Hambali_streptococcosis (905

advertisement
905
Streptococcosis pada ikan nila ... (Hambali Supriyadi)
Streptococcosis PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
BUDIDAYA DI DANAU MANINJAU
Hambali Supriyadi dan Lila Gardenia
Pusat Riset Perikanan Budidaya
Jl. Raya Ragunan No. 20 Pasar Minggu, Jakarta 12540
Email: [email protected]
ABSTRAK
Usaha budidaya ikan di Danau Maninjau telah mencapai tahapan intensifikasi, teknik seperti ini akan
menimbulkan risiko cepatnya timbulnya wabah penyakit ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keragaan penyakit Streptococcosis yang ada diareal budidaya di Danau Maninjau. Survai telah dilakukan
dengan mengambil data primer maupun data dari hasil analisis sampel. Data primer diperoleh dengan cara
wawancara dengan menggunakan kuisioner yang terstruktur, responden yang diambil adalah para
pembudidaya ikan yang merupakan anggota kelompok budidaya. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa
penyakit Streptococcosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus iniae, telah banyak menginfeksi
ikan nila.
KATA KUNCI:
Streptococcosis, Oreochromis niloticus, Danau Maninjau
PENDAHULUAN
Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang selalu dihadapi oleh pembudidaya ikan.
Terlebih lagi apabila sistem budidaya ikan tersebut sudah mencapai tahapan budidaya intensif yang
didukung oleh kualitas lingkungan yang kurang memadai. Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit
dapat berupa kematian ikan, atau paling tidak penyakit tersebut akan menurunkan kualitas ikan,
misalnya cacat akibat infeksi, kelainan tubuh dan warna ikan yang tidak menarik lagi. Hal tersebut
lebih terasa akibatnya pada budidaya ikan hias. Kerugian akibat kematian pada ikan yang terinfeksi
penyakit, beragam jumlahnya dan akan tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Namun
demikian kematian tersebut biasanya akan berkisar antara 30%–90%. Bahkan pada kondisi lingkungan
yang sangat ekstrim buruk dan patogen memiliki patogenitas tinggi maka kematian akan mencapai
100% (Supriyadi & Taufik, 1981; Taufik, 1992; Supriyadi & Komarudin, 2003).
Danau Maninjau yang memiliki sejarah terbentuknya yang unik, merupakan danau vulkanik saat
ini telah banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk budidaya ikan, dengan menggunakan
teknik Keramba Jaring Apung (KJA). Jumlah KJA menurut pendataan terakhir 10 November 2008 sudah
mencapai 9,096 kantong. Aktivitas tersebut jelas telah memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat.
Hasil produksi telah dapat memasok daerah pasar Sumatera Utara dan daerah sekitar Sumatera Barat.
Jumlah rata-rata yang dapat dipasarkan tiap hari bisa mencapai 70 sampai 90 ton.
Aktivitas budidaya ikan yang semakin meningkat, disertai oleh aktivitas lain dari masyarakat di
sekitar daerah tersebut telah membawa konsekuensi terhadap semakin memburuknya kualitas air di
danau tersebut. Keadaan tersebut diperparah oleh terjadinya umbalan/upwelling baru-baru ini telah
menyebabkan terjadinya kematian massal ikan di daerah tersebut. Kematian dimulai sejak tanggal
25 Desember 2008, dan sampai tanggal 9 Januari 2009 telah mencapai angka 16.000 ton dengan
nilai kerugian mencapai Rp 200 milyar (Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumbar). Pada ekosistem
seperti ini biasanya banyak sekali masalah yang harus dihadapi. Masalah penyakit, baik akibat infeksi
bakteri maupun virus mudah sekali berjangkit pada kondisi seperti ini.
Penyakit akibat infeksi bakteri merupakan salah satu masalah serius yang selalu dihadapi oleh
para pembudidaya ikan di KJA (Supriyadi et al., 2005). Salah satu penyakit akibat infeksi bakteri yang
banyak ditemukan di KJA, terutama yang banyak membudidayakan ikan nila (Oreochromis niloticus)
antara lain infeksi Streptococcosis (Supriyadi et al., 2005; Perera et al., 1994; Barnes et al., 2003;
Bowser et al., 1998; Eldar et al., 1995; Miyazaki et al., 1984).
