pemanfaatan sumber belajar dalam upaya

advertisement
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan kualitas
pendidikan kita yang masih rendah selalu menjadi
masalah penting yang selalu mendapatkan perhatian kita semua, baik dari sejak
dulu, maupun sampai sekarang ini. Karena betapa tidak, kualitas pendidikan
sangat mempengaruhi dan menentukan perkembangan suatu bangsa dan
negara. Suatu Negara akan maju dan berkembang dengan begitu cepat, jika
kualitas pendidikannya bagus.
Dewasa ini telah berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
untuk mewujudkannya kualitas pendidikan yang baik, antara lain; penyesuaian
kurikulum, penggunaan metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan,
pemanfaan media, sarana dan prasarana yang tersedia, serta berbagai cara lain
yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pendidikan tersebut. Akan tetapi
perlu disadari bahwa peningktan kualitas pendidikan tersebut bukan saja menjadi
tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi merupakan tanggung jawab kita
bersama. Dalam hal ini, guru sangat memegang peranan penting karena sebagai
ujung tombak pendidikan, yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran
dikelas. Guru dituntut kreatifitas dan inovatif didalam merekayasa pembelajaran
yang lebih berkualitas, dan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang
beraneka ragam disekitar kehidupan peserta didik, baik yang didesain maupun
yang tidak di desain.
Akan tetapi dalam praktek pembelajaran, masih banyak sumber-sumber
belajar yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar guru
kecenderugan dalam pembelajaran memanfaatkan buku teks dan guru sebagai
sumber belajar utama. Ungkapan ini diperkuat oleh Parcepal dan Ellington
(1984), bahwa dari sekian banyaknya sumber belajar hanya buku teks yang
1
banyak dimanfaatkan. Hal senada juga diperkuat oleh suatu hasil penelitian,
yang menyatakan bahwa banyak sumber belajar diperpustakaan yang belum
dikenal
dan
belum
diketahui
penggunaannya.
Keadaan
ini
diperparah
pemanfaatan buku sebagai sumber belajar juga masih bergantung pada
kehadiran guru, kalau guru tidak hadir maka sumber belajar lain termasuk
bukupun tidak dapat dimanfaatkan oleh peserta didik. Oleh karena itu kehadiran
guru secara fisik mutlak diperlukan, disisi lain sebenarnya banyak sumber belajar
disekitar kehidupan peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran.
B. Rumusan Masalah.
Dari uraian diatas, paling tidak ada beberapa masalah pokok yang perlu
dikaji mengapa “sumber-sumber belajar” belum dimanfaakan secara oftimal oleh
guru dalam proses pembelajaran, yakni : (1) Mengapa pemanfaatan sumbersumber belajar penting dalam kegiatan pembelaajaran, (2) Bagaimana
mendesain sumber-sumber belajar dan memanfaatkannya dalam pembelajaran,
(3) Bagaimana fungsi serta peranan sumber belajar dalam berbagai situasi
belajar (individual, klasikal, dan kelompok), dan (4) Bagaiamana pengaruh
pemanfaatan sumber-sumber belajar dalam meningkatkan kualitas hasil
pembelajaran.
Diharapkan dengan membahas beberapa masalah tersebut, guru akan
lebih memiliki wawasan yang lebih luas tentang makna sumber-sumber belajar
dalam pendidikan, sehingga akan mendorong semangat dan kreatifitasnya dalam
memanfaatkan secara oftimal dari berbagai macam sumber-sumber belajar yang
ada dilingkungan sekitar, demi mewujudkan kualitas hasil belajar yang
diharapkan.
2
BAB. II
PEMBAHASAN
1. PERLUNYA PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR
Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk
membantu tiap orang untuk belajar dan manampilkan kompetensinya. Sumber
belajar meliputi, pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar (AECT 1994),
Menurut Dirjen Dikti (1983: 12), sumber belajar adalah segala sesuatu dan
dengan mana seseorang mempelajari sesuatu. Degeng (1990: 83) menyebutkan
sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat dipergunakan
oleh si-belajar agar terjadi prilaku belajar. Dalam proses belajar komponen
sumber belajar itu mungkin dimanfaatkan secara tunggal atau secara kombinasi,
baik sumber belajar yang direncanakan maupun sumber belajar yang
dimanfaatkan.
