TUGAS INDIVIDU BIOLOGI Nama : Akbar Fajar

advertisement
TUGAS INDIVIDU
BIOLOGI
“ ENERGY AND METABOLISM ”
Nama
: Akbar Fajar Kurniawan
NIM
: 115100302111001
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
Hubungan Antara Energi dan Metabolisme
Energi merupakan kapasitas yang digunakan dalam melakukan sebuah
pekerjaan seperti halnya bertumbuh, bergerak maupun pekerjaan lainnya (Loehr,
2003). Ilmu tentang energi berhubungan dengan Hukum Termodinamika.
Termodinamika merupakan gabungan dari dua kata yaitu thermal yang berarti
panas dan dinamika yang berarti pergerakan. Maka termodinamika dapat
diartikan sebagai ilmu mengenai segala fenomena tentang energi (Gabriel,1996).
Hukum Termodinamika I yaitu :
- Jumlah Energi di dunia adalah Konstan
- Energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan
- Energi dapat diubah menjadi bentuk energi lain.
Dalam tubuh makhluk hidup juga terdapat energi yang tersimpan.
Sebagai makhluk hidup, energi dapat dihasilkan dari sebuah proses. Pada
umumnya, energi dilepaskan ketika tubuh organisme mencerna molekul
kompleks menjadi molekul sederhana. Proses pelepasan energi tersebut
dinamakan katabolisme. Adapun proses pembentukan senyawa kompleks dari
unsur-unsur penyusunnya dan reaksi itu membutuhkan energi yang dinamakan
anabolisme. Pada keseluruhan reaksi kimia yang terdapat pada tubuh organisme
yang melibatkan perubahan energi disebut metabolisme (Ferdinand, 2007).
A. Metabolisme
Setiap makhluk hidup tentunya membutuhkan zat makanan yang
diperuntukkan sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan. Dari
berbagai macam peranan zat makanan salah satunya yaitu sebagai
penghasil energi yang diperoleh dari proses metabolisme. Salah satu ciriciri makhluk hidup yaitu mampu mengambil energi dari luar tubuh
kemudian memanfaatkannya untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Sebagai contoh yaitu tumbuhan mengambil emergi langsung dari sinar
matahari, sedangkan pada manusia dan hewan memperoleh energi dari
makanan yang dikonsumsi.
Metabolisme merupakan reaksi kimia di dalam tubuh makhluk
hidup yang mebgubah suatu zat menjadi zat yang lain (Karmana, 2008).
Pada proses metabolisme memiliki reaksi kimia yang berantai. Proses
metabolisme meliputi katabolisme yaitu proses penguraian zat dan
anabolisme yaitu proses penyusunan zat. Reaksi yang terjadi pada
proses metabolisme menggunakan biokatalisator yang bernama enzim.
Perubahan yang terjadi pada zat ini dapat berupa penyusunan zat
makanan, misalnya yaitu fotosintesis atau berupa proses penguraian zat
yang menghasilkan energi contohnya yaitu seperti respirasi. Metabolisme
pada makhluk hidup digunakan dengan tujuan untuk memanfaatkan
energi bebas untuk melaksanakan berbagai jenis aktivitas dalam
kehidupan.
B. Enzim
Pada pengaturan proses metabolisme dalam makhluk hidup pada
umumnya tidak terlepas pada biokatalis atau enzim. Enzim merupakan
protein yang bekerja sebagai katalis biologis yaitu merupakan katalis
yang mengendalikan atau mempercepat laju reaksi tanpa ikut mengalami
perubahan yang permanen (Brooker, 2009). Enzim dihasilkan dari sel
yang hidup untuk mengatalisis reaksi biokimia yang spesifik dengan cara
melibatkan substrat tertentu. Enzim dapat digunakan secara berulanf
dalam mengkatalisis reaksi kimia selanjutnya. Dalam sistem biologis
banyak reaksi yang berjalan terlalu lambat tanpa enzim contohnya seperti
karbon dioksida yang tidak dapat dibersihkan dari jaringan tanpa
menggunakan enzim karbonik anhidrase. Enzim mampu bekerja dengan
baik jika terdapat ko-enzim yaitu molekul organik non protein (misal:
vitamin), dan terdapat ko-faktor yaitu ion mineral seperti Zn, Cu, dan Fe.
Aktivitas pada enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

