Komplikasi Rhinosinusitis

advertisement
Mini Seminar
Rhinosinusitis Kronis Eksaserbasi Akut
Oleh:
Benedicta MS – Calvin KM – C Rico
Andrian – Deriyan SW – Dwi W
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
•
•
•
•
•
Nama
: Tn. S
Umur
: 68 tahun
Suku Bangsa : Indonesia
Pekerjaan
: Pensiunan pelaut/nelayan
Tanggal Pemeriksaan: 16 April 2013
Keluhan Utama
• Nyeri pada wajah dan sekitar mata sejak 1 hari
sebelum masuk Rumah Sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
• 1 hari sebelum masuk rumah sakit: wajah dan
mata nyeri, terdapat bengkak
• Gangguan penglihatan tidak dirasakan, mata
merah dan nyeri, sensasi benda mengganjal
• Kedua mata bengkak & tidak dapat dibuka
Riwayat Penyakit Sekarang (2)
• 2 minggu SMRS kedua hidung tersumbat,
ingus hijau kecoklatan, bercak darah (-),
demam (-), keluhan sudah sering dirasakan
• Penciuman memburuk sejak 2 hari SMRS
• Nyeri wajah makin hebat 1 hari SMRS,
memberat bila menunduk dan disertai nyeri
ubun-ubun dan bagian belakang kepala
• Gigi terasa nyeri dan linu sehingga sulit
mengunyah dan tidak bisa menggosok gigi
Riwayat Penyakit Sekarang (3)
• Dahak mengalir ke tenggorokan dan membuat
batuk
• Nyeri menelan (+), suara serak (-)
• Nyeri telinga (-), gangguan pendengaran (-)
• Pernah berobat ke dokter THT 5 hari SMRS
• Penurunan berat badan (+) 2 bulan terakhir
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat bersin-bersin, hidung dan mata gatal,
ingus encer, dan hidung tersumbat di pagi hari
atau saat berkontak dengan debu tidak ada
• Asma (-)
• Sakit gigi (+), gigi atas dicabut 1 tahun yang lalu
• Trauma hidung atau wajah (-)
• DM sejak 7 tahun yang lalu, pasien hanya
mengatur makanan dan tidak berobat
• Alergi (-), Hipertensi (-), penyakit jantung (-)
• Operasi tiroid tahun 2001, minum thyrax hanya
sampai 2009
Riwayat Penyakit Dahulu (2)
• Didiagnosis TB paru tahun 2010, pengobatan
tuntas selama 6 bulan tanpa obat suntik,
dinyatakan sembuh oleh dokter
Riwayat Penyakit Dahulu (2)
• Riwayat merokok 2 bungkus setiap hari sejak
muda (±30-40 tahun), seminggu SMRS
berhenti
Pemeriksaan Fisik
•
•
•
•
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 84 x/menit, teraba kuat,
isi cukup, teratur
• Suhu
: afebris
• Pernapasan
: 20x/menit, tidak ada
dispnea, stridor, maupun retraksi
Pemeriksaan Fisik (2)
• Paru
: vesikular +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/• Jantung : BJ 1 dan 2 normal, tidak ada
murmur, tidak ada gallop
• Abdomen: datar, simetris, bising usus +
normal, nyeri tekan tidak ada
• Ekstremitas: akral hangat, tidak ada edema
Pemeriksaan THT
Daun Telinga
Telinga Kanan
Telinga Kiri
Bentuk normal, tidak
terdapat deformitas atau
edema, tidak hiperemis.
Bentuk normal, tidak
terdapat deformitas atau
edema, tidak hiperemis.
