bab i pendahuluan - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau besar
dan kecil yang memiliki beragam etnis dan kebudayaan. Selain itu, Indonesia juga
merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak keempat didunia.
Indonesia adalah negara dengan masyarakatnya yang majemuk. Indonesia juga
dikenal sebagai negara maritim kerena Indonesia memiliki wilayah lautan yang
lebih luas dari pada wilayah daratan.
Menurut Suparlan (2003) bahwa masyarakat majemuk seperti Indonesia, tidak
hanya beranekaragam corak dan kebudayaan suku bangsanya secara horizontal.
Mereka juga secara vertikal berjenjang dalam kemajuan ekonomi, teknologi, dan
organisasi sosial politiknya, banyak orang Indonesia tidak menyadari bahwa dalam
masyarakat Indonesia terdapat golongan dominan dan minoritas. Hal itu terwujud
dalam tindakan-tindakan yang dilakukan dalam berbagai interaksi, baik interaksi
individual maupun kategorial. Dilain pihak, baik tingkat nasional seperti posisi
Orang Cina (Tionghoa) yang minoritas dibandingkan dengan pribumi maupun pada
tingkat masyarakat lokal seperti posisi Orang Sakai yang minoritas dibandingkan
dengan posisi Orang Melayu yang dominan di Riau.
1
Universitas Sumatera Utara
Menurut Yuspardianto, Bukhari, dan Helpi (2003) Provinsi Riau adalah salah
satu daerah perikanan di Indonesia yang terdiri dari daratan dan kepulauan yang
memiliki 3.214 pulau dengan luas 329.867,61 Km2. Dari luas tersebut hanya
94.561,61 Km2 (28,67%) terdapat daratan selebihnya 235.206 Km2 (71,33%)
merupakan kawasan lautan. Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu
Kabupaten di Riau yang merupakan daerah penghasil ikan yang terbesar, dimana
pada tahun 2011 jumlah produksi ikan tercatat sebanyak 77.789 ton. Dari jumlah
tersebut sebesar 96% berasal dari usaha penangkapan ikan di perairan laut.
Besarnya produksi ikan diperairan laut ini erat kaitannya dengan letak geografis
dimana wilayah Kabupaten Rokan Hilir terletak di tepi selat malaka dan selat-selat
lainnya dengan kondisi perairan yang relatif subur.
Pada tahun 2012 jumlah penduduk Kabupaten Rokan Hilir mencapai 595.695
jiwa. Bagansiapiapi merupakan salah satu daerah yang ada di Indonesia, tepatnya
berada di Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Di kota ini, penduduk aslinya ialah Suku
Melayu namun mayoritas penduduknya adalah Orang Cina atau Etnis Tionghoa.
Masuknya Etnis Tionghoa di kota ini bermula dari tuntutan kualitas hidup yang
lebih baik lagi. Sekelompok orang Tionghoa dari Provinsi Fujian-Cina, merantau
menyeberangi lautan dengan kapal kayu sederhana. Dalam kebimbangan kehilangan
arah, mereka berdoa ke Dewa Kie Ong Ya yang saat itu patungnya ada di kapal
tersebut agar kiranya dapat diberikan penuntun arah menuju daratan hingga
akhirnya mereka melihat ada cahaya seperti api yang rupanya adalah cahaya dari
kunang-kunang yang ada di hutan bakau di sekitar pantai bagan. Mereka yang
2
Universitas Sumatera Utara
merasa menemukan daerah tempat tinggal yang lebih baik segera mengajak sanakfamili dari Negeri Tirai bambu sehingga pendatang Tionghoa semakin banyak
