PENATAAN PENGUASAAN TANAH Strategi

advertisement
PENATAAN PENGUASAAN TANAH
Strategi Mereduksi Bahaya Banjir
Oleh : Rakhmat Riyadi
Abstract
The danger of flood threatens all Indonesian regions, especially in a rainy season. The handling of flood,
so far, has not yet been very successful. Therefore, a certain strategy is needed to overcome the danger throughout
the regions.
The land use strategy was assumed to be one of the strategies which was able to applied to reduce the
above danger. The Indonesian government, both the central and regional governments, had to be able to take
the role in facilitating and urging the application of the above strategy.
Key words : Land tenure, land use, flood
PENDAHULUAN
Banjir, sebuah persoalan yang belum dapat
diatasi hingga saat ini, bahkan aad kecenderungan
intensitasnya selalu meningkat. Tulisan ini terinspirasi
dari tulisan yang berjudul “Bersahabat dengan Air
Memang Mahal”(Kirjito, Kompas 19 November 2007
: 40). Tulisan itu mengilustrasikan bagaimana air
memberikan kehidupan kepada semua makhluk.
Diawali oleh turunnya air hujan yang ditunggu tunggu oleh petani untuk memenuhi kebutuhan lahan
pertanian. Setelah kebutuhan untuk pertanian
tercukupi, semua air meresap ke dalam tanah,
mengalir ke sungai dan ke laut serta teruapkan. Di
dalam tanah, air dapat menumbuhkan aneka
tumbahan, mensejukkan permukaan tanah dan
menjadi sumber air utama bagi manusia, baik pada
musim hujan maupun musim kemarau melalui sumur
- sumur yang dibuatnya. Begitu bermanfaatnya air.
Manun apa yang terjadi saat ini. Begitu sulitnya air
teresapkan dalam tanah. Tanah - tanah yang semula
meresapkan air, pada saat ini telah berubah menjadi
aspal, beton dan media lain yang tidak mungkin
tertembus air. Akhirnya air mengalir memenuhi
saluran - saluran dan sungai - sungai yang
kapasitasnya terbatas, sehingga datanglah banjir. Pada
musim kemarau, sumur - sumur menjadi kering karena
cadangan air di tanah yang terbatas tidak mampu
memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin
bertambah. Di wilayah pesisir, eksploitasi air tanah
berlebihan sementara suplainya terbatas. Akibatnya,
kekeringan dan intrusi air asin yang berujung pada
kondisi krisis air.
Tulisan ini mencoba mengedepankan aspek
penataan penguasaan tanah untuk mereduksi bahaya
banjir yang intesitasnya semakin meningkat sekaligus
mengedepankan tersedianya zona resapan air untuk
menjamin ketersediaan cadangan air tanah. Artinya,
banjir yang terjadi baik oleh limpasan air hujan yang
langsung menjadi genangan ataupun luapan dari
sungai dapat dikurangi dengan melakukan penataan
penguasaan tanah secara baik, berkeadilan pada
kelestarian lingkungan.
Rakhmat Riyadi : adalah Dosen ....................
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
61
Penataan Penguasaan Tanah
DEGRADASI LINGKUNGAN DAN BANJIR
Degradasi lingkungan atau menurunnya
kualitas lingkungan sering dinyatakan sebagai
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas
manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya.
Pergeseran pandangan manusia dari ekosentrisme
yang mengutamakan kelestarian lingkungan ke arah
antroposentrisme yang mengagungkan pemenuhan
kebutuhan manusia menjadikan lingkungan hidup
sebagai sebuah sistem yang equal menjadi terafikan.
Akibat berkurangnya atau bahkan hilangnya
keseimbangan lingkungan alam yang disebabkan oleh
perusakan lingkungan hidup menjadikan kualitas
lingkungan fisik yang meliputi tanah, air dan udara
menurun secara simultan. Dalam hal ini perusakan
lingkungan hidup didefinisikan sebagai tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsai lagi
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Dalam era industrialisasi ini degradasi
lingkungan sering dipandang sebagai sebuah resiko
ekologis yang dapat dibayar impas oleh
pembangunan. Padahal keberadaan ekosistem sebagai
sebuah sistem ekologis mempunyai tatanan sendiri
yang didasarkan pada moral alam yang bekerjanya
menganut prinsip fenomena alam yang meliputi
optimasi (menuju yang sesuatu yang lebih pertumbuhan), simetri (keseimbangan dan keadilan)
dan unifikasi (menguatkan secara keseluruhan).