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
906
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas maka dalam menghadapi aktivitas budidaya ikan yang
baru dimulai setelah terjadinya musibah kematian ikan, maka diperlukan data tentang keadaan dan
keragaan penyakit ikan di danau tersebut. Selain itu, sebagian besar pembudidaya di Danau Maninjau
membudidayakan ikan nila sebagai ikan budidaya, maka diperlukan antisipasi apakah penyakit Streptococcosis sudah menginfeksi ikan nila dilokasi tersebut. Data tersebut diharapkan berguna sebagai
data dasar yang dapat digunakan dalam perumusan strategi penanggulangan penyakit ikan baik
secara teknis maupun bagi pembentukan peraturan/PERDA yang terkait dengan pengendalian penyakit
ikan. Selain itu, dari materi-materi (jasad patogen) yang ditemukan dan dikoleksi, selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan dasar bagi kepentingan pembuatan alat diagnosa dan bahan pembuat
vaksin.
BAHAN DAN METODE.
Ikan sampel diperoleh dari beberapa pembudidaya ikan nila yang tergabung dalam beberapa
kelompok pembudidaya di Danau Maninjau. Adapun kelompok yang diambil sampelnya meliputi:
1) Kelompok Sekarwangi, berlokasi di Pincuran 7 Bayua, Tanjung Raya
2) Kelompok Muaro Tanjung, berlokasi di Kenagarian Koto Kacia, Tanjung Raya
3) Kelompok Bersama, lokasi di Bancah Jorong, Tanjung Raya
4) Kelompok Linggae Wisata, lokasi di Nagari Duo Koto, Jorong Tanjung Batung, Tanjung Raya.
Sampel diambil dari masing-masing anggota kelompok pembudidaya terutama ikan yang
menunjukkan gejala klinis infeksi. Pembedahan dilakukan terhadap ikan sampel untuk mengetahui
gejala internal. Ikan nila yang menunjukkan gejala tubuh kehitaman, badan kurus , mata menonjol
berwarna keputih-putihan kemudian diambil isolat bakterinya dari cairan otaknya dan kemudian
ditanam di atas media Brain Heart Infusion Agar (BHIA). Analisis sampel dilaksanakan dengan deteksi
cepat metode PCR menggunakan primer spesifik (LOX 1 dan LOX 2) dilaksanakan di Laboratorium
Riset Kesehatan Ikan Pusat Riset Perikanan Budidaya di Jakarta.
Isolat bakteri kemudian dimurnikan dengan cara mengambil dari koloni terpisah kemudian
ditanamkan kembali di atas media BHIA. Pengamayan kemurnian dilakukan dengan melihat
keseragaman koloni dan juga dilakukan dengan pewarnaan gram. Setelah isolat betul-betul murni
kemudian dilakukan analisis PCR.
Ekstraksi DNA Bakteri
Untuk isolasi DNA, beberapa koloni bakteri diambil dan disimpan dalam mikrotube 1 mL yang
berisi 70% ethanol. Pelet bakteri diperoleh dengan sentrifugasi pada 12.000 xg selama 10 menit.
Pelet diresuspensi kembali dengan 400 μL RNAse free water dan dipanaskan pada suhu 98°C selama
10 menit sambil sesekali diaduk menggunakan mini mixer (vortex). Setelah itu, mikrotube dimasukkan
ke dalam es selama 1–2 menit dan diaduk kembali. DNA bakteri diperoleh dengan sentrifugasi pada
8.000 xg selama 10 menit dan supernatant berisi DNA dipindahkan sebanyak 300 μL ke dalam
mikrotube baru dan disimpan pada suhu -20°C sampai akan digunakan sebagai templat DNA.
