ii. tinjauan pustaka

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Manajemen Strategis
Strategi menurut Gasperz (2006) adalah suatu pernyataan tentang apa
yang harus dilakukan oleh organisasi untuk bertindak dari satu titik referensi
ke referensi yang lain. Strategi merupakan sekumpulan tindakan terintegrasi
yang konsisten dengan visi jangka panjang organisasi yang memberikan
nilai kepada pelanggan dengan suatu struktur biaya yang memungkinkan
pencapaian keunggulan hasil berkelanjutan.
Menurut David (2006), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan
jangka panjang. Strategi bisnis dapat mencakup ekspansi geografis,
diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengurangan
bisnis, divestasi, likuidasi dan joint venture. Strategi juga dapat berarti
sebagai tindakan potensial yang membutuhkan keputusan manajemen
tingkat atas dan sumberdaya perusahaan dalam jumlah yang besar. Selain
itu, strategi mempengaruhi kemakmuran perusahaan dalam jangka panjang,
khususnya untuk lima tahun, dan berorientasi ke masa depan. Strategi
memiliki konsekuensi yang multifungsi dan multidimensi serta perlu
mempertimbangkan faktor-faktor eksternal dan internal yang dihadapi
perusahaan.
Menurut Mangkuprawira (2003), strategi adalah cara mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Ia merpuakan sebuah rencana
permanen untuk sebuah kegiatan, di dalamnya biasanya termasuk formulasi
tujuan dan kumpulan rencana kegiatan.
Menurut Mulyadi (2007), strategi digunakan untuk menyediakan
customer value terbaik guna mewujudkan visi perusahaan. Di masa lalu,
strategi perusahaan lebih dipacu untuk menghadapi pesaing, sehingga
perhatian manajemen tidak difokuskan untuk menghasilkan value terbaik
bagi customers. Suatu lingkungan bisnis yang didalamnya customers
memegang kendali, akan membuat lingkungan tersebut menjadi kompetitif,
kompleks dan bergolak. Manajemen perusahaan perlu memfokuskan
strateginya ke penyediaan value terbaik bagi pemuasan kebutuhan
customers. Untuk mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya,
perusahaan harus mampu berbeda dari pesaing. Oleh karena itu, perusahaan
harus mampu menghasilkan value terbaik bagi customers, agar produk dan
jasa yang dihasilkan oleh perusahaan dipilih oleh customers.
Menurut David (2006), manajemen strategis (strategic management)
adalah seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan
mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat
mencapai
tujuannya.
Tujuan
manajemen
strategis
adalah
untuk
mengeksploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda untuk masa
mendatang
(perencanaan
jangka
panjang)
dan
mencoba
untuk
mengoptimalkan tren sekarang untuk masa datang. Secara lebih jelas dapat
dilihat pada Gambar 2. Proses manajemen strategis terdiri atas tiga tahap:
1.
Tahap
formulasi
strategi:
formulasi
strategi
adalah
tahapan
mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman
eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal,
menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi,
dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan.
2.
Tahap implementasi strategi:
implementasi strategi mensyaratkan
perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan,
memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga
strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan.
3.
Evaluasi strategi: evaluasi strategi adalah tahap final dalam
manajemen strategis yang mencakup tiga aktivitas utama yaitu (1)
meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar
strategi saat ini, (2) mengukur kinerja, dan (3) mengambil tindakan
korektif.
2.2. Konsep Pengukuran Kinerja
Menurut Mulyadi (2007), pengukuran kinerja adalah penentuan secara
periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagan organisasi, dan
karyawannya berdasarkan sasaran standar dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. pengukuran kinerja merupakan suatu bagian dari proses
manajemen strategis yang dapat memberikan informasi strategi yang
menyeluruh bagi para pembuat keputusan.
