membangun kecerdasan anak usia sekolah

advertisement
MEMBANGUN KECERDASAN ANAK
USIA SEKOLAH
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
Abstract: This article describes about educating school-age
children through the development of intelligence through emotional
and spiritual intelligence. Is a necessity for parents to pay attention
to their children about education and growth? The success of
children in adulthood is not only determined because of skill
knowledge (cognitive) alone, but is also influenced by other factors,
namely the skills and intelligence of emotional intelligence; where
children are educated as early as possible to be able to regulate
their emotions, as well as spiritual intelligence; which has been
introduced since early childhood religion and akhlakul karimah.
Thus, character building has a significance that cannot be ignored
by all parents and educators in formal schools. Since small children
should begin to be formed character and personality, cognitive
intelligence built based on knowledge, emotional intelligence based
on controlling and channeling energy toward positive emotions and
spiritual intelligence through strengthening religious education
and children’s ​​
Ruhiyah, as well as the formation of character
based on the implementation akhlakul karimah in children. With
the building of character and intelligence of these children; child
is expected to grow into a man of character that is useful for the
homeland, nation and religion.
Key words: Intelligence, Emotional, Spiritual, Children A. Pendahuluan
Bicara tentang kecerdasan anak tentu dipengaruhi oleh banyak
faktor. Perkembangan positif kecerdasan sejak dalam kandungan bisa
terjadi dengan memperhatikan banyak hal. Kebutuhan-kebutuhan biologis
(fisik) berupa nutrisi bagi ibu hamil harus benar-benar terpenuhi. Seorang
ibu hamil harus cukup gizinya, artinya asupan protein, karbohidrat,
270
vitamin dan mineral dapat terpenuhi dengan baik. Selain itu, seorang
ibu hamil tidak menderita penyakit tertentu yang akan mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam kandungannya. Kebutuhan
nutrisi calon ibu seharusnya disiapkan sebelum ibu mengandung, bukan
hanya ketika ibu mengandung, memperhatikan gizi, makanan, dan
komposisi nutrisinya harus lengkap, sehingga ketika ia hamil, dari segi
fisik sudah siap dan proses kehamilan akan berlangsung optimal.
Hal lain yang juga penting adalah stimulasi positif, memang dapat
meningkatkan kecerdasan anak sejak dalam kandungan. Dari stimulasi ini,
diharapkan ketika anak tumbuh, bukan hanya menjadi cerdas, melainkan
dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Stimulasi ini menimbulkan
kedekatan antara ibu dan anak. Seperti mendengarkan lantunan ayatayat al-Qur’an alam Islam, mendengarkan musik klasik menurut sebagian
besar ahli psikologi juga dapat mempengaruhi kecerdasan anak sejak
dalam kandungan.
Pertumbuhan dan perkembangan anak pada setiap fase sangatlah
penting, sebab anak memiliki kecakapan khusus yang dengan sendirinya
memerlukan perlakuan khusus pula dari para pendidik. Pertumbuhan
fisik, kemampuan berkonsentrasi dan berpikirnya, perkembangan
pengetahuan, dan kemampuannya untuk membuat tradisi-tradisi
tertentu serta adaptasinya dengan lingkungan sekitar, semuanya tumbuh
secara bertahap, tidak spontan menuju arah kedewasaan dan kematangan
(Husain Thaha, 2009: 129).
Pendidikan agama tidak kalah pentingnya untuk ditekankan pada
seorang anak dalam rangka membangun karakter positif si anak, seorang
anak perlu tahu siapa Allah SWT, bagaimana cara beribadah, cara berdoa
dan mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Dengan cara menunjukkan
gambar, buku, atau cerita-cerita islami yang dapat menginspirasi si anak.
Semakin dini kita mengajarkan ibadah shalat, mengaji dan menanamkan
hal-hal positif lainnya pada seorang anak, maka akan semakin kuat
tertanam akhlak mulia dan keyakinan akan adanya Allah sang Pencipta
Alam dan seisinya ini di dalam diri anak kita.
B. Pembentukan Kepribadian Anak
Masa bayi dan kanak-kanak (balita) adalah masa yang menjadi
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
271
dasar bagi pembentukan kepribadian dan kesuksesan seseorang di masa
depan. Pada masa ini potensi-potensi fisik, intelektual dan mental anak
ditumbuhkembangkan dengan baik. Sehingga kelak dia dapat menimba
ilmu pengetahuan, moral dan keterampilan dengan sempurna. Menurut
Khairiyah kesemuanya itu dapat ditempuh melalui tiga faktor;. Pendidikan
fisik atau jasmani tidak berarti mengembangkan otot-otot dan tenaga saja,
melainkan juga menyiapkan konstruksi fisiknya secara sehat dan Pertama,
Pendidikan Jasmani baik. Kita juga harus memperhatikan potensi-potensi
biologis yang tumbuh dari jasmaninya dan ekses dari keseluruhannya
berupa motivasi – motivasi intrinsik, inklinasi serta potensi-potensi
kejiwaan yang dimilikinya. Kedua, Pendidikan Intelektual. Ketiga,
Pendidikan Rohani. Manusia untuk mencapai hakikat kemanusiaannya
yang sejati harus senantiasa membersihkan jiwanya. Upaya-upaya di
dalam membersihkan dan mendidik jiwa manusia jika hal ini dibiasakan
kepada sang anak secara konsisten, niscaya dia akan tumbuh memiliki
mental dan jiwa yang kuat menghadapi berbagai kondisi hidup (Husain
Thaha, 2009: 112).
