BAB 2 KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS A. Deskripsi teori 1. Osteoathritis (OA) Knee a. Definisi Osteoathritis (OA) Knee Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan ( Poole A.R, 2001 ). Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan perkembangan slow progressive, ditandai adanya perubahan metabolik, biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sendi. OA merupakan gangguan dari persendian diartroldial yang dicirikan oleh fregmentasi dan terbelahnya kartilago persendian. Lesi permukaan itu disusul oleh proses pemusnahan kartilago secara progresif. Melalui sela – sela yang timbul akibat degenerasi fibrilar pada kartilago, cairan synovial dipenetrasikan ke dalam tulang lapisan kartilago, yang akan menghasilkan kista – kista. Kartilago yang sudah hancur mengakibatkan sela persendian menjadi sempit. Disamping itu tulang bereaksi terhadap lesi kartilago dengan 12 13 pembentukan tulang baru ( osteofit ) yang menonjol ke tepi persendian ( Soeroso, 2007 ) Menurut AD Milne ( 2007 ) berdasarkan Kellgren dan Lawrence membagi kelainan degenerasi pada OA sebagai berikut: Derajat 0 : Normal Derajat 1 : Tampak adanya osteofit minimal Derajat 2 : Ostefit pasti ada pada dua titik , dengan schlerosis subkondral dan kista subkondral yang minimal , tetapi celah sendi masih baik dan tidak ada deformitas. Derajat 3 : Ostefit sedang, beberapa deformitas pada ujung tulang celah sendi sempit. Derajat 4 : Osteofit besar dan deformitas pada ujung tulang, celah sendi menghilang, sclerosis dan kista subcondral. b. Etiologi Osteoathritis (OA) Knee Pada umumnya penderita Osteoarthritis lutut ini, etiologinya tidak diketahui. Namun beberapa factor yang disebut-sebut mempunyai peranan atas timbulnya Osteoarthritis antara lain : 1) Umur OA umumnya terjadi pada usia lanjut, namun belum jelas benar apakah OA memang terjadi sebagai konsekwensi dari proses penuaan ( Isbagio, 2001 ). 14 2) Obesitas Hubungan antara obesitas dan OA masih tetap membingungkan, karena OA sering ditemukan juga pada sendi yang tidak menahan beban. Sebaliknya sendi pergelangan kaki yang merupakan sendi penahan beban ( weight bearing joint ) biasanya bebas dari kelainan ini ( Hudaya, 2002 ). 3) Genetik Mungkin ada hubungannya dengan defek pembentukan serabut collagen, defek pembentukan proteoglicane atau hiperaktivitas chondrocyte, yang kesemuanya mempermudah timbulnya kerusakan sendi ( Hudaya, 2002 ) 4) Aktifitas fisik dan kerusakan sendi sebelumnya Seseorang yang sangat banyak melakukan aktifitas fisik dan sering mengalami trauma yang berulang ( misal : para olahragawan ) mempunyai resiko yang tinggi untuk terkena OA ( Isbagio, 2001 ). 2. Anatomi Terapan dan Biomekanik Knee Lutut merupakan sendi yang unik bentuknya, yang terbentuk atas tiga persendian yaitu tibio femoral, patello femoral dan tibia fibular. Sendi tibio femoral mempunyai dua permukaan yang berbeda, dimana permukaan kondilus medialis lebih besar dari pada kondilus lateralis, sehingga pada gerakan fleksi dan ekstensi, gerakan pada medialis lebih luas daripada lateralis, dimana pada saat ekstensi terjadi gerak eksternal rotasi. Diantara os tibia dan os femur terdapat sepasang meniskus yaitu meniskus medial 15 dan meniskus lateral. Fungsi meniskus ini sebagai bantalan sendi dan menambah luas permukaan sendi lutut pada permukaan tibia sehingga memungkinkan gerakan sendi lutut lebih luas atau bebas. Meniskus juga berfungsi dalam menyebarkan tekanan pada kartilago artikularis dan menurunkan distribusi tekanan antara dua kondilus, serta mencegah kapsul sendi terdorong melipat masuk ke dalam sendi. Sendi patello femoral mempunyai facies articularis yang terdiri atas tiga permukaan pada bagian lateral dan satu permukaan pada bagian medial. Muskulus vastus lateralis, vastus intermedius dan rectus femoris sebagai stabilisator aktif berfungsi menarik patella kearah proksimal sedangkan muskulus vastus mediali berfungsi menarik patella ke arah medial sehingga posisi patella stabil ( Evelyn, C, 2002 ). Gambar 2.1 Ekstensor retinakulum diperkuat medial oleh ligament medial patellofemoral berorientasi melintang dan ligamen medial patellotibial berorientasi longitudinal. Lateral, ligamentum patellofemoral lateral dan lateral yang patellotibial ligamen membantu melawan sebuah glide medial berlebihan dari patella. Sumber : Snyder-Mackler.223 In: Levangie and Norkin, p. 401, with permission 16 Sendi tibio fibular dibentuk oleh facies kapituli fibula dan facies articular tibiofibular yang terdapat pada bagian lateral posterior kondilus lateral tibia, sendi ini merupakan hubungan antara os tibia dan os fibula yang berfungsi menahan beban yang diterima sendi lutut dari beban tubuh. Ligamen mempunyai sifat extensibility dan kekuatan, yang cukup kuat ( tensile strength ) yang mempunyai sebagai pembatas gerakan dan stabilisator sendi. Ada beberapa ligamen sendi lutut yaitu : Ligamen kolateral berfungsi sebagai penahan berat badan baik dari medial maupun dari lateral. Arah ligamen kolateral lateral dan kolateral medial akan memberikan gaya yang bersilangan sehingga akan memperkuat stabilitas sendi lutut terutama pada posisi ekstensi. Ligamen krusiatum terdiri dari dua bagian yaitu ligamen krusiatum anterior dan ligamen krusiatum posterior. Ligamen krusiatum anterior berfungsi sebagai penahan gerak translasi os tibia terhadap os femur ke arah anterior dan ligamen krusiatum posterior berfungsi sebagai penahan gerak translasi os tibia terhadap os femur ke arah posterior. Pada posisi endorotasi kedua ligamen ini saling bersilangan. Ligamen transversum genu terletak dibagian ventral dan menghubungkan kedua insersio dari kedua meniskus lateral dan medial. Ligamen poplitea arkuatum berasal dari bagian dorsal kapitulum fibula pada bagian lateral yang kemudian melengkung ke medio kranial berbentuk arkus dan terletak di bagian kranial tendon m. Popliteus. Ligamen patella membentuk dinding pada bagian depan kapsul artikularis dan melekat erat 17 pada kapsul artikularis, sehingga disebut ligamen kapsular ( Evelyn, C, 2002 ). Stabilisator aktif pada sendi lutut diperkuat oleh beberapa kelompok otot yang berfungsi sesuai dengan tempat perlekatan dan pola gerak sendi dimana otot tersebut berkontraksi. Gerakan Ekstensi penggeraknya adalah m. Quadriceps femoris yang terdiri dari empat otot yakni rectus femoris, vastus medialis, vastus lateralis dan vastus intermedius. Lingkup gerak sendi ekstensi 50 – 100 hyperextensi atau 00. gerakan ekstensi dibatasi oleh ketegangan kapsul dan ligament dengan hard endfeel. Gerakan Fleksi penggeraknya adalah m. Hamstring serta dibantu oleh kerja otot gastroknemius, popliteus dan grasilis. Lingkup gerak sendi fleksi antara 1400 – 1600 dengan soft end feel. Gerakan Rotasi menurut Fick, rotasi lutut maksimal sebesar 500 terjadi pada saat lutut fleksi 900. Gerakan rotasi sangat penting dalam gerakkan fleksi dan ekstensi lutut. Pada saat gerakan ekstensi mendekati akhir gerakan 150 – 20 terjadi rotasi eksterna tibia terhadap femur, demikian pula sewaktu awal gerakan fleksi 150 – 200 akan terjadi rotasi internal tibia terhadap femur. Penggerak rotasi internal sendi lutut adalah popliteus, grasilis dan dibantu oleh m. Hamstring bagian dalam, sedangkan rotasi eksternal adalah m. Biceps femoris dan m. Tensor fascia latae. Terjadinya gerakan fleksi ekstensi sendi lutut dipengaruhi oleh sendi tibiofemoral dan patello femoral dan juga dipengaruhi oleh ligamen dan otot. Dimana otot Quadriceps femoris merupakan otot penggerak utama pada saat gerakan ekstensi dan otot 18 Hamstring merupakan otot yang bekerja pada saat gerakan fleksi dibantu oleh otot Gastroknemius, Popliteus dan Grasilis ( Sugijanto, 2005 ). 