MONITORING DAN EVALUASI TIM PELAKSANA KESEHATAN JIWA MASYARAKAT (TPKJM) KOTA SURAKARTA TIM MONEV : BAPPEDA KOTA SURAKARTA i KATA PENGANTAR Mengingat makin kompleknya serta makin meningkatnya masalah kesehatan jiwa di masyarakat, maka diperlukan pendekatan dan pemecahan masalah dengan persiapan dan langkah-langkah yang tepat melalui perkembangan upaya kesehatan jiwa di Surakarta, khususnya sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Masalah kesehatan jiwa di masyarakat adalah sangat luas dan kompleks, bukan hanya meliputi yang jelas sudah terganggu jiwanya, tetapi juga berbagai problem psikososial, bahkan berkaitan dengan kualitas hidup dan keharmonisan hidup. Masalah ini tidak dapat dan tidak mungkin diatasi oleh pihak kesehatan saja, tetapi membutuhkan suatu kerja sama yang luas secara lintas program dan lintas sektor, yang melibatkan berbagai Instansi termasuk peran serta masyarakat dan kemitraan swasta, terlebih lagi dengan kondisi masyarakat kita yang saat ini sedang dilanda berbagai macam krisis, maka tindakan pencegahan secara lintas sektor perlu dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan, agar masalah tersebut tidak memberikan dampak yang mendalam terhadap taraf kesehatan jiwa masyarakat. BAPPEDA Kota Surakarta telah menindaklanjuti hal ini dengan membentuk Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat Kota Surakarta dan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) hingga melakukan Monitoring dan Evaluasi Identifikasi RAD pada tahun 2014. Selanjutnya pada tahun 2015 ini dilakukan monitoring program dan kegiatan yang terkait dengan RAD. Hasil Monitoring dan evaluasi program identifikasi RAD ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menentukan kebijakan tentang penanganan masyarakat dan kependudukan di Kota Surakarta. ii Terima kasih diucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu tersusunya laporan Monitoring dan Evaluasi ini, semoga dapat memberikan gambaran tentang pentingnya mewujudkan masyarakat yang sehat jiwa di Kota Surakarta. Surakarta, Juni 2015 . KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Ir. AHYANI, MA iii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dengan semakin majunya teknologi dan modernisasi telah membawa perubahan sosial yang begitu cepat, perubahan tersebut mempunyai konsekuensi secara umum dibidang kesehatan dan secara khusus dibidang kesehatan jiwa, tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan sosial yang cepat, sehingga dapat menimbulkan ketegangan dan terganggunya keseimbangan mental emosional dari taraf yang ringan hingga yang berat. Selama ini konsentrasi kegiatan terkait kesehatan hanya terfokus pada kesehatan fisik saja dan tidak pada upaya peningkatan kualitas hidup yang terdiri dari kesejahteraan dan/dari badan jiwa dan sosial produktifitas secara sosial ekonomi. Kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis (serasi) memperhatikan semua segi manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu, kesehatan jiwa mempunyai kedudukan yang penting didalam pemahaman kesehatan, sehingga tidak mungkin kita bicara tentang kesehatan tanpa melibatkan kesehatan jiwa. Seseorang yang sehat jasmani dan rohaninya, sedikit banyak akan menyebabkan bertambahnya usia harapan hidup orang tersebut. Tersirat disini bahwa Kesehatan Jiwa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pada pasal 24 disebutkan bahwa upaya kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara Optimal, baik Intelektual maupun Emosional. Untuk itu perlu adanya kesinambungan progam dan kegiatan terkait upaya peningkatan kesehatan jiwa masyarakat dimana telah ada tim pelaksanaan yang 1 dapat melakukan akselerasi dari setiap rencana aksi dan progam yang ada di seluruh anggota Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat Kota Surakarta /TPKJM. Guna mewujudkan efektifitas dan efisiensi serta jaminan keberlanjutan program maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi terkait didalam siklus perencanan, implementasi, pengendalian dan untuk perencanaan kebijakan lebih lanjut. BAPPEDA pengemban amanat koordinasi dan perencana kebijakan serta monitoring dan evaluasi lintas sektor di Kota Surakarta selanjutnya melakukan monitoring dan evaluasi khususnya terkait progam yang menunjang implementasi RAD Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat Kota Surakarta pada tahun 2015 ini. B. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45). 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuanketentuan Pokok Mengenai Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3039) 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3698). 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844). 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438). 6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063). 7. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072). 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234). 9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373). 10. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637). 11. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam Bidang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3347). 3 12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737). 13. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 6) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2013 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kota Surakarta Nomor 17). 14. Keputusan Walikota nomor 441.3.05/91-A/1/2013 Tentang Pembentukan Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat Kota Surakarta C. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud : Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi program terkait implementasi program TPKJM dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi kepada pemangku kebijakan dan kepentingan kesehatan jiwa masyarakat di Kota Surakarta dalam upaya menjamin keberlanjutan progam dan peningkatan usia harapan hidup. Harapannya ke depan dalam upaya peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat Kota Surakarta yang berimbas kepada program penanggulangan kemiskinan yang holistic integrative. 4 Tujuan : a. Terpetakan progam yang dilakukan oleh stakeholder pengampu kebijakan dan pemangku kepentingan terkait dengan kesehatan jiwa masyarakat di Kota Surakarta dan kaitanya dengan implementasi RAD. b. Seluruh Instansi terkait memahami tujuan pelaksanaan program kerjasama dalam kegiatan pembinaan kesehatan jiwa di masyarakat. c. Seluruh Instansi terkait melaksanakan peran masing-masing dalam upaya pencegahan dan penanggulangan permasalahan kesehatan jiwa di masyarakat. d. Tersusunya rekomendasi kebijakan dan program serta kegiatan yang akan menjamin keberlanjutan dan keberhasilan implementasi RAD dari Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat Kota Surakarta. D. PELAKSANAAN : Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi ini dilakukan dalam rentang waktu sebagai berikut: Rapat Koordinasi dan Persiapan Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi 5 hari Kompilasi dan Analisa Hasil Monitoring dan Evaluasi 5 hari Penyusunan Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Seminar Hasil Monitoring dan Evaluasi. E. PEMBIAYAAN : APBD Kota Surakarta tahun 2015. 5 BAB II GAMBARAN UMUM A. KONDISI EXISTING KOTA SURAKARTA Kondisi umum saat ini di Kota Surakarta adalah belum ada kasus atau laporan secara resmi terkait dengan kesehatan jiwa masyarakat baik yang ada di rumah sakit ataupun oleh Dinas Kesehatan. Hal ini karena pemahaman dan persepsi tentang kesehatan jiwa yang belum banyak dipahami oleh masyarakat di Kota Surakarta. Disisi lain masyarakat mulai sadar dan mau untuk melakukan konsultasi kejiwaan pada dokter pribadi ataupun psikolog pribadi. Untuk lembaga, perusahaan, korporasi dan instansi masih jarang dilakukan pemeriksaan dan upaya pencegahan dari kesehatan jiwa. