Seminar Politik Internasional: Negara Berkembang Dalam Pusaran Arus Globalisasi Dikirim oleh humas3 pada 22 Februari 2011 | Komentar : 0 | Dilihat : 5443 Ki-ka : Achmad Fathoni (Moderator), Eric Hiariej, MPhil, Ph.D (PSKP UGM), Ahmad Mustofa, MA (INFID), Prof.Dr.Ir.H. Darsono Wisadirana, MS (Dekan FISIP UB), Joko Purnomo, MA (KPS HI FISIP UB), Aswin Ariyanto, MDevSt (Dosen HI FISIP UB) Laju gerak globalisasi telah memicu perdebatan terkait dampak yang dirasakan oleh negara-negara berkembang. Selain itu, ekspansi kepentingan negara maju melalui promosi neo-liberalisme yang mengiringi proses globalisasi juga turut memberikan tekanan ekonomi politik yang besar kepada negara-negara berkembang. Kebutuhan untuk membedah secara lebih menyeluruh dinamika diatas menjadi landasan diselenggarakannya Seminar Politik Internasional bertajuk "Negara Berkembang Dalam Pusaran Arus Globalisasi". Acara ini diselenggarakan oleh Laboratorium Hubungan Internasional FISIP UB kemarin (21/2) di Aula D Gedung Manajemen Fakultas Ekonomi UB. Pembicara yang hadir dalam kesempatan tersebut adalah Eric Hiariej, MPhil, Ph.D (Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM Yogyakarta), Ahmad Mustofa, MA (Peneliti Internasional NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Jakarta, Aswin Ariyanto A, S.IP, MdevSt ( Staf Pengajar Program Studi Hubungan Internasional FISIP UB). Membuka acara, dalam sambutannya Dekan Prof. Dr. Ir. H. Darsono Wisadirana MS menyambut baik acara ini dan menyatakan bahwa berbagai informasi kekinian menyangkut perkembangan di dunia merupakan hal penting yang dibutuhkan mahasiswa FISIP UB. Ia juga mengharapkan usai acara akan muncul kerjasama antara FISIP UB dengan berbagai lembaga yang terlibat dalam kegiatan ini. "Bagi negara berkembang globalisasi tidak harus dipahami sebagai sesuatu yang harus diterima atau ditolak", ungkap Eric Hiariej dihadapan 250 mahasiswa. Menurutnya yang lebih penting dari itu adalah bagaimana sebuah negara atau masyarakat mampu mengelola globalisasi dan memetik keuntungannya. Dalam kajian Eric, saat ini terdapat beberapa reaksi yang telah dilakukan negara-negara berkembang seperti race to the bottom, transfer of technology, creative manipulation dan global social movement. Selain empat hal tersebut, masih terdapat model reaksi lain yang sangat berbeda yakni Protection plus Racism dan Communalism. "Setiap negara perlu menentukan model pengelolaan globalisasi yang berkontribusi pada kepentingan negara dan masyarakatnya", kata dia. Sementara itu Ahmad Mustofa, MA dalam paparannya menyampaikan bahwa pembangunan di Indonesia semakin tergantung kepada hutang luar negeri meskipun kontribusi hutang tersebut terhadap pembangunan justru dirasa semakin tidak relevan. Dari riset yang dilakukannya ditemukan fakta tentang anggaran yang digunakan untuk membayar hutang (4.8%) ternyata lebih besar dari anggaran kesehatan (2%), pendidikan (3.5%) maupun pertahanan keamanan (1%). Diplomasi yang lemah serta tidak maksimalnya proses negosiasi untuk penghapusan hutang diduga merupakan penyebab semakin lemahnya posisi politik Indonesia di tingkat global. Dari sisi lain, Aswin Ariyanto justru melihat munculnya globalisasi budaya dimana terjadi dominasi satu budaya terhadap budaya lainnya. Reaksi terhadap globalisasi budaya westernisasi yang berlangsung di negara-negara berkembang cukup beragam namun menurutnya yang lebih dibutuhkan adalah kesadaran akan adanya kepentingan yang mengikuti hadirnya globalisasi budaya dan kesiapan untuk mengelola ragam budaya yang saling berbenturan. [jp/nok] Artikel terkait Seminar Digital Entrepreneurship, Ajak Mahasiswa mulai Berwirausaha lewat Digital Online Pakar Komunikasi UB: Kearifan Lokal dalam Komunikasi Politik Jokowi Mahasiswa HI UB Ikuti Kuliah Tamu AEC FISIP Resmikan Gedung Prof. Yogi Sugito dan Prof. Darsono Wisadirana Pertandingan Sepak Bola Mini