Apabila prinsip fenomena alam tersebut tidak
terganggu, maka moral alam brlaku sebagaimana
wajarnya tanpa ada intervensi manusia maka
kelestarian alam adalah sebuah keniscayaan bagi
semua ekosistem di muka bumi ini. Tetapi fenomena
ini adalah sesuatu yang muskil, yang tidak akan
62
pernah terjadi di muka bumi ini mengingat paham
antroposentrisme telah merasuki di hampir semua
relung - relung kehidupan semua makhluk hidup di
planet ini. Kondisi ini tidak terlepas dari fitrah
manusia sebagai khalifah di muka bumi, yang diberi
(mempunyai) kewenangan untuk mengelola
sumberdaya di atasnya.
Sebagai gambaran terjadinya interaksi antara
ekosistem yang mendasarkan pada moral alam dengan
sosiosistem yang mendasarkan pada moral manusia
dapat dicermati pada Skema Hubungan antara
Ekosistem dan Sosiosistem di bawah ini. Berdasarkan
skema tersebut tampak bahwa bekerjanya ekosistem
dan sosiosistem secara simultan dan holistis bermuara
pada lingkungan hidup. Artinya, kondisi lingkungan
hidup akan sangat tergantung pada proses yang terjadi
di dalam ekosistem maupun sosiosistem.
Interdependensi, interelasi dan interaksi terjadi pada
ekosistem dan sosiosistem terhadap lingkungan hidup.
Dalam hal ini ekosistem dimaknai sebagai tatanan
unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan
utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas dan
produktivitas lingkungan hidup. Sedangkan
sosiosistem adalah tatanan, struktur yang untuk
menyeluruh yang terjalin oleh kepentingan manusia
(human concern), yang meliputi komponen
demografi, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.
Ekosistem biasanya bersifat / bermoral alam yang
cenderung obyektif. Dalam ekosistem selalu terjadi
input dan output yang berupa materi dan energi yang
sama dan seimbang diantara keduanya. Sedangkan
dalam sosiosistem terjadi interdependensi, interelasi
dan interaksi antar segenap komponen human
concern-nya, sehingga yang bekerja adalah moral
manusia yang cenderung subyektif.
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
Penataan Penguasaan Tanah
kimia organik. Hal yang paling perlu diperhatikan dari
fenomena ini adalah proses berbaliknya kerusakan
lahan terhadapa daerah itu sendiri yang tentunya dapat
memperparah kondisi kualitas lahan ataupun
tanahnya.
