Perspektif Pemilih Suku Melayu Dalam Pemilihan

advertisement
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
Perspektif Pemilih Suku Melayu Dalam Pemilihan Umum di Kota
Oleh:
Yusri Munaf
Abstrak
Dalam konteks penelitian ini akan dilakukan melalui pendekatan sosiologis yang menyatakan bahwa
tingkah laku seseorang termasuk di dalam penentuan pilihan ditentukan perngelompokan sosial, agama,
bahasa, dan etnis/suku. Dalam penelitian ini titik fokus penelitiannya khusus pada etnis suku Melayu
yang ada di kota Pekanbaru pada saat menentukan pilihannya pada saat pemilihan umum tahun 2004 di
Kota Pekanbaru. Secara fakta di lapangan sebetulnya kecenderungan suku melayu lebih banyak bekerja
jadi Pegawai Negeri Sipil karena dalam masyarakat melayu ada anggapan bahwa hidup itu baru sukses
ketika seseorang telah menjadi Pegawai Negeri Sipil. Di Kota Pekanbaru pada umumnya di daerah pasar
umumnya dikuasai oleh suku Minangkabau sedangkan suku melayu berada pada daerah pinggiran kota.
Berdasarkan uraian dan analisis di atas, maka penyelidik telah mengetahui tentang kandungan bagaimana
persepsi suku melayu dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilu tahun 2004 di Provinsi Riau
khususnya Kota Pekanbaru.
Key Word : Perspektf Pemilih, Suku Melayu, Pemilu
Pendahuluan
Ada
beberapa
pendekatan
dalam
penentuan domisili didasarkan pada kriteria
menganalisis perilaku pemilih sebagaimana telah
kemajuan
teritorial
berdasarkan
jenjang
diutarakan oleh Denis Kavannagh yaitu melalui
peradaban yakni pinggiran kota dan pusat kota.
pendekatan
yakni;
pertama,
Pendekatan
Dari kategorisasi dua kriteria tersebut sudah
Struktural, Kedua, Pendekatan Sosiologis, ketiga,
barang tentu akan sangat mempengaruhi persepsi
pendekatan ekologis, keempat, pendekatan
pemilih dalam menentukan pilihannya, karena
pisikologi sosial. Dalam konteks penelitian ini
dari sisi peradaban akan sangat berbeda antara
akan dilakukan melalui pendekatan sosiologis
penduduk yang berdomisili di pinggiran kota dan
yang menyatakan bahwa tingkah laku seseorang
pusat kota karena akan sangat dipengaruhi oleh
termasuk di dalam penentuan pilihan ditentukan
bermacam variabel seperti tingkat pendidikan,
perngelompokan sosial, agama, bahasa, dan
akses terhadap informasi dan rasa kedekatan
etnis/suku. Dalam penelitian ini titik fokus
dengan calon anggota dewan perwakilan rakyat.
penelitiannya khusus pada etnis suku Melayu
Sehungga dengan kategorisasai tersebut di atas
yang ada di kota Pekanbaru pada saat
dianggap dapat mewakili populasi Suku Melayu
menentukan pilihannya pada saat pemilihan
secara keseluruhan.
umum tahun 2004 di Kota Pekanbaru.
Adapun gambaran Lokasi Penelitian
Adapun sebaran distribusi domisili dalam
dalam kaitannya dengan pelaksanaan Pemilu
penelitian ini yang memberikan jawaban dalam
Tahun 2004 di Kota Pekanbaru, dapat dilihat
penelitian berjumlah 242 responden dengan
pada tabel berikut ini:
kategorisasi
kesukuan
Melayu.
Adapun
Tabel VI.1: Gambaran Lokasi Penelitian.
No Kecamatan
Penduduk
Pemilih Jumlah Kec. Kelurahan
1.
Tampan
187.773
123.379
1
8
2.
Bukit Raya
210.422
139.980
1
11
3.
Lima Puluh
41.434
28.586
1
4
4.
Sail
22.903
16.646
1
3
5. Pekanbaru Kota
27.110
19.376
1
6
6.
Sukajadi
61.586
44.917
1
8
82
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
7.
8.
