OA - Digilib Esa Unggul

advertisement
BAB 2
KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
A. Deskripsi teori
1. Osteoathritis (OA) Knee
a. Definisi Osteoathritis (OA) Knee
Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan
patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada
umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah
berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis merupakan gangguan yang
disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia, mekanik, genetik, humoral
dan faktor kebudayaan ( Poole A.R, 2001 ). Osteoartritis merupakan suatu
penyakit dengan perkembangan slow progressive, ditandai adanya
perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan
sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi. OA merupakan
gangguan dari persendian diartroldial yang dicirikan oleh fregmentasi dan
terbelahnya kartilago persendian. Lesi permukaan itu disusul oleh proses
pemusnahan kartilago secara progresif. Melalui sela – sela yang timbul
akibat degenerasi fibrilar pada kartilago, cairan synovial dipenetrasikan ke
dalam tulang lapisan kartilago, yang akan menghasilkan kista – kista.
Kartilago yang sudah hancur mengakibatkan sela persendian menjadi
sempit. Disamping itu tulang bereaksi terhadap lesi kartilago dengan
12 13 pembentukan tulang baru ( osteofit ) yang menonjol ke tepi persendian (
Soeroso, 2007 )
Menurut AD Milne ( 2007 ) berdasarkan Kellgren dan Lawrence
membagi kelainan degenerasi pada OA sebagai berikut:
Derajat 0
: Normal
Derajat 1
: Tampak adanya osteofit minimal
Derajat 2
: Ostefit pasti ada pada dua titik , dengan schlerosis
subkondral dan kista subkondral yang minimal , tetapi celah sendi
masih baik dan tidak ada deformitas.
Derajat 3
: Ostefit sedang, beberapa deformitas pada ujung tulang
celah sendi sempit.
Derajat 4
: Osteofit besar dan deformitas pada ujung tulang,
celah sendi menghilang, sclerosis dan kista subcondral.
b. Etiologi Osteoathritis (OA) Knee
Pada umumnya penderita Osteoarthritis lutut ini, etiologinya tidak
diketahui. Namun beberapa factor yang disebut-sebut mempunyai peranan
atas timbulnya Osteoarthritis antara lain :
1) Umur
OA umumnya terjadi pada usia lanjut, namun belum jelas
benar apakah OA memang terjadi sebagai konsekwensi dari proses
penuaan ( Isbagio, 2001 ).
14 2) Obesitas
Hubungan
antara
obesitas
dan
OA
masih
tetap
membingungkan, karena OA sering ditemukan juga pada sendi
yang tidak menahan beban. Sebaliknya sendi pergelangan kaki yang
merupakan sendi penahan beban ( weight bearing joint ) biasanya
bebas dari kelainan ini ( Hudaya, 2002 ).
3) Genetik
Mungkin ada hubungannya dengan defek pembentukan
serabut
collagen,
defek
pembentukan
proteoglicane
atau
hiperaktivitas chondrocyte, yang kesemuanya mempermudah
timbulnya kerusakan sendi ( Hudaya, 2002 )
4) Aktifitas fisik dan kerusakan sendi sebelumnya
Seseorang yang sangat banyak melakukan aktifitas fisik dan
sering mengalami trauma yang berulang ( misal : para olahragawan
) mempunyai resiko yang tinggi untuk terkena OA ( Isbagio, 2001 ).
2. Anatomi Terapan dan Biomekanik Knee
Lutut merupakan sendi yang unik bentuknya, yang terbentuk atas tiga
persendian yaitu tibio femoral, patello femoral dan tibia fibular. Sendi tibio
femoral mempunyai dua permukaan yang berbeda, dimana permukaan
kondilus medialis lebih besar dari pada kondilus lateralis, sehingga pada
gerakan fleksi dan ekstensi, gerakan pada medialis lebih luas daripada
lateralis, dimana pada saat ekstensi terjadi gerak eksternal rotasi. Diantara
os tibia dan os femur terdapat sepasang meniskus yaitu meniskus medial
15 dan meniskus lateral. Fungsi meniskus ini sebagai bantalan sendi dan
menambah luas permukaan sendi lutut pada permukaan tibia sehingga
memungkinkan gerakan sendi lutut lebih luas atau bebas. Meniskus juga
berfungsi dalam menyebarkan tekanan pada kartilago artikularis dan
menurunkan distribusi tekanan antara dua kondilus, serta mencegah kapsul
sendi terdorong melipat masuk ke dalam sendi. Sendi patello femoral
mempunyai facies articularis yang terdiri atas tiga permukaan pada bagian
lateral dan satu permukaan pada bagian medial. Muskulus vastus lateralis,
vastus intermedius dan rectus femoris sebagai stabilisator aktif berfungsi
menarik patella kearah proksimal sedangkan muskulus vastus mediali
berfungsi menarik patella ke arah medial sehingga posisi patella stabil (
Evelyn, C, 2002 ).
Gambar 2.1 Ekstensor retinakulum diperkuat medial oleh ligament medial
patellofemoral berorientasi melintang dan ligamen medial patellotibial berorientasi
longitudinal. Lateral, ligamentum patellofemoral lateral dan lateral yang
patellotibial ligamen membantu melawan sebuah glide medial berlebihan dari
patella.
Sumber : Snyder-Mackler.223 In: Levangie and Norkin, p. 401, with permission
16 Sendi tibio fibular dibentuk oleh facies kapituli fibula dan facies
articular tibiofibular yang terdapat pada bagian lateral posterior kondilus
lateral tibia, sendi ini merupakan hubungan antara os tibia dan os fibula
yang berfungsi menahan beban yang diterima sendi lutut dari beban tubuh.
Ligamen mempunyai sifat extensibility dan kekuatan, yang cukup kuat (
tensile strength ) yang mempunyai sebagai pembatas gerakan dan
stabilisator sendi. Ada beberapa ligamen sendi lutut yaitu : Ligamen
kolateral berfungsi sebagai penahan berat badan baik dari medial maupun
dari lateral. Arah ligamen kolateral lateral dan kolateral medial akan
memberikan gaya yang bersilangan sehingga akan memperkuat stabilitas
sendi lutut terutama pada posisi ekstensi. Ligamen krusiatum terdiri dari
dua bagian yaitu ligamen krusiatum anterior dan ligamen krusiatum
posterior. Ligamen krusiatum anterior berfungsi sebagai penahan gerak
translasi os tibia terhadap os femur ke arah anterior dan ligamen krusiatum
posterior berfungsi sebagai penahan gerak translasi os tibia terhadap os
femur ke arah posterior. Pada posisi endorotasi kedua ligamen ini saling
bersilangan. Ligamen transversum genu terletak dibagian ventral dan
menghubungkan kedua insersio dari kedua meniskus lateral dan medial.
Ligamen poplitea arkuatum berasal dari bagian dorsal kapitulum fibula
pada bagian lateral yang kemudian melengkung ke medio kranial berbentuk
arkus dan terletak di bagian kranial tendon m. Popliteus. Ligamen patella
membentuk dinding pada bagian depan kapsul artikularis dan melekat erat
17 pada kapsul artikularis, sehingga disebut ligamen kapsular ( Evelyn, C,
2002 ).
Stabilisator aktif pada sendi lutut diperkuat oleh beberapa kelompok
otot yang berfungsi sesuai dengan tempat perlekatan dan pola gerak sendi
dimana otot tersebut berkontraksi.
Gerakan Ekstensi penggeraknya adalah m. Quadriceps femoris yang
terdiri dari empat otot yakni rectus femoris, vastus medialis, vastus lateralis
dan vastus intermedius. Lingkup gerak sendi ekstensi 50 – 100 hyperextensi
atau 00. gerakan ekstensi dibatasi oleh ketegangan kapsul dan ligament
dengan hard endfeel. Gerakan Fleksi penggeraknya adalah m. Hamstring
serta dibantu oleh kerja otot gastroknemius, popliteus dan grasilis. Lingkup
gerak sendi fleksi antara 1400 – 1600 dengan soft end feel. Gerakan Rotasi
menurut Fick, rotasi lutut maksimal sebesar 500 terjadi pada saat lutut fleksi
900. Gerakan rotasi sangat penting dalam gerakkan fleksi dan ekstensi lutut.
Pada saat gerakan ekstensi mendekati akhir gerakan 150 – 20 terjadi rotasi
eksterna tibia terhadap femur, demikian pula sewaktu awal gerakan fleksi
150 – 200 akan terjadi rotasi internal tibia terhadap femur. Penggerak rotasi
internal sendi lutut adalah popliteus, grasilis dan dibantu oleh m. Hamstring
bagian dalam, sedangkan rotasi eksternal adalah m. Biceps femoris dan m.
