Sakti 3. Air Panas Hapanasan 4. Air Terjun Aek Matua 5. Kawasan Hulu Sungai Rokan 6. Bukit Tungkuih Nasi 1. Kawasan Wisata Pulau Rupat 2. Pantai Selat Baru 3. Pantai Prapat Tunggal Meskom 4. Kawasan Biosfir Giam Siak Kecil 1. Festival Bakar Tongkang 2. Kawasan Wisata Rantau Bais 3. Kawasan Wisata Pulau Jemur 1. Event Wisata Bokor 2. Kawasan Mangrove 3. Kawasan Wisata Tasik 1. Kawasan Pekanbaru Water Front City 2. Kawasan Bandar Serai 3. Danau Bandar Kayangan 4. Kawasan Agro Wisata Marpoyan 5. Kawasan Wisata Tahura SSH 1. Pantai Teluk Makmur 2. Kawasan Mangrove 3. Danau Bunga Tujuh 56 LAPORAN AKHIR Gambar 3.16. Peta Lokasi Objek Wisata Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 b. Tanaman Pangan Tabel 3.19 menyajikan data luas panen, produksi dan produktivitas menurut kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 2015. Dari tabel dapat dilihat bahwa Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Rokan Hilir merupakan kabupaten dengan luas lahan dan produksi gabah yang tertinggi di Provinsi Riau, namun demikian produktivitas padi bukanlah yang tertinggi. Kabupaten dengan produktivitas padi yang tertinggi berasal dari Kabupaten Siak. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 57 LAPORAN AKHIR Tabel 3.19. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Luas Panen (ha) 11.175 Kontribusi (%) 12,96 Padi Produksi Gabah (ton) 50.125 Kontribusi (%) 14,51 Produktivitas (Ton/ha) 4,49 Indragiri Hulu 2.495 2,89 9.236 2,67 3,70 Indragiri Hilir Kabupaten/Kota Kuantan Singingi 28.553 33,12 111.315 32,22 3,90 Pelalawan 4.764 5,53 17.955 5,20 3,77 Siak 5.554 6,44 30.306 8,77 5,46 Kampar 7.038 8,16 23.277 6,74 3,31 Rokan Hulu 4.263 4,94 18.715 5,42 4,39 Bengkalis 6.014 6,98 23.031 6,67 3,83 Rokan Hilir 12.481 14,48 50.056 14,49 4,01 Kep. Meranti 3.568 4,14 10.115 2,93 2,83 6 0,01 16 0,00 2,67 Pekanbaru Dumai Provinsi Riau 307 0,36 1.294 0,37 4,21 86.218 100,00 345.441 100,00 4,01 Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan Beradasarkan data produksi padi yang dikonversi ke beras menunjukkan bahwa Provinsi Riau mengalami defisit sebanyak 63,36%. Wilayah yang mengalami defisit paling rendah adalah Kabupaten Indargiri Hilir sebesar 7,03% dan Kuansing sebesar 7,14%. Defisit tersebut sebenarnya dapat diatasi jika insitas penggunaan lahan dan teknologi input dengan kobinasi terbaik dapat dilakukan maka defisit tersebut dapat diminimalisir. Defisit kebutuhan beras per Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 3.20. Tabel 3.20. Kebutuhan dan Kemampuan Beras Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten/Kota Lainnya Tahun 2015 Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jiwa Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan/ Kebutuhan Kemampuan Kekurangan Beras Produksi Keterangan Beras Ton/Tahun Ton/Tahun (%) Ton/Tahun 35.100 32.594 -2.506 -7,14 Defisit Kuantan Singingi 314.276 Indragiri Hulu 409.431 45.302 8.334 -36.968 -81,60 Defisit Indragiri Hilir 703.734 78.491 72.972 -5.519 -7,03 Defisit Pelalawan 396.990 42.626 11.723 -30.903 -72,50 Defisit Siak 440.841 48.420 19.699 -28.721 -59,32 Defisit Kampar 793.005 87.368 18.873 -68.495 -78,40 Defisit Rokan Hulu 592.278 64.249 32.365 -31.884 -49,63 Defisit PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 58 LAPORAN AKHIR Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jiwa Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan/ Kebutuhan Kemampuan Kekurangan Beras Produksi Keterangan Beras Ton/Tahun Ton/Tahun (%) Ton/Tahun 60.584 17.517 -43.067 -71,09 Defisit Bengkalis 543.987 Rokan Hilir 644.680 70.877 32.536 -38.341 -54,09 Defisit Kep. Meranti 181.095 20.328 6.575 -13.753 -67,66 Defisit 1.038.118 114.296 10 -114.286 -99,99 Defisit 285.967 31.652 3.024 -28.628 -90,45 Defisit 6.344.402 699.294 256.222 -443.072 -63,36 Defisit Pekanbaru Dumai Provinsi Riau Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan Program peningkatan produktivitas tanaman padi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan beras, mengingat setiap tahunnya terjadi penurunan luas tanam, panen dan produksi. Sementara kebutuhan pangan beras senantiasa mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa program peningkatan produksi padi melalui peningkatan intensitas penggunaan lahan dan peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan inventarisasi wilayah Kabupaten/Kota yang memiliki lahan sawah permanen dan tersedia infrastruktur pengairan yang cukup memadai. Ketersediaan data dan informasi tersebut sangat membantu dalam peningkatan penggunaan lahan yang lebih intensif (2-3 tanam/tahun). Tabel 3.21 menyajikan data tentang potensi luas lahan per Kabupaten/Kota yang dapat ditanami padi sekali setahun, 2-3 setahun dalam rangka peningkatan produksi dan kapasitas penggunaan lahan Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya. Tabel 3.21. Potensi Peningkatan Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2015 Kabupaten Kuantan Singingi Potensi Penggunaan Lahan Pertanian (Lahan Sawah) Sementara Tanam (Ha) Tidak Tidak Total Lahan Ditanami 2-3 Kali Per 1 Kali Per Diusahakan (Ha) Padi (Ha) tahun tahun (Ha) 17.298 Indragiri Hulu - - - - 6.695 Indragiri Hilir 3.616 21.700 2.435 1.192 28.943 - - - - 7.439 Siak 3.245 1.430 - - 4.675 Kampar 2.024 2.915 - - 10.284 Pelalawan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 59 LAPORAN AKHIR Kabupaten Rokan Hulu Potensi Penggunaan Lahan Pertanian (Lahan Sawah) Sementara Tanam (Ha) Tidak Tidak Total Lahan Ditanami 2-3 Kali Per 1 Kali Per Diusahakan (Ha) Padi (Ha) tahun tahun (Ha) 3.740 Bengkalis - - - - 7.576 Rokan Hilir - - - - 22.114 Kep. Meranti - - - - 5.183 Pekanbaru - - - - 51 Dumai - - - - 356 Provinsi Riau - - - - 114.354 Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan c. Sayuran Berdasarkan data tahun 2010-2014, secara umum perkembangan luas panen komoditas sayur-sayuran mengalami penurunan sebanyak 5,15% per tahun dari 19.911 hektar pada tahun 2010 menjadi 15.086 pada tahun 2014. Tabel 3.22 menyajikan data perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas komoditas sayuran menurut kabupaten/kota provinsi riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten kota/lainnya tahun 2014. Berdasarkan data tersebut, maka perlu program pengembangan sayur-sayuran agar produksi sayur-sayuran dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan di Provinsi Riau. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah melaksanakan suatu sistem budidaya dengan model agribisnis terpadu (integrated agribusiness) di mana kegiatan budidaya yang pada umumnya dilaksanakan oleh para petani kecil terpadu dengan kegiatan proses penanganan hasil dan distribusi yang dilaksanakan secara bersama terintegrasi. Berdasarkan Tabel 3.22 dapat dinyatakan bahwa kontribusi tertinggi pada luas panen sayuran adalah Kabupaten Kampar mendominasi dengan 23,10% dari luas lahan sayuran di Provinsi Riau atau seluas 3.485 hektar. Sedangkan luas lahan sayuran yang paling sempit terdapat di Kota Dumai hanya 2,82% atau seluas 426 hektar. Sedangkan produktivitas tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru sebanyak 10,22 ton/hektar dan produktivitas terendah di Kabupaten Kuantan Singingi hanya 1,40 ton/hektar. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 60 LAPORAN AKHIR Tabel 3.22. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sayuran Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 Sayur-Sayuran Kabupaten/Kota Luas Panen Kontribusi Produksi Kontribusi Produktivitas (ha) (%) (ton) (%) (Ton/ha) Kuantan Singingi 936 6,20 1.315 1,48 1,40 Indragiri Hulu 1.748 11,59 10.939 12,32 6,26 Indragiri Hilir 1.174 7,78 2.194 2,47 1,87 793 5,26 1.569 1,77 1,98 Siak 1.109 7,35 7.860 8,85 7,09 Kampar 3.485 23,10 32.762 36,91 9,40 Rokan Hulu 1.654 10,96 4.120 4,64 2,49 Bengkalis 557 3,69 1.929 2,17 3,46 Rokan Hilir 682 4,52 1.961 2,21 2,88 Kep. Meranti 840 5,57 4.504 5,07 5,36 1.682 11,15 17.193 19,37 10,22 426 2,82 2.421 2,73 5,68 15.086 100,00 88.767 100,00 5,88 Pelalawan Pekanbaru Dumai Provinsi Riau Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2015 dan Data Olahan d. Buah-Buahan Pengembangan tanaman buah-buahan diarahkan pada lahan yang memiliki kemiringan di bawah 8%. Lahan untuk budidaya buah-buahan akan mengalami perlakuan pengolahan lahan yang cukup intensif sehingga akan mudah terjadi erosi apabila dilakukan di lahan yang berkemiringan curam. Berikut gambaran perkembangan jumlah pohon dan rumpun dan produksi tanaman buah-buahan untuk 10 komoditas Provinsi Riau tahun 2010-2014. Pengembangan buah-buahan di Provinsi Riau memiliki potensi, namun tetap terdapat daerah yang sangat potensial untuk pengembangan buah buahan agar berproduksi secara optimal. Dilihat dari kondisi saat ini perkembangan luas tanam, produksi dan produktivitas komoditas buah buahan di Provinsi Riau khususnya masih sangat fluktuatif. Tabel 3.23. menyajikan data luas panen, produksi dan produktivitas buah-buahan menurut kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten kota/lainnya tahun 2014. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 61 LAPORAN AKHIR Tabel 3.23. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah-Buahan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 Kabupaten/Kota Kuantan Singingi Pohon/ Rumpun 224.319 Kontribusi (%) 0,77 Buah Buahan Produksi (ton) 7.752 3,76 Produktivitas (Kg/Pohon) 34,56 7,89 Kontribusi (%) Indragiri Hulu 1.102.499 3,77 8.700 4,22 Indragiri Hilir 9.668.086 33,04 38.596 18,73 3,99 62.530 0,21 3.156 1,53 50,47 Siak 8.752.386 29,91 15.467 7,50 1,77 Kampar Pelalawan 9.093.611 31,07 51.857 25,16 5,70 Rokan Hulu 198.695 0,68 10.959 5,32 55,15 Bengkalis 710.851 2,43 6.681 3,24 9,40 Rokan Hilir 241.312 0,82 6.606 3,20 27,38 Kep. Meranti 125.536 0,43 3.094 1,50 24,65 Pekanbaru 149.899 0,51 4.786 2,32 31,93 Dumai 11.953.159 40,85 48.465 23,51 4,05 Provinsi Riau 29.264.614 100,00 206.119 100,00 7,04 Sumber: BPS Provinsi Riau, Riau Dalam Angka, 2015 dan Data Olahan Berdasarkan Tabel 3.23 menunjukkan bahwa kontribusi tertinggi pada jumlah pohon, Kota Dumai menyumbang 40,85% dari jumlah buah-buahan di Provinsi Riau. Sedangkan jumlah pohon paling sedikit terdapat di Kabupaten Pelalawan hanya 0,21% atau sebanyak 62.530 pohon. Dari sisi jumlah produksi buah-buahan terbanyak terdapat di Kabupaten Kampar yaitu 25,16% atau 51.857 ton dan paling sedikit terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti hanya sebanyak 3.094 ton atau 1,50%. Sedangkan produktivitas buah-buahan tertinggi terdapat di Kabupaten Rokan Hulu sebanyak 55,15 kg/pohon/tahun dan produktivitas terendah di Kabupaten Siak hanya 1,77 kg/pohon/tahun, jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.107. Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa potensi peningkatan produksi buah-buahan di beberapa wilayah melalui peningkatan produktivitas masih sangat memungkinan jika usahatani tanaman buah-buahan dikelola secara efektif dan efisien serta menggunakan teknologi input berkualitas. Peningkatan produktivitas tanaman buah-buahan akan menambah jumlah produksi sehingga pemenuhan kebutuhan buah-buahan lokal yang sebagian besar saat ini masih didatangkan dari daerah lain dapat terpenuhi secara mandiri. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 62 LAPORAN AKHIR e. Perkebunan Luas, produksi dan produktivitas perkebunan kelapa sawit, kelapa dan karet menurut kabupaten/kota Provinsi Riau di wilayah perbatasan negara dan kabupaten/kota lainnya tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.24. Dari tersebut dapat dinyatakan bahwa lahan perkebunan kelapa sawit paling luas terdapat di Kabupaten Rokan hulu seluas 422.850 hektar (17,53%), sedangkan tanaman kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir seluas 439.955 hektar (85,11%) dan tanaman karet terluas terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi seluas 145.388 hektar (28,91%). Sementara itu produktivitas tertinggi kelapa sawit, kelapa dan karet terdapat di Kabupaten Pelalawan yaitu 4,07 ton CPO/ha, kelapa 1,04 ton kopra/ha dan karet 1,36 ton/ha. Tabel 3.24. Luas, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, Kelapa dan Karet Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 Komoditas Utama Kuantan Singingi 128.808 410.195 3,18 2.614 1.800 0,69 145.388 79.561 0,55 2 Indragiri Hulu 118.969 427.755 3,60 1.828 296 0,16 61.372 43.086 0,70 3 Indragiri Hilir 228.051 705.888 3,10 439.955 359.372 0,82 5.369 3.931 0,73 4 Pelalawan 306.877 1.247.740 4,07 16.668 17.312 1,04 29.632 40.349 1,36 5 Siak 287.331 950.008 3,31 1.657 1.238 0,75 15.569 10.495 0,67 6 Kampar 400.249 1.328.777 3,32 1.766 561 0,32 102.353 77.556 0,76 7 Rokan Hulu 422.850 1.173.743 2,78 1.132 595 0,53 56.442 55.703 0,99 8 Rokan Hilir 198.947 400.387 2,01 12.531 7.551 0,60 35.472 21.258 0,60 9 Bengkalis 271.679 806.251 2,97 5.547 4.632 0,84 26.359 23.990 0,91 10 Kep. Meranti - - - 31.453 27.379 0,87 19.638 9.227 0,47 11 Pekanbaru 10.929 30.666 2,81 15 9 0,60 2.917 388 0,13 12 Dumai 37.129 79.883 2,15 1.729 908 0,53 2.395 1.716 0,72 2.411.819 7.561.293 3,14 516.895 421.653 0,82 502.906 367.260 0,73 Jumlah Produksi (ton) Produksi (ton) Produksi (ton) 1 Luas (ha) Kabupaten/Kota Luas (ha) No Luas (ha) Produktivitas (ton/ha) Karet Produktivitas (ton/ha) Kelapa Produktivitas (ton PO/ha) Kelapa Sawit Sumber: Riau Dalam Angka, 2016 dan Data Olahan. Jika rata-rata produktivitas CPO per hektar Kabupaten Pelalawan dijadikan sebagai benchmark untuk mengestimasi potensi peningkatan produksi CPO pada tanaman yang belum menghasilkan (TBM) seluas 395.846 hektar sebanyak 1.611.093 ton CPO, pada tanaman tua rusak (TTR) seluas 44.618 hektar akan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 63 LAPORAN AKHIR diperoleh CPO sebanyak 181.595 ton CPO dan sebanyak 262.126 ton CPO pada tanaman menghasilkan (TM). Dari angka tersebut dapat dilihat bahwa tanpa melakukan ekstensifikasi lahan, potensi peningkatan produksi CPO masih memungkinkan sebanyak 2.054.814 ton CPO kedepan. Untuk itu, program peningkatan produktivitas harus menjadi perioritas, mengingat penambahan luas lahan tanaman kelapa sawit ke depan makin terbatas. Demikian hal dengan komoditas kelapa dan karet. Khusus untuk komoditas kelapa sawit, strategi dan program yang tepat dan terencana dengan baik harus menjadi prioritas, karena tanpa ini semua maka dikhawatirkan pemanfaatan sumber daya alam kelapa sawit tidak mencapai nilai yang optimal dan akan berakhir sama dengan yang terjadi pada komoditas sumber daya alam lainnya yang secara perlahan mulai ditingggalkan oleh petani dan beralih ke komoditas lainnya termasuk kelapa sawit akibat tidak adanya program yang terencana deangan baik dalam pengembangannya dan bahkan sebagian besar industri yang terkait dengan komoditas tersebut telah tutup. Keberhasilan strategi pengembangan industri berbasis kelapa sawit memerlukan integrasi dan koordinasi dari berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, pelaku usaha terkait, pihak lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi serta Lembaga Penelitian dan Pengembangan pemerintah dan swasta agar semua aspek yang menjadi penentu keberhasilan pengembangan komoditas tersebut dapat terpenuhi. Untuk mensinergikan hal tersebut, maka program pemetaan luas lahan perkebunan kelapa sawit sesuai dengan umur tanaman dan pabrik kelapa sawit (PKS) baik dari aspek jumlah existing, kapasitas terpasang serta utilisasi diperlukan untuk mengetahui secara tepat dan akurat produksi dan rencana kebutuhan pengembangan produksi dan kenutuhan input kelapa sawit dan PKS. Laju perkembangan luas lahan perkebunan kelapa sawit dan produksi TBS di Provinsi Riau yang cukup signifikan telah memacu perkembangan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS). Pada tahun 2014, jumlah PKS sebanyak 220 yang tersebar di 10 kabupaten dengan kapasitas produksi keseluruhan 6.521 ton per jam. Oleh itu jika PKS tersebut beroperasi selama 20 jam perhari dan 300 hari setahun, maka jumlah TBS yang terolah sebanyak 39,126 juta ton dengan produksi CPO PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 64 LAPORAN AKHIR sebanyak 7.825.200 ton atau 1:5 dengan arti bahwa 5 ton TBS dapat menghasilkan CPO 1 ton atau OER 20%. Dari kapasitas terpasang PKS sebanyak 6.521 ton TBS perjam, dan jika dibanding dengan rata-rata produktvitas kelapa sawit Provinsi Riau sebanyak 3,14 ton TBS/ha/thn, maka diperlukan luas panen sebanyak 1.991 ha/jam atau 39.815 ha/hari. Sementara itu satu PKS masih mengolah TBS dari 10.963 hektar perkebunan kelapa sawit. Tabel 3.25. Jumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 No Kabupaten/Kota Luas Kebun Kelapa Sawit (Ha) 128.808 1 Kuantan Singingi 2 Indragiri Hulu 422.850 3 Indragiri Hilir 4 Pelalawan 5 Jumlah PKS Unit Kapasitas (Ton/Jam) Luas Kebun/PKS (Ha/PKS) 11 465 11.710 11 420 38.441 198.947 9 415 22.105 306.877 17 715 18.052 Siak 287.331 15 685 19.155 6 Kampar 400.249 36 1.485 11.118 7 Rokan Hulu 118.969 22 966 5.408 8 Rokan Hilir 228.051 22 915 10.366 271.679 9 395 30.187 - - - - 10.928 1 30 10.928 9 Bengkalis 10 Kep. Meranti 11 Pekanbaru 12 Dumai Jumlah 37.129 2 120 18.565 2.411.819 220 6.521 10.963 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2015 Jika diamati dari angka sebaran pabrik PKS maka dapat dikatakan bahwa masih terdapat PKS yang tidak memaksimal utilisasi penggunaan pabriknya, hal tersebut tergambar dari jumlah produksi CPO pada tahun 2014 sebanyak 7.761.293 ton. Ini berarti bahwa pada tahun 2014, PKS hanya beroperasi selama lebih kurang 18.5 jam/hari. Jika memasukkan potensi pengembangan lahan dan peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit ke depan maka masih dibutuhkan sejumlah PKS untuk mengolah produksi TBS dari potensi tersebut. Jumlah yang dibutuhkan dengan dari potensi produksi TBS tersebut adalah sebanyak 44 unit dengan asumsi bahwa PKS yang ada saat ini beroperasi dengan kapasitas penuh. Berdasarkan sebaran lokasi pabrik PKS tersebut maka cakupan penyediaan bahan baku industri oleokimia untuk daerah kawasan industri Dumai sebanyak 122 unit. Sedangkan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 65 LAPORAN AKHIR yang menjadi cakupan kawasan industri Kuala Enok sebanyak 31 unit. Sebaran pabrik kelapa sawit (PKS) ini dapat dilihat pada Gambar 3.17. Gambar 3.17. Sebaran PKS Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Riau di Wilayah Perbatasan Negara dan Kabupaten Kota/Lainnya Tahun 2014 Sementara itu perkebunan kelapa berdasarkan data potensi industri kelapa rakyat di Provinsi Riau dimana daerah memiliki perkebunan kelapa antara lain Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Kampar. Namun produktivitas kelapa masih rendah karena tidak terlepas dari lemah dan minimnya sentuhan teknologi produksi kelapa di daerah ini. Sentuhan teknologi yang di maksud adalah bibit tanam yang kurang berkualitas, kuantitas dan kualitas penggunaan input pupuk yang minim dan perbaikan unsur hara tanah yang kurang serta kurangnya pengetahuan berkaitan dengan penggunaan teknologi dalam proses produksi dan trio tata air yang PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 66 LAPORAN AKHIR mengalamim kerusakan serta kemampuan manejerial petani kemudian tanaman yang sudah tua. Penurunan produksi kelapa yang terus terjadi karena pengaruh lahan yang sebagian besar sudah kritis akibat tergenang air laut ketika air pasang, pH tanah yang rendah, drainase yang kurang memadai dan pendangkalan parit dan sungai. Ditambah lagi dengan pengaruh umur tanaman yang sudah tua. Disisi lain petani juga tidak dapat lagi memperluaskan lahan perkebunannya karena ketersediaan lahan semakin terbatas serta tidak adanya temuan teknologi baru yang mampu mempertahankan kondisi komoditas tersebut sebagaimana sebelumnya. Komplikasi permasalahan yang dihadapi petani tersebut membuat para petani kelapa semakin sulit dalam meningkatkan kesejahteraan. Salah satu solusi yang dapat dilakukan dengan recovery (perbaikan kembali) kebun-kebun petani yang rusak melalui menginventarisir (membuat database) luas kebun yang telah rusak dan menentukan titik lokasi kebun kelapa yang telah rusak dan program perbaikan kebun kelapa yang rusak dengan tepat dan efisien sehingga hasil recovery dapat memulihkan kebun petani. f. Peternakan Sub sektor peternakan telah memberikan kontribusi dalam perkembangan perekonomian Provinsi Riau atau sebanyak 2,76 % dari sektor pertanian dan 0,55% dari jumlah PDRB Provinsi Riau atau nilai rata-rata Rp. 8.323.432.794.000,selama periode 2010-2014. Jenis ternak yang diusahakan di Provinsi Riau meliputi ternak besar dan ternak besar yang tercatat diusahakan di Provinsi Riau antara lain terdiri dari sapi, kerbau, kambing, dan domba serta babi. Sedangkan ternak kecil yang diusahakan adalah ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging dan itik. Jika dilihat dari aspek lokasi penyebaran wilayah yang menjadi sentra pengembangan peternakan diProvinsi Riau adalah kota Pekanbaru, kabupaten Indragiri Hulu, Siak dan Kampar. Populasi ternak besar yang paling dominan diusahakan adalah sapi. Jumlah populasi ternak besar selama periode 2011 hingga 2015 terjadi peningkatan jumlah populasi dari 164.707 ekor pada tahun 2011 menjadi 229.634 ekor pada tahun 2015 atau tumbuh sebanyak 9,29%. Sedangkan jumlah populasi ternak kecil pada tahun PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 67 LAPORAN AKHIR 2011 sebanyak 41.165.800 ekor meningkat menjadi 43.310.203 ekor pada tahun 2015 atau tumbuh sebanyak 1,37% dan secara umum populasi ternak baik besar dan kecil bertambah dari 41.568.907 ekor pada tahun 2011 menjadi 43.782.385 ekor pada tahun 2015 atau tumbuh sebanyak 1,40%. Sedangkan jumlah produksi daging dari kedua klasifikasi ternak