Senapelan
35.762
Rumbai
100.496
Jumlah
687.486
Sumber: KPU Kota Pekanbaru.
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
25.443
65.553
463.880
1
1
8
Berdasarkan kriteria tersebut di atas
menunjukkan bahwa suku Melayu yang
berdomisili di pinggiran kota sebanyak 62 orang
atau 50 peratus. Responden yang berdomisili di
pusat kota sebanyak 62 orang atau 50 peratus.
Di samping berdasarkan karakteristik
domisili responden, dalam menentukan sampel
juga memperhatikan karakteristik tingkat
pendidikan responden. Dalam penelitian bahwa
dari segi pendidikan jumlah sampel untuk suku
melayu sebanyak 86 orang bahwa responden suku
Melayu yang berpendidikan SD sebanyak 0 atau
0peratus. Responden yang berpendidikan Sekolah
Menengah Pertama sebanyak 1 orang atau 1,2
peratus. Selanjutnya jumlah responden yang
berpendidikan Sekolah Menengah Atas sebanyak
36 orang atau 41,9 peratus. Adapun responden
yang
berpendidikan
sarjana/pascasarjana
sebanyak 49 orang atau 56,9 peratus.
Adapun korelasinya dengan penelitian ini
sangat terkait dengan objektifitas responden
dalam menentukan jawaban karena diasumsikan
semakin tinggi tingkat pendidikan dari responden
maka akan semakin objektif dalam memberikan
penilaian. Katakanlah misalnya dalam hal
menentukan pilihan terhadap partai apa yang
akan dipilih maka, responden yang berpendidikan
sarjana atau pascasarjana dalam menentukan
pilihannya akan lebih cenderung melihat program
yang ditawarkan oleh partai politik tertentu dalam
bentuk visi dan misi ketimbang hal-hal yang
bersifat subjektif, begitu juga sebaliknya dengan
responden yang tingkat pendidikannya rendah
seperti tamatan sekolah dasar.
Disamping
berdasarkan
tingkatan
pendidikan, dalam menentukan sampel yang juga
memperhatikan karakteristik jenis pekerjaan
responden yang terdiri dari pegawai negeri sipil,
pegawai swasta, pegawai BUMD dan lain-lain.
Suku Melayu yang pekerjaannya sebagai
pegawai negeri sipil sebanyak 10 orang atau 11,1
peratus. Responden yang pekerjaannya sebagai
pegawai swasta sebanyak 52 orang atau 57,8
peratus. Selanjutnya jumlah responden yang
pekerjaannya sebagai pegawai BUMD sebanyak
6
7
53
1 orang atau 3,7 peratus. Adapun yang bekerja
selain jenis tersebut di atas sebanyak 27 orang
atau 30 peratus.
Secara fakta di lapangan sebetulnya
kecenderungan suku melayu lebih banyak bekerja
jadi Pegawai Negeri Sipil karena dalam
masyarakat melayu ada anggapan bahwa hidup
itu baru sukses ketika seseorang telah menjadi
Pegawai Negeri Sipil. Di Kota Pekanbaru pada
umumnya di daerah pasar umumnya dikuasai
oleh suku Minangkabau sedangkan suku melayu
berada pada daerah pinggiran kota.
Pembahasan
Sebelum penulis uraikan perihal perilaku
pemilih pada pemilu tahun 2004 di kota
Pekanbaru terlebih dahulu akan penulis
gambarkan perspektif umum terhadap perilaku
pemilih (Vote Behaviour) di Indonesia. Vote
Behaviour di Indonesia dapat dirumuskan dalam
sejumlah postulat hukum. Setidaknya ada 7
(tujuh) postulat hukum perilaku pemilih di
Indonesia.
