ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN

advertisement
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN
ASFIKSIA SEDANG DI RUANG PERINATOLOGI RSUD
dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai
Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh :
RIAN FITRIANI
NIM. 13DB277076
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Dengan Asfiksia Sedang
Di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya 1
Rian Fitriani2 Anisa Nur Amalia3 Heni Heryani4
INTISARI
Menurut World Health Organization (WHO), kasus Asfiksia Sedang setiap
tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia,
hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian
bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia dibawah 1 bulan).
Berdasarkan data yang didapatkan dari Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo
Kota Tasikmalaya, pada tahun 2015 yaitu jumlah bayi baru lahir sebanyak 4.172
bayi, dari data tersebut di dapatkan bayi yang mengalami asfiksia sebanyak
1.319 bayi, dan 24 diantaranya meninggal. Pada bulan Januari sampai April
2016 jumlah bayi baru lahir sebanyak 1.382 bayi, dari data tersebut di dapatkan
bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 664 bayi.
Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata
dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus dengan asfiksia sedang
menggunakan pendekatan proses menajemen kebidanan. Asuhan kebidanan
pada neonatas dengan asfiksia sedang dilakukan selama 4 hari di Ruang
Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini asuhan kebidanan dapat dilakukan
pada neonatas dengan asfiksia sedang. Kesimpulan dari pengkajian,
interprestasi data, identifikasi, perencanaan, rencana, dan evaluasi asuhan
kebidanan pada neonatas dengan asfiksia sedang ini dilakukan selama 4 hari di
Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya dan didapatkan hasil
keadaan umum baik, bayi bernafas normal, reflek moro, rooting,suckhing, tonick
neck positif dan kuat.
Kata Kunci
:
Asfiksia sedang
Kepustakaan :
12 buku (2007-2016)
Halaman
i-x, halaman, 9 lampiran
:
1
Judul Penulisan Ilmiah 2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen
STIKes Muhammadiyah Ciamis 4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis.
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia adalah satu keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia
dan asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ
pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru.
Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Karlina,
2016).
Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya, kira-kira
3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini
kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak
57% meninggal pada masa neonatal (usia dibawah 1 bulan). Angka
Kematian bayi (ABK) yaitu 46 jiwa per 1000 kelahiran hidup. Adapun Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 2007 yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup,
sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 27 per 1.000 kelahiran hidup
(WHO, dalam Yuliana 2012).
Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus dilakukan dalam
penanganan neonatal sehingga neonatal sebagai individu yang harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin dapat bertahan
dengan baik karena periode neonatal merupakan periode yang paling kritis
dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Oleh karena itu, penting untuk diketahui oleh para tenaga kesehatan
mengenai adaptasi fisiologis pada bayi baru lahir, terutama para bidan yang
selalu memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak (Dewi,
2010).
2
Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak
dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin dan berakhir
dengan asfiksia bayi. Keadaan ini perlu dikenal, agar dapat dilakukan
persiapan yang sempurna pada saat bayi lahir. Faktor-faktor yang mendadak
ini terdiri atas faktor-faktor dari pihak janin, seperti gangguan aliran darah
dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obatobatan anesthesia/analgetik
yang diberikan kepada ibu, perdarahan
intracranial, dan kelainan bawaan (hernia diafragmatika, atresia saluran
pernapasan, hipoplasia paru-paru, dan lain-lain).
Faktor-faktor dari pihak ibu seperti gangguan his, misalnya hipertoni
dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan misalnya pada
plasenta previa, hipertensi pada eklampsia, gangguan mendadak pada
plasenta seperti solusio plasenta (Prawirohardjo, 2010).
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan
mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan
antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan
pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga profesional. Untuk menurunkan
angka kematian bayi baru lahir karena askfisia, persalinan harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan
manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini
harus digunakan setiap kali menolong persalinan.
Oleh
karena
itu,
keterampilan
dan
kemampuan
penanganan
resusitasi pada neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga
profesional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir (JNPK-KR, dalam
Yuliana, 2012).
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 78 adalah sebagai
berikut :
ُ ‫َّللاُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِمنْ ب‬
‫َو ه‬
‫ُون َش ْي ًئا َو َج َع َل َل ُك ُم السه مْ َع‬
َ ‫ون أ ُ هم َها ِت ُك ْم ََل َتعْ َلم‬
ِ ‫ُط‬
‫ُون‬
َ ‫ار َو ْاْلَ ْفئِدَ َة ۙ َل َع هل ُك ْم َت ْش ُكر‬
َ ‫ْص‬
َ ‫َو ْاْلَب‬
3
Artinya “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kami pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (QS. An-Nahl ayat 78).
Dalam Hadist Fatma Quraish Shihab dikatakan : kata at- taraqi
adalah bentuk jamak dari tarquwah, yaitu lubang yang terdapat di
kerongkongan untuk pernapasan dan saluran makanan. Ayat tersebut diatas,
pada dasarnya tidak berbicara tentang bayi yang sukar bernapas, tetapi ayat
tersebut secara umum menjelaskan bahwa apabila seseorang susah
bernapas dan telah sampai kerongkongan maka akan merasa sesak dan
tidak mampu menghirup udara, bahkan dapat membuat seseorang
meninggal. Hal yang sama terjadi pada bayi asfiksia yang mengalami
kegagalan bernapas.
Berdasarkan data yang didapatkan dari Ruang Perinatologi RSUD dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya, pada tahun 2015 yaitu jumlah bayi baru lahir
sebanyak 4.172 bayi, dari data tersebut di dapatkan bayi yang mengalami
asfiksia sebanyak 1.319 bayi, dan 24 diantaranya meninggal. Pada bulan
Januari sampai April 2016 jumlah bayi baru lahir sebanyak 1.382 bayi, dari
data tersebut di dapatkan bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 664 bayi.
Bidan sebagai tenaga pelaksana pelayanan kebidanan harus mampu
dan terampil mendeteksi dini komplikasi yang mungkin timbul melalui
pemberian asuhan kebidanan yang komprehensif pada bayi baru lahir serta
dapat menurunkan angka kematian bayi, khususnya di Kota Tasikmalaya,
oleh karena itu penulis tertarik untuk melaksanakan asuhan kebidanan pada
neonatus pada bayi Ny. R dengan asfiksia sedang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu “ Bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir Ny. R dengan Asfiksia Sedang di Ruang Perinatologi RSUD
dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya dengan menggunakan pendekatan 7
langkah Varney?”
