fnaialah llrniab - 0728 AGR.IPLf]S rssN, o85+ Azhqr Bafadat: pEMBIAYAAITI DEFISIT DAI{ KEBERLAI{JUTAI{ FISIGL NIuTdlanT K. z PENGARUH UNGI{.JNGAI{ BISNIS EKSTERNAL DAI\ INTERNAL TERHADAP KINEFLIA USAI{A KECIL (Kasr-rs Usaha Kecil Sepatu Kulit di Propinsi Jawa Barat) Ambo AKo: GRMING ADAPTABIUTY OF BEEF CATTLE ON THE DWARF NAPIERGM (Penn isetum purpureum Schumach) PASTURE AbdT : EFESIENSI PEMAI{FAATAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI PADI LADAFIG PETANI TRANSMGRAI{ DI I{ECAIVL{TAN TIKEP IGBUPATEN MUNA Asussatim, Sahto Gtntrns dan Lo Ode Soboruddln : PEWILAYAFIAN KOMODITAS PERTAI{IAN BERDASARKAI\ ZONA AGROEKOLOGI DI KECAI\4{TAN POLEAI{G SULAWESI TENGGARA Humsoh, Darnas Dans dan Nlarthen B.NI. Malole: PERAII PAIGI\ ALAMI DALAM PENULARAI{ White Spot SyndromeVirusPADA BENUR UDAI.IG WINDU (Penaeus monodon Fabr.) SEBUAI-{ K,{llAI\f AWAL H. Gusti R. Ssdi mantqra: INDUKSI IGLUS DAI\ ORGAI\OGENESIS JER{JK KEPROK SIOMPU PADA MEDIUM MS DENGAN KOMBINASI AUI$IN DAI{ SNOKININ Ls Ode Safuan, Roedhy Poerwsnto, Anas D. Susllq, Soblr, dsn Bylcson Sltumorang: MINUSONE TEST KESUBURAI{ TANAFI INCEPTISOL, ULTISOL, DAI{ AI{DISOL LINTUK TANAIVIIAN NENAS Ls lvluhurls, Dtdy Sopandte, Latifah Koslm Dsrusmon : BEBERAPA PEUBAH BIOKIMIA TERKAIT RESPIRASI PADA KEDELAI (Glycine mox L. Merrill) TOLERAII DAI\ PEKA INTENSITAS CAHAYA RENDAFI La Ode Afa : STUDI MATRICONDITIO/VING PADA BENIH KACAI{G TANAFI (Arachis hypogaeo L.) Suoib,WoerJono Nlangoendtdlolo, Nllrzoltnorn, PD.N., don Arl lndrlanto : POPULASI MIKROSPORA UNIN{.JKLEAT BERDASARIGI\ LETAKNYA PADA MALAI TIGA KLONTEBU (SaccgaTum spp.) SEBAGAI NORUqSI AWAL BAGI PEMULIAAI\ HAPLOID SECARA IN VITRO La Rtonda, Lo Ode Arlef, DJukrana Wahsb, Thamrln dan Suto : I(A.llAI'tr RESPON KONSUMEN FAKUNAS PERTAI\IAI{ TERHADAP SIRUP METE PRODUKSI UNIT USAI-IA JASA DAI\ INDUSTRI UNIVERSITAS HALUOLEO. Soedtmsn : ESSENTIAL FEATURE AI\D OPERATION OF SAI{CHOKU (DIRECT TRAI\SACTION) IN JAPAI{ S CONSUMER COOPERATIVES GAK Suturiutt, Wtdodo, Sudarsono dsn S flyos : EFEKTIVITAS AGENS BIOKONTROL UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL CABAI SERTA MENGHNDALIKAI{ PENYAKIT AI{TRAI{\OSA DI RUMAH KACA DAFTAR ISI Halamon PEMBIAYAAN DEFISI'T DAN KEBERLANJUTAN FISKAL Azhar Balodal I -7 l,tiNGAlttJlt t,INGKUNcAN BtsNts IiKs't'tiRNAt, t)AN tN',t't,:RNAt, 't'ERllADAt' KINERJA TJSAHA KECIL (Kasus Usaha Kecil Sepatu Kulit rli Propinsi Jawa llarat) 8-t4 Murtljani K. GRAZING ADAPTABILITY OF BEEF CATTLE ON 'I'I{E DWARF NAPIERGRA (Pennisetu m pu rpu reu m Schumach) PASTURE r5-20 Ambo Ako EFISIENSI PE]VIANFAATAN FAKTOR PRODUKSI USAIIATANI PADI LADANG PETANI'I'IIANSM IG RAN DI KECAMATAN TI K EP KA I}t PATEN i\I I INi\ J ,4bdi )l _)1 PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN BERDASAIIKAN AGROBKOLOGI DI KECAMA'TAN POLEANG SI.]I,AW[,SI'I'F],NGGAIIA Agussalim, Sohta Ginting dan La Ode ZONA Soburuddin PERAN PAKAN ALAMT DALAM PENUI,ARAN White Spot Syndrome ltrzs 2g - 36 37 -43 pADA [IDANG 1VINDU (Penaeus monodon Fabr.) SEBt.iAtt K,\.ttAN ,\\\,At, BENTJR Hamsoh, Dsrnas Dana dan Msrthen B.M. Malole INDUKSI KALUS DAN OIIGANOGENESIS .lERtlK KIPROK Slor\tpt] p.A,DA IVIEDIUM MS DENGAN KOMI]INASI ATIKSIN DAN SITOKININ IL Gusti R Sodimantara 44-49 N{INUS.ONE'I'EST KESI,JI}I.JRAN TANAII INCEPTISOI,, I.JL'rISOI., DAN ANI)ISOI, TINTI.]K TANAIVIAN NENAS La Ode Safuu, Roeilhy Poerwanto, Anas D, Susila, Sobir, tlan Rykson Situnorang.,.. BEBERAPA PEUBAH BIOKIMIA TEIIKAIT RESPIRASI Pr\DA KED!.r.,\r (Gr.ycine max L. l\lerrill) TOLERAN DAN PtiKA IN'l'ltNStl'AS CAilA\,,\ RFtNt)Alt I.a Muhuria, DitlySopondie, Lutitoh Kosim Darusmun ...._......... sruDl MATRICQNDITIQNING PADA llENttt KACANG 1'/\NAtI La ode Afa 50 - 5{t 59 _70 (Aruc'his hl,pogaeaL.) 7r -.,g PoPIILASI NttKRosPoRA UNINUKt,EA'|" BERDASARKAN l,u'I',\KNyA pADA MALAI rlGA KLON TEBU (sacclarum spp.) s[BAGAt tNt-oRl\{Asl AWAL BAGI PEMULIAAN HAPLOID SECARA IN VITRO Suaib, ll/oerjono Mongoendidjojo, Mirzawan, P.D.N., dan Ari Intlrionto...... 80-88 KAJIAN ROSPON KONSTIMIiN I'ERIIADAP SIRTIP ME'I'E PRODIIKSI TINIT TISAIIA JASA DAN INDUSTRI FAKIJLTAS PEIITANIAN TJNIVERSITAS IIALTIOLEO La Rionda, La Ode Ariel, Djukrana llahob, Thunrin dan Suto ESSENTIAL FEATURES AND OPERATION OF TRANSACTTON) tN JApAN'S CONSUt\tER COOpERATTVES SANCHOKU (DIRECT Saedinan EFEKTIVITAS AGENS BIOKONTROL IjNTTJK IVTENINGKATKAN PERTTIIIIBTJIIAN DAN HASIL CABAI SERTA MENGENDAI,IKAN PF]NYAKIT ANI-RAKNOSA DI RUMAI{ KACA GAK Sutariati, llidodo, gudarsono ilan S llyas AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus 2006, ISSN 0SS4-0U? 103 _ I ll BBBERAPA PEUBAH BIOKIMIA TERKAIT RESPIRASI PADA KEDELAI Merrill) TOLERAN DAN PEKA INTENSITAS CAHAYA RENDAH (Glycine maxL. Oleh: La Muhuriat), Ditty Sopundiet), Latdah Kosim Durusmunr) ABSTRACT An experiment to estimate the respiration level ol tolerance and scnsitive soybeah to low light intensity (shading) was done. 