pajanan kebisingan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan

advertisement
PAJANAN KEBISINGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN PENURUNAN PENDENGARAN PADA
PEKERJA DI AREA KERJA AMONIA IA DI PT PUPUK KUJANG
CIKAMPEK TAHUN 2013
Kristina, Robiana Modjo
ABSTRAK
Pajanan kebisingan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan termasuk penurunan
pendengaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pajanan
kebisingan dengan penurunan pendengaran pada pekerja di area amonia 1A PT Pupuk
Kujang, Cikampek, Tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah studi crosssectional yang dilaksanakan pada area kerja amonia terhadap seluruh pekerja berjumlah 38
orang. Peneliti mengukur dosis pajanan pada lima area kerja amonia dan menyebarkan
kuesioner. Melakukan review terhadap hasil medical check up tahun terakhir. Melakukan
analisa bivariat terhadap faktor perancu. Hasil studi Menunjukkan faktor risiko yang
berhubungan penurunan adalah dosis kebisingan (p-value 0,039, 95% CI). Pajanan
Kebisingan berhubungan dengan penurunan pendengaran pada karyawan, yaitu dosis
kebisingan.
ABTRACT
Noised exposure can causes various kinds of health effect of human including hearing loss.
The main objective of this research was to examine the relationship between noised exposure
with hearing loss of amonia 1A area’s worker on PT. Pupuk Kujang , Cikampek 2013. The
research was conducted with cross-sectional study in amonia 1A area’s 38 workers. Dose
exposure measured in five amonia 1A areas. Thus, it had been done through distributing
questionnaire and also reviewed upon the data of employee’s last year medical check-up.
Statistic calculation in Bivariate analysis of confounding factors. The research show that the
risk factor that statiscally relates to hearing loss is noised dose. (p-value 0,039, 95% CI).
Noised exposure relates to hearing loss of the employees, which is noised dose.
Key words : Noised, hearing loss, cross sectional
1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi menuntut proses industri yang dikerjakan dengan efisiensi
waktu dengan penggunaan mesin dan alat-alat berat sebagai alat bantu. Dampak
positifnya memudahkan pekerja melakukan pekerjaannya dari pengerjaan manual beralih
menggunakan mesin sebagai alat bantu. Penggunaan mesin dan peralatan ini juga
berdampak negatif pula dengan peningkatan potensi bahaya yang akan terjadi di
lingkungan kerja.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada 1998 terdapat sekitar
250 juta penderita penurunan pendengaran, 50%-nya berada di Asia. Menurut Dokter
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Damayanti Soetjipto, pendiri Komite Nasional Penanggulangan Penurunan Pendengaran
dan Ketulian, 4,6% penderita penurunan pendengaran di Asia berasal dari Indonesia.
Mengacu pada National Institute on Occupational Safety and Health (NIOSH), 14 %
populasi pekerja di US Amerika terpapar bising lebih dari 90 dBA di tempat kerja dan
rasio ini meningkat 25 % pada pabrik manufaktur dan industri seperti tekstil, transportasi,
kayu dan makanan (Dunn, 2005). Penurunan fungsi pendengaran menduduki urutan
pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa dalam proporsi 35%
sedangkan
Indonesia
dari
seluruh
sektor
industri
angka
penurunan
fungsi
pendengarannya berkisar antara 30% - 50%.
Di Indonesia upaya perlindungan terhadap pekerja di Indonesia mulai diperhatikan
dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 mengenai Keselamatan
Kerja. Undang-undang ini mengatur hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja untuk
melaksanakan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja.
Undang – undang No. 13 Tahun 2003 pasal 86 Tentang Ketenagakerjaan dan K3
menyatakan setiap tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja. Oleh karena itu, perusahaan wajib melindungi pekerjanya dari setiap
bahaya yang ada di lingkungan kerjanya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011, Nilai Ambang
batas kebisingan adalah 85 dB untuk 8 jam kerja perhari dan 40 jam selama seminggu
masih dapat diterima pekerja tanpa mengakibatkan penurunan kesehatan. Selain itu,
untuk setiap bunyi yang ditimbulkan baik bersifat kontinyu, impulsive maupun
intermittent tidak boleh melebihi batas 140 dB (Ceiling point). Apabila melebihi batas itu
akan menimbulkan risiko kesehatan bagi pekerja seperti kehilangan pendengaran akibat
bising (Noise Induced Hearing Loss) atau NIHL.