4
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir dengan
Asfiksia Sedang dengan menerapkan manajemen kebidanan menurut 7
langkah Varney.
2. Tujuan Khusus
1.
Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir Ny. R dengan
Asfiksia Sedang secara lengkap dan sistematis.
2.
Menginterprestasikan data berupa diagnosa kebidanan, masalah,
kebutuhan bayi baru lahir dengan Asfiksia Sedang
3. Menentukan diagnosa potensial pada bayi baru lahir Ny. R dengan
Asfiksia Sedang
4.
Melakukan antisipasi tindakan pada bayi baru lahir Ny. R dengan
Asfiksia Sedang
5.
Merencanakan tindakan pada bayi baru lahir Ny. R dengan Asfiksia
Sedang
6.
Melakukan rencana tindakan pada bayi baru lahir Ny. R dengan
Asfiksia Sedang
7.
Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang telah diberikan pada bayi
baru lahir Ny. R dengan Asfiksia Sedang
D. Manfaat Studi Kasus
1. Manfaat Teoritis
Hasil
studi
kasus
ini
diharapkan
dapat
memperkaya
ilmu
pengetahuan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai
penatalaksanaan kasus bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
5
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Meningkatkan pengetahuan, wawasan dan keterampilan penulis
dalam menerapkan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan
asfiksia Sedang.
b. Bagi Profesi
Memberi wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnya dalam
menangani kasus pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang sesuai
dengan standar asuhan kebidanan.
c. Bagi Klien
Menambah informasi kepada klien agar klien terampil dalam
mengurus dan mengasuh bayinya sesuai dengan prinsip asuhan
kebidanan.
d. Bagi Lahan Praktek
Diharapkan berguna sebagai bahan perencanaan dan evaluasi
permasalahan yang ada khususnya permasalahan bayi baru lahir
dengan asfiksia sedang.
e. Bagi Institusi
Diharapkan berguna sebagai bahan masukan dan pengalaman bagi
institusi,
khususnya
STIKes
Muhammadiyah
Ciamis
dalam
meningkatkan wawasan mahasiswa mengenai asuhan kebidanan
pada neonatus dengan asfiksia sedang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1.
Bayi Baru Lahir
a. Pengertian
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia
kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat
badan 2500-4000 gram, nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan
(Rukiyah, 2013).
Menurut Sondakh (2013), bayi baru lahir normal adalah bayi lahir
dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500
gram sampai dengan 4000 gram.
b.
Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal :
1.
Lahir aterm antara 37-42 minggu
2.
Berat badan 2500-4000 gram
3.
Panjang badan 48-52 cm
4.
Lingkar dada 30-38 cm
5.
Lingkar kepala 33-35 cm
6.
Frekuensi denyut jantung 120-160 x/ menit.
7.
Pernafasan 40-60 x/menit
8.
Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup.
9.
Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak
sempurna.
10.
Kuku agak panjang dan lemas.
11.
Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora (pada
perempuan), testis sudah turun (pada anak laki-laki).
12.
Refleks sucking (menghisap dan menelan) sudah terbentuk
dengan baik.
13.
Refleks
moro
sudah
baik,
bayi
bila
memperlihatkan gerakan seperti memeluk.
dikagetkan
akan
8
14.
Grabs refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ke
telapak tangan, bayi akan menggenggam/ adanya gerakan refleks.
15.
Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar dalam 24 jam
pertama dan berwarna hitam kehijauan dan lengket (Sondakh,
2013).
c. Asuhan Bayi Baru Lahir Normal
1. Pertolongan pada Saat Bayi Lahir
a) Sambil menilai pernapasan secara cepat, letakkan bayi dengan
handuk di atas perut ibu.
b) Dengan kain yang bersih dan kering atau kasa, bersihkan darah
atau lendir dari wajah bayi agar jalan udara tidak terhalang.
Periksa ulang pernapasan bayi, sebagian besar bayi akan
menangis atau bernapas secara spontan dalam waktu 30 detik
setelah lahir.
2. Perawatan Mata
Obat mata eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk
pencegahan penyakit mata akibat klamidia (penyakit menular
seksual).
Obat
perlu
diberikan
pada
jam
pertama
setelah
persalinan.
Menurut Prawiroharjo (2010), asuhan tambahan yang diberikan
meliputi :
a) Masalah memotong tali pusat tanpa membubuhi apapun
b) Memberikan suntikan vitamin K1 1 mg intramuskuler, di paha kiri
setelah inisiasi menyusui dini.
c) Melakukan pemeriksaaan antopometri yang meliputi berat
badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar
lengan.
d) Melakukan rawat gabung antara ibu dan bayi.
d.
Masalah Pada Bayi Baru Lahir
Menurut Sondakh (2013). Masalah bayi baru lahir yang perlu tindakan
segera :
1)
Bayi tidak bernafas/ sulit bernafas
9
Penanganan umum yang bisa dilakukan adalah :
a.
Keringkan bayi atau ganti kain yang basah dan bungkus
dengan pakaian yang hangat dan kering.
b.
Jika belum dilakukan, segera klem dan potong tali pusat
c.
Letakkan bayi pada tempat yang keras dan hangat (dibawah
radiant heater) untuk resusitasi.
d.
Kerjakan pedoman pencegahan infeksi dalam melakukan
tindakan kebidanan dan resusitasi.
e.
2)
Jika resusitasi gagal lakukan ventilasi.
Sianosis dan sukar bernafas
Bayi yang mengalami sianosis (biru) atau sukar bernafas
(frekuensi kurang dari 30 atau lebih dari 60x/ menit, tarikan dinding
dada ke dalam atau merintih). Maka tindakan yang perlu dilakukan
adalah :
a.
Hisap mulut dan hidung untuk memastikan jalan nafas bersih
b.
Berikan oksigen 0,5 liter/menit .
c.
Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayan yang dituju
menjaga bayi tetap hangat, bungkus bayi dengan kain kering,
selimuti dan pakai topi untuk mencegah kehilangan panas.
3)
Bayi Berat Lahir Sangat Rendah ( BBLSR) atau premature kecil
Bayi yang sangat kecil ( kurang dari 1500 gr atau kurang dari 32
minggu) sering terjadi yang masalah berat misalnya sukar
bernafas. Kesukaran pemberian minum, ikterus berat, infeksi. Bayi
rentan hipotermi jika tidak dalam inkubator.
4)
Letargi
Bayi yang mengalami letargi atau tonus otot rendah (tidak ada
gerakan), sangat mungkin bayi sakit berat dan harus segera
dirujuk ke tempat pelayanan yang sesuai.