'lhe experiment was done according to split plot design with sub plot nested in the main plot. The shading treatment as main plot consisted of two levels: N0 = no shading and Nl = 50o/o shading while soybean the genotypes as sub plot consisted of four level: Cl (Pangrango), G2 (Ceneng), G3 (Godek), and G4 (SIamet). The results showed that the Pangrango and Ceneng genotypes were more tolerance with shading while Godek and Slamet were more sensitive genotypes. Those tolerance genotypes have lower respiration rate, lower soluble sugar and anthosyanine as well as gibberellins. ln contrary, thc more tolerance genotypes contained higher cytokinins and starch. Key words : respiration, tolerance genotype, sensitive genotype, low light intesity, respiration, soytrean PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max (L) Merrill) merupakan sumber protein nabati terpenting di lndonesia. Kandungan protein kedelai sangat tinggi, sekitar 35% dibandingkan beras yang hanya 7o/o (Suprapto 2001) bahkan dapat mencapai 40%. Persentase protein kedelai ialah yang tertinggi dari seluruh tumbuhan yang dikenal (Salisbury dan. Ross I 995) sehingga diharapkan dapat rneningkatkan dan memperbaiki gizi masyarakat. Selain itu, kandungan asam aminonya (metionin, isoleusin, leusine, fenilalanin, treonin, triptofan, valin, dan lisin) juga cukup tinggi dibanding bahan pangan serealia lainnya (Suprapto 2001). Hingga saat ini, kebutuhan kedelai Indonesia masih diimpor, pada tahun 1998 lndonesia mengimpor kedelai kurang lebih 700 ribu ton dan tahun 1999 meningkat menjadi 828 ribu ton (BPS, 1999), jadi telah terjadi kenaikan impor sebesar 128 ribu ton hanya dalam kurun waktu satll tahun. Produksi kedelai pada tahun I 999 mencapai 1,38 juta ton sedangkan produksi kedelai pada tahun 2A02 hanya mencapai i43,96 ton (BPS, 2002). Tampak bahwa permintaan kebutuhan kedelai semakin meningkat dari tahun ke tahun, sebaliknya produksi kedelai nasional rnempcrlihatkan penurunan. Oleh karena itu upaya-upaya ke arah peningkatan produk-tivitas dan luas tanam kedelai perlu rnendapat perhatiarr serius. Dalam peningkatan luas tanam, tidur di bawah tegakan pemanfaatan lahan tanaman perkebunan atau hutan tanaman industri (HTl), merupakan salah satu pilihan. Namun dernikian lahan-lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan dan I-lTI memiliki intensitas cahaya yang rendah karena tajuk tanaman utama ntenaungi ruang di bawahnya. Menurut data BpS (2000) luas perkebunan di lndonesia mencapai kurang Iebih 15 juta ha dengan siklus peremajaan 25 - 30 tahun, di antaranya 450 ribu sampai 600 ribu ha merupakan areal tanaman baru yang masih memungkinkan untuk ditumpangsarikan dengan kedelai sampai tanaman pokoknya mencapai umur 2 - 3 tahun. Selanjutnya dilaporkan bahwa luas areal perkebunan di lndonesia telah mencapai 19,9 juta ha dengan luas areal tanaman baru mencapai 597 ribu sampai 796 ribu ha (BpS, 2002). Tanaman kedelai yang akan dikembangkan dalam kondisi intensitas cahaya rendah harus memiliki mekanisme tertentu agar dapat menangkap dan memanfaatkan ') lvlahasiswa Pasca sarjana Program Studi Agronomi IpB, Bogor. tl,*:I.lrrg"i:rSekalah Program Slud!lgronoyi Ketua Komisi pembimbing. 4i, rygyiyritura Foperta Ip"B, Bogor; Staf Pengajar Program Studi Kimia FMIPA pembimbing. ) IPB, Bogor; Anggoa Komui 59 60 cahaya secara efisien. Mekanisme tersebut melibatkan penghindaran (avoidance) dan toleran yang ekspresinya dapat diamati dari berbagai perubahan baik secara anatornis, morfologis, maupun fisiologis terutama yang terkait dengan produk dan aktivitas enzim fotosintesis dan respirasi. Cahaya mempengaruhi kecepatan respirasi tanaman dan spesies yang toleran cahaya rendah memiliki kecepatan respirasi yang lebih rendah daripada tanaman cahaya penuh (Taiz dan Zeiger,2002). Lebih lanjut dinyatakan bahwa salah satu strategi tanaman agar toleran terhadap cahaya rendah adalah mengurangi kecepatan respirasinya untuk men urunkan titik kompensasi. Kecepatan respirasi pada jaringan dewasa tanaman tingkat tinggi dapat dipengaruhi oleh: (l) kapasitas mesin respirasi (enzim dan transporter), (2) konsentrasi substrat respirasi (sepeni pati, fruktan, gula), atau (3) kecepatan pengglrnaan ATP dan NAD(P)H. Hopkins dan H0ner (2004) mengungkapkan bahwa daun yang mendapat cahaya penuh mungkin membutuhkan lebih banyak energi (ATP) urttuk memelihara tingginya fotosintesis sehingga memiliki kecepatan respirasi yang tinggi. Dalam hal jumlah substrat, bila pati, fruktan, atau gula terbatas maka tumbuhan melakukan respirasi dengan laju yang rendah. Fenomena kekurangan substrat ini dapat diamati melalui jumlah daun bagian bawah yang mati lebih cepat. Sukrosa" pati, dan fruktan merupakan sumber substrat utama untuk glikolisis, dan tidak ada enzim yang mengkatalisis polisakarida tersebut yang dikendalikan secara alosterik substrat atau produk respirasi. Tapi, hormon tertentu (khususnya giberalin) menginduksi hidrolisis cadangan makanan ini menjadi heksosa yang digunakan dalarn glikolisis (Siedow dan Day, 2000; Srivast4 2002). Umumnya, jika heksosa melimpah, glikolisis dan tahap lain respirasi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan bila heksosa sedikit (Taiz dan Zeiger,2002). Karena itu, terdapat korelasi negatif secara nyata antara kecepatan respirasi dengan kandungan heksosa (Kassinee et al., 2004). ATP-fosfofruktokinase (ATP-PFK) merupakan enzim dalam jalur glikolisis yang mengkatalisis pembentukan fruktosa-1,6bisfosfat. Heksosa fosfat yang terbentuk dalam reaksi ini tidak dapat digunakan untuk membentuk sukrosa atau pati, sehingga titik ini dapat menjadi titik pengendalian