kemampuan isolat bakteri asal rumen kerbau

advertisement
KEMAMPUAN ISOLAT BAKTERI ASAL RUMEN KERBAU
DALAM MENCERNA KOMPONEN PAKAN SERAT
SKRIPSI
IBER GAYATRI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
KEMAMPUAN ISOLAT BAKTERI ASAL RUMEN KERBAU
DALAM MENCERNA KOMPONEN PAKAN SERAT
IBER GAYATRI
D24052330
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi
: Kemampuan Isolat Bakteri Asal Rumen Kerbau dalam
Mencerna Komponen Pakan Serat
Nama
: Iber Gayatri
NIM
: D24052330
Menyetujui :
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, MAgr.Sc.
NIP. 19590902 198303 1 003
Dr. Ir. Dwierra Evvyernie, MS.,MSc.
NIP. 19610602 198603 2 001
Mengetahui :
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr
NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian : 9 Maret 2010
Tanggal Lulus :
RINGKASAN
Iber Gayatri. D24052330. 2010. Kemampuan Isolat Bakteri Asal Rumen Kerbau
dalam Mencerna Komponen Pakan Serat. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
: Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc.
Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Dwierra Evvyernie, MS.,MSc.
.
Pakan sumber serat merupakan salah satu komponen pakan utama ternak
ruminansia. Pakan serat umumnya diberikan sejak ruminansia berumur sangat muda
dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan mikroba dan perkembangan rumen
yang sangat diperlukan dalam mendukung kelangsungan hidup dan produktifitas
ternak tersebut. Permasalahan yang sering timbul dalam penggunaan pakan sumber
serat pada ternak ruminansia yang berumur sangat muda adalah diare, perut buncit
dan pertumbuhan yang sangat lamban. Percepatan adaptasi ternak ruminansia muda
terhadap pakan serat perlu dilakukan melalui inokulasi mikroba rumen. Upaya
tersebut dapat memperpendek masa sapih sehingga dapat menghemat pemberian
susu induk, pada sapi pedaging dan domba dapat memperpendek calving interval,
dan mengurangi terjadinya gangguan pencernaan pada anak yang masih sangat
muda. Salah satu alternatif yang kemungkinan dapat dilakukan adalah inokulasi
mikroba rumen dengan inokulan unggulan. Penelitian ini bertujuan menguji
kemampuan isolat bakteri rumen kerbau yang dapat mencerna pakan.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap berpola faktorial
17x3, 17 isolat dan tiga sumber serat dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah 17
isolat rumen kerbau (A, B, C), dan faktor kedua adalah tiga pakan serat (rumput
gajah, rumput lapang, dan jerami jagung), dengan waktu pengambilan cairan rumen
sebagai ulangan. Sejumlah 17 bakteri diisolasi dari cairan rumen kerbau (AG1, AG3,
AG5, AG6, AL1, AL2, AL4, AL5, dan AL7 dari kerbau A; BG2, BJ2, BJ3, BJ4,
dan BJ6 dari kerbau B; CL1, CL2, dan CJ2 dari kerbau C). Peubah yang diamati
adalah aktivitas enzim CMCase (Unit/ml), dan populasi bakteri (CFU/ml). Data
dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA), dan jika terdapat perbedaan yang
nyata dianalisis dengan uji kontras orthogonal.
Aktivitas enzim CMCase isolat bakteri berbeda antar pakan serat (P<0,05).
Isolat yang tumbuh pada media rumput gajah menunjukkan aktivitas enzim yang
lebih tinggi dibandingkan dengan yang tumbuh di media rumput lapang dan jerami
jagung. Perbedaan nilai aktivitas CMCase menggambarkan perbedaan kemampuan
optimal isolat dalam mendegradasi komponen substrat. Populasi bakteri
menunjukkan perbedaan (P<0,01) kemampuan isolat bakteri dalam memanfaatkan
media sumber serat. Populasi bakteri yang lebih tinggi terdapat pada isolat AG5. Hal
ini menunjukkan bahwa isolat bakteri memiliki kondisi yang sesuai yang menunjang
efektifitas penggunaan nutrien dan mendukung pertumbuhannya yang optimum.
Dengan demikian bahwa bakteri rumen kerbau yang terisolasi memiliki kemampuan
dalam mencerna pakan serat.
Kata-kata kunci: kerbau, bakteri rumen, pakan serat, enzim.
ABSTRACT
The Ability of Bacteria Isolates from Buffalo Rumen in Digesting Fibrous Feeds
I. Gayatri., T. Toharmat and D. Evvyernie
Rumen bacteria allow the ruminants to utilize the fibrous components of their
diet. Bacterial inoculation into the rumen of young calves could be the effective
method to stimulate the development of microbial rumen and rumen growth. Fibrous
degrading bacteria inoculated into the rumen of young calves may allow the dairy
farmers operate the early weaning of calves. However, these types of bacteria are not
available for the farmers.
The experiment was carried out to study the ability of the isolates of buffalo
rumen bacteria to digest fibrous feeds. This experiment used a factorial completely
randomized design (17x3) and three replications. The variables measured were total
bacteria, and enzyme activity (Unit/ml). The first factor was 17 isolates of buffalo
rumen bacteria (AG1, AG3, AG5, AG6, AL1, AL2, AL4, AL5 and AL7 were from
buffalo A; BG2, BJ2, BJ3, BJ4, and BJ6 were from buffalo B; CL1, CL2, and CJ2
were from buffalo C). The second factor was fibrous feeds (Napier grass, field grass,
and maize straw). The rumen liquor was used as replications. The variables measured
were total bacteria (CFU/ml) and enzyme activity (unit/ml). The data were analyzed
by using analysis of variance and the differences among treatments were determined
by contrast orthogonal test. The result showed that the type of fibrous feeds affected
enzyme activity (P<0,05) and total bacteria (P<0,01). Isolates grown in Napier grass
containing media had higher enzyme activity than that in field grass and maize straw.
Isolate AG5 had higher total bacteria than the other isolates. There was significant
interaction effect between the factors on total bacteria. It is concluded that the
isolates of buffalo rumen bacteria had the ability in digesting fibrous feeds.
Keywords:
buffalo, rumen, bacteria, fibrous feeds, enzyme.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1987 dari pasangan Bapak
Muhammad Yasin dan Ibu Halimah. Penulis merupakan anak keempat dari empat
bersaudara.
Pendidikan dasar dimulai dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 06 Pagi Paseban
Jakarta yang diselesaikan pada tahun 1999, kemudian dilanjutkan di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 9, Johar Baru, Jakarta yang diselesaikan pada tahun 2002. Pada
tahun 2005 penulis lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Jakarta. Pada
tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB)
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB) dan terdaftar pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis pernah
menjadi anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) pada Tingkat Persiapan Bersama
Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat, karunia dan ridho-Nya, penelitian dan penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana peternakan.
Skripsi ini berjudul ”Kemampuan Isolat Bakteri Asal Rumen Kerbau
dalam Mencerna Komponen Pakan Serat”. Penelitian dilakukan di laboratorium
Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi
Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Tenologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, selama 90 hari yang dimulai dari bulan Januari sampai April 2009.
Persiapan dimulai dari penulisan proposal, dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian
dan penulisan hasil.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat mikroba rumen
kerbau yang dapat mencerna pakan serat. Ruminansia muda umumnya diperkenalkan
dengan pakan sumber serat lebih awal dari yang seharusnya. Hal ini menyebabkan
berbagai permasalahan termasuk diare, perut buncit, pertumbuhan lamban. Inokulasi
isolat mikroba rumen yang mempunyai keunggulan dalam perkembangan dalam
rumen dan kemampuan mencerna serat diperkirakan dapat mempercepat adaptasi
rumen terhadap pakan sumber serat dan menekan efek negatif pemberian pakan serat
pada ruminansia muda, sehingga dengan penelitian ini diharapkan dapat mengatasi
permasalahan tersebut.
Terakhir kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Bogor, Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................
ii
ABSTRACT ...................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan...................................................................................................
1
1
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
2
Kerbau ...................................................................................................
Nutrisi Kerbau ......................................................................................
Pengaruh Lingkungan terhadap Produktivitas Kerbau ..........................
Serat Kasar ............................................................................................
Selulosa ......................................................................................
Hemiselulosa ...............................................................................
Lignin ..........................................................................................
Pakan Sumber Serat ..............................................................................
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) ....................................
Rumput Lapang ..........................................................................
Jerami Jagung (Maize straw) ......................................................
Degradasi Selulosa oleh Enzim Selulase Mikroorganisme ...................
Sistem Pencernaan Ruminansia ............................................................
Cairan Rumen ........................................................................................
Mikroba Rumen ....................................................................................
Konsepsi Biakan Murni .........................................................................
Pembiakan dan Isolasi Bakteri ...............................................................
Kultivasi Bakteri ...................................................................................
Pola Pertumbuhan Bakteri .....................................................................
2
2
3
4
5
6
6
7
7
8
8
9
9
9
10
12
12
13
14
METODE ...........................................................................................................
15
Lokasi dan Waktu .................................................................................
Materi ....................................................................................................
Rancangan ..............................................................................................
Perlakuan ...................................................................................
Peubah yang diamati .................................................................
15
15
15
15
15
Rancangan Percobaan ...............................................................
Prosedur .................................................................................................
Pesiapan Media ......................................................................................
Persiapan Sampel ...................................................................................
Metode Tahap I ......................................................................................
Inkubasi dalam Sumber Serat ....................................................
Pengenceran ..............................................................................
Isolasi (Pemurnian) Bakteri .......................................................
Uji Kemampuan Kultur Tunggal ...............................................
Metode Tahap II .....................................................................................
Uji Aktivitas Enzim CMCase ......................................................
Pengukuran Populasi Bakteri .....................................................
16
16
16
17
18
18
19
19
20
20
20
21
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
22
Pertumbuhan Bakteri ..............................................................................
Aktivitas Enzim yang dihasilkan Isolat Bakteri ....................................
Populasi Bakteri ......................................................................................
22
24
26
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
28
Kesimpulan ............................................................................................
Saran .......................................................................................................
28
28
UCAPAN TERIMA KASIH ..............................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
30
LAMPIRAN .........................................................................................................
33
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jumlah Bakteri Rumen (x108/ml) pada Sapi dan Kerbau yang
diberi Pakan Berserat Tinggi ...........................................................
11
2. Pertumbuhan dari Isolat Bakteri yang Diukur Berdasarkan Nilai
Kekeruhan Medianya.........................................................................
22
3. Aktivitas Enzim CMCase dari Isolat Bakteri pada Berbagai Substrat
Serat.....................................................................................................
24
4. Rataan Populasi (x 108 CFU/ml) Isolat Bakteri Asal Rumen Kerbau
yang Ditumbuhkan dalam Media Sumber Serat yang Berbeda .........
26
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kerbau di Indonesia...........................................................................
2
2. Bagan Penggolongan Bahan Makanan Berdasarkan Analisis Van
Soest (Van Soest, 1982)......................................................................
4
3. Kerbau A sebagai Donor ...................................................................
17
4. Kerbau B sebagai Donor ...................................................................
17
5. Proses Pengambilan Cairan Rumen ..................................................
17
6. Proses Pembuatan Media ..................................................................
18
7. Sterilisasi ................................................................... ........................
18
8. Pengaliran Gas CO2 ..........................................................................
18
9. Diagram Pengenceran .......................................................................
19
10. Isolat Kultur Tunggal ........................................................................
20
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Komposisi Bahan Pembuat Media Biakan Anaeob...........................