5)
Kejang
Kejang dalam satu jam pertama kehidupan jarang. Kejang dapat
disebabkan oleh meningiti, enchepalopati, atau hipoglikemia berat.
(Sondakh, 2013)
10
Menurut Ningsih (2012). Masalah pada bayi baru lahir bisa
menimbulkan beberapa hal diantaranya :
1)
Diare
Bayi dikatakan mengalami diare jika terjadi pengeluaran feces
yang tidak normal, baik dalam jumlah maupun bentuk (frekuensi
lebih dari normal dan bentuknya cair). Bayi dikatakan diare bila
sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus
dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.
2)
Infeksi
Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada
masa antenatal, intranatal, dan postnatal.
f.
Adaptasi Fisiologi
Bayi Baru Lahir Terhadap Kehidupan Diluar
Uterus :
1. Adaptasi Pernapasan
a. Pernapasan awal dipicu oleh faktor fisik, sensorik, dan kimia.
1) Faktor-faktor fisik, meliputi usaha yang diperlukan untuk
mengembangkan paru-paru dan mengisi alveolus yang kolaps
(misalnya, perubahan dalam gradien tekanan).
2) Faktor-faktor sensorik, meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara,
dan penurunan suhu.
3) Faktor-faktor
kimia,
meliputi
perubahan
dalam
darah
(misalnya, penurunan kadar oksigen, peningkatan kadar
karbon dioksida, dan penurunan pH) sebagai akibat asfiksiasementara selama kelahiran.
b. Frekuensi pernapasan bayi baru lahir berkisar 30-60 kali per menit
c. Sekresi lendir mulut dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah,
terutama selama 12-18 jam pertama.
d. Pernapasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi dalam
waktu 30 detik pertama sesudah lahir.
Pernapasan ini timbul sebagai akibat aktivitas normal sistem saraf
pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa rangsangan lainnya.
11
Semua ini menyebabkan perangsangan pusat pernapasan dalam
otak yang melanjutkan rangsangan tersebut untuk menggerakan
diagfragma, serta otot-oto pernapasan lainnya. Tekanan rongga
dada
bayi
pada
saat
melalui
jalan
lahir
per
vaginam
mengakibatkan paru-paru kehilangan 1/3 dari cairan yang terdapat
di dalamnya, sehingga tersisa 80-100 mL. Setelah bayi lahir,
cairan yang hilang tersebut akan diganti dengan udara (Sondakh,
2013).
2. Adaptasi Neurologis
a. Sistem neurologis bayi secara anatomik atau fisiologis belum
berkembang sempurna.
b. Bayi baru lahir menunjukkan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi,
pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah
terkejut, dan tremor pada ekstremitas.
c. Perkembangan neonatus terjadi cepat. Saat bayi tumbuh, perilaku
yang lebih kompleks (misalnya: kontrol kepala, tersenyum, dan
meraih tangan dengan tujuan) akan berkembang (Sondakh, 2013).
3. Adaptasi Ginjal
a. Laju filtrasi glomerulus relatif rendah pada saat lahir disebabkan
oleh tidak adekuatnya area permukaan kapiler glomerulus.
b. Meskipun keterbatasan ini tidak mengancam bayi baru lahir yang
normal, tetapi menghambat kapasitas bayi untuk berespons
terhadap stresor.
c. Sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama
setelah lahir dan 2-6 kali sehari pada 1-2 hari pertama; setelah itu,
mereka berkemih 5-20 kali dalam 24 jam (Sondakh, 2013).
4. Adaptasi Hati
a. Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir,
hati terus membantu pembentukan darah.
b. Selama periode neonatus, hati memproduksi zat yang esensial
untuk pembekuan darah.
c. Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai 5
bulan kehidupan ekstrauterin; pada saat ini bayi baru lahir menjadi
rentan terhadap defisiensi zat besi.
12
d. Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang
bersirkulasi, pigmen bersal dari hemoglobin dan dilepaskan
bersamaan dengan pemecahan sel-sel darah merah.
Bilirubin tak terkonjugasi dapat meninggalkan sistem vaskular dan
menembus jaringan ekstravaskular lainnya (misalnya: kulit, sklera,
dan membran mukosa oral) mengakibatkan warna kuning yang
disebut ikterus (Sondakh, 2013).
5.
Adaptasi Imun
a. Bayi baru lahir tidak dapat membatasi organisme penyerang di
pintu masuk.
b.
Imaturitas
jumlah
sistem
pelindung
secara
signifikan
meningkatkan risiko infeksi pada periode bayi baru lahir:
1) Respons
inflamasi berkurang, baik
secara
kualitatif
maupun kuantitatif
2) Fagositosis lambat
3) Keasaman lambung dan produksi pepsin dan dan tripsin
belum berkembang sempurna sampai usia 3-4 minggu
c.
Infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
selama periode neonatus (Sondakh, 2013).
6.
Perubahan Termoregulasi dan Metabolik
a.
Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat karena
lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan pada
uterus.
b.
Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan
kulit
yang
besar
dibandingkan
dengan
berat
badan
menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada
lingkungan.
c. Trauma dingin (hipotermi) pada bayi baru lahir dalam
hubungannya dengan asidosis metabolik dapat bersifat
mematikan, bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat.
d. Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin
terjadi melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi.
(Sondakh, 2013).
13
e. Beberapa mekanisme kehilangan panas tubuh pada bayi baru
lahir menurut Wahyuni (2012) :
1) Evaporasi
Evaporasi adalah cara kehilangan panas utama pada
tubuh
bayi.
Kehilangan
panas
dapat
terjadi
karena
menguapnya cairan pada tubuh bayi. Kehilangan panas tubuh
bayi melalui penguapan dari kulit tubuh yang basah ke udara,
karena bayi baru lahir diselimuti oleh air/cairan ketuban atau
amnion. Proses
ini terjadi apabila
BBL
tidak
segera
dikeringkan setelah lahir.
Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat
dimandikan dan tubuhnya tidak segera di keringkan dan
selimuti.
2) Konduksi
Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak
langsung antara tubuh bayi dan benda atau permukaan yang
temperaturenya lebih rendah. Meja, tempat tidur atau
timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi
akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme
konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda
tersebut.
3) Konveksi
Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi saat tubuh
bayi
terpapar
udara
atau
lingkungan
sekitar
yang
bertemperature dingin. Kehilangan panas badan bayi bisa
melalui aliran udara sekitar bayi yang lebih dingin. Bayi yang
dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin
akan cepat mengalami kehilangan panas.