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi guna memastikan pemahaman dan perspektif masyarakat sudah mulai terbentuk dan program kesehatan jiwa masyarakat ini dapat terjamin keberlanjutanya. B. KENDALA /PERMASALAHAN/TANTANGAN 1. Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas hidup, antara lain : a. Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan life cycle kehidupan manusia, mulai dari persiapan pranikah, anak dalam kandungan, balita, anak, remaja, dewasa dan usia lanjut. b. Dampak dari menderita penyakit menahun yang menimbulkan disabilitas. c. Pemukiman yang sehat. d. Pemindahan tempat tinggal. 2. Masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial, misalnya : 6 a. Psikotik gelandangan (Seseorang yang berkeliaran ditempat umum dan diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik dan dianggap mengganggu ketertiban/keamanan lingkungan). b. Pemasungan penderita gangguan jiwa. c. Masalah anak jalanan. d. Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan). e. Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. f. Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual dll). C. SOLUSI : Dalam masalah-masalah psikososial, penanganan juga dilakukan secara berjenjang yaitu sebagai berikut: 1. Penanganan tingkat masyarakat Dilakukan oleh relawan yang bergabung dalam lembaga/organisasi masyarakat luas atau keagamaan maupun kader atau petugas pemerintah ditingkat kecamatan berupa: a. Penyuluhan (KIE) b. Bimbingan c. Membentuk “kelompok tolong diri” pada masalah psikososial yang bersifat misal seperti stres pasca trauma. d. Rujukan 2. Pelayanan tingkat Puskesmas/RSU Kelas C dan D - Konseling, dilakukan terhadap mereka yang mengalami masalah psikososial yang berpotensi untuk berkembang menjadi gangguan jiwa. Dilakukan secara individual oleh seorang konselor yang sudah terlatih. - Rujukan pada kasus yang tak dapat ditangani dengan konseling awal dan membutuhkan konseling lebih lanjut/psikoterapi atau penanganan lebih lanjut. 7 3. Pelayanan tingkat spesialistik Penyandang masalah psikososial yang telah menjadi gangguan jiwa yang tak dapat ditangani ditingkat Puskesmas akan dirujuk ke RSJ atau bagian Psikiatri RSU kelas A dan B, ditingkat ini penderita akan dilayani secara lebih spesialistik oleh seorang tenaga terampil (psikiater atau psikolog) sesuai dengan kebutuhan penderita. Penderita mungkin membutuhkan medikasi sementara untuk membantu mengatasi masalah yang mendesak sehingga dapat dilakukan konseling/psikoterapi yang lebih mendalam. 8 BAB III HASIL MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM IMPLEMENTASI RENCANA AKSI DAERAH (RAD) KESEHATAN JIWA MASYARAKAT DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2015 Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan rapat koordinasi dan menyebarkan kuesioner yang harus diisi oleh responden. Untuk responden dipilih secara acak dengan pertimbangan perwakilan dari wilayah mulai dari kelurahan, kecamatan dan kota, SKPD kota, lembaga/organisasi dan tenaga pemberi layanan atau TKSK dan Kader KESEHATAN Jiwa Masyarakat . Dari 24 responden yang disebar kusioner, hanya 13 responden yang mengembalikan kuesioner untuk SKPD dan 51 Kelurahan melalui kader Kesehatan Jiwa Masyarakat telah mengisi dan mengembalikan formulir monev . A. KELEMBAGAAN Sisi kelembagaan yang meliputi koordinasi dan Pola kemitraan secara khusus belum ada. SKPD, Instansi, Lembaga atau pemangku kepentingan belum melakukan kegiatan atau memberikan