Tensor fascia latae. Terjadinya gerakan fleksi ekstensi sendi lutut
dipengaruhi oleh sendi tibiofemoral dan patello femoral dan juga
dipengaruhi oleh ligamen dan otot. Dimana otot Quadriceps femoris
merupakan otot penggerak utama pada saat gerakan ekstensi dan otot
18 Hamstring merupakan otot yang bekerja pada saat gerakan fleksi dibantu
oleh otot Gastroknemius, Popliteus dan Grasilis ( Sugijanto, 2005 ).
3. Osteokinematika dan Arthrokinematika
a.
Osteokinematika Sendi Lutut
Osteokinematika merupakan gerakan yang terjadi diantra kedua
tulang. Klasifikasi osteokinematika ditinjau dari mekanika sendi terdiri
atas dua bagian yaitu swing dan spin. Swing adalah suatu gerak ayunan
sehingga terjadi perubahan sudut diantara axis panjang tulang-tulang
pembentuknya. Sedangkan spin adalah suatu gerakan dimana tulang
bergerak tetapi axis mekanik sendi tidak bergerak. Gerakan anguler
yang terjadi pada sendi lutut adalah : gerakan fleksi 1300 - 140o,
gerakan hyperekstensi 50 – 100, gerakan eksorotasi dengan posisi lutut
fleksi 900 = 450, gerakan endorotasi dengan posisi lutut fleksi 900 =
150( Sugijanto, 2005 ).
b. Arthrokinematika Sendi Lutut
Artrokinematika sendi lutut adalah pada femur (cembung) maka
gerakan yang terjadi adalah rolling dan sliding berlawanan arah. Saat
fleksi femur rolling ke arah belakang dan sliding ke arah depan. Untuk
gerakan ekstensi, rolling ke depan dan sliding ke belakang ,dan jika tibia
(cekung) bergerak fleksi maupun ekstensi maka rolling maupun slidding
akan searah, saat gerakan fleksi menuju ke ke dorsal sedang pada saat
bergerak ekstensi menuju ke depan ( Susiloawati dan Surini, 2002 ).
19 Menurut Sugijanto, 2005 Tes khusus capsuloligament adalah traksitranslasi pada pembatasan LGS, dan didapatkan hasil :
1) Pada aktualitas tinggi, akan timbul nyeri sebelum mencapai
maksimal capsular streched dengan springy end feel.
2) Pada aktualitas rendah, nyeri akan timbul nyeri setelah mencapai
tissue streched dengan firm end feel.
3) Jika end feel ‘empty’, maka kesimpulannya adalah instabilitas.
Manfaatnya dalam intervensi adalah bahwa JPM digunakan untuk
mobilisasi sendi dengan mengulur capsuloligament.
4. Patologi Osteoathritis (OA) Knee
Pada OA terdapat proses degenerasi dan inflamasi yang terjadi
dalam jaringan ikat, lapisan rawan, sinovium, dan tulang subcondral. Pada
saat penyakit aktif salah satu proses dapat dominan atau beberapa proses
terjadi secara bersamaan dalam tingkat intensitas yang berbeda. OA lutut
berhubungan dengan berbagai deficit patofisiologis seperti instabilitas
sendi lutut, menurunnya LGS, disuse atropi dari otot quadriceps, nyeri lutut
sangat kuat berhubungan dengan penurunan kekuatan otot quadriceps yang
merupakan stabilisator utama sendi lutut dan sekaligus berfungsi untuk
melindungi struktur sendi lutut. Pada penderita usia lanjut kekuatan otot
quadriceps bisa menurun 1/3 nya dibanding dengan kekuatan otot
quadriceps pada kelompok usia yang sama yang tidak menderita OA lutut.
20 Perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut :
a. Degenerasi rawan
Perubahan yang mencolok pada OA biasanya dijumpai di daerah
tulang rawan sendi yang mendapatkan beban. Pada stadiumawal,
tulang rawan lebih tebal daripada normal, tetapi seiring dengan
perkembangan OA permukaan sendi menipis, tulang rawan melunak,
integritas permukaan terputus dan terbentuk celah vertical ( fibrilasi ).
Dapat terbentuk ulkus cartilage dalam yng meluas ke tulang. Dapat
timbul daerah perbaikan fibrocartilaginosa, tetapi mutu jaringan
perbaikan lebih rendah daripada cartilage hiarin asli, dalam
kemampuan menahan stress mekanik.
Proses
degradasi
yang
timbuk
sebagai
akibat
dari
ketidakseimbangan antara regenerasi ( reparasi ) dengan degenerasi
rawan sendi melalui beberapa tahap yaitu fibrilasi, pelunakan,
perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi. Proses ini dapat
berlangsung cepat atau lambat. Yang cepat dalam waktu 10 – 15 tahun,
sedang yang lambat 20 – 30 tahun. Akhirnya permukaan sendi menjadi
botak tanpa lapisan rawan sendi ( Kuntono, 2011 )
b. Osteofit
Bersama timbul dengan degenerasi rawan, timbul reparasi. Reparasi
berupa pembentukan osteofit di tulang subcondral ( Kuntono, 2011 ).
21 c. Sklerosis Subcondral
Pada tulang subcondral terjadi reparasi berupa sclerosis pemadatan
atau penguatan tulang tepat dibawah lapisan rawan yang mulai rusak (
Kuntono, 2011 ).
d. Sinovitis
Sinovitis adalah inflamasi dari sinovium dan terjadi akibat proses
sekunder degenerasi dan fragmentasi. Matrik rawan sendi yang putus
terdiri dari kondrosit yang menyimpan proteoglycan yang bersifat
immunogenic dan dapat mengantivasi lekosit. Sinovitis dapat
meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam
– macam enzim akan tertekan kedalam celah – celah rawan, sehingga
mempercepat proses pengerusakan rawan. Pada tahap lanjut terjadi
tekanan yang tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang
botak. Cairan ini akan didesak kedalam celah – celah tulang subcondral
dan akan menimbulkan kantong yang disebut kista subcondral (
Kuntono, 2011 ).
Menurut Prasetya Hudaya secara klinis OA dibagi menjadi 3 tingkatan
yaitu :
a. Sub Clinical
Secara patologis dapat ditemukan yaitu pada tulang rawan sendi
terjadi pembentukan blister dan fibrilasi serabut ikat kolagen.
22 b. Manifest
Timbul keluhan nyeri saat bergerak dan terasa kaku pada awal
gerakan, telah terjadi kerusakan sendi yang lebih luas dan pada foto
rontgen tampak penyempitan ruang sendi dan sclerosis tulang
subcondral.
c. Decompensated
Timbul rasa nyeri pada saat istirahat, terjadi akibat penyakit yang
telah progresif dan seluruh tulang rawan sendi rusak. Tulang
subcondral menjadi sangat sklerotik, pembentukan osteofit yang
hebat, kapsul sendi menjadi kendor, sehingga tampak deformitas
yang jelas.