Kehilangan panas juga terjadi jika terdapat hembusan
udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.
14
4) Radiasi
Radiasi adalah pelepasan panas akibat adanya benda
yang lebih dingin di dekat tubuh bayi. Kehilangan panas
badan bayi melalui pancaran atau radiasi dari tubuh bayi ke
lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin.
2.
Asfiksia
a. Pengertian Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia
dan asidosis. Asfiksia Neonatorum merupakan salah satu kegawatan
bayi baru lahir, yang berupa depresi pernapasan berkelanjutan
sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Asfiksia ini dapat terjadi
karena kurangnya
kemampuan organ pernafasan bayi dalam
menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru-paru (Karlina,
2016).
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Hajr ayat 53 :
‫رُك ِب ُغ ََل ٍم َعل ٍِيم‬
َ ‫َقالُوا ََل َت ْو َج ْل إِ َّنا ُن َب ِّش‬
Mereka berkata: "Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami
memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak
laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim".
Dalam Q.S Al-Hajr ayat 53 Allah Subhanahuwata’ala mengingatkan
hamba-hambanya untuk selalu bersyukur dengan kelahiran seseorang
anak. Janganlah orang tua merasa takut dan sedih dengan kelahiran
anaknya bagaimanapun keadaan anaknya lahir, salah satunya
kelahiran seorang anak dengan Asfiksia karena sesungguhnya mereka
akan tumbuh dewasa menjadi seorang anak yang pandai
dengan
kasih sayang dan asuhan serta didikan yang mereka berikan, kelahiran
seorang anak itu termasuk nikmat Allah yang diberikan kepada hambahamba Nya. Allah Subhanahuwataala kuasa melimpahkan nikmat itu
kepada siapa saja yang dikehendaki Nya.
15
b. Tanda dan Gejala
Menurut Sondakh, (2013).
Beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul pada asfiksia
neonatorum adalah:
1. Tidak ada pernapasan (apnea) / pernapasan lambat (kurang dari 30
kali per menit).
Apnea terdiri atas dua yaitu :
a. Apnea primer
: pernapasan cepat, denyut nadi menurun, dan
tonus otot neuromuskular menurun.
b. Apnea sekunder : apabila asfiksia berlanjut, bayi menunjukan
pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus
menurun, terlihat lemah (pasif), dan pernapasan makin lama
makin lemah.
2. Pernapasan tidak teratur, dengkuran, atau retraksi (perlekukan
dada).
3. Tangisan lemah
4. Warna kulit pucat dan biru
5. Tonus otot lemas dan terkulai
6. Denyut jantung tidak ada atau perlahan (kurang dari 100 kali per
menit).
c. Etiologi
Aliran darah dari ibu ke janin dapat dipengaruhi oleh keadaan ibu.
Jika aliran oksigen ke janin berkurang, akan mengakibatkan gawat
janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir. Akan
tetapi, bayi juga dapat mengalami asfiksia tanpa didahului tanda gawat
janin.
Gawat janin, banyak hal yang dapat menyebabkan bayi tidak
bernapas saat lahir. Sering kali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya
mengalami gawat janin. Akibat gawat janin, bayi tidak menerima
oksigen yang cukup. Gawat janin adalah reaksi janin pada kondisi di
mana terjadi ketidak cukupan oksigen (Sondakh, 2013).
16
Gawat janin dapat diketahui dengan hal-hal berikut :
1.
Frekuensi bunyi jantung janin kurang dari 100 atau lebih dari 180
kali per menit.
2.
Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10
kali per hari).
3.
Adanya air ketuban yang bercampur dengan mekonium atau
berwarna kehijauan.
Faktor Yang Dapat Menyebabkan Gawat Janin :
1.
Keadaan Ibu :
a. Pre-eklamsia dan eklamsia
b. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
f.
2.
Kehamilan postmatur (sesudah 42 minggun kehamilan).
Keadaan Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat.
3.
Keadaan Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, forcep)
c. Kelainan bawaan
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
(Sondakh, 2013)
d. Patofisiologi Asfiksia Sedang
Menurut
(Sondakh,
2013).
Kondisi
patofisiologis
yang
menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel, retensi
karbondioksida berlebihan, dan asidosis metabolik.
Kombinasi ketiga peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan sel
dan lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan kehidupan.
17
Tujuan resusitasi adalah intervensi tepat waktu yang membalikkan
efek-efek biokimia asfiksia, sehingga mencegah kerusakan otak dan
organ yang irevesibel, yang akibatnya akan ditanggung sepanjang
hidup.
Pada awalnya, frekuensi jantung dan tekanan darah akan
meningkat dan bayi melakukan upaya megap-megap (gasping).
Bayi kemudian masuk ke periode apnea primer. Bayi yang
menerima stimulasi adekuat selama apnea primer akan mulai
melakukan usaha napas lagi. Stimulasi terdiri atas stimulasi taktil
(mengeringkan bayi) dan stimulasi termal (oleh suhu persalinan yang
lebih dingin).
Bayi-bayi yang mengalami proses asfiksia lebih jauh berada
dalam tahap apnea sekunder. Apnea sekunder dapat dengan cepat
menyebabkan kematian jika bayi tidak benar-benar didukung oleh
pernapasan buatan, dan bila diperlukan, dilakukan kompresi jantung.
Warna bayi, berubah dari biru ke putih karena bayi baru lahir
menutup sirkulasi perifer sebagai upaya memaksimalkan aliran darah
ke organ-organ seperti jantung, ginjal, dan adrenal.
Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat. Pada hipoksia awal,
aliran darah ke otak meningkat, sebagai bagian mekanisme
kompensasi. Kondisi tersebut hanya dapat memberikan penyesuaian
sebagian.
Jika
hipoksia
berlanjut,
maka
tidak
akan
terjadi
penyesuaian akibat hipoksia pada sel-sel otak.
Dalam praktik menentukan tingkat asfiksia bayi dilakukan dengan
penilaian skor APGAR. Biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir
lengkap dan 5 menit setelah bayi lahir. Patokan klinis dimulai dengan:
1. Menghitung frekuensi jantung
2. Melihat usaha bernapas
3. Melihat tonus otot
4. Menilai refleks rangsangan
5. Melihat warna kulit.
18
e.