(http://www.bagansiapiapi.net/id/bagansiapiapi-sejarah.php, diakses pada tanggal
28 Januari 2014 19.10 Wib).
Masih terkait sumber di atas, kedatangan para pendatang Tionghoa yang
memulai kehidupan bisnis kelautan di Bagansiapiapi dan kemudian berkembang
hingga mendirikan pabrik karet alam, tidaklah heran bila di kota yang kecil ini
berkembang sebuah komunitas Tionghoa yang budayanya begitu kuat. Kekuatan
budaya inilah yang saat ini menjadikan Kota Bagansiapiapi semakin unik di
Indonesia,
sehingga
beberapa
pihak
mulai
menggarap
sektor
pariwisata
Bagansiapiapi dari sisi budaya Tionghoa dan keindahan alam. Etnis Tionghoa di
Bagansiapiapi juga terkenal sebagai suku yang gigih, pekerja keras, ulet, penemu
resep makanan yang lezat, suka berjudi, namun hemat dan lebih mengedepankan
hubungan kerja (Sudarno, 2006 : xi).
Menurut M.Yafiz dan kawan-kawan (2009), disamping sebagai pusat
pemerintahan, Bagansiapiapi juga merupakan pusat kegiatan perikanan tangkap
Kabupaten Rokan Hilir dan Provinsi Riau. Beberapa kota kecil yang banyak didiami
nelayan di Kabupaten Rokan Hilir seperti Panipahan, Pulah Halang dan Sinaboi
merupakan penghasil ikan laut penting dan menjadi pemasok utama ke
Bagansiapiapi sebelum diekspor dan memenuhi kebutuhan lokal Provinsi Riau dan
Provinsi Sumatera Utara. Sebagaian besar hasil perikanan tersebut diekspor ke
3
Universitas Sumatera Utara
Malaysia dan Singapura. Produk utama perikanan Rokan Hilir adalah ikan segar,
ikan kering, ikan asin, udang terasi, dan lain-lain.
Menurut Randy Agustian dan Yoserizal (2013) pola hidup masyarakat
Tionghoa dalam bidang ekonomi memang lebih menonjol dan memegang peranan
penting. Untuk mempertahankan sikap hidup tradisi itu mereka berusaha agar dalam
keadaan dimana saja, harus melebihi tingkat kehidupan kaum pribumi dimana
mereka berdomisili. Oleh karena itu, walaupun pada waktu datang mengembara
mereka tidak mempunyai apa-apa akan tetapi dengan kerja keras, tekun dan sabar
serta hemat dalam pengeluaran, akhirnya mereka dapat menonjol dalam tingkat
kehidupan ekonomi. Mata pencaharian penduduk perkotaan Bagansiapiapi sama
halnya dengan penduduk perkotaan lain yang sangat beragam, dari berdagang,
menjadi pegawai negeri, buruh, nelayan sampai tukang becak dan tukan ojek.
Berbicara mengenai nelayan, secara geografis masyarakat nelayan adalah
masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu
kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi, 2009). Menurut Imron
(2003) dalam Mulyadi (2005), nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang
kehidupannya tergantung langsung pada hasil laiut, baik dengan cara melakukan
penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggiran pantai,
sebuah
lingkungan
pemukiman
yang
dekat
dengan
lokasi
kegiatannya
(http://gracelliaraystika.wordpress.com/2013/01/017/nelayan-sebagai-masyarakatpesisir/ diakses pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 08:15 Wib).
4
Universitas Sumatera Utara
Adapun jenis usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dapat
dikelompokkan menurut jenis alat tangkap yang digunakan yaitu : payang, bubu,
pengumpul kerang jaring ingsang hanyut, jaring insang lingkar, hand line pukat
udang dan pukat pantai. Pukat payang mempunyai bentuk terdiri dari sayap, badan
dan kantong, dua buah sayap yang terletak di seberang kanan dan kiri badan payang,
setiap sayap berukuran panjang 100-200 meter, bagian bdan jaring sepanjang 36-65
meter dan bagian kantong terletak di belakang bagian badan payang yang
merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan adalah sepanjang 10-20
meter. Jaring insang hanyut yang digunakan harus mempunyai spesifikasi yang
terdiri dari lima faktor utama, yaitu daya apung jaring harus lebih besar dari pada
daya tenggelamnya, warna jaring yang baik adalah warna hijau sampai biru muda,
benang yang digunakan adalah nylon benang ganda atau tunggal. Besar mata jaring
adalah 2,5-3,0 inci yang dipasang pada tali ris atas dengan keofisien pengikatan 3040%
(http://weru-paciran.blogspot.com/2010/01/penangkapan-ikan-laut-dan-jenis-
alat.html, diakses pada tanggal 23 Juni 2014 pukul 21:00 Wib).