Sedangkan menurut Purwanto (1984: 163)ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kepribadian anak yaitu (1) Faktor biologis, Setiap
individu sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan dalam
konstitusi tubuhnya, baik dari keturunan atau pembawaan individu (anak)
itu sendiri. Kondisi jasmani yang berbeda-beda itu menyebabkan sikap
dan sifat-sifat serta temperamen yang berbeda-beda juga. Jadi konstitusi
tubuh individu itu sangat mempengaruhi kepribadian individu. Namun
dalam perkembangan dan pembentukan kepribadian selanjutnya, faktorfaktor lain seperti lingkungan dan pendidikan juga mempunyai peranan
dan pengaruhnya. (2) Faktor sosial, Faktor sosial yang dimaksud di sini
adalah masyarakat sekitar yang mempengaruhi individu tersebut. Yang
termasuk dalam faktor sosial ini adalah tradisi- tradisi, adat istiadat dan
peraturan- peraturan yang berlaku di masyarakat. Termasuk di dalamnya
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam keluarga juga memberi
pengaruh yang cukup menentukan terhadap perkembangan kepribadian
individu. Keluarga yang berpendidikan berbeda pengaruhnya dengan
keluarga yang kurang atau tidak berpendidikan, suasana keluarga yang
tenteram berbeda dengan keluarga yang diliputi permusuhan, keluarga
yang utuh juga berbeda pengaruhnya dengan keluarga yang tidak utuh.
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
272
Pengaruh lingkungan keluarga memang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan kepribadian anak sejak kecil. Pada masa selanjutnya
pengaruh lingkungan sosial yang diterima anak semakin besar dan
luas, teman sepermainan, tetangga, lingkungan desa-kota, hingga
pengaruh lingkungan di sekolahnya mulai dari guru, teman, kurikulum
sekolah, peraturan- peraturan di sekolah dan lain sebagainya. (3) Faktor
kebudayaan, perkembangan dan pembentukan kepribadian pada masingmasing individu tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di
mana individu itu berada dan dibesarkan. Di Indonesia ini misalnya di
pedalaman Irian Barat kehidupan mereka tentang tata cara hidup, adat
istiadat, kebiasaan, bahasa, kepercayaan, dan sebagainya berbeda dengan
daerah dan masyarakat lain di Indonesia, hal ini sangat mempengaruhi
perkembangan dan pembentukan kepribadian anak.
Senada dengan Purwanto, dalam “Pengantar Psikologi” Atkinson
dkk (tt.: 202) menyebutkan bahwa pembentukan kepribadian (character
building) anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu; adanya pengaruh
genetik anak kepada orang tua, pengaruh lingkungan dimana anak
berinteraksi dengan teman-temannya lain, dan pengaruh kultural dan
budaya yang melingkupi kehidupan seseorang dengan masyarakatnya.
C. Membentuk Karakter Anak
a. Pendidikan Karakter
Banyak pakar menyamakan istilah karakter dengan istilah
kepribadian. Tetapi, dalam psikologi yang modern dewasa ini,
pemakaian istilah karakter dan kepribadian dibedakan; karakter
hanya mengenai beberapa fase khusus dari kepribadian seseorang,
sedangkan kepribadian adalah keseluruhan sifat seseorang dan fase
dari pribadi manusia (Baharuddin, 2010: 193).
Pendidikan karakter anak sangat penting guna menuntun sang
anak menjadi pribadi yang baik, pintar dan bermoral. Sebagai orang
tua dan para pendidik hendaknya memanfaatkan masa emas anak
untuk memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga
anak bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya
di masa mendatang (Komunitas Institut Ibu Profesional, 2013:149).
Dalam kamus bahasa Indonesia kata karakter mempunyai arti
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
273
tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain, dan watak. Orang berkarakter berarti
orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau
berwatak. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa karakter
merupakan watak dan sifat-sifat seseorang dengan yang lainnya. Dari
uraian di atas karakter juga bisa berarti kepribadian (Wibowo, 2013:
8-9).
Salah satu faktor yang dapat membentuk karakter anak adalah
melalui dongeng. Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat
dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan
hidup dengan pesan moral yang mengandung makna hidup dan cara
berinteraksi dengan makhluk lainnya. Dongeng juga merupakan dunia
khayalan dan imajinasi dari pemikiran seseorang yang kemudian
diceritakan secara turun-menurun dari generasi ke generasi.
Dongeng bermanfaat membentuk karakter anak sehingga harus terus
dihidupkan terutama oleh kalangan orang tua. Saat ini budaya dongeng
dari orang tua kepada anak sudah mulai langka. Untuk itu orang tua
diharapkan untuk menghidupkan kembali budaya mendongeng yang
dapat memberikan kesan hangat di keluarga. Mendongeng juga dapat
meningkatkan kecerdasan anak, sedangkan mendongeng secara
rutin cukup efektif dalam mengakrabkan hubungan antara orang tua
dengan anaknya. Dongeng juga bisa disukai anak-anak selayaknya
seorang anak menyukai makanan favoritnya (Komunitas Institut Ibu
Profesional, 2013: 149).
Pembangunan karakter atau pendidikan karakter anak sangat
penting guna menuntun sang anak menjadi pribadi yang baik, pintar
dan bermoral. Sebagai orang tua dan para pendidik hendaknya
memanfaatkan masa emas anak (usia dini) untuk memberikan
pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih
keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang
(Wibowo, 2013: 8-9). Pendidikan moral dalam keseharian sering
dipakai untuk menjelaskan aspek-aspek yang berkaitan dengan etika.
Pembelajarannya lebih banyak disampaikan dalam bentuk konsep dan
teori tentang nilai benar dan salah. Sedangkan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari tidak menyentuh ranah afektif (apresiatif) dan
psikomotorik dalam perilaku anak (Listyarti, 2012:3).
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
274
Banyak cara yang bisa dilakukan orang tua untuk mendidik
anak melalui pembangunan karakternya. Salah satunya dengan
membacakan dongeng atau cerita. Selain ada hikmah yang bisa dipetik,
melalui cerita ini kita juga bisa membangun karakter anak. Seperti kita
ketahui, anak menyukai cerita karena dapat memancing imajinasinya.
Dengan imajinasinya itu, anak akan berusaha memahami cerita yang
disampaikan kepadanya. Sehingga, cerita penuh hikmah menjadi
bagian penting dari proses pendidikan anak-anak (Alimah dkk, 2012:
149-150).
b. Pentingnya Dongeng dalam Membentuk Karakter Anak
Dongeng bermanfaat membentuk karakter anak sehingga harus
terus dihidupkan terutama oleh kalangan orang tua. Saat ini budaya
dongeng dari orang tua kepada anak sudah mulai langka. Untuk itu
orang tua diharapkan untuk menghidupkan kembali budaya dongeng
yang dapat memberikan kesan hangat di keluarga. Mendongeng juga
dapat meningkatkan kecerdasan anak, sedangkan mendongeng secara
rutin efektif dalam mengakrabkan hubungan antara orang tua dengan
anaknya (Alimah dkk, 2012: 150).
