BAB V PENUTUP Sebuah enelitian diadakan dengan

advertisement
BAB V
PENUTUP
Sebuah enelitian diadakan dengan tujuan untuk dapat menjawab
pertanyaan secara akademis dengan menggunakan konsep-konsep yang terdapat
di dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Oleh sebab itu, tulisan ini berusaha untuk
menjawab pertanyaan mengenai kemajuan industri otomobil Korea Selatan.
Mengapa industri otomobil dari negara berkembang ini, berhasil melakukan
transformasi dari yang tadinya merupakan industri kecil dibawah kontrol
pemerintah, menjadi salah satu pelaku industri otomobil terbesar di dunia?
Argumentasi yang diajukan di bagian awal penelitian untuk menjawab
pertanyaan tersebut berpandangan bahwa, kemajuan industri otomobil Korea
Selatan disebabkan oleh peran pemerintah melalui penerapan intervensi berbentuk
kebijakan selektif dan peran Jepang dalam menyediakan berbagai input yang
dibutuhkan oleh Korea Selatan untuk membangun dan meningkatkan daya saing
serta kapabilitas industri domestik.
Di dalam bagian pembahasan dikemukakan bahwa pemerintah Korea
Selatan sangat aktif dalam proses pembangunan industri otomobil di negaranya.
Pemerintah berusaha menyediakan semua yang dibutuhkan oleh pelaku industri
otomobil dalam negeri untuk dapat mencapai kemajuan. Bahkan inisiasi
pembangunan industri inipun berasal dari pemerintah yang menerapkan kebijakan
the Automotive Industry Promotion Law untuk melakukan promosi industri.
Melalui kebijakan promosi industri otomobil tersebut, pemerintah
memberikan berbagai insentif untuk menarik minat pelaku industri dalam negeri.
95
Kebijakan ini sangat krusial, karena tanpa adanya kebijakan promosi ini, industri
otomobil Korea Selatan tidak akan sebesar sekarang atau bahkan tidak ada. Pada
saat itu, pasar tidak akan memberikan sinyal positif kepada pelaku industri di
Korea Selatan untuk menjadi pemain di sektor otomobil. Pasar akan memberikan
sinyal bahwa menjadi pemain di industri otomobil akan merugikan dan tidak
memiliki prospek keuntungan karena Korea Selatan tidak memiliki competitive
advantage untuk dapat bersaing di pasar internasional.
Satu-satunya daya saing yang dimiliki oleh Korea Selatan pada saat itu
adalah tenaga kerja murah. Sehingga, kalaupun pasar memberikan sinyal positif
bagi pelaku industri untuk menjadi pemain di sektor otomobil, terbatas hanya
menjadi perakit kendaraan dari pelaku industri otomobil negara maju saja.
Sehingga, Korea Selatan pada akhirnya hanya akan menjadi tempat industri padat
karya bagi negara maju dalam kerjasama internasional. Hal ini seperti yang
digambarkan oleh Mohtar Mas’oed bahwa kerjasama ekonomi antara negara maju
dan negara berkembang di dalam struktur internasional hanya akan menghasilkan
backward integration (Mas'oed, 2003). Negara maju di dalam kawasan seperti
Jepang hanya akan menjadikan Korea Selatan sebagai subordinasi industri.
Seperti yang dijelaskan di dalam pembahasan tulisan ini, industri otomobil
Korea Selatan memang dimulai dengan mengandalkan kerjasama dan menjadi
subordinasi industri otomobil negara maju. Pelaku industri otomobil Korea
Selatan, menjadi perakit kendaraan yang diproduksi pelaku industri otomobil asal
Jepang. Namun dengan peran aktif pemerintah melalui intervensi selektif, pelaku
industri otomobil Korea Selatan mampu melepaskan diri dari subordinasi tersebut.
96
Melalui berbagai kebijakan yang secara spesifik ditujukan untuk
membangun industri otomobil domestik seperti promosi yang disebutkan di awal,
pemberian insentif, restrukturisasi dan reorientasi industri, serta pengembangan
R&D, pemerintah Korea Selatan seperti menyediakan “tangga” bagi para pelaku
industri lokal untuk dapat terus naik ke tahapan yang lebih tinggi dan melakukan
upgrading dalam industri. Hal ini kemudian berkontribusi dalam membangun dan
meningkatkan daya saing serta kapabilitas industri yang menjadi faktor utama
keberhasilan atau kemajuan industri otomobil Korea Selatan.
Dari apa yang ditemukan di dalam penelitian ini, pemerintah Korea
Selatan sangat ketat dalam membatasi investasi masuk dalam bentuk FDI dari luar
negeri untuk membangun brand sendiri. Hal ini terbukti efektif, dimana industri
otomobil Korea Selatan sekarang memiliki Hyundai dan Kia yang menjadi brand
kebanggaan industri otomobil Korea Selatan yang dapat diandalkan secara global.
Untuk mendapatkan pengetahuan dan teknologi dari luar, pemerintah Korea
Selatan menyediakannya dengan pemberian lisensi kerjasama dan reverse
enginering. Untuk mengoptimalkan penyerapan teknologi yang terbatas dari
kerjasama teknik dan reverse enginering, pemerintah memperkuat pengembangan
R&D. Berbagai insentif dan kemudahan diberikan oleh pemerintah dalam
pengembangan R&D industri otomobil. Bahkan pemerintah melakukan berbagai
bentuk investasi R&D dalam jumlah besar. Upaya serius pemerintah juga dapat
dilihat dari konsolidasi R&D yang dilakukan untuk mengembangkan green car.
Peran Jepang dalam kemajuan industri otomobil Korea Selatan juga tidak
dapat diabaikan. Pelaku industri otomobil dari Jepang berperan dalam membantu
97
pelaku industri otomobil Korea Selatan membangun kapabilitas domestik.
Mitsubishi misalnya, melakukan kerjasama dalam waktu yang cukup panjang
dengan Hyundai untuk memberikan asistensi dalam pembangunan berbagai varian
kendaraan sebelum akhirnya Hyundai dapat memproduksi kendaraan dengan
sepenuhnya mengandalkan in house R&D. Jepang juga menyediakan input yang
dibutuhkan oleh pelaku industri otomobil Korea Selatan berupa barang modal
atau komponen produksi. Meskipun telah memiliki basis produksi yang cukup
kuat, dalam beberapa proses pelaku industri otomobil Korea Selatan masih
menggunakan input dari Jepang.
Pada akhirnya penelitian ini berkesimpulan bahwa, kemajuan industri
otomobil Korea Selatan tidak lepas dari peran pemerintah yang melakukan
intervensi dengan menerapkan berbagai kebijakan yang berkaitan langsung
dengan pengembangan industri otomobil, sehingga mampu mendapatkan bagian
yang lebih “besar” dalam integrasi ekonomi internasional, terutama melalui
hubungan kerjasama dengan Jepang, dan berhasil memanfaatkan sumber
pengetahuan serta teknologi yang didapat untuk melakukan upgrading.
Kesimpulan tersebut, memperkuat argumen utama di awal penelitian yang
didasarkan atas pemikiran Gerschenkron yang melihat bahwa sebagai latecomer,
negara berkembang (Korea Selatan) membutuhkan peran pemerintah untuk dapat
bersaing dalam proses industrialisasi, dan pemikiran Lall yang berpandangan
bahwa intervensi pemerintah dalam membangun dan meningkatkan daya saing
serta kapabilitas industri harus bersifat selektif atau spesifik, yaitu fokus pada
kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
98
Download