Tiga unsur penting dari bising dapat berakibat kehilangan pendengaran yaitu
intensitas atau tekanan, frekuensi dan durasi (lama pajanan). Frekuensi yang lebih tinggi
dapat mengakibatkan kerusakan indera pendengaran yang lebih parah dibandingkan
dengan frekuensi rendah. Pajanan bising dalam waktu lama dapat mengakibatkan
kerusakan pendengaran sementara maupun permanen (Bisei, 2004).
Penurunan pendengaran yang dialami oleh pekerja dalam lingkup area kerjanya tidak
selalu diakibatkan oleh pajanan bising semata, faktor lain juga dapat menyebabkan
seseorang mengalami penurunan dan penurunan pendengaran. Faktor lain berupa umur,
masa kerja, riwayat pekerjaan sebelumnya, status kesehatan dan hobi.
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
2. Tinjauan Teoritis
Telinga merupakan alat pendengaran pada manusia. Pada keadaan normal manusia
memilki sepasang telinga yang terletak di sisi kanan dan kiri kepala.
Umumnya terdapat tiga bentuk gangguan atau kelainan fungsi pendengaran yaitu:
1. Tuli Konduktif
Terjadi akibat gangguan pada telinga luar atau telinga tengah. Gangguan telinga
luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah sumbatan oleh serumen, otitis eksterna
dan osteoma liang telinga.
2. Tuli Sensorineural ( Saraf)
Tuli ini terbagi atas dua jenis yaitu cochlea dan retrocochlea. Tuli saraf cochlea
disebabkan intoksikasi obat ototoksik, alkohol, trauma kapitis, trauma akustik dan
pajanan bising. Tuli saraf retrocochlea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor,
cedera otak,pendarahan otak dan kelainan otak lainnya.
3. Tuli Gabungan
Tuli ini disebabkan oleh kombinasi antara tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli ini
dapat berupa suatu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke
telinga dalam.
Mengacu pada National Institute on Occupational Safety and Health (NIOSH), 14 %
populasi pekerja di US Amerika terpapar bising lebih dari 90 dBAa di tempat kerja dan
rasio ini meningkat 25 % pada pabrik manufaktur dan industri seperti tekstil, transportasi,
kayu dan makanan (Dunn, 2005).
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya
85 desibel (dB) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran corti
pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf cochlea dan biasanya terjadi pada
kedua telinga. Dari definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat
subjektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising.
Sedangkan secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai
frekuensi.
Bunyi diartikan sebagai variasi tekanan yang berubah-ubah dengan cepat yakni
meninggi dan merendah di dalam tekanan atmosfer yang normal, disebabkan oleh objek
yang bergetar dan sensasi yang diterima oleh telinga. Sifat bunyi ditentukan oleh
frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi bunyi adalah jumlah gelombang bunyi yang
lengkap yang diterima oleh telinga setiap detik. Batas frekuensi yang dapat diterima oleh
telinga manusia pada frekuensi 16 – 20.00 Hz (Anizar, 2009).
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Pada kesehatan kerja, bising berarti suara yang dapat menurunkan pendengaran baik
secara kuantitatif (peningkatan ambang dengar pendengaran) maupun secara kualitatif
(penyempitan spektrum pendengaran) yang berkaitan dengan intensitas, durasi, frekuensi
dan lama pajanan (Anizar, 2009).
Menurut Nasri (1997) banyak faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami
kehilangan daya dengar akibat bising, antara lain :
1. Intensitas Bising
Beberapa penelitian menyatakan bahwa tuli akibat terpajan bising terjadi pada 5%
individu yang terpajan intensitas bunyi 80 dBA, 5 – 15% individu yang terpajan 85 dBA
dan 15-25% bila terpajan 90 dBA. Frekuensi gangguan kesehatan ini tinggi, menurut
NIOSH 14% dari seluruh populasi pekerja mendapat pajanan bising 90dBA atau lebih.
