PENDAHULUAN Latar Belakang Protein merupakan unsur pakan yang penting dalam metabolisme tubuh ternak. Pada umumnya protein pakan di dalam rumen akan terdegradasi sehingga diperlukan suplai sumber protein yang bervariasi baik yang mudah terdegradasi maupun yang tahan degradasi. Keseimbangan jenis protein tersebut menentukan efisiensi penggunaan protein oleh ternak ruminansia. Penyediaan protein dengan pendekatan peningkatan jumlah suplai sumber protein akan meningkatkan biaya pakan. Hal tersebut terkait dengan keadaan bahwa pakan sumber protein merupakan salah satu sumber pakan yang memiliki harga yang tinggi dibandingkan dengan sumber nutrien lainnya. Protein pakan di dalam rumen akan diubah menjadi amonia terlebih dahulu sebelum digunakan oleh mikroba untuk sintesis protein tubuhnya (Sutardi, 1977). Suryadi (1993) menyatakan bahwa ruminansia dapat hidup dengan ransum berkualitas rendah dan mampu memanfaatkan senyawa NBP (nitrogen bukan protein) untuk pembentukan protein mikroba sebagai protein pakan. Salah satu sumber NBP yang sering digunakan sebagai pakan adalah urea. Urea lebih sering digunakan dalam pakan ruminansia karena ketersediaannya yang cukup. Tingkat penggunaan urea yang disarankan adalah tidak melebihi 3% dari campuran konsentrat (McDonald, 1972). Urea tidak dapat menggantikan protein. Namun urea dapat mensuplai nitrogen sebagai komponen dari protein mikroba, namun molekul lainnya diperoleh dari sumber lain seperti kerangka karbon (Sutardi, 1977) dan hidrogen berasal dari karbohidarat yang mudah terfermentasi. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar diperoleh utilisasi optimum adalah ketersediaan energi yang cukup dan mudah tersedia serta perlunya unsur mikro yang cukup (Neumann dan Snapp, 1969). Beberapa contoh unsur mikro yaitu Cr, Mn, Cu, Zn, Co, F. Kromium (Cr) merupakan unsur mikro yang penting dalam metabolisme mikroba rumen dan tubuh ternak. Unsur Cr merupakan mineral essensial bagi mikroba rumen (Jayanegara et al., 2006). Vincent dan Davis (1997) melaporkan bahwa Cr merupakan komponen GTF (glucose tolerance factor). Bestari (2007) menyatakan bahwa substansi GTF mampu meningkatkan pengambilan glukosa. 1 Suplementasi Cr dalam bentuk organik maupun inorganik dapat menurunkan efek negatif antibakteri dengan berperan sebagai GTF walaupun tanpa ada insulin (Linder, 1992). Unsur Cr diperkirakan juga diperlukan mikroba untuk menunjang pertumbuhan yang normal. Batas maksimum toleransi konsentrasi Cr dalam ransum adalah 3000 mg/kg dalam bentuk oksida dan 1000 mg/kg dalam bentuk klorida (NRC, 2001). Kobalt (Co) merupakan salah satu unsur esensial untuk pertumbuhan hewan dan merupakan bagian dari molekul vitamin B12 (Arifin, 2008) yang dapat disentesis oleh bakteri di dalam rumen. Dalam struktur molekul vitamin B12 yang kompleks, atom Co berada pada pusat cincin tetra-ring porphryn sehingga disebut cyanocobalamin (Parakkasi, 1999). Pada sel mamalia, vitamin B12 mempunyai dua fungsi yang berbeda, yaitu synthase untuk mengubah methylcobalamin digunakan oleh enzim methionine homosistein menjadi metionin sedangkan 5’- deoxyadenosylcobalamin digunakan oleh enzim methylmalonyl-CoA mutase dalam konversi methylmalonyl-CoA menjadi succinyl-CoA (Norris, 2002). Succinyl-CoA adalah suatu senyawa intermediat dalam produksi asam propionat (Hobson dan Stewart, 1997). Defisiensi Co dapat menurunkan jumlah mikroorganisme rumen. Kadar Co yang dianjurkan oleh NRC (2001) yaitu sebesar 0,1-10 ppm untuk anak sapi. Mineral mikro memiliki kisaran kadar dalam ransum antara keracunan dan kekurangan yang sangat sempit. Absorpsi mineral mikro yang berlebihan pada pakan dengan kadar mineral tinggi menyebabkan keracunan dan menurunkan performan produksi ternak. Pembatasan kadar mineral mikro dalam ransum dapat menyebabkan defisiensi akibat adanya antagonisme antar mineral. Pemanfaatan mineral dalam bentuk senyawa organik memiliki beberapa keuntungan yang salah satu diantaranya adalah mengurangi interaksi antar mineral Suplementasi mineral organik dapat mengatasi disortasi status mineral pada ternak (Adawiah et al., 2006 ). Sintesis mineral organik dapat dilakukan melalui proses biofermentasi dengan bantuan mikroorganisme (Muktiani dan Tampubolon, 2001). Peran unsur Cr dan Co dalam rumen khususnya dalam pemanfaatan nitrogen bukan protein belum banyak diketahui. Hal ini sangat diperlukan karena penggunaan urea memacu produksi protein mikroba yang merupakan salah satu faktor pembatas 2 tingkat produksi ternak ruminansia khusunya di Indonesia. Penambahan Cr organik pada taraf 1 ppm dan Cr anorganik pada taraf pemberian 4 ppm meningkatkan konsentrasi VFA dan menurunkan konsentrasi NH3 (Jayanegara et al., 2006). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suplementasi kromium atau kobalt baik dalam bentuk organik maupun inorganik pada fermentasi senyawa nitorgen in vitro. 3