KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG DENGAN HIV-AIDS (ODHA) (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Interpersonal antara ODHA dengan Masyarakat di Kota Surakarta dalam Upaya Menjalin Interaksi Sosial) Okky Arista Orlean Sri Herwindya Baskara Wijaya Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Until now, we still can find any negative stigma affixed to people with HIV-AIDS (living) that eventually make some of them get a bad treatment for their community. They such like a stranger among their community. While on the other hand, they want their presence well-received in the society and they can obtain their rights and their obligation as a member of the community.This research’s aims are to understand the interpersonal communication which carried between ODHA and the community of Surakarta to establish a good social interaction with the community of Surakarta trough interpersonal communication. Not only to knowing the interpersonal communication, this research also built to understand some factors which support and factors that inhibit ODHA’s way to establish a good social interaction with community. Research which takes focused in Surakarta applies a descriptive qualitative methods by putting forward the results of the interviews and field observation as the main databank which presented in this research. Samples in this research using purposive sampling technique by involving 9 respondents which is : 4 people who live with HIV, 3 public figures from 3 different subdistrict in Surakarta, KPA’s staff and head of KDS Solo Plus also HIV case manager of Yayasan Mitra Alam. From this research, the researcher found that ODHA focus to built some factors that can make the interpersonal communication that they built shall walk as good as they plan to. That factors are build a trust between them and the community of Surakarta, built an openness, build an empathy, create supportiveness, create positiveness, equality , and self disclosure. Research also found the fulfillment of a few needs living which occurs because the interpersonal communication between ODHA and the community of Surakarta such as physical needs, safety needs, belonging needs, self-esteem needs, and also selfactualization needs. Keywords : Descriptive Qualitative, Interpersonal Communication, Living, HIV, AIDS, Social Interactions, Surakarta 1 2 Pendahuluan Human Immune Deficiency Virus (HIV) merupakan sebuah virus yang secara jelas menyerang dan kemudian melemahkan daya tahan tubuh manusia. Jika sistem kekebalan tubuh seseorang telah melemah akibat virus ini, maka penderita dapat dinyatakan dalam fase AIDS (Acquired immune Deficiency Syndrome). Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa AIDS merupakan sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang diakibatkan oleh HIV. Kasus AIDS pertama kali di Indonesia dilaporkan pada tahun 1987. Kasus itu ditemukan pada seorang turis asing yang sedang berlibur di Pulau Bali dan kemudian jumlah pasien yang diduga terjangkit HIV secara perlahan bertambah menjadi 225 pasien pada tahun 2000. Sejak saat itu, jumlah penderita AIDS semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angka pengguna narkoba suntik (penasun). Penemuan angka kasus HIV-AIDS di Indonesia terus meningkat. Sejak ditemukan pertama kali sampai bulan September 2014 telah tercatat sebanyak 150.296 orang yang mengidap HIV dengan total kasus AIDS sebanyak 55.799 orang. Angka kasus terbanyak terjadi pada usia produktif, yakni 25-49 tahun, kemudian diikuti kelompok usia 20-24 tahun1. Kasus HIV-AIDS tak lagi hanya mengancam masyarakat Bali atau kotakota besar lain di Indonesia. Kasus HIV-AIDS ditemukan hampir di seluruh penjuru Indonesia, tak terkecuali di Kota Surakarta. Namun sayangnya, tidak banyak masyarakat Kota Surakarta yang mengetahui dan menyadari perkembangan kasus HIV-AIDS yang terjadi di sekitar mereka. Bahkan, sangat sedikit masyarakat yang mengetahui bahwa Kota Surakarta termasuk salah satu kota yang memiliki angka kasus HIV-AIDS yang besar dengan estimasi 1.502 penderita yang terhitung mulai tahun 2009 sampai dengan bulan Januari 20152. 1 2 www.depkes.go.id (Diakses pada Senin, 16 Oktober 2015 Pk 15.37 WIB). http://kpan.or.id/rpt/estall/php (Diakses pada Selasa, 7 April 2015 Pk 11.24 WIB). 