Daerah Retro Aurikuler
Tidak ada nyeri tekan, tidak Tidak ada nyeri tekan, tidak
hiperemis
hiperemis
Liang Telinga
Lapang, terdapat serumen, Lapang, terdapat serumen,
tidak ada sekret
tidak ada sekret
Gendang Telinga
Intak, terdapat refleks
cahaya di arah pukul 5
Intak, refleks cahaya sulit
dinilai
Positif
Positif
PENALA
Rinne
Weber
Schwabach
Tidak ada lateralisasi
Sama dengan pemeriksa
Sama dengan pemeriksa
Pemeriksaan THT (2)
Sisi Kanan
Sisi Kiri
Hidung Luar
Tampak edema, hiperemis dari hidung hingga kedua
pipi dan mata, serta terdapat nyeri tekan
Vestibulum
Simetris
Lubang Hidung
Sempit
Sempit
Rongga Hidung
Sempit, tampak sekret
mukopurulen mengalir
dan krusta, hiperemis
Sempit, tampak sekret
mukopurulen mengalir
dan krusta
Septum
Tidak terdapat deviasi,
edema (+) tampak
furunkel pada 1/3
anterior septum
Tidak terdapat deviasi,
edema (+)
Pemeriksaan THT (3)
Sisi Kanan
Sisi Kiri
Konka Superior
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Konka Media
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Konka Inferior
eutrofi
eutrofi
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Meatus Media
Kesan terbuka
Kesan terbuka
Meatus Inferior
Terbuka
Terbuka
Sinus Maksila
Nyeri tekan (+)
Nyeri tekan (+)
Sinus Ethmoid
Nyeri tekan (+)
Nyeri tekan (+)
Sinus Frontal
Nyeri tekan (+)
Nyeri tekan (+)
Meatus Superior
Pemeriksaan THT (4)
Arkus Faring
Simetris
Uvula
Di tengah
Dinding Faring
hiperemis
Tonsil
T1 – T1, warna merah muda, tidak
hiperemis, kripta tidak melebar,
detritus tidak ada, perlekatan (-)
• Nasofaring
• Laring
• Mulut
: belum dapat dinilai
: tidak diperiksa
: mukosa baik
Pemeriksaan THT (5)
• Gigi Geligi
Pemeriksaan Mata
Keterangan
Tajam penglihatan
OD
OS
>3/60 bedside
>3/60 bedside
Gerakan bola mata
Posisi
Orthophoria
Tekanan intraokular
Normal (palpasi)
Normal (palpasi)
Palpebra
Tarsal superior edema Tarsal superior edema dan
dan hiperemis, spasme hiperemis,
(+)
spasme
fistul keluar pus aktif di
palpebra inferonasal
Konjungtiva
(+),
Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi konjungtiva (+)
Injeksi siliar (+)
Injeksi siliar (+)
Kornea
Jernih, jaringan fibrovaskular (+),
Jernih, jaringan fibrovaskular (+),
defek epitel inferonasal 2x2mm,
defek epitel di inferior 3x4 mm,
staining (+)
staining (+)
Bilik mata depan
Dalam
Dalam
Iris dan pupil
Bulat, sentral, refleks cahaya baik
Bulat, sentral, refleks cahaya baik
Lensa
Jernih
Jernih
Vitreous
Jernih
Jernih
Funduskopi
Papil bulat dan batas tegas, cup- Papil bulat dan batas tegas, cupdisk ratio 0,3, aa/vv 2/3
Pemeriksaan swab kornea:
Gram : kokus gram (+)
KOH
: tidak ada jamur
disk ratio 0,3, aa/vv 2/3
Tampilan Klinis
Tampilan Klinis (2)
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
• Hb
13,1 g/dL
• Ht
37,4%
• Eritrosit
4,25x106/uL
• MCV
88 fL
• MCH
30,8 pg
• MCHC
35,0 g/dL
• Trombosit
271.000/uL
• Leukosit
16.940/uL ↑
• Hitung jenis 0,1/0/85,8/7,3/6,8
(basofil, eosinofil, neutrofil,
limfosit, monosit)
Kimia Klinik
• SGOT/SGPT
• Protein Total
• Albumin
• Globulin
• A/G ratio
• Ureum
• Kreatinin
• GDS
15/18
7,0 g/dL
3,56 g/dL
3,44 g/dL
1.0
55 mg/dL ↑
1,0 mg/dL
523 mg/dL ↑
Elektrolit
• Na
• K
• Cl
122 mEq/L ↓
5,58 mEq/L ↑
76,9 mEq/L ↓
EKG
•
•
•
•
•
•
•
SR
LAD
PR interval >0,2s
QRS duration 0,08s
ST-T changes (-)
Hipertrofi tidak ada
AV block derajat 1
Foto Thorax
• CTR<50%, aorta
elongasi
• Mediastinum
superior tidak
melebar
• Trakea di tengah
• Pulmo: corakan
bronkhovaskular
baik, infiltrat paru
kanan atas
• Kedua hilus baik
• Sinus
costofrenikus dan
diafragma baik
• Jaringan lunak dan
tulang baik
CT Scan
• Penebalan jaringan lunak
regio frontal, palpebra
kanan-kiri, nasal,
maksilla suspek selulitis.