Pengelolaan tanah yang kurang tepat, penataan
penguasaan tanah yang kurang bijaksana serta
penebangan hutan yang tidak terkendali menjadi
bagian dari terjadinya banjir, erosi, tanah longsor,
hilangnya kesuburan tanah maupun banyaknya lahan
Gambar 1. Skema Hubungan antara Ekosistem
dan Sosiosistem
Degradasi lingkungan dimaknai sebagai
menurunnya kualitas lingkungan, baik terjadi pada
iklim, tanah maupun kondisi hidrologis. Degradasi
lingkungan pada iklim terjadi dalam bentuk panasnya
suhu permukaan bumi, terjadinya hujan asam dan
munculnya smog (smoke & fog yang berupa asap dan
debu yang mengandung unsur - unsur kimia seperti
COx, SOx, NOx dan sebagainya). Berkaitan dengan
hal ini, tahun 1960 - 1970 dikenal sebagai The first
decode of world development. Pada dekade tersebut
pembangunan dilaporkan berdampak positif,
meskipun di samping itu juga mempunyai dampak
lingkungan yang mengkhawatirkan sehingga perlu
dikaji ulang degradasi lingkungan yang terjadi pada
lahan dan air terjadi dalam bentuk degradasi vegetasi,
erosi angin, penggaraman, soil fertility loss, dan soil
compaction and crusting. Pada tingkat lokal,
kerusakan lahan dapat ilihat dari adanya gejala
perubahan tingkat kemasaman tanah, kontaminasi
kandungan logam berat, water-logging, dan olusi oleh
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
tidur yang kontra produktif dan mengganggu
keseimbangan ekosistem. Dalam hal kebijakan
pertanahan, penataan penguasaan tanah di negeri ini
sangat tidak adil dan merugikan. Ketidakadilan di sini
terlihat dari timpangnya penguasaan tanah antar warga
negara, khususnya dalam penguasaan hutan,
perkebunan dan pengembangan untuk kawasan
industri dan perumahan. Selain tidak adil dan merata,
seringkali tanah - tanah yang sangat luas tersebut tidak
dimanfaatkan dengan baik - diterlantarkan (Kompas,
22 September 1998 : 3).
Eksploitasi air tanah besar - besaran di daerah
pantai, alih fungsi sempadan pantai menjadi kawasan
permukiman dan industri menjadi penyebab turunnya
permukaan air tanah dan semakin tingginya intensitas
banjir dan intrusi air laut ke arah daratan. Akibatnya
air tanah menjadi berasa payau dan asin. Lebih
memprihatinkan dari hak tersebut adalah kasus
hilangnya sebuah perkampungan ataupun sebuah
pulau akibat terjadinya banjir pasang.
Kasus di atas menunjukkan bahwa degradasi
lingkungan yang terjadi, baik secara langsung maupun
tidak langsung adalah dampak dari kegiatan manusia.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut,
disebabkan karena perbuatan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebagian dari (akibatnya)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
63
Penataan Penguasaan Tanah
benar)”, QS. Ar Ruum 41, secara theologies
menunjukkan bahwa degradasi lingkungan
disebabkan oleh perbuatan manusia. Dengan
demikian, sikap kritis, refleksif dan emansipatoris
dalam mensikapi keberadaan lingkungan perlu segera
ditumbuhkan agar degradasi lingkungan tidak
semakin besar dan menghancurkan manusia itu
sendiri.
Informasi yang lain dan tidak kalah
memprihatinkan adalah tingginya bahaya banjir di Jawa
dan Sumatera sebagaimana terlihat dalam gambar 2 dan
3. Peta bahaya banjir yang dibuat pada awal tahun 2007
tersebut, ternyata terbukti kebenarannya. Sepanjang
tahun 2007 dan 2008, khususnya pada mausim
penghujan, wilayah - wilayah yang ditengarai sangat
rawan banjir ternyata betul - betul dilanda banjir.
PETA DAERAH RAWAN BANJIR PULA JAWA
PERIODE JANUARI 2007
Gambar 2. Peta Daerah Rawan Banjir Pulau Jawa Tahun 2007
(Sumber : Kementrian Negara Lingkungan HIdup, 2007)
PETA DAERAH RAWAN BANJIR PERIODE JANUARI 2007
Gambar 3 : Peta Daerah Rawan Banjir Pulau Sumatera Tahun 2007
(Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2007)
64
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
Penataan Penguasaan Tanah
Berdasarkan kedua gambar di atas, tampak
Dalam konteks ke-Indonesian, persoalan land
bahwa zona aman banjir, baik untuk Pulau Jawa
use planning tidak akan dpat terpisahkan dengan
maupun Pulau Sumatera relatif sempit dibanding zona
penataan penguasaan tanah dan penyelenggaraan
rawan banjir (sangat rawan, rawan dan kurang rawan).
penatagunaan tanah. Hal ini disebabkan bahwa
Bahkan secara kasat mata, sebagian besar wilayah di
penataan penguasaan tanah dan penyelenggaraan
Pulau Sumatera mempunyai katagori sangat rawan.
penatagunaan tanah. Hal ini disebabkan bahwa
Pada Desember 2007 sampai Pebruari 2008
penataan penguasaan tanah dan penyelenggaraan
tercatat 37 kabupaten / kota yang tersebar di 16
penatagunaan merupakan aktivitas paling awal dalam
provinsi di landa banjir. Bahkan diprediksikan bahwa
pengelolaan wilayah dan sumberdaya lahan.
banjir masih terus berlangsung hingga April 2009.
(www.lapanrs.com/Simba, diakses 30 Maret 2008).
Beberapa kejadian banjir tersebut menunjukkan
bahwa persoalan banjir merupakan persoalan serius
dan memerlukan langkah - langkah produktif guna
mereduksi bahaya banjir.
Untuk mengatasi persoalan banjir sebagaimana
kasus - kasus di atas pemerintah harus berperan lebih.
Tidak sekedar penyelesaian masalah dan korban pasca
banjir, tetapi upaya - upaya preventif agar intensitas
banjir dapat dikurangi melalui berbagai kebijakan
yang berkaitan dengan sumberdaya lahan / wilayah.