Menurut Yuspardianto (2003), bubu tiang termasuk alat tangkap yang stasis
dan pengoperasiannya dipengaruhi oleh arus dengan mulut kantong menghadap arus
surut. Menurut Dahril (1982), agar mulut jaring terbuka dengan baik dan kantong
tidak terbelit-belit maka diperlukan adanya arus, semakin kuat arus, operasi
penangkapan akan semakin baik. Selanjutnya dengan membukanya mulut jaring
maka lebih banyak menampung massa air laut yang mengalir. Mulut jaring
5
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai penyaring ikan yang terbawa arus, sehingga ikan tersebut
berkumpul dalam kantong.
Sedangkan pukat udang adalah jaring berbentuk kantong dengan sasaran
tangkapnya udang, jaring dilengkapi sepasang papan pembuka mulut jaring dan
Turtle Exchuder Device/TED (alat pemisah/untuk meloloskan penyu), tujuan
utamanya untuk menangkap udang dan ikan dasar, dengan cara menyapu dasar
perairan dan hanya boleh ditarik oleh kapal. Hand Line adalah jenis alat pancing
penangkap ikan yang terdiri dari bambu sebagai joran/tongkat dan tali sebagai tali
pancing. Pada tali pancing ini dikaitkan mata pancing yang tidak terkait.
Penggunaan mata pancing yang tidak berkait dimaksudkan agar ikan dapat mudah
lepas.
(http://fieyanh.wordpress.com/minapolitan/klasifikasi-jenis-alat-tangkap-
ikan-di-indonesia/, diakses pada tanggal 21 Juni pukul 22:00 Wib).
Di Baganiapiapi sendiri, mayoritas penduduknya adalah Etnis Tionghoa, maka
tidak heran jika kantor-kantor pemerintahan hingga masyarakat yang bekerja
sebagai nelayan juga terdapat orang-orang Etnis Tionghoa. Sebagaimana kita
ketahui, Etnis Tionghoa selalu menjalin suatu keakraban dengan sesama mereka
yang merupakan suatu konsep modal sosial berupa kepercayaan. Hal tersebut
mereka lakukan tak lain untuk mempertahankan kelangsungan hidup serta menjaga
kekerabatan mereka. Biasanya Etnis Tionghoa bekerja sebagai pedagang ataupun
pengusaha yang mana kedudukan ekonomi mereka harusnya lebih tinggi daripada
orang pribumi. Namun hal ini tidak berlaku di Bagansiapiaapi, karena disinilah kita
dapat menemui Etnis Tionghoa yang berprofesi sebagai nelayan, baik dalam
6
Universitas Sumatera Utara
penangkapan ikan dan udang maupun pengelolaan ikan dan udang serta hasil laut
lainnya. Masuknya nelayan Tionghoa ke Bagansiapiapi ini bermula dari
sekelompok Etnis Tionghoa yang terdampar di pantai bagan, dimana kemudian
mereka melihat potensi laut yang menjanjikan di daerah ini hingga akhirnya mereka
menetap dan bekerja sebagai nelayan di Bagansiapiapi hingga sampai saat ini.
Modal sosial merupakan suatu bentuk hubungan yang lebih menekankan pada
nilai-nilai kebersamaan dan kepercayaan antar seseorang dengan orang lain maupun
antar organisasi dengan organisasi yang lainnya. Nilai-nilai tersebut merupakan
suatu modal dalam membentuk masyarakat yang kuat dan berkepribadian, dimana
saat ini sangat penting karena ketika menghadapi suatu masalah akan cepat dalam
proses penyelesaiannya tanpa merugikan orang lain. Menurut Putra Agus Yogi
Pradnyana, Putnam (dalam Sutoro Eko,2003) mengartikan modal sosial sebagai
perekat sosial bagi setiap individu dalam bentuk norma, kepercayaan, dan jaringan
kerja sehingga didalamnya akan terjadi kerjasama yang saling menguntungkan
untuk mendapatkan tujuan bersama. Konsep modal sosial yang merupakan suatu
bentuk jaringan, kepercayaan, norma-norma dan nilai-nilai saling berkaitan satu
dengan lainnya.