Amplifikasi dan Elektroforesis PCR
Amplifikasi PCR untuk primer LOX 1/LOX 2 dilakukan dengan volume reaksi sebanyak 25 μL yang
berisi 12,5 μL mastermix (Fermentas), 8,5 μL RNAse free water, 1 μL masing-masing primer (LOX 1/
LOX 2) dan 2 μL template DNA. Campuran reaksi tersebut dimasukkan ke dalam thermocycler dengan
program suhu yang telah dimodifikasi dari Mata et al ., 2004 sebagai berikut: setelah tahap
predenaturasi pada 94°C selama 1 menit dilakukan 30 kali siklus denaturasi pada 92°C selama 1
menit, annealing pada 55°C selama 1 menit, elongasi pada 72°C selama 90 detik dan diakhiri dengan
final elongasi pada 72°C selama 5 menit.
Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan thermocycler gradient. Hasil PCR dideteksi dengan
mengelektrophoresis masing-masing amplicon sebanyak 10 μL pada 2% gel agarose di dalam buffer
1x Tris-acetate-EDTA. Gel diwarnai dengan 0,5 μg/mL ethidium bromide selama 15 menit dan
didokumentasikan dengan kamera polaroid.
907
Streptococcosis pada ikan nila ... (Hambali Supriyadi)
HASIL DAN BAHASAN
Masalah penyakit yang sering terjadi pada budidaya ikan nila adalah berupa penyakit yang
menunjukkan gejala sebagai berikut: kulit/badan kemerahan, warna tubuh gelap, mata menonjol,
dan berwarna keputihan, serta gerakan seperti ikan mabuk. Frekuensi kejadian biasanya terjadi
sepanjang tahun terutama terjadi pada saat suhu air turun. Selain penyakit dengan gejala tersebut,
penyakit lain yang sering terdapat adalah penyakit akibat infeksi jamur yang terjadi terutama pada
saat pasca angkut. Seminggu setelah ikan nila ditebar biasanya ikan terinfeksi penyakit dengan
gejala berupa seperti serabut kapas pada hampir seluruh badan ikan.
Sampel yang dikoleksi dari kelompok sekarwangi sebanyak 10 ekor ikan nila yang menunjukkan
gejala ikan kurus warna kehitam-hitaman mata menonjol berwarna putih. Atas dasar gejala tersebut,
maka kemudian dilakukan pembedahan terhadap ikan sampel. Dari hasil autopsi diperoleh gejala
hati ikan berwarna pucat dan bertekstur rapuh. Dari data tersebut maka diduga bahwa ikan tersebut
terinfeksi bakteri Streptococcus sp. Hasil analisis terhadap bakteri yang diambil dari ikan sampel
tersebut menunjukkan bakteri berbentuk coccus berantai, gram positif. Kemudian bakteri tersebut di
analisis dengan PCR menggunakan primer spesifik (LOX 1 dan LOX 2) dan ternyata diperoleh bahwa
bakteri tersebut adalah Streptococcus iniae. Hasil analisis dengan menggunakan PCR untuk contoh
isolate dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.
Keterangan: M = marker, 1 = isolate SM2, 2 = positif kontrol, 3 = negatif
kontrol, 4 = SM2 dengan primer Sdi, 5 = positif kontrol S.
agalactiae, 6 = negatif
Gambar1.
Hasil analisis PCR isolate SM2
Keterangan: M = marker, 2 = isolate L1, 3 = isolate MT1,
3 = positif kontrol, 4 = negatif kontrol
Gambar 2.
Hasil analisis PCR dari isolate MT1
Sampel serupa juga diperoleh dari kelompok Bersama dan Kelompok Muaro Tanjung, di Kenagarian
Koto Kacia, Kecamatan Tanjung Raya, yang masing-masing berjumlah 5 (lima) ekor. Hasil analisis
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
908
terhadap sampel yang diperoleh adalah sama yaitu ikan terinfeksi Streptococcus iniae (isolate dengan
kode MT1), sedang isolate dengan kode L1 adalah berasal dari kelompok Linggae wisata. Pada Gambar
1 juga terdapat Streptococcus inIae dengan kode isolate SM2 yang berasal dari kelompok Sekarwangi.