3 Tabel 1.1 Data Kasus HIV-AIDS Solo & Sekitarnya HIV AIDS Jml Kumulatif HIV AIDS Jml Tahun Kum SOLO & SEKITARNYA SURAKARTA 2011 77 123 200 682 15 18 33 162 2012 57 158 215 897 7 18 25 187 2013 84 203 287 1184 19 38 57 244 2014 87 204 291 1475 18 47 65 309 2015 9 18 27 1502 2 4 6 315 Sumber : KPA Kota Surakarta Ketidaktahuan masyarakat mengenai kasus HIV-AIDS yang besar di Kota Surakarta disebabkan karena kekurangpedulian masyarakat terhadap fenomena tersebut. Masyarakat tidak mengetahui bahwa mungkin saja di sekitar tempat tinggalnya terdapat Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) yang hidup berdampingan dengan mereka di masyarakat, mengingat jumlah ODHA yang cukup besar di kalangan masyarakat Kota Surakarta. Namun disisi lain, ketidakterbukaan ODHA terhadap masyarakat itu sendiri disebabkan karena adanya stigma negatif mengenai ODHA yang berkembang di masyarakat yang menyebabkan terjadinya diskriminasi terhadap ODHA. Dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, kita akan menjumpai adanya perlakuan yang berbeda terhadap para penderita HIV-AIDS seperti dikucilkan dan adanya diskriminasi yang sangat jelas. ODHA dianggap sebagai sebuah “aib” dan patut dijauhi. Keprihatinan terhadap stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA itulah yang melatarbelakangi tercetusnya program Warga Peduli AIDS (WPA). Program ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai pencegahan & penanggulangan HIV-AIDS, serta terhapusnya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA3. 3 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penanggulangan HIV-AIDS. 4 Dalam menjalankan program WPA, pemerintah menunjuk sebuah LSM, yakni Yayasan Mitra Alam, sebagai pendamping program. Yayasan Mitra Alam bertugas memberikan pendampingan serta sebagai mediator antara warga Kota Surakarta yang negatif HIV-AIDS dan warga Kota Surakarta yang menyandang status sebagai ODHA. Dalam menjalankan tugasnya sebagai mediator sekaligus pendamping, Yayasan Mitra Alam juga menunjuk kader-kader dari masingmasing wilayah Kelurahan. Kedua elemen tersebut memiliki tugas ke dalam dan ke luar. Tugas ke dalam, yakni adalah untuk mempersiapkan ODHA agar mau terbuka mengenai penyakit yang dideritanya kepada masyarakat, sedangkan tugas ke luar adalah untuk mempersiapkan masyarakat agar mau menerima ODHA sebagai bagian dari masyarakat seperti mereka secara wajar. Selain Yayasan Mitra Alam, lembaga yang memiliki peran yang cukup penting dalam pendampingan dan persiapan diri ODHA untuk mengungkap jati dirinya dalam masyarakat adalah Kelompok Dampingan Sebaya (KDS) Solo Plus. KDS Solo Plus dapat dikatakan sebagai “wadah” bagi ODHA. Lembaga independen ini merupakan perkumpulan ODHA di Kota Surakarta dan sekitarnya yang berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA agar ODHA dapat memiliki hak yang sama dengan orang sehat pada umumnya. Meskipun demikian, keterbukaan ODHA dalam masyarakat tidak akan terwujud apabila tidak ada keberanian dari ODHA sendiri untuk membuka identitasnya kepada masyarakat. Untuk itu, segala hal mengenai persiapan ODHA dalam mengkomunikasikan identitas dirinya kepada masyarakat juga menjadi poin penting yang perlu diperhatikan dengan seksama. Komunikasi interpersonal memiliki andil yang besar dalam upaya penerimaan dirinya dalam masyarakat terkait dengan HIV-AIDS yang bersarang di tubuh mereka yang seolah menjadi benteng tinggal bagi mereka untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat di sekitarnya. Permasalahan ini menjadi penting untuk ditelaah lebih lanjut melalui kajian ilmu komunikasi karena pada permasalahan ini, komunikasi interpersonal mengambil peran yang sangat besar dalam membentuk interaksi sosial antara ODHA dengan masyarakat di Kota Surakarta ditengah beredarnya pandangan 5 negatif masyarakat mengenai latar belakang kehidupan ODHA seperti yang sudah dijelaskan pada paparan sebelumnya. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini, diantaranya : 1. Bagaimanakah komunikasi interpersonal yang diterapkan ODHA dalam upaya menjalin interaksi sosial dengan masyarakat Kota Surakarta? 2. Faktor apa saja yang dapat mendukung komunikasi interperpersonal ODHA dalam upaya menjalin interaksi sosial? 3. Faktor apa saja yang dapat menghambat komunikasi interperpersonal ODHA dalam upaya menjalin interaksi sosial Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi interpersonal ODHA dalam upaya menjalin interaksi sosial dengan masyarakat di Kota Surakarta. 2. Untuk mengetahui faktor pendorong komunikasi interpersonal ODHA dalam upaya menjalin interaksi sosial dengan masyarakat di Kota Surakarta. 