2. Frekuensi Bising
Frekuensi adalah jumlah gelombang tekanan atau getaran per detik atau jumlah
molekul udara dari suatu sumber suara berpindah secara maksimal dari posisi
keseimbangan (equilibrium) ke sisi berlawanan dan kembali lagi ke posisi awal. Satuan
untuk frekuensi adalah Hertz (Hz) atau cycle per second (cps). Rentang frekuensi
pendengaran manusia dengan fungsi pendengaran yang normal berkisar antara 20-20.000
Hz. Makin tinggi frekuensinya makin besar kontribusinya terhadap gangguan
pendengaran.
3. Dosis Bising
Penurunan pendengaran secara permanen dapat juga disebabkan karena pekerja
terlalu sering terpajan (intensitas) dan berada dalam periode waktu yang lama berada
dalam situasi kerja yang bising (durasi) walaupun dengan intensitas yang tidak terlalu
besar menyebabkan pekerja mengalami over dosis kebisingan atau menerima dosis lebih
dari 100% (Tambunan, 2007).
4. Jenis kebisingan
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas:
• Irritating Noise
Bising jenis ini intensitasnya tidak terlalu keras namun menggangu
kenyamanan pendengarnya.
• Masking Noise
Bising jenis ini bunyi yang dihasilkan menutupi pendengaran yang jelas.
• Injurious Noise (Damaging)
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Bising jenis ini bunyi yang dihasilkan mempunyai intensitas yang tinggi
melampaui NAB sehingga merusak pendengaran.
Kebisingan yang kontinyu lebih besar kemungkinannya untuk menyebabkan
terjadinya gangguan pendengaran daripada kebisingan terputus-putus.
5. Lama pajanan setiap hari
Pajanan bising di tempat kerja secara terus menerus memberikan efek paparan
berupa kerusakan sejumlah kecil sel rambut pada lubang telinga. Nilai ambang batas
bising yang diterima pada waktu kerja berhubungan periode paparan bising dalam waktu
yang lama (Chou et al., 2009). Makin lama pemaparannya makin besar risiko terhadap
terjadinya gangguan pendengaran.
6. Masa kerja
Makin lama masa kerja makin besar risiko terhadap terjadinya gangguan
pendengaran. Pekerja yang bekerja pada intensitas bising 85 dB ada kemungkinan setelah
5 tahun bekerja pekerja akan memperlihatkan 1% gangguan pendengaran, setelah 10
tahun
akan memperlihatkan 3% gangguan pendengaran dan setelah 15 tahun akan
memperlihatkan 15% gangguan pendengaran (WHO, 2004).
7. Kerentanan individu
Respon individu berbeda-beda terhadap kebisingan, tergantung pada tingkat
kerentanan. (WHO, 2004). Kerentatan individu terhadap hearing loss dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti jenis kelamin, umur, genetik, catatan
kesehatan dan hipertensi. Faktor eksternal seperti ototoksisitas, lama pajanan bising,
penggunaan APD (Leensen et al., 2011).
8. Umur
Sensitivitas pendengaran berkurang dengan bertambahnya umur, kondisi tersebut
dinamakan presbycusis yang biasanya timbul pada pekerja yang berumur lebih dari 40
tahun (Kadwirini, 2004).
9. Ketulian dari lahir dan penyakit infeksi telinga
Faktor penurunan fungsi pendengaran tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal
saja tapi juga dipengaruhi oleh internal yang sudah dimiliki seseorang seperti fungsi
pendengaran yang sudah melekat sejak lahir. Serta adanya kelainan dan penyakit telinga
yang telah diderita sebelumnya.
10. Jarak dari sumber
Jarak ikut berperan dalam kemungkinan terjadinya risiko penurunan funsi
pendengaran. Semakin dekat jarak seseorang terhadap sumber bising, semakin besar
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
risiko penurunan fungsi pendengaran. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh seseorang
dengan sumber bising, dosis yang diterimanya akan berkurang (Handoyo F. 2000).
11. Posisi telinga terhadap gelombang suara
Posisi telinga terhadap bising sangat berpengaruh terhadap pajanan bising. Posisi
salah satu atau kedua telinga yang berhadapan langsung dengan sumber bising akan
memberikan gambaran pola gangguan fungsi pendengaran yang berbeda pada kedua
telinga (Anizar, 2009).
12. Hobi
Penelitian menurut Patel (2008), menyatakan hobi yang berhubungan dengant
kebisingan seperti mendengarkan musik keras-keras dapat mengakibatibatkan ketulian.
