KAJIAN LIMPASAN AIR PERMUKAAN, LAJU EROSI TANAH DAN HASIL SEDIMEN PADA SUB DAS WIMBI DI DAS POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Muhammad Akbar Chaeruddin1 dan Sigit Hardwinarto2 1 Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palu. 2Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Fahutan Unmul, Samarinda ABSTRACT. Studies on Surface Runoff, Soil Erosion Rate and Sediment Yield in the Wimbi Sub-watershed, Poso Watershed, Province of Central Sulawesi. This research aimed at identifying the biogeophysical conditions, climatic and socio-economic culture of community, determining the value of degradation parameter of water balance in the form of runoff coefficient (surface runoff), determining the value of land degradation parameters, such as soil erosion, sediment, severity and critical levels of soil erosion in the Wimbi Subwatershed. The research was conducted in Wimbi Sub-watershed in Poso, District of Poso, Central Sulawesi. Degradation of water balance parameters were analyzed through the factors that influence surface runoff coefficient using Cook Method. Analysis of level of erosion hazard was conducted by a guess (predict) the rate of soil erosion through the equation "Universal Soil Loss Equation (USLE)". The results of sedimentation was carried out by predicting total sediment value through the use of "Sediment Delivery Ratio (SDR)" equation. The results of this research indicated that the biogeophysical conditions in the Wimbi Sub-watershed were dominated by the presence of dry land secondary forests, topography/slope classes (815%), litosol soil type and the river network was characterized by branching tree pattern (dendritic pattern) characterized by river runoff water relatively quickly. The climatic conditions in the Wimbi Subwatershed were mainly characterized by evenly distributed rainfall throughout the year and the relatively high air humidity and relatively hot air temperature with a relatively low temperature changes. The conditions of socio-economic and culture of communities in the Wimbi Sub-watershed were characterized by the presence of moderate population density with the main livelihood were farming. Degradation parameter values of the water balance in Wimbi Sub-watershed were indicated by surface runoff coefficient values ranged from <0.5>0.8, coefficient of the runoff was categorized as large to very large that occurred in the region of around 6095% of the total area of Wimbi Sub-watershed. Parameter values of land degradation in Wimbi Sub-watershed weere indicated by soil erosion rate ranged from <3.68>3.187 tons/ha/year, the rate of erosion from moderate to very severe categories of approximately 63.97% and the categories of mild to very mild around 36.00% of the total area of Wimbi Sub-watershed with a rate of sedimentation between <5,000≥40,000 tons/year, a critical level of land that came into rather critical to critical categories were approximately 10.1% and about 71.2% of the total area of Wimbi Sub-watershed were categorized as critical potential. Kata kunci: limpasan air permukaan, erosi, sedimen Wimbi, Poso. Fenomena kejadian banjir umumnya diakibatkan oleh adanya kegiatan penggunaan/pemanfaatan lahan yang tidak ramah lingkungan yang menyebabkan 116 117 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011 perluasan lahan-lahan terbuka dan lahan kritis, bila turun hujan deras pada lahanlahan tersebut, maka dapat meningkatkan laju limpasan permukaan dan laju erosi tanah serta laju sedimen yang secara simultan bisa menimbulkan terjadinya banjir (Hardwinarto, 2007). Sub DAS Wimbi sebagai salah satu Sub DAS dari DAS Poso, juga memiliki peran yang cukup penting sebagai konversi energi listrik (PLTA) dan sumber kehidupan, terutama berkaitan dengan kejadian banjir dan hasil sedimen yang akan mempengaruhi kerja turbin generator PLTA, terdapat di sekitar bagian muara (outlet) Sub