5. Patofisiologi Osteoathritis (OA) Knee
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses
penuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini
sekarang berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan
homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur
proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. OA dan
proses penuaan (aging process). Proses utama OA tersebut sebenarnya
terdapat pada khondrosit yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada
di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang akan
memicu proses patogenik OA. Khondrosit akan mensintesis berbagai
komponen yang diperlukan dalam pembentukan rawan sendi, seperti
proteoglikan, kolagen dan sebagainya. Disamping itu ia akan memelihara
23 keberadaan komponen dalam matriks rawan sendi melalui mekanisme turn
over yang begitu dinamis. Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi
kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis
matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi perbaikan
(repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi
rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. Dengan kata
lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan
sendi. Gangguan keseimbangan ini yang pada umumnya berupa
peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan
selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai bantalan redam
kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses
patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk tidak
baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang buruk
tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini
terlihat dari menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan
menurunnya fungsi khondrosit. Khondrosit yang merupakan aktor tunggal
pada proses ini akan dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam
mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik
utama diperankan oleh sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis
factor a (TNFa) yang dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan
faktor anabolik diperankan oleh transforming growth factor b (TGFb) dan
insulin like growth factor-1 (IGF-1). Perubahan patologik pada OA ditandai
oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibrosis serta distorsi. Pada
24 rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah
subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi
seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone
anginalewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel
yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga
berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan
prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau
ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang
berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis
serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler
karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral. Sinovium
mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses
peradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak
dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan
tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari
tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan
kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta
penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang
25 ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak (
Soeroso, J, et all. 2007 )
6. Epidemiologi Osteoathritis (OA) Knee
Osteoartritis merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak
mengenai terutama pada orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang
berusia 65 tahun menggambarkan osteoarthritis pada gambaran x-ray,
meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45
tahun prevalensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria
sedangkan pada umur 55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada
beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya
Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan beban tubuh. Progresifitas
dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam beberapa tahun
atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi sumber
morbiditas awal dan utama pada pasien dengan OA. Pasien dapat secara
progresif menjadi semakin tidak aktif beraktivitas, membawa kepada
morbiditas karena berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat
yang bermakna). Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut
lebih banyak terjadi pada wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras
yang lainnya. Terdapat kecenderungan bahwa kemungkinan terkena OA
akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Penyakit ini biasanya
Gender laki – laki dengan perempuan pada usia 45 – 55 mempunyai resiko
yang sama untuk terjadi osteoarthritis lutut, tetapi pada usia 55 tahun keatas
26 wanita lebih berisiko karena berhubungan dengan menopouse. Pada periode
ini hormone estrogen sudah tidak berfungsi lagi, sementara salah satu
fungsi dari hormon estrogen adalah mempertahankan massa tulang. Bentuk
tubuh perempuan juga mempengaruhi osteoarthritis lutut, dimana dengan
beranjaknya usia lemak tubuh menumpuk di bagian pinggul dan perut,
secara anatomis akan memberikan beban yang berlebih di bagian lutut (
Slamet, 2002 ).
7. Mekanisme timbulnya nyeri Osteoathritis (OA) Knee
Osteoarthritis merupakan suatu patologi yang mengenai tulang
rawan dari sendi lutut yakni lapisan bantalan jaringan diantara tulang
persendian lutut menjadi menipis dan membentuk retak – retakan di
permukaan yang dimana chondrium menjadi kasar dan mengelupas.
Tanpa tulang rawan yang cukup tulang – tulang saling bergesekan
sehingga menyebabkan rasa nyeri dan lama kelamaan permukaan
tulang semakin memburuk. Pada keadaan dimana permukaan sendi
yang kasar dan pada tulang rawan sendi rentan terhadap beban biasa.
Permukaan tulang rawan sendi menjadi tidak homogeny sehingga lama
kelamaan permukaan sendi akan menjadi erosi. Saat itu, secara
fisiologis tubuh akan melakukan mekanisme perbaikan terhadap tulang
rawan yang telah mengalami erosi tersebut dengan aktifnya aktivitas
osteoclas dan osteoblas, namum bersamaan dengan porses degenerasi
maka akan terjadi penurunan fungsi dari hormone pengatur kestabilan
27 dari kerja osteoclas dan osteoblas tersebut sehingga perbaikan
permukaan tulang justru lebih baik tidak beraturan dan menimbulkan
adanya osteofit. Nyeri pada osteoarthritis sendi lutut karena adanya
kompresi oleh osteophite – osteophite yang terbentuk sehingga
menyebabkan terjepitnya serabut saraf afferent C dan termasuk juga
saraf sensoris pada jaringan didaerah sekitar sendi, kapsul yang
membungkus sendi, dan otot – otot yang melekat disekitar sendi
sehingga menimbulkan nyeri pada lutut. Dengan terbentuknya
osteophite maka akan mengiritasi membrane synovialis dimana terdapat
banyak reseptor – reseptor nyeri dan ini akan menimbulkan hydrops.
Karena terpaparnya ujung – ujung saraf polymodal yang terdapat
disekitar sendi oleh karena terbentuknya osteophite serta adanya
pembengkakan dan penebalan jaringan lunak disekitar sendi maka akan
menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak ( Kuntono, 2011 ).
28 Gambar.2.2 Advanced bilateral, medial compartment degenerative joint disease in
the knees of a 52-year-old computer programmer/analyst who subsequently
underwent right total knee arthroplasty.
Sumber : Kisner, Carolyn dan Colby, Lynn Allen. 2007. Therapeutic Exercise. 5th.
Phialdelphia : F. A. Davis Company, 2007. hal. 693.
Pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sclerosis. Dengan
peningkatan aktivitas tulang dan pembentukan spur pada tepi sendi yang
dapat membatasi gerakan. Tulang di bawah kartilago menjadi keras dan
tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi.
Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak
beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan
dan deformitas. Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengiritasi
membrane synovialis di mana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan
ini akan menimbulkan hydrops. Karena terpaparnya ujung-ujung saraf
polymodal yang terdapat di sekitar sendi oleh karena terbentuknya osteofit
serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak di sekitar sendi
maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak.
29 Konsep nyeri sejak dahulu adalah sebagai teori‘telephone exchange’
di mana nosireseptor menerima impuls nyeri yang diteruskan oleh serabut
saraf tepi ke susunan saraf pusat sampai ke korteks serebri yang mampu
menciptakan kesadaran akan rasa nyeri. Namun konsep nyeri yang
sekarang ini banyak dipahami adalah konsep menurut Melzack dan Wall
yang disebut dengan Gate Control Theory. Teori ini mengemukakan
bahwa:
“Ada dua macam serabut yaitu serabut tebal dan halus yang sama-sama
mengirim rasa nyeri melalui akar saraf belakang bersambung dengan sel
saraf yang dinamakan Tcell pada neuron kedua (interbuncial neurons) yang
berhubungan dengan sel saraf (SG-cell). Sel SG menekan rangsang nyeri
yang akan dikirim ke sel T. Rangsangan nyeri dari serabut yang tebal
berfungsi memperkuat tekanan pada sel SG, sedangkan rangsangan nyeri
dari serabut yang halus bekerja untuk mengurangi sel SG, berarti sel SG
adalah suatu gerbang. Untuk menerima rasa nyeri yang masuk ke sel T,
rasa nyeri dari serabut tebal, gerbang ini menyempit, berakibat rangsangan
kepada sel T melemah. Bila rasa nyeri melalui serabut halus gerbang akan
melebar, rangsangan yang diterima menjadi lebih kuat. Membuka dan
menutup gerbang bukan saja dipengaruhi oleh dua macam serabut tersebut
di atas, tetapi pusat kontrol dari pusat pun mempengaruhi. Impuls rasa
nyeri masuk melalui saraf perifer ke pusat kolumna posterior dan sistem
proveksi dorsolateral sebagai pacu kontrol sentral mengumpulkan
informasi, sifat dan letak rasa nyeri, mengirim ke thalamus sebagai
30 pusatnya, kemudian melalui desending afferent fiber mengirim ke gerbang,
yang akan membuka dan menutup gerbang”
Pada osteoartritis pada sendi lutut sering menimbulkan rasa sakit
serta
ketidakmampuan
untuk
mencapai
fungsi.
Rasa
sakit
dan
ketidakmampuan akan bertambah dengan munculnya kelemahan otot
quadriceps. Otot adalah merupakan komponen yang penting dalam
membantu menstabilisir persendian sedang kelemahan otot quadriceps
dapat mengakibatkan semakin parahnya osteoartritis. Sebaliknya dengan
penguatan otot quadriceps dapat mengurangi atropi pada otot dan
membantu melindungi serta memperbaiki problem yang muncul akibat
instabilitas atau rasa sakit yang diakibatkan oleh kelemahan otot ( Haq I,
Murphy E, 2003 ).