alokasi program untuk koordinasi dan pola kemitraan. Yang dilakukan untuk memperkuat koordinasi adalah dengan menyisipkan pada kegiatan lain yang memungkinkan untuk dilakukan koordinasi tekait kesehatan jiwa masyarakat. Untuk pola kemitraan yang saat ini terbangun baik di tingkat masyarakat hingga tingkat kecamatan belum terstruktur kecuali untuk tingkat kota telah terbentuk Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat, sedangkan di level teritorial dibawahnya yaitu Kecamatan dan Kelurahan masih tergantung kepada TKSK dan PSM yang ada di kecamatan dan kelurahan. Hal ini akan menimbulkan kendala dalam memberikan pemahaman dan merubah persepsi dalam masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa masyarakat. Keberadaan Kader Kesehatan Jiwa 9 Masyarakat yang ada di 51 Kelurahan yang telah dilatih oleh Dinas Kesehatan memiliki peran strategis akan tetapi masih belum optimal dalam pemberdayaan. B. PENCEGAHAN Pada rencana aksi pencegah yang meliputi Advokasi, Sosialiasi dan Edukasi. TOT Petugas dan Jejaring layanan kesehatan jiwa serta Informasi masih dilakukan secara parsial dan sektoral, hal ini terjadi karena masih kurangnya pemahaman masyarakat ada kesadaran pemangku kebijakan dalam mengalokasikan program baik dilevel kota oleh dinas ataupun ada level masyarakat melalui kelurahan dan atau kecamatan. Advokasi yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan pemangku kebijakan di level Kota masih belum optimal dilakukan terbukti dari belum adanya alokasi kegiatan khusus untuk advokasi baik kepada DPRD maupun kepada Walikota. C. PENGURANGAN RESIKO Upaya Kesehatan Jiwa Masyarakat: Promotif, yaitu Usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat, dengan kegiatan: Ceramah kesehatan jiwa masyarakat, misalnya: hygiene mental, komunikasi yang efektif dan menjadi orang tua yang efektif. Preventif, yaitu Usaha untuk mencegah timbulnya gangguan jiwa di masyarakat, dengan kegiatan: Perlindungan spesifik terhadap kelompok resiko tinggi, misalnya anak balita, remaja, lansia, anak jalanan dan keluarga tanpa rumah/kerja serta adany konseling problem rumah tangga/keluarga. 10 D. LAYANAN KESEHATAN JIWA Layanan kesehatan jiwa mulai dari penangananan, pengelolaan hingga rehabilitasi sudah tersedia akan tetapi ada beberapa hal yang belum maksimal seperti : 1. Integrasi Kesehatan Jiwa (di Puskesmas dan Rumah Sakit) dalam upaya kesehatan lain untuk integrative pelayanan . 2. Kesehatan jiwa sebagai upaya kesehatan khusus. 3. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas, yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkelanjutan, pelatihan dan konsultasi. 4. Menyadari pentingnya faktor psiko-sosio-kultural. 5. Peningkatan dan penyebarluasan kesadaran dan kepedulian harus kegiatan. Usaha kesehatan jiwa Puskesmas, Bagian Psikiatri RSU, RSJ merupakan unsur yang integral dari seluruh strategi dalam pelayanan kesehatan yang efektif. 6. Sebagian dari penyakit-penyakit yang dilatarbelakangi masalah psikososial dan stres, diupayakan ditanggulangi dengan cepat dan tepat. E. REHABILITASI Kuratif, upaya untuk mengobati gangguan jiwa dimasyarakat dengan rehabilitasi, upaya untuk mengembalikan fungsi-peran mantan pasien gangguan jiwa (yang sudah sembuh/remisi) dengan kegiatan. Rehabilitasi Praktek Dokter Spesialis Psikiatri, Rehabilitasi Kerja, Rehabilitasi Mental, Rehabilitasi Sosial merupakan holistic integrative dari suatu alur rehabilitasi kepada mantan penderita kesehatan sangat perlu dikuatkan dari sisi koordinasi dan keberlanjutan. 11 F. REINTEGRASI SOSIAL Upaya yang dilakukan terkait dengan reintegrasi sosial dilakukan dengan meningkatkan pemberdayaan dan pengetahuan tentang kesehatan jiwa masyarakat , hal ini dilakukan melalui antara lain : 1. Pelatihan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa pada petugas (bagi perawat dan dokter di 17 Puskesmas). 