Menurut
Sigit
Pamungkas
(http://sigitp.staff.ugm.ac.id/?p=44,
2012),
Hukum-hukum perilaku pemilih di Indonesia
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Warna aliran dari sebuah partai politik
mempengaruhi perilaku pemilih. Aliran
politik di Indonesia untuk saat ini dapat
dipilah dalam tiga kategori aliran, yaitu
sekuler, moderat, dan agama. Perilaku
pemilih akan ditentukan oleh persepsi diri
mereka dalam kluster aliran tersebut dan
bagaimana
mereka
mempersepsikan
ideologi partai politik yang ada. Apabila
pemilih mempersepsikan dirinya dalam
kluster aliran sekuler maka pilihan
politiknya akan jatuh pada partai yang
berada pada kluster sekuler, dan
sebagainya. Pemilih yang berada dalam
suatu kluster aliran tertentu sangat kecil
kemungkinannya untuk memilih partai
diluar kluster dimana ia berada.
83
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
2. Partai dengan spektrum ideologi ekstrim
tidak akan mendapatkan dukungan
pemilih dalam jumlah yang signifikan.
Secara linier spektrum ideologi berada
dalam kutub fundamentalis sekuler dan
fundamentalis agama. Mereka yang
berada dalam kedua kutub ekstrim
tersebut
tidak
akan
mendapatkan
dukungan dari pemilih. Pemilih pada dua
kutub ekstrim tersebut adalah minoritas.
Partai yang mendeklarasikan dirinya
dalam posisi ini akan terlikuidasi dengan
sendirinya.
3. Partai dengan spektrum ideologi tengah
atau moderat mendapatkan dukungan
yang besar dari pemilih. Hukum ketiga ini
merupakan anti tesis hukum kedua dari
perilaku pemilih di Indonesia. Partaipartai dengan ideologi moderat memiliki
modal
dasar
untuk
mendapatkan
dukungan besar dari pemilih. Untuk
mengaktualkan potensi itu partai-partai
tengah/moderat hanya perlu memoles
organisasinya untuk dapat dikenal publik
secara luas.
4. Sirkulasi suara pemilih hanya berputar
dalam lingkup spektrum ideologi yang
sama. Kalau terjadi suara yang berpindah
(swing voter) maka perpindahan suara
pemilih tidak akan melintasi klaster
ideologi yang ada. Peningkatan perolehan
suara sebuah partai hanya akan
mengurangi perolehan suara partai lain
dalam kluster yang sama. Dengan kata
lain, naik-turun perolehan suara partai
adalah proses menambah dan mengurangi
perolehan suara partai dalam kluster yang
sama. Kanibalisme terjadi diantara partaipartai dalam kluster ideologi yang sama.
Kanibalisme tidak terjadi melintasi
kluster-kluster ideologi.
5. Perilaku pemilih yang melintas batas
kluster ideologi dapat terjadi pada suara
pemilih protes (protest voter). Pemilih
protes merupakan bentuk ekpresi politik
dalam situasi yang tidak normal. Pemilih
protes ini muncul diantaranya akibat dari
konflik internal partai maupun perlakuan
tidak adil penguasa terhadap sebuah partai
politik
tertentu.
Perilaku
pemilih
menyeberangi lintas batas kluster ideologi
sebagai pelampiasan atas situasi tersebut.
6. Ketokohan partai mampu mendongkrak
perolehan suara partai. Ketokohan partai
adalah magnet partai. Perilaku pemilih
dapat berubah terkait dengan eksistensi
pemimpin dan kepemimpinan partai.
Apabila di dalam partai terdapat tokoh
yang berwibawa dan disegani maka
pemilih akan cenderung memilih partai
dengan ketokohan partai yang jelas.
Apabila partai politik tidak memiliki
tokoh sentral maka daya magnetik partai
akan berkurang.
7. Penistaan terhadap seorang tokoh atau
partai akan melahirkan simpati pemilih
untuk memberikan suara kepada tokoh
atau partai tersebut. Partai-partai dengan
tokoh yang dinistakan oleh lawan politik
akan mendapatkan simpati pemilih.
Sebaliknya, partai atau tokoh yang agresif
atau menistakan lawan politiknya atau
tidak santun dengan lawan politiknya
cenderung akan dijauhi pemilih.
Perspektif Suku Melayu pada Pemilihan
Umum Tahun 2004
Dalam konteks penelitian ini penulis akan
melihat bagaimana perspektif Suku Melayu
dalam pemilihan umum tahun 2004 yang akan di
fokuskan pada pelaksanaan pemilu legislatif dan
pemilu Presiden dan Wakil Presiden baik putaran
pertama maupun putaran kedua.