Melalui dongeng anak bisa belajar kosakata baru, belajar untuk
mengekspresikan perasaan senang, sedih, marah, serta menyerap
nilai-nilai kebaikannya. Kepada orang tua atau guru yang hendak
mendongeng hendaknya tanpa menggunakan media, melainkan
hanya lewat gerakan suara, maupun ekspresi sehingga anak bisa
berimajinasi. Jika menggunakan media, imajinasi anak kurang
terlatih karena gambarnya sudah bisa dilihat langsung (Alimah dkk,
2012: 152).
Pentingnya dongeng bisa di uraikan sebagai berikut: Pertama,
tiga hal yang tidak pernah ditolak oleh anak yaitu mendongeng,
bermain dan hadiah. Kedua, dongeng dapat mengubah karakter
anak tanpa menyakiti, malah justru dengan penuh keceriaan. Ketiga,
mengembangkan imajinasi. Keempat, membantu menyadarkan
kekuatan diri. Kelima, mempermudah pemenuhan harapan dan
keinginan anak.
c.
Pengaruh cerita dalam menanamkan nilai-nilai yang baik pada diri
anak
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
275
Pada dasarnya dunia anak-anak adalah dunia bermain. Dengan
bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi
indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan
seperti apa lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti
apa diri mereka sendiri. Lewat bermain, fisik anak akan terlatih,
kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain
akan berkembang. Bermain tentunya merupakan hal yang berbeda
dengan belajar dan bekerja (Saptono, 2011: 45).
Terkait dengan permainan, dongeng ternyata bisa menjadi sarana
rekreasi yang sifatnya permainan sekaligus belajar. Dongeng bisa
menjadi satu bentuk arahan dari orang tua agar anak mempunyai lebih
banyak porsi pembelajaran di dalam bermain. Karena dalam dongeng
banyak sekali unsur-unsur yang dapat mengembangkan berbagai
segi kecerdasan anak. Peragaan dalam cerita dongeng memberi
anak kemampuan akting yang berguna untuk mengungkapkan atau
mengekspresikan emosinya, dan banyak lagi yang lainnya (Saptono,
2011: 46).
Seorang anak terutama masa kanak-kanak, lebih menyukai pada
hal-hal yang konkret, yang dapat disaksikan langsung oleh matanya.,
didengar langsung oleh telinganya, diraba langsung oleh tangannya
dan dapat dihirup oleh hidungnya. Untuk keperluan ini, metode
penyampaian lewat cerita sangat tepat dan menarik untuk diterapkan.
Oleh sebab itu, semestinya seorang ibu tidak meremehkan manfaat
dari metode cerita ini dalam mendidik anak-anaknya. Seorang ibu
harus mempunyai wawasan yang memadai tentang kisah para Nabi
beserta para sahabat, ataupun kisah tentang tokoh-tokoh tabiin yang
berpengaruh. Bila kisah-kisah seperti ini diceritakan kepada anakanak maka akan mempunyai pengaruh positif dalam menanamkan
nilai-nilai yang utama dan mengembangkan kepribadian mereka
secara utuh, baik mental, intelektual ataupun spiritual (Saptono,
2011: 47).
Nilai-nilai keimanan, makna tolong menolong, rasa cinta dan
keikhlasan misalnya, akan mudah diterima dan dipahami oleh anak
bila disampaikan dengan metode figurasi dan pemberian model.
Artinya, anak melihat dan mendengar langsung nilai-nilai tersebut
yang melekat pada diri seorang tokoh atau pada peristiwa-peristiwa
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
276
tertentu. Di dalam sebuah cerita, anak akan melihat atau mendengar
langsung sejumlah tokoh atau peristiwa yang menjadi panutan, di
mana nilai-nilai tersebut melekat dalam ingatan dan kasatmata.
Sehingga anak pun dapat memahaminya dengan mudah dan mantap,
dengan demikian, metode cerita merupakan faktor pendidikan
yang bersifat mengasah intelektual dan amat berpengaruh di dalam
menanamkan nilai-nilai akidah dan moralitas Islam yang benar.
Tentu saja cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan usia
dan tingkat perkembangan anak (Thaha, 2005: 175).
Melalui cerita yang disampaikan orang tua kepada anaknya, anak
akan merasa dirinya seperti pahlawan sebagaimana yang ditokohkan
di dalam cerita tersebut. Di akan merasa hidup di alam serba nyata,
bersama para Nabi, pahlawan, pemimpin maupun penguasa. Ketika
anak dirangsang oleh kisah-kisah kenabian yang dinukil dari alQur’an, maka seolah-olah dia merasa hidup pada masa Nabi. Dan
seakan turut merasakan peristiwa itu (Alimah dkk, 2009 :151).
Ketika orang tua ingin menanamkan sifat lemah lembut
serta tidak suka membalas dendam kepada orang lain, dia dapat
menceritakan kepada anaknya kisah tentang Nabi Muhammad
Saw. saat menghadapi orang Yahudi, yang selalu meletakkan kotor
itu. Dan bila seorang Ibu ingin menanamkan nilai-nilai sosial dan
suka mengutamakan orang lain, di dapat menceritakan kepada
anaknya kisah Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang bersedia mata demi
kemaslahatan hidup Nabi Muhammad, yaitu ketika orang-orang
Quraisy sepakat membunuh Nabi Muhammad, Maka Ali bersedia
tidur menggantikan Rasulullah di tempat tidur (Thaha, 2005: 175).