ke- seluruhan lintasan glikolisis. Aktivitas ATP- PFK dihambat oleh ATP, PEP, dan asam sirat, tetapi ditingkatkan oleh Pi (Taiz dan Zeiger,2002). Pada respirasi di mitokondria yang terdiri atas daur Krebs, sistem pengangkutan elektron, dan fosforilasi oksidatif terdapat berbagai kemungkinan titik pengendalian. Salah satu enzim pengatur pada tahap pertama daur Krebs adalah kinase yang rncnggunakan ATP untuk memlosforilasi gugus hidroksil dari berbagai gugus residu asam amino treonin pada bagian tertentu dan enzim pyruvat dehydrogenase. Fosforilasi ini segera menon-aktifkan enzim sehingga daur Krebs terhenti. Enzim pengatur kedua adalah fosfatase, menghidrolisis fosfat agar lepas dari treonin dan mengaktifkan kembali enzim tersebut sehingga daur Krebs dapat mengoksidasi lagi pyruvat. Karena itu jika tingkat ATP di mitokondria tinggi dan jika kinase aktiI maka daur Krebs terhenti atau lambat sehingga melambatkan semua proses respirasi berikutnya di mitokondria (Taiz dan Zeiger,2002; Siedow dan Day, 2000). Selain melalui glikolisis dan siklus Krebs, tanaman memperoleh energi jugu melalui lintasan pentosa fosfat. Lintasan pentosa fosfat menghasilkan: (l) NADPH yang kemudian dioksidasi oleh mitokondria untuk menghasilkan ATP, (2) eritrosa-4fosfat yang sangat penting sebagai prazat dalam pembentukan berbagai senyawa fenol seperti antosianin dan lignin, dan (3) ribulosaS-fosfat' yang merupakan pnzat dalam pembentukan unit ribosa dan deoksiribosa di nukleotida, termasuk yang ada di RNA dan DNA (Siedow dan Day, 2000; Taiz dan Zeiger, 2002; Hopkins dan Hiiner, 2004). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus tuni 2006, ISSN 0854-0128 6l diduga bahwa rendahnya produksi antosianin pada suatu tanaman dapat menjadi indikator terhadap rendahnya aktivitas pemecahan gula melalui lintasan pentosa fosfat. Hal ini akan naungan (kontrol), dan Nl = naungan 50olo (paranet meneruskan cahaya 50%) dan (2) genotipe kedelai sebagai anak petak yang meng-untungkan tanaman yang beradaptasi pada kondisi cahaya rendah karena selain Pangrango, G2 = Ceneng, G3 = Godek, C4 = Slamet. Dengan demikian terdapat delapan memungkinkan penimbunan cadangan makanan yang lebih tinggi, juga dapat teridiri dari empat taraf yaitu: GI koinbinasi perlakuan yang masing-masing diulang tiga kali sehingga terdapat 24 satuan Tiap satuan' percobaan menghindari pemborosan penyerapan cahaya percobaan. oleh antosianin karena intensitas cahaya yang diserapnya tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis (Hopkins dan Htiner, 2004). Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian yang bertujuan untuk mempelajari aspek biokimia terkait respirasi yang menggunakan 20 tanaman. Percobaan di lapang. menggunakan rancangan petak terpisah (split plot) dengan anak petak tersarang (nested) pada petak dibangun tanaman kedelai agar mampu turnbuh dan memberikan produksi tinggi pada kondisi intensitas cahaya rendah sangat penting dilakukan. utama dengan model linier seperti yang dikernukakan oleh Montgomery (200 1 ). Pelaksanaan di lapang Polibag diisi campuran tanah dan prrpuk kandang 3 ,: I (v/v). Perlakuan naungan 50% dilaksanakan dengan eara rneletakan paranet hitam di sisi atas dan keempat sisinya. Dengan METODOLOGI Waktu dan Tempat Percobaan berlangsung pada bulan Oktober 2004 sampai dengan Januari 2005 di Kebun Percobaan Balitbiogen Cikemeuh Bogor dan Pusat Studi Pemuliaan Tanaman lnstitut Pertanian Bogor untuk analisis laboratorium. demikian pertaRaman kedelai terkurung (terselubungi) oleh paranet. Paranet disangga oleh rangka bambu, tingginya sekitar 2 m di atas permukaan tanah. 20 'liap satuan percobaan menggunakan polibag, masing-masing berisi satu tanaman kedelai, l0 tanaman di antaranya dijadikan sampel. Sampel daun yang dipilih adalah daun yang telah membuka penuh (daun ke 3 - 4 ) dari atas. Saat pengambilan Bahan dan Alat Percobaan Bahan tanaman yang digunakan adalah kedelai genotipe toleran naungan yakni Pangrango dan Ceneng serta genotipe peka naungan yakni Godek dan Slarnet (Sopandie et a/. 2002). Bahan lain yang digunakan adalah paranet S}oh, polibag, pupuk (kandang, urea, TSP, dan KCI), insektisida, serta bahan kimia untuk analisis kandungan: antosianin, sukrosa, fosfat, giberalin, dan sitokinin. sampel, tanaman berumur sekitar 6 rninggu. Kandungan antosianin diukur pada semua kombinasi perlakuan, sedangkan sukrosa, pati, fosfat, giberalin, dan sitokinin hanya dianalisis pada genotipe Ceneng (genotipe model untuk sifat toleran naungan) dan genotipe Godek (genotipe model untuk sifat peka naungan). Peubah i'ang diamati Peubah yang diamati meliputi gula terlarut, pati, fosfat, giberalin, dan sitokinin. prosedur analisis antosianin menggunakan metode kandungan:. antosianin, Metode Faktor yang diuji terdiri dari: (l) naungan (perbedaan intensitas cahaya yang diterima genotipe) sebagai petak utama yang terdiri dari dua taraf yaitu: N0 = tanpa Less dan Francis (1982), sukrosa dan pati menggunakan metode Yoshida et al., (1976), fosfat, serta giberalin dan AGRIPLUS, Volume 16 Erlisi Khusus Juni 2006, ISSN 0g54-0128 sitokinin 62 menggunakan metode Poerwanto dan lnoue 1990) dalam Prawitasari (2001). ( peubah yang diamati, kecuali kandungan fosfat (P). -l-abcl l. llasil Sidik l{agarn Pcubalr