3. Osteokinematika dan Arthrokinematika a. Osteokinematika Sendi Lutut Osteokinematika merupakan gerakan yang terjadi diantra kedua tulang. Klasifikasi osteokinematika ditinjau dari mekanika sendi terdiri atas dua bagian yaitu swing dan spin. Swing adalah suatu gerak ayunan sehingga terjadi perubahan sudut diantara axis panjang tulang-tulang pembentuknya. Sedangkan spin adalah suatu gerakan dimana tulang bergerak tetapi axis mekanik sendi tidak bergerak. Gerakan anguler yang terjadi pada sendi lutut adalah : gerakan fleksi 1300 - 140o, gerakan hyperekstensi 50 – 100, gerakan eksorotasi dengan posisi lutut fleksi 900 = 450, gerakan endorotasi dengan posisi lutut fleksi 900 = 150( Sugijanto, 2005 ). b. Arthrokinematika Sendi Lutut Artrokinematika sendi lutut adalah pada femur (cembung) maka gerakan yang terjadi adalah rolling dan sliding berlawanan arah. Saat fleksi femur rolling ke arah belakang dan sliding ke arah depan. Untuk gerakan ekstensi, rolling ke depan dan sliding ke belakang ,dan jika tibia (cekung) bergerak fleksi maupun ekstensi maka rolling maupun slidding akan searah, saat gerakan fleksi menuju ke ke dorsal sedang pada saat bergerak ekstensi menuju ke depan ( Susiloawati dan Surini, 2002 ). 19 Menurut Sugijanto, 2005 Tes khusus capsuloligament adalah traksitranslasi pada pembatasan LGS, dan didapatkan hasil : 1) Pada aktualitas tinggi, akan timbul nyeri sebelum mencapai maksimal capsular streched dengan springy end feel. 2) Pada aktualitas rendah, nyeri akan timbul nyeri setelah mencapai tissue streched dengan firm end feel. 3) Jika end feel ‘empty’, maka kesimpulannya adalah instabilitas. Manfaatnya dalam intervensi adalah bahwa JPM digunakan untuk mobilisasi sendi dengan mengulur capsuloligament. 4. Patologi Osteoathritis (OA) Knee Pada OA terdapat proses degenerasi dan inflamasi yang terjadi dalam jaringan ikat, lapisan rawan, sinovium, dan tulang subcondral. Pada saat penyakit aktif salah satu proses dapat dominan atau beberapa proses terjadi secara bersamaan dalam tingkat intensitas yang berbeda. OA lutut berhubungan dengan berbagai deficit patofisiologis seperti instabilitas sendi lutut, menurunnya LGS, disuse atropi dari otot quadriceps, nyeri lutut sangat kuat berhubungan dengan penurunan kekuatan otot quadriceps yang merupakan stabilisator utama sendi lutut dan sekaligus berfungsi untuk melindungi struktur sendi lutut. Pada penderita usia lanjut kekuatan otot quadriceps bisa menurun 1/3 nya dibanding dengan kekuatan otot quadriceps pada kelompok usia yang sama yang tidak menderita OA lutut. 20 Perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut : a. Degenerasi rawan Perubahan yang mencolok pada OA biasanya dijumpai di daerah tulang rawan sendi yang mendapatkan beban. Pada stadiumawal, tulang rawan lebih tebal daripada normal, tetapi seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi menipis, tulang rawan melunak, integritas permukaan terputus dan terbentuk celah vertical ( fibrilasi ). Dapat terbentuk ulkus cartilage dalam yng meluas ke tulang. Dapat timbul daerah perbaikan fibrocartilaginosa, tetapi mutu jaringan perbaikan lebih rendah daripada cartilage hiarin asli, dalam kemampuan menahan stress mekanik. Proses degradasi yang timbuk sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi ( reparasi ) dengan degenerasi rawan sendi melalui beberapa tahap yaitu fibrilasi, pelunakan, perpecahan dan pengelupasan lapisan rawan sendi. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat. Yang cepat dalam waktu 10 – 15 tahun, sedang yang lambat 20 – 30 tahun. Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi ( Kuntono, 2011 ) b. Osteofit Bersama timbul dengan degenerasi rawan, timbul reparasi. Reparasi berupa pembentukan osteofit di tulang subcondral ( Kuntono, 2011 ). 21 c. Sklerosis Subcondral Pada tulang subcondral terjadi reparasi berupa sclerosis pemadatan atau penguatan tulang tepat dibawah lapisan rawan yang mulai rusak ( Kuntono, 2011 ). d. Sinovitis Sinovitis adalah inflamasi dari sinovium dan terjadi akibat proses sekunder degenerasi dan fragmentasi. Matrik rawan sendi yang putus terdiri dari kondrosit yang menyimpan proteoglycan yang bersifat immunogenic dan dapat mengantivasi lekosit. Sinovitis dapat meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam – macam enzim akan tertekan kedalam celah – celah rawan, sehingga mempercepat proses pengerusakan rawan. Pada tahap lanjut terjadi tekanan yang tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang botak. Cairan ini akan didesak kedalam celah – celah tulang subcondral dan akan menimbulkan kantong yang disebut kista subcondral ( Kuntono, 2011 ). Menurut Prasetya Hudaya secara klinis OA dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu : a. Sub Clinical Secara patologis dapat ditemukan yaitu pada tulang rawan sendi terjadi pembentukan blister dan fibrilasi serabut ikat kolagen. 22 b. Manifest Timbul keluhan nyeri saat bergerak dan terasa kaku pada awal gerakan, telah terjadi kerusakan sendi yang lebih luas dan pada foto rontgen tampak penyempitan ruang sendi dan sclerosis tulang subcondral. c. Decompensated Timbul rasa nyeri pada saat istirahat, terjadi akibat penyakit yang telah progresif dan seluruh tulang rawan sendi rusak. Tulang subcondral menjadi sangat sklerotik, pembentukan osteofit yang hebat, kapsul sendi menjadi kendor, sehingga tampak deformitas yang jelas. 5. Patofisiologi Osteoathritis (OA) Knee Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. OA dan proses penuaan (aging process). Proses utama OA tersebut sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang akan memicu proses patogenik OA. Khondrosit akan mensintesis berbagai komponen yang diperlukan dalam pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan sebagainya. Disamping itu ia akan memelihara 23 keberadaan komponen dalam matriks rawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis. Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang buruk tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya fungsi khondrosit. Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama diperankan oleh sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor a (TNFa) yang dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik diperankan oleh transforming growth factor b (TGFb) dan insulin like growth factor-1 (IGF-1). Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibrosis serta distorsi. Pada 24 rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone anginalewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral. Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses peradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang 25 ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak ( Soeroso, J, et all. 2007 ) 6. Epidemiologi Osteoathritis (OA) Knee Osteoartritis merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai terutama pada orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan osteoarthritis pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun prevalensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada umur 55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan beban tubuh. Progresifitas dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam beberapa tahun atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi sumber morbiditas awal dan utama pada pasien dengan OA. Pasien dapat secara progresif menjadi semakin tidak aktif beraktivitas, membawa kepada morbiditas karena berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat yang bermakna). Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih banyak terjadi pada wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang lainnya. Terdapat kecenderungan bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Penyakit ini biasanya Gender laki – laki dengan perempuan pada usia 45 – 55 mempunyai resiko yang sama untuk terjadi osteoarthritis lutut, tetapi pada usia 55 tahun keatas 26 wanita lebih berisiko karena berhubungan dengan menopouse. Pada periode ini hormone estrogen sudah tidak berfungsi lagi, sementara salah satu fungsi dari hormon estrogen adalah mempertahankan massa tulang. Bentuk tubuh perempuan juga mempengaruhi osteoarthritis lutut, dimana dengan beranjaknya usia lemak tubuh menumpuk di bagian pinggul dan perut, secara anatomis akan memberikan beban yang berlebih di bagian lutut ( Slamet, 2002 ). 7. Mekanisme timbulnya nyeri Osteoathritis (OA) Knee Osteoarthritis merupakan suatu patologi yang mengenai tulang rawan dari sendi lutut yakni lapisan bantalan jaringan diantara tulang persendian lutut menjadi menipis dan membentuk retak – retakan di permukaan yang dimana chondrium menjadi kasar dan mengelupas. Tanpa tulang rawan yang cukup tulang – tulang saling bergesekan sehingga menyebabkan rasa nyeri dan lama kelamaan permukaan tulang semakin memburuk. Pada keadaan dimana permukaan sendi yang kasar dan pada tulang rawan sendi rentan terhadap beban biasa. Permukaan tulang rawan sendi menjadi tidak homogeny sehingga lama kelamaan permukaan sendi akan menjadi erosi. Saat itu, secara fisiologis tubuh akan melakukan mekanisme perbaikan terhadap tulang rawan yang telah mengalami erosi tersebut dengan aktifnya aktivitas osteoclas dan osteoblas, namum bersamaan dengan porses degenerasi maka akan terjadi penurunan fungsi dari hormone pengatur kestabilan 27 dari kerja osteoclas dan osteoblas tersebut sehingga perbaikan permukaan tulang justru lebih baik tidak beraturan dan menimbulkan adanya osteofit. Nyeri pada osteoarthritis sendi lutut karena adanya kompresi oleh osteophite – osteophite yang terbentuk sehingga menyebabkan terjepitnya serabut saraf afferent C dan termasuk juga saraf sensoris pada jaringan didaerah sekitar sendi, kapsul yang membungkus sendi, dan otot – otot yang melekat disekitar sendi sehingga menimbulkan nyeri pada lutut. Dengan terbentuknya osteophite maka akan mengiritasi membrane synovialis dimana terdapat banyak reseptor – reseptor nyeri dan ini akan menimbulkan hydrops. Karena terpaparnya ujung – ujung saraf polymodal yang terdapat disekitar sendi oleh karena terbentuknya osteophite serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak disekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak ( Kuntono, 2011 ). 28 Gambar.2.2 Advanced bilateral, medial compartment degenerative joint disease in the knees of a 52-year-old computer programmer/analyst who subsequently underwent right total knee arthroplasty. Sumber : Kisner, Carolyn dan Colby, Lynn Allen. 2007. Therapeutic Exercise. 5th. Phialdelphia : F. A. Davis Company, 2007. hal. 693. Pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sclerosis. Dengan peningkatan aktivitas tulang dan pembentukan spur pada tepi sendi yang dapat membatasi gerakan. Tulang di bawah kartilago menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi. Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan dan deformitas. Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengiritasi membrane synovialis di mana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan ini akan menimbulkan hydrops. Karena terpaparnya ujung-ujung saraf polymodal yang terdapat di sekitar sendi oleh karena terbentuknya osteofit serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak di sekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak. 29 Konsep nyeri sejak dahulu adalah sebagai teori‘telephone exchange’ di mana nosireseptor menerima impuls nyeri yang diteruskan oleh serabut saraf tepi ke susunan saraf pusat sampai ke korteks serebri yang mampu menciptakan kesadaran akan rasa nyeri. Namun konsep nyeri yang sekarang ini banyak dipahami adalah konsep menurut Melzack dan Wall yang disebut dengan Gate Control Theory. Teori ini mengemukakan bahwa: “Ada dua macam serabut yaitu serabut tebal dan halus yang sama-sama mengirim rasa nyeri melalui akar saraf belakang bersambung dengan sel saraf yang dinamakan Tcell pada neuron kedua (interbuncial neurons) yang berhubungan dengan sel saraf (SG-cell). Sel SG menekan rangsang nyeri yang akan dikirim ke sel T. Rangsangan nyeri dari serabut yang tebal berfungsi memperkuat tekanan pada sel SG, sedangkan rangsangan nyeri dari serabut yang halus bekerja untuk mengurangi sel SG, berarti sel SG adalah suatu gerbang. Untuk menerima rasa nyeri yang masuk ke sel T, rasa nyeri dari serabut tebal, gerbang ini menyempit, berakibat rangsangan kepada sel T melemah. Bila rasa nyeri melalui serabut halus gerbang akan melebar, rangsangan yang diterima menjadi lebih kuat. Membuka dan menutup gerbang bukan saja dipengaruhi oleh dua macam serabut tersebut di atas, tetapi pusat kontrol dari pusat pun mempengaruhi. Impuls rasa nyeri masuk melalui saraf perifer ke pusat kolumna posterior dan sistem proveksi dorsolateral sebagai pacu kontrol sentral mengumpulkan informasi, sifat dan letak rasa nyeri, mengirim ke thalamus sebagai 30 pusatnya, kemudian melalui desending afferent fiber mengirim ke gerbang, yang akan membuka dan menutup gerbang” Pada osteoartritis pada sendi lutut sering menimbulkan rasa sakit serta ketidakmampuan untuk mencapai fungsi. Rasa sakit dan ketidakmampuan akan bertambah dengan munculnya kelemahan otot quadriceps. Otot adalah merupakan komponen yang penting dalam membantu menstabilisir persendian sedang kelemahan otot quadriceps dapat mengakibatkan semakin parahnya osteoartritis. Sebaliknya dengan penguatan otot quadriceps dapat mengurangi atropi pada otot dan membantu melindungi serta memperbaiki problem yang muncul akibat instabilitas atau rasa sakit yang diakibatkan oleh kelemahan otot ( Haq I, Murphy E, 2003 ). 