• Penebalan dan
penyangatan bulbus
okuli sisi anterior
bilateral, suspek
keratokonjungtivitis.
• Penebalan mukosa
minimal sinus frontal dan
ethmoid bilateral.
• Tidak tampak kelainan
pada tulang-tulang wajah
dan calvaria.
CT Scan
Diagnosis Kerja
1. Abses septum nasi dengan komplikasi
selulitis kulit dan selulitis preseptal orbita
2. Rinosinusitis Kronik Eksaserbasi Akut
3. Keratokonjungtivitis bakteri
4. Diabetes mellitus tipe II tidak terkontrol
5. Suspek TB paru kambuh
Rencana Penatalaksanaan
RENCANA PEMERIKSAAN
• Periksa sputum BTA
• Kultur swab hidung dan resistensi antibiotik
• Periksa kadar TSH, T3 dan T4
RENCANA TERAPI
• Drainase abses (sudah dilakukan)
• Cefepime 2x2gr IV
• Dynastat 2x40mg IV
• Strimar 3xpuff II hidung kanan-kiri
• Diet DM 1900 kalori/hari (3 porsi kecil, 3 porsi besar)
• Drip 2 unit actrapid 06.00-18.00, drip 1 unit actrapid 18.00-06.00
• Fixed-dose humalog 3x10 unit
• IVFD Nacl 0,9% 500cc/8jam
• NaCl 3x500mg
• Konsultasi dengan Departemen Kulit, Mata, dan IPD
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus Paranasal dan Kompleks Osteomeatal
• Sinus paranasal
– Anterior
• Maksila, frontal, ethmoidalis anterior
– Posterior
• Ethmoidalis posterior dan sfenoid
• Kompleks Osteomeatal
–
–
–
–
–
–
1.
Prosesus usinatus
Infundibulum etmoid
Hiatus semilunaris
Bula etmoid
Aggernasi
Resesus frontal
Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2011.
Sinus Paranasal dan Kompleks Osteomeatal (2)1
1.
Grevers G. Disease of the nose, paranasal sinuses, and face. In: Probst R, Grevers G, Ino H, editors. Basic Otorhinolaryngology A Step-ByStep Learning Guide. 1st ed. Stuttgart: Georg Thieme Verlag; 2006.
Rhinosinusitis
• Pembagian waktu: akut dan kronik
• Tingkat keparahan: ringan, sedang, berat
• Gejala
– Hidung tersumbat
– Sekret biasanya mukopurulen
– Post nasal drip
– Rasa sakit pada wajah
– Nyeri kepala
– Hiposmia atau anosmia
1.
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2011.
Rhinosinusitis Akut
• Durasi <12 minggu
• Rhinosinusitis viral, postviral, bakterial
• Faktor predisposisi
–
–
–
–
–
–
–
Pajanan lingkungan
Faktor anatomis
Gangguan pada silia
Primary Cilia Dyskinesia (PCD)
Laryngopharyngeal Reflux (LPR)
Ansietas dan Depresi
Penyakit kronis
• Bronkitis, asma, penyakit jantung, DM, kanker sering dihubungkan
dengan meningkatnya risiko ARS sekunder dengan influenza1
1.
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2011.