Dalam kaitan dengan pemanfaatan alam sekitar dalam pembelajaran
Science, Richarson dalam Suthardi, (1981:147) mengemukakan, “Science
necessarily begins in the environment in which we live. Consequently the
students study of science should have this orientation”. Dari alam sekitar peserta
didik dapat dibimbing untuk mempelajari berbagai macam masalah kehidupan.
Akan tetapi pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar sangat tergantung
pada guru. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi usaha pemanfaatan alam
sekitar sebagai sumber belajar yaitu (a) kemauan guru (b) kemampuan guru
untuk dpat melihat alam sekitar yang dapat digunakan untuk pembelajaran (c)
kemampuan guru untuk dapat menggunakan sumber alam sekitar dalam
pembelajaran.
Dalam pemanfaatan sumber belajar, guru mempunyai tanggung jawab
membantu peserta didik belajar agar belajar lebih mudah, lebih lancar, lebih
terarah. Oleh sebab itu guru dituntut untuk memiliki kemampuan khusus yang
3
berhubungan dengan pemanfaatan sumber belajar. Menurut Ditjend. Dikti (1983:
38-39), guru harus mampu: (a) Menggunakan sumber belajar dalam kegiatan
pembelajaran sehari-hari. (b) Mengenalkan dan menyajikan sumber belajar. (c)
Menerangkan peranan berbagai sumber belajar dalam pembelajaran. (d)
Menyusun tugas-tugas penggunaan sumber belajar dalam bentuk tingkah laku.
(e) Mencari sendiri bahan dari berbagai sumber. (f) Memilih bahan sesuai
dengan prinsip dan teori belajar. (g) Menilai keefektifan penggunaan sumber
belajar sebagai bagian dari bahan pembelajarannya. (h) Merencanakan kegiatan
penggunaan sumber belajar secara efektif.
Di samping kemampuan di atas, guru perlu (1) mengetahui proses
komunikasi dalam proses belajar, yang bahannya diperoleh dari teori komunikasi
dan psikologi pendidikan, (2) mengetahui sifat masing-masing sumber belajar,
baik secara fisik maupun sifat-sifat yang ditimbulkan oleh faktor lain yang
mempengaruhi sumber belajar tersebut, (3) memperolehnya, yaitu tahu benar
dimana lokasi suatu sumber dan bagaimana cara memberikan pelayanannya.
Kemampuan tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran bahwa guru
perlu
menyadari
pentingnya
kemampuan-kemampuan
khusus
yang
dikembangkan bila menginginkan proses belajar mencapai sasaran yang
optimal. Sajian ini akan mencoba menyoroti dari 3 (tiga) bagian yaitu, sumber
belajar, pemanfaatan sumber belajar, dan pengelolaan sumber belajar.
PERKEMBANGAN SUMBER BELAJAR
a. Sumber Belajar Praguru
Pada zaman praguru, sumber belajar utamanya adalah orang dalam
lingkungan keluarga atau kelompok karena sumber belajar lainnya dianggap
belum ada atau masih sangat langka (Sadiman, 1989: 143). Bentuk benda yang
digunakan sebagai sumber belajar antara lain adalah : batu-batu, debu, daundaunan, kulit pohon, kulit binatang dan kulit karang. Isi pesan itu sendiri ada yang
disajikan dengan isyarat verbal dan ada yang menggunakan tulisan. Perbedaan
4
ini terletak pada tingkat kemajuan peradaban masing-masing suku bangsa itu
sendiri. Sumber belajar jumlahnya langka, sedangkan pencari pengetahuan
jumlahnya lebih banyak, maka pengetahuan diperoleh dengan coba-coba
sendiri. Oleh sebab itu kondisi pendidikan masih sederhana dan berada di bawah
kontrol keluarga dan anggota masyarakat, pendidikan masih tertutup, rumusan
tujuan pembelajaran tidak dirumuskan dalam kurikulum. Sehingga tidak ada
keteraturan isi pembelajaran.