8. Gait analysis a. Definisi Ekstremitas bawah adalah bagian yang terpenting untuk menopang berat badan dan ambulasi dalam keseharian, untuk itu ekstremitas bawah yang normal sangat menunujang dalam efisiensi penyelenggaraan aktifitas fungsional sehari-hari. Tetapi terkadang karena proses yang abnormal terjadi pada ekstremitas bawah mengakibatkan pola jalan yang tidak benar, untuk itu diperlukan parameter pembanding yang tepat antara pola jalan yang benar dan pola jalan yang salah sehingga kita bisa menyimpulkan pada bagian mana pola jalan itu yang keliru sehingga treatment kita tepat sasaran. Ada dua siklus pola jalan yang normal yaitu stance phase, terjadi 31 ketika kaki berada dipermukaan tanah dan swing phase terjadi ketika kaki bergerak maju. Enam puluh persen (60%) siklus pola jalan yang normal terjadi pada stance phase sedangkan 40%nya adalah untuk swing phase. Dan setiap phase tersebut terbagi dalam beberapa komponen kecil, yaitu stance phase ( heel strike, foot flat, midstance and push-off/toe-off) sedangkan swing phase (acceleration, midswing and deceleration) ( M. H. Cheng, 2008 ). Pola jalan yang salah akan sangat terlihat pada proses stance phase karena pada proses ini bertanggung jawab dalam menunjang berat badan dan berhubungan dengan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan swing phase sehingga tekanannya pun lebih besar dibandingkan phase yang lain. Pemeriksaaan pola jalan dimulai segera ketika pasien masuk keruang pemeriksaan. b. Perubahan gerak dari satu fase ke fase berikutnya mulai dari ankle and foot, knee joint, sampai hip joint : Ankle and Foot 1. Initial Contact/Heel Strike ( Awal dari cara siklus berjalan ) Sesaat kaki mengenai landasan, ankle berada dalam posisi normal, dan knee dalam keadaan tertutup atau kaki lurus. Heal Strike (calcaneous) merupakan tulang pertama yang menyentuh landasan. 32 2. Loading Response (Foot Flat) Melakukan kontak sepenuhnya dengan landasan dan dalam keadaan rata (foot flat/FF) dengan landasan. (lihat kaki warna merah). 3. Midstance Dimulai pada saat heel sesaat sebelum meninggalkan landasan sehingga kaki berada sejajar dengan kaki bawah bagian depan. 4. Terminal Stance (Heel Off) Fase terminal stance pada saat heel kaki kanan (merah) meninggi (mulai meniggalkan landasan) dan dilanjutkan sampai dengan heel dari kaki putih mulai mengenai landasan. 5. Pre-Swing (Toe-Off) Fase pre-swing dimulai dengan fase initial contact (heel strike) oleh kaki kiri (putih), dan kaki kanan (merah) berada posisi meninggalkan landasan untuk melakukan periode mengayun (toeoff). 6. Initial Swing (Acceleration) Fase initial swing dimulai pada saat telapak kaki kanan (merah) mulai diangkat dari posisi landasan. 7. Mid-Swing Fase mid-swing yang dimulai pada akhir initial swing dandilanjutkan sampai kaki merah mengayun maju berada di depan anggota badan sebelum mengenai landasan. 33 8. Terminal Swing (Decceleration) Fase terminal swing merupakan akhir dari gait cycle, terjadi pada periode waktu siklus dimana tungkai kaki mengalami perpanjangan maksimum dan berhenti pada saat heel telapak kaki kanan (merah) mulai mengenai landasan. Pada periode ini, posisi kaki kanan (merah) berada kembali berada depan anggota badan, seperti pada posisi awal gait cycle ( Sugijanto, 2005 ). . Gambar 2.2 Gait Analysis Sumber : http://me.queensu.ca c. Otot-otot yang lebih dominan yang bekerja pada setiap fase Hip, Knee, Ankle dan Foot. a) Stance phase ( HIP ) 1. Initial Contact/Heel Strike (HO) : Quadriseps 2. Loading Response (Foot Flat) : Quadriseps 3. Midstance : Quadriseps , gluteus maximus dan gluteus medius 4. Terminal Stance (Heel Off) : Tensor fascia latae b) Swing phase 1. Pre-Swing (Toe-Off) : Adductor Longus, dan Rectus Femoris 34 2. Initial Swing (Acceleration) : Iliacus, sartorius, dan gracilis 3. Mid-Swing : Hamstring 4. Terminal Swing (Decceleration) : Hamstring dan quadriceps c) Stance phase ( Knee ) 1. Initial Contact/Heel Strike (HO) : Quadriseps 2. Loading Response (Foot Flat) : Hamstring 3. Midstance : Quadriceps 4. Terminal Stance (Heel Off) : Quadriceps d) Swing phase 1. Pre-Swing (Toe-Off) : Garcilis dan Sartorius 2. Initial Swing (Acceleration) : Garcilis dan Sartorius 3. Mid-Swing : Hamstring 4. Terminal Swing (Decceleration) : Hamstring e) Stance phase ( Ankle dan Foot ) 1. Initial Contact/Heel Strike (HO) : Tibialis Anterior 2. Loading Response (Foot Flat) : Hamstring 3. Midstance : Fleksor digitorum longus, dan Hallucis Longus 4. Terminal Stance (Heel Off) : Gastrocnemius, dan Digitorum Longus f) Swing phase 1. Pre-Swing (Toe-Off) : Fleksor digitorum longus, dan Hallucis Longus 2. Initial Swing (Acceleration) : Tibialis Anteior 35 3. Mid-Swing : Tibialis Anterior 4. Terminal Swing (Decceleration) : Gastrocnemius Menurut Ra. Mann ada beberapa hal yang harus diukur dalam pola jalan diantaranya adalah : a. Lebar jangkauan kaki seharusnya tidak lebih dari dua atau empat inchi dari tumit ketumit. Jika anda melihat pasien berjalan dengan melebihi jangkauan diatas maka anda harus curiga adanya kejanggalan tersebut. Pasien dengan lebar jangkauan yang lebih besar dari 2-4 inchi biasanya terjadi jika mereka pusing atau gangguan otak (cerebellar problem) atau penurunan sensasi pada alas kakinya. b. Pusat gavitasi tubuh ( body’s center of gravity) berada dua inchi dari depan tulang sacrum yang kedua (S-2). Pada pola jalan yang normal oscillasi vertikal tidak lebih dari 2 inchi. Pengontrolan arah oscillasi vertical menjaga pola jalan yang halus (smooth pattern) atau normal. c. Lutut seharusnya fleksi pada semua stance phase kecuali pada heel strike untuk menjaga pergeseran vertical dari pusat gravitasi agar tidak berlebihan. Sebagai contoh pada fase toe - off ketika ankle plantar fleksi 20 derajad menyebabkan terjadinya peningkatan pusat gravitasi tubuh dan untuk menjaga agar tubuh tetap seimbang maka lutut harus fleksi kira-kira 40 derajad. d. Pelvis dan trunk bergerak kelateral kira-kira 1inchi ke sisi berat tubuh saat berjalan ke pusat graitasi yang keseluruhannya berada pada hip. 36 Jika pasien mempunyai kelemahan pada gluteus medius maka dia kurang mampu mempertahankan pergerakan kelateral ini. e. Rata-rata panjang langkah seseorang adalah 15 inchi. Karena adanya nyeri, usia yang bertambah atau patologi pada ekstremitas bawah menyebabkan penurunan langkah saat berjalan. f. Rata-rata orang dewasa berjalan dalam setiap menitnya adalah 90-120 langkah. Dan rata-rata energy yang dikeluarkan adalah 100 calories per mile-nya. g. Selama swing phase pelvis berotasi 40 derajad ( A. Kale, 2003 ). d. Mekanisme Pola berjalan pada Osteoathritis (OA) Knee Orang dengan Osteoarthritis lutut biasanya memiliki keluhan nyeri, kaku persendian, berkurangnya propriosetif dan penurunan kekuatan M.Quadriceps yang terdiri dari m.rektus femoris, m.vastus medialis, m.vastus intermedius dan m.vastus lateralis yang berfungsi sebagai penggerak ekstensi knee, M.Hamstring dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu otot-otot bagian medial dan lateral. Otot bagian medial yang terdiri dari m.semitendinosus dan