8. Gait analysis
a. Definisi
Ekstremitas bawah adalah bagian yang terpenting untuk menopang
berat badan dan ambulasi dalam keseharian, untuk itu ekstremitas bawah
yang normal sangat menunujang dalam efisiensi penyelenggaraan aktifitas
fungsional sehari-hari. Tetapi terkadang karena proses yang abnormal
terjadi pada ekstremitas bawah mengakibatkan pola jalan yang tidak benar,
untuk itu diperlukan parameter pembanding yang tepat antara pola jalan
yang benar dan pola jalan yang salah sehingga kita bisa menyimpulkan
pada bagian mana pola jalan itu yang keliru sehingga treatment kita tepat
sasaran. Ada dua siklus pola jalan yang normal yaitu stance phase, terjadi
31 ketika kaki berada dipermukaan tanah dan swing phase terjadi ketika kaki
bergerak maju. Enam puluh persen (60%) siklus pola jalan yang normal
terjadi pada stance phase sedangkan 40%nya adalah untuk swing phase.
Dan setiap phase tersebut terbagi dalam beberapa komponen kecil, yaitu
stance phase ( heel strike, foot flat, midstance and push-off/toe-off)
sedangkan swing phase (acceleration, midswing and deceleration) ( M. H.
Cheng, 2008 ).
Pola jalan yang salah akan sangat terlihat pada proses stance phase
karena pada proses ini bertanggung jawab dalam menunjang berat badan
dan berhubungan dengan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan
swing phase sehingga tekanannya pun lebih besar dibandingkan phase yang
lain. Pemeriksaaan pola jalan dimulai segera ketika pasien masuk keruang
pemeriksaan.
b. Perubahan gerak dari satu fase ke fase berikutnya mulai dari ankle and
foot, knee joint, sampai hip joint :
Ankle and Foot
1. Initial Contact/Heel Strike ( Awal dari cara siklus berjalan )
Sesaat kaki mengenai landasan, ankle berada dalam posisi normal,
dan knee dalam keadaan tertutup atau kaki lurus. Heal Strike
(calcaneous) merupakan tulang pertama yang menyentuh landasan.
32 2. Loading Response (Foot Flat)
Melakukan kontak sepenuhnya dengan landasan dan dalam
keadaan rata (foot flat/FF) dengan landasan. (lihat kaki warna
merah).
3.
Midstance
Dimulai pada saat heel sesaat sebelum meninggalkan landasan
sehingga kaki berada sejajar dengan kaki bawah bagian depan.
4. Terminal Stance (Heel Off)
Fase terminal stance pada saat heel kaki kanan (merah) meninggi
(mulai meniggalkan landasan) dan dilanjutkan sampai dengan heel
dari kaki putih mulai mengenai landasan.
5. Pre-Swing (Toe-Off)
Fase pre-swing dimulai dengan fase initial contact (heel strike) oleh
kaki
kiri
(putih),
dan kaki
kanan
(merah)
berada
posisi
meninggalkan landasan untuk melakukan periode mengayun (toeoff).
6. Initial Swing (Acceleration)
Fase initial swing dimulai pada saat telapak kaki kanan (merah)
mulai diangkat dari posisi landasan.
7. Mid-Swing
Fase mid-swing
yang
dimulai
pada
akhir
initial
swing
dandilanjutkan sampai kaki merah mengayun maju berada di depan
anggota badan sebelum mengenai landasan.
33 8. Terminal Swing (Decceleration)
Fase terminal swing merupakan akhir dari gait cycle, terjadi pada
periode waktu siklus dimana tungkai kaki mengalami perpanjangan
maksimum dan berhenti pada saat heel telapak kaki kanan (merah)
mulai
mengenai
landasan.
Pada
periode
ini,
posisi
kaki
kanan (merah) berada kembali berada depan anggota badan, seperti
pada posisi awal gait cycle ( Sugijanto, 2005 ).
.
Gambar 2.2 Gait Analysis
Sumber : http://me.queensu.ca
c. Otot-otot yang lebih dominan yang bekerja pada setiap fase Hip, Knee,
Ankle dan Foot.
a) Stance phase ( HIP )
1. Initial Contact/Heel Strike (HO)
: Quadriseps
2. Loading Response (Foot Flat)
: Quadriseps
3. Midstance : Quadriseps , gluteus maximus dan gluteus medius
4. Terminal Stance (Heel Off) : Tensor fascia latae
b) Swing phase
1. Pre-Swing (Toe-Off) : Adductor Longus, dan Rectus Femoris
34 2. Initial Swing (Acceleration) : Iliacus, sartorius, dan gracilis
3. Mid-Swing : Hamstring
4. Terminal Swing (Decceleration) : Hamstring dan quadriceps
c) Stance phase ( Knee )
1. Initial Contact/Heel Strike (HO) : Quadriseps
2. Loading Response (Foot Flat) : Hamstring
3. Midstance : Quadriceps
4. Terminal Stance (Heel Off) : Quadriceps
d) Swing phase
1. Pre-Swing (Toe-Off) : Garcilis dan Sartorius
2. Initial Swing (Acceleration) : Garcilis dan Sartorius
3. Mid-Swing : Hamstring
4. Terminal Swing (Decceleration) : Hamstring
e) Stance phase ( Ankle dan Foot )
1. Initial Contact/Heel Strike (HO) : Tibialis Anterior
2. Loading Response (Foot Flat) : Hamstring
3. Midstance : Fleksor digitorum longus, dan Hallucis Longus
4. Terminal Stance (Heel Off) : Gastrocnemius, dan Digitorum
Longus
f) Swing phase
1. Pre-Swing (Toe-Off) : Fleksor digitorum longus, dan Hallucis
Longus
2. Initial Swing (Acceleration) : Tibialis Anteior
35 3. Mid-Swing : Tibialis Anterior
4. Terminal Swing (Decceleration) : Gastrocnemius
Menurut Ra. Mann ada beberapa hal yang harus diukur dalam pola
jalan diantaranya adalah :
a. Lebar jangkauan kaki seharusnya tidak lebih dari dua atau empat inchi
dari tumit ketumit. Jika anda melihat pasien berjalan dengan melebihi
jangkauan diatas maka anda harus curiga adanya kejanggalan tersebut.
Pasien dengan lebar jangkauan yang lebih besar dari 2-4 inchi biasanya
terjadi jika mereka pusing atau gangguan otak (cerebellar problem)
atau penurunan sensasi pada alas kakinya.
b. Pusat gavitasi tubuh ( body’s center of gravity) berada dua inchi dari
depan tulang sacrum yang kedua (S-2). Pada pola jalan yang normal
oscillasi vertikal tidak lebih dari 2 inchi. Pengontrolan arah oscillasi
vertical menjaga pola jalan yang halus (smooth pattern) atau normal.
c. Lutut seharusnya fleksi pada semua stance phase kecuali pada heel
strike untuk menjaga pergeseran vertical dari pusat gravitasi agar tidak
berlebihan. Sebagai contoh pada fase toe - off ketika ankle plantar
fleksi 20 derajad menyebabkan terjadinya peningkatan pusat gravitasi
tubuh dan untuk menjaga agar tubuh tetap seimbang maka lutut harus
fleksi kira-kira 40 derajad.
d. Pelvis dan trunk bergerak kelateral kira-kira 1inchi ke sisi berat tubuh
saat berjalan ke pusat graitasi yang keseluruhannya berada pada hip.
36 Jika pasien mempunyai kelemahan pada gluteus medius maka dia
kurang mampu mempertahankan pergerakan kelateral ini.
e. Rata-rata panjang langkah seseorang adalah 15 inchi. Karena adanya
nyeri, usia yang bertambah atau patologi pada ekstremitas bawah
menyebabkan penurunan langkah saat berjalan.
f. Rata-rata orang dewasa berjalan dalam setiap menitnya adalah 90-120
langkah. Dan rata-rata energy yang dikeluarkan adalah 100 calories per
mile-nya.
g. Selama swing phase pelvis berotasi 40 derajad ( A. Kale, 2003 ).
d. Mekanisme Pola berjalan pada Osteoathritis (OA) Knee
Orang dengan Osteoarthritis lutut biasanya memiliki keluhan nyeri,
kaku persendian, berkurangnya propriosetif dan penurunan kekuatan
M.Quadriceps yang terdiri dari m.rektus femoris, m.vastus medialis,
m.vastus intermedius dan m.vastus lateralis yang berfungsi sebagai
penggerak ekstensi knee, M.Hamstring dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu otot-otot bagian medial dan lateral. Otot bagian medial yang terdiri
dari m.semitendinosus dan m.semimembranusus sebagai penggerak fleksi
knee, selain itu m.gracilis dan m.sartorius juga turut berperan dalam
melakukan gerakan fleksi knee. Sedangkan otot bagian lateral terdiri dari
m.biceps femoris, otot ini juga berperan dalam gerakan endorotasi lutut.