Gejala klinis yang sering diamati pada ikan yang terinfeksi yaitu meliputi: warna ikan menjadi
lebih gelap, mata ikan sedikit menonjol berwarna putih, perut cekung namun kadang-kadang
kembung. Adapun gejala klinis tersebut seperti terlihat pada Gambar 3. Menurut informasi
Gambar 3. Gejala klinis luar ikan yang terinfeksi Streptococcus iniae
searah jarum jam mata menonjol, warna tubuh
kehitaman, perut kembung, dan perut cekung
pembudidaya apabila ikan sudah menunjukkan gejala seperti tersebut maka dalam jangka waktu
kurang lebih 3 hari, ikan tersebut akan mati. Total kematian akibat infeksi penyakit tersebut dari
satu siklus pemeliharaan sekitar 30% dari jumlah populasi. Besarnya Jumlah kematian ikan yang
diakibatkan oleh penyakit tersebut juga akan tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Seperti
yang dikemukakan oleh Perera et al., 1994, bahwa total kematian ikan akibat infeksi penyakit Streptococcosis bisa mencapai 75%. Penyakit tersebut telah lama kedapatan menginfeksi ikan terutama
ikan nila di Indonesia, terutama pada usaha budidaya yang dilakukan secara intensif. Supriyadi et al.,
2005 telah melakukan penelitian tentang jenis-jenis penyakit akibat infeksi bakteri pada usaha
budidaya ikan nila di dua danau/waduk yang berbeda yaitu Waduk Cirata (Jawa Barat) dan Waduk
Gadjah Mungkur (Jawa Tengah). Hasilnya bahwa selain Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. masih
banyak lagi bakteri lain yang dapat diisolasi dari ikan nila, termasuk di antaranya bakteri Streptococcus iniae dan Streptococcus agalactiae.
Namun demikian, bakteri Streptococcus agalactiae belum diketahui keberadaannya di Danau
Maninjau. Keberadaan bakteri disuatu perairan akan berkaitan erat dengan kualitas air. Makin subur
suatu badan air biasanya makin banyak jenis maupun jumlah bakteri. Seperti hasil penelitian Supriyadi
et al., 2005, menunjukkan bahwa jenis-jenis bakteri meningkat pada perairan danau di musim kemarau
di mana kualitas air pada waktu itu jauh menurun. Tingkat keasaman air akan banyak pengaruhnya
terhadap perkembangan pertumbuhan bakteri. Seperti dikemukanan oleh Boyd (1979) dalam Supriyadi
et al. (2005), bahwa pertumbuhan bakteri akan lebih baik pada keadaan pH normal sampai relatif
alkalin (basa).
Adapun keragaan kualitas air sewaktu survai ini dilakukan adalah sebagaimana terlihat pada
Tabel 1.
909
Streptococcosis pada ikan nila ... (Hambali Supriyadi)
Tabel 1. Nilai-nilai N total, P total, dan kandungan pestisida dalam air danau
Lokasi
3
6
22
23
Nilai N total pada
sampling ke- (mg/L)
Nilai P total pada
sampling ke- (mg/L)
Nilai untuk jenis pestisida (mg/L)
DDT pada
sampling ke-
Fenthion pada sampling
ke-
I
II
I
II
I
II
I
II
0,121
0,220
0,180
0,140
0,050
0,060
0,050
0,090
0,560
0,560
0,560
0,520
0,080
0,080
0,040
0,390
0,24
0,029
0,038
0,018
0,20
0,014
0,022
0,015
0,009
0,006
0,007
0,009
0,005
0,004
0,005
0,006
Data kualitas air terutama untuk N total dan P total masih dalam kisaran cukup rendah artinya
perairan tersebut masih memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Keadaan tersebut belum banyak
pengaruhnya terhadap pemacuan perkembangan jasad penyebab penyakit (patogen). Biasanya
penyakit, terutama penyakit akibat infeksi bakteri akan lebih banyak terjadi pada perairan yang
memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Perkembangan bakteri juga akan lebih cepat pada
keadaan lingkungan yang subur.