m.semimembranusus sebagai penggerak fleksi knee, selain itu m.gracilis dan m.sartorius juga turut berperan dalam melakukan gerakan fleksi knee. Sedangkan otot bagian lateral terdiri dari m.biceps femoris, otot ini juga berperan dalam gerakan endorotasi lutut. Selain kelompok otot Hamstring dan Quadriceps gerakan sendi lutut juga dibantu pula oleh m.gastrocnemius, m.plantaris dan m.popliteus. Dan pada 37 kondisi osteoarthritis bagi penderita akan mengalami antalgic gait karena si penderita menghindari nyeri. Dalam berjalan mempunyai ada dua siklus pola jalan yang normal yaitu stance phase, terjadi ketika kaki berada dipermukaan tanah dan swing phase terjadi ketika kaki bergerak maju. Enam puluh persen (60%) siklus pola jalan yang normal terjadi pada stance phase sedangkan 40%nya adalah untuk swing phase. Dan setiap phase tersebut terbagi dalam beberapa komponen kecil, yaitu stance phase ( heel strike, foot flat, midstance and push-off/toe-off) sedangkan swing phase (acceleration, midswing and deceleration) ( M. H. Cheng, 2008 ). Pola jalan yang salah akan sangat terlihat pada proses stance phase karena pada proses ini bertanggung jawab dalam menunjang berat badan dan berhubungan dengan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan swing phase sehingga tekanannya pun lebih besar dibandingkan phase yang lain. Pada Osteoarthritis akan mengalami terjadinya penurunan dalam kemampuan berjalan diakibatkan adanya kelemahan pada otot penggerak, dan akan mengalami kehilangan fase berjalan, fase yang hilang pada saat Swing Phase, ada pun masalahnya ada di Toe Off, Loading Response, Mid Swing dan Terminal Swing (S. Sarkar, 2005 ). 38 9. Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) ditambah dengan Quadriceps Isometric a. Definisi Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) NMES merupakan suatu cara penggunaan energy listrik untuk merangsang system saraf melalui permukaan kulit (Parjoto,2006). Selain untuk merangsang system saraf, NMES juga merupakan suatu teknologi yang dapat digunakan untuk (1) meningkatkan kekuatan otot, (2) menghambat spastisitas, (3) memperbaiki penyembuhan tekanan luka, (4) mengurangi atropi otot (Bennie, et al 2002). NMES adalah arus listrik yang menyebabkan satu atau kelompok otot tertentu berkontraksi. Dengan meletakan elektroda pada beberapa daerah dikulit tertentu fisioterapi dapat mempengaruhi serabut otot untuk berkontraksi. Kontraksi otot dengan menggunakan electrical stimulasi ini dapat meningkatkan kekuatan otot. NMES melibatkan penerapan serangkaian rangsangan intermiten untuk superficial otot rangka, dengan tujuan utama untuk memicu kontraksi otot kerena pengaktifan intramuscular kontraksi cabang saraf. Rangsangan listrik pada umumnya disampaikan menggunakan satu atau lebih aktif (input) dan kontraksi membangkitkan (output). Elektroda diposisikan dekat dengan motor otot poin, dan pra-diprogram unit stimulasi. Saraf motorik merupakan prasyarat untuk memunculkan kontraksi otot dengan NMES. 39 NMES yang diberikan dengan intensitas tinggi pada otot quadriceps telah sukses dalam peningkatan kekuatan otot quadriceps (M. Riann et al, 2010). Efek dari penyebaran aliran listrik yang menyebabkan peningkatan kekuatan otot quadriceps (Parker et al, 2005). Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) digunakan sebagai alat penelitian yang valid untuk in vivo penilaian fungsi neuromuscular yang sehat dan gangguan otot, dalam kondisi baik maupun lelah (Horstman et al, 2008). NMES dapat digunakan (1) untuk mempertahankan massa otot dan fungsi selama periode lama tidak digunakan atau imobilisasi, (2) untuk pemulihan massa otot dan fungsi berikut jangka waktu yang tidak digunakan atau imobilisasi, (3) untuk perbaikan fungsi otot pada populasi sehat yang berbeda: lansia subyek, dewasa subyek, rekreasi, dan kompetitif atlet (Babault et al, 2007). Saraf dan otot merupakan jaringan yang dapat menerima rangsangan, hal ini tergantung dari sensitifitas permeabilitas membrane sel terhadap tegangan listrik. Membrane sel saraf atau otot merupakan tempat bertukarnya zat kimia dari dalam maupun luar sel. Jeringan permeabilitas tidak dapat mendistribusikan atau membawa ion di luar membrane sel jika terjadi adanya perbedaan potensial baik di dalam maupun di luar sel. Perbedaan potensial di dalam dan di luar sel disebut dengan resting potensial, karena sel mencoba untuk mempertahankan 40 kondisi homeostatisnya terhadap jaringan sekitar ( E.Prentice, Wiliam, 2005 ). Energi listrik dan kimia berada di sepanjang membrane sel dengan konsentrasi yang tinggi sehingga menghasilkan ion positif berupa Na dan K . Dimana Na bergerak dari dalam sel menuju ke luar membrane sel sedangkan K bergerak kedalam membrane sel. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan tingkat konsentrasi K di dalam membrane sel. Hal ini terjadi akibat adanya tegangan listrik dalam keadaan normal yaitu -70mV sampai -90 mV . Gambar 2.4 Mekanisme perpindahan ion yang terjadi dalam membran sel saraf dalam mempertahankan resting membran potensial Sumber : William E.Prentice,Therapeutic Modalities for Physical Therapists hal. 74 Untuk menghasilkan rangsangan pada jaringan saraf, resting potensial harus diturunkan dibawah tingkat ambang batasnya. Sehingga permeabilitas membrane berubah dan menghasilkan action potensial yang akan menyebarkan rangsangan sepanjang saraf secara langsung di lokasi yang diberi rangsangan sehingga menghasilkan kontraksi otot. Action potensial dihasilkan akibat adanya rangsangan kimiawi, arus listrik, panas, dan gerak mekanik yang disebut dengan membrane 41 depolarisasi atau pproses netralisir resting potensial. Saat terjadi depolarisasi ion-ion bergerak berlawanan dari membrane serat-serat saraf dibawah anoda (elektroda bermuatan negatif) dan katoda (elektroda bermuatan positif), sehingga terjadi depolarisasi membrane. Pada katoda biasanya terjadi depolarisasi, karena konsentrasi ion negative meningkat, sehingga tegangan potensial membrane menurun dan berada pada ambang batas untuk didepolarisasi. Sedangkan pada anoda merubah ion negative pada potensial membrane sel saraf menjadi ion positif, untuk merubahnya diperlukan peningkatan ambang batas agar dapat terjadi depolarisasi. Gambar 2.5 A-C Depolarisasi dari membran sel saraf Sumber : William E.Prentice,Therapeutic Modalities for Physical Therapists 2nd,(United States:McGraw-Hill, 2005),hal. 76 Ketika impuls diterima oleh saraf, impuls tersebut dikirim ke antara motor endplate ataupun sinaps. Disini saraf melepaskan neurotransmitter untuk dapat mengirimkan rangsangan ke jaringan. 