2. Pelatihan deteksi dini gangguan kesehatan jiwa pada kader untuk 51 Kelurahan. 3. Workshop Kesehatan Jiwa bagi tokoh masyarakat. 4. Perbaikan system pencatatan dan pelaporan berbasis WEB. 5. Penyusunan ulang klasifikasi gangguan jiwa kerjasama dengan RSJD Surakarta/UNS. 6. Pelatihan bagi Kader Kesehatan Jiwa Masyarakat (KESWAMAS) oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta Hasil monitoring dan evaluasi menunjukan bahwa upaya untuk memberikan informasi dan pemahaman serta pengetahuan terkait dengan kesehatan jiwa masyarakat telah dilakukan secara gotong royong akan tetapi tindak lanjut dan keberlanjutan kegiatan yang harusnya dilakukan dalam upaya pemberdayaan masyarkat secara mandiri dan inividu masih belum terjamin dan terjamah dengan baik. G. KECAKAPAN HIDUP Kecakapan Hidup adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mampu berperan secara aktif dalam masyarakat sesuai sosial budaya setempat yang didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan, 12 proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang sempurna, baik fisik, mental dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya). Masyarakat adalah bagian dari suatu tata pemerintahan dan perikehidupan dari suatu negara, yaitu : 1. Masyarakat, orang, dalam jumlah besar yang menempati suatu daerah dalam negara, memiliki tujuan dan pandangan hidup sama serta mementingkan kebersamaan dan kerukunan berdasar undang-undang dan dasar negara tempat mereka bermukim. 2. Masyarakat sehat jiwa terdiri atas individu-individu yang sehat jiwanya. Individu yang sehat jiwanya: yang merasa bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, dan mempunyai sikap positif terhadap dirinya dan juga orang lain. 3. Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, suatu organisasi bio-psiko-sosio-spiritual dimana anggota keluarga terikat dalam ikatan khusus untuk hidup bersama terdiri dari ayah, ibu dan anak, keluarga yang berkualitas dibutuhkan dalam mewujudkan melaksanakan tugas masyarakat yang sesuai fungsinya. sehat jiwanya, Fungsi keluarga, pendidikan, sosialisasi, perlindungan, perasaan, agama dan ekonomi Hasil monitoring yang dikirimkan dan kembali kepada tim penyusunan laporan menyatakan bahwa untuk kegiatan dan program yang terkait dengan peningkatan kecakapan hidup bagi penyandang kesehatan jiwa dan bagi pasca penyandang kesehatan jiwa masih perlu dilakukan koordinasi program dan 13 penguatan serta advokasi. Kecakapan hidup yang harus dimiliki oleh pasca penyandang masalah kesehatan jiwa memerlukan sinergi dan keberlanjutan program serta lintas sektor, mulai dari pada saat akan dilakukan rehabilitasi sosial hingga pada saat rehabilitasi sosial tersebut dilakukan. Penguatan tidak hanya bagi penyandang akan tetapi lebih juga ditekankan bagi masyarakat dilingkungan khususnya keluarga. Harapannya adalah tidak adanya diskriminasi bagi penyandang kesehatan jiwa masyarkat yang dinyatakan sembuh total. H. PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN DAN PERUMAHAN Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 1 ayat 1 tentang Kesehatan, dikatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Atas dasar difinisi kesehatan tersebut diatas, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh dari unsur badan, jiwa dan sosial, yang tidak hanya dititikberatkan pada penyakit tetapi pada peningkatan kualitas hidup yang terdiri dari kesejahteraan dari badan, jiwa dan sosial serta produktifitas secara sosial ekonomi. Kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis (serasi) memperhatikan semua segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, antara lain : 1. Kebutuhan jasmaniah (sandang, pangan, papan). 2. Kebutuhan akan rasa aman dan tenteram. 