D. Membangun Kecerdasan Kognitif Anak
Tingkat kecerdasan merupakan perkembangan kognisi atau intelek
atau akal seseorang yang dapat dilihat dengan mengikuti tes kecerdasan
atau yang akrab disebut tes intelegensi. Perkembangan kognisi atau
perkembangan intelek adalah pandangan umum dalam psikologi yang
digunakan untuk menjelaskan perkembangan cara berpikir yang dimiliki
oleh manusia (Wulan, 2011: 3).
IQ sering kali menjadi panduan kecerdasan seseorang untuk masuk
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
277
sekolah atau diterima kerja. Orang tua mana yang tidak bangga bila tes
IQ buah hatinya menunjukkan angka yang tinggi. Padahal kenyataannya
hidup seseorang tidaklah bergantung pada IQ. IQ bukanlah satu-satunya
patokan utama untuk menilai seseorang cerdas atau tidak.
Salah satu tanggung jawab terbesar seorang ibu adalah
menumbuhkan kesadaran intelektual anaknya sejak masa kanak-kanak
hingga dewasa. Sang ibu harus mengajar dan membiasakannya untuk
menimba berbagai sumber peradaban dan sains. Ada beberapa cara dan
metode untuk meningkatkan kecerdasan intelektual pada anak; Pertama,
Orang tua hendaknya menumbuhkan kesadaran untuk mendengar
dan mengingat hal-hal positif pada diri anak. Kedua, Menumbuhkan
kesadaran untuk membaca buku pada diri anak dengan cara menyediakan
perpustakaan mini di kamar anak yang terdiri dari buku-buku tentang
pengetahuan agama Islam, pengetahuan umum serta keterampilan yang
bermanfaat bagi masa depan anak sesuai dengan usia, perkembangan
serta kemampuannya. Ketiga, Mencarikan teman-teman sepergaulan
yang memiliki kecerdasan dan keunggulan ilmiah memadai. Sehingga
diharapkan bisa mempengaruhinya dalam berperilaku secara ilmiah
(Thaha, 2009:118-119). Jika potensi intelektual mereka tidak diisi
dengan hal-hal positif, bisa jadi mereka akan menyimpang dari jalan yang
benar dan tidak memikul serta meneruskan perjuangan umat di masa
mendatang.
Di sekolah bisa dilihat beberapa ciri pembelajaran dalam pandangan
kognitif antara lain; guru menyediakan berbagai pengalaman belajar bagi
siswa secara konkret, guru menyediakan berbagai alternatif pengalaman
belajar bagi siswa, guru berusaha mengintegrasikan proses pembelajaran
dengan situasi yang realistik dan relevan dalam kehidupan nyata
siswa, guru berusaha mengintegrasikan proses pembelajaran dengan
memanfaatkan berbagai media pembelajaran dan guru melibatkan siswa
aktif secara fisik, emosional dan sosial (Irham dan Wiyani, 2013:181).
E. Membangun Kecerdasan emosional anak
a. Pengertian kecerdasan emosi
Dalam satu versi istilah kecerdasan emosional dimunculkan
pertama kali oleh Daniel Goleman, seorang psikolog Amerika, dalam
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
278
bukunya “Emotional Intelligence” (1995), dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa kesuksesan seseorang ditentukan oleh beberapa
hal di antara yaitu: 20% kecerdasan intelektual, 80% kecerdasan
emosional, sosial dan spiritual, IQ tinggi berarti EQ turun (Alimah
dkk., 2013: 60). Beberapa fakta menunjukkan bahwa anak dianggap
sukses apabila mereka memiliki nilai rapor yang bagus dan memiliki
kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi. Sungguh dilematis rasanya,
kenapa kita hanya menilai anak dari segi IQnya saja padahal segi EQ
dirasa lebih penting untuk membentuk moral dan karakter yang baik
(Wulan, 2011: 60-61).
Kebanyakan mereka yang memiliki IQ tinggi akan lemah di
EQ, sebagai contoh anak yang sangat pandai dan selalu juara kelas,
secara mental ia akan cepat putus asa dan emosinya mudah meluap.
Namun yang terjadi sebaliknya, jika dari kecil kita latih kecerdasan
emosionalnya maka kecerdasan intelektualnya juga akan melejit.
Semua anak pada dasarnya adalah cerdas, namun kecerdasan harus
kita maknai secara bijak. Kecerdasan Intelektual (IQ) akan membuat
anak menjadi pandai, Kecerdasan Emosional (EQ) akan membuat
anak mudah mengendalikan diri sedangkan Kecerdasan Spiritual
(SQ) pada anak memungkinkan hidupnya penuh arti.
Orang tua yang ingin anaknya mempunyai anak yang cerdas
secara emosionalnya, harus mengadakan kerjasama dengan anaknya.
Orang tua, terutama ibu harus bisa menjadi uswatun hasanah (suri
tauladan yang baik) agar anak dapat meniru setiap kebaikan dari orang
tuanya. Faktor keteladanan inilah yang akan memberikan sumbangsih
yang signifikan dalam membentuk kecerdasan emosional anak.
Kecerdasan emosional anak yang disebut dengan istilah emotional
intelligence dapat dibentuk oleh orang tua (terutama peran ibu) sejak
anak usia dini. Dalam artian anak dalam usia dini akan lebih mudah
dibentuk karakter dan dibangun kecerdasan emosionalnya. Manfaat
lain dari pendidikan emosi dari keluarga adalah pada perkembangan
kecerdasan kognisi anak. Anak dari orang tua yang terampil
emosional lebih mudah berkonsentrasi dan menerima pengetahuanpengetahuan baru (Wulan, 2011: 15).
Anak yang cerdas secara emosional adalah anak yang memahami
kondisi dirinya, memahami perasaan yang terjadi pada dirinya dan
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
279
bisa mengambil tindakan yang positif sebagi respons dari munculnya
perasaan itu. Anak tersebut juga mampu merasakan perasaan orang
lain yang bisa menanggapinya secara proporsional. Banyak anak sulit
diatur karena proses pengendalian diri lemah, hal ini disebabkan
karena kecerdasan emosional tidak diasah (Alimah dkk, 2013: 62).