Suhu

pH

Kadar air

Jumlah Enzim

Jumlah Substrat

Keberadaan inhibitor
C. Katabolisme
Pada proses metabolisme dalam tubuh makhluk hidup terdapat
proses katabolisme yaitu fase dimana sebuah fase metabolisme
terjadinya pembongkaran atau degradasi senyawa-senyawa bermolekul
besar menjadi senyawa senyawa bermolekul kecil (Sumardjo, 2009).
Katabolisme memiliki dua fungsi, yaitu menyediakan bahan baku untuk
sintesis molekul lain dan sebagai penyedia energi kimia yang dibutuhkan
untuk melakukan beragam aktivitas kehidupan baik pada tingkat seluler
atau tingkat individu. Dalam proses katabolisme yang terjadi pada
makhluk hidup dibedakan menjadi dua yaitu respirasi aerob yang
bertujuan untuk menghasilkan energi dari sumber nutrisi yang dimiliki dan
respirasi anaerob yang bertujuan agar tubuh tidak kekurangan pasokan
energi ketika melakukan sebuah aktivitas yang berat. Katabolisme ini
memiliki sifat yaitu eksergonik yang maksudnya merupakan reaksi yang
membebaskan energi atau melepaskan energi. Sebagai contoh yaitu
dalam sel, nutrien yang bersifat organik penghasil energi, yaitu
karbohidrat, lemak, dan protein akan terurai melalui reaksi yang bertahap
menjadi produk akhir yang kurang energi seperti asam laktat, karbon
dioksida, air dan amoniak. Energi yang dihasilkan yaitu merupakan energi
kimia yaitu dalam bentuk ATP dan NADP.H (adenosin trifosfat dan
nikotinamida
adenin
dinukleotida
fosfat).
Berikut
bagan
proses
katabolisme.
Karbohidrat
Lemak
Protein
Katabolisme
Karbondioksida
Air
Amoniak
Energi Kimia
Bagan 1.1 Katabolisme yang melepaskan energi
D. Anabolisme
Anabolisme merupakan sebuah fase metabolisme terjadinya
penyusunan zat atau biosintesis molekul-molekul sederhana
menjadi
senyawa yang lebih kompleks (Aryulina 2004). Proses ini terjadi pada
dalam tubuh makhluk hidup. Anabolisme merupakan kebalikan dari
proses katabolisme. Anabolisme bersifat endergonik, yaitu reaksi yang
membutuhkan energi. Pada proses anabolisme ini memerlukan energi,
yaitu baik berupa energi panas, cahaya atau energi kimia. Dalam sel,
molekul pembangun atau molekul pemula, seperti monosakarida, asam
lemak, asam amino dan basa nitrogen disusun menjadi makrobiomolekul
sel seperti polisakarida, protein, lipida dan asam nukleat yang kaya akan
energi. Energi yang dibutuhkan pada proses anabolisme diperoleh antara
lain dari pemecahan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin difosfat
(ADP) dan asam fosfat (H2PO4). Biosintesis beberapa komponen sel
juga membutuhkan atom hidrogen berenergi tinggi yang diperoleh dari
nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADP.H). Proses Anabolisme
membutuhkan energi kimia dan energi itu diperoleh dari proses
katabolisme. Anabolisme yang menggunakan energi cahaya disebut
dengan proses fotosintesis, sedangkan anabolisme yang menggunakan
energi kimia disebut kemosintesis. Contoh anabolisme yang terjadi pada
tanaman yaitu sintesis gula melalui proses fotosintesis, sedangkan contoh
anabolisme yang terjadi pada mikroorganisme yaitu sintesis selulosa
dengan melalui proses fermentasi seperti pada produk nata. Berikut
bagan proses anabolisme.
Asam Amino
Monosakarida
Asam Lemak
Basa Nitrogen
Anabolisme
Protein
Polisakarida
Lipida
Asam Nukleat
Energi Kimia
Bagan 1.2 Anabolisme yang memerlukan energi
Nutrien Penghasil
Energi
Katabolisme
Produk akhir
Miskin Energi
Energi Kimia
ATP/NADP.H
Molekul
Pembangun
Anabolisme
Makromolekul Sel
Bagan 1.3 Energi dari Katabolisme untuk Anabolisme
Potensi Biologi pada Enzim
Enzim Amilase pada Pembuatan Roti
Masyarakat Indonesia sudah lama memanfatkan mikroorganisme sebagai
barang bernilai ekonomi, seperti fermentasi tempe, tape, dan ragi untuk minuman
beralkohol. Mikroorganisme merupakan sumber enzim yang biasanya digunakan
dibandingkan dengan tanaman dan hewan (Sarah, 2009). Enzim merupakan
bagian dari protein yang mengkatalisir reaksi-reaksi kimia. Enzim juga diartikan