Mengembangkan
Pernyataan Visidan
Misi
Menjalankan
Audit internal
Menjalankan
Audit eksternal
menetapkan
tujuan jangka
panjang
Formulasi
strategi
Merumuskan,
mengevaluasi, dan
memilih strategi
Implementasi
strategi –isu
manajemen
Implementasi Strategi
Isu-Isu Pemasaran,
Keuangan, Akutansi,
Penelitian Dan
Pengembangan,
Sistem Informasi
Manajemen
Implementasi
strategi
Mengukur dan
mengevaluasi kinerja
Evaluasi
strategi
Gambar 2.Model Komprehensif Proses Manajemen Strategis (David,2006)
Pengukuran kinerja berada pada tahap implementasi, sedangkan hasil
pengukurannya
berda
pada
tahap
pemantauan,
yang
kemudian
dikomunikasikan untuk memberi umpan balik dalam pengambilan
keputusan. Pengukuran kinerja berkaitan dengan penentuan strategi dan
langkah yang akan diambil oleh perusahaan, sehingga bila dasar pengukuran
yang dipakai tidak kuat maka strategi pengambilan keputusan akan
menimbulkan berbagai kesalahan dan kerugian.
Menurut David (2006), keputusan strategis yang salah bisa
mengakibatkan kerugian dan untuk memperbaiki kesalahan tersebut adalah
hal yang sulit, bila tidak mau dikatakan tidak mungkin. Hampir semua
penyusun strategi sepakat bahwa evaluasi strategi sangat vital bagi
kelangsungan organisasi; evaluasi antarwaktu dapat memberi peringatan
dini kepada manajemen terhadap masalah atau potensi masalah sebelum
situasi menjadi lebih parah. Evaluasi strategi meliputi tiga aktivitas dasar
yaitu:
1. Memeriksa dasar strategi perusahaan
2. Membandingkan hasil yang diharapkan dengan hasil aktual
3. Mengambil tindakan korektif untuk memastikan kinerja sejalan dengan
rencana.
Aktivitas evaluasi strategi lainnya yang juga penting adalah mengukur
kinerja organisasi. Aktivitas ini berguna untuk membandingkan antara hasil
yang diharapkan dengan hasil sesungguhnya, menyelidiki deviasi dalam
rencana, mengevaluasi kinerja individu, dan menilai perkembangan yang
terjadi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kriteria untuk
mengevaluasi strategi harus bisa diukur dan mudah diverifikasi.
Kriteria kuantitatif yang umum digunakan dalam evaluasi strategi
adalah rasio keuangan, yang digunakan oleh para penyusun strategi untuk
melakukan tiga perbandingan :
1. Membandingkan kinerja perusahaan dalam periode waktu yang berbeda
2. Membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing
3. Membandingkan kinerja perusahaan dengan rata-rata industri.
Beberapa rasio keuangan utama yang biasa digunakan sebagai kriteria
untuk melakukan evaluasi strategi adalah sebagai berikut:
1. Pengembalian atas investasi (return on investment-ROI)
2. Pengembalian atas ekuitas (return on equity-ROE)
3. Margin laba
4. Pangsa pasar
5. Utang terhadap ekuitas
6. Laba per saham (earnings per share)
7. Pertumbuha penjualan
8. Pertumbuhan aset
Terdapat
beberapa
potensi
masalah
yang
berkaitan
dengan
penggunaan kriteria kuantitatif untuk mengevaluasi strategi (1) sebagian
besar kriteria kuantitatif lebih mengacu pada tujuan tahunan daripada tujuan
jangka panjang. (2) Metode akutansi yang berbeda bisa menghasilkan hasil
yang berbeda dalam berbagai kriteria kuantitatif. (3) Penilaian secara intuitif
hampir selalu dilakukan dalam penjabaran krtiteria kuantitatif. Karena
alasan-alasan tersebut dan alasan lainnya, kriteria kualitatif juga dibutuhkan
dalam mengevaluasi strategi (David,2006).
2.3. Konsep Balanced Scorecard
Menurut Gasperz (2006) Balanced Scorecard merupakan suatu
konsep manajemen yang membantu menerjemahkan strategi ke dalam
tindakan.
Balanced Scorecard
adalah lebih dari sekedar suatu sistem
pengukuran operasional atau taktis. Perusahaan- perusahaan yang inovatif
menggunakannya sebagai suatu sistem manajemen strategis yang mengelola
strategi perusahaan sepanjang waktu (Gambar 3). Perusahaan-perusahaan
inovatif itu menggunakan fokus pengukuran Balanced Scorecard untuk
melaksanakan proses-proses manajemen kritis, sebagai berikut :
1. Mengklarifikasi dan menerjemahkan visi dan strategi perusahaan.
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan-tujuan strategis dengan
ukuran-ukuran kinerja.