Kecerdasan emosional yang dimiliki seorang anak akan dengan mudah
membentuk anak yang berkarakter, berkepribadian dan berjiwa
tinggi. Bahkan sering kita dengar suatu ungkapan yang mengatakan
bahwa apa artinya anak dengan kecerdasan intelektual yang tinggi
namun mempunyai jiwa yang mudah marah, tidak bisa menahan
emosi, mudah gelisah, dan hal negatif lainnya yang berkaitan dengan
kondisi emosional anak. Intinya, pengendalian emosi (emotional
control), menitik beratkan pada penekanan reaksi yang tampak
terhadap rangsangan yang menimbulkan emosi.
b. Perkembangan emosi anak
Pendidikan emosi anak dimulai dari lingkungan keluarga. Orang
tua yang terampil dalam memberikan pendidikan emosi kepada anakanaknya memiliki anak yang mampu bergaul dengan baik, populer di
kalangan teman-teman , dan menurut para guru anak tersebut tidak
memiliki masalah perilaku seperti kasar atau agresif (Wulan, 2011:
16). Hasil pendidikan emosi dari keluarga adalah pertumbuhan anak
yang bebas dari stres dan tekanan batin dan mampu menenangkan
dirinya saat menghadapi berbagai macam emosi dari dalam diri.
Dengan demikian anak tersebut juga terlihat lebih santai dan memiliki
kondisi fisik yang sehat.
Hurlock (1997: 214) memberikan pemaparan tentang metode
belajar yang dapat menunjang perkembangan emosi pada anak usia
dini; pertama, anak melakukan belajar dengan mencoba-coba, hal
ini bertujuan untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku
yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak
perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak
memberikan pemuasan. Kedua, anak belajar dengan cara meniru.
Ini dimaksudkan agar anak-anak dapat bereaksi dengan emosi dan
metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.
Ketiga, anak belajar dengan cara mempersamakan diri dengan
dilihatnya. Dalam hal ini anak menirukan reaksi emosional orang lain
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
280
dan tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang
telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Keempat, anak belajar
melalui pengkondisian. Dalam metode ini yang menjadi obyek dan
situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional anak
kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi yang efektif. Kelima,
mengadakan pelatihan belajar pada anak di bawah bimbingan
dan pengawasan terbatas pada aspek reaksi yaitu reaksi yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan. Peran orang tua, guru dan
lingkungan sekitar sangat menentukan dalam proses belajar anak.
Perkembangan emosional merupakan perkembangan perilaku
anak dalam mengendalikan dan menyesuaikan diri dengan aturanaturan masyarakat dimana anak itu berada. Anak dapat meningkatkan
peran dan aktualisasi diri sesuai gendernya. Goleman (dalam
Wulan, 2011: 15) menambahkan bahwa kemampuan anak dalam
mengendalikan emosinya akan membawa kemudahan bagi mereka
dalam berkonsentrasi, sehingga proses menerima dan mengingat
informasi dan pengetahuan juga meningkat. Dapat disimpulkan
bahwa tingkat kecerdasan emosi anak yang tinggi akan memudahkan
mereka dalam menjalani proses belajar di lingkungan luas. Menurut
teori yang dikemukakan Goleman, kecerdasan emosi sudah dimiliki
anak sejak dilahirkan di dunia.
Lebih lanjut Goleman (dalam Wulan, 2011: 15) menyebutkan
bahwa pembentukan kecerdasan emosi adalah perkembangan dari 5
wilayah utama yang dimiliki manusia. Pertama, kesadaran diri. Hal
yang menjadi inti dalam kecerdasan emosi adalah mengenali emosi diri
pada saat perasaan itu muncul. Ketidakmampuan untuk menyadari
perasaan diri sendiri membuat anak di bawah kekuasaan emosi.
Kedua, pengendalian diri. Dengan pengendalian emosi, seseorang
akan mampu untuk beradaptasi dengan perubahan perasaannya
baik yang sifatnya positif ataupun negatif. Ketiga, motivasi diri.
Motivasi diri berkaitan dengan kemampuan seorang untuk menata
emosinya, memusatkan perhatian pada perasaan yang positif dan
mengesampingkan perasaan yang bersifat negatif.
Dalam membangun emosi anak, salah satu usaha untuk
menjadi orang tua yang terampil dalam memberikan pendidikan
emosi kepada anaknya adalah dengan memberikan tanggapan secara
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
281
serius terhadap perasaan anak kemudian berupaya untuk memahami
hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya perasaan tersebut (Wulan,
2011: 38). Usaha ini dapat dilanjutkan dengan membantu jalan keluar
yang positif serta memberi ketenangan pada anak.
Perkembangan emosi anak juga tidak dapat dilepaskan
dari pendidikan play group dan taman kanak-kanaknya, karena
perkembangan kecerdasan emosi anak akan terjadi pada waktu
tersebut. Goleman menjelaskan bahwa keberhasilan di TK bukan
hanya ditentukan oleh kemampuan intelektual anak, melainkan
ukuran emosional dan sosial anak tersebut. Beberapa ukuran tersebut
meliputi, pertama, keyakinan pada diri sendiri dan memiliki minat.
Kedua, mengerti harapan-harapan sosial mengenai perilaku anak.
Ketiga, mampu mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal-hal
yang tidak sewajarnya. Keempat, dapat mengikuti petunjuk dan
perintah dari orang lain. Kelima, tahu kapan saatnya harus minta
tolong atau bertanya kepada guru. Keenam, mampu mengungkap
kemauan dan kebutuhannya saat bergaul dengan teman sebaya
(Wulan, 2011: 39).
F. Membangun Kecerdasan Spiritualitas Pada Anak
a. Sifat Fitrah anak
Secara fitrahnya, Allah telah meletakkan kepada hati setiap
orang tua rasa cinta dan kasih sayang terhadap anak-anak mereka.
Perasaan inilah yang mendorong mereka mengasuh, membimbing
dan mendidik anak-anaknya agar kelak menjadi generasi yang saleh
dan salehah, berbakti kepada orang tua, agama, nusa dan bangsa.