Selain kelompok otot Hamstring dan Quadriceps gerakan sendi lutut juga
dibantu pula oleh m.gastrocnemius, m.plantaris dan m.popliteus. Dan pada
37 kondisi osteoarthritis bagi penderita akan mengalami antalgic gait karena si
penderita menghindari nyeri. Dalam berjalan mempunyai ada dua siklus
pola jalan yang normal yaitu stance phase, terjadi ketika kaki berada
dipermukaan tanah dan swing phase terjadi ketika kaki bergerak maju.
Enam puluh persen (60%) siklus pola jalan yang normal terjadi pada stance
phase sedangkan 40%nya adalah untuk swing phase. Dan setiap phase
tersebut terbagi dalam beberapa komponen kecil, yaitu stance phase ( heel
strike, foot flat, midstance and push-off/toe-off) sedangkan swing phase
(acceleration, midswing and deceleration) ( M. H. Cheng, 2008 ).
Pola jalan yang salah akan sangat terlihat pada proses stance phase
karena pada proses ini bertanggung jawab dalam menunjang berat badan
dan berhubungan dengan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan
swing phase sehingga tekanannya pun lebih besar dibandingkan phase yang
lain. Pada Osteoarthritis akan mengalami terjadinya penurunan dalam
kemampuan berjalan diakibatkan adanya kelemahan pada otot penggerak,
dan akan mengalami kehilangan fase berjalan, fase yang hilang pada saat
Swing Phase, ada pun masalahnya ada di Toe Off, Loading Response, Mid
Swing dan Terminal Swing (S. Sarkar, 2005 ).
38 9. Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) ditambah dengan
Quadriceps Isometric
a. Definisi Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES)
NMES merupakan suatu cara penggunaan energy listrik untuk
merangsang system saraf melalui permukaan kulit (Parjoto,2006).
Selain untuk merangsang system saraf, NMES juga merupakan suatu
teknologi yang dapat digunakan untuk (1) meningkatkan kekuatan otot,
(2) menghambat spastisitas, (3) memperbaiki penyembuhan tekanan
luka, (4) mengurangi atropi otot (Bennie, et al 2002).
NMES adalah arus listrik yang menyebabkan satu atau kelompok
otot tertentu berkontraksi. Dengan meletakan elektroda pada beberapa
daerah dikulit tertentu fisioterapi dapat mempengaruhi serabut otot
untuk berkontraksi. Kontraksi otot dengan menggunakan electrical
stimulasi ini dapat meningkatkan kekuatan otot.
NMES melibatkan penerapan serangkaian rangsangan intermiten
untuk superficial otot rangka, dengan tujuan utama untuk memicu
kontraksi otot kerena pengaktifan intramuscular kontraksi cabang saraf.
Rangsangan listrik pada umumnya disampaikan menggunakan satu atau
lebih aktif (input) dan kontraksi membangkitkan (output). Elektroda
diposisikan dekat dengan motor otot poin, dan pra-diprogram unit
stimulasi. Saraf motorik merupakan prasyarat untuk memunculkan
kontraksi otot dengan NMES.
39 NMES yang diberikan dengan intensitas tinggi pada otot quadriceps
telah sukses dalam peningkatan kekuatan otot quadriceps (M. Riann et
al, 2010). Efek dari penyebaran aliran listrik yang menyebabkan
peningkatan kekuatan otot quadriceps (Parker et al, 2005).
Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) digunakan sebagai
alat penelitian yang valid untuk in vivo penilaian fungsi neuromuscular
yang sehat dan gangguan otot, dalam kondisi baik maupun lelah
(Horstman et al, 2008).
NMES dapat digunakan (1) untuk mempertahankan massa otot dan
fungsi selama periode lama tidak digunakan atau imobilisasi, (2) untuk
pemulihan massa otot dan fungsi berikut jangka waktu yang tidak
digunakan atau imobilisasi, (3) untuk perbaikan fungsi otot pada
populasi sehat yang berbeda: lansia subyek, dewasa subyek, rekreasi,
dan kompetitif atlet (Babault et al, 2007).
Saraf dan otot merupakan jaringan yang dapat menerima
rangsangan, hal ini tergantung dari sensitifitas permeabilitas membrane
sel terhadap tegangan listrik. Membrane sel saraf atau otot merupakan
tempat bertukarnya zat kimia dari dalam maupun luar sel. Jeringan
permeabilitas tidak dapat mendistribusikan atau membawa ion di luar
membrane sel jika terjadi adanya perbedaan potensial baik di dalam
maupun di luar sel. Perbedaan potensial di dalam dan di luar sel disebut
dengan resting potensial, karena sel mencoba untuk mempertahankan
40 kondisi homeostatisnya terhadap jaringan sekitar ( E.Prentice, Wiliam,
2005 ).
Energi listrik dan kimia berada di sepanjang membrane sel dengan
konsentrasi yang tinggi sehingga menghasilkan ion positif berupa Na
dan K . Dimana Na bergerak dari dalam sel menuju ke luar membrane
sel sedangkan K bergerak kedalam membrane sel. Hal ini dilakukan
untuk mempertahankan tingkat konsentrasi K di dalam membrane sel.
Hal ini terjadi akibat adanya tegangan listrik dalam keadaan normal
yaitu -70mV sampai -90 mV .
Gambar 2.4 Mekanisme perpindahan ion yang terjadi dalam
membran sel saraf dalam mempertahankan resting membran potensial
Sumber : William E.Prentice,Therapeutic Modalities for Physical
Therapists hal. 74
Untuk menghasilkan rangsangan pada jaringan saraf, resting
potensial harus diturunkan dibawah tingkat ambang batasnya. Sehingga
permeabilitas membrane berubah dan menghasilkan action potensial
yang akan menyebarkan rangsangan sepanjang saraf secara langsung di
lokasi yang diberi rangsangan sehingga menghasilkan kontraksi otot.
Action potensial dihasilkan akibat adanya rangsangan kimiawi, arus
listrik, panas, dan gerak mekanik yang disebut dengan membrane
41 depolarisasi atau pproses netralisir resting potensial. Saat terjadi
depolarisasi ion-ion bergerak berlawanan dari membrane serat-serat
saraf dibawah anoda (elektroda bermuatan negatif) dan katoda
(elektroda bermuatan positif), sehingga terjadi depolarisasi membrane.
Pada katoda biasanya terjadi depolarisasi, karena konsentrasi ion
negative meningkat, sehingga tegangan potensial membrane menurun
dan berada pada ambang batas untuk didepolarisasi. Sedangkan pada
anoda merubah ion negative pada potensial membrane sel saraf menjadi
ion positif, untuk merubahnya diperlukan peningkatan ambang batas
agar dapat terjadi depolarisasi.
Gambar 2.5 A-C Depolarisasi dari membran sel saraf
Sumber : William E.Prentice,Therapeutic Modalities for Physical
Therapists 2nd,(United States:McGraw-Hill, 2005),hal. 76
Ketika impuls diterima oleh saraf, impuls tersebut dikirim ke antara
motor
endplate
ataupun
sinaps.
Disini
saraf
melepaskan
neurotransmitter untuk dapat mengirimkan rangsangan ke jaringan.