34
2. Komposisi Media Pengencer..............................................................
34
3. Komposisi Larutan DNS....................................................................
34
4. Analisis Sidik Ragam Aktivitas Enzim .............................................
35
5. Analisis Sidik Ragam Populasi Bakteri ................................................ 36
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pakan sumber serat merupakan salah satu komponen pakan utama ternak
ruminansia. Pakan serat umumnya diberikan sejak ruminansia berumur sangat muda
dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan mikroba dan perkembangan rumen
yang sangat diperlukan dalam mendukung kelangsungan hidup dan produktifitas
ternak tersebut. Produktivitas ternak ruminansia bergantung pada ketersediaan dan
nilai kecernaan dari hijauan. Permasalahan yang sering timbul dalam penggunaan
pakan sumber serat pada ternak ruminansia yang berumur sangat muda adalah diare,
perut buncit dan pertumbuhan yang sangat lamban. Percepatan adaptasi ternak
ruminansia muda terhadap pakan serat perlu dilakukan melalui inokulasi mikroba
rumen. Sementara ini inokulasi mikroba rumen lebih banyak terjadi secara alami.
Pada anak sapi diperlukan waktu sekitar empat bulan untuk mencapai perkembangan
rumen yang sempurna.
Degradasi serat pakan terutama dipengaruhi oleh aktivitas dan ekosistem
mikroba rumen (Hungate, 1966). Percepatan kemampuan adaptasi ruminansia
terhadap pakan sumber serat sangat diperlukan. Upaya tersebut dapat memperpendek
masa sapih sehingga pada pedet sapi perah dapat menghemat pemberian susu, pada
sapi pedaging dan domba dapat memperpendek calving interval, dan mengurangi
terjadinya gangguan pencernaan pada anak yang masih sangat muda. Salah satu
alternatif yang kemungkinan dapat dilakukan adalah inokulasi mikroba rumen
dengan inokulan unggulan. Inokulan yang unggul diperkirakan dapat diperoleh dari
rumen ruminansia dewasa.
Tujuan
Menguji kemampuan isolat bakteri rumen kerbau yang dapat mencerna pakan
serat yang berbeda.
TINJAUAN PUSTAKA
Kerbau
Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang
memiliki keunggulan tersendiri untuk dikembangkan karena dapat bertahan hidup
dengan pakan berkualitas rendah, toleran terhadap parasit setempat serta
keberadaannya telah menyatu sedemikian rupa dengan kehidupan sosial dan budaya
petani Indonesia. Produktivitas kerbau yang berasal dari pemeliharaan tradisional
oleh masyarakat petani memiliki kegunaan sebagai tenaga kerja, sumber daging dan
pupuk organik, kulit dan perlengkapan sosial budaya. Dengan demikian kerbau lokal
merupakan sumber plasma nutfah yang dapat dimanfaatkan dalam rangka
meningkatkan ketersediaan pangan, memperbaiki kesejahteraan masyarakat,
menciptakan lapangan pekerjaan, dan menghasilkan devisa Negara. Ternak yang
secara genetik beradaptasi terhadap kondisi lingkungan spesifik, akan lebih produktif
karena dapat dikembangkan dengan menggunakan biaya rendah, mendukung
keanekaragaman pangan, pertanian dan budaya, serta efektif dalam mencapai tujuan
keamanan pangan (FAO, 2000).
Gambar 1. Kerbau di Indonesia
Nutrisi Kerbau
Kerbau tumbuh lebih baik daripada sapi pada pakan yang berkadar serat kasar
tinggi, sehingga kerbau lebih efisisen daripada sapi dalam mencerna dan
mempergunakan serat kasar dan selulose. Performans yang baik dari kerbau dalam
memakan pakan hijauan yang lebih buruk kualitasnya tidak berhubungan dengan
kemampuan yang lebih baik dari jenis ternak tersebut dalam mencerna serat kasar
dan selulose tetapi lebih disebabkan kerbau kurang bersifat memilih hijauan sehingga
kerbau mengkonsumsi hijauan berkualitas lebih buruk dalam jumlah yang lebih besar
yang tidak dimakan oleh sapi (Williamson dan Payne, 1993). Salah satu
kemungkinannya adalah dalam rumen kerbau terdapat bakteri tertentu pencerna serat
kasar yang efisien yang tidak ditemukan pada sapi, sehingga daya cerna pakan pada
kerbau lebih baik dibandingkan dengan sapi (Wanapat, 1990). Rajhan dan Pathak
(1979) menyatakan bahwa kerbau memiliki kemampuan istimewa untuk tumbuh dan
berkembang pada kondisi lingkungan yang jelek serta cukup efisien dalam
mengubah pakan berkualitas rendah menjadi daging. Kebutuhan nutrisi ditentukan
oleh bobot badan, umur, tingkat pertumbuhan, jenis kelamin dan produksi.
Kebutuhan energi untuk hidup pokok kerbau per bobot badan metabolis
adalah 122 kilo kalori (energi metabolis). Kebutuhan hijauan segar kurang lebih 12%
dari bobot badan atau 1,8-2,1% dari bahan kering. Mutu protein ransum pada
ruminansia adalah kurang penting, kecuali pada periode pertumbuhan. Kebutuhan
protein dapat dicerna untuk hidup pokok per kg bobot badan metabolis pada kerbau
adalah 2,849 g (Rajhan dan Pathak, 1979).
Pengaruh Lingkungan terhadap Produktivitas Kerbau
Keman (1986) menyatakan bahwa produktivitas ternak secara umum
ditentukan oleh kemampuan genetik dan lingkungan. Salah satu dari sekian banyak
faktor lingkungan adalah ketinggian tempat yang biasanya berhubungan erat dengan
unsur iklim dan salah satu unsur iklim yang dimaksud adalah curah hujan, suhu dan
kelembaban udara lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi keadaan vegetasi dari
daerah tersebut sehingga ketersediaan pakan untuk ternak kerbau sangat ditentukan
oleh habitat dimana ternak dipelihara.
Kerbau merupakan ternak yang mampu hidup pada berbagai kondisi
lingkungan dari lingkungan panas dan lembab di khatulistiwa sampai lingkungan
panas serta kering di Asia dan Afrika. Variasi kondisi menyebabkan terjadinya
variasi fenotipe dan genotipe (Fahimuddin, 1975). Suhu lingkungan yang cocok
untuk habitat kerbau adalah suhu dengan rataan 24-270C dan suhu minimum 20250C, dengan kelembaban relatifnya 80-85% (Soedarsono, 1989).
3
Serat Kasar
Serat kasar adalah bagian dari karbohidrat yang telah dipisahkan dengan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terutama terdiri dari pati, dengan cara
analisis kimia sederhana (Tillman et al., 1989). Serat kasar terdiri atas selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Fraksi serat kasar dapat diukur berdasarkan kelarutannya
dalam larutan-larutan detergen, yaitu menggunakan analisis Van Soest (Tillman et
al., 1989). Menurut Sutardi (1980), analisis Van Soest merupakan sistem analisis
bahan makanan yang lebih relevan manfaatnya bagi ternak, khususnya sistem
evaluasi nilai gizi hijauan.
Berdasarkan analisis ini, bahan makanan (BM) dapat digolongkan seperti yang
tertera pada Gambar 2.
Air
BM
NDS (isi sel)
BK
ADS (hemiselulosa, N dinding sel)
NDF
ADF (lignoselulosa)
ADL
Selulosa
(Acid Detergen Lignin)
Lignin
Silika
Gambar 2. Bagan Penggolongan Bahan Makanan Berdasarkan Analisis Van Soest
(Van Soest, 1982)
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman et al.,
1989). Menurut Sofyan et al. (2000), berdasarkan analisis Van Soest, bahan berserat
dapat digolongkan menjadi bahan bermanfaat yaitu komponen isi sel seperti gula,
pati, pektin, non protein nitrogen (NPN), protein, lemak, mineral dan vitamin, dan
bahan yang agak sulit dimanfaatkan yang berupa dinding sel. Sedangkan menurut
Sutardi (1980), dinding sel dapat dibagi menjadi fraksi yang larut dan tidak larut.
Fraksi yang larut sebagian besar terdiri atas hemiselulosa dan sedikit protein dinding
sel. Fraksi yang tidak larut adalah lignoselulosa yang lazim disebut Acid Detergent
Fiber (ADF), dan dari ADF dapat diperoleh selulosa dan lignin.
4
Kandungan serat kasar yang tinggi dalam suatu ransum umumnya kurang
menunjang produksi ternak karena konsumsi ransum yang rendah. Kandungan serat
kasar yang tinggi akan menghambat gerak laju digesta di dalam alat pencernaan
(Winugroho et al., 1983). Namun serat kasar tidak selalu sulit dicerna. Sebagian
selulosa (rumput, leguminosa, jerami oat) juga terdapat dalam fraksi BETN. Bahkan
sebagian besar lignin terdapat dalam BETN, padahal lignin tidak dapat dicerna
(Sutardi, 1980).
Selulosa
Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai
material struktur dinding sel semua tanaman (Tillman et al., 1989). Selulosa
mempunyai bobot molekul tinggi dan terdapat dalam jaringan tanaman pada dinding
sel sebagai mikrofibril (Suparjo et al., 2008a). Kandungan selulosa pada dinding sel
tanaman tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Suparjo et al., 2008b).
Selulosa dicerna dalam tubuh ternak dalam saluran pencernaan oleh selulase hasil
jasad renik dan menghasilkan selubiosa, yang kemudian dihidrolisis lebih lanjut
untuk menghasilkan glukosa. Hasil pencernaan oleh jasad renik terhadap selulosa
adalah asam-asam lemak terbang (VFA) yang terdiri dari campuran asam asetat,
asam propionat dan asam butirat, dan sebagai hasil sampingan adalah gas metan dan
CO2 (Tillman et al., 1989). Bagi hewan ruminansia, selulosa merupakan sumber
energi bagi mikroorganisme dalam rumen dan sebagai bahan pengisi rumen,
sedangkan bagi hewan-hewan monogastrik selulosa adalah komponen yang tidak
dapat dicerna. Meskipun bagi hewan non-ruminansia selulosa tidak memiliki peran
spesifik, namun keberadaannya penting dalam meningkatkan penurunan daya cerna
bahan organiknya sekitar 0,7-1,0 unit pada ruminansia (Tillman et al., 1989).
Selulosa merupakan polimer rantai lurus glukosa yang tersusun atas unit-unit
anhydro-1,4-glucose yang dihubungkan oleh ikatan 1,4-D-glycosidic. Enzim selulase
mendegradasi selulosa dengan memecah ikatan ini. Proses degradasi selulosa pada
prinsipnya melibatkan 3 jenis enzim yang bekerja secara sinergis, yaitu endo- dan
exo-1,4-β-glucanase serta β-glucosidase. (i) Endoglukanase, 1,4-β-D-glucan
glucanohydrolase, CMC-ase, secara acak menghidrolisis bagian dalam 1,4-Dglycosidic dari glukosa. Hasil dari reaksi ini adalah memendeknya polimer glukosa
secara cepat yang diikuti dengan meningkatnya gula reduksi secara perlahan-lahan;
5
(ii) Eksoglukanase, 1,4-β-D-glucan cellobiohydrolase, Avicelase, menghidrolisis
rantai ujung selulosa yang tidak tereduksi dengan selobiosa sebagai struktur primer;
(iii) β-glucosidase, cellobiase, menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa (Robson
dan Chambliss, 1989). Pada umumnya, semua aktivitas enzim khususnya
endoglukanase dipengaruhi oleh pH (Pometto III dan Crawford, 1986).