Klasifikasi Asfiksia
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Asfiksia ringan atau sedikit asfiksia dengan nilai 7-9
Tabel 2.1
APGAR Score
Nilai
Tanda
Appearance
(Warna Kulit)
0
Biru/ Pucat
Pulse
(Denyut Nadi)
Grimance
(Refleks)
Activity
(Tonus Otot)
Respiration
(Usaha
Bernapas)
Tidak Ada
Tidak Ada
1
Tubuh
kemerahan,
Ekstremitas biru
Lambat (di bawah
100 kali/menit)
Gerakan sedikit
Lumpuh/Lemah
Ekstremitas fleksi
Tidak Ada
Tangisan Lemah
2
Seluruh
tubuh
kemerahan
Diatas 100
kali/menit
Gerakan
kuat/melawan
Gerakan aktif
Tangisan
Kuat
Sumber : Sondakh, 2013
f. Penatalaksanaan
1.
Prinsip
Menurut Sondakh, (2013). Prinsip penatalaksanaan asfiksia
adalah sebagai berikut :
a)
Pengaturan Suhu
Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya
dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat,
kemudian bayi diletakkan telanjang dibawah alat/lampu
pemanas radiasi atau pada tubuh ibunya.
Bayi dan ibu sebaiknya diselimuti dengan baik, namun harus
diperhatikan
pula
agar
berlebihan pada tubuh bayi.
tidak
terjadi pemanasan
yang
19
b)
Tindakan
A-B-C-D
(Airway/membersihkan
Breathing/mengusahakan
ventilasi,
timbulnya
Circulation/memperbaiki
jalan
pernapasan
sirkulasi
napas,
atau
tubuh,
Drug/memberikan obat).
a. Memastikan Saluran Napas Terbuka
1. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu
diganjal.
2. Menghisap mulut, hidung, dan trakea.
b. Memulai Pernapasan
1. Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernapasan
2. Memakai VTP (Ventilasi Tekanan Positif) bila perlu,
seperti sungkup dan balon, pipa ET dan balon, mulut ke
mulut (dengan menghindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan Sirkulasi Darah
Rangsangan dan mempertahankan sirkulasi darah dengan
cara kompresi dada dan pengobatan.
2. Resusitasi
Prinsip Dasar Resusitasi
1. Memberikan lingkungan yang baik dan mengusahakan saluran
pernapasan.
2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
3. Perlengkapan dan Peralatan Resusitasi
1) Perlengkapan penghisap
a) Suction karet
b) Suction dan selang mekanis
c) Kateter suction
d) Aspirator mekonium
2) Peralatan kantong dan masker
a) Bag resusitasi neonatus dengan katup pelepasan-tekanan
atau manometer tekanan; bag tersebut harus mampu
mengalirkan 90-100% oksigen.
20
b) Masker wajah, dengan ukuran bayi baru lahir.
c) Oksigen dengan pengukuran aliran (kecepatan aliran
sampai 10 L/menit).
3) Lain-lain
a) Sarung tangan dan pelindung diri yang dibutuhkan
b) Lampu penghangat
c) Permukaan resusitasi yang padat, berbantalan
d) Jam
e) Linen yang dihangatkan
f)
Stetoskop
g) Plester ½ atau ¾ inci
g. Langkah-langkah Resusitasi
Tahap 1 : Langkah Awal
Langkah awal ini perlu diselesaikan secara tepat dan cepat (dalam
waktu 30 detik). Bagi sebagian besar bayi baru lahir, 6 langkah
dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernapas spontan dan
teratur.
1)
Menjaga bayi tetap hangat
a. Letakan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu
b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap
terbuka, potong tali pusat.
c. Pindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi yang
datar, rata, keras, bersih, kering, dan hangat.
2)
Mengatur posisi bayi
a. Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat
penolong.
b. Posisikan kepala bayi dengan menempatkan pengganjal
bahu sehingga kepala sedikit ekstensi.
3)
Mengisap lendir
Gunakan alat penghisap lendir Dee Lee dengan cara sebagai
berikut :
a. Isap lendir dari mulut dulu, kemudian hisap lendir dari
hidung.
21
b. Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar,
tidak pada saat memasukkan.
c. Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih
dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam
hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi
melambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas.
Apabila pengisapan dilakukan dengan balon karet lakukan
dengan cara sebagai berikut :
a.
Tekan bola di luar mulut
b.
Masukkan ujung pengisap di rongga mulut dan lepaskan
(lendir akan terisap)
c.
4)
Untuk hidung, masukkan ke lubang hidung.
Mengeringkan dan merangsang bayi
a. Keringkan bayi mulai dari wajah, kepala dan bagian tubuh
lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat
membantu BBL memulai pernafasan atau bernafas lebih
baik.
b. Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di
bawah ini :
(1) Menepuk atau menyentil talapak kaku.
(2) Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi
dengan telapak tangan.
5)
Mengatur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi
a.
Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan
kering yang baru.
b.
Selimut bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi
bagian muka dan dada agar pemantauan pernafasan
bayi.
c.
Atur kembali posisi kepala bayi sehingga kepala sedikit
ekstensi.
22
6)
Melakukan penilaian bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, megapmegap atau tidak bernafas.
a.
Bila bayi bernapas normal : lakukan asuhan pasca
resusitasi
b.
Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas: segera
lakukan tindakan ventilasi bayi.
Tahap 2 : Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan
sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk
membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
Langkah-langkah ventilasi adalah sebagai berikut :
1.
Pasang sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan
hidung.
2.
Ventilasi 2 kali
a.
Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30
cm air.
Tiupan awal tabung-sungkup atau pemompaan awal
balon-sungkup ini sangat penting untuk membuka alveoli
paru agar bayi bisa mulai bernafas dan sekaligus menguji
apakah jalan nafas terbuka.
b.
Lihat apakah dada bayi mengembang
Saat melakukan tiupan/pemompaan, perhatikan apakah
dada bayi mengembang dan bila tidak mengembang :
1.
Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak ada
udara yang bocor.
2.
Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah
benar.
3.
Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir
atau cairan lakukan pengisapan ulang.
4.
Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air
(ulangan), bila dada mengembang, lakukan tahap
berikutnya.
23
3.
Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
a. Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau
pemompaan dengan balon dan sungkup sebanyak 20 kali
dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air, sampai bayi
mulai menangis dan bernapas spontan.
b. Pastikan dada mengembang saat dilakukan peniupan
atau pemompaan setelah 30 detik, lakukan penilaian
ulang napas.
Jika bayi mulai bernapas spontan atau menangis,
hentikan ventilasi secara bertahap.
a.
