BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan obat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan obat tradisional di Indonesia sekarang ini memiliki prospek yang baik, oleh
karena besarnya potensi kekayaan sumber daya alam Indonesia. Indonesia sangat kaya dengan
berbagai spesies flora. Dari 40.000 jenis flora yang tumbuh di dunia 30.000 diantaranya tumbuh
di Indonesia, sekitar 26 % diantaranya telah dibudidayakan dan 74 % diantaranya masih tumbuh
secara liar di hutan, sebanyak 940 jenis telah digunakan sebagai obat tradisional untuk
pengobatan penyakit (Syukur dan Hernani, 2003).
Salah satu tumbuhan tersebut adalah Bawang. Ada beberapa jenis-jenis Bawang yaitu
bawang putih (Allium sativum L), Bawang merah (Shallot), Bawang bombai (Onion), Bawang
prel (Leek), Bawang batak (Lokio), Bawang cung (Chive) dan kucai. Tetapi yang biasa di
gunakan untuk menyembuhkan luka secara tradisional adalah Bawang putih (Allium sativum L)
disebut sebagai multivitamin alami.
Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisional dalam decade terakhir ini
cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya industri farmasi, kosmetika, makanan, dan
minuman. Bagian tumbuhan yang biasa di pakai antara lain : akar, batang, daun, bunga, buah, biji,
kulit batang, atau ranting. Pemanfaatan sebagai bahan obat akan terus meningkat, mengingat
kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan untuk menggunakan tumbuhan
sebagai bahan obat sejak nenek moyang dahulu.
Salah satu tumbuhan yang sampai saat ini masih terus dieksplorasi senyawa aktifnya untuk
dikembangkan menjadi bahan obat yang potensial adalah bawang putih (Allium sativum L.).
Ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) sebagai obat tradisional di Indonesia pada umumnya
banyak digunakan sebagai obat asma, bronkhitis, pilek, kolera, influenza, konstipasi (sembelit),
diabetes, edema (bengkak), luka, dispepsia (kembung), disentri, iritasi mata, hipertensi (darah
tinggi), keracunan Pb,keracunan septik, malaria, campak, wasir, rematik, cacar, TBC, tiphus, dan
tetanus.(David Roser,2005).
Umbi bawang putih (Allium sativum L.) berkhasiat sebagai obat tekanan darah tinggi,
meredakan rasa pening di kepala, menurunkan kolesterol,dan obat maag (Sri Sugati et Hutapea,
1991). Di samping itu digunakan pula sebagai ekspektoransia (pada bronkhitis kronis),
karminativa (pada keadaan dispepsia dan meteorismus)
(Hansel,1991).
Pengetahuan tentang manfaat bawang putih (Allium sativum L.) dalam pengobatan sudah ada
sejak tahun 1550 sebelum masehi, dimana orang-orang Mesir menggunakan bawang putih untuk
mengobati berbagai penyakit (Yang, 2001).
Bawang putih (Allium sativum L.) telah digunakan sebagai obat dalam herbal medicine
sejak ribuan tahun yang lalu. Pada tahun 2700 – 1900 sebelum masehi bawang putih telah
digunakan oleh pekerja-pekerja bangunan piramid sebagai obat penangkal penyakit dan rasa letih.
Dan sekitar tahun 460 SM khasiatnya telah dipuji oleh Hipokrates. Saat perang dunia tahun 19141918 bawang putih (Allium sativum L.) digunakan oleh tentara perancis untuk mengobati luka.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu jenis bakteri yang merugikan manusia di
mana bakteri ini mempunyai kemampuan untuk menyebabkan penyakit pada manusia yakni dapat
menyebabkan infeksi berat pada individu yang tadinya sehat. Keracunan pada makanan salah
satunya disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Peracunan ini disebabkan karena
termakannya toksin yang dihasilkan oleh galur-galur toksigenik di mana Staphylococcus aureus
mensekresikan toksinnya ke dalam medium/jaringan disekitarnya termasuk makanan atau yang di
sebut eksotoksin. Pada kasus keracunan makanan akibat terkontaminasi oleh Staphylococcus
aureus dapat menimbulkan penyakit diare , muntah-muntah dan dehidrasi yang gejalanya baru
timbul kira-kira 1-6 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi (Stroppler, 2008).
