EKSISTENSI ETNIS TIONGHOA (Studi Masyarakat Di Plantar Mutiara 1 Jalan Potong Lembu Kota Tanjungpinang) NASKAH PUBLIKASI Oleh IRMA SARI NIM : 100569201044 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016 i EKSISTENSI ETNIS TIONGHOA (Studi Masyarakat Di Plantar Mutiara 1 Jalan Potong Lembu Kota Tanjungpinang) IRMA SARI NIM. 100569201044 Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Tionghoa atau lebih dikenal dengan Cina adalah salah satu ragam suku yang terdapat di Indonesia. Masyarakat Tionghoa lahir dengan ciri khas tersendiri, bermata sipit, berkulit putih, dan bermacam-macam lagi ciri lainnya. Masyarakat Tionghoa adalah salah satu masyarakat yang memiliki rasa solidaritas tinggi antara etnis mereka. Hal ini telah adaturun temurun dari masa nenek moyang mereka. Bahkan ketika etnis Tionghoa berada di antara orang-orang yang berasal dari beragam etnis, karakteristik mereka terlihat lebih dominan. Seringkali mereka menonjolkan simbol-simbol keetnisan mereka di tengah kehidupan bersama masyarakat lain yang beragam suku dan budayanya. Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana orang-orang yang berasal dari etnis Tionghoa mempertahankan kebudayaan dan ciri khas mereka di tengah lingkungan dan masyarakat yang berasal dari etnis lainnya. Dalam penelitian ini, pembahasan mengenai eksistensi etnis Tionghoa akan diperkuat lagi dengan konsep institusionalisasi yang diungkapkan oleh Soekanto, bahwasanya adanya institusi atau lembaga-lembaga sosial akan memperkuat ikatan masyarakat yang ada didalamnya. Informan dalam penelitian ini sebanyak 7 orang dengan kriteria yang telah ditentukan.Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, yang merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data kedalam pola dan kategori serta satuan uraian dasar, sehingga dapat dikemukakan tema seperti yang disarankan oleh data. Hasil penelitian adalah bagaimana masyarakat Tionghoa mampu mempertahankan eksistensi etnis mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari bersama orang-orang yang berasal dari etnis lain, serta bagaimana etnis Tionghoa mampu terinstitusionalisasi dengan baik dari berbagai aspek. Sehingga dari penelitian yang telah dilakukan ini, telah didapatkan jawaban bahwa masyarakat Tionghoa memang telah memiliki keyakinan dan kepercayaan tersendiri dalam menjalankan seluruh kegiatan dan keseharian mereka dengan segala aturan dan norma yang ada sejak zaman nenek moyang terdahulu. Secara otomatis, hal itu sudah terjadi dengan sendirinya berkat kerjasama yang baik antar keluarga serta keyakinan akan kebudayaan yang ada Kata kunci : Masyarakat Tionghoa, Eksistensi, Institusionalisasi 1 ABSTRACT Chinese or better known as China is one of the various ethnic group located in Indonesia. Chinese society is born with its own characteristics, such as slant-eyed, fairskinned, and other features. Chinese society is one group of people who have a sense of solidarity among ethnic.It has existed from the times of their ancestors. Even when ethnic Chinese were among those who come from diverse ethnic, they look more dominant characteristics. They always show the symbols of their ethnicity in the life of other communities along the various tribes and cultures. The purpose of this research is to study how people who come from ethnic Chinese maintain their characteristic and culture in the middle of neighbourhood that there are various kinds of other ethnic group. In this study, the discussion about the existence of the Chinese community will be strengthened further with the concept of institutionalization expressed by Soekanto, the existence of institution or social institutions will make the Chinese community become stronger between the other society. The informant in this study as many as 7 people who are qualified. The method used is a qualitative descriptive study, which is the process of organizing and sorting data into patterns and categories as well as the basic unit of description, so that it can put forward a theme as suggested by the data. Results of the study is how the Chinese people are able to maintain their ethnic existence in living everyday life with people who come from other ethnic groups, as well as how the Chinese people were able to institutionalized on various aspects. So from the