yang Analisis data Data dianalisis menggunakan anova Diamati pada Perlakuan Cahaya dan Genotipe sesuai rancangan yang digunakan, dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf ae65. Peubah TIaSTI DAN PEVIBAHASAN Antosianin Gula terlarut ffi Giberalin H.asil analisis ragam yang dirangkum dalam Tabel 1 menuniukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya dan genotipe berpengaruh (GA) Sitokinin * * * *'l ** ** *{( Pati Fosfat (P) Hasil ,1. tn *{. tn * i( ,l( Keterangan: * = berpengaruh nyata; +* = berpengaruh sangat nyata; tn - berpengaruh tidak nyata nyata sampai sangat nyata terhadap semua uji beda menggunakan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95% ('l'abel Hasil 2) menunjukkan bahwa ketika tanaman kedelai memperoleh intensilas cahaya 50%: (l) kandungan antosianin dan gula terlarut meningkat secara nyata dengan persentase kenaikan masing-masing sebesar 114, 49yo kontrol dan 112,39Vo kontrol, (2) kandungan giberalin dan sitokinin menurun secara nyata, masing-masing hanya mencapai 77,54yo kontrol dan 78,51Vo kontrol, dan (3) kandungan fosfat menurun secara tidak nyata, hanya mencapai 90,35yo kontrol. Tabel 2. Pengaruh lntensitas Cahaya Terhadap Peubah yang Diamati pada Tanaman Kedelai Peubah Antosianin (n/g) Gula terlarut (%) Pati (70) Fosfat (P) (%) Ciberalin (ppm) Sitokinin Keterangan : . lntensitas Cahaya 100% (Kontrol 0,345 b 1,840 b oZ s0% 0,395 a 2,069 a 6,668 b 0,234 a 0,770 b Kontrol | 14,49 t12,39 7,766 a 85,86 0,259 a 90,35 0,993 a 77,54 0,363 a 85b 78,5 r Angka-angka sebaris dengan huruf yang sama berbeda tidak nyata menurut uji Duncan pada taraf kepercay aan 95oh AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus Juni 2006, ISSN 0g54-0129 63 Tabel 3 Pengaruh lntensitas Cahaya Terhadap Genotipe Kedelai Peubah Antosianin (ng g Intensitas Cahaya 100% (Kontrol) s0% Genotipe Gr 0,384 a 0,396 a 0,301 b Cz G: G+ Gula terlarut (%) Giberalin (ppm) Sitokinin (ppm) 0,263 a G3 0,256 a Cz 1,1 G3 Gz 0,875 t) 0,460 a 0,204 a 0,265 a 0,755 a 0,785 a 0,345 a G3 0,265 b Q,22s b : l0 Pangrango, C2 6.370 b a : Ceneng, C3 Hasil uji beda antar genotipe kedelai 100% (kontrol) dan intensitas cahaya 50% disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: (l) Kandungan antosianin: Dalam kondisi cahaya 100%, Gl dan G2 memiliki kandungan antosianin tertinggi dan keduanya berbeda nyata dengan G3 dan G4. Antosianin terendah terdapat pada G4. Dalam kondisi intensitas cahaya 5004, kandungan antosianin tertinggi terdapat pada Cl, G3, serta G4 dan ketiganya ber-beda nyata dengan kandungan antosianin terendah pada GZ. Pada Gl, C3, dan G4, kandungan antosian meningkat dari kontrolnya, masing-masing sekitar 705o/o, 139%o, dan 13704, sedangkan pada GZ terjadi penurllnan kandungan antosianin, sekitar 88% kontrol. gula terlarut: Dalam kondisi kontrol, C2 memiliki kandungan : 103.516 68.018 89.714 75.000 84.906 "t,FEr*"" p"d" Codek, G4 = Slamet gula terlarut lebih tinggi dan berbeda nyata dengan G3, tetapi dalam kondisi dalam kondisi intensitas cahaya Kandungan 94.633 78.064 77.567 Gz taraf kepercay aan 95o/o; G I tZ) t47.4'r8 G: Cz Fosfat (P) (%) 2.485 a 6,965 a 1,995 a 1,685 b 7,360 b 8,160 a Cr Pati (%) 0,417 a 0,409 a r,650 b 104.688 88.384 138.s38 136.789 82.747 Q,402 a 0,350 b 0,299b Gz % Kontrol intensitas cahaya 50%o, kandungan gula terlarut pada C2 lebih rendah dibanding G3. Kandungan gula terlarut pada CZ harrya mencapai sekitar 83% kontrol, sedangkan pada C3 mencapai hampir 148% kontrol. (3) Kandungan pati. Dalarn kondisi kontrol, kandungan pati pada G3 lebih ringgi dan berbeda nyata dibanding G2, sebaliknya pada kondisi intensitas cahaya 50oh, kandungan pati pada G2 lebih tinggi dibanding G3. Pada G2, kandungan pati mencapai sekitar 95% kontrol, sedangkan padA G3 hanya mencapai 78o/o kontrol. (4) Kandungan fosfat. Secara statistik, kandurigan fosfat tidak !'erbeda nyata antar genotipe baik dalam kondisi kontrol maupun dalarn kondisi intensitas cahaya 50%. lr4eskipun demikian tampak bahwa kandungan fosfat pada Q3 mengalami kenaikan dari kontrolnya (sekitar 104% AGRIPLUS, Volune 16 Edisi Khusus Juni 2006, ISSN 0g14-012g 64 kontrol) sedangkan pada GZ terjadi penurunan kandungan fosfat dari kontrolnya (sekitar 78% kontrol;. (5) Kandungan giberalin. Dalam kondisi kontrol, kandungan giberalin pada G2 lebih tinggi dan berbeda nyata dengan Ca, tetalii dalam kondisi intensitas cahaya 507o, kandungan giberalin kedua genotipe tidak berbeda nyata. Meskipun demikian terdapat hal menarik bahwa kandungan giberalin pada G3 mencapai hampir 90% kontrol sedangkan pada C2 Bieto e/ al. 1983). Dengan demikian, upayaupaya untuk mempelajari respirasi menjadi sesuatu yang bersifat permulaan. Oleh karena itu, dengan berbagai keterbatasan informasi hasil-hasil penelitian terdahulu, percobaan ini dalam diupayakan menghubungkan aktivitas res-pirasi dalam tanaman kedelai dengan subsfat respirasi .