Lihat dada, apakah ada retraksi dinding dada bawah
b.
Hitung frekuensi napas per menit, dengan cara : jika
bernapas >40 kali permenit dan tidak ada retraksi
berat (jangan ventilasi lagi, letakkan bayi dengan
kontak kulit ke kulit pada dada ibu dan lanjutkan
asuhan
BBL.
Pantau
setiap
15
menit
untuk
pernapasan dan kehangatan, katakan kepada ibu
bahwa bayinya kemungkinan besar akan membaik,
lanjutkan asuhan pasca resusitasi). Jika bayi megapmegap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi.
4.
Ventilasi setiap 30 detik, hentikan dan lakukan penilaian
ulang napas
a. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan
tekanan 20 cm air).
b. Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian
apakah bayi bernapas, tidak bernapas atau megapmegap. (Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas,
teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian
lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik).
5.
Menyiapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan
sesudah 2 menit resusitasi
a. Jelaskan pada ibu apa yang terjadi, apa yang anda
lakukan dan mengapa
b. Mintalah keluarga untuk menyiapkan rujukan
24
c. Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
d. Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam
medis persalinan.
6.
Melanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi.
Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar dan
pulsasi tali pusat tidak teraba, lanjutkan ventilasi selama 10
menit. Hentikan resusitasi, jika denyut jantung tetap tidak
terdengar dan pulsasi tali pusat tidak teraba. Jelaskan pada
ibu dan berilah dukungan kepadanya, serta lakukan
pencatatan.
Bayi yang mengalami asistole (tidak ada denyut jantung)
selama 10 menit, kemungkinan besar mengalami kerusakan
otak permanen. (Sondakh, 2013).
Menurut Wahyudi (2012). Penanganan pada kegawatan
asfiksia
neonatorum
salah
satunya
adalah
dengan
melakukan resusitasi jantung paru. Namun sampai saat ini
evaluasi dari tindakan resusitasi jantung paru hanya sebatas
observasi keadaan umum bayi diantaranya pola nafas dan
warna kulit bayi. Hal ini mempengaruhi dalam pengukuran
dan pendokumentasian kondisi bayi sehingga jauh dari skala
objektifitas, selain itu pengaruh dalam tindakan resusitasi
jantung, paru juga kurang terukur secara objektif.
25
Gambar 2.1 Konsep Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir
Sumber : Sondakh (2013:186)
BAYI LAHIR
Bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megapmegap, sambil menilai, lakukan hal berikut:
 letakkan bayi di atas perut ibu atau dekat
perineum
 selimuti bayi
 pindahkan bayi ke tempat resusitasi
Asuhan
bayi normal
YA
TIDAK
Langkah awal:
 Jaga bayi tetap hangat
 Atur posisi bayi
 Isap lender
 Keringkan dan rangsang taktil
 reposisi
NILAI NAPAS
Bayi bernapas normal
Asuhan pascaresusitasi:
 Pemantauan
 Pencegahan hipotermi
 IMD
 Pemberian vitamin K
 Pencegahan infeksi
 Pemeriksaan fisik
 Pencatatan dan pelaporan
Bayi Mulai Bernapas
Bayi tidak bernapas/mengap-mengap
Ventilasi:
 Pasang sungkup, perhatikan lekatan
 Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cmH2O
 Bila dada mengembang lakukan ventilasi
dengn tekanan 20 cmH2O selama 30 detik
NILAI NAPAS
Bayi tidak bernapas/mengap-mengap
 Ulangi ventilasi sebanyak 20 kali selama 30 detik
 Hentikan ventilasi dan nilai kembali napas setiap 30
detik
 Bila bayi tidak bernapas spontan sesudah 2 menit
resusitasi, siapkan rujukan
 Konseling
 Lanjutkan resusitasi
 Pemantauan
 Pencegahan hipotermi
 Pemberian vitamin K
 Pencegahan infeksi
 Pencatatan dan pelaporan
Bila dirujuk
Bayi tidak bernapas/mengap-mengap
 Sesudah
10
menit,
pertimbangkan
menghentikan resusitasi
 Konseling
 Pencatatan dan pelaporan
untuk
26
B. Teori Manajemen Kebidanan Asfiksia Sedang
1.
Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan
tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-teemuan, keterampilan
suatu keputusan berfokus pada klien (Trisnawati, 2016).
Proses manajemen kebidanan terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai
keadaan klien secara keseluruhan.
b. Menginterprestasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa dan
masalah.
c. Mengidentifikasi
diagnosa
atau
masalah
potensial
dan
mengantisipasi penanganannya.
d. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi,
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta rujukan berasarkan
kondisi klien.
e. Menyusun
rencana
asuhan
secara
menyeluruh
dengan
mengulang kembali manajemen proses untuk aspek-aspek
asuhan yang tidak efektif
f. Melakukan rencana asuhan asuhan kebidanan yang telah di
uraikan secara efisien dan aman
g. Mengevaluasi seluruh asuhan yang telah dilakukan.
Melihat dari penjelasan diatas maka proses manajemen kebidanan
merupakan suatu langkah sistematis yang menjadi pola pikir bidan
dalam
melaksanakan
asuhan
kepada
klien
diharapkan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang sistematis
dan rasional sehingga semua asuhan yang diberikan bidan pada
klien akan efektif (Trisnawati, 2016).
27
2. Dokumentasi Asuhan Kebidanan
Dokumentasi adalah catatan tentang interaksi antara tenaga
kesehatan, pasien, keluarga pasien, keluarga pasien dan tim
kesehatan yang mencatat tentang hasil dari pemeriksaan prosedur,
pengobatan pada pasien dan pendidikan pada pasien serta respon
terhadap semua asuhan yang telah dilakukan.
Alur berfikir saat menghadapi klien meliputi 7 langkah Varney dan
di dokumentasikan menggunakan SOAP, yaitu :
a.
S
(Subyektif)
:
Menggambarkan
pendokumentasian
hasil
pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah 1
Varney.
b.
O (Obyektif)
: Menggambarkan pendokumentasian
hasil
pemeriksaan fisik klien, hasil labolatorium dan uji diagnostik lain
yang merumuskan dalam fokus untuk mendukung asuhan sebagai
langkah I Varney.
c.
A (Assesment) : Assesment atau analisa
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi :
1.
Diagnosis atau masalah potensial
2.
Antisipasi diagnosa atau masalah potensial
3.
Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter,
konsultasi atau kolaborasi dan atau rujukan sebagai 2,3
dan 4 Varney.
d.