Dalam konteks ini Victoria Flood Management
Strategy (1998) menyebutkan bahwa “Appropiate
land use planning measures are the most effective
means of reducing the future growth in flood risk and
damages”. Lebih dari itu disebutkan pula bahwa
peran pemerintah dalam hal tersebut adalah “facilitate
land use planning measures to reduce the future
frowth of flood risk and flood damages”. Hal tersebut
menunjukkan bahwa land use planning memiliki
peran paling efektif dalam mengurangi resiko dan
kerusakan akibat banjir. Pemerintah harus
memfasilitasi berperannya instrumen land use
planning sebagaimana di atas.
PENATAAN PENGUASAAN TANAH SEBUAH
KEHARUSAN
Berbagai kajian untuk pengembangan wilayah,
manajemen sumberdaya lahan, studi bencana dan
kajian - kajian geografis lainnya dapat dilakukan
dengan pendekatan - pendekatan geografis yang
meliputi spatial approach, ecological approach dan
regional complex approach. Namun demikian,
pendekatan - pendekatan tersebut perlu dilengkapi
secara khusus dengan kajian hukum, terutama
berkaitan dengan penguasaan tanah, mengingat
berbagai persoalan yang berkembang dan
menimbulkan konflik berkepanjangan baik vertikal
maupun horisontal pada saat ini salah satunya adalah
persoalan penguasaan tanah. Di samping itu telah
terbukti bahwa penguasaan tanaj mempunyai korelasi
positif dengan penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Penggunaan dan pemanfaatan tanaj, termasuk di
dalamnya adalah konversi tanah pertanian ke non
pertanian seringkali menjadi penyebab meningkatnya
intensitas banjir. Hal ini menunjukkan bahwa
penataan penguasaan tanah merupakan basis dalam
pengelolaan sebuah wilayah apabila tidak dilandasi
oleh penataan penguasaan tanah yang baik dan
berkeadilan dapat memunculkan persoalan - persoalan
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
65
Penataan Penguasaan Tanah
baru yang semakin komplek, termasuk di dalamnya
Tentang Kebijakan Nasional di bidang Pertanahan
adalah persoalan banjir.
secara eksplisit menyebutkan bahwa Pemerintah
Pada dasarnya kebijaksanaan pertanahan secara
Kabupaten / Kota mempunyai kewenangan dalam
nasional telah diatur dengan Undang - Undang Nomor
pemberian ijin lokasi, penyelenggaraan pengadaan
5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok
tanah untuk kepentingan pembangunan dan
Agraria yang lebih dikenal dengan UUPA (Undang -
perencanaan penggunaan tanah di wilayah Kabupaten
Undang Pokok Agraria). Telah ditegaskan dalam
/ Kota. Atas dasar ketentuan inilah Pemerintah Daerah
UUPA bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
berhak untuk menentukan penggunaan tanah di suatu
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada
wilayah.
tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai
Penataan penguasaan tanah di berbagai wilayah
organisasi kekuasaan penjelmaan seluruh rakyat.
dapat dilakukan dengan melibatkan semua stake
Untuk selanjutnya kekuasaan tersebut lebih ikenal
holder-nya, misalnya melalui land reform untuk tanah
dengan Hak Menguasai dari Negara (HMN). Ada tiga
pertanian atau melalui hak pengelolaana tanah
kewenangan negara (Pasal 2 ayat 2 UUPA) yang
(Parlindungan, 1989 : 19 - 24). Dengan land reform
berkaitan dengan HMN ini yaitu : (a) mengatur dan
dapat ditentukan siapa - siapa yang berhak menguasai
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
tanah, dapat diatur mengenai luas minimum atau
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang
maksimum, pencegahan tanah - tanah terlantar serta
angkasa; (b) menentukan dan mengatur hubungan -
dapat diberikan bukti penguasaan tanah tersebut. Hak
hubungan hukum antara orang - orang dengan bumi,
Pengelolaan dapat diberikan kepada pemerintah
air dan ruang angkasa; (c) menentukan dan mengatur
daerah, daerah otonom, lembaga pemerintahan
hubungan - hubungan hukum antara orang - orang
termasuk departemen, maupun pihak ketiga untuk
dan perbuatan - perbuatan hukum yang mengenai
mengatur dan menggunakan tanah sesuai dengan
bumi, air dan ruang angkasa. Berdasarkan hal di atas
tugas dan lapangan kerjanya (Parlindungan, 1989 :
ternyata kewenangan negara di bidang pertanahan
25 - 26).