sebagai protein katalisator yang memiliki spesifisitas terhadap reaksi yang
dikatalisis dan molekul yang menjadi substratnya. Aktivitas enzim dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi substrat, suhu, dan pH.
Enzim menempati posisi penting dalam bidang industri. Aplikasi proses
enzimatik pada industri pertama kali mulai berkembang sejak tahun 1960. Enzim
menjadi primadona industri karena melalui penggunaannya, energi dapat
dihemat dan ramah lingkungan (Sarah dkk, 2009; Richal, 2012). Kini
penggunaan enzim dalam industri makanan, minuman, industri tekstil, industri
kulit dan kertas di Indonesia semakin meningkat (Sarah, 2009). Penggunaan
enzim dalam industri pangan memberi banyak keuntungan sebagai bahan
tambahan yang alami.
Ketika enzim dipertimbangkan untuk digunakan dalam pengolahan
pangan, maka sangat penting menjamin bahwa proses tersebut memberikan
keuntungan
terhadap
perbaikan
mutu
maupun
keuntungan
komersial.
Keuntungan komersial penggunaan enzim dapat ditinjau dari beberapa aspek
seperti, konversi bahan baku menjadi produk jadi yang lebih baik, keuntungan
terhadap lingkungan, penghematan biaya pada bahan baku, atau standarisasi
dari proses (Nyoman, 2013).
Aplikasi enzim di industri terhitung sekitar lebih dari 80% dari pemasaran
enzim global. Sedikitnya 50% dari enzim yang beredar saat ini, diperoleh dari
organisme yang dimodifikasi secara genetik. Enzim pada makanan, merupakan
aplikasi enzim yang sangat banyak digunakan dan masih menunjukkan dominasi
pada pemasaran enzim (Miguel, 2013). Pada industri pangan, beberapa produk
yang melibatkan enzim selama tahapan pengolahan adalah produk susu (keju,
yogurt dan susu fermentasi lainnya), bir, roti, dan banyak lagi lainnya (Nyoman,
2013).
Peran enzim amilase pada pembuatan roti
Enzim adalah komposisi penting pada sebagian besar produk roti.
Banyak enzim yang akhir-akhir ini ditemukan memberikan manfaat besar dalam
proses pembuatan roti karena mulai dibatasinya penggunaan bahan tambahan
kimia, khususnya dalam proses pembuatan roti dan produk fermentasi lainnya
(Miguel, 2013). Penambahan enzim pada tepung dan adonan merupakan
langkah yang biasa digunakan untuk standarisasi tepung dan juga membantu
mempercepat
proses
pematangan.
Enzim
biasanya
ditambahkan
untuk
modifikasi dough rheology, retensi udara dan melembutkan remahan pada
produksi pembuatan roti, untuk modifikasi dough rheology pastry dan biskuit,
untuk mengubah kadar kelembutan produk pada pembuatan kue dan
mengurangi pembentukan akrilamid.
Tahapan proses pembuatan roti dan formulasinya sangat bervariasi dari
satu pabrik dengan pabrik roti yang lain. Namun demikian, secara umum tahapan
proses terdiri dari :
1. Pencampuran adonan
Granula pati yang terkandung pada tepung gandum dapat dirusak oleh αamilase dan menghasilkan amilosa yang terlarut yaitu merupakan substrat enzim
untuk proses degradasi amilosa berikutnya. Hidrolisis pati ini sangat penting
perannya pada karakteristik reologi adonan karena sejumlah air akan diikat oleh
pati yang terhidrolisis (amilosa terlarut). Pada proses pencampuran adonan
terjadi transfer massa yang lebih intensif. Kontak enzim dengan substrat (amilosa
terlarut) dapat berjalan dengan lebih baik sehingga akan dihasilkan gula-gula
sederhana seperti glukosa dan maltosa. Selama proses ini juga dihasilkan
dextrin. Gulagula sederhana yang terbentuk sangat dibutuhkan pada saat
fermentasi adonan. Amilolisis yang terbatas dapat berpengaruh positif terhadap
adonan, yaitu diperoleh adonan yang tidak keras (lembut). Proses amilolisis yang
terlalu intensif akan menyebabkan adonan kehilangan air dan dextrin terbentuk
terlalu banyak yang menyebabkan adonan menjadi lengket. Untuk itu optimasi
penambahan α-amilase dan suhu serta lama pencampuran adonan perlu
dilakukan untuk menentukan karakteristik adonan yang terbentuk.