Tanpa perasaan seperti ini, tidak mungkin mereka dapat bersabar atau
bersedia bersusah-payah, menderita, memikul beban nafkah yang
amat berat dengan bekerja keras, dan bahkan tidak kenal istirahat
demi memberikan pelayanan kepada anak-anaknya –baik di bidang
kesehatan, kebersihan, makanan bergizi, pendidikan dan fasilitas
layak lainnya (Thaha, 2009: 145).
Pada hakikatnya, seorang anak itu bagaikan radar yang dapat
menangkap setiap objek yang ada di sekelilingnya. Karenanya bila
orang tua terutama sang ibu bersifat jujur, pemurah, lemah lembut,
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
282
pemberani dan dapat menjaga kehormatan diri, maka anak-anaknya
akan tumbuh dengan perangai-perangai yang terpuji pula. Sebaliknya,
bila orang tua tidak mempunyai perangai terpuji, maka anak-anaknya
pun tumbuh menjadi pribadi yang suka berdusta, pengecut dan suka
berkhianat. Sebab, kendatipun seorang anak mempunyai pembawaan
yang baik dan fitrah yang suci, tetapi jika tidak mendapatkan didikan,
pendidikan dan teladan yang baik, terarah dan sehat, maka tidak
mustahil dia akan menyimpang dari fitrah kepribadiannya (Thaha,
2009: 147).
b. Pendidikan ruhiyyah orang tua terhadap anak
Di dalam Islam kita banyak menjumpai ayat-ayat al-Qur’an dan
hadis Nabi yang menjelaskan tentang pendidikan orang tua terhadap
anaknya, bagaimana seharusnya pendidikan orang tua terhadap
anaknya, atau pendidikan apa saja yang harus diberikan orang tua
kepada anak-anaknya. Sebagai contoh, dalam surat Lukman ayat
13 sampai 19 menerangkan tentang pendidikan Lukman al-Hakim
kepada putranya. Berikut adalah pendidikan Lukman al-Hakim
terhadap putranya.
Pendidikan pertama: Menjauhi berbuat syirik, Allah swt.
berfirman:
َّ ِ‫ي َل تُ ْش ِر ْك ب‬
ُ ‫َوإِ ْذ قَا َل لُ ْق َم‬
‫َظي ٌم‬
َ ْ‫اللِ إِ َّن ال ِّشر‬
َّ َ‫ان ِل ْبنِ ِه َوهُ َو يَ ِعظُهُ يَا بُن‬
ِ ‫ك لَظُ ْل ٌم ع‬
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”.” (QS. Lukman: 13).
Ayat di atas dapat dipahami bahwa Lukman memberikan
pendidikan dengan cara menasihati (mauidzah) putranya. Mauidzah
–merupakan salah satu metode dalam berdakwah sebagaimana tertera
dalam surat al-Nahl ayat 125– berarti wejangan yang menggerakkan
hati (al-Qardhawi, 1999: 622). Lukman menasihati putranya yang
amat ia sayangnya, nasihat pertama adalah supaya menjauhi berbuat
syirik kepada Allah dengan sesuatu apapun. Dengan kata lain Lukman
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
283
mengajak putranya untuk senantiasa menyembah Allah yang Maha
Esa.
Pada hakikatnya, pendidikan pertama orang tua terhadap
kepada anak-anaknya adalah pendidikan tentang pengesaan Allah.
Cara yang bisa dilakukan orang tua adalah dengan memperkenalkan
Allah kepada anak-anaknya sedini mungkin. Bahkan sejak masih
dalam kandungan sebaiknya orang tua juga memperkenalkan Allah
dengan cara membaca al-Qur’an di hadapan janinnya. Seorang ibu
yang sedang hamil dianjurkan untuk sering-sering membaca alQur’an agar anak yang masih dalam kandungan menjadi teduh dan
mengenal sang Khaliknya sejak dini.
Pendidikan orang tua tentang keesaan Allah juga bisa ketika
anak mulai belajar bicara. Orang tua sering mengenalkan nama
Allah dengan mengajari doa-doa tertentu dalam setiap aktivitasnya,
mulai bangun tidur hingga hendak tidur kembali. Pendidikan orang
lain terhadap anaknya bisa melalui cerita nabi-nabi terdahulu yang
mengajak para kaumnya untuk senantiasa menyembah Allah yang
Esa.
Pendidikan kedua: Berbakti pada orang tua, Allah berfirman:
َّ ‫َو َو‬
‫صالُهُ فِي عَا َمي ِْن أَ ِن ا ْش ُكرْ لِي‬
َ ِ‫ال ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ أُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف‬
ِ ْ ‫ص ْينَا‬
‫صي ُر‬
َ ‫َولِ َوالِ َد ْي‬
َّ َ‫ك إِل‬
ِ ‫ي ْال َم‬
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Lukman: 14).
‫اح ْبهُ َما فِي ال ُّد ْنيَا‬
َ َ‫ْس ل‬
َ ‫ك َعلَى أَ ْن تُ ْش ِر‬
َ ‫َوإِ ْن َجاهَدَا‬
َ ‫ك بِ ِه ِع ْل ٌم فَ َل تُ ِط ْعهُ َما َو‬
َ ‫ك بِي َما لَي‬
ِ ‫ص‬
َ‫ي َمرْ ِج ُع ُك ْم فَأُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬
َ ‫َم ْعرُوفًا َواتَّبِ ْع َسبِي َل َم ْن أَن‬
َّ َ‫ي ثُ َّم إِل‬
َّ َ‫َاب إِل‬
Artinya:
“Dan
jika
keduanya
memaksamu
untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
284
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan” (QS. Lukman: 15).
Kedua ayat di atas menjelaskan tentang pendidikan Lukman
kepada putra untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya.
Pentingnya pendidikan berbakti kepada orang tua mengingat orang
tua sebagai sosok yang sentral dalam kehidupan seseorang. Tanpa
kehadiran orang tua seseorang tidak akan dapat hadir dan hidup
dalam kehidupan ini. Di antara kedua orang tua, seorang ibu sangat
berperan dalam kehidupan dan pendidikan anak. Ibu telah payah dan
lemah ketika mengandung dan menyusui anaknya.