Streptococcus iniae telah banyak ditemukan pada ikan nila di sentra budidaya di tempat tersebut,
oleh karena itu, sudah saatnya bagi petugas dinas untuk mengambil langkah pengendalian bagi
penyakit tersebut, mengingat pada saat survai dilakukan kasus kematian ikan akibat infeksi penyakit
tersebut kelihatannya mulai meningkat. Alternatif pengendalian yang harus segera dilakukan adalah
antara lain dengan: 1) segera menganjurkan kepada pembudidaya untuk tidak membuang ikan mati
ke dalam danau. Ikan yang mati harus diangkat dan di kubur di darat, 2). Melakukan penjarangan/
mengurangi padat tebar, 3). Segera melaksanakan penggunaan vaksin sebagai usaha pencegahan, 4)
menghindari pemberian pakan sistem pompa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil studi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Streptococcosis akibat infeksi bakteri Streptococcus iniae telah banyak menginfeksi ikan nila
(Oreochromis niloticus) yang dibudidayakan di Danau Maninjau.
2. Tingkat serangan penyakit tersebut sudah cukup mengkhawatirkan, karena sudah terjadi hampir
pada setiap kelompok pembudidaya.
Saran
Langkah pengendalian awal yang harus diperhatikan oleh para pembudidaya ikan terutama
pembudidaya ikan nila yaitu:
1. Tidak membuang ikan yang mati langsung ke danau, tetapi harus dikumpulkan terlebih dahulu
dan kemudian di kubur di darat.
2. Usahakan mendapatkan benih yang baik dengan penampilan warna cerah, dan memiliki bentuk
tubuh yang mulus.
3. Vaksin sudah saatnya digunakan untuk usaha pencegahan penyakit.
UCAPAN TERIMA KASIH.
Survai ini bisa terlaksana karena adanya dukungan dana melalui proyek bantuan sosial dari
Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Ditjen DIKTI. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih dan dengan harapan bahwa hasil riset ini dapat bermanfaat baik bagi
pembudidaya maupun untuk para stakeholder lainnya, sebagai bahan pada usaha pengendalian
penyakit.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
910
DAFTAR ACUAN
Barnes, A.C., Young, F.M., Horne, M.T., & Ellis, A.E. 2003. Streptococcus iniae: serological differences,
presence of capsule and resistance to immune serum killing. Dis. Aquat. Org., 53: 241–247
Bowser, P.P., Wooster., G.A., Getchell, R.G., & Timmon, M.B. 1998. Streptococcus inIae infection of
Tilapia, Oreochromis niloticus in recirculation production facility. J. of the World Aquaculture, 29(3):
335–339.
Eldar, A., Frelier, P.F., Assenta, L., Varner, P.W., Lawhon, S., & Bercovier, H. 1995. Streptococcus shiloi, the
name for an agent causing septicemic infection in Fish, is a junior synonym of Streptococcus iniae.
International Journal of Systematic Bacteriology, 45: 840–842.
Mata, A.I., Gibello, A., Casamayor, A., Blanco, M.M., Domínguez, L. & Fernández-Garayzábal, J.F. 2004.
Multiplex PCR assay for detection of bacterial pathogens associated with warm-water streptococcosis in fish. Applied and Environmental Microbiology, 70: 3183–3187.
Perera, R.P., Johnson., S.K., Collins, M.D., & Lewis, D.H. 1994. Streptococcus iniae Associated wit Mortality of Tilapia nilotica x T. Aurea Hybrids. J. Aquatic Animal Health, 6: 335–340.
Supriyadi, H. & Taufik, P. 1981. Identifikasi dan cara penanggulangan penyakit bakterial pada ikan
lele (Clarias batrachus). Bull. Perik., I(3): 447–454.
Supriyadi, H. & Komarudin, O. 2003. Kerusakan Jaringan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang terinfeksi
Penyakit Streptococciasis. J. Pen. Perik. Indonesia, 9(2):35–38.
Supriyadi, H., Widiyati., A., Sunarto., A., & Prihadi, T.H. 2005. Keragaan Penyakit Bakterial Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) pada Keramba Jaring Apung (KJA) di LOkasi Berbeda. J. Pen. Perik. Indonesia,
11(7): 35–41.
Taufik, P. 1992. Penyakit pada ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac) dan penanggulangannya. Makalah
pada pertemuan Aplikasi Teknologi Budidaya Ikan Gurame, 24–26 Agustus 1992 di Yogyakarta, 6
hlm.
Download