2. Fermentasi adonan
Proses fermentasi didefinisikan sebagai proses penguraian asam amino
secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat
diuraikan dalam fermentasi utamanya adalah karbohidrat yang telah terlebih
dahulu dipecah menjadi gula sederhana, misalnya hidrolisis pati menjadi unit-unit
glukosa. Bahan dasar pembuat tepung bila dicampur bersama, maka pati dan
protein dari tepung akan menyerap air membentuk adonan dan ragi mulai
memfermentasi gula yang ada dan menghasilkan karbon dioksida (CO2).
Peragian adonan ditunjukkan dengan adonan mulai memuai karena
pembentukan karbondioksida yang ditahan dalam adonan. Maltosa dan glukosa
sangat penting sebagai substrat bagi yeast selama fermentasi adonan.
Penambahan glukoamilase dapat meningkatkan terbentuknya glukosa yang lebih
cepat dapat dimanfaatkan oleh yeast, sehingga penambahan glukoamilase dapat
lebih
mengaktifkan
yeast
dan
mempercepat
proses
fermentasi
atau
pengembangan adonan (dough leavening).
3. Pemanggangan di dalam oven
Pada pemanggangan dalam oven, sebagian air hilang, ragi mulai
terbunuh, pati bergalatinasi dan protein menggumpal sehingga memberikan
bentuk yang stabil pada roti. Pada saat awal proses pemanggangan terjadi
penurunan viskositas adonan dan terjadi peningkatan aktivitas enzim. Ketika
suhu mencapai 56°C maka mulai terjadi gelatinisasi pati dan memudahkan
terjadinya amilolisis. Suhu optimal aktivitas enzim dan kerusakan akibat panas
sangat bervariasi. Hidrolisis pati yang tergelatinisasi akan membentuk dextrin
dan gula sederhana, dan pada saat yang bersamaan terjadi pelepasan air. Hal
ini berkontribusi terhadap kelengketan remah roti (crumb stickiness) dan
meningkatkan intensitas warna kulit roti (crust color). Warna kulit roti merupakan
hasil dari reaksi Maillard, oleh karena itu peningkatan konsentrasi oligosakarida
dan
gula-gula
sederhana
yang
dihasilkan
dari
aktivitas
glukoamilase
mengakibatkan peningkatan reaksi pencoklatan. Perbaikan pada proses
fermentasi juga menghasilkan volume roti yang lebih besar dengan tekstur yang
lembut.
Kesimpulan
Enzim merupakan bagian dari protein, yang mengkatalisir reaksi-reaksi
kimia dan memiliki spesifisitas terhadap reaksi yang dikatalisis dan molekul yang
menjadi substratnya. Pada beberapa produk, peranan enzim endogenus tidak
memadai, sehingga muncul ide untuk menambahkan enzim dari luar (eksogenus)
untuk memperoleh hasil yang diharapkan dengan waktu yang lebih cepat. Dari
berbagai sumber amilase eksogenus, amilase bakteri yang menjadi primadona
pada industri pangan terutama dalam pembuatan roti, dikarenakan sifatnya yang
termostabil.
DAFTAR PUSTAKA
Aryulina, D. 2004. Biologi 3 untuk SMA dan MA. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Brooker, C. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Ferdinand, F. 2007. Praktis Belajar Biologi. Penerbit Visindo Media Persada.
Jakarta Timur.
Gabriel, J. 1996. Fisika Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Karmana, O. 2008. Cerdas Belajar Biologi. Penerbit Grafindo Media Pratama.
Jakarta.
Loehr, J. 2003. Terampil Mengelola Energi, Bukan Waktu. PT. Serambi Ilmu
Semesta. Jakarta.
Miguel, 2013. Enzymes in Bakery:Current and Future Trends. Licensee
InTech. Faculty of Pharmacy, Federal University of Rio de Janeiro, Rio de
Janeiro, Brazil. http://dx.doi.org/10.5772/53168
Nyoman, 2013. Meningkatkan Mutu Roti dengan Penambahan Enzim .
diunduh dari http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55988.
Tgl : 2 Juli 2014
Rickhal H. 2012. Keterlibatan Enzim Dalam Bahan Pangan Skala Industri
Makanan Dan Minuman. Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Haluoleo. Kendari.
Sarah,
2009.
ISOLASI
TERMOFILIK.
α-AMILASE
Prosiding
Kimia
TERMOSTABIL
FMIPA.
Institut
DARI
Teknologi
BAKTERI
Sepuluh
Nopember.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Download