3. Merencanakan, menetapkan target, dan menyelaraskan inisiatif-inisiatif
(program-progam) strategis.
4. Mengembangkan
umpan-balik
dan
pembelajaran
strategis
untuk
peningkatan terus-menerus di masa yang akan datang.
2.3.1 Sejarah Balanced Scorecard
Balanced Scorecard diciptakan oleh Robert S.Kaplan, seorang
profesor dari Harvard Business School dan David P. Norton dari kantor
akuntan publik KPMG. Ide tentang Balanced Scorecard
pertama kali
dipublikasikan dalam artikel Robert S. Kaplan dan David P. Norton di
Harvard Business Review tahun 1992 dalam sebuah artikel berjudul
Balanced Scorecard-Measures that Drive Performance.
Gambar 3. Sistem manajemen strategis Balanced Scorecard (Gaspersz,2006)
Artikel tersebut merupakan laporan dari serangkaian riset dan
eksperimen terhadap beberapa perusahaan di Amerika serta diskusi rutin
dua bulanan dengan wakil dari berbagai bidang perusahaan sepanjang tahun
itu untuk mengembangkan suatu model pengukuran kinerja baru. Balanced
Scorecard dikembangkan sebagai sistem pengukuran kinerja yang
memungkinkan para eksekutif memandang perusahaan dari berbagai
perspektif secara simultan. (Yuwono dkk, 2007).
Menurut Mulyadi (2007) Balanced Scorecard merupakan alat
manajemen kontemporer yang didesain untuk meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam melipatgandakan kinerja keuangan luar biasa secara
berkesinambungan (sustainable outstanding financial performance). Oleh
karena perusahaan pada dasarnya merupakan institusi pencipta kekayaan,
pemanfaatan
Balanced
Scorecard
dalam
pengelolaan
menjanjikan
peningkatan signifikan kemampuan perusahaan dalam menciptakan
kekayaan.
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard)
dan (2) berimbang (balanced). Pada tahap eksperimen awal, Balanced
Scorecard merupakan kartu skor yang dimanfaatkan untuk mencatat skor
kinerja hasil eksekutif. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan
eksekutif dimasa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya.
Hasil perbandingan ini dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi atas kinerja
eksekutif. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kinerja
eksekutif diukur secara berimbang dari dua perspektif: keuangan dan
nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh
karena eksekutif akan dinilai kinerja mereka berdasarkan kartu skor yang
dirumuskan secara berimbang, eksekutif diharapkan akan memusatkan
perhatian dan usaha mereka pada ukuran kinerja nonkeuangan dan ukuran
jangka panjang.
Setelah mencatat keberhasilan penerapan Balanced Scorecard sebagai
perluasan kinerja eksekutif, Balanced Scorecard kemudian diterapkan ke
tahap manajemen yang lebih strategis dalam penilaian kinerja. Dalam sistem
perencanaan, pengukuran kinerja terjadi pada tahap pengimplementasian
rencana. Personel tidak akan dapat dimintai pertanggungjawaban atas
kinerjanya
jika
pada
tahap
perencanaan,
personel
tersebut
tidak
merencanakan kinerja yang akan diwujudkan dimasa yang akan datang.
Oleh karena itu, menyusul keberhasilan penerapan Balanced Scorecard di
tahun 1992, pendekatan Balanced Scorecard kemudian diterapkan dalam
proses perencanaan strategis.