P
(Penatalaksanaan)
:
Menyusun
suatu
rencana
secara
menyeluruh dan melaksanakan asuhan secara efisien dan aman.
(Varney, 2007)
28
C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Asfiksia Sedang
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat
diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah
data Subjektif, O adalah data Objektif, A adalah Analisis/Assesment,
jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan
proses
pemikiran
penatalaksanaan
manajemen
kebidanan
(Muslihatun, 2010).
1) Data Subjektif
Adalah data yang di dapat dari subjek berisi keluhan atau
kekhawatiran, jika dihubungkan dengan kasus asfiksia sedang
maka data subjektif yang diperoleh adalah bayi menangis spontan
atau tidak, gerakan aktif atau lemah, warna kulit kemerahan atau
tidak.
2) Data Objektif
a.
Pemeriksaan Khusus
Segera
setelah
lahir
dilakukan
dengan
pemeriksaan
Appearance, Pulse, Gremace, Aktivity, Respiration pada menit
pertama, dan kelima. Pada penilaian awal terdiri dari tiga tahap,
diantaranya apakah bayi menangis atau bernapas/megapmegap, apakah tonus otot bayi baik/bergerak aktif, dan apakah
warna kulit kemerahan atau sianosis.
b.
Pemeriksaan Umum
Untuk mengetahui keadaan umum bayi meliputi tingkat
kesadaran (sadar penuh, apatis, gelisah, koma) gerakan yang
ekstrim dan ketegangan otot (Muslihatun, 2010).
c.
d.
Pemeriksaan Tanda-tanda Vital :
1)
Laju nafas 40-60 kali per menit, periksa kesulitan bernapas
2)
Laju jantung 120-160 kali per menit
3)
Suhu normal 36,5OC-37,5OC
Pemeriksaan fisik sistematis menurut Dewi (2010) adalah :
1)
Kepala
: Adakah kelainan cephal hematoma,
caput succedaneum.
2)
Mata
: Adakah kotoran di mata, adakah warna
29
kuning di sklera dan warna pucat di
konjungtiva.
3)
Telinga
: Adakah kotoran atau cairan, simetris atau
tidak.
4)
Hidung
: Adakah nafas cuping hidung, kotoran
yang
menyumbat
jalan
nafas
pada
asfiksia sedang tidak ada cuping hidung.
5)
Mulut
: Adakah sianosis dan bibir kering. Adakah
kelainan
seperti
labioskizis
atau
labiopalatoskizis, pada asfiksia masih
normal.
6)
Leher
: Simetris atau tidak, retraksi, frekuensi
bunyi jantung, adakah kelainan. Pada
kasus asfiksia sedang frekuensi jantung
lebih dari 100x/ menit.
7)
Dada
: Periksa bunyi nafas dan detah jantung.
Lihat adakah tarikan dinding dada dan
lihat puting susu (simetris atau tidak).
8)
Abdomen
: Bentuk, adakah pembesaran hati dan
limpa.
9)
Ekstremitas
: Adakah oedema, tanda sianosis, apakah
kuku sudah melebihi jari-jari, apakah ada
kelainan poli diktil atau sindaktil. Pada
kasus
asfiksia
sedang
bayi
tampak
sianosis atau biru.
10) Genetalia
: Jika laki-laki, apakah testis sudah turun
kedalam scrotum. Untuk bayi perempuan,
periksa labia mayor sudah menutupi labia
minor, apakah vagina berlubang dan
uretra berlubang.
11) Punggung
: Untuk mengetahui keadaan tulang
belakang, apakah ada pembengkakan
atau cekungan.
30
12) Anus
: Periksa lubang anus, berlubang atau
tidak. Apabila bayi sudah mengeluarkan
mekonium maka langkah ini tidak usah
dikerjakan.
13) Kulit
: Warna, apakah kulit kencang atau keriput
dan rambut lanugo, warna pada asfiksia
sedang bayi tampak sianosis atau biru.
e.
Pemeriksaan reflek :
a. Reflek morro
: Untuk mengetahui gerakan memeluk
bila dikagetkan.
b. Reflek rooting
: Untuk mencari puting susu dengan
rangsangan taktil pada pipi dan daerah
mulut.
c. Reflek sucking
: Untuk mengetahui reflek hisap dan
menelan.
d. Reflek tonick neck
: Untuk mengetahui otot leher bayi akan
mengangkat leher dan menoleh ke
kanan dan ke kiri jika diletakkan pada
posisi tengkurap (Rohani, 2011).
f.
Pemeriksaan Antopometri menurut Dewi (2010), pemeriksaan
antopometri meliputi :
a. Lingkar Kepala :
Untuk mengetahui pertumbuhan
otak
(normal 33-38 cm)
b. Lingkar Dada
:
Untuk
mengetahui
keterlambatan
pertumbuhan (normal 33-35 cm)
3)
c. Panjang badan :
Normal (48-52cm)
d. Berat badan
Normal ( 2500-4000 gram).
:
Analisa
1) Diagnosa
:
Asuhan Kebidanan pada neonatus
dengan asfiksia sedang
2) Diagnosa Potensial :
Asfiksia Berat ( Varney, 2007)
31
3) Kebutuhan
:
Mempertahankan
suhu
tubuh,
menghisap lendir bayi, memberikan
O2 setengah liter (Dewi, 2010).
4)
Penatalaksanaan
a) Mempertahankan suhu tubuh tetap hangat, dengan cara
memastikan bayi tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit
bayi dengan kulit ibu, mengganti handuk/kain basah dan
bungkus bayi dengan selimut dan memastikan bayi tetap
hangat dengan memeriksa telapak kaki setiap 15 menit.
Apabila telapak kaki teraba dinding, periksa suhu aksila bayi.
b) Perawatan mata: obat mata gentamicin 0,3% dianjurkan
untuk mencegah penyakit mata. Obat mata perlu diberikan
pada jam pertama setelah persalinan.
c) Personal hygiene
Personal hygiene dapat diartikan sebagai kesehatan atau
kebersihan perorangan. Kebersihan seseorang adalah suatu
tindakan untuk meemlihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Personal
hygiene berikut ditunjukan agar perawat dapat menangani
pasien bayi dengan personal hygiene yang baik dan benar
dengan cara memandikan bayi, menggunakan waslap atau
mandi rendam pada bayi. Kebersihan badan bayi yang
sedang dirawat menjadi salah satu faktor yang sangat
penting dalam menunjang kesembuhannya (Sitiatava, 2012).
d) Merawat tali pusat
Tali pusat atau umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi
janin
selama
didalam
kandungan
dikatakan
saluran
kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari
menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin.