DAS Wimbi seperti di sekitar kawasan Kota Tentena, jalan trans Sulawesi yang merupakan bagian wilayah Kota Tentena Kecamatan Pamona Utara. Sumber dampak terhadap kejadian banjir pada Sub DAS Wimbi diduga disebabkan oleh antara lain penggunaan/pemanfaatan lahan yang tidak ramah lingkungan yang dapat berdampak terhadap terjadinya degradasi lahan dan degradasi keseimbangan tata air di Sub DAS Wimbi. Selain itu juga disebabkan oleh beberapa aktivitas manusia/masyarakat seperti kegiatan perladangan serta galian tambang C, juga terdapatnya lahan terbuka, sehingga secara simultan dapat menimbulkan terjadinya perluasan lahan kritis yang bersifat rentan terhadap terjadinya perubahan kondisi hidrologi pada Sub DAS Wimbi seperti limpasan air permukaan sungai secara periodik dapat mengakibatkan terjadinya banjir. Dalam upaya penanganan dampak tersebut di Sub DAS Wimbi, pemerintah dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah telah merencanakan pembuatan atau perbaikan bendungan/waduk di Sub DAS Wimbi dan juga studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) pembuatan bendungan/waduk di Sub DAS Wimbi. Selain itu, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kota Poso juga merencanakan akan melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di Sub DAS Wimbi. Penelitian yang dilakukan pada Sub DAS Wimbi ini berupa kajian yang menitikberatkan pada permasalahan degradasi keseimbangan tata air dan degradasi lahan yang terjadi di Sub DAS Wimbi, sehingga diharapkan dapat diperoleh peta dari parameter seperti limpasan permukaan, tingkat bahaya erosi, hasil sedimen, tingkat kekritisan lahan di Sub DAS Wimbi yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan rehabilitasi lahan dan pengendalian banjir khususnya di dalam dan sekitar Sub DAS Wimbi. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Wimbi yang luasnya sekitar 10.487,4 ha yang merupakan bagian dari DAS Poso dan secara administrasi pemerintahan termasuk wilayah Kota Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah selama 5 bulan dari bulan Januari sampai bulan Juni 2011. Dalam pelaksanaan penelitian ini di antaranya dapat dirinci sebagai berikut: a. Membagi DAS Wimbi ke dalam Sub DAS-Sub DAS dan unit lahan penyusunnya untuk memudahkan dalam identifikasi maupun analisis kondisinya. b. Mengidentifikasi kondisi biogeofisik, meliputi penutupan lahan/pola penggunaan lahan, topografi, geologi, jenis tanah dan pola jaringan sungai serta Chaeruddin dan Hardwinartto (2011). Kajian Limpasan Air Permukaan 118 kondisi iklim dan kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat di dalam dan sekitar Sub DAS Wimbi. c. Memprediksi dan mencari nilai parameter degradasi keseimbangan tata air yang berupa nilai limpasan air permukaan di Sub DAS Wimbi. d. Memprediksi dan mencari nilai parameter-parameter degradasi lahan seperti tingkat bahaya erosi, hasil sedimen dan tingkat kekritisan lahan di Sub DAS Wimbi. e. Membuat dan memetakan nilai parameter-parameter koefisien limpasan permukaan tingkat bahaya erosi, hasil sedimen dan tingkat kekritisan lahan di Sub DAS Wimbi. Parameter degradasi keseimbangan tata air diketahui melalui faktor yang berpengaruh terhadap koefisien limpasan permukaan dalam Metode Cook menurut Chow (1964). Analisis tingkat bahaya erosi dilakukan dengan memprakirakan (memprediksi) laju erosi tanah yang menggunakan pendekatan persamaan “Universal Soil Loss Equation” (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier and Smith (1978) sebagai berikut: A=R x K x LxS xCxP A = laju erosi tanah (ton/ha/tahun). R = indeks erosivitas hujan. K = indeks erodibilitas tanah. L = indeks panjang lereng. S = indeks kemiringan lereng. C = indeks penutupan vegetasi. P = indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi tanah. Indeks erosivitas hujan dapat diperoleh melalui rumus Lenvain (1989) dalam Asdak (1995) dengan cara menggunakan data curah hujan