b. Lahirnya Guru sebagai Sumber Belajar Utama
Pendidikan pada zaman praguru tahap demi tahap berubah. Akibat
perubahan itu terjadi pula perubahan pada sistem pendidikan dan pada kondisi
sumber belajar komponen lainnya dari sistem tersebut. Dengan demikian terjadi
perubahan pada cara pengelolaan, isi ajaran, peranan orang, teknik yang
digunakan, desain pemilihan bahan, namun demikian sumber belajar masih
sangat terbatas, sehingga kedudukan orang merupakan belajar utama. Proses
belajar tidak lagi ditangani oleh anggota keluarga, tetapi sudah diserahkan
kepada orang tertentu. Orang yang menangani secara khusus tentang
pendidikan disebut Guru dibantu dengan sumber belajar penunjang yang
berbentuk masih sederhana dan jumlahnya terbatas sekali. Oleh sebab itu
kelancaran Proses Instruksional dan Kualitas pendidikan sangat bergantung
pada kualitas guru.
c. Sumber Belajar Dalam Bentuk Cetak
Adanya perkembangan industri yang cepat, pada akhirnya dapat
diproduksi peralatan dan bahan yang jumlahnya besar. Dengan diketemukannya
alat cetak, maka lahirlah sumber belajar baru yang berbentuk cetak lainnya yang
belum pernah ada sebelumnya. Konsekuensi diketemukannya sumber belajar
tersebut adalah terjadinya perubahan tugas dan peranan guru dalam
pembelajaran. Semula guru merupakan sumber belajar utama yang mempunyai
tugas sangat berat, dengan lahirnya sumber belajar cetak maka tugas guru
5
menjadi ringan. Contoh sumber belajar cetak adalah: buku, komik, majalah,
koran, panplet. Dengan lahirnya sumber belajar cetak ini, maka isi pembelajaran
dapat diperbanyak dengan cepat dan disebarkan ke berbagai pihak dengan
mudah, sehingga merupakan kejutan baru dalam sistem instruksional pada saat
itu.
d. Sumber Belajar yang Berasal dari Teknologi Komunikasi
Dengan diketemukannya berbagai alat dan bahan (hardware dan
software) pada abad 17, efeknya sangat besar terhadap sistem pendidikan
secara keseluruhan. Setelah timbul istilah teknologi dalam pendidikan yang pada
akhir perang dunia kedua mulai berubah menjadi ilmu baru yang disebut
teknologi pendidikan dan teknologi instruksional. Pengertian teknologi dalam
pendidikan populer dengan istilah audio visual, yakni pemanfaatan bahan-bahan
audio visual dan berbentuk kombinasi lainnya dalam sistem pendidikan.
Pada akhir perang dunia kedua mulai timbul suatu kecendrungan baru
dalam bidang audiovisual kearah dua kerangka konseptual baru yang paralel,
yaitu teori komunikasi dan konsep sistem (AECT, 1977). Karena pengaruhpengaruh ilmu sosial seperti: psikologi, sosiologi, komunikasi, teori belajar, maka
cara mendesain sumber belajar lebih terarah, lebih spesipik dan disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik. Sumber belajar seperti ini lebih populer
dengan istilah media instruksional. Misalnya: program televisi pendidikan,
program radio pendidikan, film pendidikan, slide pendidikan, komputer
pendidikan dan lain-lain. Keempat perkembangan sejarah sumber belajar ini oleh
Eric Ashby dalam Sadiman (1989), disebut sebagai empat perkembangan
keajaiban yang terjadi dalam dunia pendidikan sehingga dianggap sebagai
revolusi pendidikan.
6
2. SUMBER BELAJAR YANG DI DESAIN DAN DIMANFAATKAN.
Sumber belajar yang didesain untuk keperluan belajar telah banyak
dikenal orang. Namun demikan tidak semua sumber yang didesain untuk
keperluan pendidikan. AECT dalam Miarso (1986: 88) disebutkan bahwa ada
kesangsian apakah fasilitas yang ada dalam masyarakat, misalnya museum
semuanya itu didesain khusus terutama untuk pembelajaran peserta didik
sekolah dalam bidang yang sesuai dengan kurikulum. Kenyataan bahwa sumbersumber ini dimanfaatkan untuk membantu belajar manusia, membuat semuanya
itu menjadi sumber belajar.
Kelompok yang kedua, sumber yang dimanfaatkan, sama pentingnya
dengan sumber belajar yang didesain. Beberapa sumber dapat dimanfaatkan
untuk memberikan fasilitas belajar karena memang sumber itu khusus didesain
untuk keperluan belajar. Inilah yang disebut bahan atau sumber instruksional.