sangat
luas,
tidak hanya
dan
Tanah - tanah yang secara fungsional berperan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan
sebagai kawasan lindung dan kawasan terbuka hijau,
penguasaan tanah tetapi juga mengatur dan
harus tetap dikuasai oleh negara. Tanah - tanah yang
menentukan hubungan hukum antara orang - orang
berada di kawasan budidaya dan dikuasai oleh
dengan tanah maupun antara orang - orang dengan
masyarakat, perlu diawasi secara ketat agar peralihan
perbuatan - perbuatan hukum yang berkaitan dengan
hak atas tanah dan konversi lahan tidak dengan mudah
tanah. Sebagaimana telah diatur dalam UUPA,
dapat dilakukan. Tanah - tanah yang dikuasai oleh
kewenangan
adat secara kolekif perlu diarahkan untuk tetap terjaga
negara
untuk
mengatur,
mengatur
dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
kelestariannya.
persediaan, dan pemeliharaan tanah dapat
pertambangan, pengusahaan hutan dan hak - hak lain
dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah. Sejalan
bagi investor perlu ditinjau ulang agar eksploitasi
dengan itu Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003
pertambangan,
66
Pemberian
pengelolaan
konsesi
hutan
kuasa
tetap
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
Penataan Penguasaan Tanah
memperhatikan keberlanjutan dan kelestarian
dilakukan terhadap bidang - bidang tanah yang
lingkungan.
meliputi :
Apabila penataan penguasaan tanah di setiap
1.
tanah hak, baik yang sudah atau belum terdaftar;
wilayah sudah dilakukan sebagaimana mestinya,
2.
tanah negara;
maka segera disusun strategi pengelolaan yang
3.
tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai
mencakup aspek keterpaduan, kewenangan
dengan ketentuan peraturan perundang -
kelembangaan dan partisipasi masyarakat, agar semua
undangan yang berlaku.
wilayah dapat bermanfaat secara optimal dengan tetap
terjaga kelestariannya. Keberlanjutan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya wilayah ini dapat terus
berlangsung tanpa ada keraguan dan pesimisme akan
terjadinya konflik kepentingan di kemudian hari,
mengingat tanah sebagai ruang interaksi dan sumber
pnghidupan sudah diatur penguasaannya secara
yuridis. Dalam hal ini penyelenggaraan penatagunaan
tanah adalah strategi berikutnya.
Adapun beberapa kegiatan yang dilaksanakan
dalam penyelenggaraan penatagunaan tanah
berdasarkan peraturan pemerintah tersebut meliputi :
(a) Pelaksanaan Inventarisasi Penguasaan,
Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah; (b) Penetapan
Perimbangan antara Ketersediaan dan Kebutuhan
Penguasaan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah
menurut Fungsi Kawasan; (c) Penetapan Pola
Penyesuaian Penguasaan, penggunaan, dan
Pemanfaatan Tanah dengan Rencana Tata Ruang
PENYELENGGARAAN PENATAGUNAAN
Wilayah.
TANAH
1.