ini adalah sebanyak 37.366.328 ton pada tahun 2011 meningkat menjadi 62.368.127 ton pada tahun 2015 atau naik sebanyak 17,26%. Peningkatan produksi ternak besar selama periode tersebut disumbang oleh ternak sapi sebanyak 23,48% atau dari 8.773.682 ton pada tahun 2011 meningkat menjadi 8.676.703 ton pada tahun 2015. Sedangkan produksi telor secara umum mengalami pertumbuhan negatif sebanyak 40,55% atau produksi telor menurun dari 6.999.802 butir pada tahun 2010 menjadi 4.161.488 butir pada tahun 2014. Jika dilihat pertumbuhan per tahun maka selama periode 2010-2014 hanya pada tahun 2011 yang mengalami pertumbuhan positif sebanyak 19,40% sedangkan tahun berikutnya mengalami penurunan hingga 32,62% pada tahun 2012. Sedangkan jika ditinjau dari aspek ayam petelur maka telur dari ayam ras mengalami penurunan produksi yang paling signifikan sebanyak 66,57% atau produksi turun dari 3.980.172 butir pada tahun 2010 menjadi 1.330.651 butir pada tahun 2014. Dan hanya telur itik yang mengalami peningkatan sebanyak 3,43% selama periode 2010/2011 atau naik dari 1.644.896 butir pada tahun 2010 menjadi 1.701.276 butir pada tahun 2014. Provinsi Riau yang defisit suplai daging ternak besar dan kecil ini sebagaimana halnya Indonesia, tidak perlu terjadi, bahkan Provinsi Riau dapat mensuplai untuk wilayah lain, Provinsi Riau mempunyai sumberdaya yang memadai untuk pengembangan ternak khususnya ternak sapi, kerbau dan kambing, Areal kelapa sawit seluas 2,73 juta hektar menyediakan pakan hijauan yang besar, Diasumsikan per hektar lahan sawit dipelihara 1 ekor sapi atau kerbau atau kambing, perkebunan kelapa sawit setidaknya akan dicapai populasi sebesar 2,37 juta ekor, lebih dari 540% dari populasi ternak sapi, kerbau dan kambing tahun 2012 (438,717 ekor). PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 68 LAPORAN AKHIR Tabel 3.26. Populasi Ternak dan Produksi Daging Provinsi Riau Tahun 2011 – 2015 Tahun No Ternak 2011 2012 164.707 38.300 196.115 3.985 189.060 41.229 208.428 4.583 38.084.855 38.165.987 2.806.912 3.377.652 274.033 289.564 8.773.682 1.021.748 446.970 4.268 1 Sapi Kerbau Kambing Domba Ayam Broiler Ayam Kampung Itik 2014 2015 217.652 43.163 184.899 8.242 229.634 39367 195.827 7.354 9,29 2,73 0,43 20,39 36.930.599 39.987.136 39.304.056 0,89 3.163.705 3.327.820 3.746.784 7,94 Populasi (Ekor) 175.431 32.237 175.832 4.739 289.238 259.363 (0,45) 11.317.359 1.607.797 465.571 6.386 243.483 Produksi (Kg) 8.242.781 1.367.217 550.139 10.174 9.297.618 1.839.676 620.342 13.462 8.676.703 1.813.239 648.242 15.779 1,99 18,88 9,90 39,62 25.618.229 37.034.456 26.609.747 40.731.586 45.307.621 20,18 1.255.545 2.702.121 3.302.202 4.043.996 5.613.968 49,68 245.886 231.651 245.625 282.502 292.575 4,71 2 Sapi Kerbau Kambing Domba Ayam Broiler Ayam Kampung Itik 2013 Rata-Rata Pertumbuhan/Tahun (%) Sumber: BPS (Riau Dalam Angka Tahun 2011 - 2016) 3.3. Kondisi Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau 3.3.1. Lokasi Prioritas dan Pos Lintas Batas Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa Provinsi Riau merupakan provinsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki letak strategis karena berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia. Provinsi Riau dan Malaysia dipisahkan oleh Selat Malaka, sebagai salah satu selat atau perairan yang terpadat di dunia. Aktivitas perdagangan melalui jalur Selat Malaka ini selalu ramai dan rentan terhadap pelanggaran batas antarnegara sehingga perlu pengawasan yang rutin dan ketat. Ada enam kabupaten/kota di Provinsi Riau yang masuk dalam wilayah pesisir yang diindikasikan dalam kabupaten/kota batas negara, yaitu: Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Indragiri Hilir. Dari enam kabupaten/kota tersebut, yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia ada tiga kabupaten/kota, yaitu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 69 LAPORAN AKHIR Kabupaten Kepulauan Meranti. Secara keseluruhan ada 22 lokasi prioritas (kecamatan) batas negara di Provinsi Riau (Tabel 3.27). Tabel 3.27. Lokasi Prioritas Batas Negara di Provinsi Riau No Kabupaten Kecamatan/Lokpri 1. Rokan Hilir 1. Pasir Limau Kapas 2. Bangko 3. Sinaboi 2. Dumai 1. Dumai Kota 2. Medang Kampai 3. Dumai Timur 4. Dumai Barat 5. Sungai Sembilan 3. Bengkalis 1. Bukit Batu 2. Bantan 3. Rupat Utara 4. Rupat 5. Bengkalis 4. Kepulauan Meranti 1. Merbau 2. Rangsang 3. Pulau Merbau 4. Tasik Putri Puyu 5. Rangsang Barat 6. Rangsang Pesisir 5. Pelalawan 1. Kuala Kampar 6. Indragiri Hilir 1. Kateman 2. Pulau Burung Dari Tabel 3.27 dapat dinyatakan bahwa jumlah lokasi prioritas (lokpri) di Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Indragiri Hilir, berturut-turut sebanyak 3 lokpri, 5 lokpri, 5 lokpri, 6 lokpri, 1 lokpri, dan 2 lokpri. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kabupaten dengan lokpri terbanyak adalah Kabupaten Kepulauan Meranti dan yang terkecil adalah Kabupaten Pelalawan. Untuk menunjang aktivitas masyarakat di kawasan perbatasan, khususnya masyarakat pada lokasi prioritas pemerintah telah membangun sejumlah Pos Lintas Batas (PLB). Ada sebelas PLB yang telah di bangun di wilayah perbatasan negara Provinsi Riau, yaitu: (1) PLB Panipahan Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLB Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir; (3) PLB Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (4) PLB Sungai Pakning Kabupaten Bengkalis; (5) PLB Selat Baru Kabupaten Bengkalis; PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 70 LAPORAN AKHIR (6) PLB Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti; (7) PLB Tanjung Samak Kabupaten Kepulauan Meranti; (8) PLB Serapung Kabupaten Pelalawan; (9) PLB Guntung Kabupaten Indragiri Hilir; (10) PLB Kuala Gaung Kabupaten Indragiri Hilir; dan (11) PLB Kuala Enok. Dari sejumlah PLB tersebut dapat melintas ke sejumlah pelabuhan di Malaysia. Misalnya dari PLB Panipahan Kabupaten Bengkalis pelintas batas akan melintas ke Port Kelang Malaysia dan dari PLB Sinaboi pelintas batas akan melintas ke Port Kelang dan Port Dicksion Malasia. Secara rinci PLB Riau dan jalur lintasan ke negara tetangga di sajikan pada Gambar 3.18. KUALA LUMPUR PORT KELANG GEMAS SEREMBAN PORT DICKSON 1 KLUANG MALAKA SEDEL 2 3 P. Rupat PROVINSI SUMATERA UTARA Dumai Pelintung KOTA TINGGI MUAR PANIPAHAN (Kab. Rokan Hilir) 2 SINABOI (Kab. Rokan Hilir) 3 TANJUNG MEDANG (Kab. Bengkalis) 4 SUNGAI. PAKNING (Kab. Bengkalis) 5 SELAT BARU (Kab. Bengkalis) 6 TELUK BELITUNG (Kab. Kep Meranti) 7 TANJUNG SAMAK (Kab. Kep Meranti) 8 SERAPUNG (Kab. Pelalawan) BATU PAHAT JOHOR BARU 4 5 KUKUP 6 PROVINSI RIAU 1 Tj. Buton 7 8 9 10 11 Kuala Enok 9 POS LINTAS BATAS (PLB) RIAU - MALAYSIA GUNTUNG (Kab. Indragiri Hilir) 10 KUALA GAUNG (Kab. Indragiri Hilir) 11 KUALA ENOK (Kab. Indragiri Hilir) Gambar 3.18. Sebaran Pos Lintas Batas Riau - Malaysia Perlu diinformasikan bahwa pada saat survei/observasi lapangan dilakukan, tidak semua PLB di Provinsi Riau yang aktif. Ada lima PLB yang aktif, yaitu: (1) PLB Panipahan Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLB Sungai Pakning Kabupaten Bengkalis; (3) PLB Tanjung Samak Kabupaten Kepulauan Meranti; (4) PLB Serapung Kabupaten Pelalawan; dan (5) PLB Guntung Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara itu, enam PLB lainnya tidak aktif, yaitu: (1) PLB Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLB Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (3) PLB Selat Baru PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 71 LAPORAN AKHIR Kabupaten Bengkalis; (4) PLB Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti; (5) PLB Kuala Gaung Kabupaten Indragiri Hilir;dan (6) PLB Kuala Enok. Mencermati banyaknya PLB yang tidak aktif karena rendahnya aktivitas lintas batas yang dilakukan oleh masyarakat dan alasan lainnya, maka aktivitas lintas batas pada umumnya dilakukan melalui pelabuhan-pelabuhan resmi internasional. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan pada tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat Provinsi Riau, muncul aspirasi masyarakat agar PLB yang tidak aktif dapat diaktifkan kembali. Hal ini perlu dilakukan agar mendorong meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). 3.3.2. Aktivitas Lintas Batas Sebagaimana telah dijelaskan pada sub-bab 3.2 bahwa kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau memiliki sumberdaya alam yang telah dikembangkan dan potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Potensi sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya kelautan dan perikanan, pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, peternakan, dan pertambangan. Dengan demikian aktivitas masyarakat di wilayah perbatasan negara ini pada umumnya terkait dengan usaha ekonomi kelautan dan perikanan, pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, peternakan, dan pertambangan. Namun demikian, jika diamati lebih lanjut masyarakat yang ada pada lokasi prioritas sebagian besar bekerja sebagai nelayan, sehingga aktivitas yang dilakukan umumnya terkait dengan sumberdaya kelautan dan perikanan. Untuk dapat meningkatkan nilai ekonomi dari produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat di kawasan perbatasan negara, maka aktivitas lintas batas yang berhubungan dengan perdagangan luar negeri dengan negara Malaysia dilakukan oleh masyarakat. Produk-produk yang dijual masyarakat ke Malaysia antara lain adalah hasil bumi berupa tanaman pangan, kelapa, kopi, ikan dan produk-produk pertanian lainnya. Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, masyarakat yang melakukan lintas batas membawa produk-produk dari Malaysia seperti: gula, bawang, pakaian, dan produk-produk lainnya. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 72 LAPORAN AKHIR Selain aktivitas yang secara alamiah dilakukan oleh masyarakat, dalam rangka percepatan pembangunan kawasan perbatasan Pemerintah Republik Indonesia juga mendorong terbentuknya kawasan strategis nasional (PKSN) dan sejumlah kawasan industri di Provinsi Riau. Kota Dumai merupakan wilayah yang telah ditetapkan sebagai PKSN. Peta Lokpri dan PKSN Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau dapat dilihat pada gambar 3.19 berikut ini. Gambar 3.19. Peta Lokasi Prioritas dan PKSN Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Pembangunan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) di Provinsi Riau hingga tahun 2015 sebanyak 6 Wilayah yaitu di Kota Dumai (KI Pelintung, Lubuk Gaung dan Pelindo); Siak (KI-Tanjung Buton); Bengkalis (KI-Buruk Bakul); Inhil (KI-Kuala Enok); dan Kota Pekanbaru (KI-Tenayan Raya); Pelalawan (Teknopolitan). Namun dari 6 wilayah WPPI yang ada dan yang mendapatkan perioritas oleh pemerintah pusat ada 3 wilayah yaitu Kota Dumai (KI Pelintung, Lubuk Gaung dan Pelindo); Siak (KI-Tanjung Buton); Bengkalis (KI-Buruk Bakul). Enam dari wilayah tersebut hanya Kota Dumai (KI Pelintung, Lubuk Gaung dan Pelindo) yang sudah beroperasi. Peta lokasi WPPI Provinsi Riau dengan keluasan masing-masing sebagaimana Tabel 3.28 dan Gambar 3.20. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 73 LAPORAN AKHIR Tabel 3.28. Lokasi Kawasan Industri Provinsi Riau Tahun 2015 No Wilayah Industri Luas (ha) Lokasi 1. Kawasan Inustri Dumai - Pelintung 5.084,53 Kota Dumai - Lubuk Gaung 2.158,00 - Dock Yard 300,00 115,00 - Pelindo (BK) 2. Kawasan Indutri Tanjung Buton 5.789,90 Kab. Siak 3. Kawasan Industri Buruk Bakul 3.220,00 Kab. Bengkalis 4. Kawasan Industri Kuala Enok 5.203,95 Kab. Indragiri Hilir 5. Kawasan Industri Tenayan Raya 3.247,54 Kota Pekanbaru 6. Kawasan Teknopolitan 3.754,00 Kab. Pelalawan Jumlah 23.652,92 Provinsi Riau Gambar 3.20. Peta Lokasi Kawasan Industri Yang Terdapat di Provinsi Tahun 2015 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 74 LAPORAN AKHIR Kementerian Perindustrian Republik Indonesia juga menetapkan Provinsi Riau menjadi wilayah pengembangan industri pengolahan kelapa melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor. 131/M-IND/PER/12/2010 tentang Peta Panduan (Road Map) Industri Pengolahan Kelapa. Implementasi pengembangan klaster industri pengolahan kelapa untuk pencapaian sasaran jangka panjang (2015 – 2025) perlu menjadi perhatian khusus dalam pembangunan daerah Provinsi Riau. 3.4. Kondisi Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Sebelum dibentuknya Badan Nasional Perbatasan Negara (BNPP), kelembagaan perbatasan negara Indonesia dengan negara tetangga dilakukan secara ad hoc atau untuk tugas tertentu. Model kelembagaan ad hoc pengelolaan perbatasan antara Indonesia yang ada di Provinsi Riau dengan negara tetatangga Malaysia antara lain (i) General Border Commitee; (GBC) dikoordinasikan oleh Kementerian Pertahanan; (ii) Joint Commission Meeting; (JCM) dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri; dan (iii) Sub Komisi Teknis Survey dan Demarkasi di koordinasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Penanganan masalah outstanding border problems (OPB) ataupun persoalan sektor dibentuk kelompok kerja bersama (joint working group) antara kedua negara. Provinsi Riau berbatasan laut dengan Malaysia. Wilayah Kabupaten se Provinsi Riau yang berbatasan langsung dengan Malaysia adalah Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan Kabupatan Kepulauan Meranti. Kawasan perbatasan laut Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia meliputi Batas Laut Teritorial (BLT), Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen (BLK). Batas laut teritorial berhubungan dengan kepastian garis batas di laut. Zona ekonomi ekslusif berhubungan dengan hak atas pemanfaatan sumberdaya perikanan. Batas landas kontinen berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya non hayati didasar laut. Hingga tahun 2016, status penyelesaian BLT, ZEE dan BLK yang ada di Provinsi Riau (Indonesia) dengan Malaysia belum selesai. Belum disepakatinya BLT, ZEE dan BLK antara Indoensia khususnya di perairan Provinsi Riau dengan Malaysia karena belum terdapat ‘kesepakatan’. Konsekwensinya atau dampak dari belum disepakatinya BLT, ZEE dan BLK adalah banyak nelayan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 75 LAPORAN AKHIR dikedua belah pihak beraktifitas menangkap ikan memasuk negara lain dan ditangkap oleh otoritas masing-masing negara. Kelembagaan kerjasama sosial, ekonomi dan budaya serta lainnya antara indonesia dengan negara tetangga yang melibat wilayah Provinsi Riau antara lain Sosek Malindo, IMT-GT, IMS-GT dan AEC. Kerjasama Sosek Malindo pertama kali dicetuskan oleh Dato’ Musa Hitam, Wakil Perdana Menteri Malaysia yang sekaligus Ketua General Border Commite (GBC) Malaysia yang disampaikan pada sidang XII GBC di Kuala Lumpur pada tangga 14 November 1983. Kemudian dalam sidang XVII staff Planning Committee (SPC) malindo yang diselenggarakan di Kula Lumpur pada tangga 28 September 1984, kelompok kerja/kumpulan kerja telah menyampaikan laporan tentang perlunya untuk membentuk suatu komite/jawatan khuasa khusus yang bertanggungjawab dalam bidang kerjasama. Pada sidang XVII SPC Malindo, menerima dan menyetujui saran/usul yang disampaikan kelompok kerja. Selanjutnya SPC Malindo sebagai koordinator perencanaan kegiatan GBC menugaskan beberapa pejabat untuk merintis usahausaha untuk tercapainya kerjasama pembangunan sosial ekonomi tersebut. Kerjasama yang dibahas dalam kerjasama Sosek Malindo terkait dalam beberapa bidang antara lain: (i) bidang sosial budaya yang terdiri dari pendidikan, kesehatan, kesenian dan kebudayaan dan pemuda dan olahraga; (ii) Bidang ekonomi, perdagangan dan perhubungan terdiri dari industri dan perdagangan, pertanian, pelabuhan/investasi, pelancongan/pariwisata, perhubungan, tenagakerja, sumberdaya alam dan lingkungan hidup; dan (iii) bidang keselamatan/keamanan dan pengurusan sempadan, terdiri dari pos lintas batas darat (PLBD), pos lintas batas laut (PLBL), kerjasama pendidikan pencegahan penyeludupan dan infrastruktur sempadan. Kerjasama Sosek Malindo inilah yang lebih intend diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah di Sumatera dan kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia. Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) berdiri pada pertemuan tingkat menteri ke 1 di Langkawi Malaysia pada tangga 20 Juli 1993. IMT-GT ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat didaerah perbatasan negara-negara IMT-GT. Wadah bagi para pengusaha dikawasan IMT GT disebut Joint Business Council (JBC). Wilayah PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 76 LAPORAN AKHIR Indonesia yang menjadi bagian kerjasama IMT-GT adalah Aceh, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Perkembangan kerjasama IMT-GT adalah dimana pada KTT IMT-GT ke-5 di Hanoi, Vietnam, tanggal 28 Oktober 2010, para pemimpin IMT-GT mengadopsi Joint Statement of the 5th IMT-GT Summit yang antara lain berisi mengenai: perkembangan proyek-proyek IMT-GT terutama yang berkaitan dengan perwujudan sub-regional connectivity dalam mendukung ASEAN Connectivity, Mid-Term Review of the IMT-GT Roadmap 2007-2011, Business Process Review yang dilakukan oleh Eminent Person Group (EPG), pentingnya peran swasta dan pemerintah daerah dalam pengembangan IMT-GT, peran ADB sebagai IMT-GT Development Partner, dan kerja sama dengan IMT-GT dengan Jepang dalam Economic Research Institute of ASEAN and East Asia (ERIA). KTT ke-2 IMT-GT di Cebu, Filipina, 12 Januari 2007 telah menyepakati untuk mengembangkan IMT-GT Connectivity Corridor menjadi pusat kegiatan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sub-kawasan. Implementasi konsep IMT-GT Connectivity Corridor di 5 (lima) koridor ekonomi yang dipandang paling potensial dan telah memiliki traffic yang relatif tinggi dan perlu ditingkatkan yaitu: (i) koridor ekonomi Songkhla-Penang-Medan Economic Corridor; (ii) Koridor ekonomi Selat Malaka; (iii) Koridor ekonomi Banda Aceh-Medan-DumaiPalembang; (iv) koridor ekonomi Melaka-Dumai; dan (v) koridor ekonomi Ranong-Phuket-Aceh. IMT-GT telah menetapkan IMT-GT Baseline Priority Projects Connectivity (PCPs) dalam rangka meningkatkan konektivitas di wilayah IMT-GT. Diantara proyek dalam kerangka PCPs adalah Sumatera Ports Development Project, Melaka-Dumai Economic Corridor Multimodal Transport Project, Melaka Pekanbaru Power Interconnection, dan Development of Aceh Highway Facilities. Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT) dibentuk tahun 2014 untuk memperkuat jaringan ekonomi diantara ketiga negara pada region yang ditentukan, dalam rangka mengoptimalkan ekonomi regional ditiga negara. Wilayah kerjasama IMS-GT meliputi Singapura, johor dan sebagian Provinsi Riau serta kepulauan Riau. IMS-GT juga dikenal dengan istilah SIJORI atau SingapuraJohor-Riau yang dimaksudkan untuk mengkombinasikan kekuatan kompoetitif PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 77 LAPORAN AKHIR pada tiga area yang ditetapkan, untuk meningkatkan daya tarik investasi terutama dalam cakupan regional dan international. Lebih spesifiknya dalah dengan cara menciptakan konektivitas infrastruktur, modal dan keahlian yang dimuiliki oleh Singapura, dengan sumberdaya alam dan manusia uyang dimiliki oleh Johor dan Riau. Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN economic Community (AEC) berawal dari kesepakatan dalam KTT pada bulan desember 1997 di Kuala Lumpur. Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India. Pada KTT di Bali pada bulan Oktober 2003, di Deklarasikan Pembentukan MEA/AEC dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina, Brunei, Myanmar, Laos, Vietnam dan Cambodia). AEC/MEA blueprint adalah (i) Asean sebagai pasar dan basis produksi tunggal; (ii) Asean sebagai kawasan berdaya saing tinggi; (iii) Asean sebagai kawasan pembangunan ekonomi yang merata; dan (iv) Asean sebagai kawasan yang terintegrasi dengan perkonomian global. Mulai Januari 2015, diberlakukan pasar bebas ASEAN untuk: (i) permodalan yaitu arus bebas modal dan arus bebas investasi, (ii) barang yaitu aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN dan jasa yaitu arus bebas jasa dan (iii) tenaga kerja yaitu arus tenaga kerja trampil. 3.4.1. Pengelolaan Perbatasan Tingkat Pusat Pengelola perbatasan di tingkat Pusat adalah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang, dibentuk melalui Peraturan Presiden, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNPP memiliki tugas antara lain (i) menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan; (ii) menetapkan rencana kebutuhan anggaran; (iii) mengkoordinasikan pelaksanaan; dan (iv) melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. BNPP dikepalai oleh seorang Menteri Dalam Negeri dan terdiri dari 15 anggota baik Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah, Kepala Lembaga Pemerintah non-Kementerian, maupun Gubernur Provinsi terkait. Menteri Dalam Negeri memimpin dan mengendalikan pelaksanaan tugas dan fungsi BNPP. Dalam kesehariannya, tugas BNPP yang diemban oleh Menteri Dalam Negeri dilaksanakan oleh Sekretaris BNPP melalui Sekretariat BNPP. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 78 LAPORAN AKHIR Sekretariat BNPP juga memberikan dukungan teknis, koordinatif dan administratif. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala BNPP membawahi beberapa Kedeputian, yaitu (i) Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara; (ii) Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan; dan (iii) Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan. Ketiga Kedeputian ini dalam melaksanakan tugasnya masing-masing dibantu oleh tiga Asisten Deputi, dimana masing-masing Asisten Deputi terdiri dari tiga Kepala Bidang, dan masing-masing Kepala Bidang membawahi dua Kepala Subbidang. Selain itu tiap-tiap Deputi juga memiliki kelompok jabatan fungsional. Sekretariat BNPP sendiri terdiri dari dua Biro, dimana masing-masing Biro terdiri dari tiga Bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari tiga Sub bagian. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan memuat perihal BNPP dalam melakukan koordinasi seperti: 1. Kepala BNPP dalam melaksanakan tugasnya dapat mengundang dan mengikutsertakan menteri, pimpinan lembaga pemerintah non kementerian, dan pejabat lainnya dari lembaga pemerintah, pemerintah daerah dan non pemerintah sesuai dengan kebutuhan. 2. Dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya, BNPP melakukan koordinasi dengan badan pengelola perbatasan di tingkat daerah. 3. Hubungan koordinasi antara BNPP dan badan pengelola perbatasan daerah meliputi pembinaan, fasilitasi dan pengawasan. 4. Dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya badan pengelola perbatasan di daerah dikoordinasi oleh Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan anggota BNPP. 5. Tata cara hubungan kerja BNPP dengan badan pengelola perbatasan di daerah diatur oleh Kepala BNPP. Kementerian anggota yang melaksanakan tupoksi BNPP sebanyak 20 kementerian. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010, pasal 6 mengatur susunan keanggotan BNNP yaitu: Ketua Pengarah : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 79 LAPORAN AKHIR Keamanan; Wakil Ketua Pengarah I : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Wakil Ketua Pengarah II : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; Kepala BNPP : Menteri Dalam Negeri Anggota : 1. Menteri Luar Negeri 2. Menteri Pertahanan 3. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 4. Menteri Keuangan 5. Menteri Pekerjaan Umum 6. Menteri Perhubungan 7. Menteri Kehutanan 8. Menteri Perikanan dan Kelautan 9. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 10. Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal 11. Panglima Tentara Nasional Indonesia 12. Kepala Kepolisian Republik Indonesia 13. Badan Intelijen Negara 14. Kepala Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional 15. Gubernur Provinsi Terkait. Sebagaimana diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010, hubungan antara BNPP dengan kementerian dan lembaga anggota BNPP adalah koordinasi. Hubungan antara BNPP dengan BPPD juga bersifat koordinasi. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 80 LAPORAN AKHIR Gambar 3.21. Hubungan Koordinasi K/L dan BPPD Provinsi/Kabupaten Dengan BNPP 3.4.2. Pengelolaan Perbatasan di Provinsi Riau Pengelolaan perbatasan negara dengan Malaysia di Provinsi Riau adalah Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau. Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan (BPP) pada tingkat provinsi diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.02 tahun 2011. Badan pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014. Pasal 16 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Badan Pengelola Perbatasan Daerah merupakan unsur penunjang tugas kepala daerah. Badan Pengelola Perbatasan Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2015 mengatur rincian tugas, fungsi dan tatakerja Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau. Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau mempunya tugas menyelenggarakan perumusan kebijakan, pelaksanaan, koordinasi, fasilitasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan pada sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 81 LAPORAN AKHIR perbatasan serta menyelenggarakan kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fungsi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau adalah: 1. Menyelenggarakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan tugas pada sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. 2. Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi pada sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. 3. Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pada sekretariat, bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. 4. Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan dan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Riau membawahi satu sekretariat dan empat bidang, yaitu (i) Bidang pengelolaan batas wilayah, (ii) Bidang pengelolaan potensi kawasan, (iii) bidang kerjasama dan (iv) bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. Struktur Orgranisasi BPPD ditunjukkan pada Gambar 3.22. Gambar 3.22. Struktur Organisasi BPPD Provinsi Riau PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 82 LAPORAN AKHIR Bidang pengelolaan Batas Wilayah mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pada subbidang pengelolaan batasa wilayah antar negara dan subbidang pengelolaan wilayah antar daerah. Bidang pengelolaan batas wilayah menyelenggarakan fungsi: 1. Penyelenggaraan perencanaan pada subbidang pengelolaan batas wilayah antar negara dan subbidang pengelolaan wilayag antar daerah. 2. Penyelenggaraan pelaksanaan tugas pada subbidang pengelolaan batas wilayah antar negara dan subbidang pengelolaan wilayah antar daerah. 3. Peyelenggaraan koordinasi dan fasilitas dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi dan subbidang pengelolaan batas wilayah antar negara dan subbidang pengelolaan wilayah antar daerah. 4. Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pada subbidang pengelolaan batas wilayah antar negara dan subbidang pengelolaan wilayah antar daerah. 5. Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bidang pengelolaan potensi kawasan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pada subbidang potensi kawasan perbatasan antar negara dan subbidang potensi kawasan perbatasan antar daerah. Bidang pengelolaan potensi kawasan menyelenggarakan fungsi: 1. Penyelenggaraan perencanaan pada subbidang potensi kawasan perbatasan antar negara dan subbidang potensi kawasan perbatasan antar daerah. 2. Penyelenggaraan pelaksanaan tugas pada subbidang potensi kawasan perbatasan antar negara dan subbidang potensi kawasan perbatasan antar daerah. 3. Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka penyelenggaraaan tugas dan fungsi pada subbidang potensi kawasan perbatasan antar negara dan subbidang potensi kawasan perbatasan antar daerah. 4. Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pada subbidang potensi kawasan perbatasan antar negara dan subbidang potensi kawasan perbatasan antar daerah. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 83 LAPORAN AKHIR 5. Melaksanakan pengkajian dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi kawasan perbatasan antara negara dan antar daerah. 6. Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undnagan. Bidang kerjasama mempunyai tugas menyelenggaarakan urusan pada subbidang kerjasama dalam negeri dan subbidang kerjasama luar negeri. Bidang kerjasama menyelenggarakan fungsi: 1. Penyelenggaraan perencanaan pada subbidang kerjasama dalam negeri dan kerjasama luar negeri. 2. Penyelenggaraan pelaksanaan tugas pada subbidang kerjasama dalam negeri dan kerjasama luar negeri. 3. Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pada subbidang kerjasama dalam negeri dan kerjasama luar negeri. 4. Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pada subbidang kerjasama dalam negeri dan kerjasama luar negeri. 5. Melaksanakan pengkajian dalam rangka penyusunan rencana kerjasama luar negeri dana dalam negeri. 6. Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pada subbidang infrastruktur fisik dan subbidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Bidang pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan menyelenggarakan fungsi: 1. Penyelenggaraan perencanaan pada subbidang infrastruktur fisik dan subbidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. 2. Penyelenggaraan pelaksanaan tugas pada subbidang infrastruktur fisik dan subbidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. 3. Penyelenggaraan koordinasi dan fasilitasi dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pada subbidang infrastruktur fisik dan subbidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 84 LAPORAN AKHIR 4. Penyelenggaraan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi pada subbidang infrastruktur fisik dan subbidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat. 5. Melaksanakan pengkajian dalam rangka pengelolaan infrastruktur, fisik, ekonomi dan kesejahteraan rakyat kawasan perbatasan. 6. Penyelenggaraan tugas dan fungsi lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang undangan. Dalam rancangan Peraturan Daerah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau yang disahkan pada ranggal 2 November 2016 yang sebelumnya diusulkan tetap menjadi Badan Perbatasan akhirnya menjadi setara Biro dibawah Sekreatriat Daerah Provinsi. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 85 LAPORAN AKHIR BAB IV ISU STRATEGIS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 4.1. Isu Strategis Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau Berdasarkan Hukum Laut Internasional penentuan Batas Wilayah Laut suatu negara pantai ada tiga macam : (1) Garis Pangkal Biasa untuk Negara Pantai berupa Negara Pulau; (2) Garis Pangkal Lurus untuk Negara Pantai berupa Negara Pesisir; dan (3) Garis Pangkal Kepulauan untuk Negara Kepulauan, seperti Negara Republik Indonesia. Garis Pangkal Biasa adalah garis pangkal yang ditarik untuk menghubungkan titik-titik pertemuan antara lautan dan daratan dengan mengikuti konfigurasi pantai pada waktu air surut terendah. Dengan kata lain, garis pangkal ditarik dengan cara mengikuti titik-titik pertemuan antara air laut dengan daratan pada waktu air surut terendah. Garis Pangkal Lurus adalah garis pangkal yang ditarik dari ujung ke ujung untuk menghubungkan titik-titik terluar dari satu pulau atau untuk menghubungkan dua pulau atau lebih. Garis Pangkal Lurus berfungsi sebagai garis penutup pada kedua tepi dari mulut teluk atau kedua tepi dari muara sungai. Garis Pangkal Kepulauan adalah garis pangkal gabungan dari seluruh garis pangkal lurus yang ditarik untuk menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau yang terluar yang membentuk sebuah kepulauan. Berdasarkan UNCLOS 1982 Indonesia adalah merupakan Negara Kepulauan. Indonesia memiliki laut yang luas yaitu lebih kurang 5,6 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan berbagai potensi sumber daya, terutama perikanan laut yang cukup besar; dengan demikian untuk Negara Indonesia yang berupa Negara Kepulauan maka penentuan Batas Laut Teritorial (BLT)-nya adalah dengan cara menarik garis 12 mil laut dari pasang surut terendah ke arah laut. Begitu juga Indonesia yang telah meratifikasi Hukum Laut Internasional tentang cara penentuan batas wilayah laut teritorial, yakni Undangundang Nomor 6 Tahun 1996 yang menjelaskan bahwa Laut Teritorial adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil yang diukur dari garis pangkal Kepulauan Indonesia. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 85 LAPORAN AKHIR Wilayah laut teritorial Indonesia yang termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Riau yang tepatnya terletak di Selat Malaka berhadapan langsung dengan Negara Malaysia yang juga merupakan Negara Pantai; dengan demikian penentuan batas wilayah lautnya di Selat Malaka haruslah merupakan kesepakatan bersama kedua negara. Karena Hukum Laut Internasional telah mengatur bahwa batas laut teritorial sejauh maksimum 12 mil dari laut dari garis pantai, sedangkan garis pantai didefinisikan sebagai muka laut terendah. Jika dua negara bertetangga mempunyai jarak antara pantainya kurang dari 24 mil laut ( 1 mil laut = 1852 m ), batas teritorial antara dua negara tersebut adalah Median. Berdasarkan kenyataan di lapangan sampai saat ini, bahwa belum adanya Titik Dasar (Titik-Titik Pasang Surut Terendah) di pantai pulau-pulau terluar provinsi Riau (Indonesia) sampai tahun 2016 maka perlu dibangkitkan Isu Strategis dalam hal ini yakni perlu penegasan Garis Pangkal/ Titik Dasar (Titik Pasang Surut Terendah) di wilayah Indonesia sebagai dasar penentuan Garis Pangkal dalam penetapan lebar laut teritorial Indonesia. Setelah Titik Dasar (Titik-Titik Pasang Surut Terendah) ditentukan maka Pemerintah Provinsi Riau perlu membangkitkan Isu Strategis agar Pemerintah Indonesia perlu segera membuat penegasan batas wilayah laut di Selat Malaka antara Indonesia dengan Malaysia. Sebelum terealisasi penentuan Garis Pangkal yang menjadi patokan lebar laut teritorial dan kesepakatan tentang Garis Tengah laut zona teritorial antara Indonesia dan Malaysia maka Isu Strategis yang dibangkitkan adalah perlu penguatan koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas antar lembaga negara dalam pengawasan batas negara. 4.2. Isu Strategis Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Sehubungan dengan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau, isu trategis yang perlu dirumuskan mencakup: (1) aspek ekonomi lintas batas; (2) aspek pengamanan dan pengawasan; (3) aspek sosial budaya lintas batas, dan (4) aspek sarana dan prasana lintas batas. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 86 LAPORAN AKHIR Mengacu pada keempat aspek tersebut, maka dapat dirumuskan isu strategis pembangunan kawasan perbatasan sebagai berikut: 1. Terjadi defisit neraca perdagangan, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan volume ekspor. Defisit neraaca perdagangan Provinsi Riau antara lain disebabkan oleh: (1) Penurunan eksport migas sebesar -11,97% dan non migas sebesar -2,81% per tahun; (2) Lemahnya pengawasan di bidang ekspor dan impor; (2) Terbatasnya sarana perdagangan/distribusi; (3) Kurang memadainya jumlah maupun kualitas SDM; (4) Kurangnya promosi dan kerjasama ekonomi antara swasta dengan swasta (P to P), swasta dengan pemerintah (P to G) serta pemerintah dengan pemerintah (G to G); dan (5) Masih terjadi fluktuasi indeks harga konsumen yang berpengaruh pada daya beli. 2. Masih ada ketergantungan aktivitas ekonomi masyarakat di lokpri terhadap negara tetangga. Di sisi lain regulasi perdagangan lintas batas tidak ekonomis (saat ini masih memberlakukan batas nilai barang untuk diangkut sebesar 600 ringgit). Oleh karenanya perlu dilakukan revisi regulasi terhadap perdagangan lintas batas dengan nilai perdagangan mencapai USD 1500. 3. Belum adanya regulasi perdagangan lintas batas terkait dengan ASEAN Economic Community (AEC). Salah satu isu global terkait perkembangan negara-negara ASEAN adalah Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC - ASEAN Economic Community 2015). AEC 2015 akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM. Pembentukan AEC akan memberikan peluang bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Di samping itu, pembentukan AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar di PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 87 LAPORAN AKHIR ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi domestik. Untuk dapat menangkap keuntungan dari AEC 2015 di kawasan perbatasan, maka tantangan yang dihadapi Indonesia adalah meningkatkan daya saing di kawasan perbatasan. Faktor-faktor untuk meningkatkan daya saing, yang masih menjadi tantangan bagi Indonesia, yakni: (1) Rendahnya Pelayanan Infrastruktur di perbatasan yang masih tertinggal antara lain jalan darat, jaringan perhubungan laut dan udara, teknologi informasi, jaringan komunikasi, energi, keamanan energi, dsb. (2) Masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia di perbatasan yang memiliki daya saing dengan negara pesertan ASEAN lainya. Kondisi SDM manusia yang masih minim di hampir semua kawasan perbatasan tenaga kerja Indonesia hanya dilirik sebagai buruh atau tenaga kerja kasar di pasar tenaga kerja internasional. (3) Tingginya biaya-biaya logistik di Indonesia akibat rendahnya pelayanan infrastruktur di kawasan perbatasan. Perdagangan menjadi kurang efisien mengingat biaya logistik yang mahal dibandingkan negara anggota ASEAN lainnya. (4) Ancaman keamanan di kawasan perbatasan contoh: penyelundupan. (5) Dengan potensi pasar yang besar, Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk luar negeri apabila tidak bisa bersaing Kawasan Perbatasan akan dapat ikut berperan dalam AEC, jika dapat meningkatkan daya saing dan mengejar ketertinggalan dari negara anggota ASEAN lainnya. Untuk itu, diperlukan langkah strategis antara lain: (1) Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi/kebijakan, yang mendorong penguatan Indonesia di AEC 2015 (affirmative policy). (2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia: masyarakat, pemerintah daerah, dunia usaha ataupun profesional. (3) Pengembangan sektor-sektor prioritas dan komoditi unggulan. (4) Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan, pelabuhan, dsb. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 88 LAPORAN AKHIR (5) Peningkatan peran institusi pemerintah maupun swasta. (6) Menciptakan iklim usaha yang kondusif, yang didukung oleh kebijakan-kebijakan afirmatif. (7) Penyediaan kelembagaan dan kemudahan akses terhadap permodalan. 4. Ada indikasi terjadinya pelanggaran hukum di batas laut negara(illegal loging, illegal fishing, human trafficking, penyeludupan narkoba) terutama melalui pelabuhan-pelabuhan “tikus” yang tidak terjangkau oleh petugas keamanan. Oleh karenanya Peningkatan pengawasan dan pengamanan Lintas Batas Laut. 5. Ada indikasi penduduk di lokpri yang memiliki identitas kependudukan ganda. Sebagai warga serumpun adalah sangat memungkinkan bagi penduduk Riau memiliki identitas ganda. Oleh karenanya perlu dilakukan penertiban identitas kependudukan. 6. Masih terbatas masyarakat di lokpri yang memanfaatkan hubungan kekerabatan penduduk satu rumpun dengan negara tetangga terkait dengan kerjasama budaya dan ekonomi. Oleh karenanya pererlu peningkatan hubungan kerjasama sosial-budaya dan ekonomi 7. Sejumlah pos lintas batas saat ini tidak aktif. Dari sebelas Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang ada tidak semua PLBN di Provinsi Riau yang aktif. Ada lima PLBN yang aktif, yaitu: (1) PLBN Panipahan Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLBN Sungai Pakning Kabupaten Bengkalis; (3) PLBN Tanjung Samak Kabupaten Kepulauan Meranti; (4) PLBN Serapung Kabupaten Pelalawan; dan (5) PLBN Guntung Kabupaten Indragiri Hilir. Sementara itu, enam PLBN lainnya tidak aktif, yaitu: (1) PLBN Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLBN Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (3) PLBN Selat Baru Kabupaten Bengkalis; (4) PLBN Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti; (5) PLBN Kuala Gaung Kabupaten Indragiri Hilir, dan (6) PLBN Kuala Enok. Mencermati banyaknya PLBN yang tidak aktif karena rendahnya aktivitas lintas batas yang dilakukan oleh masyarakat dan alasan lainnya, maka aktivitas lintas batas pada umumnya dilakukan melalui pelabuhan-pelabuhan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 89 LAPORAN AKHIR resmi internasional. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan pada tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat Provinsi Riau, muncul aspirasi masyarakat agar PLBN yang tidak aktif dapat diaktifkan kembali. Hal ini perlu dilakukan agar mendorong meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). 8. Masih terbatasnya jumlah pos lintas batas. Berdasarkan hasil FGD mengemukan bahwa disamping perlunya pengaktifan kembali PLBN yang tidak aktif, juga penambahan Pos Lintas Batas Negara pada sejumlah titik tertentu, seperti di Pulau Rupat dan Pulau Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. 9. Sarana dan prasarana Pos Lintas Batas yang ada tidak representatif. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan hasil FGD dinyatakan bahwa PLBN yang ada pada umumnya tidak representatif. Oleh karennya perlu penataan sarana dan prasana Pos Lintas Batas yang representatif dan terpadi antara CQIS (Custom, Quarantine, Immigration and Security). 4.3. Isu Strategis Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau Sehubungan dengan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau, isu trategis yang perlu dirumuskan mencakup: (1) aspek Penataan Ruang Kawasan Perbatasan; (2) Intrastruktur Kawasan Perbatasan; (3) Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan; dan (4) Pelayanan Sosial Dasar Kawasan Perbatasan. 1. Belum ada kejelasan tentang penataan ruang kawasan perbatasan yang terkait erat dengan belum disahkannya RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. Pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan menjadi terhambat sebagai akibat dari belum disyahkannya RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. 2. Kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan pada kawasan perbatasan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga. Oleh karenanya perlu peningkatan kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan pada kawasan perbatasan. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 90 LAPORAN AKHIR 3. Kualitas pelabuhan belum memadai, terutama bila dibandingkan dengan negara tetangga. Oleh karenanya perlu peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelabuhan. 4. Jangkauan/cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai sebagai bagian dari PKSN masih terbatas. Pada Kawasan Industri Pelintung Dumai, industri yang paling menonjol pengembangannya adalah industri pengolahan kelapa sawit, sedangkan produk-produk lainnya belum berkembang di sini. Oleh kareannya perlu peningkatan jangkauan/ cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai 5. Telah dibangun Terminal Agribisnis Dumai, namun Belum Beroperasi Sebagaimana Mestinya. Oleh karenanya perlu percepatan pengoperasian Terminal Agribisnis Dumai. 