Penyimpangan-penyimpangan dari nilai pH optimum pada suatu aktivitas enzim
yang dihasilkan oleh mikroba akan menurunkan aktivitas enzim tersebut (Pelczar dan
Chan, 1986).
Hemiselulosa
Hemiselulosa didefinisikan sebagai polisakarida pada dinding sel tanaman
yang larut dalam alkali serta menyatu dengan selulosa. Komponen utama struktur
hemiselulosa adalah unit D-glukosa, D-galaktosa, D-manosa, D-xylosa dan Larabinosa yang terbentuk secara bersama dalam kombinasi yang berbeda dan ikatan
glikosidik yang bermacam-macam (McDonald et al., 2002).
Hemiselulosa terdapat bersama-sama dengan selulosa dalam struktur daun
kayu dari semua bagian tanaman dan juga dalam biji tanaman tertentu. Hemiselulosa
yang terhidrolisis akan menghasilkan heksosa, pentosa dan asam uronat.
Hemiselulosa dihidrolisa oleh jasad renik dalam saluran pencernaan dengan enzim
hemiselulose, hasil akhir fermentasinya adalah VFA (Tillman et al., 1989).
Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15-30% dari berat kering bahan
lignoselulosa. Hemiselulosa
mengikat
lembaran
serat
selulosa
membentuk
mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan
selang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang
kuat (Suparjo et al., 2008b).
Lignin
Lignin merupakan lapisan protektif pada struktur selulosa-hemiselulosa dan
jaringan tanaman selama pertumbuhan. Lignin ini menjadi penghalang hidrolisis
selulosa, karena lignin berperan sebagai pelindung selulosa terhadap serangan enzim
pemecah selulosa (Enari, 1983). Lignin merupakan komponen yang tidak memiliki
hasil akhir dari proses pencernaan dan keberadaannya dapat menghambat proses
pencernaan pada ternak. Pada tanaman kandungan lignin akan bertambah seiring
6
bertambahnya umur tanaman dan mencapai level tertinggi pada saat tanaman sudah
dewasa (Tillman et al., 1989).
Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya erat satu sama
lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya lebih
tinggi dibanding senyawa karbohidrat. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia,
termasuk degradasi enzimatik (Tillman et al., 1989). Lignin sering digolongkan
sebagai karbohidrat karena hubungannya dengan selulosa dan hemiselulosa dalam
menyusun dinding sel, namun lignin bukan karbohidrat. Hal ini ditunjukkan oleh
proporsi karbon yang lebih tinggi pada lignin (Suparjo et al., 2008a).
Pengerasan dinding sel kulit tanaman yang disebabkan oleh lignin
menghambat enzim untuk mencerna serat dengan normal. Hal ini merupakan bukti
bahwa adanya ikatan kimia yang kuat antara lignin, polisakarida tanaman dan protein
dinding sel yang menjadikan komponen-komponen ini tidak dapat dicerna oleh
ternak (McDonald et al., 2002).
Pakan Sumber Serat
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Rumput gajah umumnya mengandung bahan kering (BK) yang rendah yaitu
12-18%. Serat kasar berkisar dari 26-40,5%, BETN sekitar 30,4-49,8% dengan
kandungan lemak kasar 1,0-3,6%. kandungan TDN berkisar antara 40-67% dengan
kecernaan BK sekitar 48-71% (Sofyan et al., 2000). Rumput gajah mengandung
protein kasar 8,44% (Sugiarto, 2002). Rumput gajah akan berkurang kandungan
protein, mineral, dan karbohidrat yang mudah larutnya dengan meningkatnya umur,
sedangkan kadar serat kasar dan lignin bertambah (Reksohadiprojo, 1985). Beberapa
sifat rumput gajah yang menguntungkan adalah mudah ditanam, cepat tumbuh dan
menjadi besar, perakarannya relatif dalam sehingga mampu menahan partikelpartikel tanah yang mudah terbawa aliran permukaan, serta mempunyai gizi tinggi
sebagai bahan makanan ternak (Soeyono, 1986). Sutardi (1980) menyatakan hijauan
segar dari jenis rerumputan unggul seperti rumput gajah nilai gizinya cukup terjamin,
volumenya lebih banyak dan daya cernanya lebih tinggi dibandingkan dengan
rerumputan liar.
7
Rumput Lapang
Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang
umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang
rendah. Walaupun demikian, rumput lapang merupakan hijauan yang mudah didapat,
murah dan pengelolaannya mudah (Wiradarya, 1989).
Menurut Wiradarya (1989) syarat-syarat rumput sebagai bahan makanan
ternak antara lain (1) mempunyai manfaat yang tinggi sebagai bahan makanan, (2)
mudah dicerna alat pencernaan dan (3) tersedia dalam keadaan yang cukup. Menurut
Hasanuddin et al. (2002) hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia yang
manfaatnya sangat besar tercermin dari kesanggupan ternak untuk mengkonversikan
hijuan tersebut menjadi protein hewani, oleh karena itu penyediaan dan pengolahan
hijuan pakan secara kontinyu perlu mendapatkan perhatian khusus.
Supriadi (2005) menyatakan ketersediaan hijauan sangat tergantung pada
musim dan pola tanam yang dilakukan oleh petani, kualitas hijauan yang akan
diberikan pada ternak hampir tidak pernah diperhatikan oleh petani. Ketersediaan
bahan hijauan di daerah tropik biasanya berlebih pada musim hujan namun
kekurangan pada musim kering, keadaan iklim membuat rumput alam tumbuh subur
pada musim hujan dan kualitasnya lebih bak daripada musim kering karena pada
musim kering rumput cepat menjadi tua sehingga kualitasnya menjadi rendah
(Hasanuddin et al., 2002). Berdasarkan analisa laboratorium pada peneltian yang
dilakukan oleh Ngadiyono (2001) rumput lapang memiliki kandungan nutrisi sebagai
berikut: bahan kering 24,06%, abu 25,02%, protein kasar 9,2%, serat kasar 37,21%,
lemak kasar 1,67 % dan BETN 26,7%.
Jerami Jagung
Jerami jagung merupakan limbah pertanian mempunyai potensi untuk
dijadikan pakan ternak. Produksi limbah tersebut di Indonesia cukup banyak, dilihat
dari komposisi nilai gizinya, pakan tersebut mempunyai kadar selulosa yang tinggi,
sedangkan bahan kering 31%, abu 6,1%, lemak 2,3%, serat kasar 25,7%, bahan
ekstrak tanpa nitrogen 57,9%, protein kasar 8%, dan nilai ME adalah 2,41 Mkal/kg
(Hartadi, 1986).
8
Degradasi Selulosa oleh Enzim Selulase Mikroorganisme
Enzim
Mikroorganisme
selulolituk
selulolitik
dibentuk
banyak
oleh
sebagian
ditemukan
pada
besar
fungi,
mikroorganisme.
actinomycetes,
myxobacteria dan bakteri sejati. Selulosa buatan dihidrolisis secara enzimatis oleh
sekelompok enzim selulolitik (endo-β-glukanase, ekso-β-glukanase, dan βgkukosidase) yang bergerak secara sinergis (Enari, 1983). Beberapa mikroorganisme
mengeluarkan enzim selulolitik di dalam media kultur. Enzim mikroba dapat
dikelompokkan berdasarkan habitatnya menjadi dua kelompok: 1) ikatan antar sel,
ikatan dalam sel, ikatan di permukaan dan 2) ekstraseluler (Irawadi, 1990).
Sistem Pencernaan Ruminansia
Lambung ruminansia terletak pada bagian kiri dari rongga abdomen
menempati ¾ bagian dari total isi rongga perut. Lambung ruminansia terdiri daro 4
bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Dehority, 2004).
Ruminansia berkembang untuk memfermentasikan makanannya dengan bantuan
mikroorganisme (Ørskov, 2001). Di dalam rumen terdapat berbagai tipe bakteri,
yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda sehingga karbohidrat
kompleks dapat dikonversikan menjadi asam organik yang dapat dimanfaatkan
ternak. Bakteri bekerja dengan cara menempel pada partikel hijauan dan perlahan
mengikis bahan yang dapat dicerna (Ørskov, 2001). Spesies bakteri selulolitik yang
utama di dalam rumen adalah Ruminococcus albus, R. flavefacien, dan Bacteriodes
succinogens. Populasi bakteri bervariasi tergantung dari jenis hijauan. Enzim yang
bekerja dalam rumen hanya dapat mendegradasi beberapa komponen dinding sel,
komponen keras dinding sel lainnya akan dicerna oleh bakteri (Caroline et al., 2003).
Cairan Rumen
Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kondisi kantong yang
menyimpan dan mencampur pakan hasil fermentasi mikroba. Kondisi dalam rumen
adalah anaerobik dan hanya mikroorganisme yang paling sesuai dapat hidup di
dalamnya. Tekanan osmosis dalam rumen mirip dengan tekanan aliran darah dan
suhunya 38-420C. Ternak dewasa, volume rumen mempunyai proporsi lebih besar
daripada bobot badan. Ternak muda, rumen belum berkembang dan masih
9
didominasi oleh abomasum. Perkembangan bakteri rumen terjadi karena adanya
kontaminasi dari lingkungan dan kontak langsung induknya sehingga dengan
demikian, perkembangan populasi bakteri rumen akan terus meningkat seiring
dengan bertambahnya umur ternak. Pemberian hijauan dan pakan berserat tinggi
pada ternak ruminansia akan menstimulasi perkembangan rumen (Hobson dan
Stewart, 1992). Rumen (sapi, kambing, domba dan ruminansia lainnya) dipadati oleh
mikroorganisme yang menghasilkan selulase sehingga dapat memecah selulosa, dan
menghasilkan D-glukosa, yang kemudian akan difermentasi menjadi asam lemak
berantai pendek, karbondioksida, dan gas metan (Lehninger, 1982).
Mikroba Rumen
Mikroorganisme
yang
mendominasi
saluran
pencernaan
dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama yaitu : Bakteri, Archae, Eukarya
(Mackie et al., 2000). Dalam rumen terdapat empat jenis mikroorganisme anaerob,
yaitu bakteri, protozoa, jamur dan virus. Dari keempat mikroorganisme tersebut
bakteri mempunyai jenis dan populasi yang paling tinggi. Cacahan sel per gram isi
rumen mencapai 1010-1011 (McDonald et al., 2002), bakteri rumen yang telah
ditemukan sebanyak 200 spesies (Mackie et al., 2000). Sedangkan populasi kedua
yang tertinggi adalah protozoa yang dapat mencapai 105-106 pada kondisi ternak
yang sehat (McDonald et al., 2002), dan genus yang ditemukan dalam cairan rumen
untuk protozoa adalah 25 genus (Mackie et al., 2000). Populasi fungi rumen
(zoospora) di dalam rumen adalah 102-105 per ml dan terdapat sebanyak 5 genus,
sedangkan bakteriofage (107-109 partikel per ml). Widyastuti (2004) menyatakan
bahwa mikroba rumen mempunyai karakteristik : suhu lingkungan anaerob dengan
pH 5,5-7,0. Mikroba rumen menghasilkan produk fermentasi berupa Volatil Fatty
Acid (asam asetat, asam propionat, asam butirat), CO2, CH4, dan NH3. zat makanan
yang didegradasi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Interaksi yang terjadi antar
mikroba adalah simbiosis mutualisme.
Bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menjadikan ruminansia
mampu mencerna serat kasar tinggi (McDonald et al., 2002). Populasi
mikroorganisme rumen pada satu ternak dengan ternak lainnya berbeda. Hal ini
karena populasi mikroba rumen dipengaruhi oleh manajemen pemberian pakan,
spesies ternak dan tipe dari pakan tercerna (Hobson dan Stewart, 1992). Bakteri atau
10
mikroorganisme yang ada di dalam rumen mampu memecah struktur dari selulosa,
hemiselulosa, pektin, fruktosa, pati dan polisakarida lainnya menjadi monomer atau
dimer dari gula melalui proses fermentasi. Produk fermentasi yang dihasilkan
merupakan hasil kerja bakteri rumen. Produk hasil fermentasi dari mikroba rumen
adalah asam propionat, asam butirat, dan metan serta karbondioksida (Hobson dan
Stewart, 1992).
Tabel 1. Jumlah Bakteri Rumen (x 108/ml) pada Sapi dan Kerbau yang Diberi
Pakan Berserat Tinggi
Bakteri
Sapi
Kerbau
Jumlah Total
13,20
16,20
Sellulolitik
2,58
6,86
Proteolitik
0,41
0,54
Amylolitik
8,63
11,05
Sumber: Sadhana Singh et al., (1992) dalam Pradhan, (1994)
Tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah total bakteri antara 13,20 x 108/ml
pada sapi dan 16,20 x 108/ml pada kerbau, jumlah bakteri lebih besar pada cairan
rumen kerbau. Terlihat bahwa bakteri selulolitik 2-3 kali lipat lebih besar pada
kerbau dibandingkan sapi. Persentase bakteri selulolitik pada sapi sebesar 19,5% dan
pada kerbau 42,3% dari total bakteri. Pada percobaan in vitro pada berbagai kondisi
menunjukkan bahwa pemecahan selulosa terjadi lebih awal pada inokulan rumen
kerbau dari pada sapi (Pradhan, 1994).
Hobson dan Stewart (1992) menyatakan bahwa terdapat beberapa spesies
bakteri yang telah diisolasi dari cairan rumen ternak ruminansia antara lain :
Acinetobacter sp., Pseudomonas aeruginosa, Alkaligenesis faecalis, Micrococcus
varians dan Flavobacterium sp. Bakteri anaerob fakultatif dengan morfologi
staphylococci dan steptococci adalah jenis bakteri yang sering ditemukan dalam
cairan rumen. Menurut Suryahadi et al. (1996) jenis bakteri selulolitik yang diisolasi
dan diidentifikasi dari cairan rumen ternak kerbau dan sapi adalah Ruminococcus
flavefacien, R. albus, Bacteroides ruminicola. Dinyatakan pula bahwa aktivitas
bakteri selulolitik dari ternak kerbau lebih tinggi dibanding ternak sapi (43,2% vs
16,3%/hari).
11
Konsepsi Biakan Murni
Media agar merupakan substrat yang sangat baik untuk memisahkan
campuran mikroorganisme sehingga masing-masing jenisnya menjadi terpisah-pisah
(Pelczar dan Chan, 1986). Teknik biakan murni merupakan teknik untuk
memisahkan populasi campuran yang rumit, atau biakan campuran, menjadi spesiesspesies yang berbeda-beda sebagai biakan murni. Biakan murni terdiri dari suatu
populasi sel yang semuanya berasal dari satu induk (Pelczar dan Chan, 1986).
Pembiakan dan Isolasi Bakteri
Mikroorganisme dibiakkan pada bahan nutrien yang disebut medium. Banyak
sekali medium yang dipakai tergantung banyak faktor, salah satu di antaranya ialah
macam organisme yang akan ditumbuhkan. Bahan yang diinokulasikan pada medium
disebut inokulum. Dengan menginokulasikan medium agar nutrien (Nutrient Agar),
sel-sel itu akan terpisah sendiri. Setelah inkubasi, sel-sel mikroba individu itu
memperbanyak diri sedemikian cepatnya sehingga di dalam waktu 18 sampai 24 jam
terbentuklah massa sel yang dapat dilihat dan dinamakan koloni. Setiap koloni yang
berlainan dapat mewakili macam organisme yang berbeda-beda; setiap koloni
merupakan biakan murni satu macam mikroorganisme (Pelczar dan Chan, 1986).
Isolasi adalah proses pemurnian bakteri dari sekelompok bakteri yang
terdapat dalam habitat yang sama. Pemurnian ini bertujuan untuk mendapatkan
bakteri murni yang hanya terdiri dari satu spesiaes saja. Bakteri yang sudah
dimurnikan, kemudian akan dibiakkan dalam media buatan untuk mendapatkan
kultur bakteri murni dalam jumlah banyak. Proses isolasi dan pengembangbiakan
bakteri rumen telah dimulai sejak tahun 1966 yang dilakukan oleh Hungate (Hobson
dan Stewart, 1992) dan terus mengalami perkembangan hingga sekarang ini.
Fardiaz (1988) menyebutkan bahwa terdapat tiga jenis isolasi yang umum
dilakukan yaitu isolasi pada media cawan, isolasi pada medium cair, dan isolasi sel
tunggal. Isolasi agar cawan dilakukan dengan menggunakan goresan kuadran atau
metode agar tuang. Keberhasilan metode ini sangat tinggi karena kebanyakan
bakteri, kapang dan khamir dapat membentuk koloni pada media padat sehingga
lebih mudah diisolasi dengan cara menyebarkan sel-sel tersebut pada agar cawan
sehingga timbul koloni-koloni yang terpisah. Isolasi medium cair digunakan untuk
beberapa bakteri yang ukuran selnya besar, tidak dapat tumbuh pada agar cawan,
12
hanya dapat tumbuh pada kultur cair. Metode yang digunakan adalah metode
pengenceran. Metode ini mempunyai kelemahan karena hanya dapat digunakan
untuk mengisolasi mikroba yang jumlahnya dominan dalam suatu campuran populasi
mikroba. Isolasi sel tunggal digunakan untuk mengisolasi sel mikroba yang
ukurannya besar serta tidak dapat diisolasi dengan metode cawan maupun
pengenceran.
Kultivasi Bakteri
Kultivasi adalah menumbuhkan mikroba hasil seleksi (isolat) mikroba dalam
medium/kultur/biakan di luar habitat alami. Kondisi media kultivasi harus sesuai
dengan habitat aslinya sehingga isolat yang dibiakkan dapat berkembang dengan
baik. Saat kondisi media kultivasi sesuai dengan habitat aslinya, maka pertumbuhan
dan reproduksi bakteri dapat diamati dan diukur, pengaruh berbagai kondisi baik
terhadap pertumbuhan maupun reproduksi bakteri tersebut dapat dipelajari,
perubahan-perubahan apa saja yang dihasilkan oleh bakteri di dalam lingkungan
tumbuhnya dapat diketahui. Keberhasilan metode kultivasi yang menghasilkan
biakan bakteri yang baik tergantung pada kebutuhan nutrisi yang terdapat dalam
media biakan. Nutrisi adalah cara yang digunakan makhluk hidup untuk
mengasimilasi makanannya. Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri antara lain:
sumber karbon (karbohidrat), sumber nitrogen (protein/amoniak), ion-ion organik
tertentu, metabolit penting (vitamin, asam amino) dan air (Volk dan Wheleer, 1988).
Pada dasarnya, semua organisme membutuhkan energi untuk mempertahankan
kehidupannya. Selain itu, ada beberapa organisme yang membutuhkan karbon,
nitrogen, sulfur, unsur logam dan vitamin untuk menunjang kehidupannya, serta air
untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Pelczar dan Chan, 1986). Volk
dan Wheleer (1988) menambahkan bahwa proses perombakan bahan organik
menjadi bahan yang diperlukan oleh sel adalah : perombakan bahan yang
mengandung protein, karbohidrat, atau lipid; penyerapan bentuk materi dalam bentuk
sederhana tersebut; kemudian sintesis protein, karbohidrat dan lipid dalam sel.
Sebagian spesies bakteri, penambahan hemiselulosa pada media tumbuh dapat
meningkatkan jumlah koloni daripada media yang hanya menggunakan glukosa,
selubiosa, maltosa, dan pati sebagai sumber energinya (Henning dan Van Der Walt,
1978). Pada umumnya substrat yang digunakan adala pati, pektin, xilan, glukosa dan
13
selulosa. Media tumbuh tersebut digunakan untuk mengetahui jumlah bakteri
selulolitik, amilolitik, proteolitik, lipolitik, dan methanogenik (Hobson dan Stewart,
1992).
Pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh keberadaan gas atmosfer seperti
oksigen dan karbondioksida. Atas dasar ini maka, terdapat empat kelompok bakteri
yaitu : aerobik adalah organisme yang membutuhkan oksigen, anaerob adalah
organisme yang tidak memerlukan oksigen dalam hidupnya, anaerobik fakultatif
adalah organisme yang dapat tumbuh dalam lingkungan aerobik maupun anaerobik,
dan mikroaerofilik adalah organisme yang tumbuh dengan baik jika hanya ada
sedikit oksigen dalam lingkungannya (Pelczar dan Chan, 1986).
Sebagian besar bakteri tumbuh dengan baik pada pH 6,5 sampai 7,5. Namun,
terdapat sebagian bakteri yang mampu tumbuh pada lingkungan yang sangat asam
maupun sangat basa. Perubahan pH pada medium bakteri ini dapat disebabkan oleh
senyawa yang dihasilkan oleh bakteri tersebut selama pertumbuhannya. Untuk
menjaga kondisi seperti pH awal, maka pada medium biakan ditambahkan larutan
penyangga. Beberapa senyawa yang berfungsi sebagai penyangga adalah pepton
maupun kombinasi garam fosfat (Pelczar dan Chan, 1986). Pertumbuhan bakteri juga
tergantung dari jumlah energi metabolis (ATP) yang tersedia. Jumlah ATP dari
heksosa ini diperoleh dari jalur fermentasi oleh mikroorganisme rumen (Russell dan
Bruckner, 1991).
Pola Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain pada umumnya mengacu pada
perubahan di dalam hasil panen sel (pertumbuhan total massa sel) dan bukan
perubahan individu organisme. Selama fase pertumbuhan seimbang (balanced
growth), pertambahan massa bakteri berbanding lurus dengan pertambahan
komponen seluler yang lain seperti DNA, RNA, dan protein. Sebagian besar bakteri
cara reproduksinya adalah pembelahan biner, satu sel membelah diri menghasilkan
dua sel. Selang waktu generasi setiap spesies dengan kondisi berbeda mempunyai
perbedaan. Pelczar dan Chan (1986) menyatakan bahwa waktu generasi tergantung
pada : jumlah bakteri yang ada pada awalnya, yaitu di dalam inokulum, jumlah
bakteri yang ada pada akhir waktu tertentu dan interval waktu.