Berdasarkan data empirik di lapangan,
terkait dengan perspektif terhadap presiden yang
pernah berkuasa di Indonesia Suku Melayu lebih
banyak memilih Soekarno sebagai pemimpin
yang dikagumi. Sedangkan terhadap Soeharto
sebagai pemimpin yang dikagumi, Suku Melayu
juga lebih banyak memilih Soeharto sebagai
pemimpin yang dikagumi, meskipun jumlahnya
lebih kecil bila dibandingkan terhadap Soekarno
sebagai pemimpin yang dikagumi. Sedangkan
untuk Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono
sebagai pemimpin yang dikagumi, terhadap
kedua pemimpin ini suku Melayu memilih kedua
tokoh ini setelah Soekarno dan Soeharto.
Karakteristik yang lain yang juga
dikemukakan dalam penelitian ini adalah yang
berkaitan dengan persepsi responden yang terkait
84
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
dengan permasalahan yang dapat diselesaikan
oleh anggota DPR.
Berdasarkan hasil wawancara penulis
mayoritas responden merasa tidakpuas dengan
kinerja anggota DPR dalam menyelesaikan aduan
yang disampaikan oleh masyarakat dimana
sebanyak 116 orang . Terhadap pertanyaan yang
diajukan
apakah
anggota
DPR
dapat
menyelesaiakan
pengaduan
yang
telah
disampaikan dapat disimpulkan sebagai berikut.
Terhadap responden yang menjawab setuju
anggota DPR mampu untuk menyelesaikan
masalah sebanyak 10 orang, yang menyatakan
tidak setuju sebanyak 27 orang. Sedangkan yang
menyatakan sangat tidak setuju anggota DPR
tidak mampu menyelesaikan masalah sebanyak 2
orang dan sisanya sebanyak 47 orang menyatakan
tidak jelas.
Kenyataan tersebut di atas menunjukan
bahwa proses demokrasi yang dilaksanakan
melalui kedaulatan rakyat ternyata tidak serta
merta berbanding lurus dengan harapan dan
keinginan dari masyarakat. Dari jawaban tersebut
responden mayoritas tidak puas dengan kinerja
anggota
DPR
dalam
menampung
dan
menyelesaikan aspirasi dan persoalan-persoalan
yang terjadai dalam masyarakat.
Sedangkan terhadap masalah yang dapat
diselesaikan oleh anggota DPR, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut. Berdasarkan hasil
data lapangan menunjukkan bahwa suku melayu
lebih banyak tidak setuju terhadap pertanyaan
apakah anggota DPR mempunyai kecenderungan
untuk mampu menyelesaikan masalah. Begitu
juga dengan jawaban tidak setuju, tidak jelas dan
setuju terhadap pertanyaan apakah anggota DPR
mampu untuk menyelesaiakan masalah.
Berdasarkan data lapangan tentang
persepsi responden mengenai tokoh agama, maka
dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan
pertanyaan apakah tokoh agama adalah tolok
ukur dalam kehidupan, maka responden suku
Melayu yang menyatakan sangat tidak setuju
berjumlah 1 orang. Jumlah responden yang
menyatakan tidak setuju sebanyak 34 orang dan
yang menyatakan tidak jelas sebanyak 6 orang.
Selanjutnya yang menyatakan setuju sebanyak 24
orang dan yang menyatakan setuju sekali
sebanyak 25 orang responden. Tentunya hasil
jawaban dari suku melayu ini sesungguhnya
kontradiktif dengan cirikahas melayu yang
identik dengan Islam idealnya jawaban yang
diberikan oleh reponden mayoritas menjawab
setuju sekali tokoh agama merupakan tolak ukur
dalam kehidupan.tapi tentunya tidak serta merta
kita dapat menyatakan seperti hal di atas karena
keadaan ini juga terkait dengan tingkat
pemahaman responden akan nilai-nilai agama dan
impelementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan
data
lapangan
dapat
disimpulkan bahwa terhadap persepsi suku
Melayu mengenai partai yang relevan sebagai
pemenang dapat dikemukakan bahwa partai
golkar merupakan partai pemenang dengan
jumlah persentase sebanyak 67 peratus. Disusul
dengan partai PKS sebanyak 18peratus.