Dalam menjalankan pekerjaan sebagai nelayan, secara tidak langsung nelayan
Etnis Tionghoa di Bagansiapiapi memiliki konsep modal sosial yang merupakan
suatu bentuk kepercayaan, jaringan, nilai dan norma. Ketiga elemen atau unsurunsur pembentuk modal sosial tersebut sangat penting dan saling berhubungan satu
sama lainnya dalam menjalankan pekerjaan sebagai nelayan. Berawal dari
7
Universitas Sumatera Utara
hubungan kekerabatan yaitu kesamaan marga, para nelayan Etnis Tionghoa mampu
membuat sebuah jaringan kerja dalam melaut yang sangat berguna dalam
mendapatkan hasil tangkapan, selain itu para nelayan juga dapat saling bertukar
informasi mengenai segala hal yang berhubungan dengan melaut serta dapat saling
membangun jaringan dalam penjualan hasil tangkapan melaut.
Masyarakat Etnis Tionghoa di Bagansiapiapi dikenal memiliki kepercayaan
yang kuat kepada anggota keluarganya, orang lain yang sama etnisnya dengan
mereka, bahkan orang lain yang berbeda etnis dengan mereka. Hal ini dapat dilihat
dari saling kerjasama mereka pada saat melaut, membuat jaring serta dalam
pengelolaan hasil tangkapan ikan dan udang. Hal ini tentunya menjadi suatu hal
yang berbeda dari biasanya, dimana suatu kota terdapat sekelompok Etnis Tionghoa
yang bekerja sebagai nelayan. Kepercayaan, jaringan sosial, nilai dan norma yang
dimiliki Etnis Tionghoa ini menjadi salah satu alasan mereka tetap bekerja sebagai
nelayan walaupun kini Bagansiapiapi tidak lagi menjadi daerah penghasil ikan
terbesar di Indonesia. Dengan menjalankan konsep modal sosial yang ada dalam
bekerja, diharapkan para nelayan Tionghoa ini dapat terus mempertahankan dan
menghidupi keluarganya.
Untuk diketahui, Bagansiapiapi pernah menjadi wilayah degan penghasil ikan
terbanyak di Indonesia bahkan di dunia. Namun menurut salah satu portal berita
online, saat ini Kabupaten Banyuwangi yang merupakan penghasil ikan terbesar
nomor dua di Indonesia sekarang sudah mengambil alih posisi Bagansiapiapi dalam
produksi perikanan. Artinya, Kabupaten Banyuwangi kini menjadi daerah penghasil
8
Universitas Sumatera Utara
ikan terbesar di Indonesia (http://banyuwangihariini.com/Kabupaten-banyuwangipenghasil-ikan-terbesar-di-indonesia/).
1.2Perumusan Masalah
Rumusan masalah adalah suatu rumusan masalah yang memandu peneliti
untuk mengeksplorasii dan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara
menyeluruh, luas dan mendalam (Sugiyono, 2009 : 209).
Dari uraian latar belakang di atas adapun yang menjadi perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Etnis Tionghoamemilih bekerja
sebagai nelayan?
2.
Bagaimana
pemanfaatan
modal
sosial
nelayan
Tionghoa
dalam
mempertahankan kehidupan sosial ekonominya?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah diatas, adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian
ini adalah :
1.
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Etnis Tionghoa
bekerja sebagai nelayan.
2.