14
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai April 2009 selama
empat bulan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Biokimia,
Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk isolasi bakteri rumen kerbau meliputi tabung
reaksi, tutup karet, labu erlenmeyer, solatip, plastik tahan panas, spoit, gas CO2,
aluminium foil, tissu, shaker water bath, oven 1050C, pipet volumetrik, pipet mikro,
karet bulb, magnetic stirrer, vortex, gelas piala, autoclave, timbangan digital, dan
spektrofotometer.
Bahan
Bahan yang digunakan sebagai sumber inokulum adalah cairan rumen kerbau.
Substrat berupa pakan serat yang digunakan untuk mengisolasi bakteri adalah rumput
gajah (RG), rumput lapang (RL), dan jerami jagung (JJg). Media dan bahan kimia
yang digunakan adalah media Brain Heart Infusion (BHI), glukosa, celubiosa,
cystein-HCl, resazurin, hemin, aquadest, buffer sitrat, phenol, NaOH, Na2SO4,
larutan McDougall, CMC (carboxy metyl celullose) 2% yang telah dilarutkan dalam
buffer sitrat pH 4,8, larutan standar glukosa, dan larutan Dinitro Salisilat (DNS).
Rancangan
Perlakuan
Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas 2 faktor dengan
tiga ulangan. Adapun kedua faktor tersebut adalah :
Faktor A : isolat bakteri yang diperoleh dari cairan rumen kerbau
Faktor B : jenis pakan sumber serat, yaitu : rumput gajah, rumput lapang, dan jerami
jagung.
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu:
1.
Aktivitas Enzim CMC-ase (Unit/ml)
2.
Populasi Bakteri (CFU/ml)
Rancangan Percobaan
Perlakuan terdiri atas isolat bakteri sebanyak 17 isolat. Percobaan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial 17x3, 17 isolat
rumen kerbau dan 3 sumber serat dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah 17
isolat rumen kerbau (A, B, C), dan faktor kedua adalah 3 pakan serat (rumput gajah,
rumput lapang, dan jerami jagung), dengan cairan rumen digunakan sebagai ulangan.
Sejumlah 17 bakteri diisolasi dari cairan rumen kerbau (AG1, AG3, AG5, AG6,
AL1, AL2, AL4, AL5, dan AL7 dari kerbau A; BG2, BJ2, BJ3, BJ4, dan BJ6 dari
kerbau B; CL1, CL2, dan CJ2 dari kerbau C). Peubah yang diamati adalah aktivitas
enzim CMCase (Unit/ml), dan populasi bakteri (CFU/ml). Model matematika yang
digunakan dalam analisa statistik adalah :
Xijk = µ + αi + βj + γij + εijk
Keterangan: Xijk = Nilai pengamatan faktor A ke -i, faktor B ke-j dan ulangan ke-k;
µ = Nilai rataan umum; αi
=
Pengaruh faktor A (isolat) ke-i (i= 1,2,...,17); βj
=
Pengaruh faktor B (serat) ke-j (j= 1,2,3); γij = Pengaruh interaksi antara faktor A
(isolat) ke-i dan faktor B (serat) ke-j; εijk = Error (galat) ke-i, ke-j dan ke-k.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of
Variance) berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002). Selanjutnya, jika setiap
perlakuan berbeda nyata maka dilakukan uji kontras ortogonal.
Prosedur
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap percobaan. Tahap pertama
dilakukan percobaan isolasi dari 3 cairan rumen kerbau berbeda yang berasal dari
Jonggol. Tahap kedua dilakukan uji coba kemampuan dari bakteri hasil isolasi dalam
mensekresikan enzim selulase.
Persiapan Media
Masing-masing bahan pembuat media biakan ditimbang dengan timbangan
sesuai dengan komposisi yang telah direkomendasikan oleh Triyani (2002) yang
telah dimodifikasi untuk media biakan anaerob dapat dilihat pada Lampiran 1.
16
Persiapan Sampel
Sampel sebagai donor telah dipilih ternak kerbau lokal yang diambil dari Unit
Pendidikan Penelitian dan Pelatihan Jonggol (UP3J) yang terletak di kawasan
Jonggol, Jawa Barat. Selanjutnya kerbau dipotong di rumah potong hewan (RPH)
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk diambil cairan rumennya. Isi
rumen diperas dan disaring untuk mendapatkan cairan rumen sebagai sampel. Cairan
rumen disimpan dalam termos yang sebelumnya diisi air panas untuk menjaga
temperatur tetap stabil (390C). Sampel dialiri gas CO2 untuk menjaga kondisi
anaerob sebelum diberi perlakuan lebih lanjut.
Sebagian dari cairan rumen dimasukkan ke dalam botol gelas untuk dicampur
dengan gliserol pada konsentrasi 3% untuk disimpan difreezer pada suhu -210C
sebagai stok. Ternak kerbau donor dan proses penyimpanan cairan rumen dalam
tabung termos disajikan dalam Gambar.
Gambar 3. Kerbau A Sebagai Donor
Gambar 4. Kerbau B Sebagai Donor
Gambar 5. Proses Pengambilan Cairan Rumen
17
Metode Tahap I
Inkubasi dalam Sumber Serat
Inkubasi mikroba cairan rumen dilakukan menggunakan sembilan tabung.
Masing-masing mikroba dalam cairan rumen yang berasal dari kerbau berbeda
diinkubasikan dalam tiga tabung tersebut. Kesembilan tabung mempunyai media
berupa sumber serat yang berbeda yaitu rumput gajah, rumput lapang, dan jerami
jagung. Tabung 1-3 berisi media BHI (Brain Heart Infusion) berdasarkan (Triyani,
2002) yang telah di modifikasi sebanyak 5 ml dialiri CO2 (kondisi anaerob) dan 0,05
gram rumput gajah. Tabung 4-6 berisi media BHI modifikasi 5 ml dialiri CO2 dan
0,05 g rumput lapang, dan tabung 7-9 berisi media BHI modifikasi 5 ml dialiri CO2
dan 0,05 g jerami jagung. Sebelum cairan rumen dimasukkan, sembilan tabung
tersebut disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave pada suhu 121
o
C, tekanan 15 psi selama 15 menit.
Gambar 6. Proses Pembuatan Media
Gambar 7. Sterilisasi
Gambar 8. Pengaliran Gas CO2
18
Inkubasi mikroba cairan rumen diawali dengan memasukkan 0,1 ml cairan
rumen kerbau A ke dalam tabung 1, 4 dan 7, cairan rumen B ke dalam tabung 2, 5
dan 8, serta cairan rumen C ke dalam tabung 3, 6 dan 9. Kemudian diinkubasi pada
suhu 38,9 oC selama ± 3 hari. Dengan demikian diperoleh tiga sumber inokulum
dengan tiga sumber serat.
Pengenceran
Pengenceran hasil inkubasi menggunakan media putih (Triyani, 2002).
Pengenceran dilakukan dengan memasukkan 0,1 ml hasil inkubasi dari masingmasing tabung pada proses inkubasi ke dalam 9,9 ml media pengencer, selanjutnya
diambil 0,1 ml dari tabung tersebut dan dimasukkan ke dalam 9,9 ml media
pengencer pada tabung berikutnya. Proses tersebut dilakukan berulang-ulang hingga
tahap pengenceran 10-6, kemudian sampel media diambil 0,1 ml untuk ditumbuhkan
pada media padat. Inokulum dimasukkan ke dalam media yang sudah dalam kondisi
padat dan menutupi seluruh dinding tabung reaksi.
0,1 ml
Inokulum
10-2
10-4
10-6 Media Tumbuh
Gambar 9. Diagram Pengenceran
Isolasi (Pemurnian) Bakteri
Koloni bakteri yang tumbuh dalam setiap tabung diambil secara aseptif
menggunakan ose dan dipindahkan ke media cair yang sudah disediakan. Media cair
yang digunakan yaitu media BHI modifikasi (BHI + Serat) sebanyak 5 ml. Serat
yang digunakan yaitu serat campuran (rumput gajah, rumput lapang dan jerami
jagung) sebanyak 0,05 gram pada setiap tabung. Satu tabung media cair diisi untuk
satu koloni, kemudian diinkubasi pada suhu 39oC selama ± 3 hari. Selanjutnya
bakteri hasil inkubasi tersebut diuji kemampuan tumbuhnya pada serat tunggal.
19
Uji Kemampuan Kultur Tunggal
Sebagai bagian dari proses screening dilakukan uji kemampuan isolat
terhadap sumber pakan serat dan kemampuannya untuk tumbuh tunggal. Isolat
terseleksi ditumbuhkan kembali dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml media basal
BHI dan 0,05 g serat dengan kondisi anaerob. Serat yang digunakan ada 3 macam
yaitu rumput gajah, rumput lapang dan jerami jagung. Kultur tersebut diinkubasi
pada suhu 39°C dalam shaker water bath. Pertumbuhan bakteri ditentukan dengan
mengukur kekeruhan secara kuantitatif dengan mengukur OD (Optical density)
media menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Diperoleh
17 isolat bakteri yang potensial sebagai pendegradasi pakan serat dalam rumen.
Gambar 10. Isolat Kultur Tunggal
Metode Tahap II
Uji Aktivitas Enzim CMCase (Ghose, 1987)
Pengujian aktivitas enzim CMCase dilakukan dengan metode DNS (Ghose,
1987). Supernatan hasil penumbuhan pada media serat diperkirakan mengandung
enzim dimasukkan sebanyak 0,5 ml ke dalam tabung, ditambahkan CMC 2% yang
sudah dilarutkan dalam buffer sitrat pH 4,8 sebanyak 0,5 ml, kemudian diinkubasi
pada suhu 500C selama 30 menit. Sebanyak 3 ml larutan DNS ditambahkan untuk
menghentikan aktivitas enzim, kemudian sampel dipanaskan pada suhu 950C selama
5 menit, kemudian didinginkan dan diambil 1 ml supernatan enzim serta
ditambahkan aquades sebanyak 2 ml sebagai pengencer, kemudian dikocok dengan
vortex. Glukosa yang dihasilkan dari aktivitas enzim ditentukan dengan metode
spektrofotometer λ 540 nm.
20
Perhitungan aktivitas enzim selulase dilakukan dengan menggunakan rumus :
Aktivitas Enzim
=
kadar glukosa x factor pengenceran
BM Glukosa x waktu inkubasi
Keterangan: BM glukosa : Berat Molekul glukosa (180); Waktu inkubasi : 30 menit
Pembuatan Larutan DNS (Dinitrosalisilat) : satu gram NaOH dilarutkan terlebih
dahulu dengan aquadest 100 ml dan diaduk hingga homogen. Sebanyak 0,05 gram
Na2SO4 dilarutkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk, dan selanjutnya 0,2 gram
Phenol dilarutkan dan diaduk hingga homogen. Tahap akhir DNS dilarutkan hingga
semuanya larut. Setelah semua larut, campuran tersebut ditambahkan aquadest
hingga 100 ml dan dihomogenkan. Larutan DNS kemudian disimpan dalam botol
gelap dan suhu dingin.