Rhinosinusitis Akut (2)
• Diagnosis Banding
–
–
–
–
ISPA Viral
Rhinitis alergi
Penyakit orodontal
Penyakit lain
• Sepsis intraKranial
• Sindroma nyeri wajah lain (tension-type headache, cluster
headache, migraine)
• Vaskulitis (Wagener’s granulomatosis, Sindroma Churg-Strauss,
Sarkoidosis)
• Rhinosinusitis akut fungal invasif (pada pasien imunosupresif dan
DM tidak terkontrol)
• Kebocoran likuor serebrospinal
Panduan Penatalaksanaan Rhinosinusitis Akut
1.
Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bacher C. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2012. Rhinology.
Rhinosinusitis Kronis
• Durasi > 12 minggu
• Faktor predisposisi
–
–
–
–
–
–
–
–
1.
Gangguan silia
Alergi
Asma
Sensitivitas aspirin
Pasien dengan imunokompromis
Faktor genetic
Kehamilan dan status endokrin
Pajanan lingkungan
Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bacher C. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2012. Rhinology.
Rhinosinusitis Kronis (2)
• Faktor predisposisi eksaserbasi akut
– Alergi
– Pajanan terhadap asap rokok ataupun iritan
lainnya
– Gangguan sistem imun
– Infeksi viral
– Deformitas septum
1.
Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bacher C. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2012. Rhinology.
Panduan Penatalaksanaan Rhinosinusitis Kronis
1.
Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bacher C. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2012. Rhinology.
Sinusitis Jamur
• Infeksi jamur pada sinus paranasal
• Faktor predisposisi
–
–
–
–
Diabetes mellitus
Neutropenia
AIDS
Perawatan yang lama di rumah sakit
• Kecurigaan
– Sinusitis unilateral yang sukar disembuhkan dengan terapi
antibiotik
– Gambaran kerusakan tulang dinding sinus
– Membran bewarna putih keabu-abuan pada irigasi
antrum.1
1.
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2011.
Sinusitis Jamur (2)
• Terapi
– pembedahan
– Debrideman
– Anti jamur sistemik (amfoterisin B)
– Pengobatan terhadap penyakit dasarnya.
1.
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2011.
Abses Septum Nasi
• Disebabkan oleh trauma yang kadang-kadang
tidak disadari oleh pasien
• Gejala
– Hidung tersumbat progresif
– Nyeri hidung berat, terutama terasa di puncak
hidung
– Demam dan sakit kepala.
1.
Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan septum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2011.
Abses Septum Nasi (2)
• Terapi
– Drainase nanah
– Antibiotika dosis tinggi
• Komplikasi
– Dekstruksi tulang rawan septum
– Hidung pelana (mendesak)
– Komplikasi ke intracranial.
1.
Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan septum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2011.
Komplikasi Rhinosinusitis
• Berdasarkan
lokasi/struktur yang
terkena
–
–
–
–
1.
2.
Orbital (60-75%)
Intrakranial (15-20%)
Tulang (5-10%)
Kelainan paru
(sinobronkitis pada
rhinosinusitis kronik)1,2
Sumber: Cruz AAV et al (2007)
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2011.
Pham V, Maeso P. Complication of rhinosinusitis: synopsis of critical sequelae. 2010
Komplikasi Orbita
• Klasifikasi menurut
Chandler:
–
–
–
–
–
Selulitis preseptal
Selulitis orbital
Abses subperiosteal
Abses orbital
Trombosis sinus
kavernosus1
• Faktor predisposisi
– Usia (anak-anak > dewasa)
– Defek kongenital
– Vena oftalmika2
1.
2.
Sumber: Merck Manual
Giannoni CM, Weinberger DG. Complication of rhinosinusitis. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2006.
Grevers G. Disease of the nose, paranasal sinuses, and face. 2006.
Selulitis Preseptal
• Etiologi
–
–
–
–
Sinusitis ethmoid
Trauma kulit
Ekstensi infeksi lokal
Hematogenosa
• Patologi dan patogenesis
– Infeksi jaringan subkutan anterior
dari septum orbita
– Rhinosinusitis  gangguan
drainase vena
• Tanda dan gejala
– Tenderness, edema, hiperemis
palpebra
– Gerakan mata dan visus baik
1.