6. Pencanangan pembangunan Kawasan Industri Buton di Kabupaten Siak dan Kawasan Industri Kuala Enok belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Oleh karenanya perlu percepatan Pembangunan Kawasan Industri Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok. 7. Potensi sumberdaya alam di wilayah perbatasan Provinsi Riau dengan negara tetangga sangat banyak dan beragam, namun sumberdaya alam yang tersedia dihasilkan dalam bentuk bahan mentah (raw material) sehingga belum memberikan manfaat ekonomi yang optimal dengan nilai tambah yang tinggi. Oleh karenanya perlu peningkatan Produksi Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan di Kawasan Perbatasan 8. Rendahnya Aksesibilitas dan Mutu Pendidikan Masyarakat di Kawasan Perbatasan. Secara umum, Provinsi Riau belum mencapai sasaran wajib belajar sembilan tahun, terutama di kawasan perbatasan negara. Masih rendahnya rata-rata lama sekolah disebabkan oleh aksesibilitas terhadap sekolah belum merata baik sarana dan prasarana (ruang kelas dan runag guru yang layak, laboratorium, perpustakaan dan pendukungnya) serta ketersediaan guru yang merata baik dari aspek jumlah dan kualifikasi per mata pelajaran pada setiap jenjang pendidikan serta masih rendahnya kualitas dalam proses pembelajaran akibat kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan yang masih rendah, terbatasnya jumlah tenaga pendidik pada pendidikan khusus dan layanan khusus (untuk semua jenjang pendidikan). Oleh PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 91 LAPORAN AKHIR karenanya perlu peningkatan asksesibilitas dan mutu pendidikan masyarakat di Kawasan Perbatasan khususnya dan Provinsi Riau pada umumnya. 9. Rendahnya Derajat Kesehatan Masyarakat di Kawasan Perbatasan. Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat di Kawasan Perbatasan. Permasalahan utama bidang kesehatan di Provinsi Riau adalah: (1) Masih timpangnya angka harapan hidup (AHH) antara wilayah, dimana pada tahun 2015 terdapat 11 kabupaten kota yang AHH yang lebih rendah dari rata-rata AHH provinsi Riau sebesar 70,84 tahun, dan AHH terendah terdapat di Kabupaten Kep. Meranti yaitu 66,72 tahun. Rendahnya AHH tersebut akibat aksesibilitas pelayanan kesehatan yang masih rendah terutama bagi kelompok penduduk miskin, dimana Kabupaten Kep. Meranti memiliki tingkat kemiskinan tertinggi di Riau sebesar 31,81%, hal menunjukan adanya korelasi antara tingkat kemiskinan dengan pelayanan akses kesehatan yang masih rendah sehingga berakibat pada rendah AHH tersebut; (2) Jumlah sarana dan prasarana pelayanan kesehatan belum sesuai dengan kebutuhan penduduk di kabupaten/kota dimana rata-rata 1 puskesmas harus melayani 29.329 penduduk dan 1 rumah sakit melayani 96.964 penduduk; (3) Sistem kesehatan belum responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang tercermin dari belum meratanya sebaran dokter dimana Kabupaten Indragiri Hilir hanya memiliki 16,12 dokter untuk 100.000 penduduk yang jauh di bawah standar nasional yaitu 40 dokter per 100.000 penduduk; (4) Persalinan yang difasilitasi terjadi penurunan dimana pada tahun 2015 hanya 59,00% akibat dari adanya perubahan dalam indikator perhitungan; (5) Optimalisasi sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi promotif dan preventif masih rendah; (6) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat belum optimal. 10. Rendahnya Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Energi Listrik. Belum optimalnya cakupan pelayanan energi listrik di Provinsi Riau, dimana masih terdapat sebanyak 12,19% RT yang belum terlayani oleh PLN dan Non PLN. Cakupan energy listrik yang rendah umumnya terjadi di wilayah perbatasan negara. Oleh karenanya perlu peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap energi listrik. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 92 LAPORAN AKHIR 11. Rendahnya Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Air Bersih dan Air Minum. Pada umumnya masyarakat di wilayah perbatasan negara atau di wilayah pesisir Provinsi Riau mengandalkan air hujan dan sumber mata air yang tidak jelas sebagai sumber air bersih dan air minum. Hal sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karenanya perlu upaya peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih dan air minum. 4.4. Isu Strategis Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Kelembagaan menjadi salah satu kunci pengelolaan kawasan perbatasan. Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan (BPPD) Provinsi Riau berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi, Inspektorat, Badan Perencana Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau. Ketidakjelasan wewenang, kurangnya SDM dan aset pengelolaan, serta beberapa isu strategis lainnya terkait dengan kelembagaan pengelolaan perbatasan Negara masih menjadi salah fokus masalah yang belum dapat ditangani di kawasan perbatasan Negara. Isu strategis terkait kelembagaan pengelola perbatasan Negara di Provinsi Riau antara lain: 1. Belum optimalnya mekanisme dan pelaksanaan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas program pengelolaan perbatasan Negara. Peraturan Gubernur Provinsi Riau Nomor 26 Tahun 2013 tentang perubahan peraturan Gubernur Riau nomor 2 tahun 2012 tentang Organisasi Badan pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau dan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 3 Tahun 2014 tentang Organisasi, Inspektorat, Badan Perencana Daerah dan lembaga Teknis Daerah Provinsi Riau telah mengatur tugas dan fungsi Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Riau. Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau fungsi perencanaan, berfungsi menyelenggarakan pelaksanaan, koordinasi dan fasilitasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan dalam bidang pengelolaan batas wilayah, bidang pengelolaan potensi kawasan, bidang kerjasama dan bidang pengelolaan insfrastruktur kawasan perbatasan. Namun karena BPPD Provinsi Riau masih baru dengan alokasi anggaran dalam APBD yang sangat terbatas yang PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 93 LAPORAN AKHIR didukung SDM yang juga masih terbatas menjadikan BPPD Provinsi Riau belum dapat menjadi ‘Komandan’ dalam perencanaan, pelaksanaan dan koordinasi dan fasilitasi pengelolaan batas wilayah, potensi kawasan, kerjasama dan pengelolaan infrastruktur kawasan perbatasan. Ego sektoral masing-masing dinas dalam merencanakan program/kegiatan masing-masing kurang menyentuh pembangunan kawasan perbatasan sebagaimana yang direncanakan oleh BPPD Provinsi Riau. Dalam kondisi ini, BPPD Provinsi Riau hanya mampu melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan program/kegiatan sektoral yang direncanakan dan dilaksanakan di kawasan perbatasan. Pelaksanaan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas dengan BPPD Kabupaten/Kota se Provinsi Riau yang dilaksanakan 2 kali setahun sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 2 tahun 2011 pasal 24 ayat (1&2) relatif dapat dilaksanakan. Namun harapan BPPD Kabupaten/Kota kepada BPPD Provinsi untuk membiayai program/kegiatan yang diusulkan ke Provinsi Riau banyak yang tidak dapat dibiayai karena kurangnya ‘kemampuan’ BPPD Provinsi dalam berkoordinasi dengan SKPD terkait. Pada dasarnya, tidak ada permasalahan di dalam aturan/regulasi karena sudah jelas diatur mengenai kegiatan koordinasi yang harus dilakukan. Tetapi di dalam aturan tersebut tidak terdapat mekanisme atau aturan yang jelas bagaimana koordinasi itu dilakukan dan apa yang dibahas dari koordinasi tersebut. Pramusrenbang khusus untuk pembangunan kawasan perbatasan negara adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan agar perencanaan pembangunan kawasan perbatasan dapat dilakukan dengan lebih baik. 2. Terbatasnya Sumberdaya, Sarana Prasarana Pendukung serta Kemampuan SDM Lembaga Pengelola Perbatasan Yang Ada di Provinsi Riau. Keterbatasan sumber daya, sarana pendukung, serta SDM lembaga pengelola perbatasan merupakan masalah yang menjadi persoalan pengelola kawasan perbatasan Provinsi Riau Keterbatasan yang dimaksud yakni beberapa faktor utama kelembagaan seperti sumber daya Anggaranl dan kejelasan tupoksi, yang masih belum diaplikasikan dan diatur dengan jelas, khususnya pada PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 94 LAPORAN AKHIR posisi kewenangan daerah. Apabila dilihat alur permasalahannya dapat dilihat bahwa pada tingkat Provinsi Riau, permasalahannya adalah koordinasi horizontal dengan lembaga lain terkait perbatasan dan permasalahan pola pikir pengelola kawasan perbatasan dalam penyediaan asset. Selain sumber permasalahan tersebut, diidentifikasi terdapat faktor lain yang berpengaruh, yakni (i) sumber daya anggaran tidak mencukupi untuk menyediakan seluruh asset, dan (ii) Belum jelasnya Prosedur Pengusulan Rencana Anggaran Pembiayaan Pembangunan Kawasan Perbatasan Dari Daerah Ke Pusat. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 02/2011 baru mengatur sebatas prinsip yang harus dijalankan oleh badan pengelola, yaitu prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam melaksanakan tugas di Kabupaten dan Provinsi. Namun demikian, mekanisme mengenai koordinasi belum ada standarisasi sehingga perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan yang lebih teknis. Dalam kaitannya terhadap keterbatasan aset pengelola, perlu adanya petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis untuk mengatur lebih lanjut mengenai mekanisme koordinasi khususnya untuk kepentingan sharing aset dan penyediaan aset bersama dengan instansi lainnya di daerah tersebut yang turut berperan dalam mengelola wilayah perbatasan, juga mekanisme kerjasama penyediaan aset dengan swasta yang memiliki kepentingan dengan wilayah perbatasan serta mekanisme yang dapat menjamin pemerataan serta keadilan dalam mengakses dana ke pusat yaitu Kementerian/Lembaga. Isu terkait keterbatasan kemampuan SDM di kawasan perbatasan. Antara lain banyak SDM yang berasal dari kawasan perbatasan yang lebih mengenal daerahnya tidak direkrut maupun tidak dijadikan sebagai salah satu aktor penting dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Permasalahan lainnya adalah belum optimalnya potensi pelibatan kelompok adat (yang dinilai memahami benar wilayahnya) dalam mengelola perbatasan (diplomasi penetapan garis batas). Faktor lain yang disebut sebagai isu keterbatasan kemampuan SDM, yaitu (i) kemampuan SDM terbatas karena minimnya pelatihan yang membutuhkan dana operasional; (ii) Kemampuan SDM terbatas karena pemerintah daerah belum membuka akses bagi penduduk lokal untuk menempuh pendidikan; (iii) Inefisiensi kegiatan pelatihan terjadi PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 95 LAPORAN AKHIR karena dilakukan di luar daerah; (iv) Upaya peningkatan kualitas SDM belum digalakkan. Peraturan yang mengatur mengenai kualifikasi SDM dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 02/2011 baru mengatur kualifikasi kepala badan pengelola. Oleh sebab itu, diperlukan regulasi yang lebih teknis yang mengatur kualifikasi SDM seluruh staf badan pengelola perbatasan untuk menyaring kualitas SDM dalam badan pengelola perbatasan. Permasalahan berikutnya yang menjadi isu utama dalam pengelolaan kawasan perbatasan adalah keterbatasan jumlah SDM. Apabila dilihat dari aspek aktor menurut sudut pandang pengelola kawasan perbatasan dapat disebabkan dikarenakan beberapa permasalahan pada kawasan perbatasan seperti Tugas pengelola yang minim dikarenakan beberapa hal seperti badan yang baru terbentuk, kurangnya pengetahuan pengelola dalam membuat kegiatan serta kurangnya data akan kebutuhan perbatasan yang menghambat pembuatan kegiatan mengakibatkan belum diperlukannya SDM dalam jumlah yang banyak. Permasalahan keterbatasan jumlah SDM pada dasarnya sesuai dengan status kelembagaan yang saat ini dimiliki oleh pengelola perbatasan di Provinsi Riau., Faktor yang menyebabkan isu keterbatasan jumlah SDM (i) Penyediaan SDM terhalang oleh kurangnya insentif untuk bekerja di perbatasan. (ii) Apresiasi terhadap tenaga pendidik kurang. (iii) Belum optimalnya pelibatan penduduk lokal sebagai tenaga kerja. Belum optimalnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas program pengelolaan perbatasan negara dan terbatasnya sumberdaya, sarana prasarana pendukung serta kemampuan SDM lembaga pengelola perbatasan di Provinsi riau permasalahan terkait aspek aturan dalam tipologi permasalahan keterbatasan dana. Regulasi yang memuat mekanisme penganggaran lain di luar APBD dan penguatan kelembagaan agar dapat mengajukan dana yang dibutuhkan sesuai dengan prioritas penanganan perbatasan Negara belum tersedia secara memadai. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 96 LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 97 LAPORAN AKHIR BAB V VISI DAN MISI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU Visi dan Misi Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau tidak dapat dipisahkan dari Visi dan Misi Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau. Oleh karenanya pada bagian ini akan dipaparkan Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran, Strategi dan Arah Kebijakan BPPD Provinsi Riau. 5.1. Visi dan Misi Seiring dengan perkembangan pembangunan di Provinsi Riau saat ini serta memperhatikan potensi dan permasalahan pengelolaan daerah perbatasan 5 tahun kedepan dan untuk mendukung tercapainya Visi dan Misi Gubernur Provinsi Riau selama kurun waktu 2014-2019, maka Visi Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau Tahun 2014-2019 adalah: “MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN YANG MAJU, SEJAHTERA DAN BERDAYA SAING TINGGI” Rumusan visi tersebut mengandung tiga kata-kata kunci yaitu “kawasan perbatasan yang maju”, “kawasan perbatasan yang sejahtera”, dan “berdaya saing”. Maksud dari ketiga kata-kata kunci adalah sebagai berikut: 1. Kawasan perbatasan yang maju diartikan sebagai kawasan perbatasan yang memiliki sarana prasarana sosial dasar, tingkat hidup ekonomi masyarakatnya yang sudah baik dan tidak tertinggal dibandingkan dengan kawasan yang berada dipusat pertumbuhan. 2. Kawasan perbatasan yang sejahtera diartikan sebagai kawasan perbatasan yang memiliki sarana dan prasarana wilayah yang maju (diantaranya meliputi pelayanan kesehatan dan pendidikan, air bersih dan sanitasi, jaringan listrik dan energi, dan jaringan transportasi), sehingga mendorong berkembangnya aktivitas ekonomi yang berorientasi ke luar (outward looking) yang dicirikan dengan kerjasama dan kegiatan ekonomi lintas batas, kualitas SDM yang baik dan tingkat kemiskinan yang rendah. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 97 LAPORAN AKHIR 3. Berdaya saing diartikan sebagai kawasan yang memiliki keunggulan dan potensi yang dapat di jual dan dimanfaatkan sebagai dasar kehidupan msyarakat di kawasan perbatasan. Untuk mencapai visi tersebut, maka terdapat 4 (empat) misi yang akan dilaksanakan, yaitu sebagai berikut: 1. Menguatkan koordinasi dan sinkronisasi antar sektor dan antar daerah dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Misi ini menjadi misi yang dikedepankan oleh BPPD Provinsi Riau karena tugas dan fungsinya lebih ditekankan pada aspek koordinasi sehingga pengelolaan perbatasan yang dilakukan oleh multi sektor dan multi daerah ini dapat dilakukan secara terpadu. 2. Melaksanakan fasilitasi Pengembangan Ekonomi, optimalisasi potensi lokal, sosial dan budaya serta melakukan identifikasi, inventarisasi dan penyediaan data sarana dan prasarana wilayah di kawasan-kawasan perbatasan. Pembangunan kawasan perbatasan untuk menangkap peluang yang membuat perekonomian berkembang, termasuk di dalam sarana dan prasarana diantaranya pelayanan kesehatan dan pendidikan, air bersih dan sanitasi, jaringan listrik dan energi, dan jaringan transportasi. Khusus mengenai jaringan transportasi, hal yang penting dilakukan adalah membuka keterisolasian kawasan perbatasan. 3. Meningkatkan kerjasama pembangunan dan pengawasan keamanan di kawasan perbatasan. Kerjasama pembangunan dan penegakan hukum ini dilaksanakan untuk memberantas segala praktek-praktek yang saat ini diindikasikan masih marak terjadi di kawasan perbatasan. Mengingat luasnya kawasan perbatasan, maka pengawasan perlu melibatkan peran aktif masyarakat. 4. Menguatkan peran dan kapasitas kelembagaan pengelolaan perbatasan. Penguatan peran dan kapasitas kelembagaan dapat dilakukan melalui penyediaan produk perencanaan yang bersifat regional (tidak sektoral) sehingga dapat memberikan arah secara lintas SKPD, peningkatan kualitas SDM BPPD ada bidang-bidang yang terkait tupoksi, peningkatan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 98 LAPORAN AKHIR ketersediaan sarana prasarana guna menunjang pelaksanaan tugas, dan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan yang berkualitas. Pengelolaan perbatasan dalam jangka panjang, mencakup upaya bagaimana mengelola batas wilayah antar daerah, antar negara dan mengelola kawasan perbatasan, terkait erat dengan visi dan misi pembangunan Provinsi Riau dalam mewujudkan “Provinsi Riau yang maju, masyarakat sejahtera dan berdaya saing tinggi, terhapusnya kemiskinan serta tersedianya lapangan kerja”, yang terjabarkan dalam sepuluh misinya. Selain itu, visi dan misi pengelolaan perbatasan dan pembangunan kawasan perbatasan di Riau juga dilakukan untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan Nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Sesuai dengan arah pembangunan pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN) Tahun 2004 – 2025, kawasan perbatasan akan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian. 5.2. Tujuan dan Sasaran Secara praktis, tujuan dapat didefinisikan sebagai hal-hal yang harus dilakukan agar misi dapat terselesaikan (mission accomplished). Tujuan dan sasaran jangka menengah BPPD Provinsi Riau 2014 – 2019 adalah tahap perumusan secara strategi yang menunjuk tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan pembangunan jangka menengah yang selanjutnya akan menjadi dasar penyusunan program dan kegiatan di Badan Pengelola Perbatasan. 5.2.1. Tujuan Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) – 5 (lima) tahun. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 99 LAPORAN AKHIR Penetapan tujuan dalam Rencana Strategis didasarkan pada potensi dan permasalahan serta isu utama Badan Pengeloa Perbatasan Daerah Provinsi Riau. Adapun tujuan didalam Perencanaan Strategi Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau adalah : 1. Meningkatkan pengelolaan kawasan perbatasan yang maju, sejahtera, dan berdaya saing tinggi dengan meningkatkan pembangunan sarana prasarana infrastruktur, mengembangkan potensi ekonomi lokal untuk meningkatkan kesejehteraan masyarakat kawasan perbatasan. 2. Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya, serta penyusunan dan implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan. 3. Meningkatkan kepastian batas, dan penyelesaian konflik penegasan batas daerah Kab/Kota dan Provinsi. 5.2.2. Sasaran Sasaran adalah penjabaran tujuan secara terukur, yaitu suatu yang akan dicapai / dihasilkan oleh BPPD Provinsi Riau dalam jangka waktu tahunan, sasaran dalam Rencana Strategis BPPD Provinsi Riau ini adalah : 1. Untuk mencapai tujuan 1, ditetapkan sasaran sebagai berikut ; Meningkatnya pengelolaan batas wilayah Negara. Meningkatnya pengelolaan potensi di kawasan perbatasan. Tersusunnya penataan ruang di kawasan perbatasan. Meningkatnya ketersediaan infrastruktur sarana dan prasarana di kawasan perbatasan. Meningkatnya pengawasan di kawasan pebatasan. 2. Untuk mencapai tujuan 2, ditetapkan sasaran sebagai berikut ; Tersedianya dokumen perencanaan tahunan dan jangka menengah, database, kerjasama, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan agenda strategis Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau; 3. Untuk mencapai tujuan 3, ditetapkan sasaran sebagai berikut ; Meningkatnya kepastian batas daerah Kab/Kota dan Provinsi. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 100 LAPORAN AKHIR 5.3. Strategi dan Arah Kebijakan Arah pengembangan kawasan perbatasan sesuai UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) menyatakan bahwa: ”Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan (security approach), juga diperlukan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan kelestarian lingkungan (environmental approach) dengan titik berat pada pembangunan kawasan untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pertahanan serta keamanan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian”. 5.3.1. Strategi Untuk mewujudkan visi dan misi serta sasaran jangka panjang pengelolaan perbatasan sebagaimana yang dirumuskan tersebut, dilakukan dengan tujuh strategi dasar pengelolaan perbatasan, yang selanjutnya disebut dengan “Strategi 7 Re”, yaitu; 1. Reorientasi arah kebijakan pengelolaan perbatasan. Strategi reorientasi, pada prinsipnya mengubah arah kebijakan dari kecenderungan orientasi inward looking, ke orientasi outward looking sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. 2. Reposisi peran strategis kawasan perbatasan Strategi reposisi, pada prinsipnya mengubah posisi kawasan perbatasan dari “Beranda Belakang Negara” menjadi “Beranda Depan Negara” yang memiliki peran strategis pemacu perkembangan ekonomi regional maupun nasional. 3. Rekonsolidasi daya dukung pengelolaan perbatasan Strategi rekonsolidasi, pada prinsipnya menata ulang daya dukung, kekuatan, PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 101 LAPORAN AKHIR dan peluang yang ada untuk dikonsolidasikan ulang agar secara efektif dan efisien mampu dioptimalkan untuk kepentingan perbatasan, baik dalam rangka percepatan penyelesaian batas wilayah negara maupun pembangunan perbatasan. 