Mulai pertengahan tahun 1993, Renaissance Solutions, Inc. (RSI)
sebuah perusahaan konsultasi yang dipimpin oleh David P. Norton (yang
semula menjadi CEO Nolan Norton Institute) menerapkan Balanced
Scorecard
sebagai
pendekatan
untuk
menerjemahkan
dan
mengimplementasikan strategi di berbagai perusahaan kliennya. Mulai saat
itu, Balanced Scorecard tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat pengukur
kinerja eksekutif, namun berkembang menjadi inti sistem manajemen
strategis. Keberhasilan pemanfaatan Balanced Scorecard dalam sistem
manajemen strategis di berbagai perusahaan tersebut dilaporkan dalam
artikel yang ditulis oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton di Harvard
Business Review (Januari-Febuari 1996) berjudul Using Balanced
Scorecard as a Strategic Management System. (Mulyadi, 2007)
2.3.2 Perspektif Balanced Scorecard
Terdapat empat perspektif dalam Balanced Scorecard yang dikaitkan
dengan
visi
dan
strategi
finansial(shareholders-pemegang
organisasi,
saham),
yaitu:
(2)
(1)
perspektif
perspektif
pelanggan
(customers), (3) perspektif proses bisnis internal (internal-business-process),
(4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, manajemen, dan
organisasi (learning and growth). Balanced Scorecard sebagai suatu sistem
manajemen kinerja ditunjukan dalam Gambar 4.
Gambar 4. BSC Sebagai Suatu Sistem Manajemen Kinerja (Gaspersz,2006)
1. Perspektif Keuangan
Ukuran keuangan merupakan hal yang sangat penting dalam
memberikan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran
kinerja finansial memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan,
implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada
peningkatan laba perusahaan. Secara garis besar pengukuran kinerja
keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis,
yaitu: growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran yang
berbeda, sehingga penekanan pengukurannyapun berbeda pula (Kaplan dan
Norton 1996).
Growth adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana
perusahaan memilki produk atau jasa yang yang secara signifikan memiliki
potensi pertumbuhan terbaik. Disini, manajemen terikat dengan komitmen
untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan
mengembangkan suatu produk/ jasa dan fasilitas produksi, menambah
kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur, dan jaringan
distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan
mengembangkan hubungan dengan pelanggan
Selama dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi
dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang
rendah. Dengan demikian, tolak ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini
adalah, misalnya, tingakat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam
segmen pasar yang telah ditargetkan.
Sustain adalah tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan
investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalia
terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa
pasar yang ada, bahkan mengembangkannya, jika mungkin. Investasi yang
dilakukan
umumnya
diarahkan
untuk
menghilangakn
bottleneck,
mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan operasional secara
konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat
pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolak ukur yang kerap
digunakan pada tahap ini, misal, ROI, ROCE dan EVA
Harvest adalah tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar
memanen/menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi
investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru,
kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran
keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolak ukur,
adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.
2. Perspektif Pelanggan
Menurut Budiarti (2007), dalam perspektif pelanggan Balanced
Scorecard, manajemen perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan
segmen pasar di mana unit bisnis tersebut akan bersaing dan berbagai
ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Perspektif ini biasanya
terdiri atas beberapa ukuran utama atau ukuran generik keberhasilan
perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik.
Ukuran utama tersebut terdiri atas kepuasan pelanggan, retensi pelanggan,
akuisisi pelanggan baru, profitabilitas pelanggan, dan pangsa pasar di
segmen sasaran.
Selain, perspektif pelanggan seharusnya juga mencakup berbagai
ukuran tertentu yang menjelaskan tentang proposisi nilai yang akan
diberikan perusahaan kepada pelanggan segmen pasar tertentu merupakan
faktor yang penting, yang dapat mempengaruhi keputusan pelanggan untuk
berpindah atau tetap loyal kepada pemasoknya. Sebagai contoh, pelanggan
mungkin menghargai kecepatan (lead time) dan ketepatan waktu pengiriman
atau produk dan jasa inovatif yang konstan atau pemasok yang mampu
mengantisipasi kebutuhan dan kapabilitas yang berkembang terus dalam
pengembangan produk dan pendekatan baru yang diperlukan untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Menurut Norton dan Kaplan (1996), perspektif pelanggan memiliki
dua kelompok pengukuran yaitu: customer core measurement dan customer
value propositions (Gambar 5).
Gambar 5. Tolak ukur utama dalam perspektif pelanggan (Norton dan Kaplan,2006)
1. Customer Core Measurement
Customer core measurement memiliki beberapa komponen pengukuran,
yaitu:
a. Market Share; pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai
perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain:
jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
b. Customer Retention; mengukur tingkat di mana perusahaan dapat
mempertahankan hubungan dengan konsumen.
c. Customer Acqusition; mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis
mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
d. Customer Profitability; mengukur laba bersih dari seorang pelanggan
atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk
mendukung pelanggan tersebut.