Pengukuran Populasi Bakteri
Sisa supernatan enzim dimasukkan ke dalam tabung sebanyak 0,6 ml dan
ditambahkan aquades sebanyak 2,4 ml, kemudian dihomogenkan dengan
menggunakan vortex. Populasi bakteri yang ditumbuhkan pada media anaerob diukur
dengan metode spektrofotometer λ 600 nm.
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Bakteri
Isolat yang berhasil diisolasi dari tiga cairan rumen kerbau berjumlah 48
isolat. Isolat-isolat tersebut diseleksi kemampuan tumbuhnya dalam media tumbuh
yang mengandung serat. Substrat spesifik ditambahkan pada media tumbuh
dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat oleh bakteri (Leedle et al., 1982).
Pemberian karbohidrat dilakukan dengan konsentrasi yang rendah dengan tujuan
pertumbuhan koloni dapat menyebar di seluruh permukaan media. Hasil pengujian
diperoleh 17 isolat unggul masing-masing adalah AG1, AG3, AG5, AG6, AL1, AL2,
AL4, AL5, dan AL7 dari kerbau A; BG2, BJ2, BJ3, BJ4, dan BJ6 dari kerbau B;
CL1, CL2, dan CJ2 dari kerbau C). Isolat-isolat tersebut dipilih berdasarkan tingkat
kekeruhan secara kuantitatif yang diukur dengan menggunakan OD 600 nm sebagai
indikator pertumbuhan bakteri.
Tabel 2. Pertumbuhan dari Isolat Bakteri yang Diukur Berdasarkan Nilai
Kekeruhan Medianya
Substrat
Rumput Gajah
Rumput Lapang
Jerami Jagung
Kode Isolat
OD 600 nm
AG1
AG3
AG5
AG6
BG2
AL1
AL2
AL4
AL5
AL7
CL1
CL2
BJ2
BJ3
BJ4
BJ6
CJ2
0,901
0,829
0,837
0,783
0,468
0,773
0,882
0,848
0,823
0,876
0,727
0,813
0,761
0,857
0,848
0,854
0,453
Pengujian dilakukan dengan menumbuhkan isolat dalam media serat
menunjukkan bahwa isolat-isolat yang dikaji mampu tumbuh dalam media substrat
berupa pakan sumber serat yaitu rumput gajah, rumput lapang dan jerami jagung.
Isolat bakteri terpilih (Tabel 2) yang mempunyai pertumbuhan paling baik dalam
media uji adalah isolat AG1, hal ini ditandai dengan nilai OD yang lebih tinggi
dibandingkan yang lainnya, yaitu sebesar 0,901. Hal ini berarti bahwa isolat AG1
yang diperoleh dari cairan rumen kerbau A mampu mencerna pakan serat yang lebih
baik dibandingkan pada kerbau B maupun kerbau C. Isolat BG2 dan CJ2
menunjukan pertumbuhan yang lambat. Secara umum isolat mampu tumbuh dalam
pakan sumber serat yang berbeda. Hal ini berarti bahwa isolat yang diuji mampu
memanfaatkan nutrien yang berasal dari pakan yang berkadar serat kasar tinggi.
Hasil isolasi bakteri pencerna serat dari cairan rumen kerbau menunjukkan
bahwa isolat yang diperoleh dari cairan rumen kerbau A lebih baik dibandingkan
pada kerbau B maupun kerbau C. Hal ini terlihat bahwa bakteri yang berhasil
diisolasi dari rumen kerbau A lebih banyak dibandingkan kerbau B maupun kerbau
C. Perbedaan keragaman spesies bakteri dalam rumen kerbau berpengaruh terhadap
kemampuannya dalam mencerna komponen serat. Hal ini diduga disebabkan oleh
tingginya populasi mikroba selulolitik pada ternak kerbau (Wanapat, 1990).
Isolat yang dikaji juga dapat tumbuh sebagai kultur tunggal. Pada awal
pertumbuhan isolat yang dikaji menggunakan nutrien yang mudah tersedia berupa
BHI, namun dengan pertumbuhan yang berlanjut menggambarkan bahwa dalam
periode pengujian hingga tiga hari, bakteri terseleksi mampu menyediakan nutrien
untuk mendukung pertumbuhannya dengan mencerna komponen media lain berupa
pakan serat. Isolat bakteri terpilih mampu menghasilkan enzim selulase yang mampu
menghidrolisis komponen dinding sel pakan sumber serat. Disamping itu isolat
bakteri yang diuji diperkirakan mampu menghasilkan berbagai metabolit yang dapat
digunakan oleh bakteri itu sendiri untuk mendukung pertumbuhannya dengan
memanfaatkan pakan sumber serat. Bakteri yang diisolasi dari cairan rumen kerbau
akan tumbuh pada medium dalam selang waktu tertentu. Masa inkubasi dilakukan
pada periode tertentu hingga terjadi pertumbuhan bakteri (Widyastuti, 2004).
Pada media BHI, bakteri rumen tumbuh pada waktu inkubasi hari ketiga. Masa
inkubasi yang lebih dari tiga hari akan menyebabkan kerusakan pada media karena
proses evaporasi yang berlebih akibat suhu yang tinggi. Pada proses seleksi dan
pertumbuhan bakteri diharapkan bakteri pencerna serat yang didapatkan mempunyai
kemampuan maksimum dalam mendegradasi komponen serat. Semakin kompleks
23
struktur substrat yang akan didegradasi, maka masa inkubasi untuk pertumbuhan
bakteri juga semakin lama (Fondevila dan Dehority, 1995).
Aktivitas Enzim yang dihasilkan Isolat Bakteri
Kemampuan bakteri dalam memproduksi enzim selulase menjadikannya
mampu menghidrolisis selulosa yang terdapat pada substratnya menjadi glukosa
yang dapat dijadikan sumber karbon bagi pertumbuhannya. Kemampuan isolat
mendegradasi komponen serat dapat meningkat apabila produksi enzim pemecah
serat dapat ditingkatkan. Isolat bakteri rumen menunjukkan aktifitas CMC-ase yang
berbeda (Tabel 3).
Tabel 3. Aktivitas CMC-ase dari Isolat Bakteri pada Berbagai Substrat Serat
Kode
Jenis Pakan
Rataan±SD
Isolat
Rumput gajah
Rumput lapang
Jerami jagung
AG1
AG3
AG5
AG6
AL1
AL2
AL4
AL5
AL7
BG2
BJ2
BJ3
BJ4
BJ6
CL1
CL2
CJ2
Rataan±sd
11,19±3,00
10,83±2,13
10,73±1,29
10,89±2,19
11,50±1,21
17,56±7,52
10,61±1,40
11,70±0,95
10,86±1,81
9,95 ±1,26
11,75±1,70
12,86±1,71
10,24±1,07
15,76±3,91
9,13 ±1,95
9,15±0,85
8,41±1,45
11,36±2,29a
12,84 ±1,68
11,75±0,40
10,86±1,05
9,78±0,27
9,06±0,46
10,76±0,73
11,79±2,95
12,32±1,69
11,51±1,68
10,76±0,91
11,63±2,31
9,78±0,43
11,00±1,63
11,20±2,94
9,78±2,15
8,64±1,62
7,36±0,59
10,64±1,41a
11,05±2,28
10,20±1,41
8,96±1,80
9,87±1,63
9,68±2,34
12,38±3,36
9,82±0,32
10,44±0,36
8,10±2,49
9,98±1,48
8,60±2,12
11,99±3,72
10,02±1,20
16,71±10,65
8,56±1,96
6,10 ±0,93
7,23±0,99
9,98±2,34b
11,69±0,99b
10,93±0,78b
10,18±1,07c
10,18±0,62c
10,08±1,26d
13,57± 3,55a
10,74±0,99b
11,49±0,96b
10,16±1,81c
10,23±0,46c
10,66±1,79c
11,55±1,59b
10,42±0,51c
14,56±2,95a
9,16±0,61e
7,96±1,63e
7,67±0,65e
10,66±2,93
Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05).
Perbedaan juga nampak terjadi akibat sumber serat yang berbeda. Perbedaan
antar individu tidak menunjukkan adanya perbedaan akibat sumber isolat atau kerbau
yang berbeda. Perbedaan aktifitas CMC-ase (P<0,05) terjadi akibat adanya
perbedaan sumber serat dalam media tumbuhnya. Aktifitas CMC-ase dalam
percobaan ini berkisar antara 6,10-17,56 unit/ml/jam dengan rataan umum
10,66±2,93 unit/ml/jam. Nilai CMC-ase yang ditunjukkan oleh isolat terpilih dapat
24
dinyatakan cukup tinggi 17,56 unit/ml/jam. Perbedaan nilai aktivitas CMC-ase dapat
menyebabkan perbedaan kemampuan isolat dalam mendegradasi komponen substrat
secara
optimal
sebagai
upaya
mendapat
nutrien
untuk
mempertahankan
keberlangsungan pertumbuhannya.
Bakteri penghasil selulase adalah untuk mendegradasi pakan serat yang
terdapat dalam media. Aktivitas CMC-ase yang diukur menunjukkan kemampuan
bakteri dalam mendegradasi substrat yang mengandung selulosa. Semakin tinggi
aktivitas enzim yang terukur, semakin banyak enzim yang dihasilkan, maka semakin
banyak substrat yang terdegradasi. Setiap isolat bakteri asal rumen kerbau
menghasilkan enzim selulase yang aktivitasnya berbeda (P<0,05). Rataan aktivitas
enzim CMC-ase berdasarkan jenis isolat yang tertinggi dihasilkan pada substrat
rumput gajah sebesar 11,36 unit/ml/jam, kemudian diikuti rumput lapang sebesar
10,64 unit/ml/jam, dan jerami jagung sebesar 9,98 unit/ml/jam. Aktivitas selulase
isolat bakteri yang tinggi menunjukkan bahwa isolat bakteri mampu menghidrolisis
komponen selulosa dinding sel pakan sumber serat yang dijadikan media. Perbedaan
aktifitas enzim antar pakan kemungkinan disebabkan adanya perbedaan kadar
selulosa media. Tingginya kadar selulosa pada pakan serat rumput gajah
dibandingkan rumput lapang dan jerami jagung kemungkinan merupakan penyebab
perbedaan tersebut.
Jenis isolat bakteri dalam menghasilkan selulase merespon berbeda pada pakan
serat yang berbeda sebagai media. Secara umum isolat bakteri menghasilkan selulase
yang lebih tinggi aktifitasnya pada media rumput gajah dibandingkan dengan pada
media rumput lapang atau jerami jagung. Respon tersebut kemungkinan disebabkan
oleh perbedaan kadar selulosa antar bahan atau akibat pengaruh ketersediaan nutrien
yang berbeda dalam media. Jerami jagung diperkirakan menyediakan nutrien lebih
banyak dan lebih baik dibandingkan rumput gajah, sehingga isolat bakteri yang
dikaji tidak perlu menghasilkan selulase yang setinggi pada rumput gajah dalam
mempertahankan kelangsungan pertumbuhannya. Secara umum isolat yang diperoleh
kemungkinan memiliki keunggulan dalam mendegradasi selulosa pada pakan serat
dan memiliki kemampuan mensekresikan enzim dalam jumlah besar. Degradasi
selulosa lebih efisien ketika terjadi kontak langsung antara sel mikroba dan substrat
(Irawadi, 1990). Pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa isolat bakteri
25
terpilih memiliki aktivitas enzim selulase, namun aktivitas selulase yang dimiliki
masing-masing isolat cukup bervariasi. Enzim selulase yang disekresikan oleh isolat
bakteri tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dalam media untuk
mempertahankan pertumbuhan isolat bakteri tersebut.