Sumber yang lain, ada sebagian dari kenyataan yang dapat dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan digunakan
untuk keperluan belajar. Inilah yang disebut sebagai: Sumber belajar dari dunia
nyata. Jadi, sebagian sumber menjadi sumber belajar karena didesain untuk itu,
sedangkan yang lainnya menjadi sumber belajar karena dimanfaatkan.
3. FUNGSI DAN PERANAN SUMBER BELAJAR DALAM SITUASI BELAJAR.
A. Fungsi Sumber Belajar
Agar sumber belajar yang ada dapat berfungsi dalam pembelajaran harus
dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Fungsi sumber belajar menurut
Hanafi (1983: 4-6) adalah untuk:
a. Meningkatkan produktifitas pendidikan, yaitu dengan jalan (1) Memepercepat
laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik.
(2) Mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat
lebih banyak membina dan mengembangkan gairah peserta didik.
7
b. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan
jalan: (1) Mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional. (2) Memberikan
kesempatan
kepada
peserta
didik
untuk
belajar
sesuai
dengan
kemampuannya.
c.
Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan jalan:
(1)
Perencanaan
program
pembelajaran
yang
lebih
sistematis.
(2) Pengembangan bahan pelajaran yang dilandasi penelitian.
d.
Lebih
memantapkan
pembelajaran
dengan
jalan
(1)
Meningkatkan
kemampuan manusia dalam penggunaan berbagai media komunikasi,
(2) Penyajian data dan informasi secara lebih konkrit.
e. Memungkinkan belajar secara seketika, karena (1) Mengurangi jurang
pemisah antara pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas
yang sifatnya konkret. (2) Memberikan pengetahuan yang bersifat langsung.
f.
Memungkinkan penyajian pendidikan yang lebih luas, terutama dengan
adanya media massa, dengan jalan: (1) Pemanfaatan secara bersama lebih
luas tenaga atau kejadian yang langka. (2) Penyajian informasi yang mampu
menembus geografis.
B. Peranan Sumber Belajar dalam Proses Pembelajaran
Sumber belajar mempunyai peran yang sangat erat dengan pembelajaran
yang dilakukan, adapun peranan tersebut dalam pembelajaran adalah sebagai
berikut:
8
1). Peranan sumber belajar dalam pembelajaran Individual.
Pola komunikasi dalam belajar individual sangat dipengaruhi oleh peranan
sumber
belajar
yang
dimanfaatkan
dalam
proses
belajar.
Titik
berat
pembelajaran individual adalah pada peserta didik, sedang guru mempunyai
peranan sebagai penunjang atau fasilitator. Sehingga peranan sumber belajar
sangat penting, pola komunikasi dalam pembelajaran individual adalah sebagai
berikut:
Sumber Belajar
Peserta Didik
Guru
Katerangan :
= Konsultatif (Jika diperlukan)
= Komunikasi Utama
Dalam pembelajaran individual terdapat tiga pendekatan yang berbeda
yaitu :
(1) Front line teaching method, dalam pendekatan ini guru berperan
menunjukkan sumber belajar yang perlu dipelajari.
(2) Keller Plan, yaitu pendekatan yang menggunakan teknik personalized system
of instruksional (PSI) yang ditunjang dengan berbagai sumber berbentuk audio
visual yang didesain khusus untuk belajar individual.
(3) Metode proyek, peranan guru cenderung sebagai penasehat dibanding
pendidik, sehingga peserta didiklah yang bertanggung jawab dalam memilih,
merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan belajar.
Sumber belajar hendaknya dirancang berdasarkan prinsip: (a) Dialog,
drama, diskusi yang disajikan menarik melalui permainan, kombinasi warna dan
suara. (b) Persuasif dan bukan menggurui atau mendikte. (c) Pemilihan sumber
belajar yang tepat. (d) Bentuk sajiannya singkat, padat, jelas dan menyeluruh.
Dalam pembelajaran individual, peranan guru dalam interaksi dengan peserta
9
didik lebih banyak sebagai konsultan, pengelola belajar, pengarah, pembimbing,
penerima hasil kemajuan belajar peserta didik. Waktu yang digunakan untuk
melaksanakan tugas dalam pembelajaran individual 10 % dari total waktu
belajar, oleh sebab itu frekwensi pertemuannya jarang sekali.