Tetapi, saat bayi lahir, saluran ini sudah tidak diperlukan lagi,
sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.
Setelah dipotong, tindakan berikutnya adalah perawatan tali
pusat pada bayi inilah yang harus dirawat. Sebab, jika tidak
dirawat maka dapat menyebabkan infeksi (Sitiatava, 2012).
32
e) Memperlihatkan bayi pada orang tuanya/keluarga
f) Mempasilitasi kontak dini bayi dengan ibu :
1) Berikan bayi kepada ibu sesegera mungkin. Kontak dini
antara ibu dan bayi penting untuk : mempertahankan
suhu bayi baru lahir, ikutan batin bayi terhadap ibu dan
pemberian ASI dini.
2) Doronglah ibu untuk menyusui bayinya apabila bayi
telah siap (reflek rooting positif). Jangan paksakan bayi
untuk menyusui.
3) Bila memungkinkan, jangan pisahkan ibu dengan bayi,
biarkan bayi bersama ibu paling tidak 1 jam setelah bayi
lahir.
g)
Memberikan vitamin K
1) Semua bayi baru lahir normal dan cukup bulan perlu
diberi vitamin K per oral 1 mg/hari selama 3 hari
2) Bayi risiko tinggi diberikan vitamin K 1 dengan dosis 0,5
mg IM.
h)
Konseling
Ajarkan pada ibu/orang tua bayi untuk :
1) Menjaga kehangatan bayi
2) Pemberian ASI
3) Perawatan tali pusat
4) Mengawasi tanda-tanda bahaya
Tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai pada bayi
baru lahir, adalah :
a) Pernafasan, sulit atau lebih dari 60 kali per menit,
terlihat dari retraksi dinding dada pada waktu bernafas
b) Suhu, terlalu panas > 38oC (febris), atau terlalu dingin
< 36oC (hipotermia)
c) Warna abnormal, kulit/bibir biru (sianosis) atau pucat,
memar atau bayi sangat kuning (terutama pada 24 jam
pertama), biru
d) Pemberian
ASI
sulit,
hisap
berlebihan, banyak muntah.
lemah,
mengantuk
33
e) Tali pusat, merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk,
berdarah.
f)
Infeksi, suhu meningkat, merah bengkak, keluar cairan
(pus), bau busuk, pernafasan sulit.
g) Gangguan
gastrointestinal,
misalnya
tidak
mengeluarkan mekonium selama 3 hari pertama
setelah lahir, muntah terus menerus, muntah dan perut
bengkak, tinja hijau tua atau berdarah/berlendir.
h) Tidak berkemih dalam 24 jam
i)
Menggigil atau
suara
tangis
tidak
bisa,
lemas,
mengantuk, lunglai, kejang, kejang halus, tidak bisa
tenang, menangis terus menerus.
j)
Mata bengkak dan mengeluarkan cairan.
k) Imunisasi
Dalam waktu 24 jam dan sebelum ibu dan bayi
dipulangkan, berikan imunisasi BCG, atau polio oral
dan hepatitis B.
i)
Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah menilai apa ada kemajuan atau
tidak pada pasien setelah dilakukan tindakan (Varney,
2007). Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir dengan asfiksia sedang adalah :
1) Bayi sudah dapat menangis kuat.
2) Sudah dilakukan pembersihan jalan napas dan bayi
sudah bisa bernapas dengan spontan.
3) Sudah dilakukan pemotongan tali pusat, lakukan
inisiasi menyusu dini selama 1 jam, pemeriksaan
antropometri, injeksi vitamin K sudah diberikan pada
paha kiri, salep mata sudah diberikan dan sudah
dilakukan rawat gabung antara bayi dan ibu.
4) Bayi tidak hipotermi.
5) Ibu sudah mengetahui keadaan bayi.
34
D. Landasan Hukum
Bidan dalam menyelenggarakan praktiknya berlandaskan pada
Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 16 ayat (2) yaitu
pelayanan kebidanan kepada anak meliputi perawatan bayi baru
lahir, perawatan tali pusat, perawatan bayi bayi, resusitasi bayi baru
lahir, pemantauan tubuh kembang anak, pemberian
imunisasi,
pemberian penyuluan (Kepmenkes, 2010).
Berdasarkan Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 11
yaitu pelayanan pada bayi baru lahir yaitu meliputi pelayanan
kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 diberikan
pada bayi baru lahir, bayi dan balita, dan anak pra sekolah. Bidan
dalam
memberikan
pelayanan
kesehatan
anak
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yaitu melakukan asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi,
inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi Vit K, perawatan bayi baru lahir,
perawatan tali pusat dan penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan
dengan rujukan.
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik diharapkan
bidan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dalam pelayanan
kebidanan
yang
telah
tercantum
pada
Permenkes
1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 11 dan pasal 16 tersebut.
No.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 78.
Al Qur’an Surat Al-Hajr Ayat 53.
Dewi, V.N.L. (2010) Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.
JNKP-KR. Yuliana. (2015) Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia.
Surakarta: Kusuma Husada.
Karlina, Novi (2016) Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Bogor: In
Media.
Muslihatun, W.N. (2010) Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaga.
Ningsih, Titis Arum Putri (2012) Jurnal Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir.
Surakarta.
Notoatmodjo. (2010) Metode Dan Teknik Pengumpulan Data (internet). Tersedia
dalam http.//www.salimafarma.blogspot.com (diakses 10 April 2016)
Nursalam, W.N. (2008) Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:
Salemba.
Prawirohardjo, S. (2010) Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Rukiyah, A.Y., Yulianti, L (2013) Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.
Jakarta: Trans Info Media.
Sitiatava, R.P. (2012) Asuhan Neonatus Bayi dan Balita Untuk Keperawatan Dan
Kebidanan. Jogjakarta: D Medika.
Sondakh. (2013) Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Erlangga.
Trisnawati, Friska. (2016) Pengantar Ilmu Kebidanan. Jakarta: Prestasi
Pustakarya.
Wahyudi (2010) dalam Suroso, Sunarsih: Apgar Score Pada Bayi Baru Lahir
Dengan Asfiksia Neonatorum Pasca Resusitasi Jantung Paru, Jilid 2,
November 2012, hlm.1-94.
Wahyuni. (2013) Ilmu Kebidanan Maternal Neonatal. Jakarta: ECG
WHO Dalam Yuliana (2013) Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta:
Trans Info Media
Download