Untuk mengetahui pemanfaatan modal sosial nelayan Tionghoa dalam
mempertahankan kehidupan sosial dan ekonomi.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan dari penelitian ini, maka diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
9
Universitas Sumatera Utara
a.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ni diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu media
informasi dan bahan rujukan bagi penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian
ini atau bidang sosiologi ekonomi, dan bagi peneliti serta semua pihak yang
berkaitan dengan kajian modal sosial pada Etnis Tionghoa.
b.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintahan dan
masyarakat setempat dalam menjawab semua fenomena yang terjadi dalam
masyarakat serta dapat digunakan sebagai bahan masukan dan rujukan kepada
Dinas Perikanan dan Kelautan untuk terus mempertahankan modal sosial yang
dimiliki oleh nelayan Etnis Tionghoa di Bagansiapiapi.
1.5 Defenisi Konsep
Defenisi konsep merupakan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian
harus didefinisikan dengan jelas sehingga dapat dipahami apa yang ingin diteliti.
Konsep-konsep tersebut perlu didefenisiskan dengan jelas sesuai dengan konteks
penelitian karena konsep-konsep dalam ilmu sosial masih relatif abstrak dan
seringkali memiliki makna yang berbeda. Defenisi konsep dibuat oleh peneliti
dengan memacu kepada beberapa konsep yang diperoleh dari bahan bacaan
(literature), meskipun tidak harus sama dengan yang diperoleh dari literature
(Damanik, 2009:101).
10
Universitas Sumatera Utara
a.
Modal sosial
Modal sosial merupakan suatu cara atau konsep seseorang dalam menjalin
hubungan dan menumbuhkan rasa saling percaya dengan sesamanya yang memiliki
tujuan dan nilai hidup yang sama sehingga dapat membentuk suatu jaringan sosial.
Putnam (dalam Herman, 2006 : 433) mengatakan bahwasanya modal sosial adalah
suatu keuatan yang mewujudkan komunitas humanistik dan demokratis untuk peduli
dengan kepentingan bersama, hubungan horizontal diantara individu secara face to
face yang didorong oleh trust. Modal sosial yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kemampuan ataupun cara yang dimiliki oleh nelayan Tionghoa untuk dapat
saling saling percaya, berlaku jujur dalam melaut ataupun menjual hasil dari melaut,
egaliter, memiliki rasa belas kasihan kepada sesama nelayan Tionghoa dan nelayan
pribumi yang pada akhirnya dapat membangun ataupun membentuk sebuah jaringan
dengan nelayan Tionghoa maupun nelayan lainnya yang bukan etnis Tionghoa.
b.
Etnis Tionghoa
Tionghoa adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyebut Orang Cina
karena, kebanyakan Orang Tionghoa merasa terhina dan tersindir jika dipanggil
dengan sebutan Cina. Dalam konsep ini, Etnis Tionghoa adalah sekelompok orang
yang berasal dari Cina yang merantau dan akhirnya terdampar di Pantai Bagan.
Karena
mereka
merasa
telah
menemukan
tempat
yang
nyaman
untuk
melangsungkan hidupnya maka mereka mulai mengajak sanak keluarga untuk
11
Universitas Sumatera Utara
merantau ke daerah yang sekarang ini disebut Kota Bagan Siapiapi, oleh sebab
itulah sebagian besar penduduk di Bagansiapiapi ini adalah Orang Tionghoa.
c.
Nelayan Tionghoa
Nelayan Tionghoa adalah sekumpulan atau sekelompok orang yang berasal
dari Cina yang kemudian merantau dan menetap di daerah perairan yang pekerjaan
sehari-harinya adalah menangkap ikan dan biota laut lainnya. Perairan yang menjadi
daerah aktivitas nelayan ini adalah perairan tawar, payau dan laut.
d.
Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi merupakan suatu status ataupun kedudukan seseorang dalam
masyarakat yang dapat dilihat dari keadaan ekonomi dan penghasilan yang dimiliki
nelayan Tionghoa, tingkat pendidikan, hubungan sosialnya dengan orang lain serta
solidaritas yang dimiliki oleh nelayan Tionghoa.
12
Universitas Sumatera Utara
Download