4. Reformulasi basis pemikiran dan pengaturan pengelolaan perbatasan Strategi reformulasi, pada prinsipnya melakukan review dan merumuskan kembali basis pengelolaan perbatasan, yaitu dasar pijakan pemikiran dan pijakan normatifnya, untuk menjawab dinamika perkembangan kebutuhan perbatasan sesuai dengan paradigma baru pengelolaan perbatasan antar Negara dan kawasan perbatasan. 5. Restrukturisasi kewenangan pengelolaan perbatasan. Strategi restrukturisasi, pada prinsipnya memperjelas kewenangan dalam pengelolaan perbatasan atau kegiatan-kegiatan terkait perbatasan, baik dalam pengelolaan batas wilayah Negara maupun pembangunan kawasan perbatasan. 6. Revitalisasi kemitraan dan kerjasama perbatasan Strategi revitalisasi, pada prinsipnya memperkuat jejaring kemitraan dan kerjasama percepatan penyelesaian permasalahan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan kaidah-kaidah hubungan antara negara. 7. Reformasi tata laksana pengelolaan perbatasan. Strategi reformasi, pada prinsipnya menata ulang dan menerapkan tatalaksana pengelolaan perbatasan secara konsisten sesuai prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), di dukung dengan kemajuan teknologi informasi terkini, yang terus berkembang dalam skala global dan nasional. 5.3.2. Arah Kebijakan Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, pembangunan perbatasan bertujuan untuk ”Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 102 LAPORAN AKHIR negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional”. Untuk mewujudkan Kawasan Perbatasan Sebagai Beranda Depan Negara yang terintegrasi dengan kawasan pusat pertumbuhan, diperlukan kebijakan yang jelas, perencanaan yang sistematik dan orientasi jangka panjang, pelaksanaan secara terpadu dan pengendalian yang efektif. Sesuai dengan Perpres Nomor 78 Tahun 2005, pengelolaan pulau-pulau kecil terluar perlu lebih diperhatikan dari aspek keamanan, kesejahteraan, dan kelestarian lingkungan. Mengacu pada UU Nomor 43 tentang Wilayah Negara, sebagai payung kebijakan bagi pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan negara secara terpadu, kebijakan diarahkan pada pembentukan dan penguatan badan pengelola perbatasan di tingkat nasional dan daerah. Pada 12 provinsi yang memiliki kawasan perbatasan, terdapat 38 kabupaten/kota yang diprioritaskan pengembangannya, dan di dalamnya akan dikembangkan 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai kota utama kawasan perbatasan yang perlu dipercepat pembangunannya selama 10 tahun ke depan berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Pada periode 2014- 2019, pembangunan PKSN sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan secara bertahap harus terus ditingkatkan, terutama pada 27 kabupaten yang termasuk daerah tertinggal. Karena itu, pengembangan PKSN di Provinsi Riau dikhususkan pada kabupaten perbatasan yang paling tertinggal. Untuk mencegah timbulnya konflik pemanfaatan dalam pelaksanaan rencana tata ruang antar wilayah terutama pada kawasan perbatasan, baik perbatasan antar negara, perbatasan antar propinsi maupun antar kabupaten/kota, maka pedoman penyerasian rencana tata ruang wilayah propinsi, kabupaten, dan kota perlu selalu dikaji ulang, baik peran maupun fungsinya. Kebijakan nasional pengelolaan Kawasan Perbatasan di antaranya adalah: 1. Penegasan dan penataan batas wilayah negara dalam rangka menjaga kedaulatan NKRI. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 103 LAPORAN AKHIR 2. Pengembangan kawasan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pintu gerbang internasional bagi kawasan Asia Pasifik. 3. Percepatan pembangunan kawasan perbatasan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan. Pengakuan terhadap hak adat/ulayat masyarakat. 4. Peningkatan kapasitas pertahanan dan keamanan beserta sarana prasarananya. 5. Peningkatan perlindungan pemanfaatan sumber daya alam dan kawasan konservasi. 6. Peningkatan fungsi kelembagaan dan koordinasi antar instansi terkait dalam pengelolaan kawasan perbatasan. 7. Peningkatan kerjasama bilateral, sub-regional, maupun regional dalam berbagai bidang. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 104 LAPORAN AKHIR BAB VI ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 6.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau Arah kebijakan Pengelolaan Batas Wilayah Negara bertujuan untuk menjamin legalitas kedaulatan penuh negara atas wilayahnya, sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan dengan bebas mengikuti aturan negaranya sendiri tanpa harus mendapat tekanan dari negara lain; dengan kata lain masyarakat Indonesia akan bebas memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di perairan lautnya, terutama potensi perikanan laut yang cukup besar, sumberdaya yang ada di dasar perairan, dan udara diatasnya. Masyarakat Indonesia, terutama masyarakat yang berada di wilayah laut perbatasan Provinsi Riau (Indonesia) dan Malaysia di Selat Malaka, yakni nelayan yang melakukann kegiatan penangkapan ikan di Laut Teritorial Indonesia (Selat Malaka) tentu tidak akan bebas melakukan kegiatannya karena tidak ada tanda batas wilayah di tengah laut; oleh sebab itu Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau harus berinisiatif melalui Pemerintah Provinsi Riau untuk mendorong Pemerintah Indonesia untuk segera membuat Kesepakatan Penegasan Batas Laut Teritorial (BLT) di Selat Malaka dengan Pemerintah Negara Malaysia. Penegasan Batas Laut Teritorial (BLT) di Selat Malaka dapat dilakukan melalui strategi penataan kelembagaan dan diplomasi perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta pendukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat. Kelengkapan data/ peta pendukung harus dapat diselesaikan sebelum kesepakatan penegasan batas wilayah laut antara Indonesia dan Malaysia berlangsung karena penentuan batas laut teritorial yang berdasarkan garis pangkal tersebut akan banyak dipengaruhi oleh pasang surut dan bentuk fisik dari pantai. Titik-titik pasang surut terendah akan berubah sesuai dengan kondisi pantai, dan akan berubah, lebih mundur arah ke darat jika abrasi terjadi; dengan demikian maka perlu pengamanan dan pemelihara batas wilayah laut Indonesia tersebut. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 105 LAPORAN AKHIR Usaha strategis Pengamanan dan pemeliharaan batas laut Indonesia di Selat Malaka tersebut tentu saja akan lebih nyata kalau Pembuatan Titik Dasar (TitikTitk Pasang Surut Terendah) di wilayah Indonesia dapat diwujudkan dengan segera. Banyak lembaga negara/daerah yang terkait/berkepentingan di wilayah perbatasan laut Selat Malaka baik lembaga vertikal ataupun lembaga fungsional daerah, diantaranya adalah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut sebagai lembaga pertahanan dan keamanan, Kepolisian Republik Indonesia sebagai lembaga ketertiban, Bea Cukai Indonesia sebagai lembaga kepabeanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan Laut, dan Badan Daerah Pengelola Perbatasan. Pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan batas negara di Selat Malaka tersebut tidak layak dilaksanakan sendiri-sendiri, akan tetapi perlu kerjasama yang terpadu. Pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan batas negara di Selat Malaka tersebut akan berlangsung dengan baik kalau ada suatu koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas yang solid antar lembaga negara. Langkah strategis yang harus dilakukan adalah pembentukan lembaga terpadu yang akan mengelola wilayah perbatasan. 6.2. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Arah Kebijakan Pembangunan Kawasan Perbatasan dilakukan agar terjadi peningkatan aktivitas ekonomi lintas batas, peningkatan pengamanan dan pengawasan, peningkatan dan penguatan sosial budaya masyarakat di wilayah perbatasan, serta peningkatan sarana dan prasarana lintas batas. Melalui perumusan yang mencakup sejumlah aspek tersebut maka akan mewujudkan pembangan kawasan perbatasan negara yang lebih makmur dan bermartabat. Mengacu pada isu-isu strategi yang telah dikemukan pada Bab IV, dapat dirumuskan arah kebijakan dan strategi pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau sebagai berikut: 1. Arah kebijakan meningkatkan volume ekspor perlu dilakukan untuk mengeleminir terjadinya defisit neraca perdagangan yang berkepanjangan. Ketergantungan Provinsi Riau terhadap migas perlu digantikan dengan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 106 LAPORAN AKHIR produk-produk non migas, khususnya produk-produk perkebunan. Produkproduk perkebunan yang selama ini sebagian besar di ekspor dalam bentuk bahan mentah dan barang-barang intermediate perlu diolah dan diekspor dalam bentuk barang-barang yang siap saji dan siap untuk dikonsumsi (final goods). Langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mengurangi mengeleminir defisit neraca perdagangan adalah melalui peningkatan volume ekspor melalui pengembangan komoditas unggulan, yaitu produk-produk perkebunan yang sudah diolah menjadi produk-produk yang siap dikonsumsi dan siap saja (final goods). 2. Arah kebijakan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan volume perdagangan lintas batas perlu dilakukan untuk memanfaatkan ketergantungan aktivitas ekonomi masyarakat di lokpri terhadap negara tetangga. Untuk mewujudkan hal ini maka perlu dilakukan revisi regulasi terhadap perdagangan lintas batas dengan nilai perdagangan mencapai USD 1500. Disamping itu, untuk dapat menangkap keuntungan dari AEC 2015 di kawasan perbatasan, maka tantangan yang dihadapi Indonesia adalah meningkatkan daya saing di kawasan perbatasan. Langkah strategis yang perlu dilakukan antara lain: (1) Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi/kebijakan, yang mendorong penguatan Indonesia di AEC 2015 (affirmative policy). (2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia: masyarakat, pemerintah daerah, dunia usaha ataupun profesional. (3) Pengembangan sektor-sektor prioritas dan komoditi unggulan. (4) Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan, pelabuhan, dsb. (5) Peningkatan peran institusi pemerintah maupun swasta. (6) Menciptakan iklim usaha yang kondusif, yang didukung oleh kebijakankebijakan afirmatif. (7) Penyediaan kelembagaan dan kemudahan akses terhadap permodalan. 3. Arah kebijakan meningkatkan sistem pengamanan dan pengawasan lintas batas laut untuk mencegah dan melakukan penindakan terhadap PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 107 LAPORAN AKHIR pelanggaran hukum di batas laut negara (illegal loging, illegal fishing, human trafficking, penyeludupan narkoba). Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah penurunan jumlah pelanggaran hukum di batas laut negara dengan memperbaiki sistem pengamanan dan pengawasan berbasis pada aparat pertahanan dan keamanan serta penegak hukum dikombinasikan dengan sistem pertahanan dan keamanan semesta (melibatkan masyarakat, khususnya masyarakat di wilayah perbatasan). 4. Arah kebijakan menertibkan sistem pencatatan kependudukan untuk mengeleminir keberadaan penduduk yang memiliki identitas kependudukan ganda. Langkah strategis yang perlu dilakukan penertiban sistem pencatatan kependudukan melalui percepatan penertiban KTP elektronik dan koordinasi dengan pemerintah Malaysia. 5. Arah kebijakan meningkatkan kerjasama sosial-budaya dan ekonomi dalam rangka meningkatkan memanfaatkan hubungan kekerabatan penduduk satu rumpun dengan negara tetangga terkait dengan kerjasama budaya dan ekonomi. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah peningkatan kerjasama sosial-budaya dan ekonomi, yang dapat dilakukan dengan memperbanyak pelaksanaan even-even pariwisata dan budaya serta kerjasama ekonomi antara masyarakat kedua negara yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat. 6. Arah kebijakan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pelintas bantas melaui pengaktifan kembali sejumlah Pos Lintas Batas Negara yang saat ini tidak aktif dan pembangunan sejumlah Pos Lintas Batas Negara yang baru. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah pengaktifan kembali Pos Lintas Batas yang pernah ada, yaitu (1) PLBN Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir; (2) PLBN Tanjung Medang Kabupaten Bengkalis; (3) PLBN Selat Baru Kabupaten Bengkalis; (4) PLBN Teluk Belitung Kabupaten Kepulauan Meranti; (5) PLB Kuala Gaung Kabupaten Indragiri Hilir; dan (6) PLBN PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 108 LAPORAN AKHIR Kuala Enok. Disamping itu perlu peningkatan sejumlah Pos Lintas Batas, antara lain PLBN Rupat dan PLBN Pulau Merbau. 7. Arah kebijakan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat pelintas batas melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana Pos Lintas Batas. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah dengan penataan sarana dan prasana Pos Lintas Batas, yakni penataan sarana dan prasana Pos Lintas Batas yang representatif dan terpadu antara CQIS (Custom, Quarantine, Immigration and Security). 6.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau Arah Kebijakan Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara dilakukan agar terjadi percepatan penataan ruang kawasan perbatasan, peningkatan intrastruktur kawasan perbatasan, percepatan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan, dan peningkatan pelayanan sosial dasar kawasan perbatasan. Adapun arah kebijakan dan strategi pengelolaan aktivitas lintas batas negara di Provinsi Riau dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Arah kebijakan mempercepat pengesahan/penetapan RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau sehingga memperjelas penataan ruang kawasan perbatasan. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan pengesahan/penetapan RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, sehingga dapat mempercepat pembangunan kawasan perbatasan. 2. Arah kebijakan mempercepat pembangunan jalan dan jembatan dengan kuantitas yang cukup dan kualitas yang baik sehingga dapat mengeleminir ketertinggalan dengan negara tetangga. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan peningkatan kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan pada kawasan perbatasan. 3. Arah kebijakan mempercepat peningkatan kualitas sarana dan prasara pendukung pelabuhan. Hal ini perlu dilakukan karena kualitas pelabuhan belum memadai, terutama bila dibandingkan dengan negara tetangga. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 109 LAPORAN AKHIR Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan pembangunan pelabuhan dengan kualitas yang baik sehingga dapat dan nyaman menjadi tempat sandar kapal-kapal yang berukuran cukup besar. 4. Arah kebijakan meningkatkan jangkauan/cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai agar jangkauan/cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai sebagai bagian dari PKSN dapat diperluas. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan peningkatan jangkauan/cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai melalui peningkatan varians produk-produk yang diproduksi di kawasan indutri ini. 5. Arah kebijakan mengoperasikan Terminal Agribisnis Dumai yang telah dibangun namun belum beroperasi sebagaimana Mestinya. Oleh karenanya perlu percepatan pengoperasian Terminal Agribisnis Dumai. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan pengoperasian Terminal Agribisnis Dumai dengan melibatkan peran swasta. 6. Arah kebijakan mempercepat pembangunan Kawasan Industri Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok yang telah dicanangkan namun belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan pembangunan Kawasan Industri Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok yang siap beroperasi. 7. Arah kebijakan meningkatkan produksi pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan di kawasan perbatasan dalam rangka meningkatkan produksi. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan di kawasan perbatasan. 8. Arah kebijakan meningkatkan SDM yang berkualitas dengan cara meningkatkan aksesibilitas dan mutu pendidikan masyarakat di kawasan perbatasan. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah peningkatan akses pelayanan pendidikan melalui penataan dan pendistribusian sarana dan prasarana (ruang kelas dan runag guru yang layak, laboratorium, perpustakaan dan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 110 LAPORAN AKHIR pendukungnya) serta ketersediaan guru yang merata baik dari aspek jumlah dan kualifikasi per mata pelajaran pada setiap jenjang pendidikan. 9. Arah kebijakan meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarkat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di kawasan perbatasan. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau melalui penataan dan pendistribusian sarana dan prasarana pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan penduduk di kawasan perbatatasan, optimalisasi sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi promotif dan preventif, dan optimalisasi Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) oleh masyarakat di wilayah perbatasan negara. 10. Arah kebijakan mengembangkan energi listrik dan pemanfaatan pembangkit listrik untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap energi listrik. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah penyediaan energi listrik dan pemanfaatan pembangkit listrik. 11. Arah kebijakan membangun sarana dan prasarana air bersih dan air minum untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap air bersih dan air minum. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah pembangunan sarana dan prasarana air bersih dan air minum. 6.4. Arah Kebijakan dan Strategi Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Arah kebijakan penguatan kelembagaan pengelolaan perbatasan bertujuan untuk memperkuat tugas, pokok, dan fungsi kelembagaan Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau dan anggotanya dengan tujuan membangun kawasan perbatasan menjadi lebih maju dan berkembang. Sasaran penguatan kelembagaan adalah: 1. Meningkatnya kualitas penyelenggaraan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas program pengelolaan perbatasan Negara di Provinsi Riau. 2. Terwujudnya inisiasi forum kerjasama kelembagaan antarnegara dalam PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 111 LAPORAN AKHIR mendukung aktivitas lintas batas dan integrasi pengelolaan kawasan perbatasan dengan Negara tetangga. 3. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sumber daya, sarana prasarana pendukung, serta SDM lembaga pengelola perbatasan. Pencapaian sasaran tersebut diatas maka arah kebijakan penguatan kelembagaan sebagai berikut: 1. Penguatan koordinasi antar stakeholder Keterbatasan kegiatan koordinasi terjadi dari beberapa kendala seperti kegiatan koordinasi yang dilaksanakan oleh pengelola perbatasan, dimana lembaga pengelola perbatasan khususnya BNPP mengalami ketidakmampuan dalam memimpin koordinasi kegiatan pengelolaan perbatasan dan kurangnya tindak lanjut hasil rapat koordinasi, ataupun BNPP belum menyentuh semua pemangku kepentingan pengelolaan perbatasan. Keterbatasan koordinasi antar lembaga di tingkat daerah maupun antara lembaga perbatasan daerah dengan pusat akan menghambat rencana realisasi pembangunan kawasan perbatasan. Perlunya penguatan koordinasi antar stakeholder agar mewujudkan hubungan satu arah yang terintegrasi antara stakeholder yang berperan dalam pengembangan dan pembangunan kawasan perbatasan. 2. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana serta sistem pelayanan lembaga pengelola perbatasan. Lemahnya tugas dan fungsi lembaga pengelola perbatasan di Provinsi Riau dapat dikarenakan tiga hal yaitu dari pelaku/aktor yang menjalankan, aturan/regulasi terkait, maupun sumber daya yang ada di dalam kelembagaan tersebut. Perlu adanya tindakan nyata untuk ketiga aspek yang mempengaruhi kinerja lembaga pengelola perbatasan daerah Provinsi Riau. Untuk aspek aktor/pelaku tujuan utamanya adalah meningkatan capacity building SDM yang sesuai dengan kebutuhan wilayah perbatasan, ditunjang dengan peningkatan pelibatan aktor masyarakat. Sedangkan aturan/regulasi adalah menguatkan payung hukum kebutuhan-kebutuhan dalam menjalankan tupoksi lembaga pengelola perbatasan. Dalam hal sumber daya adalah penguatan sarana dan prasarana yang bersifat fisik seperti alat operasional dan lainnya, serta pengaturan penganggaran PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 112 LAPORAN AKHIR untuk pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau pada SKPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau yang didukung oleh aturan mengenai mekanisme pendanaan perbatasan dari selain APBD seperti dana dunia usaha dan masyarakat. Undang Undang Nomor 43 Tahun 2008, Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Perarturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010, telah mengatur wewenang dan kelembagaan pengelolaan perbatasan negara. Oleh karena itu, urgensi penguatan kelembagaan agar tercipta tata kelola perbatasan negara yang lebih efektif dalam menjawab persoalan dan permasalahan yang terjadi di kawasan perbatasan seharus dapat diciptakan. Dalam mewujudkan kebijakan Penguatan Koodinasi Antar Stakeholders, dengan tujuan memperkuat sistem koordinasi pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan antarstakeholders, diperlukan langkah strategis sebagai berikut: 1. Memperkuat mekanisme koordinasi antar anggota BPPD Provinsi Riau dan Sektor Terkait. Koordinasi menjadi upaya yang menghubungkan dua pihak yang saling berkepentingan untuk mencapai satu tujuan yang sama. Dalam hal ini pembangunan dan pengembangan perbatasan tidak dapat lepas dari peran dan campur tangan beberapa stakeholder dan sektor terkait yang memiliki kepentingan pembangunan sektor di dalamnya. Strategi memperkuat mekanisme koordinasi antar anggota BPPD dan antara anggota BPPD dengan sektor terkait menjadi hal utama karena merupakan kunci penggerak, pendorong, dan yang mengarahkan kebutuhan pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan laut dan udara. Sehingga pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau tidak hanya merupakan tanggung jawab BPPD tetapi juga anggota BPPD dan sektor terkait yang berkepentingan dalam memimpin pembangunan kawasan. 