Sedangkan sisanya terbagi antara partai demokrat
sebanyk 4 peratus, PAN 2 peratus dan sisainya
sebanyak 9 peratus partai lainnya.
Berdasarkan data lapangan suku Melayu
menilai bahwa alasan partai kehilangan suara
karena pemimpin hanya mementingkan kelompok
mereka, jawaban dari responden ini sebetulnya
secara
teori
dapat
dibenarkan
karena
bagaimanapun juga ketika seorang pemimpin
terpilih menjadi pemimpin maka, sesungguhnya
ia bukan lagi milik dari partai atau kelompok (tim
sukses) yang mengusungnya dalam pemilu karena
ia sudah merupakan milik dari rakyat secara
keseluruhan, sementara dalam praktek yang
terjadi di lapangan banyak pemimpin yang ketika
terpilih dalam pemilu dan berkuasa tidak bisa
lepas dari kepentingan kroni-kroni atau
kelompok-kelompok
pendukungnya
dalam
pemilu sehingga responden menganggap faktor
ini
merupakan
faktor
yang
dominan
menyebabkan partai kehilangan suara karena
pengaruh dari sikap dan kebijakan dari tokoh
partai yang berkuasa ketika terpilih dalam pemilu
sedangkan faktor berfoya-foya, narkoba, diskotek
dan karaoke serta gagal dalam mengatasi
penyakit masyarakat bukanlah merupakan faktor
yang signifikan menyebabkan partai kehilangan
suara karena hal tersebut juga sulit untuk diukur
karena sudah masuk pada domain privat dari sang
pemimpin sehingga membutuhkan pembuktian
melalui fakta hukum di Pengadilan.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas
menunjukkan bahwa persepsi responden atas
alasan partai kehilangan suara dapat dismpulkan
85
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
sebagai berikut. Perbandingan alasan partai
kehilangan suaranya karena faktor partai
perebutan kantong suara di masyarakat
menunjukkan presentase yang lebih kecil.
Sedangkan alasan partai kehilangan suara
dikarenakan
faktor
pemimpin
hanya
mementingkan
kelompoknya
menunjukkan
bahwa mempunyai presentase lebih besar.
Selanjutnya terhadap alasan partai kehilangan
suara karena faktor pemimpinnya suka berfoyafoya dapat disimpulkan relatif lebih kecil.
Adapun alasan partai kehilangan suara karena
faktor gagal dalam mengatasi penyakit
masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut di atas persepsi
suku Melayu mengenai persoalan utama yang
meyebabkan perjuangan suatu partai kurang
mendapat dukungan rakyat. Terhadap semua
partai ternyata responden menyatakan bahwa
faktor yang sangat dominan adalah perebutan
kantong suara di masyarakat dan pemimpin hanya
mementingkan kelompok mereka. Jawaban
responden ini sesungguhnya secara kenyataan
memanglah benar karena ketika suatu partai
politik pemimpinnya hanya mementingkan
kelompok partainya maka ketika itu pula partai
politik itu tidak akan didukung secara penuh oleh
masyarakat karena bagaimana mungkin partai itu
akan mendapat dukungan penuh oleh masyarakat
tatkala pemimpinnya berkarakter egosentris dan
etnosentrisme.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa persepsi responden suku
Melayu dalam melihat persepsi partai pemenang
dan alasan kegagalan partai dapat disimpulkan
sebagi berikut. Partai golkar persepsi partai
pemenang dan alasan kegagalan partai lebih
banyak disebabkan karena perebutan kantong
suara dan disusul karena faktor pemimpin lebih
mementingkan kepentingan sendiri. Sedangkan
untuk partai PKS faktor yang lebih besar persepsi
partai pemenang dan alasan kegagalan partai
lebih banyak disebabkan karena faktor pemimpin
lebih mementingkan kepentingan kelompok
sendiri. Selanjutnya untuk partai demokrat lebih
banyak disebabkan oleh karena faktor perebutan
kantong suara, sedangkan PAN antara faktor
pemimpin mementingkan kelompok sendiri dan
pemimpin suka berfoya-foya. Adapun partai
lainnya lebih banyak disebabkan karena
pemimpin cenderung mementingkan kelompok
sendiri.