bulanan yang terjadi selama beberapa tahun, sedangkan rumus indeks erosivitas hujan bulanan adalah sebagai berikut: R = 2,21 P1,36 R = indeks erosivitas hujan bulanan. P = curah hujan bulanan (cm) Hasil sedimen ditentukan dengan memprediksi nilai total sedimen yang diperoleh dengan menggunakan persamaan “Sediment Delivery Ratio” (SDR). Penentuan lahan kritis dapat dikategorikan berdasarkan penjumlahan nilai dari masing-masing faktor (penutupan lahan, kelerengan, jenis tanah dan curah hujan). Hasil sedimen dapat dianalisis dengan pendekatan perhitungan total sedimen yang dihasilkan oleh masing-masing sub-sub DAS di DAS Wimbi, yaitu melalui prediksi nilai total sedimen yang diperoleh dengan cara menggunakan persamaan SDR, yaitu merupakan nilai perbandingan antara total sedimen yang terangkut oleh limpasan air sungai dengan total tanah tererosi pada suatu DAS atau sub DAS (Hammer, 1981 dalam Asdak, 1995), persamaan SDR ini dirumuskan sebagai berikut: SDR = (Total sedimen yang dihasilkan oleh suatu DAS atau sub DAS (ton/tahun) / (Total tanah tererosi yang terjadi pada suatu DAS atau sub DAS (ton/tahun). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Pemerintahan Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Wimbi seluas 10.487,4 ha yang merupakan bagian dari DAS Poso. Secara geografis Sub DAS Wimbi terletak 119 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011 antara 1º42’48,28”–1º54’13,87” LS dan 120º38’56,19”–120º43’24,94” BT, sedangkan berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan secara keseluruhan kawasan studi tersebut masuk dalam dua wilayah yaitu Kecamatan Pamona Timur dan Kecamatan Pamona Utara. Desa Kelei Kecamatan Pamona Utara merupakan penduduk yang terbesar menggunakan kawasan Sub DAS Wimbi untuk keperluan bercocok tanam. Batas administratif adalah sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sawidago, sebelah timur berbatasan dengan Desa Didiri, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kancu dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Peura. Letak dan Posisi Sub DAS Wimbi di DAS Poso Sub DAS Wimbi merupakan salah satu Sub DAS yang terdapat pada bagian timur di dalam DAS Poso DAS Poso yang memiliki luas 224.000 ha. Limpasan air sungai pada Sub DAS Wimbi mengalir ke arah utara dari hulu menuju hilirnya dan bermuara ke Sungai Poso yang memiliki lebar sungai berkisar antara 45–100 m, selanjutnya Sungai Poso bermuara ke Teluk Tomini. Kondisi Klimatik Wilayah studi ini secara umum memiliki kondisi iklim yang relatif mirip dengan daerah-daerah lainnya di wilayah Sulawesi Tengah. Karakteristik wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Poso dan sekitarnya beriklim hutan tropis yang mempunyai musim agak berbeda dengan wilayah Indonesia lainnya yang ditunjukkan oleh ketidakjelasan perbedaan antara musim hujan dan musim kering (kemarau) atau sepanjang tahun sering terjadi hujan. Pengaruh perubahan iklim global (climate change), seperti kejadian La Niña secara periodik bisa menyebabkan terjadinya bencana banjir dan El Niño secara periodik belum terlalu berpengaruh. Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Poso secara umum berdasarkan sistem klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk dalam tipe A (daerah basah), yang mana nilai Q (quotien) berkisar antara 0,0–14,30. Kondisi ini disebabkan karena letaknya yang berdekatan dengan garis khatulistiwa dan termasuk hutan hujan tropis dengan curah hujan relatif sedang. Selain itu, juga dicirikan oleh kelembapan udara yang relatif tinggi dan beriklim panas dengan perubahan suhu yang cukup fluktuasi. Jumlah curah hujan dan hari hujan selama periode tahun 2001–2010 menunjukkan bahwa banyaknya hari hujan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu 222 hari, sedangkan banyaknya hari hujan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu 137 hari. Suhu udara seperti yang tercatat selama periode