(pati dan gula terlarut) dan produk respirasi baik secara langsung (ATP melalui ketersediaan Pi) maupun secara tidak langsung (antosianin) serta faktor-faktor pemacu atau penghambat laju respirasi (giberelin dan sitokinin). hanya mencapai 680/o kontrol. (6) Kandungan sitokinin. Kandungan sitokinin pada G2 lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding C3 baik dalam kondiSi kontrol.maupun kondisi intensitas cahaya s0%. Pembahasan Cahaya diketahui mengendalikan eks-presi beberapa enzim respirasi kunci seperti sitokrom oksidase (l-lilton and Owen 1985), fosfoenolpiruvat karboksilase (Sims atrd Hague l98l), enzim malik NADP (Collins and Hague 1983) melalui fitokrom (Tobin dan Silverstone 1985). Cahaya juga mem-pengaruhi oksidase alternatif (Obeland et al. 1990, Finnegan et al. lg97) clan menurut Kowallik (1982) cahaya birulah yang menyebabkan peningkatan total respirasi tersebut. Azcon-Bieto et al. (1983) juga melaporkan adanya keterkaitan antara pengaruh cahaya secara tidak langsung dan fotosintesis terhadap respirasi dimana konsentrasi gula seluler memegang peranan penting dalam pengaturan respirasi di dalam daun. Oleh karena itu, kandungan gula dan keberadaan cahaya memiliki peranan penting dalam mengatur respirasi (Berrl, et a\.2004). Studi tentang hubungan antara cahaya respirasi dalam tanaman tergolong relatif baru. Bahkan, percobaan- dan percobaan yang menghubung-kan inetnsitas cahaya dan perilaku respirasi masih sangat sedikit (N{ackendder dan Smith 1986, Azcon- Kandungan Pati Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pati merupakan salah satu bahan baku bagi proses respirasi. Aktivitas hidrolisis pati yang tinggi akan menyebabkan tingginya keter-sediaan substrat respirasi yakni dalam bentuk gula heksosa sehingga laju respirasi akan semakin tinggi (Kassinee et al., 2004). Disamping itu, aktivitas hidrolisis pati yang tinggi akan menyebabkan rendah-nya pati yang akan diakumulasi dalam biji sehingga hasil panenan dalam bentuk biji akan menjadi rendah. Murty dan. Sahu (lgS7) melaporkan bahwa rendah-nya ketersediaan karbohidrat pada varietas padi yang peka, menyebabkan tingginya kehampaan. Penelitian Lautt et al. (2000) pada padi gogo menunjukkan bahwa galur toleran padi gogo mem-perlihatkan kandungan pati pada daun dan batang yang lebih tinggi daripada yang peka ketika dinaungi 50% saat vegetatifaktif. Hal yang sama ditemukan dalam percobaan ini, genotipe Ceneng yang toleran intensitas cahaya rendah memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibanding genotipe Godek yang peka intensitas cahaya rendah. Kandungan pati pada genotipe Ceneng hampir mencapai 95% kontrol, sedangkan genotipe Godek hanya mencapai 78% kontrol. 'lni berarti bahwa, ditinjau dari hubungan antara kandungan pati dan respirasi, maka genotipe Ceneng dengan kandungan pati yang tinggi mempunyai laju respirasi yang lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena kandungan pati yang AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus Juni 2006, ISSN 0854-0129 65 dihasilkan melalui proses fotosintesis hanya sedikit yang diman-faatkan dalam proses respirasi. Kandungan Gula Terlarut Hasil percobaan menunjukkan bahwa kedelai genotipe Ceneng (G2) memiliki kandungan gula terlarut yang lebih rendah dibanding genotipe Godek (G3). Diketahui bahwa gula terlarut merupakan produk awal aktivitas respirasi yakni ketika pati atau sukrosa dihidrolisis menjadi gula heksosa (Kruger, 1997; Sturm, 1999; Taiz dan Zeiger, 2002; Siedow dan Day, 2000; Hopkins dan Hiiner, 2004). Selanjutnya, dengan tingginya gula terlarut maka respirasi selanjutnya (glikolisis, siklus Krebs, dan fosfbrilasi oksidatif) akan berlangsung lebih cepat. Hal ini sesuai dengan penjelasan Taiz dan Zeiger (2002) bahwa apabila gula heksosa melimpah maka glikolisis dan tahap lain respirasi berlangsung lebih ceBat di-bandingkan dengan bila heksosa sedikit. Penjelasan di atas sejalan dengan et al. (1983) bahwa gula terlarut meregulasi aliran elektron ke lintasan respirasi alternatif, dan dalam studinya menggunakan inhibitor diketahui pendapat Azcon-Bieto bahwa aliran melalui lintasan alternatif dalam daun gandum lebih besar pada saat memasuki malam hari dibanding saat akhir malam. kedelai genotipe Ceneng melakukan proses respirasi lebih rendah atau lebih efisien dibanding genotipe Godek. Kandungan gula terlarut pada genotipe Ceneng hanya sebesar 83% kontrol, sedangkan pada genotipe Godek mencapai 148% kontrol. Kanrlungan Antosianin Hasil percobaan menunjqkkan bahwa kedelai genotipe Ceneng (G2) memiliki kandungan antosianin terendah. Kandungan antosianin pada genotipe Ceneng hanya 88% dari kontrolnya, sedangkan genotipe Godek mencapai 139% kontrol. Lintasan . pembentukan antosianin dalam tanaman telah dikarakterisasi dengan baik (Farzard et al. 2002). Prazat untuk bi os i ntesi s antos iani n adalah'eritrosa-4-fosfat yang dihasilkan atau merupakan produk respirasi dari lintas pentosa fosfat (Taiz dan Zeiger, :2002). Dengan demikian untuk biosintesis antosianin dalam jumlah banyak, maka dibutuhkan aktivitas pemecahan karbohidrat atau pati melalui lintasan pentosa fosfat yang tinggi. Hal ini dapat mengidikasikan bahwa tanaman yang mengandung antosianin tinggi memiliki aktivitas respirasi melalui lintasan pentosa fosfat yang tinggi pula. Kondisi demikian tidak menguntungkan bagi genotipe yang beradaptasi pada kondisi intensitas cahaya rendah karena karbohidrat Salisbury dan Ross (1995) menyebutkan bahwa lintasan alternatif pada tumbuhan biasa terjadi dan aktivitasnya paling tinggi pada sel-sel yang kaya akan gula ketika yang terbentuk melalui prgses fotosintesis glikolisis dan siklus Krebs Percobaan Lo dan Nicholson (1998) menggunakan sorgum menunjukkan bahwa berlangsung terlalu cepat sehingga lintasan pengangkutan elektron normal tidak dapat menangani semua elektron yang ke sana. Oleh karena itu, penurunan kandungan gula terlarut akan menurunkan pula aktivitas lintasan alternatif ini (Ribas-Carbo et a\.2000). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa suatu genotipe yang mengandung gula terlarut yang rendah dapat mengindikasikan rendahnya respirasi, sebaliknya genotipe dengan kandungan gula terlarut yang tinggi dapat menjadi indikasi tingginya respirasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akan terkuras dalam proses respirasi sehingga akumulasinya dalam bentuk hasil panenan akan menjadi rendah. kultivar DK-l8 yang tidak mengakumulasi antosianin disebabkari oleh kurangnya substrat dan energi untuk biosintesis antosianiri tersebut. Fenomena ini sejalan dengan uraian di atas, bahwa berkurangnya substrat (pra,zat) bagi biosintesis'antosianin akan mengurangi kandungan antosiani dalam jaringrtn. Prazzt untuk biosintesis antosianin adalah eritrosa-4-fosfat yang dihadilkan atau merupakan produk respirasi dari lintas pentosa fosfat, sehingga jaringan yang AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus Juni 2009 ISSN 0854-0128 66 kekurang-an pnzat tersebut merupakan indikasi kuat bahwa laju respirasinya rendah. Selain itu, keberadaan antosianin akan merugikan t4naman yang beradaptasi pada kondisi intensitas cahaya rendah karena antosianin merupakan pigmen non kloroplas yang menyerap cahaya tetapi tidak termanfaatkan dalam proses fotosintesis (Hopkins dan Htiner, 2004). Farzard et al. (2002) juga menjelaskan meyebutkan bahwa antosianin diakumulasi oleh tumbuhan pada vakuola sel, oleh karena itu cahaya yang diserapnya tidak dapat dimanfaatkan dalam proses fotosintesis yang berlangsung dalam kloroplas. Tanaman menghasilkan antosianin ter-utama dalam kaitan dengan penciptaan sistem perlindungan diri terhadap kerusakan oleh radiasi UV dan serangan cenclawah (Harran,2003). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa adanya antosianin dalam kondisi intensitas cahaya rendah akan merugikan tanaman. Sebaliknya, kandungan antosianin yang rendah akan menguntungkan bagi tanaman yang beradaptasi pada kondisi intensitas cahaya rendah karena selain memung-kinkan penimbunan cadangan makanan yang lebih tinggi, juga dapat menghindari pemborosan penyerapan cahaya oleh anto-sianin karena intensitas yang rendah dapat disirnulai dari kandungan antosianin dan giberelin yang rendah. Kandungan Fosfat Kandungan fosl'at pada kedua genotipe yang mendapat perlakuan intensitas cahaya 50% tidak berbeda nyata. Namun demikian, kandungan fosfat pada genotipe Ceneng hanya mencapai 78% kontrol, sedangkan pada genotipe Godek mencapai t04%. Fosfat (P) sangat penting sebagai bagian dalam biosintesis ATP yang dihasilkan dalam proses respirasi. Fosfat yang tinggi memungkinkan biosintesis ATP yang tinggi, sebaliknya fosfat yang rendah akan menghambat biosintesis ATP (Denis et al., 19971' Taiz dan Zeiger, 2002; Hopkins dan Hiiner, 2004). Lebih lanjut dijelaskan bahwa ATP-fosfo-fruktokinase (ATP-PFK) dapat bertindak sebagai enzim pertama glikolisis yang mengkatalisis pembentukan fruktosa1,6-bisfosfat. Heksosa fosfat yang terbentuk dalam reaksi ini tidak dapat digunakan untuk membentuk sukrosa atau pati, sehingga titik ini dapat menjadi titik keseluruhan lintasan pengendalian glikolisis. Aktivitas ATP-PFK dihambat oleh ATP, PEP, dan asam sitrat, tetapi ditingkatkan oleh Pi. ' Dengan demikian dapat dikatakan cahaya yang diserap-nya tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Dengan demikian, dapat bahwa genotipe Ceneng derrgan kandungan di-kemukakan bahwa respirasi melalui berbeda nyata dengan genotipe Godek) akan lintasan pentosa fosfat pada kedelai genotipe Ceneng lebih rendah dibanding genotipe Godek. Dari sudut efisiensi pengguna-an substrat respirasi, genotipe Ceneng lebih efisien dibanding genotipe Codek. Akumulasi antosianin dalam jaringan juga diinduksi oleh fitohormon seperti giberelin (Mealem-Beno et al., 1997). Hal ini cukup menarik karena dalam percobaan ini ternyata genotipe kedelai yang mengandung antosianin rendah (Godek) juga memitiki Bandung-an giberelin yang lebih rendah. Seperti yang akan diuraikan selanjutnya. kandungan giberelin yang rendah dapat dijadikan sebagai indikasi rendahnya laju respirasi. Dengan demikian, laju respirasi fosfat yang lebih rendah (meskipun tidak memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibanding genotipe Godek. Dari sudut kandungan fosfat dan dihubungkan dengan aktivitas respirasi maka dapat dikemukakan bahwa genotipe Ceneng memiliki aktivitas respirasi yang lebih rendah dibanding genotipe Godek. Kandungan Giberalin Fenomena giberalin mirip dengan fenomena. fosfat. Kedua genotipe Ceneng dan Godek memiliki kandungan giberalin yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya. Meskipun demikian, kandungan giberalin pada genotipe Ceneng hanya mencapai 88%o kontrol sedangkan genotipe Godek mencapai AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus Juni 2006, ISSN 0854-0128 67 90% kontrol, yang berarti bahwa kandungan giberalin