Selanjutnya
yang
terkait
dengan
permasalahan utama bangsa dan persepsi partai
pemenang responden berpendapat bahwa
persoalan utama bangsa adalah masalah Korupsi
Kolusi dan Nepotisme pendapat responden ini
didukung oleh kenyataan bahwa masalah
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan
masalah yang mendasar yang harus diselesaikan
karena telah terbukti bahwa Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme
telah
menciptakan
tingkat
kesenjangan sosial yang tinggi ditengah-tengah
masyarakat dan menyengsarakan rakyat ditambah
lagi dengan sorotan media yang berlebihan
terhadap masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
sehingga keadaan ini sangat mempengaruhi
persepsi
responden
dalam
menentukan
jawabannya. Sedangkan masalah kedua yang
harus diselesaikan oleh bangsa adalah masalah
ekonomi (kemiskinan, mutu hidup rendah,
ketimpangan
ekonomi),
kenyataan
ini
menujukkan
bahwa
persoalan
ekonomi
merupakan persoalan yang dianggap mendasar
oleh responden. Karena yang terkait dengan
masalah untuk mendapat pekerjaan dan
penghidupan yang layak merupakan hak asasi
manusia mendasar yang telah dijamin dan
diamanatkan oleh konstitusi bahwa “setiap warga
negara berhak untuk mendapat pekerjaan dan
penghidupan yang layak”. Jawaban responden ini
sesungguhnya
ada
benarnya
karena
bagaimanapun masyarakat bisa berbicara masalah
politik, demokrasi, hukum takala secara ekonomi
masyarakat masih lemah atau tidak memiliki
pekerjaan yang layak. Sehingga responden baik
suku melayu maupun Minangkabau beranggapan
bahwa masalah ekonomi merupakan masalah
utama bangsa yang harus diselesaikan.
Berdasarkan
persentase
permasalahan
bangsa adalah faktor ekonomi sebanyak 19
peratus, sedangkan karena faktor pelayanan
publik yang tidak optimal sebesar 7 peratus.
Selanjutnya masalah Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme menduduki persentase terbesar yaitu
40 peratus, sedangkan masalah karena
pengangguran sebanyak 2 peratus. Adapun
masalah yang disebabkan karena pendidikan
(SDM dan daya saing rendah) sebanyak 8peratus.
86
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
Selanjutnya yang terkait dengan isu yang
paling mendukung bagi kemenangan suatu partai
politik menurut responden
adalah masalah
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jawaban
responden ini sejalan dengan masalah utama
bangsa yang harus diselesaikan menyatakan
bahwa masalah utama bangsa yang harus
diselesaikan adalah masalah Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme dan pada kenyataannya pun responden
berpendapat bahwa isu yang harus diangkat oleh
partai politik adalah masalah Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, maka responden berpendapat kalau
isu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang diangkat
maka yang keluar sebagai pemenang adalah
partai Golkar. Sedangkan kalau isu yang diusung
itu adalah masalah sosial budaya mayoritas
responden tetap menyatakan partai Golkar yang
akan keluar sebagai pemenang. Sedangkan kalau
masalah pendidikan dan bencana alam sebagai isu
yang diusung partai politik , maka responden
berpendapat yang keluar sebagai pemenang
adalah PKS karena PKS mempunyai persentase
yang lebih besar dibandingkan partai golkar.
Tetapi,
secara
keseluruhan
responden
berpendapat apapun isu yang akan diusung oleh
partai politik dalam pemilu maka kecenderungan
partai yang akan menang adalah partai Golkar
sebagaimana terlihat pada tabel di atas.
Persepsi masalah Negara dan pemenang
pemilu menurut suku responden dapat
disimpulkan sebagai berikut. Antara partai Golkar
dan PKS, persentase partai golkar yang memilih
masalah ekonomi lebih sedikit dibandingkan
dengan PKS. Sedangkan untuk masalah Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme persentase PKS lebih besar
dibandingkan dengan yang dipilih oleh partai
Golkar.