2). Peranan Sumber Belajar dalam Belajar Klasikal
Pola komunikasi dalam belajar klasikal yang dipergunakan adalah
komunikasi langsung antara guru dengan peserta didik. Hasil belajar sangat
tergantung oleh kualitas guru, karena guru merupakan sumber belajar utama.
Sumber lain seolah-olah tidak ada peranannya sama sekali, karena frekuensi
belajar didominari interaksinya dengan guru. Bentuk Komunikasi dapat
digambarkan sebagai berikut:
Guru
Sumber Belajar Lain
Peserta Didik
Pemanfaatan sumber belajar selain guru, sangat selektif dan sangat ketat
di bawah petunjuk dan kontrol guru. Di samping itu guru sering memaksakan
penggunaan sumber belajar yang kurang relevan dengan ciri-ciri peserta didik
dan tujuan belajar, hal ini terjadi karena sumber belajar yang tersedia terbatas.
Peranan Sumber Belajar secara keseluruhan seperti terlihat dalam pola
komunikasinya selain guru rendah. Keterbatasan penggunaan sumber belajar
terjadi karena metode pembelajaran yang utama hanyalah metode ceramah.
Menurut Percipal and Ellington (1984), bahwa perhatian yang penuh dalam
belajar dengan metode ceramah (attention spannya) makin lama makin menurun
drastis. Misalnya dalam 50 menit belajar, maka pada awal belajar attention
10
spannya berkisar antara 12-15 menit, kemudian makin mendekati akhir pelajaran
turun menjadi 3-5 menit.
Di samping itu British Audio Visual Association (1985), menyatukam
bahwa 75 % pengetahuan diperoleh melalui indera penglihatan, 13 % indera
pendengaran, 6 % indera sentuhan dan rabaan dan 6 % indera penciuman dan
lidah. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh perusahaan SOVOCOM
COMPANY di Amerika dalam Sadiman (1989: 155-156), tentang kemampuan
manusia dalam menyimpan pesan adalah : verbal (tulisan) 20%, Audio saja 10%,
visual saja 20%, Audio visual 50%. Tetapi kalau proses belajar hanya
menggunakan methode (a) Membaca saja, maka pengetahuan yang mengendap
hanya 10% (b) Mendengarkan saja pengetahuan yang mengendap hanya 20%.
(c)
Melihat
saja
Mengungkapkan
pengetahuan
sendiri
yang
pengetahuan
mengendap
yang
bisa
50%.
Dan
(e)
mengendap
bisa
80%.
(f)
Mengungkapkan sendiri dan mengulang pada kesempatan lain 90%. Dari
penjelasan
tersebut
diatas,
bahwa
guru
harus
pandai
memilih
dan
mengkombinasikan metode pembelajaran dengan belajar yang ada.
3). Peranan Sumber Belajar dalam Belajar Kelompok
Pola komunikasi dalam belajar kelompok, menurut Derek Rowntere dalam
bukunya Educational Technologi in Curriculum Development (1982), menyajikan
dua pola komunikasi yang secara umum ditetapkan dalam belajar yaitu pola:
A. Dikontrol oleh Guru
B. Dikontrol oleh Anggota Kelompok
GURU
GURU
S
S
S
S
S
S
S
S
11
S
S
a. Buzz sessions (diskusi singkat) adalah kemampuan yang diperoleh peserta
didik untuk didiskusikan singkat sambil jalan. Sumber belajar yang digunakan
adalah materi yang digunakan sebelumnya.
b. Controllet discussion (diskusi dibawah kontrol guru), sumber belajarnya antara
lain adalah bab dari suatu buku, materi dari program audio visual, atau
masalah dalam praktek laboratorium
c. Tutorial adalah belajar dengan guru pembimbing, sumber belajarnya adalah
masalah yang ditemui dalam belajar, harian, bentuknya dapat bab dari buku,
topik masalah dan tujuan instruksional tertentu.
d. Team project (tim proyek) adalah suatu pendekatan kerjasama antar anggota
kelompok dengan cara mengenai suatu proyek oleh tim.
e. Simulasi (persentasi untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya).
f. Micro teaching, (proyek pembelajaran yang direkam dengan video).
g. Self helf group (kelompok swamandiri).