42 Gambar 2.6 Perubahan rangsangan elektrik dari zat-zat penghubung (transmitter) pada motor endplate, sehingga mengaktifkan depolarisasi pada membran sel dan terjadi kontraksi pada otot Sumber : William E.Prentice,Therapeutic Modalities for Physical Therapists 2nd,(United States:McGraw-Hill, 2005),hal. 77 Respon otot terhadap stimulus arus listrik, otot dapat berkontraksi meskipun tidak adanya persyarafan. Hal ini dapat terjadi karena kontraksi otot di rangsang oleh arus listrik yang menyebabkan depolarisasi pada membrane sel otot, ini merupakan sebuah konsep all or none response merupakan konsep lain yang penting dalam penerapan stimulasi listrik terhadap saraf dan otot. Setelah rangsangan sudah mencapai ambang depolarisasi, membrane saraf dan otot terdepolarisasi sehingga hantaran arus lsitrik menstimulasikan otot untuk berkontraksi. Berdasarkan respon stimulasi listrik terhadap otot yang sudah tersebut diatas, dimana stimulus listrik ini dapat mengontraksikan otot. Sehingga dapat mendidik kembali otot yang lemah dan meningkatkan kekuatan otot. NMES ini akan memberikan beberapa efek yang akan dihasilkan oleh otot dan saraf setelah diberikan stimulasi listrik. Seperti muscle co – contraction, mengurangi muscle imbalance, dan 43 memberikan efek biofeedback. Muscle co – contraction merupakan suatu aktivasi dari otot secara simultan dari kelompok otot agonis dan antagonis pada sendi yang sama dan bergerak pada bidang yang sama. Oleh karena itu NMES ini akan mendidik kerja kelompok otot agonis dan antagonis untuk dapat menggerakan sendi agar bergerak secara simultan atau bersamaan. Muscle imbalance meruapakan adanya ketidak seimbangan kerja otot agonis dan antagonis dalam mempertahankan pola fungsi dan gerak normal tubuh. Dengan menggunakan NMES ini diharapkan memberikan adaptasi terhadap pola gerak normal agar lebih terkoordinasi. Hal ini terjadi karena alat ini menstimulasi saraf motorik sehingga terjadi efek biofeedback atau hubungan timbale balik antara saraf motorik dan system informasi di otak. ( Samuel, 2008 ) Karena adanya stimulus pada perut otot quadriceps, maka rangsangan pada serabut otot quadriceps akan meningkatkan. Sehingga rangsangan proprioceptive juga akan meningkat. Oleh karena itu, NMES ini akan mempengaruhi factor – factor dari gerak berjalan sehingga dapat menghasilkan otot yang kuat dalam mencapai peningkatan kemampuan berjalan. Untuk dapat menstimulus otot quadriceps, pad electrode harus diletakkan tepat di atas otot quadriceps yaitu pada perut ototnya. Karena NMES ini digunakan ketika melakukan latihan, disarankan untuk menggunakan pad yang memiliki perekat atau menggunakan pengikat 44 agar pad tidak mudah lepas ketika melakukan latihan dan menggunakan pad yang lebar agar kelompok quadriceps dapat menerima stimulus yang diberikan dari NMES tersebut. Dosis yang digunakan Neuromuscular Electrical Stimulation dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Durasi 300 – 600 µsec 2. Pulse 70 pps 3. Tipe arus Surge atau intermitten. 4. ON time 15 detik 5. OFF time 50 detik 6. Diberikan 10 x kontraksi selama 3 set 7. Frekuensi 3 kali seminggu b. Manfaat NMES 1. Mengembalikan kerja otot dan meningkatkan kekuatan kontraksi otot 2. Mencegah terjadinya atrofi 3. Mengurangi ketegangan atau spasme otot 4. Mengurangi oedema c. Isometric Quadriceps a. Definisi Isometric Quadriceps Latihan isometric merupakan bentuk latihan static yang menghasilkan kontraksi otot tanpa terjadi perubahan panjang otot 45 mengurangi pembengkakan, meningkatkan stabilisasi, dan meningkatkan kekuatan otot. b. Manfaat Isometric Quadriceps Meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki system sirkulasi, meningkatkan stabilisasi, mengurangi pembengkakan, dan mengulur jaringan perlengketan sendi (Abernethy, 2005). c. Dosis Latihan 1. Frekuensi : 3 kali seminggu 2. Intensitas : 3 set latihan 3. Time : tahan 10 detik ( 6 detik kontraksi dan 4 detik rileks) d. Prosedur NMES ditambah dengan Isometric Quadriceps 1. Sebelum dilakukan latihan pasien terlebih dahulu harus diberikan penjelasan tentang cara melakukan alat nya, dan menjelaskan kontraindikasi dan indikasi pada alat tersebut. Lalu pasien diminta untuk duduk di bed dengan kaki diluruskan. Disarankan untuk menggunakan pad yang memiliki perekat atau menggunakan pengikat agar pad tidak mudah lepas ketika melakukan latihan dan menggunakan pad yang lebar agar kelompok quadriceps dapat menerima stimulus yang diberikan dari NMES tersebut. Pada electrode kutub positif diletakan pada bagian proximal quadriceps femoris, sedangkan electrode kutub negative diletakan pada bagian distal quadriceps femoris ( Petterson et al, 2006 ). 46 2. Tempatkan gulungan handuk kecil di bawah lutut, instruksikan pada pasien untuk menekan lututnya ke bed, tahan selama 6 detik dan rileks 4 detik, Kontraksi otot dilakukan sebanyak 10 kali pengulangan selama 10 detik (6 detik kontraksi dan 4 detik rileks) 3 set (Mercier LR , 2008 ). e. Mekanisme Peningkatan kemampuan berjalan dengan NMES ditambah dengan Isometric Quadriceps Peningkatan kemampuan berjalan dipengaruhi oleh faktor propioceptive dan koordinasi, kekuatan otot, daya tahan otot, power, dan kelenturan otot. Lima komponen tersebut sangat penting sekali karena komponen-komponen tersebut saling berhubungan terhadap biomekanik dari gait analysis. Maka dari itu, untuk dapat meningkatkan kemampuan berjalan dibutuhkan intervensi yang tepat sesuai dengan tujuan yang diharapakan. Adapun intervensi yang diberikan yaitu Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) dengan penambahan Isometric Quadriceps a. Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) Dengan menggunakan NMES ini akan menstimulasi saraf motorik untuk meningkatkan recruitment motor unit sehingga kinerja otot untuk dapat melakukan kontraksi akan meningkat serta akan meningkatkan efek biofeedback pada otot yang diberikan stimulus. Oleh karena itu, rangsangan tersebut secara langsung merangsang 47 muscle spindle dan golgi tendon organ (GTO) untuk meningkat kemampuan propioceptive dengan memberikan arus listrik frekuensi rendah (low frequency current) melalui elektroda yang dilekatkan pada otot penggerak utama dalam berjalan, yaitu Hamstring dan Quadriceps. NMES menimbulkan peningkatan kekuatan otot dengan perubahan dalam muscle fiber dan sistem kapiler. Hal ini juga mencegah atrofi otot akibat imobilisasi berkepanjangan, Selain meningkatkan kekuatan otot. Ketika setelah di lakukan intervensi NMES maka otot mengalami terjadinya penguatan pada M.Quadriceps yang terdiri dari m.rektus femoris, m.vastus medialis, m.vastus intermedius dan m.vastus lateralis. Ketika otot mengalami penguatan maka akan timbul kemampuan berjalan dan otot tidak mengalami kelemahan dan pada gait analisis akan muncul pada fase swing phase. b. Isometric Quadriceps Pada OA knee terjadi kelemahan pada otot quadriceps sehingga ketika berjalan akan timbul fase yang hilang dan waktu yang ditempuh sangat lama, latihan isometric quadriceps termasuk latihan untuk penguatan otot paha pada kasus OA knee, ketika dilakukan latihan terus menerus maka dimana massa otot akan menambah, sehingga akan terjadi penguatan dalam meningkatkan kemampuan berjalan, fase yang hilang akibat terjadi kelemahan pada otot quadriceps akan timbul sehingga waktu yang ditempuh ketika berjalan akan lebih cepat. 