42 Gambar 2.6 Perubahan rangsangan elektrik dari zat-zat
penghubung (transmitter) pada motor endplate, sehingga mengaktifkan
depolarisasi pada membran sel dan terjadi kontraksi pada otot
Sumber : William E.Prentice,Therapeutic Modalities for Physical
Therapists 2nd,(United States:McGraw-Hill, 2005),hal. 77
Respon otot terhadap stimulus arus listrik, otot dapat berkontraksi
meskipun tidak adanya persyarafan. Hal ini dapat terjadi karena
kontraksi otot di rangsang oleh arus listrik yang
menyebabkan
depolarisasi pada membrane sel otot, ini merupakan sebuah konsep all
or none response merupakan konsep lain yang penting dalam penerapan
stimulasi listrik terhadap saraf dan otot. Setelah rangsangan sudah
mencapai ambang depolarisasi, membrane saraf dan otot terdepolarisasi
sehingga hantaran arus lsitrik menstimulasikan otot untuk berkontraksi.
Berdasarkan
respon stimulasi listrik terhadap otot yang sudah
tersebut diatas, dimana stimulus listrik ini dapat mengontraksikan otot.
Sehingga dapat mendidik kembali otot yang lemah dan meningkatkan
kekuatan otot. NMES ini akan memberikan beberapa efek yang akan
dihasilkan oleh otot dan saraf setelah diberikan stimulasi listrik. Seperti
muscle co – contraction, mengurangi muscle imbalance, dan
43 memberikan efek biofeedback. Muscle co – contraction merupakan
suatu aktivasi dari otot secara simultan dari kelompok otot agonis dan
antagonis pada sendi yang sama dan bergerak pada bidang yang sama.
Oleh karena itu NMES ini akan mendidik kerja kelompok otot agonis
dan antagonis untuk dapat menggerakan sendi agar bergerak secara
simultan atau bersamaan. Muscle imbalance meruapakan adanya
ketidak
seimbangan
kerja
otot
agonis
dan
antagonis
dalam
mempertahankan pola fungsi dan gerak normal tubuh. Dengan
menggunakan NMES ini diharapkan memberikan adaptasi terhadap
pola gerak normal agar lebih terkoordinasi. Hal ini terjadi karena alat
ini menstimulasi saraf motorik sehingga terjadi efek biofeedback atau
hubungan timbale balik antara saraf motorik dan system informasi di
otak. ( Samuel, 2008 )
Karena adanya stimulus pada perut otot quadriceps, maka
rangsangan pada serabut otot quadriceps akan meningkatkan. Sehingga
rangsangan proprioceptive juga akan meningkat. Oleh karena itu,
NMES ini akan mempengaruhi factor – factor dari gerak berjalan
sehingga dapat menghasilkan otot yang kuat dalam mencapai
peningkatan kemampuan berjalan.
Untuk dapat menstimulus otot quadriceps, pad electrode harus
diletakkan tepat di atas otot quadriceps yaitu pada perut ototnya. Karena
NMES ini digunakan ketika melakukan latihan, disarankan untuk
menggunakan pad yang memiliki perekat atau menggunakan pengikat
44 agar pad tidak mudah lepas ketika melakukan latihan dan menggunakan
pad yang lebar agar kelompok quadriceps dapat menerima stimulus
yang diberikan dari NMES tersebut.
Dosis yang digunakan Neuromuscular Electrical Stimulation dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Durasi 300 – 600 µsec
2. Pulse 70 pps
3. Tipe arus Surge atau intermitten.
4. ON time 15 detik
5. OFF time 50 detik
6. Diberikan 10 x kontraksi selama 3 set
7. Frekuensi 3 kali seminggu
b. Manfaat NMES
1. Mengembalikan
kerja
otot
dan
meningkatkan
kekuatan
kontraksi otot
2. Mencegah terjadinya atrofi
3. Mengurangi ketegangan atau spasme otot
4. Mengurangi oedema
c. Isometric Quadriceps
a. Definisi Isometric Quadriceps
Latihan
isometric
merupakan
bentuk
latihan
static
yang
menghasilkan kontraksi otot tanpa terjadi perubahan panjang otot
45 mengurangi
pembengkakan,
meningkatkan
stabilisasi,
dan
meningkatkan kekuatan otot.
b. Manfaat Isometric Quadriceps
Meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki system sirkulasi,
meningkatkan stabilisasi, mengurangi pembengkakan, dan mengulur
jaringan perlengketan sendi (Abernethy, 2005).
c. Dosis Latihan
1. Frekuensi : 3 kali seminggu
2. Intensitas : 3 set latihan
3. Time
: tahan 10 detik ( 6 detik kontraksi dan 4 detik rileks)
d. Prosedur NMES ditambah dengan Isometric Quadriceps
1. Sebelum dilakukan latihan pasien terlebih dahulu harus
diberikan penjelasan tentang cara melakukan alat nya, dan
menjelaskan kontraindikasi dan indikasi pada alat tersebut. Lalu
pasien diminta untuk duduk di bed dengan kaki diluruskan.
Disarankan untuk menggunakan pad yang memiliki perekat atau
menggunakan pengikat agar pad tidak mudah lepas ketika
melakukan latihan dan menggunakan pad yang lebar agar
kelompok quadriceps dapat menerima stimulus yang diberikan
dari NMES tersebut. Pada electrode kutub positif diletakan pada
bagian proximal quadriceps femoris, sedangkan electrode kutub
negative
diletakan pada bagian distal quadriceps femoris (
Petterson et al, 2006 ).
46 2. Tempatkan gulungan handuk kecil di bawah lutut, instruksikan
pada pasien untuk menekan lututnya ke bed, tahan selama 6
detik dan rileks 4 detik, Kontraksi otot dilakukan sebanyak 10
kali pengulangan selama 10 detik (6 detik kontraksi dan 4 detik
rileks) 3 set (Mercier LR , 2008 ).
e. Mekanisme Peningkatan kemampuan berjalan dengan NMES
ditambah dengan Isometric Quadriceps
Peningkatan
kemampuan
berjalan
dipengaruhi
oleh
faktor
propioceptive dan koordinasi, kekuatan otot, daya tahan otot, power,
dan kelenturan otot. Lima komponen tersebut sangat penting sekali
karena komponen-komponen tersebut saling berhubungan terhadap
biomekanik dari gait analysis. Maka dari itu, untuk dapat meningkatkan
kemampuan berjalan dibutuhkan intervensi yang tepat sesuai dengan
tujuan yang diharapakan.
Adapun intervensi yang diberikan yaitu Neuromuscular Electrical
Stimulation (NMES) dengan penambahan Isometric Quadriceps
a. Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES)
Dengan menggunakan NMES ini akan menstimulasi saraf motorik
untuk meningkatkan recruitment motor unit sehingga kinerja otot
untuk dapat melakukan kontraksi akan meningkat serta akan
meningkatkan efek biofeedback pada otot yang diberikan stimulus.
Oleh karena itu, rangsangan tersebut secara langsung merangsang
47 muscle spindle dan golgi tendon organ (GTO) untuk meningkat
kemampuan propioceptive dengan memberikan arus listrik frekuensi
rendah (low frequency current) melalui elektroda yang dilekatkan pada
otot penggerak utama dalam berjalan, yaitu Hamstring dan Quadriceps.
NMES menimbulkan peningkatan kekuatan otot dengan perubahan
dalam muscle fiber dan sistem kapiler. Hal ini juga mencegah atrofi
otot akibat imobilisasi berkepanjangan, Selain meningkatkan kekuatan
otot. Ketika setelah di lakukan intervensi NMES maka otot mengalami
terjadinya penguatan pada M.Quadriceps yang terdiri dari m.rektus
femoris, m.vastus medialis, m.vastus intermedius dan m.vastus
lateralis. Ketika otot mengalami penguatan maka akan timbul
kemampuan berjalan dan otot tidak mengalami kelemahan dan pada
gait analisis akan muncul pada fase swing phase.
b. Isometric Quadriceps
Pada OA knee terjadi kelemahan pada otot quadriceps sehingga
ketika berjalan akan timbul fase yang hilang dan waktu yang ditempuh
sangat lama, latihan isometric quadriceps termasuk latihan untuk
penguatan otot paha pada kasus OA knee, ketika dilakukan latihan
terus menerus maka dimana massa otot akan menambah, sehingga akan
terjadi penguatan dalam meningkatkan kemampuan berjalan, fase yang
hilang akibat terjadi kelemahan pada otot quadriceps akan timbul
sehingga waktu yang ditempuh ketika berjalan akan lebih cepat.