tahun 2001–2010, menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara bulanannya adalah berkisar antara 20,9°– 24,1°C, yang mana rata-rata suhu bulanan tertinggi terjadi pada bulan April dan Juli yaitu sebesar 24,1°C, sedangkan suhu rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan Juli adalah sebesar 20,9°C. Chaeruddin dan Hardwinartto (2011). Kajian Limpasan Air Permukaan 120 Jika dilihat data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Stasiun Meteorologi, Bandara Kasiguncu Poso dan sekitarnya selama periode tahun 2001–2010, kelembapan udara rata-rata bulanannya berkisar antara 70,7–85,2%. Selama tahun 2011 (data sampai bulan Juni) kelembapan udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 84%, sedangkan kelembapan udara rata-rata terendah terjadi pada bulan April dan Mei sebesar 81%. Berdasarkan data selama periode tahun 2001–2010 memperlihatkan bahwa intensitas penyinaran matahari rata-rata per bulan berkisar antara 55,80–84,70%, yang mana intensitas penyinaran rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 84,70% dan rata-rata terendah terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 55,80%. Selama tahun 2011 (data sampai bulan Juni) jumlah penyinaran rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Mei sebesar 60%, sedangkan jumlah penyinaran rata-rata terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 44% . Kecepatan angin utara adalah 3–5 knot sebesar 70,23%, yang terdistribusi lainnya terdiri dari angin barat dengan kecepatan 1–2 knot sebesar 6,11% dan angin lainnya sebesar 12,98%; sedangkan jumlah angin calm (angin tenang) sebesar 8,4%. Didasarkan data yang diperoleh dari BMG Stasiun Meteorologi, Bandara Kasiguncu Poso bahwa arah angin utara rata-rata bertiup pada bulan Januari sampai Juli dengan kecepatan rata-rata 4–5 knot dan pada bulan September dan November didominasi angin dari selatan dengan kecepatan rata-rata 4–6 knot, pada bulan Desember angin bertiup dari arah barat. Berdasarkan data dari BMG, Stasiun Meteorologi, Bandara Kasiguncu Poso periode tahun 2011 (data sampai bulan Juni), memperlihatkan bahwa tekanan udara rata-rata per bulan 1.010,5 milibar, yang mana tekanan udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 1.011,2 milibar dan rata-rata terendah terjadi pada bulan Pebruari yaitu sebesar 1.009,5 milibar Kondisi Biogeofisik Kondisi fisiografi dan topografi kawasan dengan kelerengan landai merupakan wilayah yang paling luas yaitu 4.652,4 ha (44,4%) terdapat di Sub DAS Wimbi bagian atas dan bawah, sedangkan kawasan dengan kelerengan agak curam (15– 25%) memiliki luas 2.808,9 ha (26,8%) terdapat di bagian tengah, kawasan curam dengan kelerengan (25–40%) seluas 2.189,8 ha (20,9%) terdapat di Sub DAS Wimbi bagian kanan dan kiri berdampingan dengan kawasan kelerengan yang landai dan datar. Formasi geologi yang terdapat di DAS Wimbi adalah formasi kompleks pompangeo (MTmp) dan formasi batu gamping malih (MTmm). Sistem lahan yang dijumpai di wilayah Sub DAS Wimbi ini adalah Buludowang (BDG), Bukit Pandan (BPD), Kalung (KLG), Lubuksikamping (LBS), Okki (OKI). Jenis-jenis tanah yang terdapat di dalam kawasan studi Sub DAS Wimbi secara umum menyebar, yaitu jenis-jenis litosol dan podsolik merah kuning. Jenis-jenis tanah yang terdapat di Sub DAS Wimbi terdiri dari tanah litosol mendominasi kawasan Sub DAS Wimbi dengan luas 7.839,0 ha (74,7%). Jenis tanah yang paling sedikit kawasannya adalah 121 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011 tanah podsolik merah kuning dengan luas 2.648,4 ha (25,3%) yang dapat ditemui pada daerah kelerengan dan dataran di sekitar sungai induk dari Sungai Wimbi. a. Kondisi hidrologi. DAS Wimbi mempunyai bentuk seperti bulu, lebar sungai utama berkisaran antara 3–14 m. Terdapat beberapa mata air di sekitar rencana daerah genangan Waduk Wimbi. Daerah hilir dari DAS Wimbi merupakan daerah datar dan cenderung bersifat