3. Untuk mengetahui faktor pendorong komunikasi interpersonal ODHA dalam upaya menjalin interaksi sosial dengan masyarakat di Kota Surakarta. Telaah Pustaka 1. Komunikasi Komunikasi merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam kehidupan manusia. Terlebih apabila kita membicarakan tentang kehidupan sosial seorang individu. Komunikasi dapat membuat seseorang atau kelompok mengetahui sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok atau orang- 6 perorangan lain yang kemudian digunakan sebagai bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya 4 Ada pula definisi baru mengenai komunikasi : Suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.5 Harold D Lasswell mengemukakan bahwa cara yang tepat untuk menjelaskan sebuah tindakan komunikasi ialah dengan menjawab bertanyaan “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya”.6 Definisi Lasswell tersebut merujuk pada lima unsur komunikasi, yaitu: a) Komunikator (communicator, source, sender) b) Pesan (message) c) Media (channel) d) Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) e) Efek (effect, impact, influence) Melalui penggambaran dalam definisi Laswell tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa komunikasi ialah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui sebuah media dan menimbulkan efek tertentu.7 2. Komunikasi Interpersonal Onong Uchjana Effendi mengemukaan bahwa pada hakikatnya komunikasi antar pribadi (peneliti pribadi) adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya 4 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1982), h. 6 5 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Cet. I;Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1998), h. 18. 6 Ibid, h.19. 7 Onong, Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h.10. 7 yang dialogis, berupa percakapan dimana arus balik bersifat langsung. Selaras dengan yang dikemukakan Julia T. Wood : We communicate to develop identities, establish and built relationships, coordinate efforts with others, have impact on issues that matter to us, and work out problems and possibilities.8 Berdasarkan paparan mengenai komunikasi interpersonal diatas, komunikasi interpersonal merujuk pada upaya sesorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Lebih jauh lagi, motivasi seseorang dalam melakukan komunikasi interpersonal juga meliputi banyak hal. Maslow mengemukakan motivasi seseorang dalam melakukan komunikasi interpersonal secara sistematis dalam hierarki kebutuhan dasar 9 , yakni kebutuhan jasmani (Physical Needs), kebutuhan keamanan dan keselamatan (Safety and Protection Needs), kebutuhan sosial (Belonging Needs), kebutuhan akan penghargaan (Self Esteem Needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (Self actualization Needs). Terdapat beberapa karakteristik pendekatan komunikasi interpersonal yang berpengaruh terhadap efektivitas hubungan antar pribadi. Untuk itu, efektivitas komunikasi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, seperti yang dikemukakan Alexander bahwa komunikasi sangat dibutuhkan dalam menciptakan hubungan yang baik dan sebaliknya, tidak adanya efektivitas dalam berkomunikasi dapat menyebabkan kegagalan dalam sebuah hubungan 10 . Efektivitas komunikasi interpersonal tersebut dimulai dengan 5 kualitas umum yang dipertimbangkan, diantaranya 11: a. Keterbukaan (Openness). b. Empati (Empathy). c. Sikap Mendukung (Supportiveness). d. Sikap Positif (Positiveness). e. Kesetaraan (Equality). 8 Julia T.Wood, Interpersonal Communication, (Boston:Wadsworth Cengage Learning, 2010), h.10. 9 Ibid. h.11-14. 10 Anne M. Nicotera, The Importance of Communication in Interpersonal Relationship, (Journal of Consulting and Clinical Psychology, vol.40), h 223-233. 11 Joseph.A Devito, The Interpersonal Communication Book, (New York: Hunter Collage of the City Universiti of New York, 1997), h. 295-264. 