2.
Giannoni CM, Weinberger DG. Complication of rhinosinusitis. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2006.
Grevers G. Disease of the nose, paranasal sinuses, and face. 2006.
Selulitis Preseptal (2)
Klinis
1.
CT-Scan
Giannoni CM, Weinberger DG. Complication of rhinosinusitis. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2006.
Selulitis Orbita (Bakterial)
• Etiologi
– Ekstensi dari selulitis
preseptal, dentogen,
hematogen, trauma/bedah
• Patologi
– Edema difus intraorbital
tanpa abses
• Tanda dan gejala
– Demam, malaise, nyeri,
visus menurun mendadak
– Edema dan hiperemis
– Proptosis, oftalmoplegia,
gangguan N.II1,2
1.
2.
Giannoni CM, Weinberger DG. Complication of rhinosinusitis. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2006.
Grevers G. Disease of the nose, paranasal sinuses, and face. 2006.
Selulitis Orbita (Bakterial) (2)
Komplikasi
Pemeriksaan
TIO ↑
Visus, RAPD
CRAO/CRVO
DPL, kultur,
CT, L.Puncture
Abses otak
Trombosis
Terapi
Seftazidim iv +
metronidazole po
Vancomisin
Kompres hangat
1.
Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach [ebook]. 7 th ed. Edinburgh: Elsevier Saunders; 2011. Chapter 21.
Komplikasi Orbital Lainnya
Abses
subperiosteum
1.
Abess orbita
Trombosis
sinus
kavernosus
Giannoni CM, Weinberger DG. Complication of rhinosinusitis. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2006.
Diabetes Mellitus (DM)
• Penyakit kronik yang disebabkan oleh
ketidakmampuan organ pankreas untuk
memproduksi hormon insulin dalam jumlah
yang cukup, tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas
secara efektif, atau gabungan dari kedua hal
tersebut1
1. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2011.
Edisi ke-4. Jakarta: PB. PERKENI. 2011.
Diagnosis DM
• Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥
200 mg/dL
• Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥
126 mg/dL
• Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200
mg/dL1
1. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2011.
Edisi ke-4. Jakarta: PB. PERKENI. 2011.
DM dan Infeksi
• Infeksi  morbiditas dan mortalitas pada
pasien DM
• Infeksi memperburuk kondisi metabolik, dan
sebaliknya.
• Kondisi metabolik (hiperglikemia dan asidosis)
 mengganggu imunitas humoral, leukosit
polimorfonuklear, dan fungsi leukosit seperti
adhesi, kemotaksis, dan fagositosis.
1. Clement S, Braithwaite SS, Magee MF, Ahmann A, Smith EP, Schafer RG, et al. Management of diabetes and hyperglycemia in hospitals.
Diabetes Care. 2004;27(2):553-91.
2. Syah BR, Hux JE. Quantifying the risk of infectious diseases for people with diabetes. Diabetes Care. 2003(2);26:510-3.
DM dan Infeksi (2)
• DM lama  penyakit mikrovaskular dan
makrovaskular  perfusi ke jaringan buruk dan
risiko infeksi meningkat.
• Neuropati  luka-luka yang tidak disadari 
tempat masuk infeksi.
• Infeksi yang sering terjadi antara lain infeksi kulit
oleh bakteri, jamur, selulitis, infeksi saluran
napas (bronkitis), infeksi saluran kemih, dan
infeksi THT (sinusitis, otitis eksterna maligna,
mucormikosis rhinoserebral)
1. Clement S, Braithwaite SS, Magee MF, Ahmann A, Smith EP, Schafer RG, et al. Management of diabetes and hyperglycemia in hospitals.
Diabetes Care. 2004;27(2):553-91.
2. Syah BR, Hux JE. Quantifying the risk of infectious diseases for people with diabetes. Diabetes Care. 2003(2);26:510-3.