3. Kebutuhan sosial termasuk kasih sayang dan rasa memilikidimiliki. 4. Kebutuhan untuk dihargai-dihormati. 5. Kebutuhan akan pendidikan (Ilmu Pengetahuan) 6. Kebutuhan akan keindahan (kecantikan) 14 7. Kebutuhan untuk mewujudkan diri (aktualisasi). Terkait upaya peningaktan kualitas lingkungandan perumahan diperlukan upaya lebih keras, hal ini karena penyediaan infrastruktur perumahan, sanitasi, air bersih dan pembentukan lingkungan sehat memerluakan anggaran yang besar dan keterjaminan keberlanjkutan program mulai dari pemerintah pusat hingga daerah. Hasil monev menunjukan sudah ada pada sebagian kelurahan yang resiko tinggi untuk rendahnya sehat lingkungan telah dilakukan upaya mengurangi melalui pembangunan rumah tidak layak huni, sanitasi berbasis masyarkat, pembangunan IPAL dan pembangunan infrastruktur melalui program Karya Bakti Daerah dan TMMD I. LAPANGAN KERJA Pemerintah melakukan pembinaan atas penyelenggaraan upaya pencegahan dan penanggulangan permasalahan kesehatan jiwa masyarakat didaerah sesuai dengan kewenangannya. Masyarakat lintas sektor terkait, misalnya LSM, Swasta, masingmasing melakukan pembinaan dalam ruang lingkup atau wilayah kerjanya. Ruang lingkup pembinaan meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan melaksanakan supervisi misalnya dari Dinsosnakertrans, Solo Technopark dll. Keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan kerja menjadi kendala disamping kapasitas dan kemampuan dan keahlian dari para mantan penderita kesehatan jiwa yang pelu untuk diperbaiki, dibangun dan diupayakan untuk memiliki keahlian. J. MONITORING DAN EVALUASI Alur program dan kegiatan tidak pernah lepas dari adanya monitoring dan evaluasi. Dimana diharapkan akan ditemukenali 15 kendala, masalah dan hal lain yang menjadikan program dan kegiatan tersebut tidak sesuai yang direncanakan. Untuk penanggulangan kesehatan jiwa masyarakat di Kota Surakata, Tim Pelaksana berkoordinasi dengan BAPPEDA untuk melihat perkembangan dan melakukan monitoring akan program dan kegiatan. Hasil yang didapatkan dari monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan ditemukenali bahwa program telah sesuai dengan Rencana Aksi Daerah, akan tetapi masih diperlukan penguatan program dan kegiatan pada beberapa sisi/pokja. Hal ini karena perubahan paradigma berfikir dan kepedulian dari masyarakat dalam menyikapi kesehatan jiwa di lingkungan terdekatnya. Upaya pencegahan menjadi rekomendasi dari hasil monitoring dan evaluasi kepada Tim Pelaksanan untuk dikuatkan. Hal ini melihat pada program dan kegiatan penanganan dan rehabilitasi baik medis dan sosial telah banyak pihak yang melakukan dan telah memiliki Standart Operasional/Standart Pelayanan Minimal. Penguatan pada monitoring dan evaluasi masih perlu dilakukan karena ada beberapa instansi yang seharusnya mereka melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi secara internal belum melakukan kalaupun ada yang melakukan masih belum memeliki standar monitoring dan evaluasi. 16 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan baik melalui rapat koordinasi dengan Kader Kesehatan Jiwa Masyarakart ataupun pengisian formulir monitoring dan evaluasi , dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bahwa koordinasi internal SKPD , koordinasi lintas SKPD dan koordinasi Lintas sektor pengampu Kesehatan Jiwa Masyarakat belum maksimal dilakukan. Saat ini koordiansi terjadi apabila ada temuan kasus dan sebatas pada perawatan dan penanganan sedangkan untuk upaya rehabilitasi dan pencegahan masih belum optimal. 2. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat baik sebagai kader kesehatan ataupun individu menjadikan masyarakat setengah hati dalam melakukan penanganan dan pencegahan serta upaya rehabilitasi mandiri bagi matan pasien. Hal ini dapat dilihat dari kemauan masyarakat secara mandiri yang masih kecil dalam melaporkan kasus atapun melakukan penjangkauan kepada keluarga atau warga yang memiliki resiko tinggi. 