Terkait pembimbingan, seorang ibu berperan sebagai
pembimbing pertama dalam dunia ini (al-umm madrasatul ula).
Seorang ibulah yang setiap hari memberi kasih sayang kepada anakanaknya, mulai bangun tidur sampai menjelang tidur kembali.
Seorang ibu yang menyuapi anaknya, yang memberikan ceritacerita setiap kali anaknya hendak tertidur. Atas semua jasa orang tua
terhadap anaknya, Allah memberi penghargaan orang tua, dengan
menyandingkan keridhaan keduanya dengan ridha-Nya.
Semua perintah orang tua harus ditaati oleh anak-anaknya,
karena pada hakikatnya orang tua senantiasa membimbing kebaikan
kepada anak-anaknya. Namun hanya ada satu pendidikan yang boleh
ditolak oleh seorang anak, yaitu pendidikan yang mengarahkan kepada
maksiat kepada Allah. Jika keduanya memaksa untuk berbuat syirik
dan maksiat lainnya, justru seorang anak boleh tidak menaatinya
dengan cara-cara yang santun.
Pendidikan ketiga: Setiap perbuatan jelek sekecil apapun
akan dibalas oleh Allah, Allah berfirman:
ُ َ‫ي إِنَّهَا إِ ْن ت‬
‫ض‬
َ ‫ك ِم ْثقَا َل َحبَّ ٍة ِم ْن خَرْ د ٍَل فَتَ ُك ْن فِي‬
َّ َ‫يَا بُن‬
ِ ‫ص ْخ َر ٍة أَوْ فِي ال َّس َما َوا‬
ِ ْ‫ت أَوْ فِي ْالَر‬
َّ ‫للاُ إِ َّن‬
َّ ‫ت بِهَا‬
ٌ ‫للاَ لَ ِط‬
‫يف َخبِي ٌر‬
ِ ْ‫يَأ‬
Artinya: “(Lukman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya
jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
285
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha
Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Lukman: 16).
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kezaliman dan kesalahan
meskipun seberat biji sawi akan dihadirkan Allah di hari kiamat di
hari penimbangan amal perbuatan manusia (Ibnu Katsir, 1997: 417).
Dalam hal ini orang tua harusnya membimbing anak-anaknya agar
menyadari bahwa setiap perbuatannya senantiasa diawasi oleh Allah
melalui dua malaikatnya, yaitu Raqib dan Atid. Setiap ucapan yang
keluar dari mulut seseorang tidak akan lepas dari pengawasan dua
malaikat itu. Apabila seseorang selalu sadar bahwa gerak geriknya
senantiasa diawasi, maka ia hanya akan berbuat kebaikan saja. Setiap
kebaikan akan diganjar oleh Allah dengan sebaik-baik ganjaran,
sebaliknya perbuatan sekecil apapun juga akan dibalas oleh Allah
dengan balasan yang setimpal.
Pendidikan orang tua dalam hal ini sangat penting untuk
mengarahkan anaknya agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang
melenceng. Pendidikan dan pendampingan orang tua kepada anaknya
harus senantiasa dilakukan terutama pada masa-masa remaja, di saat
mereka mulai ingin menampakkan jati dirinya, di saat remaja mulai
mengenal dan mencintai lawan jenisnya, dan di saat mereka mulai
mencapai masa pubertasnya. Di saat inilah orang tua wajib lebih
banyak meluangkan waktunya untuk memberikan pendidikan dan
pendampingan kepada anak-anaknya supaya tidak melakukan hal-hal
yang menyimpang dari dari agama dan budaya masyarakatnya.
Pendidikan keempat: mendirikan shalat, memerintahkan
perbuatan baik, mencegah kemungkaran dan bersabar terhadap
setiap cobaan. Allah swt. berfirman,
‫ك‬
َ ِ‫ك إِ َّن َذل‬
َ َ‫صاب‬
َ َ‫ُوف َوا ْنهَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر َواصْ بِرْ َعلَى َما أ‬
َّ َ‫يَا بُن‬
ِ ‫ي أَقِ ِم الص ََّلةَ َو ْأ ُمرْ بِ ْال َم ْعر‬
ُ
‫ور‬
ِ ‫ِم ْن ع َْز ِم ْال ُم‬
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
286
yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. Lukman: 17).
Ini merupakan pendidikan rohani Lukman kepada putranya.
Pendidikan rohani orang tua kepada anaknya yang terpenting adalah
shalat, amar ma’ruf nahi mungkar dan perintah untuk bersabar
terhadap musibah. Pendidikan shalat harus dimulai sejak dini. Orang
tua harus membimbing anaknya bagaimana wudhu yang baik dan
bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan shalat yang baik. Orang tua juga
senantiasa membimbing anaknya agar menganjurkan berbuat baik
dan menjauhi berbuat mungkar. Orang tua juga harus memberikan
pendidikan kepada anaknya kesabaran, dimulai dari orang tua sendiri
berlaku sabar atas segala kesulitan dan musibah yang menerpa dirinya.
Al-Syaukani menjelaskan pentingnya pendidikan tiga ibadah ini
untuk disampaikan kepada anak-anaknya. Tiga ibadah ini merupakan
induk ibadah dan landasan dasar seluruh kebaikan. Karena itu Allah
dalam akhir ayat ini menjelaskan bahwa, sesungguhnya pendidikan
shalat, amar ma’ruf nahi mungkar dan berlaku sabar atas segala
kesulitan dan musibah termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)
(Al-Syaukani, 1998: 348).
Pendidikan kelima: bersikap santun dan tidak berlaku
sombong kepada orang lain, Allah swt. berfirman:
َّ ‫ض َم َرحًا إِ َّن‬
‫ور‬
َ ‫صعِّرْ َخ َّد‬
َ ُ‫َو َل ت‬
ٍ ‫للاَ َل ي ُِحبُّ ُك َّل ُم ْخت‬
ٍ ‫َال فَ ُخ‬
ِ ‫اس َو َل تَ ْم‬
ِ َّ‫ك لِلن‬
ِ ْ‫ش فِي ْالَر‬
Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka
bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Lukman: 18).