1. Boyko EJ, Lipsky BA. Infection and diabetes. In: Diabetes in America. 2nd ed. Washington DC: NIDDK. 1995;485-96.
Otitis Eksterna Maligna
• Faktor predisposisi
– DM dengan usia > 35 tahun
• Etiologi
– Pseudomonas aeruginosa
• Patologi
– otitis eksterna tahap lanjut
disertai perikondritis dan
osteomyelitis temporal
• Tanda dan gejala
– nyeri telinga hebat dan
otorea
1. Handzel O, Halperin D. Necrotizing (malignant) external otitis. Am Fam Physician. Jul 15 2003;68(2):309-12.
Rhinocerebral mucormycosis
• DM tidak terkontrol,
ketoasidosis diabetik
• Nyeriperiorbital/perinasa,
edema, sekret merah/
hitam, keterlibatan orbita,
jaringan nekrotik hidung
• Penjalaran intrakranial
melalui kribriform:
– abses serebri
– trombosis sinus
kavernosus/arteri karotis
interna
1. O'Neill BM, Alessi AS, George EB, Piro J. Disseminated rhinocerebral mucormycosis: a case report and review of the literature. J Oral
Maxillofac Surg. Feb 2006;64(2):326-33.
Tatalaksana DM
DISKUSI
Etiologi
• Gejala nyeri dan edema wajah bilateral:
– trauma (x)
– keganasan (x)
– infeksi (√)
• Fokus infeksi:
– Kulit (x)
– Rongga orbita (x)
– Rongga hidung/sinus paranasal (√):
•
•
•
•
Rinitis akut (x)
Rinitis alergi (x)
Rhinosinusitis akut (x)
Rhinosinusitis kronik eksaserbasi akut (√)
Patofisiologi
• Kongesti
• Hiposmia
• Ambigu
dengan
selulitis
• Leukosit
• MO
Edema
Sekret
Purulen
Nyeri
tekan
sinus
Nyeri
alih
kepala
• ↑ dengan
menunduk
Patofisiologi (2)
Gigi terasa
linu
Postnasal
drip
Dasar sinus
maksila
Faringitis
Sinusitis
dentogen
UAD
N. V
Konsultasi
Gigi-Mulut
Penegakan Diagnosis
• Menurut panduan penatalaksanaan American
Academy of Allergy, Asthma, and Imunology
tahun 1999
• Akut:
– gejala mayor : sekret hidung purulen, post nasal
drip purulen, batuk
– gejala minor: sakit kepala, nyeri wajah, edema
periorbita, nyeri gigi, nyeri tenggorok
– Diagnosis ditegakkan bilamana terdapat >2 mayor
atau 1 mayor + 2 minor
Penegakan Diagnosis (2)
• Kronik:
– Riwayat episode sebelumnya → hidung
tersumbat, ingus purulen (2 faktor mayor) →
strong history
– Terdapat > 4 episode serangan dalam 1 tahun
• Dengan demikian, disimpulkan bahwa pasien
mengalami rhinosinusitis kronik eksaserbasi
akut
Penegakan Diagnosis (3)
• Faktor risiko eksaserbasi akut rhinosinusitis
pada pasien ini:
• Merokok : mengganggu pergerakan silia→ drainase
mukus dari sinus paranasal dapat terhambat walau
struktur anatomis normal
• Alergi (x) : asma, rinitis alergi (-)
• Kelainan struktural tidak diperoleh dari PF, namun
ditunjang melalui hasil CT-scan sinus paranasal
• Faktor metabolik (konsultasi IPD untuk terapi)
– Hipotiroid : patofisiologi belum dipahami sepenuhnya
– DM : risiko infeksi ↑ → infeksi jamur, komplikasi intrakranial
(x)
Rencana Penatalaksanaan
• Tatalaksana
– Mengatasi infeksi pada serangan akut
• Cefepime 2x2 gram iv (antibiotik 10-14 hari walau
gejala klinis telah hilang)
• Menjaga hygiene hidung dengan cuci hidung nasal
spray NaCl (Strimar)
– Menghilangkan edema
• Parecoxib (Dynastan), golongan nonsteroidal
antiinflammatory drugs (NSAID)
Rencana Penatalaksanaan (2)
• Tatalaksana
– Memperbaiki drainase dan mempertahankan patensi KOM
• Rekonstruksi anatomis (operatif) menurut kelainan yang terdapat
pada hasil CT
– Memutus siklus patologik yang menyebabkan
rhinosinusitis kronik
• Edukasi pasien untuk berhenti merokok yang dapat mengganggu
fungsi silia
• Rencana pemeriksaan penunjang
– Kultur swab hidung dan resistensi antibiotik jika
diperlukan, dilakukan sebelum pemberian antibiotik atau
respon antibiotik tidak optimal
Abses Septum
• Abses pada kavum nasi kanan
– Mikrotrauma yang tidak disadari, misalnya setelah
mengorek hidung
• Infeksi juga lebih mudah terjadi karena gula
darah yang tidak terkontrol pada pasien.