research that has been done, it has been revealed that the Chinese community believe and have confidence in carrying out their daily activities with all the rules and norms that existed from the earlier ancestors. Automatically, it happened by itself thanks to the good cooperation between the family and the belief in the culture Keywords: Chinese Society, Existence, Institutionalization 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang Tionghoa di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Sekelompok orang asal Tiongkok yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang dinamakan "Tjung Hwa Hwei Kwan", yang bila lafalnya diindonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Tiongkok, tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah "Cina" menjadi "Tionghoa" di Hindia Belanda. Tanjungpinang atau sebelumnya disebut Tanjung Pinang (disingkat Tg. Pinang) adalah ibu kota Kepulauan Riau, Indonesia. Yang terletak di koordinat 0º5' lintang utara dan 104º27' bujur timur, tepatnya di Pulau Bintan. Asal muasal berdirinya Kota Tanjungpinang, bisa dilihat di Jalan Merdeka. Sejarah dimulai dengan kepindahan etnis Tionghoa yang mulai menempati kawasan tersebut sejak terjadi kebakaran di Senggarang pada 200 tahun silam. 3 Tanjungpinang adalah salah satu daerah yang termasuk sebagai daerah yang masih mau menerima masyarakat yang berasal dari etnis Tionghoa. Terdapat di beberapa daerah tertentu, yang terlihat hanya etnis Tionghoanya saja, padahal tidak sedikit juga masyarakat yang berdarah pribumi lainnya. Banyak masyrakat dari suku lainnya yang menetap hingga membaur dengan masyarakat Tionghoa lainnya. Di kota-kota besar lainnya, masyarakat Tionghoa dianggap tidak begitu berpengaruh bagi daerah. Sehingga, etnis Tionghoa kerap dianggap sebagai kaum minoritas. Tidak ada kehangatan antar masyarakat yang ada. Dengan anggapan seperti ini, masyarakat Tionghoa pun juga menjadi individualistis dan acuh tak acuh terhadap masyarakat Non Tionghoa lainnya. Di kota Tanjungpinang, yang merupakan Ibukota dari provinsi Kepulauan Riau terdapat satu daerah yang dianggap sebagai ‘China Town’ bagi masyarakat awam. Yakni di plantar Mutiara 1 Jalan Potong Lembu, kelurahan Kamboja, kecamatan Tanjungpinang Timur. Hal ini dikarenakan terdapat satu daerah khusus yang penduduknya adalah masyarakat Tionghoa. Namun jika ditelisik lebih dalam, tidak sedikit masyarakat bersuku selain Tionghoa berdomisili disana. Misalnya Bugis, Melayu, Jawa, dll. Namun meskipun berbeda etnis, ciri khas mereka sebagai etnis Tionghoa juga tetap terjaga dengan baik. Ketika berada dalam lingkungan yang heterogen, mereka masih bisa tetap menonjolkan identitas kesukuan mereka. Masyarakat Tionghoa menetap di Tanjungpinang tidak hanya semata-mata untuk berdomisili saja, namun mereka juga 4 datang dengan membawa sejumlah kebudayaan dan adat istiadat kesukuan mereka di tempat mereka akan tinggal dan menetap untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Masyarakat Tionghoa di kawasan Jalan Potong Lembu, khususnya di Plantar Mutiara 1 ini juga mayoritas beragama Buddha. Meskipun ada juga beberapa yang beragama Islam walaupun minoritas. Hal ini juga dikarenakan masyarakat Tionghoa Tanjungpinang banyak yang berkiblat dari masyarakat Tionghoa dari negeri Jiran, Singapura. Bukan hanya sistem keagamaan yang memiliki banyak kesamaan, sama hal nya dalam segi fashion, peralatan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan-kebudayaan tertentu, dll. Etnis Tionghoa yang berprofesi sebagai pedagang ini pada umumnya adalah masyarakat dengan usia produktif. Sedangkan untuk masyarakat yang berusia lanjut dan sudah tergolong lama bertempat tinggal di Plantar Mutiara 1 Jalan Potong Lembu ini, banyak yang bermata pencaharian sebagai buruh. Mengenai eksistensi, dalam hal ini menunjukkan bahwa etnis Tionghoa memiliki kekuatan yang besar untuk mempertahankan kebudayaan serta ciri khas mereka di tengah masyarakat yang beragam. Kebudayaan serta adat istiadat Tionghoa tetap mereka jaga sejak zaman nenek moyang mereka dulu. Meskipun saat ini, modernisasi dan globalisasi semakin berkembnag, namun masyarakat Tionghoa tetap memegang teguh adat budaya Tionghoa tanpa takut terseret oleh budaya lainnya. 