POLA-POLA INSTRUKSIONAL
A. Pola Instruksional Tradisional
Pembelajaran tradisional pada umumnya guru mempunyai kedudukan
sebagai satu-satunya sumber belajar dalam sistem instruksional. Guru
memegang kontrol dan kendali sepenuhnya dalam menetapkan isi dan metode
belajar,
bahkan
kadang-kadang
juga
dalam
menilai
kemajuan
mahasiswa. Pola instruksional ini dapat disebut dengan diagram berikut:
12
belajar
Penetapan
Isi & Metode
Tujuan
Instruksional
Peserta
didik
Guru
Pola Instruksional Tradisional
B. Pola Instruksional dengan sumber belajar berupa orang dibantu
sumber lain.
Kecenderungan standarisasi masukan pada dasarnya beranggapan
bahwa adanya standar tersebut mempunyai nilai ekonomis, di samping juga
dapat memperbaiki kontrol atas proses kegiatan. Nilai ekonomis yang diperoleh
dengan adanya standar masukan, misalnya atas buku teks, satu bentuk dan
desain gedung serta fasilitas sekolah, satu bentuk papan tulis dan lain-lain
sumber.
Perkembangan teknologi mula-mula dengan ciri instrumentasi sebagai
perpanjangan anggota badan manusia mengubah orientasi, mengubah teknik,
dan juga mengubah situasi belajar. Dalam situasi inilah maka dalam pola
instruksional terdapat sub komponen baru yaitu alat yang dipakai oleh guru
sebagai sarana untuk membantu pelaksanaan kegiatan. Pola instruksional yang
memanfaatkan sumber belajar lain disamping guru, dapat ditunjukkan dalam
diagram berikut ini:
Tujuan
Instruksional
Penetapan
Isi & Metode
Guru
Dan Sumber
Belajar Lain
Peserta
Didik
Pola Instruksional dengan sumber balajar berupa orang dibantu sumber belajar lain
13
C. Pola Instruksional Dengan Sumber Belajar Berupa Orang (Guru)
Bekerja Sama Dengan Sumber Belajar Lain.
Makin majunya ilmu dan cakrawala manusia mengakibatkan tiap generasi
penerus harus belajar lebih banyak untuk menjadi manusia terdidik. Agar sistem
pendidikan secara efektif, maka tidak memadai apabila dipakai sumber belajar
yang berupa guru, buku, alat audio visual, dan lain-lain. Mulai dirasakan perlu
adanya cara baru dalam mengkomunikasikan segala pengetahuan dan pesan
baik secara verbal maupun non verbal. Alat tidak lagi merupakan hasil
pengetahuan
manusia,
tetapi
juga
sarana
untuk
mengkomunikasikan
pengetahuan dan ketrampilan khusus, di samping untuk mengembangkan terus
pengetahuan, ketrampilan, dan teknik baru. Di samping itu mulai disadari bahwa
standarisasi pada masukan belum dapat menjamin hasil yang baik, kiranya
diperlukan adanya standarisasi dalam proses dengan jalan lebih memprogram
proses itu sendiri. Dalam hubungan ini sumber belajar tertentu khusus
dipersiapkan untuk dapat dipakai oleh peserta didik dalam kegiatan instruksional
secara langsung. Sumber ini lazim berupa media yang dipersiapkan secara
khusus oleh kelompok guru- media yang berinteraksi dengan peserta didik
secara tidak langsung, yaitu melalui media. Guru dan guru media ini saling
berinteraksi dengan peserta didik berdasarkan satu tanggung jawab bersama.
Pola instruksional yang demikian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Tujuan
Instruksion
al
Penetapan Isi
dan Metode
Guru dengan
Audio Visual
Peserta
Didik
Guru
Media
Pola Instruksional dimana terdapat tanggung jawab bersama antara Guru dan Sumber Lain