48 Ketika dilakukan secara bersamaan pemberiaan NMES dan latihan
Isomteric Quadriceps massa otot akan berpengaruh secara cepat karena
efek pada pemberian NMES juga mempengaruhi massa otot dalam
memperbaiki adanya kelemahan pada otot.
10. Straight Legg Raise
a. Definisi Straight Legg Raise
Latihan stright leg rising adalah latihan penguatan isometrik otot
quadrisep dengan fokus pada otot rectus femoris. Latihan ini juga
melibatkan kontraksi dinamik otot fleksor hip. Posisi pasien supine
dengan lutut ekstensi. Untuk menstanbilkan pelvis dan punggung
bawah, hip dan lutut kontra lateral diposisikan fleksi, kaki diletakkan
netral di alas latihan. Pasien diperintahkan untuk mengkontraksikan
quadrisep, kemudian tungkai diangkat sekitar 45° fleksi hip sambil lutut
tetap ekstensi. Tungkai ditahan pada posisi tersebut selama 10 hitungan
kemudian tungkai diturunkan. Sesuai dengan kemampuan pasien,
tungkai bisa diturunkan 30° atau 15° fleksi hip untuk menambah beban
pada quadrisep, atau dengan menambahkan beban di pergelangan kaki (
Kisner C, Cosby LA, 2007 ).
Untuk menghindari cedera pada otot, berikan tahanan secara
bertahap, serta turunan kontraksi otot secara bertahap pula. Hal ini
membantu peningkatan tegangan atau tension otot secara bertahap,
menjamin kontraksi otot yang bebas nyeri, dan menghindari resiko
gerakan sendi yang tidak terkontrol. Menahan nafas (valsava manuver)
49 sering terjadi saat penderita melakukan latihan isometrik. Hal ini harus
dihindari
karena
bisa
meningkatkan
tekanan
darah
dengan
cepat. Rhytmic breathing dengan penekanan pada ekspirasi saat
melakukan kontraksi otot, harus dilakukan saat melakukan latihan
isometrik untuk mengurangi resiko tersebut. Latihan isometrik dengan
intensitas tinggi merupakan kontra indikasi bagi penderita dengan
gangguan jantung dan vaskuler.
Keuntungan Straight Leg Raise diukur oleh ketegangan yang
dianggap peneliti berada di bagian posterior paha atau sebelum teraba
di rotasi panggul posterior ( terdeteksi pada illiaca anterior superior
vertebra ) atau keduanya. Secara tradisional, hasil yang diperoleh
selama pengukuran Straight Leg Raise dipandang sebagai indicator
fleksibilitas hamstring. Hubungan mekanis panggul dan sekitarnya
struktur jaringan lunak dapat menjelaskan Straight Leg Raise
meningkat. Isometric quadriceps ini dipilih karena dapat dilakukan
pasien lansia dirumah ( Miyaguchi, 2003 ).
Penelitian tentang perubahan biokimia cairan sendi setelah
pemberian latihan isometric pada penderita osteoarthritis lutut. Hasil
penelitian ini menunjukan adanya peningkatan berat molekuler
hyaloronat dari 2.11 menjadi 2.40, peningkatan viskositas cairan sendi
dari 45.8 menjadi 59.8 serta penurunan konsentrasi chondroitin 4 – 6
sulfat dari 81.9 menjadi 75,5. Fungsi utama molekul hyaloronat adalah
untuk menstabilkan struktur interseluler ( bagian dalam sel ) dan
50 membentuk matriks fluida untuk tempat pengikatan kolagen dan serat
elastic. Dengan demikian diharapkan adanya peningkatan molekul
tersebut dalam sendi ( Miyaguchi, 2003 ).
b. Manfaat Straight Legg Raise
Meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki system sirkulasi,
meningkatkan stabilisasi, mengurangi pembengkakan.
c. Prosedur Straight Legg Raise
1) Berikan penjelasan pada pasien tentang tujuan dilakukan latihan
2) Posisi pasien terlentang dengan posisi kaki yang satu ditekuk dan
kaki satunya di lurus kan
3) Pasien diperintahkan untuk mengkontraksikan quadrisep, kemudian
tungkai diangkat sekitar 45° fleksi hip sambil lutut tetap ekstensi.
4) Tungkai ditahan pada posisi tersebut selama 10 detik kemudian
tungkai diturunkan lakukan repetisi selama 8 kali ( Mercier LR,
2008 ).
51 Gambar 2.8 Straight Leg Raise for Quadriceps ( lying on the back )
Sumber : http://www.cigna.com/healthwellness/hw/medicaltopics/patellar-tracking-disorder-ut1197
d. Mekanisme
Perubahan
Fisiologis
terhadap
Peningkatan
kemampuan berjalan dengan Straight Legg Raise
Kelemahan otot, terutama otot quadrisep, telah diketahui sangat
berhubungan dengan OA lutut. Kelemahan quadrisep pada OA lutut
disebabkan oleh inhibisi neuromuskuler yang terjadi karena nyeri dan
efusi, dan disuse atrophy karena inaktivitas. Penelitian menunjukkan
bahwa kelemahan otot quadrisep juga bisa terjadi sebelum OA dan
menjadi faktor resiko terjadinya OA lutut ( Brandt KD, 2003 ). Latihan
straight leg raise Latihan straight leg raise termasuk jenis latihan
isometric dimana panjang otot tidak berubah dan tidak ada gerakan
namun massa otot meningkat, pada latihan straight Leg Raise akan
timbul penguatan pada otot quadriceps dapat memperbaiki pola jalan
dan mengembalikan fase yang hilang
sehingga meningkatkan
kemampuan berjalan dan waktu tempuhnya.
52 B. Kerangka Berfikir
Pada awal terjadi OA lutut kadang seseorang belum merasakan
nyeri namun setelah agak lama akan merasakan nyeri terutama setelah
berdiri atau berjalan lama dan hilang saat istirahat, namun pada tahap dini
tidak sampai terjadi nyeri yang menjalar ke daerah lain. Perasaan nyeri ini
akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari jika timbul pemprovokasian
dari nyeri tersebut. Pemprovokasian nyeri ini terjadi jika lutut pasien
mendapat tekanan atau saat menggerakkan lututnya, sehingga pasien akan
berteriak nyeri saat tekanan tepat di daerah nyeri.
Stress mekanik akan
mengakibatkan kerusakan sendi dan
memunculkan respons pada tubuh dalam bentuk zat kimiawi yang
merangsang pembentukan tulang baru untuk mengatasi kerusakan tulang
rawan. Dari situlah kemudian muncul penebalan atau tonjolan tulang yang
tak teratur atau disebut pengapuran. Selanjutnya akan mengganggu jaringan
di sekitarnya dan menimbulkan rasa nyeri. Penganturan nyeri pada tingkat
saraf perifer, yaitu berupa sensasi yang di hantarkan oleh serabut saraf
nyeri yaitu serabut A-delta dan C. rangsangan nyeri ini biasa timbul akibat
adanya gangguan metabolic dan penjempitan pada polimodal di sekitar
jaringan.
Kerusakan awal di mulai dari hyalin cartilago sendi lutut,
dilanjutkan pembentukan osteofit pada rawan sendi dan jarngan
subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Selain
permukaan sendi (tulang rawan sendi), juga mengenai daerah-daerah
53 sekitar sendi seperti:
tulang subchondral,
kapsul ligament yang
membungkus sendi dan otot-otot yang melekat berdekatan dengan sendi.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi berkenaan dengan
perubahan biokimiawi di bawah permukaan kartilago yang meningkatkan
sintesis timidin dan glisin. Lesi permulaan ini disusul oleh proses
kerusakan kartilago secara progresif. Akibat dari ketidakseimbangan antara
regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan,
perpecahan dan penglupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas
sebagai korpus libera yang dapat menimbulkan penguncian ketika sendi
bergerak.
Pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sclerosis. Dengan
peningkatan aktivitas tulang dan pembentukan spur pada tepi sendi yang
dapat membatasi gerakan. Tulang di bawah kartilago menjadi keras dan
tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi.
Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak
beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan
dan deformitas. Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengiritasi
membrane synovialis di mana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan
ini akan menimbulkan hydrops. Karena terpaparnya ujung-ujung saraf
polymodal yang terdapat di sekitar sendi oleh karena terbentuknya osteofit
serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak di sekitar sendi
maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak.
54 Akibat nyeri akan menyebabkan spasme otot dan keterbatasan
lingkup gerak sendi. Jika hal ini dibiarkan terus menerus dapat
menyebabkan kontraktur sehingga lingkup gerak sendi akan lebih terbatas.
Pada osteoartritis pada sendi lutut sering menimbulkan rasa sakit
serta
ketidakmampuan
untuk
mencapai
fungsi.
Rasa
sakit
dan
ketidakmampuan akan bertambah dengan munculnya kelemahan otot
quadriceps dan atropi. Otot adalah merupakan komponen yang penting
dalam membantu menstabilisir persendian sedang kelemahan otot
quadriceps
dapat
mengakibatkan
semakin
parahnya
osteoartritis.
Sebaliknya dengan penguatan otot quadriceps dapat mengurangi atropi
pada otot dan membantu melindungi serta memperbaiki problem yang
muncul akibat instabilitas atau rasa sakit yang diakibatkan oleh kelemahan
otot ( Haq I, Murphy E, 2003 ).
Pada kondisi osteoarthritis bagi penderita akan mengalami antalgic
gait dalam berjalan diakibatkan karena adanya nyeri pada lutut maka si
penderita menghindari nyeri. Dalam berjalan mempunyai ada dua siklus
pola jalan yang normal yaitu stance phase, terjadi ketika kaki berada
dipermukaan tanah dan swing phase terjadi ketika kaki bergerak maju.
Enam puluh persen (60%) siklus pola jalan yang normal terjadi pada stance
phase sedangkan 40%nya adalah untuk swing phase. Dan setiap phase
tersebut terbagi dalam beberapa komponen kecil, yaitu stance phase ( heel
strike, foot flat, midstance and push-off/toe-off) sedangkan swing phase
(acceleration, midswing and deceleration).
55 Pola jalan yang salah akan sangat terlihat pada proses stance phase
karena pada proses ini bertanggung jawab dalam menunjang berat badan
dan berhubungan dengan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan
swing phase sehingga tekanannya pun lebih besar dibandingkan phase yang
lain.
Dengan menggunakan NMES ini akan menstimulasi saraf motorik
untuk meningkatkan recruitment motor unit sehingga kinerja otot untuk
dapat melakukan kontraksi akan meningkat serta akan meningkatkan efek
biofeedback pada otot yang diberikan stimulus. Oleh karena itu, rangsangan
tersebut secara langsung merangsang muscle spindle dan golgi tendon
organ (GTO) untuk meningkat kemampuan propioceptive dengan
memberikan arus listrik frekuensi rendah (low frequency current) melalui
elektroda yang dilekatkan pada otot penggerak utama dalam berjalan, yaitu
m. Quadriceps. Dan ditambah dengan Latihan isometric bertujuan untuk
penguatan m.quadriceps, latihan ini mengurangi iritasi yang terjadi pada
permukaan cartilage artikulasi patella, memelihara dan meningkatkan
stabilitas aktif pada sendi lutut juga dapat memelihara nutrisi pada synovial
menjadi lebih baik.
Pada Osteoathritis terjadi penurunan fungsi akibat adanya mal
aligment M.Quadriceps yang terdiri dari m.rektus femoris, m.vastus
medialis, m.vastus intermedius dan m.vastus lateralis yang berfungsi
sebagai penggerak ekstensi knee, M.Hamstring dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu otot-otot bagian medial dan lateral. Otot bagian medial yang
56 terdiri dari m.semitendinosus dan m.semimembranusus sebagai penggerak
fleksi knee, selain itu m.gracilis dan m.sartorius juga turut berperan dalam
melakukan gerakan fleksi knee. Sedangkan otot bagian lateral terdiri dari
m.biceps femoris, otot ini juga berperan dalam gerakan endorotasi lutut.
Selain kelompok otot Hamstring dan Quadriceps gerakan sendi lutut juga
dibantu pula oleh m.gastrocnemius, m.plantaris dan m.popliteus. sehingga
apabila terjadinya kelemahan pada otot ini maka akan menimbulkan
koordinasi gerakan yang tidak baik pada saat berjalan dan ini akan
berakibat pada kemampuan berjalan. Latihan isometric quadriceps
diharapkan dapat meningkatkan kekuatan m.vastus medial proposional
terhadap m.quadriceps sehingga dapat memperbaiki koordinasi gerakan dan
mengembalikan fase berjalan yang hilang akibat adanya kelemahan otot
tersebut.
Pada pemberian latihan straight leg raise akan terjadi perubahan
biokimia cairan sendi, hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan
berat molekuler hyaloronat. Fungsi utama molekul hyaloronat adalah untuk
menstabilkan struktur interseluler ( bagian dalam sel ) dan membentuk
matriks fluida untuk tempat pengikatan kolagen dan serat elastic. Dengan
demikian diharapkan adanya peningkatan molekul tersebut dalam sendi.
Dalam pemberian Straight Legg Raise maka akan bertambah pada muscle
fiber pada otot paha sehingga lutut mengalami penguatan, ketika dilakukan
berjalan pada fase yang hilang akan timbul dan tidak ada lagi kelemahan
pada otot paha dalam berjalan akan terjadi peningkatan.
57 SKEMA 2.1
Kerangka Berfikir
Degenerasi Deformitas Injuri
Obesitas
Osteoathritis Knee
Tulang Sirkulasi
Kapsul otot Rawan Sendi Ligamen Spasme Saraf
Neuro reflek Iritasi Saraf
Lemah
Erosi Vasokontriksi Nyeri
Osifikasi Ischemic Disbalance
Laxity
Elastisitas
Kapiler ROM
Ischemic Deformitas
Osteofit Merangsang Nociseptor Jaringan Kontraktur Cidera
Iritasi Zat Algogen
Unstabil
Hidrops Nyeri Regang
Saraf Inflamasi
Koordinasi Gerakan Nyeri OA
Berjalan Kemampuan berjalan NMES ditambah dengan Isometric Quadriceps 1.
2.
3.
4.
5.
Straight Leg Raise Meningkatkan kekuatan otot Meningkatkan stabilitas Biofeedback effect Co‐Contraction C. Kerangka Konsep
Penurunan muscle imbalance 1. Meningkatkan kekuatan otot 2. Meningkatkan stabilitas 3. Memperbaiki system sirkulasi Peningkatan kemampuan Berjalan 58 Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian
sebagai berikut:
Skema 2.2
Kerangka Konsep
P R S O1 P1
O3
P2
O2 RA O4 Keterangan :
P : Populasi
R : Randomisasi
S : Sampel
RA : Random Alokasi
P1 : Perlakuan I
P2 : Perlakuan II
O1 : Nilai kemampuan berjalan sebelum intervensi kelompok perlakuan I
diberikan Intervensi Neuromuscular Electrical Stimulation ditambah dengan
Quadriceps Isometric
O2 : Nilai kemampuan berjalan sesudah intervensi kelompok perlakuan I diberikan
Intervensi Neuromuscular Electrical Stimulation ditambah dengan Quadriceps
Isometric.
59 O3 : Nilai kemampuan berjalan sebelum intervensi kelompok perlakuan II
diberikan latihan Straight Leg Raise
O4 : Nilai kemampuan berjalan sesudah intervensi kelompok perlakuan II
diberikan latihan Straight Leg Raise
60 D. Hipotesis
Pada penelitian yang akan dilakukan ini maka hipotesis yang akan penulis
buktikan adalah:
1. Intervensi Neuromuscular Electrical Stimulation dan Quadriceps
Isometric dalam meningkatkan kemampuan berjalan pada Kondisi
Osteoarthritis Knee
2. Intervensi Straight Leg Raise dalam meningkatkan kemampuan
berjalan pada kondisi Osteoarthritis Knee
3. Intervensi Neuromuscular Electrical Stimulation ditambah dengan
Quadriceps Isometric Lebih Baik daripada Straight Leg Raise dalam
meningkatkan kemampuan berjalan pada kondisi Osteoarthritis Knee
Download