5 Berdasarkan latar belakang diatas, penulis memutuskan untuk meneliti tentang ‘EKSISTENSI ETNIS TIONGHOA’ (STUDI MASYARAKAT TIONGHOA DI PLANTAR MUTIARA 1 JALAN POTONG LEMBU KOTA TANJUNGPINANG). 1.2 Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut : “Bagaimana masyarakat tionghoa dalam mempertahankan eksistensi etnis mereka di tengah masyarakat yang plural?” 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : Mengetahui bagaimana masyarakat etnis Tionghoa dalam mempertahankan eksistensi etnis mereka agar senantiasa bertahan sebagai masyarakat yang berciri khas tionghoa di kehidupan yang dikelilingi oleh masyarakat yang beragam. masyarakat yang beragam. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai pengembangan ilmu secara umum terutama yang membahas masalah-masalah sosial, sehingga dapat diketahui masalah dan fenomena yang didapatkan dilokasi penelitian, sehingga mahasiswa dapat memahami permasalahan sosial dan interaksi sosial yang terjadi pada masyarakat di lokasi penelitian. 6 1.4.2 Manfaat praktis Bahan masukan dan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan permasalahan yang sama. Sehingga kedepan dapat menjadi pegangan awal untuk membahas mengenai fenomena-fenomena selanjutnya yang berkaitan. 1.5 Konsep Operasional Beberapa konsep yang akan dioperasionalkan antara lain : 1.5.1 Eksistensi Terdapat beberapa pengertian tentang eksistensi yang dijelaskan menjadi 4 pengertian. Pertama, eksistensi adalah apa yang ada. Kedua, eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas. Ketiga, eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat, eksistensi adalah kesempurnaan. 1.5.2 Institusionalisasi Institusionalisasi adalah suatu proses terbentuknya suatu institusi yang baik. Suatu bentuk tindakan atau pola perilaku yang sebelumnya merupakan sesuatu yang baru, kemudian diakui keberadaannya, dihargai, dirasakan manfaatnya dan seterusnya diterima sebagai bagian dari pola tindakan dan pola perilaku lingkungan tertentu. 1.5.3 Pluralisme Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya kemajemukan atau keanekaragaman dalam suatu 7 kelompok masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi agama, suku, ras, adat-istiadat, dan lain-lain. 1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian Menurut Sugiyono, (2012) Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan data kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Data kualitatif adalah data yang berbentuk, kata, kalimat, skema dan gambar. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif karena dianggap dapat menjawab perumusan masalah. 1.7.2 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Plantar Mutiara 1 Jalan Potong Lembu Kelurahan Kamboja, Kecamatan Tanjungpinang Timur Kota Tanjungpinang. Alasan peneliti melakukan penelitian dilokasi ini karena ingin melihat lebih dalam lagi bagaimana masyarakat etnis Tionghoa dalam mempertahankan eksistensi kebudayaan etnis mereka ditengahtengah lingkungan yang beragam masyarakatnya. 1.7.3 Jenis dan Sumber Data Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 8 a. Data primer : adalah data yang diperoleh dari masyarakat yang berdomisili di Plantar Mutiara 1 Jalan Potong Lembu. b. Data sekunder : Adalah data yang sudah jadi ataupun yang sudah dikumpulkan Instansi terkait. Dalam hal ini kantor Kelurahan Kamboja. Data sekunder ini meliputi jumlah penduduk, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan masyarakat yang berdomisili di Jalan potong lembu dan lain sebagainya yang dianggap perlu dalam penelitian ini. 1.7.4 Informan Penelitian kualitatif tidak mengenal istilah populasi dan sampel melainkan informan. Menurut Sugiyono (2013:216) bahwa“penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari”. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. 9 Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012:96). Kriteria informan dalam penelitian ini adalah : 1. Masyarakat Tionghoa yang berusia 40-60 Tahun 2. Telah tinggal di daerah tersebut sekurang-kurangnya 20-25 tahun 3. Sering dilibatkan dalam acara-acara adat 4. Mengerti dan paham mengenai sejarah kebudayaan asli Tionghoa di lokasi ini 5. Memiliki foto/ dokumentasi pribadi pada saat mengikuti kegiatan adat Tionghoa 6. Mempunyai hubungan baik dengan sesama warga setempat. 