2. Customer Value Proposition
Customer value proposition merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada
core value proposition yang didasarkan pada atribut sebagai berikut:
a. Product /service attributes; meliputi fungsi dari produk atau jasa,
harga dan kualitas. Pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda
atas produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari
produk, kualitas, atau harga yang murah. Perusahaan harus
mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang
ditawarkan. Selanjutnya, pengukuran kinerja ditetapkan berdasarkan
hal tersebut.
b. Customer relationship; menyangkut perasaan pelanggan terhadap
proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan
konsumen ini sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen
perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan masalah waktu
penyampaian. Waktu merupakan komponen yang penting dalam
persaingan perusahaan, konsumen biasanya menganggap penyelesaian
order yang cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi
keuasan mereka.
c. Image and reputation; menggambarkan faktor-faktor intangible yang
menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan.
Membangu image dan reputasi dapat dilakukan melauli iklan dan
menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Menurut Luis dan Biromo (2007), proses bisnis intenal adalah
serangkaian aktivitas yang ada dalam bisnis perusahaan secara internal
Yang kerap disebut dengan rantai nilai (Value Chain). Dalam perusahaan
yang menghasilkan barang maupun jasa, pada umumnya rantai nilai terdiri
dari pengembangan produk baru, produksi, penjualan dan marketing,
distribusi (product delivery), layanan purna jual (after sales service), serta
keamanan dan kesehatan lingkungan (environmen safetty and health).
develop new product
product
manufacturing
sell and
marketing
deliver and
distribution
After sales
service
Envitonment
safety & health
Gambar 6. Generic Value Chain (Luis dan Biromo,2007)
Kaplan dan Norton (1996) membagi proses bisnis internal ke dalam
tiga proses yaitu:
a. Proses inovasi, dalam proses ini unit bisnis menggali pemahaman tentang
kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang
mereka butuhkan.
b. Proses operasi, adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/
jasa. Aktivitas di dalam proses terbagi ke dalam dua bagian, yaitu proses
pembuatan produk dan proses penyampaian produk kepada pelanggan.
c. Proses pelayanan purna jual, proses ini merupakan jasa pelayanan pada
pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan.
Gambar 7. Model rantai nilai genetik pada proses bisnis internal (Kaplan dan Norton ,1996)
4.
Perspektif pembelajaran dan Pertumbuhan
Menurut Budiarti (2007) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
mengidentifikasi infra struktur yang harus dibangun perusahaan dalam
menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Sumber
utama pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan adalah manusia, sistem,
dan prosedur perusahaan (Gambar 8). Untuk mencapai tujuan perspektif
finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal, maka perusahaan harus
melakukan investasi dengan memberikan pelatihan kepada karyawannya,
meningkatkan teknologi dan sistem informasi, serta menyelaraskan berbagai
prosedur dan kegiatan operasional perusahaan yang merupakan sumber
utama perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Gambar 8. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton ,1996)
Menurut Kaplan dan Norton (1996). Pada perspektif ini terdapat tolak
ukur dalam perusahaan, yaitu :
1. Employee capabilities, dimana kemampuan karyawan dalam organisasi
dengan perencanaan dan upaya implementasi pelatihan pegawai yang
menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk
mencapai tujuan organisasi.
2. Information system capabilities. Diperlukan informasi-informasi terbaik
untuk
pencapaian tujuan perusahaan pada
karyawan.
Dengan
kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh
tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat
waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
3. Motivation, empowerment, and alignment. Tingkat motivasi karyawan
dapat diukur melalui banyaknya sasaran yang diberikan per pekerja,
jumlah sasaran yang dilaksanakan, serta mutu saran yang diajukan.
Jumlah saran yang berhasil diimplementasikan merupakan indikator
tercapainya keselarasan tujuan perusahaan maupun perorangan.
2.3.3 Keunggulan Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2007) Balanced Scorecard memiliki keunggulan di
dua aspek yakni, meningkatkan secara signifikan kualitas perencanaan, dan
meningkatkan kualitas pengolahan kinerja personel. Balanced Scorecard
dapat meningkatkan kualitas perencanaan dengan menjadikan perencanaan
yang bersifat strategis yang terdiri dari tiga tahap terpisah yang terpadu
yakni:
1. Sistem perumusan strategi, berfungsi sebagai alat trendwatching, SWOT,
analysis, envisioning dan pemilihan strategi.