2. Memperkuat mekanisme koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi Riau dan 6 Kabupaten/Kota dalam Pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan di Provinsi Riau. Strategi memperkuat koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten/Kota akan menjembatani hubungan antara dua sektor terkait yang menjadi actor penggerak, pendorong, dan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 113 LAPORAN AKHIR pelaksana pembangunan di kawasan perbatasan di Provinsi Riau. Mekanisme koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota saat ini relatif masih lemah. Oleh karena itu, peran dan fungsi masing-masing actor perlu ditegaskan dan dikoordinasikan sehingga mencapai satu visi arah pembangunan kawasan perbatasan sebagaimana yang direncanakan. Kebijakan peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta sistem pelayanan lembaga pengelola perbatasan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dalam pengelolaan perbatasan negara, diperlukan langkah strategis sebagai berikut: 1. Mengembangkan tata kelola perbatasan negara berbasis kewenangan dan kelembagaan yang spesifik/asimetris sesuai kebutuhan kawasan perbatasan. Strategi ini adalah langkah awal dalam mengembangkan tata kelola perbatasan negara dengan membentuk sebuah kajian mengenai kewenangan secara sepesifik/asimetris antar lembaga pengelola perbatasan. Kewenangan tersebut merupakan tingkatan yang mengatur tugas, pokok, dan fungsi. Dengan demikian, masing-masing stakeholder memiliki pedoman dan mekanisme masing-masing dalam pengembangan pembangunan kawasan perbatasan. Mekanisme tersebut dapat berupa peraturan yang mengikat, agar tidak terjadi kembali tumpang tindih kebijakan antar sektoral di kawasan perbatasan. Kedepan, BNPP dan BPPD sebagai badan yang memiliki tugas koordinasi pengembangan pembangunan perbatasan, dapat berupa badan yang mandiri, tidak berada di dalam kedinasan/SKPD di daerah. Harapannya adalah dapat memperkuat kewenangan lembaga pengelola perbatasan khususnya BNPP dan BPPD. Penguatan kewenangan ini adalah dalam memberikan/merumuskan kebijakan dan mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan masingmasing kawasan perbatasan. Dengan demikian BNPP dan BPPD dapat memiliki tugas penentu kebijakan pengembangan pembangunan kawasan perbatasan. 2. Membangun/ meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penyelenggaraan pengelolaan perbatasan Strategi membangun/meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pelenggaraan pengelolaan perbatasan merupakan strategi paling utama. Kualitas sarana dan prasarana tersebut dapat berupa pengadaan kendaraan operasional, PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 114 LAPORAN AKHIR bangunan fisik, dan kebutuhan lainnya dalam menyelenggarakan pengelolaan perbatasan. Kebutuhan akan pengadaan kendaraan operasional adalah hal yang utama, dikarenakan pada saat ini masih banyak BPPD belum mempunyai kendaraan operasional sendiri yang mengakibatkan kesulitan dalam memantau atau meninjau langsung ke kawasan perbatasan darat maupun laut. Sedangkan bangunan fisik BPPD di kawasan perbatasan yang menyebabkan tidak adanya anggota BPPD yang bisa stay lama di kawasan perbatasan. BPPD membutuhkan alat operasional seperti peta kawasan perbatasan, GPS, kamera digital, dan alat operasional kantor, dimana bila tidak tersedia maka akan menghambat aktivitas BPPD dalam operasional menyelenggarakan pengelolaan kawasan perbatasan. Tersedianya sarana dan prasarana dengan kulaitas dan kuantitas yang baik diharapkan kinerja lembaga pengelola perbatasan tidak terbentur masalah. 3. Menyusun/menyiapkan kebijakan dan mengembangkan program peningkatan kapasitas lembaga pengelola perbatasan. Strategi menyiapkan kebijakan dan program peningkatan kapasitas lembaga pengelola perbatasan adalah strategi akhir yang merupakan peningkatan Sumber Daya yang ada di dalam lembaga pengelola perbatasan Provinsi Riau. Kebijakan dan program tersebut antara lain penguatan anggota BPPD Provinsi Riau dalam mengelola anggaran, dimana seringkali terjadi kebingunan atau kekurang tahuan dalam menyusun kebijakan dan program serta sumber dana yang dapat digunakan. Selain itu, peningkatan capacity building terhadap SDM untuk pengelolaan batas, pengelolaan lintas batas, pengelolaan potensi kawasan perbatasan dan laut, dan penataan ruang. Aspek-aspek tersebutlah yang harus ditingkatkan ilmu dan pengetahuannya, agar dalam mengelola dan merumuskan kebijakan dan program dapat tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan masingmasing yang ada di kawasan perbatasan. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 115 LAPORAN AKHIR BAB VII AGENDA PRIORITAS PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI RIAU 7.1. Agenda Prioritas Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Provinsi Riau Dalam pengelolaan Batas Negara di Provinsi Riau, ada beberapa agenda prioritas, yaitu: (1) Perundingan Penegasan Kesepakatan Batas Laut Teritorial kedua negara, Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka. (2) Pembuatan Garis Pangkal, dimana pembuatan Garis Pangkal ini haruslah melakukan pemetaan Titik – Titik Dasar (Titik – Titik Pasang Surut Terendah) di sepanjang pantai pulau-pulau terluar yang berhadapan langsung dengan negara Malaysia, seperti pantai-pantai di Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Bengkalis. (3) Pembuatan turap hijau dan turap semenisasi di pantai pulau-pulau terluar yang berhadapan langsung dengan Negara malaysia untuk menjaga dan memelihara Titik Dasar (titik-Titik Pasang Surut Terendah). Tentu saja semua agenda prioritas yang dilakukan itu adalah termasuk dalam Agenda Pembangunan dan Agenda Kerja Sama Pembangunan Daerah Provinsi Riau. 7.2. Agenda Prioritas Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Agenda yang akan dilaksanakan dalam pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau adalah: (1) Agenda peningkatan volume ekspor melalui pengembangan komoditas unggulan, yaitu produk-produk perkebunan yang sudah diolah menjadi produk-produk yang siap dikonsumsi dan siap saja (final goods). (2) Agenda penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi/kebijakan, yang mendorong penguatan Indonesia di AEC (affirmative policy). (3) Agenda penurunan jumlah pelanggaran hukum di batas laut negara dengan memperbaiki sistem pengamanan dan pengawasan berbasis pada aparat pertahanan dan keamanan serta penegak hukum dikombinasikan dengan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 116 LAPORAN AKHIR sistem pertahanan dan keamanan semesta (melibatkan masyarakat, khususnya masyarakat di wilayah perbatasan). (4) Agenda penertiban sistem pencatatan kependudukan melalui percepatan penertiban KTP elektronik dan koordinasi dengan pemerintah Malaysia. (5) Agenda peningkatan kerjasama sosial-budaya dan ekonomi, yang dapat dilakukan dengan memperbanyak pelaksanaan even-even pariwisata dan budaya serta kerjasama ekonomi antara masyarakat kedua negara yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat. (6) Agenda pengaktifan kembali Pos Lintas Batas yang pernah ada dan peningkatan sejumlah Pos Lintas Batas. (7) Agenda penataan sarana dan prasana Pos Lintas Batas, yakni penataan sarana dan prasana Pos Lintas Batas yang representatif dan terpadu antara CQIS (Custom, Quarantine, Immigration and Security). 7.3. Agenda Prioritas Pengelolaan Aktivitas Lintas Batas Negara di Provinsi Riau Agenda yang akan dilaksanakan dalam pengelolaan aktivitas lintas batas negara di Provinsi Riau adalah: (1) Agenda percepatan pengesahan/penetapan RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, sehingga dapat mempercepat pembangunan kawasan perbatasan. (2) Agenda percepatan peningkatan kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan pada kawasan perbatasan. (3) Agenda percepatan pembangunan pelabuhan dengan kualitas yang baik sehingga dapat dan nyaman menjadi tempat sandar kapal-kapal yang berukuran cukup besar. (4) Agenda percepatan peningkatan jangkauan/cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai melalui peningkatan varians produk-produk yang diproduksi di kawasan indutri ini. (5) Agenda percepatan pengoperasian Terminal Agribisnis Dumai dengan melibatkan peran swasta. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 117 LAPORAN AKHIR (6) Agenda percepatan pembangunan Kawasan Industri Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok yang siap beroperasi. (7) Agenda ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan di kawasan perbatasan. (8) Agenda peningkatan akses pelayanan pendidikan melalui penataan dan pendistribusian sarana dan prasarana (ruang kelas dan runag guru yang layak, laboratorium, perpustakaan dan pendukungnya) serta ketersediaan guru yang merata baik dari aspek jumlah dan kualifikasi per mata pelajaran pada setiap jenjang pendidikan. (9) Agenda peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau melalui penataan dan pendistribusian sarana dan prasarana pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan penduduk di kawasan perbatatasan, optimalisasi sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi promotif dan preventif, dan optimalisasi Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) oleh masyarakat di wilayah perbatasan negara. (10) Agenda penyediaan energi listrik dan pemanfaatan pembangkit listrik. (11) Agenda pembangunan sarana dan prasarana air bersih dan air minum. 7.4. Agenda Prioritas Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Agenda yang akan dilaksanakan terkait penguatan kelembagaan kawasan perbatasan di Provinsi Riau adalah: (1) Agenda penguatan koodinasi antar stakeholder termasuk didalamnya koordinasi kerjasama kelembagaan antarnegara (integrasi institusional) (2) Agenda peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta sistem pelayanan lembaga pengelola perbatasan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 118 BAB VIII KAIDAH PENGELOLAAN Kaidah pengelolaan menguraikan tentang perencanaan program dan kegiatan, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi, pengawasan dan pelaporan. Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2017 – 2019 dilakukan oleh Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau yang melibatkan 20 SKPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau serta instansi vertikal terkait seperti Polri, TNI AL, Bea Cukai, Imigrasi dan lainnya dalam setiap tahapan perencanaan. Penganggaran program/kegiatan pembangunan kawasan perbatasan Provinsi Riau yang menjadi kewenangan Provinsi Riau bersumber dari APBD Provinsi Riau. Pelaksana teknis program/kegiatan pembangunan kawasan perbatasan dilakukan oleh SKPD terkait yang dikoordinir oleh BPPD atau Biro Perbatasan Setda Provinsi Riau. Evaluasi, pengawasan dan pelaporan dilaksanakan oleh BPPD atau Biro Perbatasan, berkoordinasi dengan SKPD terkait dan BPPD atau sebutan lain di enam Kabupaten/Kota se Provinsi Riau. 8.1. Perencanaan Program dan Kegiatan Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau mengacu kepada Peraturan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015 – 2019; (ii) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau Tahun 2010 – 2030; dan (iii) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2014 – 2019. Dokumen rencana induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau ini dilakukan dengan tahapan: (i) Tinjauan terhadap rencana induk pengelolaan perbatasan negara tahun 2015 – 2019 di wilayah Provinsi Riau; (ii) menganalisis kondisi perbatasan negara di Provinsi Riau; (iii) menganalisis isu strategis pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau; (iv) Penetapan arah kebijakan dan strategi pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau; dan (v) Penetapan agenda prioritas pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau. Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau berlaku untuk PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 119 kurun waktu 3 tahun yaitu tahun 2017 – 2019, dimana muatan diselaraskan dengan RPJMD Provinsi Riau tahun 2014 – 2019 dan menjadi pedoman dalam Rencana Strategis (Renstra) dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Rencana induk yang memuat berbagai agenda prioritas lintas sektor beserta sasaran program beserta indikator outcome dan target pencapaiannya. Agenda-agenda prioritas tersebut selanjutnyadijabarkan kedalam kegiatan-kegiatan beserta sasaran, indikator output, target pencapaian tahunan beserta kebutuhan dana (anggaran) dalam rencana aksi tahun 2017 - 2019. RPJPD Prov. Riau Tahun 2006 - 2025 RTRW Prov. Riau Tahun 2010 2030 DIACU PEDOMAN RPJMD Prov. Riau Tahun 2014 - 2019 DISELARASKAN Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Prov. Riau Tahun 2017 - 2019 DIACU Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara PEDOMAN RENSTRA SKPD Prov. Riau DIJABARKAN RKPD Prov. Riau DISELARASKAN Tahun 2017, 2018 & 2019 PEDOMAN DIJABARKAN Rencana Aksi Pembangunan Kawasan Perbatasan Prov. Riau Tahun 2017, 2018 & 2019 PEDOMAN DIACU PEDOMAN RAPBD Prov. Riau Tahun 2017, 2018 & 2019 RENJA SKPD Prov. Riau DIACU PEDOMAN Gambar 8.1. Keterkaitan Dokumen Rencana Induk Perbatasan Di Provinsi Riau Tahun 2017 - 2019 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Pengelolaan 120 Rencana Aksi Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2017, 2018 dan 2019 akan menjadi acuan dan menjadi masukan bagi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Riau dan Rencana Kerja (Renja) SKPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau yang disepakati melalui mekanisme Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Riau sebagaimana yang diatur oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Agar kegiatan-kegiatan dalam rencana aksi setiap tahunnya selama periode 2017 – 2019 diakomodasi oleh SKPD terkait dalam dokumen perencanaan dan penganggaran masing-masing serta sesuai dengan sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam Rencana Induk, maka badan pengelola perbatasan Provinsi Riau perlu melakukan sinergi perencanaan melalui mekanisme pertemuan atau pra-musrenbang pembangunan kawasan perbatasan Provinsi Riau yang melibatkan setidaknya 3 pihak yaitu badan pengelola perbatasan, Bappeda Provinsi Riau, dan SKPD (instansi teknis) terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. 8.2. Penganggaran Rencana kebutuhan anggaran Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau disusun dan dituangkan dalam rencana aksi setiap tahun yang didasarkan kepada agenda-agenda prioritas yang telah ditetapkan dalam Rencana Induk. Program dan kegiatan pada Rencana Induk yang sudah selaras dengan RPJMD Provinsi Riau Tahun 2014 – 2019 yang selanjutnya setiap tahun dijabarkan dalam RKPD Provinsi Riau RKPD ini selanjutnya menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8.1. APBD Provinsi Riau inilah yang merupakan sumber pendanaan rencana aksi Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau tahun anggaran bersangkutan disamping sumber-sumber lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pendanaan (anggaran) program/kegiatan yang bersifat teknis operasional dalam APBD untuk pembangunan kawasan perbatasan dilakukan oleh SKPD terkait dan dikoordinasikan oleh Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Riau Pelibatan sektor swasta atau dunia usaha guna pemanfaatan atau pengelolaan potensi di kawasan perbatasan dilakukan melalui kerjasama ataupun PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 121 pengelolaam mandiri dengan mekanisme sesuai ketentuan peraturan perundangundangan dan terikat dalam masa (tahun) sesuai ketentuan. Sektor dunia usaha dapat berperan dalam terhadap dalam pendanaan untuk pemenuhan energi atau infrastruktur kawasan perbatasan melalui perjanjian mekanisme kerjasama sesuai kebijakan/peraturan sektor yang diusahakan. Kerjasama pemerintah dan dunia usaha terhadap penyediaan barang public (public privat partnership) mengacu kepada prinsip adil, terbuka, transparan dan berdaya saing. 8.3. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara mengamanatkan bahwa pembangunan batas wilayah Negara dan kawasan perbatasan yang ditetapkan dalam Rencana Induk secara teknis dilaksanakan oleh K/L, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Implementasi program dilakukan secara sinergis antarsektor, antar K/L, dan antara pusat dan daerah di bawah koordinasi badan pengelola perbatasan. Selain itu diperlukan pula penguatan jejaring dam kemitraan dengan pihak swasta untuk turut berpartisipasi dalam implementasi program. Pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau telah diselaraskan dengan RPJMD Provinsi Riau Tahun 2014 – 2019 dan diacu oleh Renstra SKPD terkait dilingkungan pemerintah Provinsi Riau. Setiap tahun selama periode 2017 -2019, Rencana Aksi Pembangunan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau telah ditetapkan dan diselaraskan dengan RKPD Pemerintah Provinsi Riau yang selanjutnya menjadi RAPBD. RKPD yang yang ditetapkan menjadi acuan oleh SKPD yang tekait untuk menyusun Renja. Perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan rencana aksi pembangunan kawasan perbatasan sesuai dan selaras dengan Permendagri Nomor 54 tahun 2010 dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 122 Agar pelaksanaan rencana aksi sesuai dengan rencana sangat diperlukn komitmen dari seluruh stakeholder. Seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau harus berkomitmen kuat dan saling bersinergi mengalokasi program/kegiatan dan melaksanakannya untuk percepatan pembangunan kawasan perbatasan negera di Provinsi Riau sesuai dengan kewenangannya dan telah dianggarkan dalam APBD tahun berkenaan. Pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Riau dan 6 Kabupaten/Kota se Provinsi Riau (Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hilir) secara sinergi akan dapat menjadikan Kawasan Perbatasan sebagai Beranda Depan Wilayah Negara. Dukungan dunia usaha sangat diperlukan dalam bentuk investasi bagi pengembangan potensi dan pembangunan ekonomi, seperti kawasan pariwisata. Koordinasi pelaksanaan rencana aksi pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau adalah BPBD Provinsi Riau. 8.4. Evaluasi, Pengawasan dan Pelaporan Evaluasi dan pengawasan dilakukan untuk menilai pelaksanaan rencana aksi pembangunan kawasan perbatasan menjamin efektivitas, efisiensi, kemajuan, dan kesinambungan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan yang ada di Provinsi Riau. Tujuan pelaksanaan evaluasi dan pengawasan adalah terwujudnya konsistensi antara arahan kebijakan, program, kegiatan, dan anggaran dengan proses pelaksanaan dan hasil yang dicapai. Evaluasi dan pengawasan juga akan menjadi masukan untuk penyempurnaan sistem, kebijakan, program, dan kegiatan dalam pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. Prinsip evaluasi dan pengawasan pembangunan kawasan perbatasan adalah objektif, ekefif, efisien, terukur, berkesinambungan, dapat dibandingkan dan dapat dipertanggungjawaban. Waktu pelaksanaan evaluasi dan pemantauan pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau dilakukan setiap tahun. Tatacara evaluasi, pengawasan dan pelaporan terhadap pelaksanaan rencana aksi, pengawasan dan pelaporan merujuk kepada Permendagri No. 54 tahun 2010 pada lampiran VII. Tahapan evaluasi adalah (i) Kepala BPPD PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 123 Provinsi Riau melaksanakan evaluasi terhadap hasil rencana aksi Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau. (ii) Kepala BPPD Provinsi Riau melakukan penilaian capaian kinerja. (iii) Kepala BPPD Provinsi Riau melaporkan hasil evaluasi pelaksanaan rencana aksi pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau kepada Gubernur Riau. (iv) Gubernur Riau melalui Kepala BPPD Provinsi Riau menyampaikan hasil evaluasi kepada Menteri Dalam Negeri melalui BNPP. Pengawasan yang dilakukan setiap tahunnya selama periode 2017 – 2019 bertujuan untuk memastikan bahwa agenda-agenda prioritas yang telah ditetapkan dalam Rencana Induk dan telah dijabarkan ke dalam kegiatan-kegiatan dalam rencana aksi, diakomodasi ke dalam dokumen perencanaan (RPJMD dan RKPD Provinsi Riau) dan penganggaran daerah setiap tahunnya (APBD Provinsi Riau) dan dilaksanakan dengan baik di Lokasi-lokasi Prioritas yang ditetapkan. Untuk mendukung pelaksanaan evaluasi dan pengawasan diperlukan beberapa upaya meliputi: 1. Kegiatan pengumpulan informasi secara sistematis dan berkala oleh BPPD Provinsi Riau bekerjasama dengan BPBD Kabupaten/Kota atau sebutan lain se Provinsi Riau mengenai perkembangan isu dan permasalahan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan di enam Kabupaten dan 22 Kecamatan di Provinsi Riau. 2. Kegiatan pengumpulan informasi secara sistematis dan berkala oleh BPPD Provinsi bekerjasama BPPD Kabupaten/Kota atau sebutan lain terkait pelaksanaan agenda dan kegiatan pengelolaan batas wilayah Negara dan pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau, beserta hasil/keluaran dan dampak dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau setiap tahun di Lokasi-lokasi Prioritas. 