14
C. Pola Instruksional Dengan Delajar Mandiri.
Meningkatnya kebutuhan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif,
semakin dirasakan terbatasnya sumber belajar yang berupa guru. Di samping
meningkatnya
tuntutan
profesional terhadap
guru,
juga
berkembangnya
lapangan kerja baru yang memberikan jaminan hidup yang lebih baik, akan
membatasi jumlah guru yang baik. Memperbanyak guru yang baik tidak mungkin
dapat dilaksanakan secara fisik, tetapi masih dimungkinkan memperbanyak
karyanya berupa berbagai media instruksional. Guru yang baik dapat ditugaskan
untuk mempersiapkan bahan pembelajaran yang lengkap secara sistematis dan
terprogram dalam bentuk modul atau paket untuk keperluan belajar mandiri
lainnya. Apabila peserta didik sudah mempunyai disiplin yang tinggi, latar
belakang pengalaman cukup luas dan pola berpikir sudah lebih matang, maka
interaksi langsung antar peserta didik dengan media yang dipersiapkan oleh guru
ahli, dapat berjalan tanpa intervensi guru kelas. Dengan demikian kehadiran guru
dapat sepenuhnya digantikan oleh sumber belajar yang diciptakannya. Media
semacam ini disebut guru-media. Pola instruksional ini dapat digambarkan
sebagai berikut :
TUJUAN
Penetapan Isi
dan Metode
Guru
Media
Pola Instruksional Dengan Belajar Mandiri
15
Peserta
Didik
E. Pola sistem Instruksional
Kombinasi keempat pola dasar instruksional di atas dapat dijelaskan dalam
diagram sebagai berikut :
Guru Saja
TUJUAN
Penetapan Isi
Guru dengan
Media
Peserta
Didik
Guru Media Saja
Arus balik dan evaluasi
Perkembangan pola-pola instruksional tersebut diatas dapat dirangkum sebagai
berikut:
KURIKULUM
SB YG LAIN
GURU
GURU
SB YG LAIIN
GURU
SUMBER
BELAJAR
PESERTA
DIDIK
Agar dapat gambaran yang jelas pola instruksional tersebut di atas dapat
dijelaskan:
1. Dalam Pola 1, sumber belajar hanya berupa orang saja. Guru kelas
memegang kendali yang penuh atas terjadinya pembelajaran.
2. Dalam pola 2, sumber belajar berupa orang dibantu oleh sumber lain.
Meskipun demikian dalam pola ini guru kelas masih memegang kendali,
hanya saja tidak mutlak, karena dibantu oleh
16
3. sumber lain. Dalam pola ini sumber belajar berfungsi sebagai alat bantu.
4. Dalam pola 3, sumber belajar berupa orang bekerjasama dengan sumber
belajar lain berdasarkan suatu pembagian tanggung jawab. Dalam hal ini
kontrol terhadap kegiatan pembelajaran di bagi bersama antara sumber
manusia dan sumber lain. Sumber lain tersebut merupakan bagian integral
dari seluruh kegiatan belajar.
5. Dalam Pola 4, peserta didik belajar hanya dari satu sumber yang bukan
manusia.
4. PENGARUH PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR PADA MENINGKATAN
KUALITAS HASIL PEMBELAJARAN.
Dalam batas-batas tertentu manusia dapat belajar dengan sendiri dan
mandiri tanpa bantuan orang lain, namun dalam batas-batas tertentu manusia
dalam belajar memerlukan bantuan pihak lain. Hadirnya orang lain dalam
pembelajaran dimaksudkan agar belajar menjadi lebih mudah, lebih efektif, lebih
efisien dan mengarah pada tujuan, upaya inilah yang dimaksud dengan
pembelajaran. Pembelajaran yang baik belum dapat menjamin baiknya prestasi
belajar, masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar,
diantaranya adalah peserta didik itu sendiri. Hakekatnya pembelajaran secara
umum dilukiskan Gagne sebagai upaya yang tujuannya adalah membantu orang
belajar. Peristiwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik secara aktif
berinteraksi dengan sumber belajar yang diatur oleh guru. Dalam interaksi
pembelajaran tersebut, setiap peserta didik diperlakukan sebagai manusia yang
bermartabat, yang minat dan potensinya perlu diwujudkan secara optimal.
Kualitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh metode pembelajaran
yang dilakukan yaitu strategi pengorganisasian pembelajaran makro dan mikro,
strategi penyampaian pembelajaran, serta strategi pengelolaan pembelajaran di
bawah kondisiyang ada yaitu karakteristik tujuan, karakteristik isi, kendala, dan
karakteristik peserta didik. Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat
17
dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah
kondisi yang berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang disengaja dirancang oleh
sebab itu merupakan efek yang diinginkan, dan juga berupa efek nyata sebagai
hasil penggunaan metode pembelajaran tertentu.