Kenaikan durasi penggunaan walkman dapat memaparkan suara yang lebih banyak dari
keadaan normal dan dapat meningkatkan risiko kerusakan indera pendengaran (Jaffer et
al., 2004).
13. Penggunaan Alat Pelindung telinga
Alat pelindung telinga merupakan salah satu cara untuk mereduksi sejumlah bising
yang diterima pekerja dengan perbedaan penurunan intensitas bising seperti ear plug
dapat menurunkan 25 dB sampai 30 dB dan ear muff mampu menurunkan 30 dB sampai
40 dB (Anizar, 2009).
14. Riwayat pajanan bising
Anamnesa bahwa pekerja pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising
dalam jangka waktu yang lama (5 tahun atau lebih) pada pemeriksaan otoskopik tidak di
temui kelainan. Namun pada pemeriksaan audiometri tes penala didapatkan hasil tes
Rinne positif dan pada tes Weber terjadi laterasi ke telinga yang pendengarannya lebih
baik, maka disimpulkan telah terjadi ketulian sensorineural.
15. Kebiasaan Merokok
Merokok dan pajanan kebisingan secara bersamaan merupakan faktor penting yang
dapat meningkatkan kejadian penurunan pendengaran. Merokok merupakan salah satu
kebiasaan yang ada pada semua kelas sosial, termasuk pekerja. Dengan meningkatnya
viskositas darah dan meningkatnya oksigenasi, merokok dapat merusak peredaran darah
pada koklea. Pajanan merokok dapat menjadi faktor etiologis penyebab luka pada koklea
(Mohammadi et al., 2010).
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 terkait persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Tingkat pajanan kebisingan
maksimal pada 1 hari pada ruangan proses produksi pada tabel 2.1 berikut:
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Tabel 2.1 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
No. Tingkat Kebisingan
(dBA)
1
85
Pemaparan Harian
8 jam
2
88
4 jam
3
91
2 jam
4
94
1 jam
5
97
30 menit
6
100
15 menit
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002
3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dan non eksperimental. Desain
penelitian ini menggunakan studi cross sectional (potong lintang) merupakan studi yang
bertujuan untuk meneliti hubungan variabel dependen dan variabel independen dalam
suatu waktu. Penelitian ini mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko
dengan efek (Notoadmodjo, 2010).
Penelitian ini menjelaskan hubungan pajanan kebisingan dengan efek penurunan
pendengaran dengan melihat hubungan dengan variabel lainnya seperti dosis pajanan
bising, umur, lama bekerja, kebiasaan merokok, hobi terkait bising, riwayat penyakit
telinga, riwayat pekerjaan terkait bising sebelumnya dan nilai noise reducing rate APT
sebagai faktor risiko terjadinya penurunan pendengaran yang dialami pekerja.
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di area kerja Amonia 1A PT. Pupuk Kujang
Cikampek. Waktu peneltian dilakukan pada bulan Juni 2013 untuk pengambilan data
pemeriksaan kesehatan dan data pengukuran bising di area kerja Amonia 1A.
Teknik pengumpulan data berupa kuesioner, data pengukuran intensitas bising di area
kerja amonia 1A dan data pengukuran dosis kebisingan yang diterima pekerja area kerja
amonia 1A. Peneliti juga menggunakan hasil pemeriksaan audiometri dari hasil Medical
check up yang rutin dilaksanakan perusahaan setahun sekali.
4. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengukuran pajanan kebisingan di area kerja amonia 1A dapat dilihat dalam
tabel 4.1 berikut :
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Bising Area Kerja Amonia 1A
No
Lokasi
1
Compressor 103 J
2
Compressor 102 J
3
101. BJT
4
Aux Coiler
5
1110 J
6
PGRU
7
Instrumen Air Dryer
8
Comp. House Bawah
Sumber : Hiperkes, 2012
No.
Titik
Shift I
Unit
1
2
3
4
5
6
7
8
103,9
101,7
97,2
101,2
99,0
83,4
94,9
103,0
dBA
dBA
dBA
dBA
dBA
dBA
dBA
dBA
Gambar 4.1 Lokasi Titik Pengukuran Intensitas Kebisingan Area Kerja Amonia 1A
Sumber : Hiperkes, 2012
Pengukuran pajanan kebisingan di area pemurnian CO2dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut :
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Bising Area Pemurnian CO2
No.