pada genotipe Ceneng lebih rendah protein dalam daun, yang semuanya menunjukkan penundaan preses penuaan, hal sangat menarik dibanding genotipe Godek. Giberalin erat kaitannya dengan akti- merupakan respirasi, Srivastava (2002) mendelaskan bahwa hirolisis pati oleh enzim a-arnilase dan p-amilase menjadi maltosa dan Lipid dihidrolisis oleh lipase dan gliserol yang dihasilkannya akan diubah dengan ATP menjadi a-gliserolfosfat di sitol kemudian dioksidasi oleh NAD menjadi vitas glukosa diperantarai oleh fitohormon giberallin. Sejalan dengan itu. Siedow dan Day (2000) menyatakan bahwa sukrosa, pati, dan fruktan menjadi sumber utama substrat untuk glikolisis, dan tidak ada enzirn yang mengkatalisis polisakarida tersebut yang dikendalikan secara alosterik substrat atau produk respirasi, tetapi hormon tertentu (khususrrya giberalin) rnenginduksi hidrolisis cadangan makanan ini menjadi heksosa yang digunakan dalam glikolisis. Selain itu, keberadaan giberelin dalam jaringan terkait dengan biosintesis antosianin. Kandungan giberelin yang tinggi bagi fisiologiwan. dihidroksi aseton fosfat yang s'ebagian besar akan diubah menjadi gula oleh glikolisis. Selain lipase, lipid terutama lipid membran dioksidasi pula oleh radikel bebas. Sitokinin mencegah oksidasi asam lemaktak jenuh pada membran dengan cara menghambat aktivitas radikel bebas seperti super-oksida (O2) dan hidrokbida (OH*) atau dengan cara mempercepat penguraian radikel bebas tersebut sehingga tidak dapat mengoksidasi lipid membran (Siedow dan Day, 200Q;'laiz dan Zeiger,2002). Sitokinin juga terkait dengan akan menginduksi akumulasi antosianin yang tinggi. Kandungan giberelin dan antosianin yang tinggi merupakan ind,ikasi tingginya laju respirasi, sebaliknya kandungan giberalin dan antosianin yang rendah menunjLrkkan laju respirasi yang rendah. Penjelasan di atas menunjukkan pemeliharaan atau perlindungan kom-ponen sel lain terutama klorofil dan kloroplas dari kerusakan atau degradasi, juga mengaktivasi kandungan giberalin bahwa suatu genotipe yang memiliki tinggi dapat menjadi indikasi tingginya respirasi, sebaliknya tidak merembes ke sitoplasma. dan genotipe dengan kandungan giberalin rendah akan memiliki laju respirasi yang lebih kloroplas dan mitokondria. rendah. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa genotipe Ceneng dengan kandungan giberalin vang rendah memiliki laju respirasi lebih rendah dibanding genotipe Godek. aktivitas enzim yang bertanggung jawab dalam biositesis klorofil dan kloroplas (Hopkins dan Hiiner, 2004). Dijelaskan bahwa sitokinin mempertahankan keutuhan membran tonoplas sehingga enzim protease Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sitokinin menglrambat respirasi dengan cara menghambat beberapa enzim kunci seperti lipase dan protease serta aktivitas radikel bebas. Dengan demikian, keberadaan Kandungan Sitokinin Keberadaan sitokinin dalam suatu jaringan tanaman ada kaitannya dengan respirasi (Laxmipati, 2005) tetapi belum jelas apakah terkait secara langsung atau tidak langsung. Mungkin hal ini terkait dengan penuaan jaringan, terutama jaringan daun (Hopkins dan Hiiner, 2004). peranan sitokinin dalam pemeliharaan klorofil, akumulasi asam amino, dan penyimpanan meng- hidrolisis protein-larut serta protein membran sitokinin justeru akan mengharnbat respirasi sehingga komponen sel seperti lipid membran dan klorofil dapat bertahan.lebih lama. Degradasi klorofil atau enzim yang bertanggung jawab dalam biositesis klorofil dapat dikaitkan dengan respirasi, dernikian pula, proses penuaan erat kaitannya dengan tingginya tingkat respirasi. sehingga genotipe dengan kandungan sitokinin tinggi akan lebih rendah tingkat degradasi atau respi rasinya. AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus Juni 2006, ISSN 0g14-012g 68 on the activity, oxygen isotope fractination and expression of the Berdasarkan penjelasan di atas" dapat dikemukakan bahwa genotipe Ceneng dengan kandungan sitokinin yang tinggi dibanding genotipe Godek akan memiliki laju degradasi (respirasi) khsusnya degradasi klorofil dan kloroplas yang lebih rendah. alternative oxidase. [email protected]. Collins PD and Hague DR. 1983. Lightof NADP malic stimulated synthesis enzyme in leaves of maize. Journal of Biological Chemestry. .258:40 I 2-40 I g. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan dan uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa toleransi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah ditunjukkan oleh tingkat respirasi yang rendah. Rendahnya tirrgkat respirasi pada genotipe toleran (Ceneng) ditunjukkan meldlui kandungan antosianin, gula terlarut, dan giberalin yang rendah, sedangkan kandungan sitokinin dan patinya lebih tinggi dibanding pada genotipe peka Dennis TD, Huang Y, and Negm FB. 1997. Glycolysis, the pentosa phosphate pathway and anaerobic repiration. /n Denis DT, Layzel DB, Levebvre DD, and Turpin DH. (eds). Plant Metabolism. ^nd ^. 2"". Singapore : Longman Farzard V, Criesbacn R, dan Weiss MR. 2002. Exchanges of flower colors in Viola cirnuta L.: A model system for regulation study of anthosianine products. Plant Science 162:225-23 (Godek). 