8 3. Teori Pengembangan Hubungan Interpersonal Terkait de (Wood, 2010)ngan paparan mengenai efektivitas komunikasi interpersonal dalam pembentukan hubungan interpersonal, terdapat sebuah teori pengembangan hubungan interpersonal, yakni teori self disclosure. Teori self disclosure atau teori pembukaan diri yang kerap disebut dengan “Johari Window” ini dapat digunakan sebagai dasar dalam memahami interaksi antar pribadi secara manusiawi. Teori Self disclosure mengungkapkan aksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa tersebut12. Yang dimaksud dengan membuka diri adalah membagikan apa yang kita rasakan mengenai segala sesuatu yang kita alami, kita lihat dan kita rasakan kepada orang lain. Dalam teori Johari Window atau dalam Bahasa Indonesia kita menyebutnya dengan teori Jendela Johari, Joe Luft dan Harry Ingham mengibaratkan diri manusia sebagai sebuah ruangan yang memiliki 4 serambi.Garis besar teori Jendela Johari secara jelas dapat dilihat dalam gambar berikut13 Jendela Jauhari DIRI SENDIRI Tidak Tahu Tahu ORANG LAIN Tidak Tahu 1. TERBUKA 3. TERSEMBUNYI Tahu 2. BUTA 4. TAK DIKENAL Sumber : Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, 1991 : 50. Teori ini berasumsi bahwa jika setiap individu dapat memahami dirinya sendiri, maka ia dapat mengendalikan sikap dan tingkah lakunya saat 12 A Supartiknya, Komunikasi Antarpribadi : Tinjauan Psikologis, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 14. 13 Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), h.50-53. 9 berhubungan dengan orang lain. Secara lebih jelas, gambar tersebut dapat diuraikan dengan : Bingkai 1. Menunjukkan individu yang terbuka terhadap orang lain. Keterbukaan tersebut disebabkan karena kedua belah pihak sama-sama mengetahui informasi, perilaku, sikap dan perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan segala informasi dari pihak yang berlawanan. Bingkai 2. Merupakan bidang buta” dimana masing-masing pihak yang melakukan interaksi tidak mengetahui banyak hal mengenai dirinya sendiri dan orang lain maupun sebaliknya. Bingkai 3. Bingkai ini disebut dengan “bidang tersembunyi” yang menunjukkan keadaan dimana seseorang mengetahui berbagai hal yang ada dalam dirinya, namun orang lain tidak mengetahui hal tersebut. Bingkai 4. Bingkai ke-4 disebut dengan “bidang tak diketahui”. Bidang ini menunjukkan keadaan individu saling tidak mengetahui tentang mereka sendiri maupun lawan komunikasi mereka dan juga terjadi sebaliknya. Teori tersebut menyiratkan sebuah pesan bahwa semakin banyak informasi yang diketahui oleh kedua pihak yang melakukan komunikasi interpersonal, maka komunikasi yang terjadi antara keduanya akan semakin jelas. Hal ini memiliki arti bahwa bila seseorang menjalin relasi dengan orang lain, itu berarti bahwa kedua orang yang melakukan interaksi tersebut memperluas Daerah Terbuka yang mereka miliki sekaligus mengurangi Daerah Buta dan Daerah Tersembunyi mereka14. 4. Interaksi Sosial Soerjono Soekanto mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan- hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orangperorangan atau antara kelompok-kelompok manusia. Lebih lanjut, Soekanto menyatakan bahwa interaksi sosial dapat terjadi bila orang-orang perseorangan 14 A Supartiknya, Komunikasi Antarpribadi : Tinjauan Psikologis, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 17. 10 atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama15 Interaksi sosial memungkinkan individu dapat menyesuaikan diri dengan individu lain atau sebaliknya. Penyesuaian yang dimaksudkan disini memiliki pengertian yang luas yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya atau sebaliknya, individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan16. Berdasarkan dua definisi tentang interaksi sosial tersebut, dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi antar individu atau kelompok yang tidak hanya akan berpengaruh terhadap lingkungannya, namun lebih jauh lagi hubungan tersebut dapat mempengaruhi individu lain yang terlibat dalam hubungan tersebut. Metodologi Penelitian yang mengambil lokasi di wilayah Kota Surakarta menerapkan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan mengedepankan hasil wawancara dan observasi secara langsung sebagai data utama yang disajikan. Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan melibatkan 9 responden diantaranya : 4 ODHA, 3 tokoh masyarakat dari 3 kecamatan yang berbeda di wilayah Kota Surakarta, Pengurus Program dan Monev KPA Surakarta, dan Ketua KDS Solo Plus sekaligus MK Mitra Alam. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara terhadap 9 responden yang telah disebutkan diatas, dan observasi terhadap kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Sedangkan untuk menguji validitas data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik triangulasi data atau yang kerap disebut dengan triangulasi sumber dimana penulis menguji keabsahan data dengan cara membandingkan data yang serupa dari satu sumber dengan sumber yang lainnya. 