Titik
1
C. 301
1
2
P. 202 A/B
2
3
V. 204
3
4
P. 201 A/B
4
Sumber : Hiperkes, 2012
No
Lokasi
Shift I
Unit
91,7
87,0
88,3
93,7
dBA
dBA
dBA
dBA
Gambar 4.2 Lokasi Titik Pengukuran Intensitas Kebisingan Area Pemurnian CO2
Sumber : Hiperkes, 2012
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Intensitas bising yang diterima pekerja berbeda berdasarkan area tempat bekerja di
lapangan dan ruang kontrol. Pekerja lapangan dengan 5 area berbeda yaitu reforming,
kompresor, air pengisi ketel, pemurnian CO2 dan syn loop purifikasi. Intensitas kebisingan
yang diterima dapat dilihat dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3 Intensitas Kebisingan yang diterima Pekerja Area Amonia 1A
Intensitas
Kebisingan
Frekuensi
(orang)
Persentase (%)
< 85 dB
21
55,3
≥ 85 dB
Total
17
38
44,7
100,0
Sumber : Pengolahan data SPSS, Juni 2013
Pengukuran dosis bising hanya dilakukan pada pekerja di shift pagi mulai dari pukul
07.00 - 15.00 WIB. Pengambilan sampel untuk pengukuran didasarkan pada similar
exposure group, karena pekerja bekerja di area yang sama dalam 3 shift. Dosis pajanan
bising dapat dilihat dalam tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Dosis Pajanan Bising Pada Area Kerja Amonia 1A
Reforming
Kompresor
Air Pengisi Ketel
Pemurnian
CO2
Syn Loop &
Purifikasi
Tanggal
Pengukuran
28 Mei 2013
29 Mei 2013
25 Juli 2013
25 Juli 2013
25 Juli 2013
Proses Kerja
Memeriksa
tekanan dan
temperatur di
area reformer
dan mengisi
log sheet
Memeriksa
tekanan dan
temperatur di 4
area kompresor
dan mengisi log
sheet
Memeriksa
tekanan,
temperatur, level
vessel oli, absorber,
vibrasi dan mengisi
log sheet
Memeriksa
tekanan dan
temperatur di area
syn loop &
purifikasi dan
mengisi log sheet
Sumber
Bising
Burner dan fan
Kompresor dan
buangan steam
Pompa kompresor
104 J
Terus menerus
(continous)
- Helm
- Ear plug
Terus menerus
(continous)
- Helm
- Ear plug
Terus menerus
(continous)
- Helm
- Ear plug
Memeriksa
tekanan dan
temperatur di
area benfil dan
mengisi log
sheet
Pompa turbin,
kompresor,
aliran pipa
Terus menerus
(continous)
- Helm
- Ear plug
95,80%
141,90%
84,2 dB
86,5 dB
25 dB
25 dB
76,7 dB
79 dB
Jenis Bising
APD yang
dipakai
Hasil
120,40%
208,60%
106,90%
Pengukuran
Dosis (%)
TWA ukur
86,7 dB
95,3 dB
85,2 dB
(dBA)
NRR
25 dB
25 dB
25 dB
TWA efektif
79,2 dB
87,8 dB
77,7 dB
(dBA)
Sumber : Hasil Pengukurann Noise Dosimeter Juni-Juli 2013
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Pompa storage
Terus menerus
(continous)
- Helm
- Ear plug
Data hasil pengukuran dosis bising terhadap keseluruhan pekerja dapat dilihat dalam
tabel 4.5
Tabel 4.5 Dosis Pajanan Bising yang di Terima Pekerja
Dosis Bising
Frekuensi
(orang)
Persentase
(%)
< 100%
23
60,5
≥ 100%
15
39,5
Total
38
100,0
Sumber : Pengolahan data SPSS, Juni 2013
Berdasarkan hasil tes audiometri yang dilakukan pada tahun 2012 terhadap pekerja
tetap di area kerja amonia 1A dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Audiometri Tahun 2012
Hasil Audiometri
Frekuensi
(orang)
Persentase
(%)
Normal
30
78,9
Tuli Ringan (26 dB – 40 dB)
4
10,5
Tuli Sedang (41dB – 70 dB)
2
5,3
Tuli Berat (71dB – 100 dB)
2
5,3
Total
38
100,0
Sumber : Data medical check up audiometri, 2012
Hasil data audiometri kemudian dikelompokkan kembali seperti pada tabel 5.7
berikut:
Tabel 5.7 Pengelompokan Hasil Audiometri Tahun 2012
Hasil Audiometri
Frekuensi
(orang)
Persentase (%)
Normal
30
78,9
Penurunan Pendengaran
8
21,1
Total
38
100,0
Sumber : Data medical check up audiometri, 2012
Analisis Univariat
Berdasarkan kuesioner yang dibagikan kepada 38 pekerja dan hasil wawancara,
diperoleh hasil analisis univariat tingkat pendidikan responden lulus SMA sebesar 97,4%
dan selebihnya responden merupakan lulusan D3/S1 ke atas sebanyak 2,6%.