Populasi Bakteri
Isolat yang ditumbuhkan dalam media sumber serat yang berbeda berkembang
dengan baik. Populasi bakteri dalam tiga hari inkubasi dalam media sumber serat
berbeda mencapai 3,0 x 108 CFU/ml. Populasi bakteri berkisar antara 1,96-3,58 x 108
CFU/ml.
Tabel 4. Rataan Populasi (x108 CFU/ml) Isolat Bakteri Asal Rumen Kerbau
yang Ditumbuhkan dalam Media Sumber Serat yang Berbeda
Kode Isolat
AG1
AG3
AG5
AG6
AL1
AL2
AL4
AL5
AL7
BG2
BJ2
BJ3
BJ4
BJ6
CL1
CL2
CJ2
Rataan±sd
Rumput gajah
3,83±0,65
3,80±0,31
3,71±0,23
3,49±0,31
3,15±0,51
2,00±0,28
3,68±0,27
3,27±0,48
3,71±0,01
1,63±0,31
2,35±1,00
2,21±0,59
2,70±0,18
1,93±0,62
3,20±0,44
3,19±0,37
2,62±0,28
2,97±0,23
Jenis Pakan
Rumput lapang
2,71±1,04
3,45±0,09
3,43±0,39
3,18±0,95
3,42±0,28
2,11±0,58
3,39±1,49
3,51±0,25
3,48±0,34
2,50±0,34
2,70±0,81
2,33±0,91
2,92±0,40
1,87±0,19
3,35±0,10
3,65±0,03
2,47±0,84
2,97±0,41
Rataan±sd
Jerami jagung
3,82±0,45
3,01±1,03
3,61±0,60
3,52±0,25
3,29±0,25
1,78±0,64
3,64±0,32
3,53±0,36
3,40±0,12
2,06±0,09
2,20±0,56
2,52±0,81
2,88±0,62
2,11±0,59
3,15±0,09
3,45±0,25
2,53±1,08
2,97±0,30
3,45±0,30 A
3,42±0,49A
3,58±0,18A
3,40±0,39A
3,29±0,15B
1,96±0,19C
3,57±0,70A
3,44±0,11A
3,53±0,17A
2,06±0,13C
2,42±0,22D
2,35±0,16C
2,83±0,22C
1,97±0,24D
3,23±0,20B
3,43±0,17A
2,54±0,41C
2,97±0,78
Keterangan: Superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Variasi perkembangan populasi bakteri sangat tergantung pada jenisnya namun
tidak dipengaruhi oleh jenis media yang digunakan. Jenis isolat memberikan respon
perbedaan sangat nyata (P<0,01). Populasi bakteri yang paling banyak terdapat pada
isolat AG5 sebesar 3,58x108 CFU/ml, kemudian AL4 sebesar 3,57x108 CFU/ml, dan
AL7 sebesar 3,53x108 CFU/ml. Hal ini kemungkinan disebabkan isolat-isolat
tersebut memiliki kondisi yang sesuai yang menunjang efektifitas penggunaan
26
nutrien dan mendukung pertumbuhannya yang optimum. Jumlah populasi bakteri
secara tidak langsung dipengaruhi oleh media tumbuh. Media tumbuh yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan nutrien bakteri menyebabkan bakteri tersebut tumbuh
dengan optimal (Pelczar dan Chan, 1986).
Ketersedian nutrien yang cukup akan membantu proses perkembangan dan
pertumbuhan sel bakteri. Bakteri yang mendapatkan kecukupan nutrien akan
berkembang menjadi banyak dengan laju yang semakin cepat. Perkembangan
populasi bakteri yang cepat berdampak pada peningkatan kepadatan populasi.
Semakin banyak populasi bakteri yang tumbuh, maka semakin banyak pula enzim
yang disekresikan. Demikian juga sekresi enzim dipengaruhi oleh nutrien yang
masuk dalam sel bakteri. Bakteri mendapatkan kecukupan nutrien yang dibutuhkan,
maka proses metabolisme dalam tubuhnya akan berjalan dengan baik. Enzim yang
disekresikan akan dimanfaatkan untuk menghidrolisis nutrien yang masih berbentuk
struktur komplek untuk disederhanakan menjadi bentuk monomer sederhana
sehingga dapat dimanfaatkan oleh tubuhnya.
Disamping kebutuhan nutrien yang sesuai untuk kultivasi bakteri, juga
diperlukan kondisi fisik yang memungkinkan untuk pertumbuhan optimum bakteri.
Bakteri tidak hanya amat bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga
menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di dalam
lingkungannya. Keberhasilan kultivasi bakteri tergantung pada kombinasi nutrien
dan lingkungan fisik yang sesuai. Beberapa persyaratan lingkungan fisik yang harus
dipenuhi antara lain, suhu, atmosfer gas, dan derajat keasaman, serta beberapa
kondisi khusus (Pelczar dan Chan, 1986).
27
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Isolat bakteri rumen kerbau terpilih yang berjumlah 17 isolat memiliki
kemampuan untuk tumbuh dan mendegradasi pakan sumber serat. Isolat dari kerbau
A lebih mampu mencerna komponen substrat rumput gajah daripada rumput lapang
dan jerami jagung. Aktivitas enzim selulase dari setiap isolat mempunyai nilai yang
berbeda walaupun populasi bakterinya sama. Semua isolat bakteri dari tiga sumber
cairan rumen kerbau mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai sumber inokulum
yang dapat mencerna pakan serat.
Saran
Perlu dilakukan kajian manfaat isolat bakteri rumen kerbau pada ternak muda
dan identifikasi karakteristik isolat bakteri pencerna serat sehingga dapat diketahui
spesies dari isolat bakteri tersebut dan kemungkinan pemanfaatannya yang lebih
jauh.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan segala limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing utama skripsi
sekaligus pembimbing akademik Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc, yang telah
memberikan bimbingannya kepada penulis selama menempuh kuliah di Institut
Pertanian Bogor, dan dosen pembimbing anggota Dr. Ir. Dwierra Evvyernie
Amirroenas, MS.,MSc, yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis selama
penelitian hingga penulisan skripsi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir.
Kukuh Budi Satoto, MS sebagai dosen penguji seminar sekaligus dosen penguji
sidang dan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc, sebagai dosen penguji tugas akhir
terimakasih atas saran dan masukannya. Terimakasih penulis sampaikan kepada
Iwan Prihantoro, Spt., M.Si yang telah membantu dan mengijinkan penulis untuk
melakukan penelitian bersama di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Institut
Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamya kepada
Ibunda Halimah dan Ayahanda Moch Yasin tercinta, yang telah memberikan doa,
kasih sayang, motivasi, materi dan support sehingga penulis dapat menempuh kuliah
di Institut Pertanian Bogor dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Kakak-kakak penulis
(Jannah Auliah, Getri Septiyani dan Vuri Handayani), keluarga besar di Cijantung,
Amby Afadilah tersayang beserta keluarga besar terimakasih atas doa, kasih sayang,
semangat, perhatian dan dukungannya hingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir
ini dengan baik. Teman satu tim penelitian (Ristia Astuti, dan Arief Ahmad Rifai)
terimakasih atas kerjasama, pengertian dan kebersamaannya, serta teman-teman
Nutrisi 42 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas
persahabatan, persaudaraan dan ukhuwah kita selama ini. Sahabat-sahabat di Jakarta
dan Bandung terima kasih atas doa-doanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi dunia peternakan di masa mendatang terutama bagi penulis dan pihak-pihak
yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2010
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Caroline, J., M. S. Gross, & Diana-Marie Spillman. 2003. Fiber Digestion in
Mammals. J. Pak. Biol Sci. 6 (17): 1567-1573).
Dehority, B. A. 2004. Rumen Microbiology. Nottingham University Press,
Nottingham.
Enari, T. M. 1983. Microbial Cellulases. In: Forgart, W. F. (Ed.). Microbial Enzymes
and Biotechnology. Applied Science. London. pp. 183-223.
Fahimuddin, M. 1975. Domestic Water Buffalo. Gulab Pirulami-Oxford, IBH
Publishing Co. G. G. Joupath-New Delhi, India.
FAO. 2000. World Watch List for Domestic Animal Diversity, Shere, B.D. (Ed.).
Food and Agriculture Organizaton of the United Nations, Rome, Italy.
Fardiaz. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas-LSI, Bogor..
Fondevilla, M. & B. A. Dehority. 1995. Interaction between Fibrobacter
succinogenesis, Prevotella ruminicola, and Ruminococcus flavefaciens in
the digestion of cellulose from forage. J. Anim. Sci. 74: 678-684.
Ghose, T. K. 1987. Measurement of Cellulase Activities. Pure & Applied. Chem vol.
59, No. 2, 257-268.
Hartadi, H. Soedomo, & A. D. Tillman. 1986. Tabel Komposisi Pakan untuk di
Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hasanuddin, A. Hasan, & S. Nompo. 2002. Kandungan bahan kering dan bahan
organik rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang difermentasi dengan
starbio dan urea pada lama penyimpanan berbeda. Buletin Nutrisi dan
Makanan ternak. 3 (2) : 25 – 32.
Henning, P. A. & A. E. Van de Walt. 1978. Inclusion of xylan in a medium for the
enumeration of total culturable rumen bacteria. Appl. And Enviroment
Microbiology. 35. 1008-10011. Dalam: P.N. Hobson & C.S. Stewart. 1997.
The Rumen Microbial Ecosystem. Blackie Academic & Professional, New
York.
Hobson, P. N. & C. S Stewart. 1992. The Rumen Microbial Ecosystem. Blackie
Academic & Professional, New York.
Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbes. 2nd Edition. Academic Press,
New Jersey.
Irawadi, T. T. 1990. Selulase. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Keman, S. 1986. Keterkaitan Produktifitas Ternak dengan Iklim di daerah Tropis.
Masalah dan Tantangan. UGM, Yogyakarta.
Leedle, J. A. Z., M. P. Bryant, & R. B. Hespell. 1982. Diurnal variation in bacterial
numbers and fluid parameters in ruminal contents of animals fed low-orhigh forage diets. Appl; and Enviroment Microbiology. 44. 402-412.
Dalam: P.N. Hobson & C.S. Stewart. 1997. The Rumen Microbial
Ecosystem. Blackie Academic & Professional, New York.
Lehninger, A. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Penerbit PT Erlangga, Jakarta.
Mackie, R. I., R. I. Aminov, B. A. White, & C. S. Mc Sweney. 2000. Editor. P. B.
Cronje. Ruminant Physiology : Digestion, Metabolism, Growth and
Reproduction. CAB. Publishing, New York.
Mattjik, A. H. & M. Sumertajaya. 2002. Rancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. IPB Press. Bogor
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, & C. A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition. 6th Ed. Longman. Scientific and Technical. John Willey and
Sons. Inc. New York.