15 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1982), 16 Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta : ANDI, 1978), h. 57. h. 55. 11 Sajian dan Analisis Data 1. Komunikasi Interpersonal ODHA dalam Upaya Menjalin Interaksi Sosial dengan Masyarakat di Kota Surakarta. Sebelum melakukan proses komunikasi interpersonal, terlebih dahulu dilakukan tahap persiapan, baik persiapan terhadap ODHA sebagai komunikator, masyarakat Kota Surakarta sebagai komunikan, dan kader WPA sebagai pihak yang membantu penyebarluasan informasi mengenai HIV kepada masyarakat Kota Surakarta secara luas. Setidaknya terdapat 5 hal yang dilakukan dalam tahap persiapan. Yang pertama adalah pembekalan informasi mengenai HIV-AIDS kepada kader WPA. Hal ini dianggap penting untuk dilakukan agar kader WPA menyampaikan informasi yang benar mengenai HIV-AIDS kepada masyarakat. Yang ke-2 adalah penyebarluasan informasi seputar HIV-AIDS secara menyeluruh kepada masyarakat di Kota Surakarta dengan tujuan untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai HIV dan mempersiapkan masyarakat untuk menerima ODHA dalam kehidupan sosial mereka. Yang ke-3 adalah penanaman motivasi dan kepercayaan diri kepada ODHA sebagai komunikator. Hal ini biasanya dilakukan dengan pertemuan antara pengurus dan para anggota KDS Solo Plus yang dilakukan rutin setiap bulannya. Yang ke-4 adalah persiapan jasmasni ODHA. selain mempersiapkan psikis ODHA, hal lain yang yang tak kalah luput dari perhatian dalam proses persiapan adalah keadaan fisik ODHA. Kesehatan ODHA harus selalu diperhatikan karena ODHA tidak akan dapat melkaukan komunikasi interpersonal dengan masyarakat bila kesehatan mereka terganggu. Selanjutnya, hal terakhir yang dapat dilakukan dalam tahap persiapan adalah pembekalan pada ODHA untuk dapat mengenali lawan bicara mereka. ODHA perlu mengetahui dan mengidentifikasi apakah masyarakat yang menjadi lawan bicara mereka dapat atau tidak dapat menerima keberadaan mereka sebagai ODHA. hal ini penting untuk dilakukan untuk meminimalisir terjadinya stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA. Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, maka ODHA siap untuk melakukan komunikasi interpersonal dengan masyarakat di Kota Surakarta. Proses komunikasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat di 12 Kota Surakarta meliputi 3 tahap, yakni tahap pendekatan, tahap membangun komunikasi interpersonal, dan yang terakhir adalah tahap pemenuhan kebutuhan. a) Pendekatan Tahap pendekatan menitikberatkan pada proses pengenalan diri secara dangkal yang digolongkan dalam 2 tahap, yakni perkenalan yang meliputi pemberian informasi dari ODHA kepada masyarakat seputar identitas diri ODHA seperti nama, tempat tinggal, dan profesi mereka. Kemudian dilanjutkan dengan keterbukaan identitas komunikator sebagai ODHA dimana dalam tahap ini, ODHA mengutarakan secara jujur kepada masyarakat bahwa mereka telah dinyatakan positif mengidap HIV dan menyandang status sebagai ODHA. Keterbukaan dilakukan sebagi dasar untuk menjalin hubungan interpersonal yang lebih intim. Semakin kita bersikap terbuka terhadap orang lain, maka orang lain tersebut akan menyukai diri kita dan ia akan semakin terbuka dengan kita.17 b) Membangun Komunikasi Interpersonal Dalam membangun komunikasi interpersonal dengan masyarakat, ODHA menekankan pada upaya menjalin komunikasi interpersonal yang efektif dengan mengupayakan 7 hal yang beberapa diantaranya termasuk dalam 5 komponen efektivitas komunikasi interpersonal yang diutarakan oleh Devito. Ketujuh komponen tersebut diantaranya : 1) Menjalin Keakraban. Upaya ini dilakukan ODHA dengan cara melakukan komunikasi fatis kepada masyarakat, yakni komunikasi dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan yang kemudian menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan.18. 2) Membangun kepercayaan. Kepercayaan mutlak diperlukan agar suatu relasi tumbuh dan berkembang 19 . Untuk menjalin komunikasi interpersonal yang baik guna menciptakan unteraksi sosial yang bersifat positif dengan masyarakat,diperlukan kepercayaan. Dalam hal ini ODHA 17 A Supartiknya, Komunikasi Antrapribadi : Tinjauan Psikologis, (Yogyakarta : Kanisius, 1995), h.15 18 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 13. 19 Op. Cit, h. 26 13 berupaya untuk mempercayai masyarakat dengan membuka identitasnya kepada masyarakat yang menjadi komunikannya. 3) Membangun empati. ODHA berupaya untuk membangun empati terhadap masyarakat dengan cara memaklumi segala reaksi yang ditunjukkan masyarakat terhadap mereka. 