2. Sistem perencanaan strategis, berfungsi sebagai alat penerjemah misi,
visi, keyakinan dasar dan strategi ke dalam sasaran dan inisiatif strategis
yang komprehensif, koheren, berimbang dan terukur.
3. Sistem penyusunan program, merupakan alat penjabaran inisiatif
strategis ke dalam program.
Balanced Scorecard dapat meningkatkan kualitas pengolahan
kinerja personal, hal ini ditujukan untuk dapat meningkatkan akuntabilitas
personel dalam memanfaatkan berbagai sumber daya dalam mewujudkan
visi perusahaan melalui misi pilihan. Pengelolaan kinerja personel terdiri
dari lima tahap terpadu yakni :
1. Perencanaan kinerja yang hendak dicapai perusahaan.
2. Penetapan peran dan kompetensi inti personel dalam mewujudkan
kinerja perusahaan.
3. Pendesainan dan penilaian kinerja personel.
4. Pengukuran dan penilaian kinerja personel.
5. Pendistribusian penghargaan berbasis hasil pengukuran dan penilaian
kinerja personel.
Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem
perencanaan strategis adalah pada kemampuan Balanced Scorecard dalam
menghasilkan rencana strategis yang memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1. Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam
perencanaan strategis, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada
perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif yang lain : customer,
proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan
2. Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personal untuk membangun hubungan
sebab-akibat di antara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam
perencanaan strategis. Setiap sasaran strategis yang ditetapkan dalam
perspektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan
sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Berimbang
Keseimbangan
sasaran
strategis
yang
dihasilkan
oleh
sistem
perencanaan strategsis penting untuk menghasilkan kinerja keuangan
jangka panjang. Keseimbangan pengukuran pemusatan ke dalam
internal perusahaan (internal focus) dan pemusatan keluar (external
focus). Ukuran pemusatan ke dalam internal, melalui perspektif proses
bisnis internal dan pertumbuhan dan pembelajaran. Sedangkan fokus
pengukuran luar melibatkan perspektif pelanggan dan keuangan.
4. Terukur
Balanced Scorecard dapat mengukur sasaran-sasaran strategis yang
sulit untuk diukur. Sasaran-sasaran strategis di perspektif customer,
proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang
tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan Balanced Scorecard,
sasaran di ketiga perspektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya
agar dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.
2.3.4 Penyalarasan Ukuran Balanced Scorecard dengan Strategi
Menurut Kaplan dan Norton (1996) terdapat tiga prinsip yang
memungkinkan Balance Scorecard dikaitkan dengan strategi perusahaan.
1. Cause and Effect Relationship
Prinsip ini sangat penting karena dapat menjabarkan tujuan dan
pengukuran masing-masing perspektif kedalam satu kesatuan yang
terpadu. Konsep Balance Scorecard harus bisa menjelaskan strategi
bisnis melalui hubungan sebab akibat, agar hubungan antara berbagai
tujuan dan ukuran pada semua perspektif dapat dinyatakan secara
eksplisit dan mudah dikelola. Setiap ukuran yang dipilih harus menjadi
unsur suatu rantai hubungan sebab akibat yang mengkomunikasikan arti
strategi kepada seluruh perusahaan.
Return On Capital Employed (ROCE) dapat dicapai bila tingkat
penjualan tinggi yang merupakan hasil dari loyalitas pelanggan. Dengan
demikian,
loyalitas pelanggan dimasukan ke kategori perspektif
pelanggan karena mempunyai pengaruh yang kuat terhadap besarnya
ROCE. Pada proses internal bisnis, perusahaan berusaha mewujudkan
pengiriman tepat waktu melalui siklus produksi yang singkat dan
kualitas proses internal yang sangat tinggi. Kedua faktor tersebut dapat
diperoleh dengan melatih dan meningkatkan kemampuan karyawan
sehingga faktor pelatihan dan peningkatan kemampuan karyawan
dimasukkan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Berikut ini adalah contoh hubungan sebab akibat yang
diaplikasikan oleh perusahaan melalui penetapan ROCE sebagai tujuan
perspektif keuangan.