Relevan dengan pengaturan penguasaan tanah,
Pelaksanaan
Inventisasi
Penguasaan,
Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah
penyelenggaraan penatagunaan tanah menjadi agenda
Kegiatan inventarisasi penguasaan,
berikutnya (Sutaryono, 2007). Penyelenggaraan
penggunaan dan pemanfaatan tanah tersebut
penatagunaan tanah merupakan suatu upaya yang
sejalan dengan agenda kegiatan yang dilakukan
harus dilakukan oleh pemerintah, khususnya
oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang
pemerintah daerah untuk mensikapi banyak terjadinya
dikenal dengan Program Inventarisasi Data
ketidaksesuaian penggunaan tanah dengan rencana
Penguasaana, Pemilikian, Penggunaan dan
tata ruang wilayah, baik yang terjadi akibat adanya
Pemanfaatan Tanah (P4T). Kegiatan tersebut
perubahan rencana tata ruang wilayah maupun akibat
dimaksudkan sebagai upaya untuk memperoleh
adanya pelanggaran - pelanggaran terhadap rencana
data P4T yang berbasis bidang tanah secara
tata ruang wilayah yang sudah ada. Berdasarkan pasal
komprehensif dan sistematis dari seluruh batas
20 PP 16/2004 telah secara tegas diamanatkan bahwa
yurisdiksi desa / kelurahan. Secara komprehensif
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang
dimaksudkan bahwa inventarisasi ini dilakukan
tidak sesuai dengan rencana tata rang wilayah
secara terpadu mengenai berbagai aspek yang
disesuaikan melalui penyelenggaraan penatagunaan
berhubungan dengan data penguasaan,
tanah. Penyelenggaraan penatagunaan tanah disini
pemilikan, penggunaan dan pemanfatan tanah
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
67
Penataan Penguasaan Tanah
pada setiap bidang tanah yang ada di setiap desa
Dengan demikian, menurut penulis
/ kelurahan. Bersifat sistematis, bermakna bahwa
kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah
inventarisasi ini dilakukan seara terpadu
daerah dalam inventarisasi penguasaan,
mengenai berbagai aspek yang berhubungan
penggunaan dan pemanfaatan tanah adalah
dengan data penguasaan, pemilikan, penggunaan
melakukan sinergi dengan BPN dalam hal ini
dan pemanfaatan tanah pada setiap bidang tanah
adalah kantor pertanahan agar data yang
ang ada di setiap desa / kelurahan.
diperoleh dapat digunakan untuk pengambilan
Bersifat sistematis, bermakna P4T akan
kebijakan secara mantap. Sinergi ini dapat
dapat mengungkapkan tentang pemilikan,
dilakukan antara lain dengan cara tukar menukar
penguasaan , pennggunaan, dan pemanfaatan
data, kerjasama survey, maupun kerjasama
tanah di setiap desa atau kelurahan. Diharapkan
kelembagaan lainnya yang berorientasi pada
hasil inveritarisasi tersebut dapat digunakan
terwujudnya data keruangan yang akurat dan up
untuk merumuskan kebijakan, perencanaan,
to date. Ini penting dilakukan mengingat
penataan dan pengendalian P4T atau landreform
inventarisasi yang dilakukan oleh pemerintah
yang pada gilirannya setiap jengkal tanah dapat
daerah berbasis pada fungsi kawasan, sedangkan
memberikan sebesar - besarnya kemakmuran
inventarisasi yang dilakukan oleh BPN
rakyat secara adil.
berbasiskan bidang - bidang tanah. Perbedaan ini
Agenda kegiatan inventarisasi data P4T
yang dilakukan oleh BPN tersebut dalam rangka
mengisyaratkan perlunya beberpaa penyesuaian,
agar data yang diperoleh dapat multiguna.
menjabarkan amanah Tap MPR Nomor IX/MPR/
Adapun pelaksanaan inventarisasi
2001 tentang Pembaharuan Agraria dan
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
Pengelolaan Sumber Daya Alam Dalam konteks
yang perlu dilakukan berdasarkan Pasal 23 PP
ini pembaharuan agraria mencakup suatu proses
16/2004 meliputi : (a) pengumpulan dan
berkesinambungan berkenaan penataan kembali
pengolahan data penguasaan, penggunaan dan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi
pemanfaatan sumber daya agraria. Adapun
tanah serta data pendukung; (b) penyajian data
pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung
berupa peta dan informasi penguasaan,
di daratan, laut dan angkasa dilakukan secara
penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan
optimal, adil, berkelanjutan dan ramah
tanah, evaluasi tanah serta data pendukung; (c)
lingkungan. Hal tersebut dimaksudkan bahwa
penyediaan dan pelayanan data berupa peta dan
setiap pembangunan harus diarahkan untuk
informasi penguasaan, penggunaan dan
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi
rakyat dengan memperhatikan kelestarian
tanah, serta data pendukung. Dalam hal ini
lingkungan dengan berdasarkan dan mengarah
pengumpulan dan pengolahan data penguasaan,
kepada rencana tata ruang wilayah.
penggunaan dan pemanfaatan tanah meliputi
berbagai kegiatan survey dan pemetaan baik
68
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
Penataan Penguasaan Tanah
secara manual maupun komputerisasi yang
3.
Penetapan Pola Penyesuaian Penguasaan,
diikuti dengan kajian dan analisis data dan
Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah dengan
informasi yang sudah diperoleh.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Penyesuaian penguasaan, penggunaan,
2.