4) Menciptakan sikap saling mendukung. Seiring berjalannya komunikasi yang dilakukan, terlihat beberapa bentuk sikap saling mendukung atau supportiveness yang ditunjukkan masyarakat kepada ODHA dan tentu dirasakan secara nyata oleh ODHA. Hal ini dibuktikan dengan adanya perhatian yang ditunjukkan masyarakat terhadap ODHA seperti dengan menanyakan kabar bila bertemu dan mengingatkan ODHA untuk menjaga kesehatan. 5) Menciptakan sikap positif. Melalui penelitian dan observasi, penulis dapat menyimpulkan bahwa ODHA memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Mereka berpikir bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan orang lain yang sehat secara jasmani. Sikap positif perlu dimiliki ODHA untuk mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang afektif20. 6) Menciptakan kesetaraan. Kesetaraan antara ODHA dengan masyarakat timbul seiring dengan sikap positif yang dimiliki ODHA terhadap diri mereka sendiri. Melalui penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa kedua belah pihak yang berkomunikasi mengakui kesamaan derajat mereka dalam hubungan yang mereka jalin. 7) Self disclosure. Seiring dengan berjalannya waktu, komunkasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat membuat kedua belah pihak saling terbuka. ODHA yang semula tertutup kepada masyarakat mengenai hal-hal pribadi yang berkaitan dengan status mereka sebagai ODHA perlahan mulai terbuka kepada masyarakat. Namun di sisi lain, seseorang tidak akan dapat memberikan informasi mengenai apa yang 20 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), h.34 14 mereka rasakan dan juga tidak akan dapat memberitahukan reaksi mereka kepada orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memahami apa yang sebenarnya mereka rasakan. Komunikasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat tak hanya membantu ODHA untuk lebih terbuka kepada masyarakat dan sebaliknya, namun juga membantu ODHA untuk lebih mengenal dirinya sendiri. c) Pemenuhan Kebutuhan. Komunikasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat tak hanya mampu membuat hubungan sosial masyarakat dengan ODHA menjadi semakin baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, komunikasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat juga membuat ODHA dapat memenuhi beberapa kebutuhan yang sesungguhnya juga menjadi motivasi seseorang dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. kebutuhan yang terpenuhi diantaranya adalah; yang pertama adalah kebutuhan jasmani. Seiring dengan terciptanya komunikasi interpersonal antara ODHA dengan masyarakat, ODHA tak lagi segan atau kesulitan untuk memperoleh bantuan dari orang lain. Yang ke-2 adalah kebutuhan kebutuhan keamanan. ODHA tidak perlu khawatir bila ia akan mendapat diskriminasi oleh masyarakat karena ia telah melakukan beragam pendekatan dalam komunikasi interpersonal yang mereka bangun dengan masyarakat. Yang ke-3, dengan komunikasi interpersonal, ODHA juga memenuhi kebutuhan sosial mereka seperti yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini. Melalui komunikasi interpersonal, ODHA mampu melakukan interaksi sosial dengan masyarakat seperti layaknya orang lain yang sehat. Yang ke-4 adalah kebutuhan akan penghargaan. Komunikasi interpersonal membantu ODHA untuk mengetahui bagaimana pandangan orang lain atas diri mereka. Terakhir adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Melalui komunikasi interpersonal, ODHA dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa diri mereka masih berharga dan sama seperti mereka ketika masih sehat. Melalui penelitian, peneliti menemukan bahwa masyarakat juga menyadari hal yang sama. Masyarakat menganggap ODHA sama seperti anggota masyarakat yang lain yang mampu memberikan kontribusi kepada orang lain di sekitarnya. 