sebagai daerah rawa. Dengan semakin berkembangnya daerah hilir DAS Wimbi, telah terjadi alih fungsi lahan yaitu daerah yang semula berupa rawa dan berfungsi sebagai daerah pemukiman dan pertanian. b. Penutupan lahan/vegetasi. Tutupan lahan yang paling luas adalah hutan lahan kering sekunder, yaitu 7.043,9 ha (67,2%), hutan lahan kering primer dengan luas 1.412,2 ha (13,5%). Selain itu terdapat luas tutupan lahan lainnya seperti semak/belukar luas lahan 506,5 ha (4,8%), sawah dengan luas 493,3 ha (4,7%), pertanian lahan kering campur semak luas 365,9 ha (3,5%), pemukiman dengan luas 64,9 ha (0,6%) dan pertanian lahan kering luasnya adalah 27,9 ha (0,3%). Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat Salah satu desa yang sebagian wilayahnya masuk ke dalam kawasan Sub DAS Wimbi adalah Desa Kelei dengan luas 112,16 km2. Berdasarkan jumlah penduduk tahun 2011 diperoleh kepadatan penduduk wilayah ini sekitar 14,42 jiwa/km2. Atau jika dikaitkan dengan kriteria BPS Tahun 2010, maka kepadatan penduduk di Desa/Kelurahan Kelei tergolong dalam kriteria rendah (jumlah penduduk 100–150 jiwa/ km2. Penduduk tersebut terdiri dari berbagai suku yang umumnya adalah Pamona (suku asli wilayah ini), Toraja, Mori, Bada, Minahasa, Batak, Kaili, Gorontalo dan sedikit suku lain. Aspirasi Masyarakat terhadap Pengelolaan Sub DAS Wimbi Kesadaran masyarakat akan lingkungan DAS yang menurun kualitasnya ditutupi oleh kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak (masyarakat umumnya pendatang dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak berbekal keterampilan yang memadai) serta kebiasaan menerima bantuan dari pihak lain. Hal ini tercermin dari pendapat responden mengenai upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kondisi DAS (Tabel 1). Tabel 1. Pendapat Masyarakat terhadap Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Memperbaiki Kondisi DAS Pernyataan Upaya dalam memperbaiki kondisi DAS Jawaban responden a. Normalisasi badan air (pembersihan, pengerukan, dll) b. Pengendalian pencemaran air Upaya dalam mengendalikan dampak akibat penurunan a. a. Normalisasi badan air (pembersihan, kualitas air p pengerukan, dll) b. Penghijauan Yang melakukan/melaksanakan upaya tersebut Pemerintah Yang membiayai pelaksanaan upaya perbaikan kondisi DAS Pemerintah Chaeruddin dan Hardwinartto (2011). Kajian Limpasan Air Permukaan 122 Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan di sekitar masyarakat akibat dari ulah mereka sendiri hampir tidak ada, dengan demikian bahwa penyadaran akan pentingnya lingkungan DAS dan bagaimana memperlakukan lingkungan secara bijaksana seharusnya sudah dilakukan sejak dini. Degradasi Keseimbangan Tata Air Parameter yang digunakan untuk menunjukkan kecenderungan terjadinya degradasi keseimbangan tata air pada Sub DAS Wimbi dalam studi ini yaitu limpasan permukaan (surface runoff). Hasil prediksi koefisien limpasan permukaan (C) beserta luas kawasannya yang terdapat di Sub DAS Wimbi ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Prediksi Limpasan Permukaan dan Luas Kawasannya di Sub DAS Wimbi Kategori limpasan permukaan Kecil (<0,5) Besar (0,5–0,8) Sangat besar (>0,8) Jumlah Luas kawasan (ha) (%) 4.094,580 39,042 1.392,250 13,275 5.000,570 47,680 10.483.166 100,000 Pada Tabel 2 terlihat, bahwa Sub DAS Wimbi memilik luas 60,95% dari luas Sub DAS tersebut, limpasan permukaannya termasuk kategori besar sampai sangat besar. Kondisi limpasan permukaan yang besar ini dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya banjir manakala limpasan permukaan ini masuk menuju ke saluran sungai utama dari Sub DAS Wimbi. Bila nilai C ini besar akan dapat mengancam terjadinya erosi dan banjir serta kekurangan air yang masuk ke dalam tanah menjadi air tanah. Kategori limpasan permukaan <0,5 dengan luas 4.094,58 ha (39,042%) dipengaruhi oleh faktor kemiringan lereng dan kelas lereng landai, yang mana pemanfaatan