48 Ketika dilakukan secara bersamaan pemberiaan NMES dan latihan Isomteric Quadriceps massa otot akan berpengaruh secara cepat karena efek pada pemberian NMES juga mempengaruhi massa otot dalam memperbaiki adanya kelemahan pada otot. 10. Straight Legg Raise a. Definisi Straight Legg Raise Latihan stright leg rising adalah latihan penguatan isometrik otot quadrisep dengan fokus pada otot rectus femoris. Latihan ini juga melibatkan kontraksi dinamik otot fleksor hip. Posisi pasien supine dengan lutut ekstensi. Untuk menstanbilkan pelvis dan punggung bawah, hip dan lutut kontra lateral diposisikan fleksi, kaki diletakkan netral di alas latihan. Pasien diperintahkan untuk mengkontraksikan quadrisep, kemudian tungkai diangkat sekitar 45° fleksi hip sambil lutut tetap ekstensi. Tungkai ditahan pada posisi tersebut selama 10 hitungan kemudian tungkai diturunkan. Sesuai dengan kemampuan pasien, tungkai bisa diturunkan 30° atau 15° fleksi hip untuk menambah beban pada quadrisep, atau dengan menambahkan beban di pergelangan kaki ( Kisner C, Cosby LA, 2007 ). Untuk menghindari cedera pada otot, berikan tahanan secara bertahap, serta turunan kontraksi otot secara bertahap pula. Hal ini membantu peningkatan tegangan atau tension otot secara bertahap, menjamin kontraksi otot yang bebas nyeri, dan menghindari resiko gerakan sendi yang tidak terkontrol. Menahan nafas (valsava manuver) 49 sering terjadi saat penderita melakukan latihan isometrik. Hal ini harus dihindari karena bisa meningkatkan tekanan darah dengan cepat. Rhytmic breathing dengan penekanan pada ekspirasi saat melakukan kontraksi otot, harus dilakukan saat melakukan latihan isometrik untuk mengurangi resiko tersebut. Latihan isometrik dengan intensitas tinggi merupakan kontra indikasi bagi penderita dengan gangguan jantung dan vaskuler. Keuntungan Straight Leg Raise diukur oleh ketegangan yang dianggap peneliti berada di bagian posterior paha atau sebelum teraba di rotasi panggul posterior ( terdeteksi pada illiaca anterior superior vertebra ) atau keduanya. Secara tradisional, hasil yang diperoleh selama pengukuran Straight Leg Raise dipandang sebagai indicator fleksibilitas hamstring. Hubungan mekanis panggul dan sekitarnya struktur jaringan lunak dapat menjelaskan Straight Leg Raise meningkat. Isometric quadriceps ini dipilih karena dapat dilakukan pasien lansia dirumah ( Miyaguchi, 2003 ). Penelitian tentang perubahan biokimia cairan sendi setelah pemberian latihan isometric pada penderita osteoarthritis lutut. Hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan berat molekuler hyaloronat dari 2.11 menjadi 2.40, peningkatan viskositas cairan sendi dari 45.8 menjadi 59.8 serta penurunan konsentrasi chondroitin 4 – 6 sulfat dari 81.9 menjadi 75,5. Fungsi utama molekul hyaloronat adalah untuk menstabilkan struktur interseluler ( bagian dalam sel ) dan 50 membentuk matriks fluida untuk tempat pengikatan kolagen dan serat elastic. Dengan demikian diharapkan adanya peningkatan molekul tersebut dalam sendi ( Miyaguchi, 2003 ). b. Manfaat Straight Legg Raise Meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki system sirkulasi, meningkatkan stabilisasi, mengurangi pembengkakan. c. Prosedur Straight Legg Raise 1) Berikan penjelasan pada pasien tentang tujuan dilakukan latihan 2) Posisi pasien terlentang dengan posisi kaki yang satu ditekuk dan kaki satunya di lurus kan 3) Pasien diperintahkan untuk mengkontraksikan quadrisep, kemudian tungkai diangkat sekitar 45° fleksi hip sambil lutut tetap ekstensi. 4) Tungkai ditahan pada posisi tersebut selama 10 detik kemudian tungkai diturunkan lakukan repetisi selama 8 kali ( Mercier LR, 2008 ). 51 Gambar 2.8 Straight Leg Raise for Quadriceps ( lying on the back ) Sumber : http://www.cigna.com/healthwellness/hw/medicaltopics/patellar-tracking-disorder-ut1197 d. Mekanisme Perubahan Fisiologis terhadap Peningkatan kemampuan berjalan dengan Straight Legg Raise Kelemahan otot, terutama otot quadrisep, telah diketahui sangat berhubungan dengan OA lutut. Kelemahan quadrisep pada OA lutut disebabkan oleh inhibisi neuromuskuler yang terjadi karena nyeri dan efusi, dan disuse atrophy karena inaktivitas. Penelitian menunjukkan bahwa kelemahan otot quadrisep juga bisa terjadi sebelum OA dan menjadi faktor resiko terjadinya OA lutut ( Brandt KD, 2003 ). Latihan straight leg raise Latihan straight leg raise termasuk jenis latihan isometric dimana panjang otot tidak berubah dan tidak ada gerakan namun massa otot meningkat, pada latihan straight Leg Raise akan timbul penguatan pada otot quadriceps dapat memperbaiki pola jalan dan mengembalikan fase yang hilang sehingga meningkatkan kemampuan berjalan dan waktu tempuhnya. 52 B. Kerangka Berfikir Pada awal terjadi OA lutut kadang seseorang belum merasakan nyeri namun setelah agak lama akan merasakan nyeri terutama setelah berdiri atau berjalan lama dan hilang saat istirahat, namun pada tahap dini tidak sampai terjadi nyeri yang menjalar ke daerah lain. Perasaan nyeri ini akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari jika timbul pemprovokasian dari nyeri tersebut. Pemprovokasian nyeri ini terjadi jika lutut pasien mendapat tekanan atau saat menggerakkan lututnya, sehingga pasien akan berteriak nyeri saat tekanan tepat di daerah nyeri. Stress mekanik akan mengakibatkan kerusakan sendi dan memunculkan respons pada tubuh dalam bentuk zat kimiawi yang merangsang pembentukan tulang baru untuk mengatasi kerusakan tulang rawan. Dari situlah kemudian muncul penebalan atau tonjolan tulang yang tak teratur atau disebut pengapuran. Selanjutnya akan mengganggu jaringan di sekitarnya dan menimbulkan rasa nyeri. Penganturan nyeri pada tingkat saraf perifer, yaitu berupa sensasi yang di hantarkan oleh serabut saraf nyeri yaitu serabut A-delta dan C. rangsangan nyeri ini biasa timbul akibat adanya gangguan metabolic dan penjempitan pada polimodal di sekitar jaringan. Kerusakan awal di mulai dari hyalin cartilago sendi lutut, dilanjutkan pembentukan osteofit pada rawan sendi dan jarngan subchondral yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Selain permukaan sendi (tulang rawan sendi), juga mengenai daerah-daerah 53 sekitar sendi seperti: tulang subchondral, kapsul ligament yang membungkus sendi dan otot-otot yang melekat berdekatan dengan sendi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada permukaan sendi berkenaan dengan perubahan biokimiawi di bawah permukaan kartilago yang meningkatkan sintesis timidin dan glisin. Lesi permulaan ini disusul oleh proses kerusakan kartilago secara progresif. Akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi dengan degenerasi tersebut maka akan terjadi pelunakan, perpecahan dan penglupasan lapisan rawan sendi yang akan terlepas sebagai korpus libera yang dapat menimbulkan penguncian ketika sendi bergerak. Pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa sclerosis. Dengan peningkatan aktivitas tulang dan pembentukan spur pada tepi sendi yang dapat membatasi gerakan. Tulang di bawah kartilago menjadi keras dan tebal serta terjadi perubahan bentuk dan kesesuaian dari permukaan sendi. Jika kerusakan berlangsung terus berlanjut maka, bentuk sendi tidak beraturan dengan adanya penyempitan celah sendi, osteofit, ketidakstabilan dan deformitas. Dengan terbentuknya osteofit maka akan mengiritasi membrane synovialis di mana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan ini akan menimbulkan hydrops. Karena terpaparnya ujung-ujung saraf polymodal yang terdapat di sekitar sendi oleh karena terbentuknya osteofit serta adanya pembengkakan dan penebalan jaringan lunak di sekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri tekan dan nyeri gerak. 