7. Memiliki benda yang berkaitan dengan kegiatan adat dan biasa dibawa atau digunakan pada saat ritual keagamaan. (misalnya Lampion, Guci, Keranjang, dan lain-lain). 1.7.5 Teknik Dan Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam usaha mengumpulkan data-data atau informasi yang menunjang penelitian diantaranya pengetahuan mengenai permasalahan dan data yang berhubungan dengan latar belakang informan terhadap penelitian. Adapun teknik dan alat pengumpul data yaitu berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. 10 1. Observasi Sugiyono (2012:145), dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation, (observasi berperan serta) dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. 2. Interview (wawancara) Wawancara langsung dan mendalam dengan menggunakan instrument penelitian berupa interview guide (Pedoman wawancara). Interview guide berisikan daftar pertanyaan yang sifatnya terbuka yang digunakan untuk menjadikan wawancara yang dilakukan agar lebih terarah bertujuan menggali informasi yang akurat dari informan mengenai apa saja bentuk penyimpangan sosial yang pernah informan lakukan dan bagaimana proses penyimpangan tersebut berlangsung. Wawancara ini dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) ataupun dengan memakai atau menggunakan telepon. (Sugiyono, 2012:138) 3. Dokumentasi 11 Dokumentasi yang digunakan sebagai penunjang penelitian ini bertujuan untuk dapat melihat dan mengabadikan gambar dilokasi penelitian. Dokumentasi ini berupa hasil-hasil foto ketika peneliti sedang berinteraksi secara langsung dengan informan penelitian dan juga hasil wawancara yang telah dilakukan. Alat yang digunakan adalah kamera handphone. BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Institusi Sosial Sebagaimana halnya dalam teori institusional atau teori kelembagaan core idea-nya adalah terbentuknya organisasi oleh karena tekanan lingkungan institusional yang menyebabkan terjadinya institusionalisasi. Zukler (1987) dalam Donaldson (1995), menyatakan bahwa ide atau gagasan pada lingkungan institusional yang membentuk bahasa dan simbol yang menjelaskan keberadaan organisasi dan diterima (taken for granted) sebagai norma-norma dalam konsep organisasi. Terbentuknya lembaga sosial bermula dari kebutuhan masyarakat akan keteraturan kehidupan bersama. Sebagaimana diungkapkan oleh Soekanto lembaga sosial tumbuh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan. Untuk mendapatkan keteraturan hidup bersama dirumuskan norma-norma dalam masyarakat sebagai paduan bertingkah laku. 12 Sejumlah norma-norma ini kemudian disebut sebagai lembaga sosial. Namun, tidak semua norma-norma yang ada dalam masyarakat merupakan lembaga sosial karena untuk menjadi sebuah lembaga sosial sekumpulan norma mengalami proses yang panjang. Menurut Robert M.Z. Lawang, (id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_sosial) dijelaskan bahwa : “Tumbuhnya lembaga sosial oleh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan, maka dirumuskan norma-norma dalam masyarakat. Mulanya norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja, namun lamakelamaan dibuat secara sadar”. (Soekanto, 1982:174). 2.2 Masyarakat Tionghoa Serta Beberapa Kebudayaannya Identitas etnis Tionghoa di masa Kolonial dapat diidentifikasikan dalam dua term: totok dan peranakan. Selain riwayat kelahiran, faktor derajat penyesuaian dengan kebudayaan lokal juga menjadi faktor pembeda antara totok dan peranakan. Totok diidentifikasikan dalam relasinya dengan sejarah kelahiran mereka di Negeri leluhur mereka, sementara peranakan mengacu pada kelahiran di luar China dan derajat penyesuaian diri dengan konteks lokal, misalnya bahasa, agama, nasionalisme, dan sebagainya (Ibrahim, 2013:24). Dimanapun mereka berada, Etnis Tionghoa sangat lekat dengan kebudayaan Tionghoa. Ini tak dapat dipisahkan dari karakter mereka sebagai bangsa perantau yang mempunyai tradisi menghormati negeri 13 leluhur. Tidak diragukan lagi, Tiongkok adalah sebuah bangsa dengan kebudayaan yang sangat kuat. Kebudayaan etnis Tionghoa di Indonesia bukanlah suatu bentuk budaya tunggal dan homogen tetapi merupakan budaya heterogen, dimana etnis Tionghoa di Indonesia merupakan kumpulan dari budaya-budaya yang berbeda di daerah Tiongkok (China) yang kemudian teralkulturasi dengan kebudayaan Indonesia (Melayu). Bentuk-bentuk kebudayaan ini bisa berbeda-beda