3. Secara berkala melakukan pertemuan koordinasi yang difasilitasi oleh BPPD Provinsi Riau yang melibatkan stakeholder terkait seperti SKPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau, Instansi vertikal yang terkait (Polisi, TNI AL, Bea Cukai, Imigrasi dan lainnya), Pemerintah Kabupaten/Kota (Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti, Pelalawan dan Indragiri Hilir), dunia Usaha dan masyarakat. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 124 4. Publikasi laporan periodik yang dikeluarkan BPPD Provinsi Riau terkait dengan hasil evaluasi dan pengawasan terhadap upaya pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau.. Pelaporan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Induk Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Riau Tahun 2017 – 2019 dilaksanakan dengan menyesuaikan waktu pelaksanaan evaluasi dan pengawasan. Pelaporan dilaksanakan setiap tahun selama perode 2017 - 2019. Pelaporan hasil evaluasi dan pengawasan pembangunan kawasan perbatasan negara di Provinsi Riau disampaikan kepada Gubernur Riau dan Menteri Dalam Negeri melalui BNPP. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 125 LAPORAN AKHIR BAB IX PENUTUP Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2017-2019 upaya sistematis yang harus dilaksanakan secara terpadu oleh stakeholders terkait. Hal ini perlu dilakukan karena permasalahan pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau bukanlah semata-mata menjadi tanggungjawab Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Riau tetapi seluruh stakeholders terkait. Koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisitas mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi merupakan kata kunci bagi keberhasilan pengelolaan kawasan perbatasan negara. Untuk itu komitmen dari seluruh stakeholders untuk memahami, menghayati dan melaksanakan tugas masing-masing dengan sungguh-sungguh merupakan kunci keberhasilan dari Rencana Induk dan Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2017-2019 Provinsi Riau. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 126 LAPORAN AKHIR Lampiran 1. Matriks Rencana Induk Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau No 1.1. Aspek/Fokus Batas Negara Wilayah Laut Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Masih terjadi penangkapan terhadap masyarakat (nelayan) Indonesia yang terindikasi memasuki wilayah Malaysia, meskipun telah ada kesepakatan bahwa jika ada indikasi kapal masyarakat (nelayan) memasuki wilayah Negara tetangga, maka pihak keamanan dua Negara akan menggiring kapal tersebut untuk kembali kenegaranya. Terjadi abrasi pantai yang akan berpengaruh terhadap pergeseran batas wilayah apabila tidak dilakukan Perlu segera penegasan batas wilayah laut di Selat Malaka antara Indonesia dengan Malaysia. Adanya batas negara secara tegas yang telah disepakti oleh Pemerintah Indonesia dan Malaysia Mendorong Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia untuk segera membuat kesepakan batas wilayah laut di Selat Malaka antara Indoanesia dan Malaysia. Penegasan batas wilayah negara di laut melalui penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang kuat. Program Kerjasama Pembangunan Dokumen Kesepakatan Penegasan Batas Wilayah Laut di Selat Malaka antara Indonesia dan Malaysia (dokumen) Perlu penegasan Titik Dasar (Titik Pasang surut terendah) di wilayah Indonesia. Adanya penegasan titik dasar di wilayah Indonesia Mempertegas, mengamankan dan memelihara batas wilayah laut Indonesia di Selat Malaka. Pembuatan titik dasar di wilayah Indonesia. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Turap semen (meter) dan turap hijau (ha) di sepanjang pantai PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 127 LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Perlu penguatan koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas antar lembaga negara dalam pengawasan batas negara Ada koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas antar lembaga negara dalam pengawasan batas negara Keterbatasan kuantitas dan kualitas sarana dan peralatan patroli laut. Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan peralatan patroli laut. Meningkatnya kuantitas dan kualitas sarana dan peralatan patroli laut. Mendorong terlaksananya koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas yang solid antar lembaga negara dalam pengawasan batas negara. Meningkatkan pengamanan dan penegakan hukum di batas negara wilayah laut Keterbatasan kuantitas dan jangkauan radar pemantau jalur pelayaran di Selat Malaka, dan adanya indikasi jalur masuk tidak resmi Perlu peningkatan peran masayarakat dalam pengawasan dan pemantauan jalur pelayaran Meningkatnya pertahanan, keamanan dan penegakan hukum di batas wilayah laut Selat Melaka. penegasan dan pemeliharaan terhadap Titik Dasar (Titik Pasang Surut Terendah). Masih lemahnya koordinasi, sinkronisasi, integrasi dan sinergisitas antara lembaga negara dalam pengawasan batas negara 1.2 Pertahanan dan Keamanan serta Penegakan Hukum PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara. Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Pembentukan lembaga terpadu Program Kerjasama Pembangunan Terbentuknya Lembaga Terpadu (lembaga) Peningkatan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi sarana-prasarana pertahanan dan pengamanan perbatasan laut. Peningkatan peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara. Program Kerjasama Pembangunan Jumlah kapal patroli yang memenuhi standarisasi Pertahanan dan Keamanan di laut yang dibantu (unit) Program Kerjasama Pembangunan Jumlah kelompok masyarakat yang berperan aktif dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara 128 LAPORAN AKHIR No 2.1 Aspek/Fokus Ekonomi Lintas Batas Permasalahan Isu Strategis Sasaran (pelabuahan tikus) menyebabkan pertahanan keamanan menjadi rentan. Defisit neraca perdagangan di Selat Malaka. Perlu peningkatan volume ekspor Meningkatnya volume ekspor Meningkatkan volume ekspor Masih ada ketergantungan aktivitas ekonomi masyarakat di lokpri terhadap negara tetangga. Di sisi lain regulasi perdagangan lintas batas tidak ekonomis (saat ini masih memberlakukan batas nilai barang untuk diangkut sebesar 600 ringgit). Belum adanya regulasi perdagangan lintas batas terkait dengan ASEAN Perlu revisi regulasi perdagangan lintas batas Adanya regulasi perdagangan lintas batas yang ekonomis Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan volume perdagangan lintas batas. Perlu adanya regulasi perdagangan lintas batas terkait dengan Adanya regulasi perdagangan lintas batas terkait dengan Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Peningkatan volume ekspor melalui pengembangan komoditas unggulan Perumusan regulasi perdagangan lintas batas yang ekonomis Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional Terciptanya Kerjasama Perdagangan Internasional (MOU) Program Kerjasama Pembangunan Regulasi perdagangan lintas batas (dokumen) Perumusan regulasi perdagangan lintas batas melalui diplomasi Program Kerjasama Pembangunan Regulasi perdagangan lintas batas (dokumen) 129 LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus 2.2 Pengamanan dan Pengawasan 2.3 Sosial-Budaya Lintas Batas Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Economic Community (AEC) AEC. AEC. volume perdagangan lintas batas. Ada indikasi terjadinya pelanggaran hukum di batas laut negara (illegal loging, illegal fishing, human trafficking, penyeludupan narkoba) terutama melalui pelabuhanpelabuhan “tikus” yang tidak terjangkau oleh petugas keamanan. Ada indikasi penduduk di lokpri yang memiliki identitas kependudukan ganda Peningkatan pengawasan dan pengamanan Lintas Batas Laut. Meningkatnya pengawasan dan pengamanan lintas batas laut. Meningkatkan sistem pengamanan dan pengawasan lintas batas laut Perlu penertiban identitas kependudukan Menurunnya jumlah penduduk memiliki identitas kependudukan ganda. Menertibkan sistem pencatatan kependudukan. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Strategi perundingan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Malaysia. Penurunan jumlah pelanggaran hukum di batas laut negara Penertiban sistem pencatatan kependudukan. 130 Program/Kegiatan Outcome/Output Program Kerjasama Pembangunan Jumlah pelanggaran hukum di batas wilayah laut yang tertangani (kasus) Program Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Jumlah Pengelola/Petugas Sebagai Administrasi ADMINDUK (Orang) LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Masih terbatas masyarakat di lokpri yang memanfaatkan hubungan kekerabatan penduduk satu rumpun dengan negara tetangga terkait dengan kerjasama budaya dan ekonomi. 2.4 Sarana dan Prasarana Lintas Batas Sejumlah pos lintas batas saat ini tidak aktif. Masih terbatasnya jumlah pos lintas batas. Sarana dan prasarana Pos Lintas Batas yang ada tidak representatif. Isu Strategis Perlu peningkatan hubungan kerjasama sosial-budaya dan ekonomi Perlu pengaktifan kembali Pos Lintas Batas yang pernah ada. Perlu penambahan Pos Lintas Batas. Perlu penataan sarana dan prasana Pos Lintas Batas yang Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Meningatnya kerjasama sosial-budaya dan ekonomi Meningkatkan kerjasama sosialbudaya dan ekonomi Peningkatan kerjasama sosialbudaya dan ekonomi Program Pengembangan dan Pelestarian NilaiNilai Budaya Persentase pelestarian keanekaragaman budaya melayu dan kearifan lokal Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional Program Kerjasama Pembangunan Terciptanya Kerjasama Perdagangan Internasional (MOU) Aktifnya kembali sejumlah pos lintas batas. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pelintas bantas. Pengaktifan kembali Pos Lintas Batas yang pernah ada. Bertambahnya jumlah Pos Lintas Batas Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pelintas bantas. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat pelintas batas. Peningkatan jumlah Pos Lintas Batas. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Jumlah pos lintas batas yang dibangun (unit) Penataan sarana dan prasana Pos Lintas Batas. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Jumlah pos lintas batas yang representatif (unit) Tertatanya sarana dan prasarana Pos Lintas Batas. PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 131 Jumlah pos lintas batas aktif (unit) LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Terlaksananya percepatan pembangunan kawasan perbatasan negara Mempercepat pengesahan/penet apan RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten Kota di Provinsi Riau Percepatan pengesahan/penet apan RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten Kota di Provinsi Riau Program Penataan Ruang Dokumen RTRW kawasan perbatasan negara Meningkatnya kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan Mempercepat pembangunan jalan dan jembatan dengan kuantitas yang cukup dan kualitas yang baik Percepatan peningkatan kuantitas Jalan dan jembatan dengan kualitas yang baik Program Pembangunan Jalan dan Jembatan Penambahan panjang jalan di wilayah perbatasan negara (km) representatif. 3.1. Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Belum ada kejelasan tentang penataan ruang kawasan perbatasan yang terkait erat dengan belum disahkannya RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. 3.2. Intrastruktur Kawasan Perbatasan Kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan pada kawasan perbatasan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga. Pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan menjadi terhambat sebagai akibat dari belum disyahkannya RTRW Provinsi Riau dan Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Peningkatan kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan pada kawasan perbatasan. Penambahan panjang jembatan di wilayah perbatasan negara (meter) PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 132 LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Jumlah desa di wilayah perbatasan negara yang rendah aksebilitas (Desa) Program Rehabilitasi/Pemeli haraan Jalan dan Jembatan Program Inspeksi Kondisi Jalan dan Jembatan Kualitas pelabuhan belum memadai, terutama bila dibandingkan dengan negara tetangga. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelabuhan. Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana pendukung pelabuhan Mempercepat peningkatan kualitas sarana dan prasara pendukung pelabuhan Percepatan pembangunan pelabuhan dengan kualitas yang baik sehingga dapat dan nyaman menjadi tempat sandar kapalkapal yang berukuran cukup besar. Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana dan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 133 Panjang jalan di kawasan perbatasan negara yang dipelihara (km ) Panjang jembatan di kawasan perbatasan negara yang dipelihara (meter) Jumlah dokumen administrasi jalan dan jembatan di kawasan perbatasan negara (Dokumen) Jumlah sarana dan prasarana pelabuhan yang dibangun (unit) Jumlah prasarana dan fasilitas yang pelihara LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Fasilitas Perhubungan Jangkauan/cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai sebagai bagian dari PKSN masih terbatas. Telah dibangun Terminal Agribisnis Dumai, namun Belum Beroperasi Sebagaimana Mestinya. Pencanangan pembangunan Kawasan Industri Buton di Kabupaten Siak dan Kawasan Industri Kuala Enok belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Peningkatan jangkauan/ cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai. Pengoperasian Terminal Agribisnis Dumai Meningkatnya jangkauan/ cakupan Kawasan Industri Pelindung Dumai. Beroperasinya Terminal Agribisnis Dumai Meningkatkan jangkauan/ cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai. Percepatan peningkatan jangkauan/ cakupan Kawasan Industri Pelintung Dumai Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh Jumlah kawasan strategis yang ditingkatkan infrastrukturnya Mengoperasikan Terminal Agribisnis Dumai Program Kerjasama Pembangunan Jumlah rekomendasi kebijakan kerjasama pembangunan Percepatan Pembangunan Kawasan Industri Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok. Terbangunnya Kawasan Industri Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok yang siap beroperasi. Mempercepat Pembangunan Kawasan Industri Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok. Percepatan pengoperasian Terminal Agribisnis Dumai dengan melibatkan peran swasta. Percepatan Pembangunan Kawasan Industri Buton dan Kawasan Industri Kuala Enok yang Siap Beroperasi. Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh Jumlah kawasan strategis yang terbangun infrastrukturnya PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 134 LAPORAN AKHIR No 3.3. Aspek/Fokus Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan Permasalahan Isu Strategis Sasaran Potensi sumberdaya alam di wilayah perbatasan Provinsi Riau dengan negara tetangga sangat banyak dan beragam, namun sumberdaya alam yang tersedia dihasilkan dalam bentuk bahan mentah (raw material) sehingga belum memberikan manfaat ekonomi yang optimal dengan nilai tambah yang tinggi. Peningkatan Produksi Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan di Kawasan Perbatasan Meningkatnya Produksi Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan di Kawasan Perbatasan Arah Kebijakan Meningkatkan Produksi Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan di Kawasan Perbatasan Strategi Program/Kegiatan Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan di Kawasan Perbatasan. Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pertanian/Perkebun an Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan Program Peningkatan Produksi Hasil PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 135 Outcome/Output Jumlah produksi Pertanian (ton): Padi, Buah-buahan, dan Sayuran Jumlah produksi sagu (Ton) Jumlah produksi komoditi utama perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa) (Kg/Ha/Thn) Jumlah produksi daging (Kg) Jumlah produksi perikanan tangkap (Ton) LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Peikanan Peningkatan Nilai Tukar Petani Meningkatnya Nilai Tukar Petani Meningkatkan Nilai Tukar Petani Penguatan Kapasitas Petani dan Nelayan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani Peningkatan Nilai Tambah Produk Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Meningkatnya Nilai Tambah Produk Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Meningkatkan nilai tambah produk pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Pengembangan Industri Hilir Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Program Optimalisasi Pengelolaan Dan Pemasaran Produksi Perikanan Jumlah produksi perikanan budidaya (Ton) Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan, Hortikultura,, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Jumlah usaha yang mendapatkan fasilitasi pemasaran (unit) Nilai ekspor produk perikanan (Rp/Tahun) Terdapat Objekobjek Wisata Alam dan Budaya di Kawasan Perbatasan, namun belum dikembangkan Peningkatan Daya Saing IKM di Kawasan Perbatasan Meningkatnya Daya Saing IKM di Kawasan Perbatasan Meningkatkan Daya Saing IKM di Kawasan Perbatasan Peningkatan Kapasitas dan Kualitas IKM di Kawasan Perbatasan Program Pengembangan Industri Kecil Dan Menengah Pengembangan Pariwisata di Wilayah Perbatasan Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan asing Membangun destinasi, sarana dan prasarana wisata Pembangunan destinasi, sarana dan prasarana wisata Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 136 Meningkatnya pertumbuhan IKM (%), produktifitas (omset per tahun) dan jumlah produk IKM (jenis) yang mampu bersaing Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (orang), jumlah event pariwisata (kali), dan rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara (hari) LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output secara optimal. Program Pengembangan Destinasi Pariwisata Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat di Bidang Pariwisata Jumlah destinasi wisata yang dikembangkan (Destinasi) Jumlah kelompok sadar wisata yang aktif (kelompok) Jumlah desa wisata yang dikembangkan (desa) 3.4. Pelayanan Sosial Dasar Kawasan Perbatasan Rendahnya Aksesibilitas dan Mutu Pendidikan Masyarakat di Kawasan Perbatasan Peningkatan Asksesibilitas dan Mutu Pendidikan Masyarakat di Kawasan Perbatasan Meningkatnya Kualitas SDM di Kawasan Perbatasan Meningkatkan SDM yang berkualitas Peningkatan akses pelayanan pendidikan Program Pengembangan Kemitraan Pariwisata Program Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Seni Budaya Program Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Jumlah tenaga SDM profesi pariwasata yang disertifikasi (orang) Jumlah pelaku ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya (orang) APK SD/MI/SDLB/Paket A APM SD/MI/SDLB/Paket A APK SMP/MTs/SMPLB/ PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 137 LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Paket B Program Pendidikan Menengah Rendahnya Derajat Kesehatan Masyarakat di Kawasan Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat di Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarkat Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang merata dan 138 Program Obat dan Perbekalan Kesehatan APM SMP/MTs/SMPLB/ Paket B APK SMA/MA/SMK/SMALB /Paket C APM SMA/MA/SMK/SMALB /Paket C APK SMA/MA/SMK/SMALB /Paket C APM SMA/MA/SMK/SMALB /Paket C APS SMA/MA/SMK/SMALB (16-18 Tahun) Rasio murid terhadap guru SMA/MA/SMK/SMALB Rasio murid terhadap kelas SMA/MA/SMK/SMALB Rasio guru terhadap kelas SMA/MA/SMK/SMALB Persentase penggunaan obat rasional dan perbekalan kesehatan sesuai kebutuhan (%) LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Perbatasan Isu Strategis Sasaran Kawasan Perbatasan Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan terjangkau Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Program Perbaikan Gizi Masyarakat Program Pengembangan Lingkungan Sehat Program Keluarga Berencana PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Outcome/Output 139 Persentase penggunaan obat rasional di fasilitas pelayanan kesehatan dasar pemerintah (%) Persentase rumah tangga yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (%) Prevalensi gizi buruk balita (%) Persentase penduduk yang memanfaatkan air minum berkualitas (%) Meningkatkannya partisipasi program keluarga berencana. Rasio Akseptor KB aktif per Jumlah Pasangan Usia Subur (orang) Jumlah Akseptor KB aktif (orang) LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Program pengembangan dan pendayagunaan Sumberdaya Kesehatan Persentase Puskesmas yang memiliki 5 Jenis Tenaga Kesehatan (Tenaga Kesling, Tenaga Kefarmasian, Tenaga Gizi, Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Analis Kesehatan) (%) Persentase cakupan pelayanan puskesmas dan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta (%) Persentase cakupan pelayanan kesehatan dasar (%) Persentase masyarakat miskin dan tidak mampu yang sakit mendapat pelayanan kesehatan (%) Persentase masyarakat miskin dan tak mampu mempunyai jaminan kesehatan melalui JKN (%) Angka kesakitan penyakit menular, diantaranya DBD, malaria, dan HIV/AIDS pada kelompok resiko tinggi Program Upaya Kesehatan Masyarakat Program Pembiayaan Kesehatan Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 140 LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Program Penanggulangan Krisis