Penetapan Perintangan Antara Ketersediaan
dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata
dan Kebutuhan Penguasaan, Penggunaan,
Ruang Wilayah dilakukan melalui penetapan pola
dan Pemanfaatan Tanah menurut Fungsi
penyesuaian. Pola penyesuaian tersebut berisikan
Kawasan
arahan kegiatan dan langkah - langkah yang perlu
Kegiatan penetapan perimbangan antara
dilaksanakan bagi pemegang hak atas tanah atau
ketersediaan dan kebutuhan penguasaan,
kuasanya untuk menggunakan dan memanfaatkan
penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut
tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang
fungsi kawasan disusun dalam bentuk Neraca
Wilayah. Pasal 24 ayat (1) PP 16/2004 secara
Penatagunaan Tanah. Dalam hal ini neraca
tegas menyebutkan bahwa dalam rangka
penatagunaan tanah disajikan dalam bentuk
pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan,
neraca perubahan penggunaan dan pemanfaatan
penggunaan dan pemanfaatan tanah, pemerintah
tanah, neraca kesesuaian penggunaan dan
kabupaten / kota menerbitkan pedoman teknis.
pemanfaatan tanah serta penetapan prioritas
Inilah yang perlu segera ditindaklanjuti oleh
ketersediaan tanah yang kesemuanya berorientasi
pemerintah kabupaten / kota. Pedoman teknis ini
pada Rencana Tata Ruang Wilayah.
berisi tentang pedoman, standar dan kriteria
Menurut penulis, apabila pemerintah
teknis kegiatan penatagunaan tanah yang harus
kabupaten / kota sudah mampu mewujudkan
dijabarkan oleh pemerintah kabupaten / kota.
neraca penatagunaan tanah sebagaimana di atas
Dengan demikian jelas bahwa penyesuaian
maka kebijakan yang menyangkut ruang dapat
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
dimonitor secara lebih detail. Misalnya, tingkat
merupakan amanat bagi pemerintah kabupaten /
perubahan penggunaan tanah setiap tahun dapat
kota untuk dilaksanakan dalam rangka
diketahui, arah perkembangan wilayah dapat
pengendalian pertanahan. Dalam hal ini
diprediksikan, perkembangan nilai tanah dapat
penyesuaian penyelenggaraan penatagunaan
dikendalikan, dan penyediaan ruang untuk
tanah dapat dilaksanakan melalui penataan
keperluan investasi menjadi lebih mudah
kembali (misalnya dengan konsolidasi tanah,
diarahkan. Di samping itu ketersediaan instrumen
relokasi, ataupun tukar menukar), upaya
ini mampu mengantisipasi terjadinya unmanaged
kemitraan, penyerahan dan pelepasan hak atas
growth pada kawasan - kawasan tertentu.
tanah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku seperti hibah, jual beli
ataupun tukar menukar. Upaya - upaya tersebut
dilakukan terhadap aspek penguasaan tanahnya,
terutama berkenaan dengan pemegang hak atas
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
69
Penataan Penguasaan Tanah
tanah pada wilayah yang melanggar atau tidak
kemitraan perlu dilakukan oleh pemegang hak
sesuai dengan rencana tata ruang.
atas tanah dengan investor atau pihak - pihak yang
Penataan kembali dilakukan melalui upaya
bersedia menjalin kerjasama investasi untuk
konsolidasi tanah, relokasi dan tukar - menukar.
penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan
a.
b.
Konsolidasi tanah dilakukan terhadap
tanahnya.
bidang - bidang tanah yang bentuknya tidak
Penyesuaian melalui penyerahan dan
teratur dan tidak memberikan akses secara
pelepasan hak atas tanah dilakukan apabila tidak
baik bagi pemegang hak atas tanah. Upaya
mungkin lagi dilakukan upaya penyesuaian
ini dilakukan agar penggunaan dan
penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui
pemanfaatan tanah yang ada dapat sesuai
penataan kembali maupun upaya kemitraan.
dengan rencana tata ruang wilayah sekaligus
Pemegang hak atas tanah dalam rangka
memberikan kemudahan akses bagi
penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah
pemegang hak atas tanahnya.
dengan rencana tata ruang merelakan bidang
Relokasi dilakukan apabila kawasan yang
ada tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah, merupakan kawasan berbahaya
atau bencana, ataupun kawasan tersebut
akan ditetapkan sebagai kawasan khusus
tanahnya melalui kegiatan penyerahan dan
pelepasan hak. Penyerahan dan pelepasan hak
dapat dilakukan melalui hibah, jual beli ataupun
tukar menukar, tergantung keinginan pemegang
hak atas tanahnya.
yang mensyaratkan relokasi bagi pemegang
haknya.
c.