3%
97%
Lulusan D3/S1 ke atas
Lulusan SMA
Gambar 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Keluhan telinga berdenging yang dialami responden dapat dilihat dalam tabel 4.8.
Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 34,2% responden mengalami keluhan telinga
berdenging, sedangkan 65,8% responden tidak pernah mengalami telinga yang berdenging.
Hasil penelitian menunjukkan 60,5% responden mangalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Responden yang tidak mengalami kesulitan berkomunikasi sebesar 39,5%.
Tabel 4.8 Distribusi Keluhan Telinga Berdenging dan Kesulitan Berkomunikasi
Frekuensi
(orang)
Persentase (%)
25
65,8
Ya
13
Tidak
15
Ya
23
Sumber : Pengolahan data SPSS, Juni 2013
34,2
39,5
60,5
Variabel
Telinga Berdenging
Tidak
Sulit Berkomunikasi
Distribusi frekuensi faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan pendengaran
berupa umur, masa kerja, riwayat merokok, hobi terkait bising, riwayat penyakit telinga
danriwayat pekerjaan terdapat dalam tabel 4.9.
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Penurunan Pendengaran
Variabel
(N)
(%)
< 40 Tahun
37
97,4
≥ 40 Tahun
1
2,6
< 5 Tahun
10
26,3
≥ 5 Tahun
28
73,7
Tidak Merokok
19
50,0
Merokok
19
50,0
Tidak
26
68,4
Ya
12
31,6
Umur
Masa Kerja
Riwayat Merokok
Hobi terkait Bising
Riwayat Penyakit Telinga
Tidak Pernah
36
94,7
Ya
2
5,3
Tidak Pernah
25
65,8
Pernah
13
34,2
Riwayat Pekerjaan
Sumber : Pengolahan data SPSS, Juni 2013
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Analisis Bivariat
Dari responden yang terpajan bising dengan dosis kurang dari 100% sebanyak 75,0%
yang mengalami penurunan pendengaran. Responden yang terpajan dosis bising lebih dari
atau sama dengan 100%, sebanyak 25,0% yang mengalami penurunan pendengaran. Ada
hubungan signifikan antara dosis pajanan kebisingan dengan penurunan pendengaran
dengan nilai p-value = 0,039 (95% CI; 1,024 -­‐ 2,848). Faktor-faktor lain seperti umur, masa
kerja, merokok, hobi, riwayat infeksi telinga dan riwayat pekerjaan sebelumnya tidak
memiliki hubungan signifikan dengan penurunan pendengaran dapat dilihat pada tabel
4.10.
Tabel 4.10 Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penurunan
Pendengaran
N % Dosis Bising N < 100% ≥ 100% Umur Penurunan Pendengaran Normal 9 21 30,0 70,0 < 40 Tahun ≥ 40 Tahun Masa Kerja 30 0 < 5 Tahun ≥ 5 Tahun 9 21 7 1 17
13
1 7 Tidak Ya Riwayat Infeksi Telinga 20 10 Tidak Ya Riwayat Pekerjaan Bising 28 2 89,5
68,4
0,211 10,0 25,0 0,321 – 28,069 0,653 10,5
31,6
0,678 – 22,705
0,232
23,1 16,7 0,113 – 3,919 1,000 22,2 0,0 -­‐ 1,000 20,0 23,1 0,2373 – 6,65 1,000 8 0 Tidak 20 80,0 Ya 10 76,9 Sumber : Pengolahan data SPSS, Juli 2013
-­‐ 6 2 77,8 100,0 18,9 100,0 2
6
76,9 83,3 0,039 Tidak Merokok
Merokok
Hobi 1,024 -­‐ 2,848 Merokok
75,0 25,0 90,0 75,0 p-­‐value % 6 2 81,1 0,0 95% CI 5 3 5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan
berikut :
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
1. Intensitas pajanan bising di area kerja amonia 1A PT. Pupuk Kujang dari 12 titik
pengukuran hanya 1 titik yang berada di bawah nilai ambang batas sebesar 83,4 dB
sedangkan area yang memiliki intensitas kebisingan tertinggi adalah area kompresor
mencapai 103,9 dB.