Kesehatan Rendahnya Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Energi Listrik Rendahnya Aksesibilitas Masyarakat Terhadap Air Bersih dan Air Minum Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Energi Listrik Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Air Bersih dan Air Minum Meningkatnya Akses Masyarakat Terhadap Energi Listrik Meningkatnya Akses Masyarakat Terhadap Air Bersih dan Air Minum PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Mengembangkan energi listrik dan pemanfaatan pembangkit listrik Membangun sarana dan prasarana air bersih dan air minum Penyediaan energi listrik dan pemanfaatan pembangkit listrik Pembangunan sarana dan prasarana air bersih dan air minum 141 Program Pembinaan Dan Pengembangan Bidang Ketenagalistrikan Program Pembinaan dan Pengembangan Energi Baru dan Konservasi Energi Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Minum Outcome/Output Persentase Prosentase Krisis kesehatan termasuk KLB yang ditangani < 24 Jam (%) Persentase Tingkat Kebugaran Masyarakat (%) Tersedinnya unit pembangkit/genset dan jaringan (unit dan Kms) Tersedianya dokumen konservasi energi dan unit pembangkit listrik energi baru terbarukan (dokumen dan unit) Jumlah pembangkit isolated yang menggunakan EBT (unit) Jumlah dokumen pembinaan dan pengawasan sektor energi baru terbarukan (EBT) (dokumen) Tersedianya prasarana air minum di 6 Kab/Kota Wilayah Perbatasan Negara (desa) LAPORAN AKHIR No 4.1 Aspek/Fokus Penguatan Kelembagaan Permasalahan Terdapat suku tertinggal di wilayah perbatasan negara (suku Akit), khususnya di Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Pelalawan yang memerlukan perhatian khusus dalam pengembangan sumberdaya manusianya. Belum dilaksanakan pramusrenbang untuk penguatan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas pembangunan kawasan perbatasan di Provinsi Riau. Isu Strategis Belum optimal koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas program pengelolaan perbatasan negara di Provinsi Riau Sasaran Meningkatnya kualitas penyelenggara an koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas program pengelolaan perbatasan Negara di Provinsi Riau PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Arah Kebijakan Memperkuat koordinasi, integrasi, sikronisasi dan sinergitas antar stakeholders Strategi Penguatan sistem koordinasi pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan 142 Program/Kegiatan Outcome/Output Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaaan Jumlah desa yang terlayani air minum (desa) Program Kerjasama Pembangunan Dokumen koordinasi, sinkronisasi dan evaluasi perencanaan kerjasama pembangunan (Dokumen) LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan Outcome/Output Desa/Kelurahan dan kecamatan yang berada di kawasan perbatasan antara Provinsi Riau dengan Malaysia sangat minim saranaprasarana, terisolir dengan SDM terbatas. Terbatasnya sumberdaya, sarana prasarana pendukung serta kemampuan SDM lembaga pengelola perbatasan yang ada di Provinsi Riau Meningkatnya kualitas dan kuantitas sumber daya, sarana prasarana pendukung, serta SDM lembaga pengelola perbatasan di Provinsi Riau Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana prasarana serta sistem pelayanan lembaga pengelola perbatasan Pembangunan/pen ingkatan kualitas sarana dan prasarana penyelenggaraan pengelolaan perbatasan Provinsi Riau Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Jumlah perencanaan dan pembangunan di wilayah perbatasan (Dokumen) Program Penataan Pembangunan dan Lingkungan Jumlah kawasan yang tertata dengan kaidah penataan pembangunan dan lingkungan (Kawasan) Jumlah destinasi wisata yang dikembangkan (destinasi) Tersedianya sarana dan prasarana perhubungan (simpul) Program Pengembangan Destinasi Wisata Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan Program Pengembangan Infrastruktur Komunikasi dan Informatika PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 143 Jumlah desa yang terkoneksi jaringan komunikasi dan informatika LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Permasalahan Isu Strategis Sasaran PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 Arah Kebijakan Strategi Program/Kegiatan 2. Mengembangkan program peningkatan kapasitas lembaga pengelola perbatasan Provinsi Riau Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa Tingkat kapasitas aparatur desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa (%) Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Persentase peningkatan kualitas kelembagaan 144 Outcome/Output LAPORAN AKHIR Lampiran 2. Matriks Rencana Aksi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Provinsi Riau Tahun 2017-2019 No 1. 1.1. 1.2 2. Aspek/Fokus Program Outcome Kondisi Awal (2015) Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) OPD Penanggung Jawab PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA Batas Negara Wilayah Laut Pertahanan dan Keamanan serta Penegakan Hukum Program Kerjasama Pembangunan Jumlah kegiatan perencanaan dan pembangunan di wilayah perbatasan. (Kecamatan) 1 NA 6 8 8 2,205 2,940 2,940 Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Turap semen (meter) dan turap hijau (ha) di sepanjang pantai NA NA NA NA NA NA NA NA Program Kerjasama Pembangunan Jumlah rekomendasi kebijakan kerjasama pembangunan (rekomendasi kebijakan) NA NA 1 1 1 584 584 584 Program Kerjasama Pembangunan Jumlah kapal patroli yang memenuhi standarisasi Pertahanan dan Keamanan di laut yang dibantu (unit) NA NA NA NA NA NA NA NA Program Kerjasama Pembangunan Jumlah kelompok masyarakat yang berperan aktif dalam mengamankan batas dan kedaulatan negara (Kelompok) NA NA 3 6 9 150 300 450 PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 145 Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti Kabupaten RokanHilir, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti Kab. Kepulauan Meranti, Kab. Rokan Hilir, Kota Dumai, Kab. Indragiri Hilir, Kab. Pelalawan, dan Kab. Bengkalis. Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti BAPPEDA dan BPPD Provinsi Riau Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang BPPD Provinsi Riau Sekretariat Daerah, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah BAPPEDA dan BPPD Provinsi Riau LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus 2.1 Ekonomi Lintas Batas Program Outcome Program Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional Jumlah kerjasama perdagangan internasional Program Kerjasama Pembangunan Regulasi perdagangan lintas batas yang direvisi (dokumen) Kondisi Awal (2015) NA Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 2017 2018 2019 3 3 3 250 600 606 NA NA 0 1 0 0 500 0 NA NA NA NA NA NA NA NA 96 Pengamanan dan Pengawasan Program Kerjasama Pembangunan Jumlah pelanggaran hukum di batas wilayah laut yang tertangani (kasus) 2.3 Sosial-Budaya Lintas Batas Program Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan Jumlah Pengelola/Petugas Sebagai Administrasi ADMINDUK (Orang) 12 Program Pengembangan dan Pelestarian Nilai-Nilai Budaya Persentase pelestarian keanekaragaman budaya melayu dan kearifan lokal 55 70 1 Program Kerjasama Pembangunan Jumlah pos lintas batas aktif (unit) 5 5 6 Sarana dan Prasarana Lintas Batas 2019 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) 1 2.2 2.4 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 100 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 100 100 9 11 146 350 356 388 56,399 0 61,377 75 225 375 Kab. Rokan Hilir, Kota Dumai, Kab. Bengkalis, Kab.Pelalawan, Kab. Kepulauan Meranti, dan Kab. Indragiri Hilir. Kab. Kepulauan Meranti, Kab. Bengkalis, Kab. Rokan Hilir, dan Kota Dumai. Kabupaten Rokan Hilir, Kab. Bengkalis, Kab. Kedpulauan Meranti, dan Kota Dumai. Kab. Rokan Hilir, Kota Dumai, Kab. Bengkalis, Kab.Pelalawan, Kab. Kepulauan Meranti, dan Kab. Indragiri Hilir. Kab. Rokan Hilir, Kota Dumai, Kab. Bengkalis, Kab.Pelalawan, Kab. Kepulauan Meranti, dan Kab. Indragiri Hilir. Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir, Kuala Gaung dan Kuala Enok Kabupaten OPD Penanggung Jawab Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah BAPPEDA, BPPD Provinsi Riau, dan Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kependudukan, Pencatatan Sipil, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Dinas Kebudayaan BPPD Provinsi Riau LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Outcome Kondisi Awal (2015) Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) OPD Penanggung Jawab Indragiri Hilir. 3. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Jumlah pos lintas batas yang dibangun (unit) 1 0 0 1 1 0 750 750 Rangsang dan Merbau Kab. Kepulauan Meranti Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Jumlah pos lintas batas yang representatif (unit) 0 0 5 9 11 1,250 1,000 750 Kab. Rokan Hilir, Kab. Bengkalis, Kab.Pelalawan, Kab. Kepulauan Meranti, dan Kab. Indragiri Hilir. Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hilir Jalan dan Jembatan yang Menghubungi Sinaboi (Kabupaten Rokan Hilir0 dengan Sei Sembilan (Kota Dumai), serta Jalan dan Jembatan yang BAPPEDA, BPPD Provinsi Riau, dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang BAPPEDA, BPPD Provinsi Riau, dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang PENGELOLAAN AKTIVITAS LINTAS BATAS NEGARA 3.1. Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Program Penataan Ruang Dokumen RTRW kawasan perbatasan negara 0 0 0 0 1 0 0 750 3.2. Intrastruktur Kawasan Perbatasan Program Pembangunan Jalan dan Jembatan Penambahan panjang jalan di wilayah perbatasan negara (km) 17 20 22 22 24 147,592 142,422 155,266 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 147 BAPPEDA dan BPPD Provinsi Riau Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Program Rehabilitasi/Pemel iharaan Jalan dan Jembatan Program Inspeksi Kondisi Jalan dan Jembatan Outcome Kondisi Awal (2015) Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 Penambahan panjang jembatan di wilayah perbatasan negara (meter) 141 141 4 4 4 Jumlah desa di wilayah perbatasan negara yang rendah aksebilitas (Desa) 22 9 8 6 4 6,709 13,417 13,417 Panjang jalan di kawasan perbatasan negara yang dipelihara (km ) NA NA 20 20 20 5,838 5,838 5,838 Panjang jembatan di kawasan perbatasan negara yang dipelihara (meter) NA NA 5 5 5 Jumlah dokumen administrasi jalan dan jembatan di kawasan perbatasan negara (Dokumen) NA NA 6 6 6 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 148 417 417 417 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) Menghubungi Pulau Burung (Kabupaten Indragiri Hilir) dengan Sokoi (Kabupaten Pelalawan). Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil 12 OPD Penanggung Jawab Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 17071.7 LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Outcome Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan Jumlah sarana dan prasarana pelabuhan yang dibangun (unit) Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh Jumlah prasarana dan fasilitas yang pelihara Kondisi Awal (2015) N/A Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 N/A 1 1 1 700 700 700 N/A N/A 4 Lokasi, 4 Lintasan 4 Lokasi, 1 Kegiatan, 4 Lintasan 4 Lokasi, 1 Kegiatan, 4 Lintasan 1,237 1,412 1,412 Jumlah kawasan strategis yang ditingkatkan infrastrukturnya (kawasan) N/A N/A Program Kerjasama Pembangunan Jumlah rekomendasi kebijakan kerjasama pembangunan N/A Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh Jumlah kawasan strategis yang terbangun infrastrukturnya N/A 1 1 1 10,150 10,318 11,249 N/A 0 0 1 0 0 750 N/A N/A N/A 1 N/A N/A 25,000 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 149 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hilir Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Kawasan Industri Pelintung Dumai di Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai Terminal Agribisnis Dumai di Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai Kawasan Industri Buton di Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak dan Kawasan Industri Kuala Enok di Kecamatan Enok OPD Penanggung Jawab Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Dinas Perhubungan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Cipta Karya dan Pertanahan BAPPEDA Provinsi Riau BAPPEDA Provinsi Riau LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Outcome Kondisi Awal (2015) Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) OPD Penanggung Jawab Kabupaten Indragiri Hilir 3.3. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pertanian/Perkebu nan Jumlah produksi pertanian (ton) 19,738 Padi 462,551 483,351 408,341 422,118 435,898 Buah-buahan 183,571 186,325 189,129 191,957 211,153 64,564 22,602 24,517 26,704 29,374 Sayuran 20,065 21,875 Jumlah produksi daging (Kg) 11,728,8 65 11,611,886 12,219,064 13,210,812 14,531,893 45,893 46,652 50,861 Program Peningkatan Produksi Hasil Perikanan Jumlah produksi perikanan tangkap (Ton) 133,209 136,106 134,261 135,603 136,000 2,454 2,495 2,720 Jumlah produksi perikanan budidaya (Ton) Nilai Tukar Petani 123,472 154,291 111,762 125,173 136,000 15,641 15,899 17,334 6,306 6,411 6,989 Tanaman Pangan 107 117 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 117 117 129 150 Dinas Pertanian dan Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Pertanian dan Perkebunan LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Outcome Tanaman Hortikultura Kondisi Awal (2015) 96 Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 121 122 122 134 2018 2019 Peternakan 101 105 106 107 118 Jumlah usaha yang mendapatkan fasilitasi pemasaran (unit) NA NA 5 10 15 Nilai ekspor produk perikanan (USD) NA NA 8.500.000 8.800.000 8.900.000 Program Pengembangan Industri Kecil Dan Menengah Persentase peningkatan pertumbuhan IKM (%) 400 400 7 7 7 4,729 3,500 3,535 Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (Jiwa).** 51,430 54,388 57,516 58,666 63,371 4,586 4,678 5,053 Program Pengembangan Destinasi Pariwisata Jumlah destinasi wisata yang dikembangkan (Destinasi) 16 16 1 1 1 200 203 222 Program Optimalisasi Pengelolaan Dan Pemasaran Produksi Perikanan PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 151 2,788 2,834 3,090 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan OPD Penanggung Jawab Dinas Pertanian dan Perkebunan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perdagangan Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Dinas Pariwisata Dinas Pariwisata LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat di Bidang Pariwisata 3.4. Pelayanan Sosial Dasar Kawasan Perbatasan Outcome Jumlah kelompok sadar wisata yang aktif (Kelompok) Kondisi Awal (2015) Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 8 32 19 20 22 912 930 1,010 Jumlah desa wisata yang dikembangkan (desa) 26 38 3 3 4 1,050 1,071 1,164 Program Pengembangan Kemitraan Pariwisata Jumlah tenaga SDM profesi pariwasata yang disertifikasi (orang) 200 200 665 676 737 3,550 3,609 3,934 Program Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Seni Budaya Jumlah pelaku ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya (orang) NA NA 495 504 549 8,135 8,269 9,015 Program Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus APK SD/MI/SDLB/Paket A 116 117 1 1 1 18,237 18,539 20,211 APM SD/MI/SDLB/Paket A 98 99 1 1 1 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 152 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) Meranti, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hilir Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, OPD Penanggung Jawab Dinas Pariwisata Dinas Pariwisata Dinas Pariwisata Dinas Pariwisata Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Outcome Kondisi Awal (2015) Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) OPD Penanggung Jawab Pelalawan dan Inhil Program Pendidikan Menengah APK SMP/MTs/SMPLB/ Paket B 107 107 1 1 1 APM SMP/MTs/SMPLB/ Paket B 97 97 1 1 1 APK SMA/MA/SMK/SM ALB/Paket C 90 90 1 1 82,44% APM SMA/MA/SMK/SM ALB/Paket C 71 72 1 1 73,26% APK SMA/MA/SMK/SM ALB/Paket C 80 80 77 80 82 APM SMA/MA/SMK/SM ALB/Paket C 72 73 63 68 73 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 153 373,464 379,650 413,905 Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Outcome Program Obat dan Perbekalan Kesehatan Persentase penggunaan obat rasional di fasilitas pelayanan kesehatan dasar pemerintah (%) Persentase rumah tangga yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (%) Prevalensi gizi buruk balita (%) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Program Perbaikan Gizi Masyarakat Kondisi Awal (2015) 65 Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 70 75 75 75 7,178 7,232 26,145 30 40 50 60 70 5,196 5,652 21,355 2 1 1 1 1 3,327 3,598 11,257 Program Pengembangan Lingkungan Sehat Persentase penduduk yang memanfaatkan air minum berkualitas (%) 32 34 30 35 40 2,395 2,523 2,652 Program pengembangan dan pendayagunaan Sumberdaya Kesehatan Persentase Puskesmas yang memiliki 5 Jenis Tenaga Kesehatan (Tenaga Kesling, Tenaga Kefarmasian, Tenaga Gizi, Tenaga Kesehatan Masyarakat dan Analis Kesehatan ) (%) 83 85 87 90 95 25,476 25,558 28,114 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 154 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil OPD Penanggung Jawab Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Program Upaya Kesehatan Masyarakat Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Program Penanggulangan Krisis Kesehatan Program Pembinaan Dan Pengembangan Bidang Ketenagalistrikan Outcome Persentase cakupan pelayanan puskesmas dan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta (%) Persentase kecamatan yamg memiliki minimal 1 puskesmas tersertifikasi akreditasi (%) Angka kesakitan (IR) akibat DBD (per 100,000 penduduk) Angka malaria positif (Annual Parasite Incidence/API) Persentase ODHA yang mendapat pengobatan ARV Persentase Prosentase Krisis kesehatan termasuk KLB yang ditangani < 24 Jam (%) Jumlah lokasi yang memperoleh manfaat pembangunan sarana ketenagalistrikan (lokasi) Kondisi Awal (2015) 37 Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 35 35 38 40 2,242 2,915 3,789 0 5 20 40 60 585 3,599 4,138 50 49 48 47 46 1,839 2,073 337 <1 <1 <1 <1 <1 88 80 85 87 90 100 100 100 100 100 1,839 2,073 337 NA NA 5 5 5 19,485 21,384 23,523 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 155 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil OPD Penanggung Jawab Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Outcome Program Pembinaan dan Pengembangan Energi Baru dan Konservasi Energi Jumlah pembangkit isolated yang menggunakan EBT (unit) Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaaan Jumlah dokumen pembinaan dan pengawasan sektor energi baru terbarukan (EBT) (dokumen) Jumlah desa yang terlayani air minum (desa) Kondisi Awal (2015) NA Perkiraan 2016 NA NA NA NA NA 2019 2017 13,708 2018 5,000 2019 5,500 Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil OPD Penanggung Jawab Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral 22 22 22 220 220 220 NA 1 1 1 350 350 350 22 Lokpri - 6 Kabupaten/Kota BAPPEDA dan BPPD Provinsi Riau NA NA 1 1 1 350 350 350 22 Lokpri - 6 Kabupaten/Kota BAPPEDA dan BPPD Provinsi Riau 10 10 Pasir Limau Kapas (Rohil), Rupat Utara (Bengkalis), Bantan (Bengkalis), Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Cipta Karya dan PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN PERBATASAN NEGARA Penguatan Kelembagaan Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Program Penataan Pembangunan dan Lingkungan 2018 120 SHS, 1 PLTS Terpusat, 1 PLTMH Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) 2 4. Dokumen koordinasi, sinkronisasi dan evaluasi perencanaan kerjasama pembangunan (Dokumen) Jumlah perencanaan dan pembangunan di wilayah perbatasan (Dokumen) Jumlah Bangunan dan Lingkungan strategis provinsi yang dibangun dan ditingkatkan (Bangunan) 2017 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2 4.1 Program Kerjasama Pembangunan NA Target Capaian PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 10 15 17 156 43,000 43,710 47,654 Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Cipta Karya dan Pertanahan LAPORAN AKHIR No Aspek/Fokus Program Outcome Kondisi Awal (2015) Perkiraan 2016 Target Capaian 2017 2018 Pagu Indikatif (Juta Rupiah) 2019 2017 2018 2019 Lokasi (Kab. Kota/Lokpri) Rangsang Pesisir (Kep. Meranti), Kuala Kampar (Pelalawan) dan Pulau Burung (Inhil) Program Pengembangan Destinasi Wisata Program Pengembangan Infrastruktur Komunikasi dan Informatika Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintahan Desa Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Jumlah kawasan yang tertata sesuai dengan kaidah penataan pembangunan dan lingkungan (kawasan) Jumlah destinasi wisata yang dikembangkan (destinasi) 2 5 16 16 1 1 1 200 203 222 Jumlah jaringan infrastruktur komunikasi dan informatika yang terpasang (titik jaringan) Tingkat kapasitas aparatur desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa (%) NA NA 51 51 54 12,670 12,474 13,785 15 35 45 55 65 3,200 3,200 3,200 Persentase peningkatan kualitas kelembagaan NA NA 74 85 90 3,156 3,135 3,383 PENYUSUNAN RENDUK DAN RENAKSI PKP PROVINSI RIAU TA 2016 157 Pasir Limau Kapas (Rohil), Rupat Utara (Bengkalis) dan Bantan (Bengkalis) Seluruh Desa di 18 Lokpri di Rohil, Bengkalis, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Desa di 18 Lokpri di Rohil, Bengkalis, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil Seluruh Lokpri di Kabupaten Rohil, Bengkalis, Dumai, Kep. Meranti, Pelalawan dan Inhil OPD Penanggung Jawab Pertanahan Dinas Pariwisata Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Sekretariat Daerah