di daerah yang satu ke daerah yang lain, akan tetapi semua itu bisa dikategorikan sebagai budaya Tionghoa yang termasuk dalam keluarga besar kebudayaan Indonesia yang multietnik. Dari uraian diatas dapat dipahami beberapa kebudayaan etnis Tionghoa yang memang menjadi simbol bahwa eksisnya mereka tetap mampu bertahan meski masyarakat kini telah heterogen. Perayaan hari besar Tionghoa pun kerap dilaksanakan meski berada di daerah yang tidak semua masyarakatnya berdarah Tionghoa. BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Kondisi Demografis Kelurahan Kamboja Kelurahan Kamboja, adalah salah satu Kelurahan di Kota Tanjungpinang yang tergabung dalam bagian dari Kecamatan Tanjungpinang Barat. Sebagaimana 14 yang kita ketahui bahwa Kawasan Jalan Kamboja merupakan daerah yang juga banyak memiliki presentase penduduk berdarah Tionghoa. Sejak dulu, kawasan Kelurahan Kamboja ini adalah salah satu daerah yang ramai sekali dihuni oleh orang-orang Tionghoa. Hampir di setiap gang-gang sepanjang jalan Kamboja, pasti berdomisili masyarakat Tionghoa di dalamnya. Termasuk juga kawasan Jalan Potong Lembu ini. Pada saat memasuki kawasan Plantar Mutiara 1 ini, di sisi dan kanan jalan akan terlihat rumah-rumah khas Tionghoa beserta segala ornamennya. Rumah yang berbentuk agak petak dengan tembok yang tinggi, pagar dan teralis besi, serta terdapat tempat mereka melaksanakan sembahyang di depan rumah mereka. Sejak dulu, masyarakat Tionghoa memang mempunyai simbol tertentu yang akan dikenal oleh siapa saja yang melihatnya. Tanpa melihat parasnya, setiap orang yang memandang rumah dengan ciri-ciri diatas sudah pasti mengetahui bahwa tuan rumah tersebut berasal dari etnis Tionghoa. Hal ini yang kemudian menjadi sesuatu yang menarik untuk ditelaah lebih dalam lagi. Masyarakat Tionghoa benar-benar telah “menyulap” Plantar Mutiara 1 ini seolah-olah menjadi daerah asli mereka. Dengan segala simbol yang ada, mereka seolah menonjolkan diri diantara etnis lainnya. Apalagi jika telah tiba pada hari besar Tionghoa, seluruh kawasan ini berubah menjadi daerah Tionghoa. Masyarakat awam yang melihatnya pun terpesona akan kemahiran masyarakat Tionghoa yang berhasil terlihat dominan di daerah ini. 15 BAB IV EKSISTENSI ETNIS TIONGHOA 4.1 Karakteristik Informan Dalam penelitian kualitatif, informan sengaja dipilih oleh peneliti karena mampu memberikan informasi tentang masalah yang akan diteliti. Untuk itu peneliti melakukan penggalian data sumber terpecaya langsung dari masyarakat yang berdarah etnis Tionghoa sebagai informan penelitiannya. Informan yang di ambil peneliti yaitu masyarakat yang berdarah Tionghoa yang berumur 50 keatas atau telah menempati daerah penelitian tersebut selama +25 tahun, masyarakat yang berdarah non Tionghoa, serta tokoh adat yang berdarah Tionghoa sebagai Key Informan. 4.1.2 Tingkat Pendidikan Masyarakat Di Plantar Mutiara 1 Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dilihat dari segi pendidikan, benar pendidikan berpengaruh penting dalam proses kelangsungan hidup masyarakat pada umumnya. Agar berkembangnya pengetahuan, keterampilan dan potensi diri. Namun pada kenyataannya untuk di daerah Plantar Mutiara 1 ini, pendidikan tidak begitu diutamakan agar eksisitensi etnis mereka tetap terjaga. Mayoritas mereka hanyalah tamatan SD dan SMP. Berikut rekapitulasi data masyarakat menurut tingkat pendidikan.. Adat istiadat ke-Tionghoa-an masyarakat disini memang jauh lebih kental. Terbukti dengan kemahiran mereka dalam bidang pelestarian 16 kebudayaan etnis Tionghoa. Mereka memilih untuk bersembahyang dan memuja Tuhan mereka dibandingkan harus bersekolah setinggi mungkin karena mereka menganggap bahwa Tuhan tidak melihat mereka berdasarkan pendidikan yang mereka anut. 4.1.1 Pekerjaan dan Aktivitas Masyarakat Plantar Mutiara 1 Kondisi ekonomi masyarakat di Plantar Mutiara 1 dapat dikatakan rendah, karena dominan nya masyarakat yang bekerja dilokasi penelitian adalah sebagai buruh harian lepas. Pendapatan yang relatif tidak menentu sehingga masyarakat sangat lemah karena faktor ekonomi masyarakat dilokasi ini. Sehingga beban dan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup menjadi tantangan terbesar. Kendati masyarakat Tionghoa ini memiliki tingkat pendidikan yang tidak begitu tinggi, hal ini tidak menyurutkan mereka untuk terus belajar dan mengembangkan kebudayaan etnis mereka. Meski tidak berbekal ilmu pengetahuan yang canggih, buktinya mereka masih mampu mempertahankan ciri khas etnis mereka dengan cara mereka sendiri. 