1. Finnegan PM, Whelan J, Millar AH, Zhang e, Smith MK, Wiskich JT, and Day DA. 1997. Differential expression DAFTAR PUSTAKA photosynthesis and carbohydrate status on respiratory rates and the involvement pathrvay of the Harran alternative plant in leaf respiration. Badan Pusat Statistik (BPS). 1999. Survei di lndonesia Tahun 1999. regulation Indonesia Tahun 2000. Jakarta: BpS. Badan Pusat Statistik (BPS). 2002. Survei Pertanian, Produksi Tanaman Pangan dan Sayurari di Indonesia Tahun 2002. Jakarta: BPS. Berry JA, Larry C, Miquel A, Gonzalez-Meler, Lennon AM, Ribas-Carbo M, Robinson SA, and Siedow JN. 2004. Light effect 2003,Bogor. of phytocrome extractable cytochrome oxidase activity during early germination of Bromus sterilis and Lactuca sativa L. Pertanian, Produksi Tanaman Pangan dan di - l l Oktober Hilton JR and Owen PD. 1985. Badan Pusat Statistik (BPS). 2000. Survei Sayuran Respirasi. Materi pelatihan Depdiknas. I Pertanian, Produksi Tanaman Pangan. dan J.akarta: BPS. S.2003. Fisiologi Tumbuhan bagi Dosen pTN dan PTS se-Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Kerjasama antara Jurusan Biologi FMIPA IPB dan Bagian proyek Peningkatan Kualitas SDM Dirjen Dikti Physiol. 72:598-603. Sayuran the Physiol. ll4:455-466. Azcon-Bieto J, Lambers H, and Day AH. 1983. Effect of of multigene family encoding the soybean mitochondrial alternative oxidase. plant cv. Grand Rapids seeds. New - Phytologist. 100:163-l 71. Hopkins WG. and Hiiner NPA. 2004. lntroduction to Plant Physiology. Third Edition. John Wiley & Sons, Inc. USA. p. 560. Kassinee S., Matsui T., and Okuda N., 2004. Changes in acid invertase activity and sugar distribution during postharvest AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus Juni 2006, ISSN 0g54-0129 69 senescence in vegetable soybean. Asian Joumalof Plant Sciences, 3(4) : a33-a38. Kowallik W. 1982. Blue light effects of respiration. Annual review on Plant Prawitasari ' T. 2001 . Fisiologi Pembungaan Tanaman Lengkeng (Euphoria longana Lam.) Pada Beberapa Ketinggian Tempat. [Disertasi] Bogor: Institut Pertanian Bogor. Phyisiol. 33 51-72. Kruger NJ. 1997. Carbohydrate synthesis and degrdation. /r Denis DT, Layzel DB, Levcbvre DD, and Turpin DH. (eds). Plant Metabolism. 2'd. llibas-Carbo M, Robinson SA, Conzalez-Meller MA, Lennon AM, Giles L, Siedow JN, and Berry JA. 2000. Effecls of light on respiration and oxygen isotope Singapore: fractination in soybean cotyledons. Plant Cell and Environment. 23:983-989. Lautt BS, Chozin MA, Sopandie D, dan Darusman LK. 2000. Perirnbangan Salisbury, F.B. and C.W. Ross, 1995. Fisologi Longman Tumbuhan. Jilid 2. Terjemahon Lukman DR. Bandupg : ITB Press. pati-sukrosa dan aktivitas enzim sukrosa fosfat sintase pada padi gogo yang toleran dan peka terhadap naungan, Siedow J.N. and D.A.'Day, 2000. Respiration and Hayati 7(2):31-34. Photorespiration. pp. 676-725. /n B.B. Buchanan, W. Gruissem, and R.L. Jones (eds). BH. 2005. Bio-efficacy of enzymes, auxins, cytokinins, gibberellins on growth and development of crops. Biochemestry & Molecular Biology of Planrs. Rockville-Maryland : Laxmipathi American Society of Plant physiology http//www.hightechagri.com/auxins.asp. Lo SCC and Nicholson RL. Reduction of lighrinduced anthoayanin accumulation in sorghum mesocotyls. plant physiol. RD. 1981. Light-stimulation translatable mRNA for phosphoenolpyruvate carboxylase in leaves of maize. Journal of Biological Sims TL and Hague increase I l6:979-989. Mealem-Beno D, Tamari G, Letner-Dagan yL, Borochov A, and Weiss D. 1997. Sugardependent gibberellin-induced chalcone Chcnrestry. 256:8252-8256. Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Sulistyono E, dan Heryani N. 2002. Wiley Inc. pengembangan kedelai sebagai tanaman sela: Fisiologi dan pemuliaan untuk toleransi terhadap synthase gene expression in pitunia corollas. Plant Physiol. l13:419-424. Montgomery DC. 200 l. Design and Analysis of Experiments. Ed. ke-5. New york : John of naungan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Dirjen Dikti. Srivastava. L.M. 2002. Plant Growth and Developmant. Academic press : New York. Murty YS and Sahu G. 1987. Impacr of low light stress on growth and yield of rice. Dl dalan Dey SK and Baig MJ, editor. Weather and rice, Proc. lntemational workshop on irnpact of weather parameters on growth and yield of rice. Phillippines- Los Banos : lRRl. Obeland D, Diethelm R, Shibles R, and Stervart C. 1990. Relationship of altenative respiratory capasity and alternative oxidase amount during soybean seedling growth. Plant Cell Physiol. 3l :897-901. Sturnr A., I 999. Invertase, primary struktures, functions,and roles in plant development and sucrose partitioning. plant physiol. l2l : l -8. Suprapto H.S. ,200 l. Bercocok Tanam Kedelai. Cetakan ke-XX. Jakarta: penebar Swadaya. Taiz, L. dan E. Zeiger. 2002. plant physiology. The Benjamin/Cummings publishing Co. Inc, New York. AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus Juni 2006, ISSN 0BS4-012g 70 Tobin EM and Silverstone J. 1985. Light regulation of gene expression in higher plants. Annual Review of plant physiol. 36:569-593. Yoshida S and Parao FT. 1976. Climate influence on yield and yield components of low rice in tropics. Proc. Of Symposium on Climate and Rice. Los Banos philippines : IRRI. AGRIPLUS, Volume 16 Edisi Khusus .funi 2006, ISSN 0g54_0125