Tukar - menukar dilakukan apabila
pemegang hak atas tanah bersedia untuk
melakukan tukar - menukar dalam rangka
penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan
tanahnya. Pemegang hak atas tanah akan
mendapatkan bidang tanah yang mempunyai
nilai sama dengan bidang tanah yang akan
disesuaikan.
Upaya kemitraan biasanya dilakukan oleh
pemegang hak atas tanah yang secara finansial
Persoalan degradasi lingkungan dan banjir
yang kian hari intensitasnya semakin meningkat
menuntut pemerintah untuk berperan lebih dalam
mengantisipasinya. Salah satu upayanya adalah
menyediakan ruang yang cukup untuk zona resapan
air dan memperbaiki sistem drainase yang sudah ada.
Untuk mewujudkan upaya sebagaimana di atas
beberapa strategi yang dapat diagendakan untuk
dijalankan antara lain : (1) melakukan penataan
penguasaan tanah yang baik dan berkeadilan. Artinya,
tidak memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
kawasan - kawasan yang mempengaruhi kawasan -
penggunaan dan pemanfaatan tanahnya dengan
kawasan lain perlu secara ketat diatur dalam
rencana tata ruang. Di samping itu pemegang hak
atas tanah juga merasa keberatan untuk
melepaskan hak atas tanahnya. Maka kerjasama
70
PENUTUP
penguasaan tanahnya. Terutama adalah kawasan
lindung; (2) Penyelenggaraan penatagunaan tanah
perlu diorientasikan pada terselenggaranya
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
Penataan Penguasaan Tanah
penggunaan dan pemanfaatan tanah yang
Sutaryono, 2007. Dinamika Penataan Ruang dan
berkelanjutan dan ramah lingkungan; (3) kebijakan
Peluang Otonomi Daerah. Tugu Jogja Grafika.
alih fungsi lahan perlu dilakukan secara ketat, agar
Yogyakarta.
kawasan - kawasan terbuka hijau dapat berperan
sebagai daerah resapan air; (4) sistem drainase yang
ada perlu diarahkan fungsinya sebagai penampung
limpasan air; (5) pemerintah, baik pusat ataupun
daerah harus mampu berperan dalam memfasilitasi
dan mendorong berperannya penataan penguasaan
tanah dan penyelenggaraan tanah sebagai instrumen
untuk mereduksi bahaya banjir.
U.S. Environmental Protection Agency, 1997.
Institutional Aspects of Urban runoff
Management: A Guide for Program Development
And Implementation, A Comprehensive Review
of the Institutional Framework of Successful
Urban Runoff Management Programs.
Watershed
Management
Institute
Inc.
Washington, DC.
Beberapa strategi di atas, apabila dapat
diimplementasikan, maka tereduksinya degradasi
lingkungan terutama banjir menjadi suatu
keniscayaan. Hal ini dapat dipahami bahwa
Zen, MT, 1981. Menuju Kelestarian Lingkungan
Hidup. Gramedia, Jakarta.
Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960
pembagian fungsi ruang dan kawasan harus betul betul berorientasi pada keberlanjutan dan kelestarian
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 32
lingkungan. Pembagian fungsi dimaksud hanya dapat
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
terlaksana apabila pemerintah mampu melaksanakan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kantor Menteri
penataan penguasaan tanah dan penyelenggaraan
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
penatagunaan tanah secara baik, berkeadilan dan
Jakarta.
berkelanjutan, Semoga.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, JM. 1981 Ecology Environment Scince.
John Will & Sons. New York.
Eko Teguh Paripurno, 2002. Degradasi Lingkungan
Pantai Utara Semarang : Hanya Sebuah Resiko
ekologis ? makalah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah.
Kompas, 22 September 1998
Kompas, 19 November 2007
www.lapanrs.com/SMBA
Natural Resources and Environment, 1998. Victoria
Flood Management Strategy. Minister for
Agriculture and Reosurces. Victoria.
Magistra No. 76 Th. XXIII Juni 2011
ISSN 0215-9511
71
Download