Ngadiyono, N., H. Hartadi, M. Winugroho, D. D. Siswansyah, & S. N. Ahmad. 2001.
Pengaruh pemberian bioplus terhadap kinerja sapi madura di Kalimantan
Tengah. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6 (2) : 69 – 75.
Ørskov, E. R. 2001. The Feeding of Ruminants, Principle and Practice. 2nd Edition.
Chalcombe Publications. Aberdeen.
Pelczar, M. J. & E. C. S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Terjemahan: R.S.
Hadioetomo. UI Press, Jakarta.
Pometto III, A. L. & D. L. Crawford. 1986. Effects of pH on lignin and cellulose
degradation by Streptomyces viridosporus. J. Appl. Env. Mic. 52(2) : 246250.
Pradhan, K. 1994. Rumen ecosystem in relation to cattle and buffalo nutrition. In:
Wanapat, M. And K. Sommart (Eds.). Proc. Fist Asian Buffalo Association
Congress. Khon Kaen Publ. Thailand. January 17-21 (221-42).
Rajhan, S. K. & N. N. Pathak. 1979. Management and Feeding Buffaloes. Vikas
Publishing House PVT LTD, New Delhi.
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.
Rangkuman. BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.
Robson, L. M. & G. H. Chambliss. 1989. Enzymes Microb. Technol. 11 : 626-644.
Russell, J. B. & G. G. Bruckner. 1991. Microbial ecology of the normal animal
intestinal tract. In: J.B. Woolcock (Ed.). Microbiology of Animal and
Animal Products. Elseiver. New York.
Soedarsono. 1989. Daya Reproduksi dan Beberapa Aspek Produksi Kerbau Lumpur
(Bubalus bubalus) di Kawasan Pantai Utara Jawa Tengah. Disertasi. Pasca
Sarjana IPB, Bogor.
Soeyono. 1986, Rumput gajah (Pennisetum purpureum) sebagai bahan makanan
ternak dan penahan erosi. Pusat Pengabdian pada Masyarakat. Universitas
Jember. Jember.
Sofyan, L. A., L. Aboenawan, E. B. Laconi, A. D. Hasjmi, N. Ramli, M. Ridla, & A.
D. Lubis. 2000. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Diktat Kuliah.
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
31
Sugiarto. 2002. Konsumsi, kecernaan (in vivo) dan produksi gas (in vitro) pakan
kering campuran Acacia villosa, Calliandra calothyrsus atau Leucaena
diversifolia dengan rumput gajah pada domba. Skripsi. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suparjo, R. Murni, Akmal, & B. L. Ginting. 2008a. Klasifikasi Limbah untuk Bahan
Pakan Ternak. http://jajo66.files.worpress.com. [9 Februari 2010].
Suparjo, R. Murni, Akmal, & B. L. Ginting. 2008b. Potensi dan faktor pembatas
pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak. http://jajo66.files.worpress.com.
[9 Februari 2010].
Supriadi, M. A. 2005. Hijauan pakan dan kegunaan lainnya di lahan kering.
Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta. Hal : 69 – 77.
Suryahadi., W.G. Piliang, L. Djuwita & Y.Widiastuti. 1996. DNA recombinant
technique for producing transgenic rumen microbes in order to improve
fiber utilization. Indon. J.Top.Agric. 7 (1): 5-9
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tilley, J. M. A. & R. A. Terry. 1963. A two stage technique for the in-vitro digestion
of forage crops. J. of Brit Grassland Soc. 18: 104-111.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirakusumo, & S.
Lebdosukoyo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Van Soest, P. J. & L. A. Moore. 1982. New chemical methods for analysis of forage
for the purpose of predicting nutritive values. Proc. IX International
Grasslands Congress, Washington D. C.
Volk, W. A. & M. F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Edisi ke-5. Terjemahan :
Soenarto Adisoemarto Ph.D. Erlangga, Jakarta.
Wanapat, M. 1990. Nutritional aspects of ruminant production in South East Asia
with special reference to Thailand. Khon Khaen University, Thailand.
Widyastuti, A. 2004. Isolasi dan uji kemampuan enzim selulase dari simbion rayap.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Terjemahan : Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Winugroho, M., B. Bakrie, T. Panggabean & N. G. Yates. 1983. Pengaruh panjang
potongan dan perlakuan kimia terhadap jumlah konsumsi dan daya cerna
jerami. Proc. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar BPPP Departemen
Pertanian, Bogor.
Wiradarya, T. R. 1989. Peningkatan Produktivitas Ternak Domba melalui Perbaikan
Efisiensi Nutrisi Rumput Lapang. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
32
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi Bahan Pembuat Media Biakan Anaerob
Bahan kimia
Komposisi Media (%b/v)
Aquadest
100 ml
BHI
3,70 g
Glukosa
0,05 g
Selobiosa
0,05 g
Pati
0,05 g
Cystein-HCl
0,05 g
Hemin (0,05%)
0,05 ml
Resazurin
0,05 ml
Sumber : Triyani (2002)
Lampiran 2. Komposisi Media Pengencer
Bahan kimia
Komposisi Media
Aquadest
100 ml
NaHCO3
0,98 g
Na2HPO4.7H2O
0,7 g
KCl
0,057 g
NaCl
0,047 g
MgSO4
0,012 g
CaCl2
0,004 g
Resazurin
0,25 ml
Sumber : Tilley dan Terry (1963)
Lampiran 3. Komposisi Pembuatan Larutan Dinitrosalisilat (DNS)
Bahan kimia
Komposisi Media
Aquadest
100 ml
Asam DNS
1.0 g
NaOH
1.0 g
Phenol
0,2 g
Na2SO4
0,05 g
Sumber : Ghose (1987)
34
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Aktivitas Enzim (unit/ml)
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Ket
Perlakuan
50
659.33
13.19
2.00
1.47
1.73
**
Serat (A)
2
48.51
24.25
3.68
3.09
4.82
*
Isolat (B)
16
414.31
25.89
3.92
1.74
2.12
**
RG, RL vs JJg
1
35.16
35.16
5.33
3.93
6.89
*
RG vs RL
1
13.35
13.35
2.02
3.93
6.89
tn
AL5,AL4, AL2,BJ3,BJ6, AG1,
1
214.26
214.26
32.47
3.93
6.89
**
1
99.60
99.60
15.09
3.93
6.89
**
BJ6 vs AL2
1
4.41
4.41
0.72
3.93
6.89
tn
AL5, BJ3, AG1 vs AL4, AG3
1
8.79
8.79
1.33
3.93
6.89
tn
AG1 vs AL5, BJ3
1
0.19
0.19
0.03
3.93
6.89
tn
BJ3 vs AL5
1
0.02
0.02
0.002
3.93
6.89
tn
AG3 vs AL4
1
0.16
0.16
0.02
3.93
6.89
tn
AL1, AG5, AG6, BJ4,
1
76.43
76.43
11.58
3.93
6.89
**
1
1.77
1.77
0.27
3.93
6.89
tn
BJ2 vs BJ4
1
0.26
0.26
0.04
3.93
6.89
tn
AG5, AG6, BG2 vs AL1, AL7
1
0.07
0.07
0.010
3.93
6.89
tn
BG2 Vs AG5, AG6
1
0.014
0.014
0.002
3.93
6.89
tn
AG5 vs AG6
1
0.001
0.001
0.00002
3.93
6.89
tn
AL7 vs AL1
1
928.67
928.67
140.74
3.93
6.89
**
CL1 vs CL2, CJ2
1
10.78
10.78
1.63
3.93
6.89
tn
AL2 vs CJ2
1
0.39
0.39
0.06
3.93
6.89
tn
Interaksi A*B
32
196.52
4.41
0.93
1.56
1.87
tn
Galat
102
673.06
6.14
Total
152
1332.39
6.60
AG3 vs AL1,AG5,CL2,AG6,
BJ4, CJ2, BJ2, AL7, BG2, CL1
AL2, BJ6 vs AL5, AL4, BJ3,
AG1, AG3
BJ2,AL7,BG2 vs CL2, CJ2,
CL1
BJ4, BJ2 vs AL1, AG5, AG6,
AL7, BG2
Ket :
Faktor (A)
= Serat, Faktor (B) = Isolat
RG
= Rumput Gajah
RL
= Rumput Lapang
JJg
= Jerami Jagung
**
= Berbeda Sangat Nyata (P<0.01)
*
= Berbeda Nyata (P<0.05)
tn
= Tidak Nyata
35
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Populasi Bakteri
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhit
F0.05
F0.01
Ket
Perlakuan
50
1.6656
0.0333
3.7837
1.4748
1.7311
**
Serat (A)
2
0.0002
0.0001
0.0123
3.0854
4.8194
tn
Isolat (B)
16
1.4677
0.0917
10.4191
1.7436
2.1814
**
AL1, AG5, CL2, AG6, AL5,
1
0.0000
0.0000
0.0000
3.93
6.89
tn
1
0.0113
0.0113
1.2884
3.93
6.89
tn
AG5, AL4, AL7 vs CL2, AL5
1
0.0018
0.0018
0.2114
3.93
6.89
tn
AG5, AL7 vs AL4
1
0.0003
0.0003
0.0350
3.93
6.89
tn
AG5 vs AL7
1
0.0000
0.0000
0.0102
3.93
6.89
tn
AL5 vs CL2
1
0.0000
0.0000
0.0004
3.93
6.89
tn
AG6, AG1, AG3 vs AL1, CL1
1
748.59
748.59
85026.9
3.93
6.89
**
AG6, AG3 vs AG1
1
0.0000
0.0000
0.0007
3.93
6.89
tn
AG6 vs AG3
1
0.0000
0.0000
0.0001
3.93
6.89
tn
BJ4, CJ2, BJ2, BJ6 vs AL2,
1
0.0000
0.0000
0.0000
3.93
6.89
tn
BJ4, CJ2 vs BJ2, BJ6
1
0.0770
0.0770
8.7552
3.93
6.89
**
BJ4 vs CJ2
1
0.0166
0.0166
1.8888
3.93
6.89
tn
BJ2 vs BJ6
1
0.0302
0.0302
3.4340
3.93
6.89
tn
BJ3 vs AL2, BG2
1
0.0000
0.0000
0.0000
3.93
6.89
tn
BG2 vs AL2
1
0.0024
0.0024
0.2774
3.93
6.89
AL1 vs CL1
1
0.0001
0.0001
0.0159
3.93
6.89
Interaksi A*B
32
0.1977
0.0061
0.0004
3.93
6.89
Galat
102
0.8980
0.0088
0.0242
Total
152
2.5636
0.0168
0.7018
AL4, AL7, CL1, AG1, AG3 vs
BJ4, CJ2, AL2, BG2, BJ3, BJ6
AG5, CL2, AL5, AL4, AL7 vs
AL1, AG6, CL1,AG1, AG3
BG2, BJ3
Ket :
Faktor (A)
= Serat tn
Faktor (B)
= Isolat
RG
= Rumput Gajah
RL
= Rumput Lapang
JJg
= Jerami Jagung
**
= Berbeda Sangat Nyata (P<0.01)
*
= Berbeda Nyata (P<0.05)
tn
= Tidak Nyata
tn
tn
tn
36
Download