2. Gambaran keluhan telinga berdenging dan sulit berkomunikasi yang dialami pekerja
di area kerja Amonia 1A PT. Pupuk Kujang sebanyak 34,2% pekerja memiliki
keluhan telinga berdenging. Keluhan berdenging saat bekerja 10,5% dan keluhan
berdenging setelah bekerja 23,7%, sedangkan untuk pekerja yang mengalami keluhan
sulit berkomunikasi sebanyak 60,5%.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara dosis bising yang diterima karyawan
dengan penurunan fungsi pendengaran. Pekerja pada area kerja amonia 1A yang
terpajan dosis bising diatas 100% memiliki risiko 1,4 kali lebih besar terkena
penurunan fungsi pendengaran dibandingkan dengan pekerja yang terpajan dosis
bising kurang dari 100%.
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan penurunan pendengaran
yang dialami pekerja di area kerja Amonia 1A PT. Pupuk Kujang.
5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama bekerja dengan penurunan
pendengaran yang dialami pekerja di area Amonia 1A PT. Pupuk Kujang.
6. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan penurunan
pendengaran yang dialami pekerja di area Amonia 1A PT. Pupuk Kujang.
7. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hobi terkait bising dengan penurunan
pendengaran yang dialami pekerja di area Amonia 1A PT. Pupuk Kujang.
8. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit telinga yang dialami
pekerja dengan penurunan pendengaran yang dialami pekerja di area Amonia 1A PT.
Pupuk Kujang.
9. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat pekerjaan terkait bising
sebelumnya yang dimiliki pekerja dengan penurunan pendengaran yang dialami
pekerja di area Amonia 1A PT. Pupuk Kujang.
10. Alat pelindung telinga yang digunakan pekerja di area Amonia 1A PT. Pupuk Kujang
memiliki nilai noise reducing rate 25 dB digunakan dengan intensitas kebisingan
tertinggi di area kompresor sebesar 103,9 dB dan dengan dosis terbesar 93,7 dB
memiliki TWA efektif sebesar 87,8 dB.
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
11.
Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian antara lain :
6.1 Bagi PT. Pupuk Kujang
1. PT. Pupuk Kujang perlu mengoptimalisasi pemantauan terhadap kebisingan yang
ada di area Amonia 1A secara berkala dan mengoptimalisasi pengendalian
kebisingan yang sudah ada sebelumnya.
2. PT. Pupuk Kujang perlu melakukan evaluasi program Konservasi Pendengaran
(Hearing Conservation Programme) yang telah ada di PT.Pupuk Kujang seperti
rotasi kerja yang dilakukan setiap bulan, tetapi penerapan dilapangan rotasi kerja
dilakukan setiap 4 bulan sekali.
3. PT. Pupuk Kujang perlu melakukan pengukuran dosis untuk pekerja yang terpapar
bising lebih dari 85 dB di setiap area kerja Amonia 1A yang pekerjanya berisiko
untuk mengalami efek kebisingan selama bekerja.
4. Pihak PT. Pupuk Kujang perlu melakukan pengawasan terhadap penggunaan alat
pelindung telinga yang benar agar dapat bekerja optimal mengurangi kebisingan
yang diterima pekerja selama melakukan pekerjaan di area bising.
5. Mengurangi komunikasi menggunakan radio tangan saat bekerja di area bising
karena dapat meningkatkan intensitas kebisingan yang diterima pekerja. Pekerjaan
tambahan yang dikerjakan di area bising dapat menggunakan catatan atau bergeser
ke area yang tidak terlalu bising saat melakukan komunikasi radio.