15 2. Faktor Pendukung Komunikasi Interpersonal ODHA dalam Upaya Menjalin Interaksi Sosial dengan Masyarakat di Kota Surakarta. Faktor pendukung komunikasi interpersonal ODHA dengan masyarakat dalam upaya menjalin interaksi sosial dikategorikan menjadi 2, yakti faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri ODHA meliputi 2 hal. Yang pertama adalah kepercayaan diri ODHA dalam melakukan komunikasi. Kepercayaan diri yang cukup besar yang dimiliki ODHA memiliki peran yang penting dalam proses komunikasi. Seorang komunikator harus memiliki kepercayaan diri yang dapat Ia gunakan untuk memulai adanya komunikasi dan interaksi dengan orang lain. Yang ke-2 adalah kemauan yang besar yang dimiliki ODHA untuk dapat diterima oleh masyarakat. Kemauan yang besar inilah yang baik disadari ataupun tidak akan mendorong ODHA untuk melakukan segala upaya untuk mencapai tujuannya, yakni untuk diterima dan menjalin interaksi sosial dengan masyarakat di Kota Surakarta. Dan yang terakhir tentu saja kemampuan berkomunikasi ODHA. Tanpa adanya kemampuan berkomunikasi yang bak, ODHA tentu tidak akan mampu mengidentifikasi halhal apa yang harus dan tidak boleh dilakukan dalam melakukan komunikasi interpersonal. Sedangkan faktor ekternal atau faktor yang berasal dari luar diri ODHA yang mendukung terjadinya komunikasi interpersonal dalam upaya menjalin interaksi sosial antara lain adalah adanya bantuan dari KPA dalam upaya sosialisasi mengenai HIV-AIDS secara merata kepada seluruh masyarakat di Kota Surakarta, bantuan dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan kesehatan kepada ODHA, dan tentu saja bantuan dari masyarakat yang berperan sebagai kader WPA yang turut menyebarluaskan informasi mengenai HIV-AIDS kepada masyarakat di Kota Surakarta. 3. Faktor Penghambat Komunikasi Interpersonal ODHA dalam Upaya Menjalin Interaksi Sosial dengan Masyarakat di Kota Surakarta. Seperti halnya denga faktor pendorong, faktor penghambat komunikasi interpersonal ODHA dengan masyarakat dalam upaya menjalin interaksi sosial juga diidentifikasikan ke dalam 2 kelompok, yakni faktor internal dan faktor 16 eksternal. Namun, sedikit berbeda, pada fator penghambat akan disampaikan faktor eksternal terlebih dahulu karena faktor eksternal ini lah yang kemudian menyebabkan terjadi nya hambatan yang tergolong sebagai faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri ODHA. Faktor eksternal tersebut antara: kurangya pengetahuan masyarakat mengenai HIV-AIDS yang kemudian memperluas kemungkinan terjadinya stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA, yang ke-2 adalah masih banyak keluarga ODHA yang menolak dan menjauhu ODHA yang merupakan keluarga mereka sendiri. Yang ke-3 adalah kekurangpedualian pemerintah setempat terhadap kasus HIV-AIDS yang terjadi yang kemudian mengakibatkan terhambatnya upaya penanggulangan HIV-AIDS yang sudah disusun, dan yang terakhir adalah masih banyak masyarakat yang membantu dengan alasan ekonomis atau dapat dikatakan pula bahwa banyak masyarakat yang masih berientasi pada uang. Kelima faktor eksternal tersebut, baik disadari ataupun tidak mengakibatkan ODHA memiliki konsep diri yang negatif. Konsep diri yang negatif inilah yang kemudian menjadi penghambat. ODHA akan tertutup dan enggan untuk melakukan upaya-upaya yang membuat mereka dapat diterima oleh masyarakat. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah disajikan dalam Bab sebelumnya mengenai komunikasi interpersonal antara ODHA dengan masyarakat di Kota Surakarta, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Komunikasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat Kota Surakarta dalam upaya membangun interaksi sosial yang positif. Komunikasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat diidentifikasikan ke dalam 3 tahap, yakni tahap pendekatan, tahap membangun komunikasi interpersonal, dan yang terakhir adalah tahap pemenuhan kebutuhan. 17 Tahap pendekatan dilakukan ODHA dengan melakukan perkenalan identitas diri ODHA kemudian dilanjutkan dengan keterbukaan ODHA mengenai penyebab mereka tertular, latar belakang kehidupan mereka, sampai dengan kegiatan yang mereka lakoni sehari-hari sampai dengan saat ini. Setelah tahap pendekatan dilakukan, barulah ODHA melakukan upaya membangun komunikasi interpersonal dilakukan dengan menitik beratkan pada komponen-komponen efektivitas komunikasi interpersonal yang dapat mempermudah ODHA dalam mewujudkan interaksi sosial yang positif antara mereka dengan masyarakat. Komponen-komponen tersebut adalah menjalin keakraban, membangun kepercayaan, membangun empati, menciptakan sikap saling mendukung, membangun sikap positif, membangun kesetaraan, dan self disclosure Melalui komunikasi yang dibangun tersebut, ODHA dapat memenuhi beberapa kebutuhan sosial mereka. Kebutuhan yang dapat terpenuhi dengan adanya komunikasi interpersonal tersebut antara lain adalah kebutuhan jasmani, kebutuhan keamanan/keselamatan, kebutuhan sosial dimana di dalamnya termasuk kebutuhan untuk memiliki interaksi sosial yang positif dengan masyarakat kota Surakarta, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. 