Bila acuan pembelajaran adalah pada efek atau hasil pembelajaran yang
diinginkan, maka hasil ini harus ditetapkan lebih dahulu sebelum menetapkan
metode pembelajaran. Langkah ini akan terbalik, apabila acuan pembelajaran
adalah pada efek atau hasil pembelajaran yang nyata (actual) maka metode
pembelajaran yang akan dipakai ditetapkan lebih dahulu, selanjutnya mengamati
hasil pembelajaran sebagai akibat dari penggunaan metode di bawah kondisi
pembelajaran yang ada. Pada tingkat yang amat umum sekali, hasil
pembelajaran
dapat
diklasifikasikan
menjadi
tiga
yaitu:
(1)
keefektifan
(effectivenees) (2) efesiensi (efficiency), dan daya tarik (appeal).
Keefektifan Pembelajaran, biasanya diukur dengan tingkat pencapaian
hasil belajar siswa. Ada 4 (empat) aspek penting yang dapat dipakai untuk
mempreskripsikan keefektifan pembelajaran, yaitu:
1. Kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut tingkat
kesalahan.
2. Kecepatan unjuk kerja.
3. Tingkat alih belajar
4. Tingkat retensi dari apa yang dipelajari.
Efisiensi Pembelajaran, biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan
dan jumlah waktu yang dipakai si-belajar dan/atau jumlah biaya pembelajaran
yang digunakan.
Daya
Tarik
Pembelajaran,
biasanya
diukur
dengan
mengamati
kecenderungan si-belajar untuk tetap/terus belajar. Daya tarik pembelajaran erat
18
kaitannya dengan daya tarik bidang studi, dimana kualitas pembelajaran
biasanya
akan
mempengaruhi
keduanya.
Itulah
sebabnya
pengukuran
kecenderungan si belajar untuk terus dan atau tidak terus belajar dapat dikaitkan
dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan bidang studi.
19
BAB. III
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Kesimpulan yang dapat ditarik pada uraian dimuka, yakni bahawa
masalah kualitas pendidikan dapat diatasi dengan merubah lima paradigma yang
berlaku selama ini, yakni :
1. Perubahan
pola fikir guru
dalam
pembelajaran
yang cenderung
berorientasi pada pengajaran, menuju pola fikir baru yang berorientasi
pembelajaran.
2. Perubahan pola pikir pembelajaran dari pandangan lama yang berpusat
pada guru, menjadi model pembelajaran yang berpusat pada siswa
dengan pemanfaatan berbagai sumber-sumber belajar.
3. Perubahan pola pembelajaran dari model yang tertutup, terpisah,
terisolasi
dengan
lingkungan
dan
masyarakat,
menjadi
model
pembelajaran yang terbuka, erat dan akrab dengan masyarakat sebagai
bagian dari sumber belajar.
4. Perubahan pola paradigma pembelajaran dari yang cenderung berdimensi
kognitif, menuju paradigma pembelajaran yang berdimensi integral
holistik.
B. Saran
Makalah ini masih jauh dari harapan dan kesempurnaan. Oleh karenanya
kritik dan saran sangat diperlukan dalam upaya perbaikannya. Namun paling
tidak makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan utamanya bagi guru
sebagai ujung tombak pembelajaran, dalam rangka sebagai upaya meningkatkan
kualitas hasil pembelajaran.
20
Daftar Referensi
AECT. 1977. Selecting Media for Learning. Washington DC: Association for Education
Communication and Technology.
Arif Sadiman, S, Raharjo, R, Anung Haryono. 1986. Media Pendidikan. Jakarta: CV.
Rajawali.
Barbara B. Seels, Rita C. Richey. 1994. Instructional Technology: The definition and
Domains of the Field. Washington, DC: Associations and Technology.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Teknologi Instruksional. Jakarta: Ditjen
Dikti, Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Gagne, R.M., & Briggs, L.J., 1979. Principles of Instructional Design, New York: Holt,
Renerhart and Winston.
Henry & Perceval, Elington, Fred. 1984. A Handbook of Educational technology.
London: Kogan Page Ltd. Pentoville Road.
Regeluth, C.M. 1983. Instructional Design Theories and Models: An Overview f their
Current Status. Hillsdale, N.J: Lawrence Erlbaum Associates, 3-36.
Suthardhi, SD. 1981. “Pemanfaatan Alam Sekitar sebagai Sumber Belajar Anak”.
Analisis Pendidikan. Depdikbud. Jakarta Tahun II. (1) 146-159.
Karwono, “ Penggunaan Sumbrt Belaja., Artikel http:// www.sub.one
21
Download