54 Akibat nyeri akan menyebabkan spasme otot dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Jika hal ini dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan kontraktur sehingga lingkup gerak sendi akan lebih terbatas. Pada osteoartritis pada sendi lutut sering menimbulkan rasa sakit serta ketidakmampuan untuk mencapai fungsi. Rasa sakit dan ketidakmampuan akan bertambah dengan munculnya kelemahan otot quadriceps dan atropi. Otot adalah merupakan komponen yang penting dalam membantu menstabilisir persendian sedang kelemahan otot quadriceps dapat mengakibatkan semakin parahnya osteoartritis. Sebaliknya dengan penguatan otot quadriceps dapat mengurangi atropi pada otot dan membantu melindungi serta memperbaiki problem yang muncul akibat instabilitas atau rasa sakit yang diakibatkan oleh kelemahan otot ( Haq I, Murphy E, 2003 ). Pada kondisi osteoarthritis bagi penderita akan mengalami antalgic gait dalam berjalan diakibatkan karena adanya nyeri pada lutut maka si penderita menghindari nyeri. Dalam berjalan mempunyai ada dua siklus pola jalan yang normal yaitu stance phase, terjadi ketika kaki berada dipermukaan tanah dan swing phase terjadi ketika kaki bergerak maju. Enam puluh persen (60%) siklus pola jalan yang normal terjadi pada stance phase sedangkan 40%nya adalah untuk swing phase. Dan setiap phase tersebut terbagi dalam beberapa komponen kecil, yaitu stance phase ( heel strike, foot flat, midstance and push-off/toe-off) sedangkan swing phase (acceleration, midswing and deceleration). 55 Pola jalan yang salah akan sangat terlihat pada proses stance phase karena pada proses ini bertanggung jawab dalam menunjang berat badan dan berhubungan dengan porsi yang lebih besar dibandingkan dengan swing phase sehingga tekanannya pun lebih besar dibandingkan phase yang lain. Dengan menggunakan NMES ini akan menstimulasi saraf motorik untuk meningkatkan recruitment motor unit sehingga kinerja otot untuk dapat melakukan kontraksi akan meningkat serta akan meningkatkan efek biofeedback pada otot yang diberikan stimulus. Oleh karena itu, rangsangan tersebut secara langsung merangsang muscle spindle dan golgi tendon organ (GTO) untuk meningkat kemampuan propioceptive dengan memberikan arus listrik frekuensi rendah (low frequency current) melalui elektroda yang dilekatkan pada otot penggerak utama dalam berjalan, yaitu m. Quadriceps. Dan ditambah dengan Latihan isometric bertujuan untuk penguatan m.quadriceps, latihan ini mengurangi iritasi yang terjadi pada permukaan cartilage artikulasi patella, memelihara dan meningkatkan stabilitas aktif pada sendi lutut juga dapat memelihara nutrisi pada synovial menjadi lebih baik. Pada Osteoathritis terjadi penurunan fungsi akibat adanya mal aligment M.Quadriceps yang terdiri dari m.rektus femoris, m.vastus medialis, m.vastus intermedius dan m.vastus lateralis yang berfungsi sebagai penggerak ekstensi knee, M.Hamstring dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu otot-otot bagian medial dan lateral. Otot bagian medial yang 56 terdiri dari m.semitendinosus dan m.semimembranusus sebagai penggerak fleksi knee, selain itu m.gracilis dan m.sartorius juga turut berperan dalam melakukan gerakan fleksi knee. Sedangkan otot bagian lateral terdiri dari m.biceps femoris, otot ini juga berperan dalam gerakan endorotasi lutut. Selain kelompok otot Hamstring dan Quadriceps gerakan sendi lutut juga dibantu pula oleh m.gastrocnemius, m.plantaris dan m.popliteus. sehingga apabila terjadinya kelemahan pada otot ini maka akan menimbulkan koordinasi gerakan yang tidak baik pada saat berjalan dan ini akan berakibat pada kemampuan berjalan. Latihan isometric quadriceps diharapkan dapat meningkatkan kekuatan m.vastus medial proposional terhadap m.quadriceps sehingga dapat memperbaiki koordinasi gerakan dan mengembalikan fase berjalan yang hilang akibat adanya kelemahan otot tersebut. Pada pemberian latihan straight leg raise akan terjadi perubahan biokimia cairan sendi, hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan berat molekuler hyaloronat. Fungsi utama molekul hyaloronat adalah untuk menstabilkan struktur interseluler ( bagian dalam sel ) dan membentuk matriks fluida untuk tempat pengikatan kolagen dan serat elastic. Dengan demikian diharapkan adanya peningkatan molekul tersebut dalam sendi. Dalam pemberian Straight Legg Raise maka akan bertambah pada muscle fiber pada otot paha sehingga lutut mengalami penguatan, ketika dilakukan berjalan pada fase yang hilang akan timbul dan tidak ada lagi kelemahan pada otot paha dalam berjalan akan terjadi peningkatan. 57 SKEMA 2.1 Kerangka Berfikir Degenerasi Deformitas Injuri Obesitas Osteoathritis Knee Tulang Sirkulasi Kapsul otot Rawan Sendi Ligamen Spasme Saraf Neuro reflek Iritasi Saraf Lemah Erosi Vasokontriksi Nyeri Osifikasi Ischemic Disbalance Laxity Elastisitas Kapiler ROM Ischemic Deformitas Osteofit Merangsang Nociseptor Jaringan Kontraktur Cidera Iritasi Zat Algogen Unstabil Hidrops Nyeri Regang Saraf Inflamasi Koordinasi Gerakan Nyeri OA Berjalan Kemampuan berjalan NMES ditambah dengan Isometric Quadriceps 1. 2. 3. 4. 5. Straight Leg Raise Meningkatkan kekuatan otot Meningkatkan stabilitas Biofeedback effect Co‐Contraction C. Kerangka Konsep Penurunan muscle imbalance 1. Meningkatkan kekuatan otot 2. Meningkatkan stabilitas 3. Memperbaiki system sirkulasi Peningkatan kemampuan Berjalan 58 Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian sebagai berikut: Skema 2.2 Kerangka Konsep P R S O1 P1 O3 P2 O2 RA O4 Keterangan : P : Populasi R : Randomisasi S : Sampel RA : Random Alokasi P1 : Perlakuan I P2 : Perlakuan II O1 : Nilai kemampuan berjalan sebelum intervensi kelompok perlakuan I diberikan Intervensi Neuromuscular Electrical Stimulation ditambah dengan Quadriceps Isometric O2 : Nilai kemampuan berjalan sesudah intervensi kelompok perlakuan I diberikan Intervensi Neuromuscular Electrical Stimulation ditambah dengan Quadriceps Isometric. 59 O3 : Nilai kemampuan berjalan sebelum intervensi kelompok perlakuan II diberikan latihan Straight Leg Raise O4 : Nilai kemampuan berjalan sesudah intervensi kelompok perlakuan II diberikan latihan Straight Leg Raise 60 D. Hipotesis Pada penelitian yang akan dilakukan ini maka hipotesis yang akan penulis buktikan adalah: 1. Intervensi Neuromuscular Electrical Stimulation dan Quadriceps Isometric dalam meningkatkan kemampuan berjalan pada Kondisi Osteoarthritis Knee 2. Intervensi Straight Leg Raise dalam meningkatkan kemampuan berjalan pada kondisi Osteoarthritis Knee 3. Intervensi Neuromuscular Electrical Stimulation ditambah dengan Quadriceps Isometric Lebih Baik daripada Straight Leg Raise dalam meningkatkan kemampuan berjalan pada kondisi Osteoarthritis Knee