Selain peracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri ini, toksin Staphylococcus aureus
juga menyebabkan penyakit sindrom kulit terbakar stafilokokus, infeksi kantong rambut yang
pada akhirnya menimbulkan bisul, infeksi pada tulang (Osteomielitis) dimana yang sering terjadi
pada anak laki-laki dibawah 12 tahun yang mungkin membawa laju kematian 25%, enteritis
stafilokokus dan sindrom goncangan beracun yang kelihatannya merupakan sindrom baru dengan
kira-kira 90% kasusnya terjadi pada wanita, bahkan manifestasi lain dari infeksi Staphylococcus
aureus meliputi endokarditis bakteri akut (infeksi jantung), meningitis dan impertigo (infeksi
kulit) (Volk dan Wheeler, 1990). Lebih lanjut Dwijoseputra (1996) mengatakan bahwa bakteri
Staphylococcus aureus menghasilkan toksin yang dikenal sebagai stafilolisis yang menyebabkan
gangguan perut dan penyakit bernanah pada manusia.
Volk dan Wheeler (1990) mengatakan banyak penyakit gawat yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, karena kemampuan organisme ini
untuk menimbulkan penyakit
tergantung pada kemampuannya melawan fagositosis dan efek diantara beberapa toksin dan
enzim yang disekresikan
oleh sel serta enterotoksin Staphylococcus aureus tahan panas,
disimpan dalam lemari es selama berbulan-bulan toksinnya tidak akan termusnahkan bahkan yang
lebih berbahaya lagi bahwa Staphylococcus aureus selalu dapat menyesuaikan diri dan resisten
terhadap pengobatan dan akibatnya banyak antibiotika yang segera menjadi tidak efektif untuk
pengobatan stafilokokus.
Sebagaimana masalah yang timbul akibat bakteri Staphylococcus aureus seperti yang
dijelaskan di atas, maka pengobatan secara tradisional yakni dengan menggunakan tanaman obatobat yang berkhasiat dapat menjadi alternatif pengobatan yang sangat penting untuk digunakan.
Di samping itu pengobatan dengan menggunakan tumbuhan berkhasiat telah banyak dikenal dan
digunakan oleh Ahli pengobatan yang makin hari terus berkembang sampai pada tingkat ekspor
yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan devisa Negara. Teron (1993) dalam hasil
penelitiannya menemukan bahwa beberapa strain Staphylococcus aureus telah resisten terhadap
penicillin, methicillin, netilmisin, vankomisin, dan lain-lain.
Kesulitan dalam pengobatan bakteri Staphylococcus aureus maka untuk mencegah
terjadinya infeksi oleh bakteri tersebut , masyarakat menggunakan salah satu tumbuhan yang
biasa di gunakan adalah bawang putih. Bawang putih (Allium sativum L) menjadi salah satu
pertimbangan dalam pemilihan pengobatan tradisional karena bawang putih tersebut mudah di
jangkau oleh masyarakat. Kemampuan ekstrak bawang putih (Allium sativum L) untuk
menyembuhkan luka yang terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus di masyarakat perlu di
buktikan secara ilmiah dengan penelitian.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan secara lebih luas dan merata sekaligus
memelihara dan mengembangkan warisan budaya bangsa, maka perlu terus didorong penelitian
bahan alam (tumbuhan) yang berkhasiat sebagai antibakteri serta budidaya tanaman obat-obatan
yang berkhasiat tersebut. Oleh karena itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan
judul :
“Penelusuran Awal Kemampuan Ekstrak
Bawang Putih
(Allium sativum L.) Untuk
Menyembuhkan Luka Melalui Indikator Bakteriostatik Dan Bakterisida Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Secara In Vitro”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.
Apakah ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan luka melalui indikator bakteriostatik dan bakterisida terhadap bakteri
Staphylococcus aureus secara in vitro?
2.
Berapakah Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) ekstrak
bawang putih (Allium sativum L) terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui kemampuan ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) menyembuhkan
luka melalui indikator bakteriostatik dan bakterisida secara in vitro.
2.
Untuk mengetahui berapa Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum
(KBM).
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.
2.
Bagi masyarakat sebagai bahan informasi dalam pengobatan tradisional
3.
Bagi instansi terkait khususnya Dinas Kesehatan dan instansi terkait lainnya dalam
pengembangan tanaman obat tradisionl.
Bagi peneliti, merupakan pengalaman dalam menggunakan metode laboratorium sehingga bisa
diaplikasikan dalam dunia kerja nantinya
Download