Gambar 9. Model hubungan sebab akibat(Kaplan dan Norton,1996)
2. Performance driver
Sebuah Balance Scorecard yang baik harus memiliki bauran
ukuran hasil dan faktor pendorong kinerja. Ukuran hasil merupakan lag
indicator yang mencerminkan tujuan bersama sebagai strategi dan
struktur dalam perusahaan, seperti profitabilitas, kepuasan pelanggan,
proses bisnis internal yang efektif, dan keahlian pekerjaan. Sedangkan
faktor pendorong kinerja (Performance driver) atau lead indicator
adalah faktor-faktor khusus yang terdapat pada perusahaan dan
mencerminkan keunikan strategi guna mendukung tercapainya tujuan
bersama.
3. Linkage to Financial
Sebuah Balance Scorecard harus tetap menitikberatkan kepada
hasil yang bersifat keuangan, sehingga sebab akibat semua ukuran
dalam semua Balance Scorecard harus terkait dengan tujuan keuangan
perusahaan. Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian berbagai tujuan
nonkeuangan, seperti kualitas, kepuasan pelanggan, inovasi dan
pemberdayaan karyawan tidak akan memberikan perbaikan apabila
hanya dianggap sebagai tujuan akhir perusahaan. Dengan demikian,
ukuran keuangan dapat digunakan untuk menguji hasil dari faktor
kinerja dalam memberikan hasil.
2.4. Konsep Kepuasan dan Motivasi
Analisis kepuasan karyawan digunakan untuk mengetahui tolak ukur
pencapaian
strategi
tingkat
komitmen
karyawan
pada
perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Menurut Herzberg dalam Robbins (2001),
yaitu teori motivasi- higine menyatakan bahwa faktor intrisik dihubungkan
dengan kepuasan kerja, sementara faktor-faktor ekstrinsik dikaitkan dengan
ketidakpuasan. Karakteristik kepuasan sebagai faktor- faktor higiene
(ekstrinsik) yaitu kebijakan dan administrasi perusahaa, penyeliaan,
hubungan antar-pribadi, kondisi kerja dan gaji. Faktor pengukuran motivasi
(intrisik) berkaitan dengan penekanan prestasi, pengakuan, kerja itu sendiri,
tanggung jawab dan pertumbuhan.
Kepuasan Pasien diukur berdasarkan kualitas pelayanan yang diberikan
oleh karyawan RS Pelabuhan Jakarta. Suatu perusahaan dituntut untuk
memiliki pelayanan yang berkualitas dan prima kepada pelanggannya agar
memiliki nilai tambah bagi perusahaan tersebut. Kepuasan Pasien adalah
salah satu indikator dalam pengukuran kinerja sebuah perusahaan.
Menurut Rangkuti (2003), ciri-ciri mutu jasa dapat dievaluasi dalam lima
dimensi, yaitu :
1.
Reliability
(keandalan)
yaitu
kemampuan
memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan.
perusahaan
dalam
2.
Responsiveness (cepat tanggap) yaitu kemampuan perusahaan dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat.
3.
Assurance (jaminan)
yaitu kemampuan dan kesopanan karyawan
serta sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan.
4.
Emphaty (empati) yaitu pemahaman karyawan terhadap kebutuhan
konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan.
5.
Tangible (kasat mata) yaitu penampilan fasilitas fisik seperti
peralatan, karyawan dan sarana komunikasi.
2.5. Penelitian Terdahulu
Puspita (2007) melakukan penelitian pada PT Unitex, Tbk dengan
merancang Balanced Scorecard sebagai alat ukur untuk penilaian kinerja
perusahaan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian meliputi data
primer dan sekunder. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan
adalah analisis SWOT, BSC, AHP, analisis kepuasan kerja dan motivasi
karyawan. Hasil dari penelitian ini menunjukan indikator yang digunakan
PT Unitex, Tbk dalam melakukan pengukuran kinerja adalah penjualan,
analisis neraca, analisis rugi laba, likuiditas dan profitabilitas. Rancangan
peta strategi Balance Scorecard pada PT Unitex, Tbk diawali dengan
perumusan sasaran strategis pada perspektif Balance Scorecard. Sasaran
strategis perspektif keuangan yang akan dicapai adalah pertumbuhan
profitabilitas, melalui pertumbuhan penjualan dan keunggulan biaya.