2. Faktor pendorong komunikasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat Kota Surakarta dalam upaya membangun interaksi sosial yang positif. Melalui penelitian, penulis menemukan beberapa faktor yang mendukung komunikasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat di Kota Surakarta dalam upaya menjalin interaksi sosial yang bersifat positif. Penulis mengidentifikasikan faktor-faktor tersebut ke dalam 2 kelompok, yakni faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diri ODHA dan faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam diri ODHA. Faktor internal yang mendukung terciptanya komunikasi interpersonal antara ODHA dengan masyarakat meliputi kepercayaan diri, kemauan yang besar yang dimiliki ODHA untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat di Kota 18 Surakarta, serta tentunya kemampuan berkomunikasi yang cukup baik yang dimiliki ODHA. Sedangkan faktor eksternal yang mendukung terciptanya komunikasi interpersonal antara ODHA dengan masyarakat di Kota Surakarta meliputi adanya peran dan bantuan dari KPA Kota Surakarta, LSM yang bergerak di bidang sosial masyarakat yakni Yayasan Mitra Alam (YMA) dan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) Solo Plus, serta masyarakat Kota Surakarta yang turut andil dalam program Warga Peduli AIDS (WPA). 3. Faktor penghambat komunikasi interpersonal yang dilakukan ODHA dengan masyarakat Kota Surakarta dalam upaya membangun interaksi sosial yang positif. Selain ditemukan adanya faktor-faktor pendukung, ditemukan pula faktor yang menghambat upaya ODHA dalan melakukan komunikasi interpersonal dengan masyarakat Kota Surakarta. Faktor yang dapat terlihat jelas adalah faktor yang berasal dari luar diri ODHA atau faktor eksternal yakni kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai HIV-AIDS, masih banyaknya anggota keluarga ODHA yang belum mau menerima, dan kekurangpedulian pemerintah setempat yang kemudian mengakibatkan adanya konsep diri negatif pada diri ODHA yang kemudian diidentifikasikan ke dalam faktor internal. Saran Melalui penelitian ini, penulis ingin memberikan saran agar pemerintah dapat lebih peduli terhadap permasalahan sosial yang dialami ODHA dalam masyarakat karena sampai saat ini masih banyak ODHA yang mengalami diskriminasi. Baik diskriminasi yang diterima dari masyarakat, maupun dari pihak lain seperti bidan, dokter, dan penyedia jasa kesehatan lainnya. Alangkah baiknya apabila pemerintah lebih menggencarkan upaya penyebarluasan informasi kepada masyarakat mengenai segala hal yang berkaitan dengan isu HIV-AIDS. Apabila masyarakat Kota Surakarta secara menyeluruh sudah paham mengenai HIV-AIDS meliputi pencegahan dan penularannya, maka diskriminasi terhadap ODHA dapat berkurang atau bahkan dapat hilang. 19 Keinginan ODHA untuk diterima oleh masyarakat dan interaksi sosial yang positif dapat tercapai karena masyarakat tidak takut lagi untuk hidup berdampingan dengan ODHA dan dapat memeperlakukan ODHA sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya. Dengan demikian tentu saja kualitas hidup ODHA akan meningkat. Daftar Pustaka Cangara, H. (1998). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Depkes. (2014, Sebtember). Angka Kasus HIV-AIDS Indonesia. Retrieved Oktober 16, 2015, from Departemen Kesehatan RI: www.depkes.go.id Devito, J. A. (1997). The Interpersonal Communication Book. New York: Hunter Collage of the City University of New York. Effendi, O. U. (2007). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. KPA. (2015, Januari). Angka Kasus HIV-AIDS Kota Surakarta. Retrieved April 7, 2015, from Komisi Penanggulangan AIDS Nasional: http://kpan.or.id/rpt/estall/php Liliweri, A. (1991). Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Nicotera, A. M. (n.d.). The Importance of Communication in Interpersonal Relationship. Journal of Consulting and Clinical Psichology , 223-233. Pemda Jawa Tengah. (2009). Perda Jateng Nomor 2009 Tahun 2009 Tentang Penanggulangan HIV-AIDS Rachmat, J. (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Soekanto, S. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antarpribadi : Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius. Walgito, B. (1978). Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: ANDI. Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana. Wood, J. T. (2010). Interpersobal Communication. Boston: Wadsworth Cengage Learning.