6. Pemeriksaan audiometri yang dilakukan oleh pihak ketiga dipastikan menjalankan
prosedur yang benar agar hasil pemeriksaan audiometri akurat dan dapat dapat
dipantau dari tahun ke tahun kualitas pendengaran pekerja terutama yang terpajan
kebisingan diatas nilai ambang batas.
7. PT. Pupuk Kujang perlu melakukan pelatihan yang berkesinambungan agar dapat
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan pekerja akan efek kebisingan jangka
panjang terhadap fungsi pendengaran. Pelatihan wajib diberikan kepada seluruh
pekerja tanpa kecuali.
8. PT. Pupuk Kujang perlu memfasilitasi pekerja yang melakukan pekerjaan dengan
tingkat kebisingan lebih dari 100 dB dengan ear muff ataupun double protection
(dengan memperhatikan NRR APT) bersamaan dengan penggunaan ear plug
seperti di area kompresor.
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
9. PT. Pupuk Kujang memiliki rekap data hasil medical check up pekerja harian lepas
(PHL) agar dapat memantau status kesehatan seluruh pekerja.
6.2 Bagi Pekerja Area Amonia 1A PT. Pupuk Kujang
1. Menjaga kesehatan setiap individu dengan mengurangi konsumsi rokok dan
mengurangi kegiatan mendengarkan musik dengan menggunakan earphone.
2. Berpartisipasi dalam program yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi efek
kesehatan yang timbul akibat kebisingan.
3. Meningkatkan kesadaran diri sendiri terhadap perilaku kerja yang sehat dan selamat
saat melakukan pekerjaan dengan menggunakan alat pelindng telinga dengan baik
dan benar.
4. Meningkatkan kepedulian dengan saling mengingatkan bekerja dengan sehat dan
selamat, seperti mengingatkan teman kerja yang kurang patuh terhadap penggunaan
alat pelindung telinga.
Kepustakaan
Anizar. (2009). Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Cetakan
Pertama.Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Bisei, Michael, S. (2004). Industrial Hygiene Evaluation Methods. Second Edition.
Lewis Publishers. New York.
Chou, et al. (2009). Effects of Shift Work on Noise Induced Hearing Loss. Noise and
Health, 11.45, 185-8.
Dunn DE, Rabinowitz PM. (2005). Noise. In : Text Book of Clinical Occupational and
Enviromental Medicine. 2nd edition. Elsevier Inc. Vol 35. China. p. 893.
Handoyo, dr. (2009) Buku Ajar Kesehatan Kerja. Editor Hardiyanti. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Jaffer, Sofia. Razi, Mohd. (2004). Hearing Loss in Walkman Users. Journal of
Occupational Safety and Health. 1, 31-37.
Kadwirini, dr Ms. (2004). Pedoman Praktis Diagnosis dan Penilaian Cacat Ketulian
Akibat Bising. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja Volume XXXVII No 1.
Januari – Maret. Jakarta.
Leensen, M. et al. (2011). A Retrospective Analysis of Noise Induced Hearing Loss in
the Dutch Construction Industry. Int Arch Occup Environ Health, 84:577-590.
Mohammadi, Saber et.al. (2010). Effect of Siultaneous Exposure to Occupational Noise
and Cigarette Smoke on Binaural Hearing Impairment. Noise & Health. 48, 187-90.
Nasri, Syahrul M. (1997). Noise Basic Concept and Terminology Pelatihan,
Penguukuran, Pemantauan dan Manajemen Kebisingan di Tempat Kerja. Bandung.
Notoatmodjo, Soekijo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Patel, S. Ingle, T. (2008). Occupational Noise Exposure and Haering Loss Among Pulse
Processing Workers. Enviromentalist, 28, 358-365.
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Pemerintah Republik Indonesia. (1970). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pemerintah Republik Indonesia. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1405
Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Pemerintah Republik Indonesia (2011). Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13
Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika san Kimia di Tempat Kerja.
Soetjipto, Damayanti.(2007). Komisi Nasional Gangguan Pendengaran Akibat Bising.
Tambunan, Tigor. (2007). Personal Protective Equipment. Cetakan Pertama. Edisi
Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
WHO. (2004). Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Pajanan kebisingan..., Kristina, FKM UI, 2013
Download