Ayat ini menganjurkan kepada orang tua untuk mengajarkan
akhlak mulia kepada anak-anaknya, dengan cara bagaimana sebaiknya
bersikap kepada orang lain. Orang tua memberi pendidikan kepada
anak-anaknya agar memalingkan pandangan wajahnya dengan muka
masam kepada orang lain, lebih-lebih yang lebih lemah daripadanya.
Membimbing anak-anaknya supaya tidak berlaku sombong meskipun
dia seorang yang kaya, pintar dan mempunyai kedudukan tinggi
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
287
dibanding orang lain yang ada di sekitarnya.
Pendidikan keenam: bersikap sederhana dan rendah diri
(tawadhu’) kepada orang lain, Allah berfirman:
ُ ْ‫صو‬
‫ير‬
َ ِ‫صوْ ت‬
َ ِ‫ص ْد فِي َم ْشي‬
َ َ‫ت ل‬
َ ‫ك َوا ْغضُضْ ِم ْن‬
ِ ‫ك إِ َّن أَ ْن َك َر ْالَصْ َوا‬
ِ ‫َوا ْق‬
ِ ‫ت ْال َح ِم‬
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
(QS. Lukman: 19).
Pendidikan lain orang tua kepada anak-anaknya terkait
akhlak mulia di antaranya dengan sikap tawadhu’ dan santun dalam
berbicara. Orang tua harus mencontoh anaknya dalam mengendalikan
ucapannya agar bisa berbicara dengan lembut dan santun. Seorang
anak senantiasa meniru apa saja yang dilakukan orang tua dan orangorang di sekitarnya. Maka pendidikan yang baik adalah dengan cara
memberikan contoh-contoh yang baik kepada anak-anaknya, mulai
dari ucapan dan perbuatan. Allahu a’lam
G. Simpulan
Pembentukan Kepribadian Anak dipengaruhi banyak faktor
di antaranya pendidikan jasmani (biologis), pendidikan intelektual,
pendidikan rohani, sosial dan kebudayaan. Pendidikan karakter sejak
masa kanak-kanak sangatlah penting agar kelak ketika dewasa anak
menjadi pribadi yang baik, pintar dan bermoral. Masa emas anak-anak
harus disadari oleh lingkungan rumah, sosial, sekolah sebagai masa yang
sangat menentukan kepribadian anak di masa mendatang.
Berkaitan dengan kecerdasan yang dimiliki anak banyak fakta
menunjukkan bahwa anak dianggap sukses apabila mereka memiliki
nilai yang bagus dan memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi,
padahal tidak sedikit anak yang memiliki IQ tinggi akan lemah di EQ.
Rasanya memang tidak adil ketika kita hanya menilai anak dari segi
IQnya saja padahal segi EQ lebih penting untuk membentuk moral dan
karakter yang baik. Kecerdasan emosional yang dimiliki seorang anak
akan dengan mudah membentuk anak yang berkarakter, berkepribadian
dan berjiwa tinggi. Kecerdasan spiritual (SQ) tidak kalah pentingnya
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
288
dengan kecerdasan IQ dan EQ. Di dalam Islam kita banyak menjumpai
ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Nabi yang menjelaskan tentang pendidikan
orang tua terhadap anaknya hal ini terkait dengan kecerdasan spiritual
anak, di antara pendidikan itu yaitu menjauhi berbuat syirik, berbakti
pada orang tua, setiap perbuatan jelek sekecil apapun akan dibalas oleh
Allah, mendirikan shalat, memerintahkan perbuatan baik, mencegah
kemungkaran dan bersabar terhadap setiap cobaan, bersikap santun dan
tidak berlaku sombong kepada orang lain, bersikap sederhana dan rendah
diri (tawadhu’) kepada orang lain.
Jadi benar adanya ungkapan yang menyatakan bahwa Kecerdasan
Intelektual (IQ) akan membuat anak menjadi pandai, Kecerdasan
Emosional (EQ) akan membuat anak mudah mengendalikan diri
sedangkan Kecerdasan Spiritual (SQ) pada anak memungkinkan hidupnya
penuh arti.
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
289
DAFTAR PUSTAKA
Aden Rangga, Serba-serbi Pendidikan Anak, Yogyakarta: Siklus, 2011.
Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah: Konsep dan
Praktik Implementasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Al-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, Beirut: Dar al-Fikr, 1998.
Baharuddin, Psikologi Pendidikan (Refleksi Teoretis Terhadap
Fenomena), cet. Ke-3, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.
Elisabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jilid I, Jakarta: Airlangga,
1997.
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Beirut: Dar Kutul al-Ilmiyyah,
1997.
Khairiyah Husain Thaha, Ibu Ideal: Peranannya dalam mendidik dan
Membangun Potensi Anak, Surabaya: Risalah Gusti, 2009.
Komunitas Institut Ibu Profesional, 12 Ilmu Dasar Mendidik Anak,
Jakarta: Gazza Media, 2013.
M.Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Karya,
1984.
Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan (Teori
dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran), Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013.
Niken TF Alimah dkk, Bunda Sayang: 12 Ilmu Dasar Mendidik Anak,
Jakarta: Gazza Media, 2012.
Ratna Wulan, Mengasah Kecerdasan Pada Anak, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011.
Retno Listyarti, Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan
Kreatif, Jakarta: Erlangga, 2012.
Rita L. Atkinson dkk., Pengantar Psikologi, Edisi kesebelas, Jilid 2,
Batam: Interaksara, tt.
Rose Mini dkk. dalam Familia, Perilaku Anak Usia Dini; Kasus dan
Pemecahannya, Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Saptono, Dimensi-Dimensi Pendidikan Karakter, Wawasan, Strategi,
dan Langkah Praktis. Jakarta: Erlangga, 2011.
ELEMENTARY
Vol. 2 | No. 2 | Juli-Desember 2014
290
Soemiarti Patmonodewa, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: Rineka
Cipta, 2003.
Tim
Pustaka Familia, Warna-warni Kecerdasan
Pendampingannya, Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah
Membangun Kecerdasan Anak Usia Sekolah
Anak
dan
Download