• Jika dibiarkan dapat menimbulkan keluhan
hidung tersumbat, perluasan infeksi ke
jaringan subkutan sekitarnya (selulitis)
• Abses harus ditatalaksana secepatnya karena
dapat menimbulkan nekrosis kartilago septum
(telah dilakukan pada pasien)
Selulitis
• Selulitis yang dialami pasien dapat bersumber
dari infeksi hidung/sinus paranasal
(penyebaran infeksi lbh mudah akibat DM
tidak terkontrol)
• Pada mata : dapat melalui sinus ethmoidalis
yang berbatasan dengan orbita lewat lamina
papiracea
– Selulitis orbita (x)
– Selulitis preseptal (√)
• Perlu konsultasi departemen kulit, mata
Selulitis (2)
• Pada mata juga terjadi infeksi (sekret purulen
dari kedua mata, injeksi konjungtiva, injeksi
silier, infiltrat pada kornea) :
keratokonjungtivitis
• Swab untuk menentukan patogen penyebab:
bakteri Gram positif → keratokonjungtivitis
bakteri
• Konsultasi departemen mata
Foto Polos
• Riwayat TB paru: suspek
kambuh
(imunitas)
• Gejala tidak
khas pada
pasien geriatri
• Pemeriksaan
sputum BTA
CT Scan
CT Scan
CT Scan
Daftar Rujukan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Hamiltos DL. Chronic Rhinosinusitis (Beyond the Basic). 2012 [cited 2013 April 19]. Available on:
http://www.uptodate.com/contents/chronic-rhinosinusitis-beyond-the-basics tanggal
Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bacher C. European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyps 2012. Rhinology. International Rhinology Society. 2012.
Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti
RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
Pham V, Maeso P. Complication of rhinosinusitis: synopsis of critical sequelae. The University of
Texas Medical Branch. 2010 [cited 2013 April 19]. Available on:
http://www.utmb.edu/otoref/grnds/sinusitis-2011-0425/sinusitis-slides-2011-0425.pdf
Cruz AAV, Demarco C, Valera FCP, Santos AC, Anselmo-Lima WT, Marquezini RMS. Orbital
complication of acute rhinosinusitis: a new classification. Rev Bras Otorrinolaringol. 2007 [cited
2013 April 19]; 73(5): 684-8. Available on:
http://www.scielo.br/pdf/rboto/v73n5/en_a15v73n5.pdf
Giannoni CM, Weinberger DG. Complication of rhinosinusitis. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands
SD, editors. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. Texas: Lippincott Williams and
Wilkins; 2006.
Grevers G. Disease of the nose, paranasal sinuses, and face. In: Probst R, Grevers G, Ino H,
editors. Basic Otorhinolaryngology A Step-By-Step Learning Guide. 1st ed. Stuttgart: Georg
Thieme Verlag; 2006.
Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach [ebook]. 7th ed. Edinburgh:
Elsevier Saunders; 2011. Chapter 21.
American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course: External Disease and
Cornea Section 8. Lifelong Education For The Ophthalmologist. 2011-2012 [cited 2013 April 19].
Download