4.2 Eksistensi Etnis Tionghoa 4.2.1 Institusionalisasi Institusionalisasi juga biasa disebut proses pembakuan berbagai norma atau nilai yang melahirkan berbagai institusi, sehingga norma dan nilai itu memiliki daya mengikat bagi masyarakat. Proses institusionalisasi terjadi apabila pola perilaku tersebut semakin melembaga, semakin mengakar 17 dalam kehidupan lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu dalam proses institusionalisasi yang terpenting bukan kehadiran suatu organisasi atau institute sebagai wadahnya, melainkan hadirnya suatu pola tingkah laku yang semakin melembaga (institution). Jadi dengan kata lain, dengan ter-institusionalisasinya suatu norma dan aturan-aturan yang ada didalam masyarakat, maka akan semakin matang pula norma dan aturan tersebut dalam mengatur prilaku dan pola kehidupan masyarakat tersebut yang kadangkala berkaitan dengan adat, kebiasaan bahkan kebudayaan mereka. A. BUDAYA Menurut Koentjaningrat (1985), Kebudayaan adalah keseluruhan ideide, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Definisi lebih singkat terdapat pada pendapat Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964), menurut mereka kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. B. EKONOMI Menurut etnis Tionghoa secara umum berdagang itu sama dengan belajar dan merupakan proses yang berkelanjutan/ dinamis. Tidak ada istilah berhenti dan diberhentikan dan hanya sang pebisnis itu sendiri yang dapat membuat keputusan berkenaan dengan apa yang seharusnya dilakukan. Dunia etnis Tionghoa adalah di bidang perdagangan. Mereka suka dan 18 tertarik untuk berdagang dibandingkan dengan profesi lainnya. Karena mereka menganggap dunia berdagang tidak akan pernah ada batasnya. C. AGAMA Banyak orang diluar sana menganggap bahwa orang-orang Tionghoa adalah orang yang sulit mentolerir agama lain selain agamanya. Padahal jelas berdasarkan hasil wawancara diatas bahwa mereka adalah orangorang yang menjunjung tinggi nilai dan norma keagamaan. Perbedaan bukan masalah bagi mereka. Justru adanya hari besar agama lain membuat mereka senang, karena berkat itu mereka bisa tau dan mengenal acaraacara besar agama lain. Masing-masing masyarakat mempunyai kekuatantersendiri terhadap agama yang mereka percayai. Sistem kepercayaan masyarakat China/ Tionghoa diwarisi oleh tradisi kuat pada empat sumber, yaitu penyembahan alam dan roh-roh halus/nenek moyang (spiritisme, animisme & pantheisme), dan agamaagama Taoisme, Confucianisme, dan Buddhisme. (http://peterrchandradinata.blogspot.co.id/2009/09/kebudayaan-etnistionghoa-ditinjau-dari_18.html) D. POLITIK DAN HUKUM Kehidupan bermasyarakat, tidak akan bisa terlepas dari keterkaitan antara politik dan hukum. Masyarakat akan berhubungan dengan politik, hukum atau sejenisnya. Baik itu dalam kegiatan sehari-harinya atau bahkan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. 19 Berkaitan dengan adanya masyarakat Tionghoa yang duduk di kursi legislatif, maka hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Syarbaini, dkk (2002:48) yaitu, kekuasaan merupakan kemampuan seseorang mempengaruhi orang lain sesuai dengan kehendaknya. Kekuasaan juga sebagai bagian penolong dalam kehidupan masyarakat. Artinya adalah, sadar atau tidak bahwa kekuasaan yang dipegang oleh anggota legislatif yang berdarah Tionghoa, memang berpengaruh terhadap eksistensi budaya Tionghoa di Kota Tanjungpinang ini. Sekali lagi, anggota dewan yang berdarah Tionghoa dianggap sebagai terobosan baru bagi rezim Pemerintahan di kala ini. E. KELUARGA Pada dasarnya, etnis Tionghoa memang lagi-lagi memiliki adat yang melekat hampir di segala hal, begitu juga dari segi keluarga. Keluarga Tionghoa memang mempunyai kebiasaan tersendiri dengan keluarganya. Sama dengan beberapa kebiasaan lainnya, dalam hal keluarga orang-orang Tionghoa memiliki tradisi sendiri dalam hal pernikahan, dan ritual wajib bagi keluarga mereka tanpa mengganggu keluarga dan tetangga lainnya disekitar. Hal seperti inilah yang membuat unik kehidupan masyarakat di Indonesia ini. Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat Tionghoa tidak lagi menggunakan semua ritual pernikahan yang diuraikan diatas, hanya beberapa bagian yang mereka anggap penting saja, masih digunakan. 20 Mereka mengaku bahwa jika ingin menggunakan rentetan ritual diatas, terlalu banyak dan memakan biaya yang juga tak juga sedikit. F. PENDIDIKAN Dewasa ini, dunia pendidikan sangat memprihatinkan. Ada sebagian masyarakat yang tak lagi memikirkan kepentingan pendidikan bagi anakanaknya, atau bahkan bagi dirinya sendiri. Di dalam Sosiologi, ada juga membahasa mengenai sosiologi pendidikan yang bertujuan untuk menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/ berpendidikan dalam kegiatan sosial. Peranan/ aktivitas warga yang berpendidikan/ intelektual sering menjadi ukuran tentang maju dan berkembangnya kehidupan suatu masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan-segan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial terutama dalam memajukan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak dari taraf hidup sosial. (Gunawan, 2002:52). Lain halnya dengan masyarakat Tionghoa di Plantar Mutiara 1 ini, mayoritas mereka menganggap pendidikan tidak begitu penting bagi kehidupan mereka. Hampir sebagian besar dari mereka tidak memiliki pendidikan yang baik. Mereka hanya duduk sampai bangku sekolah dasar dan sekolah menengah saja. Menurut penuturan beberapa informan, minimnya pendidikan di lingkungan keluarga mereka ini diakibatkan dari paradigm turun temurun dari nenek moyang mereka terdahulu yang 21 seyogyanya memang belum banyak sekolah pada saat itu. Selain belum banyaknya sekolah, pada kala itu pendidikan juga belum dilirik dan disentuh dengan maksimal oleh pemerintah. Sehingga masyarakat pun cenderung mengabaikannya. 4.2.2 Pluralisme Secara teoritis pluralisme (budaya) merupakan sebuah konsep yang menerangkan ideal (ideology) kesetaraan kekuasaan dalam satu masyarakat multikultur dimana kekuasaan terbagi secara merata diantara kelompokkelompok etnik yang bervariasi sehingga mampu mendorong pengaruh timbal balik diantara meraka, dan masyarakat multikultur dapat menikmati hak-hak meraka yang sama dan seimbang, yang dapat memilik dan melindungi diri mereka sendiri karena mereka menjalankan kebudayaan. (Suziki, 1984). Keberagaman suku dan budaya yang terdapat di Plantar Mutiara 1 ini tidak dianggap mereka sebagai sebuah keistimewaan bagi kehidupan. Artinya, kemajemukan diantara manusia satu dengan manusia lainnya adalah keunikan yang dimiliki oleh masing-masing manusia yang merupakan anugerah dari Tuhan. Sedikitpun mereka tidak pernah merasa terganggu akan hal ini. Justru hal inilah yang membuat mereka lebih menikmati kehidupan mereka bersama masyarakat lainnya. 22 Didalam pluralisme, terdapat juga proses adaptasi antara masyarakat didalamnya. Adaptasi adalah merupakan suatu proses penyesuaian diri manusia terhadap suatu keadaan tertentu. Didalam adaptasi itu sendiri terdapat beberapa point penting didalamnya, yakni komunikasi dan toleransi. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa di daerah Plantar Mutiara 1 ini, tingkat toleransinya masih tergolong sangat tinggi. Hormat menghormati antar masyarakat masih sangat terasa. Meski mereka terlahir dari suku yang berbeda, mereka sangat menjunjung tinggi kebudayaan dan kepercayaan masing-masing tanpa mengganggu satu sama lain. Jadi sudah bisa dipastikan daerah ini, minim sekali konflik yang terjadi. Saling menjaga, saling menghormati antar orang, memang membuat masyarakat didaerah ini terlihat cukup akrab. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya maka dapat ditarik beberapa hal yang bisa disimpulkan diantaranya sebagai berikut : 1. Berdasarkan kerangka teori yang digunakan mengenai institusionalisasi atau lebih dikenal dengan lembaga sosial, eksistensi etnis Tionghoa di Plantar 23 Mutiara 1 ini memang sebagian besar didukung oleh beberapa hal yang memang menjadi unsur dalam institusionalisasi tersebut. Diantaranya budaya, agama, politik dan hukum, pendidikan, kesehatan, serta keluarga. 2. Berdasarkan kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini ternyata masyarakat Tionghoa memang memiliki tingkat kekerabatan yang sangat tinggi antar sesama, hal ini mereka dapatkan dari turun temurun nenek moyang mereka dan hingga saat ini masih memegang teguh kebudayaan itu. Sehingga hal inilah yang membuat mereka mampu mempertahankan ciri khas keunikan mereka sebagai etnis Tionghoa. 3. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa eksisnya etnis Tionghoa di Plantar Mutiara 1 ini merupakan suatu hal menarik yang ada didalam kehidupan masyarakat yang beragam. Disaat etnis lain sedang marak ikut terkena imbas dari budaya lain, namun masyarakat Tionghoa justru tetap memegang teguh adat dan budaya asli mereka. Ditambah lagi dengan adanya keberagaman institusi sosial, semakin menguatkan keberadaan etnis Tionghoa di kehidupan bermasyarakat saat ini. 5.2. Saran Berdasarakan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai permasalahan tentang eksistensi etnis Tionghoa di Plantar Mutiara 1 Jalan Tambak Kota Tanjungpinang, maka dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut : 24 1. Masyarakat luas, agar senantiasa menjaga ketentraman dan rasa toleransi antar etnis yang ada di lingkungan sekitar. Menerima segala perbedaan dan menghormati kepercayaan masing-masing. 2. Masyarakat Tionghoa, agar selalu menjaga ciri khas, adat istiadat keTionghoa-an sebagai suatu bentuk keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Serta terus mengembangkan potensi diri agar menjadi orang yang berlevel sama seperti orang non Tionghoa meski berasal dari kaum minoritas. 3. Bagi pemerintah hendaknya melestarikan dan memberikan wadah yang lebih bagi masyarakat Tionghoa dengan segala kebudayaan uniknya agar bisa menjadi sumber pengetahuan baru bagi masyarakat mengenai kebudayaan asli Tionghoa yang merupakan bagian dari kekayaan budaya suku di Negeri ini. DAFTAR PUSTAKA Buku : Betty R. Schraf, 2004. Sosiologi Agama, Jakarta : Kencana. Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Prenada Media Group. Damsar, 1997. Sosiologi Ekonomi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. 25 Dobbin, Frank. 2007 “Economic Sociology.” Dalam Bryant, Clifton, D & Peck Dennis L. 21st Century Sociology: A Reference Handbook. California: Sage Publications, Inc. Effendy Uchjana Onong, 2011. Ilmu Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Hunawan, Ary. 2002. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Hendrayady, Agus, dkk. 2011. Pedoman Teknik Penulisan Usulan Penelitian dan Skripsi Serta Ujian Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji. Jones, Pip. 2010. Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jhonson Paul Doyle, 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, diterjemahkan Robert M.Z. Lawang, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Kahmad, Dadang. 2000. Sosiologi Agama. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Moleong, Lexy. J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Murdiyatmoko, J,. & Handayani, C. (2004). Sosiologi 1. Jakarta: Grafindo Media Pratama. Rudyansjah, Tony. 2009. Kekuasaan, Sejarah dan Tindakan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 26 Soerjono, Soekanto. 1990. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Soerjono Soekanto. 1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suryadinata, Leo. 2002. Negara dan Etnis Tionghoa. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Syarbaini, Syahrial, dkk. 2002. Sosiologi dan Politik, Jakarta : Ghalia Indonesia. Tan, Melly G, 2008. Etnis Tionghoa Di Indonesia. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jurnal dan Internet : Anggria Pratama, Ryan. 2014. Budaya Politik Etnis Tionghoa Di Kota Tanjungpinang. Tanjungpinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji Nawas, Abu. 2015. Tipologi Pemilih Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Legislatif Kota Tanjungpinang Tahun 2014. Tanjungpinang : Universitas Maritim Raja Ali Haji https://sosiologibudaya.wordpress.com/2013/03/20/identitas/ Diunduh pada Hari Selasa, Tanggal 12 Mei 2015 Pukul 10.35 WIB) 27 https://wpcatur.wordpress.com/2012/11/20/pengertian-kebudayaan-unsurunsur-kebudayaan-dan-wujud-kebudayaan/(Diunduh pada Hari Jum’at, Tanggal 15 Mei 2015 Pukul 16.00 WIB) http://tanjungpinangpos.co.id/2015/112107/etnis-tionghoa-punya-sejarahmanis/ (Diunduh Tanggal 31 Juni 2015 Pukul 09.45 WIB) http://peterrchandradinata.blogspot.co.id/2009/09/kebudayaan-etnis-tionghoaditinjau-dari_18.html (Diunduh Tanggal 16 November 2015 Pukul 01.48 WIB) http://bappedatanjungpinang.info 28