Sasaran strategis dalam perspektif pelanggan dengan meningkatkan
kepuasan dan kepercayaan konsumen serta menjalin hubungan berkualitas
dengan konsumen.
Sasaran
strategis
perspektif
proses
bisnis
internal
adalah
pengembangan produk difrensiasi, efisiensi dan efektivitas produksi, serta
peningkatan proses layanan pada pelanggan. Sasaran strategis dalam
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yaitu peningkatan kualitas dan
kapabilitas karyawan, serta komitmen karyawan. Penentuan ukuran hasil
dalam perspektif Balanced Scorecard ditunjukan dengan ROI, COGS per
sales, tingkat pertumbuhan penjualan, market share dan customer retention,
jumlah pengembangan produk difrensiasi, jumlah karyawan yang mengikuti
pelatihan, indeks kepuasan dan motivasi karyawan dan turnover rate. Secara
keseluruhan, hasil pencapaian kinerja perusahaan dalam Balance Scorecard
diperoleh skor sebesar 58,13 persen dari pencapaian target. Kondisi ini
menunjukan kinerja perusahaan masih belum optimal.
Dewi (2009) melakukan penelitian pada Bank Tabungan Negara
(BTN) untuk mengukur evaluasi kinerja PT Bank Tabungan Negara
(Persero) Cabang Bogor. Penelitian ini mengevaluasi kinerja PT BTN
(Persero) Cabang Bogor, dengan menggunakan pendekatan Balance
Scorecard. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.
Pengolahan data dilakukan dengan uji validitas dan realibilitas, Balance
Scorecard dan Analytical Hierarcy Process (AHP) dengan bantuan software
Microsoft excel dan SPSS 11,5. Metode AHP dilakukan untuk pembobotan
sasaran strategis dan ukuran hasil Balance Scorecard. Berdasarkan hasil
pembobotan dengan AHP maka diperoleh skor kinerja PT BTN (Persero)
Cabang Bogor, yaitu perspektif pelanggan 35,85%, perspektif proses bisnis
internal 19,97%, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sebesar 19,1%,
serta perspektif penilaian kinerja BTN Cabang Bogor sebesar 93,29%
menunjukan bahwa kinerja secara keseluruhan sangat baik.
Listyani (2006) melakukan penelitian pada sub direktorat Property
and Facilities Management PT Indosat, Tbk. penelitian ini berjudul Analisis
dan perancangan Alat Pengukur Kinerja dengan Metode Balance Scorecard
pada sub direktorat Property and Facilities Management PT Indosat, Tbk.
penelitian ini bertujuan (1) menganalisis Critical Success Factor (CSF) pada
Sub Direktorat Property and Facilities Management PT Indosat, Tbk. dan
keterkaitannya pada tiap perspektif Balanced Scorecard, (2) mengetahui
tolak ukur strategik dari tiap-tiap perspektif, (3) mengidentifikasi kesesuaian
alat ukur kinerja sub direktorat saat ini dengan kondisi dan kebutuhan
perusahaan dan (4) Merancang alat ukur kinerja Sub Direktorat Property
and Facilities Management. Pengolahaan data dilakukan dengan metode
AHP, yang dilakukan secara manuak dan perhitungannya dengan software
Microsoft Excel 2002. Hasil pembobotan menunjukan bahwa perspektif
pelanggan memiliki bobot terbesar (50,18%), dengan CSF kepuasan
pelanggan (53,66%) dan tolak ukur strategis tingkat kepuasan pelanggan
(53,19%). Analisa yang dilakukan terhadap KPI sub direktorat periode
triwulan I tahun 2006 mengindikasikan bahwa persentase bobot tingkat
kepentingan tiap perspektif tidak sesuai dengan elaborasi Startegic Mapping
untuk sub direktorat berorientasi non-profit center, yang menyatakan bahwa
perspektif pelanggan harus memiliki bobot terbesar, tetapi pada KPI sub
direktorat periode triwulan I tahun 2006 perspektif keuangan yang memiliki
bobot terbesar (60%).
Download