lahannya adalah berupa hutan lahan kering sekunder, hutan lahan kering primer, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, sawah, semak belukar, tanah terbuka dan jenis tanah litosol. Kategori >0,8 dengan luas 5.000,57 ha (47,68%) dipengaruhi oleh faktor kemiringan lereng agak curam sampai dengan curam. Faktor lain yang berpengaruh adalah hutan lahan kering sekunder, hutan lahan kering primer, semak belukar dan jenis tanah litosol serta podsolik merah kuning. Degradasi Lahan a. Laju erosi tanah dan tingkat bahaya erosi. Hasil prediksi laju erosi tanah pada Sub DAS Wimbi beragam, yaitu mulai dari <3,68 ton/ha/tahun sampai dengan >3.187 ton/ha/tahun, sedangkan hasil analisis klasifikasi tingkat bahaya erosi (TBE) pada DAS tersebut bervariasi yaitu mulai dari kategori TBE sangat ringan sampai dengan sangat berat. 123 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011 Degradasi lahan yang terjadi di Sub DAS Wimbi dapat disebabkan di antaranya oleh kondisi penutupan lahan/penggunaan lahan, kondisi geofisik seperti topografi, geologi dan jenis tanah, kondisi iklim (terutama curah hujan), serta kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat setempat. Degradasi lahan ini antara lain dapat diindikasikan oleh nilai dari parameter-parameter seperti laju erosi tanah tingkat bahaya erosi (TBE), hasil sedimen dan tingkat kekritisan lahan serta aktivitas masyarakat setempat dalam pemanfaatan lahan di wilayah Sub DAS Wimbi. Tabel 3. Hasil Prediksi Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Sub DAS Wimbi Kategori TBE Sangat berat Berat Sedang Ringan Sangat ringan Jumlah Luas kawasan (ha) (%) 1.886,41 17,98 1.474,26 13,10 3.449,51 32,89 2.358,30 22,48 1.418,92 13,52 10.487,40 100,00 Pada Tabel 3 terlihat, bahwa pada kawasan di Sub DAS Wimbi yang memiliki kategori TBE mulai dari sedang sampai sangat berat sekitar 63,97% dan sebaliknya yang memiliki kategori TBE sangat ringan sampai ringan sekitar 36,00% dari luas Sub DAS Wimbi. Hal ini mengindikasikan bahwa sekitar 63,97% kawasan terdapat di Sub DAS Wimbi lahannya berpotensi dan dapat memacu terjadinya degradasi lahan (lahan kritis) di Sub DAS Wimbi. b. Laju sedimen. Sebaran hasil prediksi laju sedimen dan luas kawasannya di Sub DAS Wimbi secara rinci disajikan pada Tabel 4 yang menunjukkan, bahwa laju sedimen yang terjadi di Sub DAS Wimbi dapat dikelompokkan menjadi 6 luas kawasan yang bervariasi antara 353,68–3.158,52 ha dengan laju sedimen berkisar antara <5.000–≥40.000 ton/tahun. Tabel 4. Sebaran Hasil Prediksi Laju Sedimen di Sub DAS Wimbi Laju sedimen (ton/tahun) 0 –<5.000 5.000 – <10.000 10.000 –<20.000 20.000 –<30.000 40.000 –<50.000 >50.000 Jumlah Luas kawasan (ha) (%) 3.158,52 30,11 571,58 5,45 1.457,51 13,89 1.120,68 10,68 353,68 3,37 3.825,43 36,47 10.484,70 100,00 Didasarkan pada hasil prediksi laju erosi tanah dan nilai SDR serta pembagian Sub DAS Wimbi menjadi 3 bagian yaitu Sub DAS Wimbi Hulu, Sub DAS Wimbi Tengah dan Sub DAS Wimbi Hilir, maka dapat diprediksi hasil sedimen pada masing-masing dari ketiga bagian Sub DAS seperti terlihat pada Tabel 5. Chaeruddin dan Hardwinartto (2011). Kajian Limpasan Air Permukaan 124 Tabel 5. Prediksi Hasil Sedimen pada Ketiga Bagian Sub DAS Wimbi Pembagian Sub DAS Wimbi Hulu Wimbi Tengah Wimbi Hilir Jumlah Luas Sub DAS (ha) 4.073,96 2.811,84 3.601,60 10.487,40 Laju erosi tanah (ton/tahun) 13.941,52 9.620,90 12.323,10 35.885,52 Nilai SDR 0,050 0,034 0,044 0,128 Hasil sedimen (ton/tahun) 1.612,376 1.250,703 1.601,961 4.665,040 c. Tingkat kekritisan lahan. Hasil prediksi tingkat kekritisan lahan dan luas kawasannya di Sub DAS Wimbi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Prediksi Tingkat Kekritisan Lahan dan Luas Kawasannya di Sub DAS Wimbi Kategori tingkat kekritisan lahan Tidak kritis Potensi kritis Agak kritis Kritis Jumlah Luas kawasan (ha) (%) 1.9603,3 18,7 7,436,8 71,2 547,2 5,2 516,0 4,52 10.487,4 100,0 Pada Tabel 6 terlihat, bahwa pada kawasan di Sub DAS Wimbi yang memiliki kategori tingkat kekritisan lahan mulai dari agak kritis sampai kritis adalah sekitar 10,1% dan sebaliknya yang memiliki kategori potensi kritis sekitar 71,2% dari luas Sub DAS Wimbi. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kondisi agak kritis sampai kritis di Sub DAS Wimbi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kondisi biogeofisik di Sub DAS Wimbi didominasi oleh adanya hutan lahan kering sekunder, topografi kelas lereng landai (8–15%), jenis tanah litosol, serta jaringan sungainya bercirikan pola percabangan pohon (dendritic pattern) yang ditandai dengan limpasan air sungai yang relatif cepat. Kondisi klimatik di wilayah Sub DAS Wimbi terutama dicirikan oleh kejadian hujan yang merata sepanjang tahun dan kelembapan yang relatif tinggi, serta suhu udara yang relatif panas dengan perubahan suhu yang relatif kecil. Kondisi sosial ekonomi budaya (sosekbud) masyarakat di wilayah Sub DAS Wimbi dicirikan oleh adanya kepadatan penduduk yang sedang (14,42 jiwa/km2) dengan mata pencarian utamanya petani yang berpotensi dapat menimbulkan degradasi lahan serta persepsi masyarakat terhadap kerusakan lingkungan dan kepedulian pada kelestarian lingkungan masih relatif rendah. Nilai parameter degradasi keseimbangan tata air di Sub DAS Wimbi ditunjukkan oleh nilai koefisien limpasan permukaan kategori <0,5 dengan luas 4.094,58 ha (30,04%), kategori >0,8 sebesar 5.000,57 ha (47,68%). Besarnya nilai koefisien limpasan permukaan dapat mengancam terjadinya erosi dan banjir. Nilai 125 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011 parameter degradasi lahan di Sub DAS Wimbi ditunjukkan oleh bahaya erosi dari kategori sedang sampai sangat berat sekitar 63,97% dan kategori ringan sampai sangat ringan sekitar 36,00% dari luas Sub DAS Wimbi, laju sedimen <5.000 dengan luas 3.158,52 (30,11%) sampai ≥40.000 ton/tahun seluas 3.825,43 (36,47%). Tingkat kekritisan lahan yang masuk ke dalam kategori agak kritis sampai kritis sekitar 10,1%, yang masuk kategori potensi kritis sekitar 71,2% dari luas Sub DAS Wimbi. Saran Perlu menggunakan peta tingkat kekritisan lahan di Sub DAS Wimbi dari hasil kajian penelitian ini, dalam penentuan pemilihan prioritas lokasi rehabilitasi lahan. Perlu tindakan rehabilitasi secara vegetatif dan mekanis (sipil teknis) dan implementasi prinsip-prinsip konservasi tanah dan air secara intensif, dalam praktik penggunaan/pemanfaatan lahan dan upaya pemulihan degradasi lahan serta keseimbangan tata air pada Sub DAS Wimbi. Perlu kerja sama secara terpadu dan sinergis antara kegiatan rehabilitasi lahan dan kegiatan pengendalian banjir dengan mempertimbangkan dan memberdayakan kelembagaan terkait serta masyarakat setempat agar kegiatan rehabilitasi lahan maupun pengendalian banjir, berlangsung secara efektif dan efisien di Sub DAS Wimbi. Perlu dilakukan pembangunan bendungan atau waduk dan normalisasi saluran sungai serta rehabilitasi lahan kritis oleh pihak Pemda sebagai upaya mengantisipasi banjir di sekitar Sub DAS Wimbi Perlu dilakukan normalisasi saluran sungai dan rehabilitasi lahan kritis oleh pihak perusahaan listrik tenaga air (PLTA) untuk mengatasi erosi dan sedimen, sedangkan yang dilakukan masyarakat setempat adalah seperti dalam praktik penggunaan/pemanfaatan lahan berlandaskan prinsip konservasi tanah dan air, serta tidak menimbulkan perluasan lahan terbuka. DAFTAR PUSTAKA Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Chow, V.T. 1964. Handbook of Applied Hydrology. A. Compendium of Water Resources. McGraw Hill Book Company Inc., New York. Hardwinarto, S. 2007. Kajian Kondisi Hidrologis Sub DAS Sempaja di DAS Karang Mumus. Pusat Penelitian Sumberdaya Air, Lembaga Penelitian Unmul, Samarinda. Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall-Erosion Losses: A Guide to Conservation Planning. USDA Agriculture Handbook Nr. 537.