3. Data terkait penderita, calon penderita dan mantan penderita masih sangat minim, hal ini karena Kader Kesehatan Jiwa Masyarakat yang ada di kelurahan belum dioptimalkan peran dan fungsinya. Pemetaan yang dilakukan baru sebatas pada pemetaan laporan kasus ditingkat Kota oleh Dinas Kesehatan, belum menjangkau kepada warga resiko tinggi dan mantan yang dalam tahap rehabilitasi. 4. Perlunya petunjuk dan standart operasional bagi layanan tingkat dasar dan rujukan penanganan berbasis masyarakat 17 yang dapat menjadi acuan bagi kader ataupun masyarakat secara mandiri. Hal ini perlu diperjelas karena mempengaruhi program dan kegiatan serta dukungan dampingan baik dampingan tehnis ataupun dampingan anggaran guna pencegahan, penanganan hingga rehabilitasi yang harus dilakukan, baik secara lintas sektor dan instansi maupun masyarakat secara mandiri. B. Rekomendasi Mendasarkan pada hasil dan kesimpulan dari monitoring dan evaluasi, maka secara garis besar dapat dibuat rekomendasi sebagai berikut : 1. Perlunya kebijakan untuk memberikan arah koordinasi dan kejelasan koordinasi baik kepada Tim Pelaksanan Kesehatan Jiwa Masyarakat Kota Surakarta selaku tim tingkat kota maupun kepada Kader Kesehatan Jiwa Masyarakat yang ada pada lini terdekat dengan masyarkat yaitu kelurahan. Hal ini dimungkinkan untuk mengurangi kesenjangan koordinasi yang berakibat pada rendahnya kualitas layanan dan jangkauan serta upaya pencegahan kesehatan jiwa masyarakat secara dini dan mandiri. 2. Sosialisasi dan pelatihan serta pendampingan baik tehnis maupun layanan tentang kesehatan jiwa masyarakat masih perlu dilingkungan masyarakat khususnya melalui pemberdayaan kader. Sosialisasi hendaknya dilakukan disetiap jenjang mulai dari kota hingga sosialisasi kapada masyarakat baik secara kelembagaan KADERKESWAMAS dan Kelurahan ataupun mandiri. 3. Dukungan program dan kegiatan sebagai upaya optimalisasi Tim dan kader sangat dimungkinkan untuk dilakukan oleh SKPD 18 Kota Surakarta khususnya dampingan oleh Kelurahan baik melalui anggaran rutin maupun DPK. Program dan kegiatan dengan sendirinya akan memberikan alokasi anggaran untuk upaya pencegahan dan penanganan serta rehabilitasi terkait dengan kesehatan jiwa masyarakat di Kota Suarkarta. 4. Perlu dibuat sistem data dan pemetaan wilayah tentang potensi kesehatan jiwa masyarakat yang berbasis pada data sektor di wilayah dengan melibatkan KADERKESWAMAS yang diintergrasikan dengan data kependudukan yang ada di DISPENDUKCAPIL. Pendataan ini sangat diperlukan untuk dasar pembuatan kebijakan baik program maupun anggaran terkait dengan kesehatan jiwa masyarakat Kota Surakarta. 5. Penyusunan standar layanan dan rujukan berbasis masyarakat yang mengatur dan memberikan kejelasan tindakan dan alur kerja terkait kesehatan jiwa masyarakat yang berbasis masyarakat dapat meminimalkan keterlambatan penanganan dan upaya percepatan rehabilitasi. Dengan disusunnya Laporan Monitoring Dan Evaluasi Rencana Aksi Daerah (RAD) dalam rangka mewujudkan masyarakat sehat jiwa di Kota Surakarta, diharapkan pengetahuan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam pengenalan dan penanggulangan masalah psikososial di Surakarta menjadi meningkat, begitu pula diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kepedulian mengambil keputusan bidang kesehatan diwilayah Kota Surakarta. Harapan kami semoga dapat bermanfaat untuk lebih meningkatkan kinerja, kemitraan dan kerja sama antara petugas lintas instansi terkait, yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan bersama dalam menuju Kota Surakarta Sehat Jiwa Tahun 2016. 19 LAMPIRAN FOTO KEGIATAN : 20