Begitu pula untuk masalah
pengangguran, sosial budaya dan penegakan
hukum partai PKS lebih kecil persentasenya
dibandingkan dengan partai golkar. Sedangkan
untuk masalah pendidikan dan bencana alam,
PKS mempunyai persentase yang lebih besar
dibandingkan partai golkar.
Dapat disimpulkan adanya korelasi antara
persepsi responden atas masalah bangsa dan
persepsi responden mengenai partai yang akan
menang. Hasil analisis menunjukkan responden
yang memilih PKS sebagai partai yang relevan
adalah responden yang menganggap Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme sebagai masalah utama
bangsa (50 peratus). Sedangkan pada responden
minangkabau yang memiliki persepsi bahwa
partai Golkar yang akan menang pemilu
didominasi oleh responden yang menganggap
bahwa masalah utama bangsa adalah masalah
ekonomi (38 peratus).
Kemudian terkait dengan hal yang harus
diperjuangkan dan partai yang relevan menang
berdasarkan data lapangan bahwa masalah yang
harus diperjuangkan oleh partai politik menurut
responden adalah masalah yang ada dimasyarakat
terselesaikan kemudian menurut suku Melayu
masalah kedua yang harus diselesaikan adalah
memastikan tidak adanya politik uang dalam
caleg dan masalah ketiga adalah pembagian DBH
Migas. Persepsi responden ini sesungguhnya
dilatarbelakangi
oleh
pemikiran
bahwa
bagaimanapun caleg terpilih akan memiliki
kualitas yang bagus tatkala para calegnya lahir
dari proses yang tidak benar yakni melalui money
politic (politik uang) sehingga nantinya ketika
caleg terpilih sebagai wakil rakyat juga akan
berpengaruh terhadap perilaku caleg yang
cenderung berpikir bagaimana mengembalikan
dana yang telah terkuras dalam proses
pencalonan. sedangkan masalah kedua yang harus
diselesaikan adalah masalah dana bagi hasil
migas responden menempatkan masalah dana
bagi hasil migas menempati masalah ketiga yang
harus
diselesaikan
ternyata
responden
menganggap bahwa masalah dana bagi hasil
migas merupakan masalah yang harus
diperjuangkan memang dalam konteks tata pola
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah
Riau menganggap bahwa selama ini Riau tidak
mendapat proporsi yang wajar dalam hal dana
bagi hasil migas padahal Riau termasuk provinsi
penyumbang dana terbesar terhadap pemerintah
pusat melalui perusahaan minyak PT. Chevron.
Sehingga isu ini termasuk kategori yang harus
diprioritaskan untuk diperjuangkan oleh partai
politik. Sementara isu-isu yang terkait dengan
masalah kesukuan ternyata menurut responden
bukanlah merupakan masalah prioritas yang harus
diperjuangkan seperti mempertahankan hak
istimewa orang melayu.
Ketika pada wacana mengenai hal-hal yang
harus
diperjuangkan
partai,
karakteristik
kesukuan responden terlihat cukup berpengaruh.
Sementara
suku
melayu
mempersoalkan
87
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
permasalahan yang ada dalam masyarakat (40,7
peratus), sementara itu suku minangkabau
memfokuskan pada tidak adanya politik uang (60
peratus). Hal ini menunjukkan adanya kaitan
antara karakteristik kesukuan responden dengan
persepsi responden mengenai apa yang harus
diperjuangkan oleh partai.
Berdasarkan
analisis
penyelidik
menunjukkan adanya keterkaitan antara persepsi
responden
mengenai
apa
yang
harus
diperjuangkan dengan partai apa yang relevan
untuk menang. Responden yang menganggap
PKS pemenang adalah responden yang
memperioritaskan pada isu tidak adanya politik
uang dalam pemilihan, sementara responden yang
memilih Golkar lebih mengutamakan penyelesian
masalah di dalam masyarakat sebagai hal yang
harus diperjuangkan oleh partai. Tetapi mayoritas
responden sepakat, bahwa hal-hal utama yang
harus diperjuangkan partai di antaranya 1)
penyelesaian masalah masyarakat, 2) memastikan
tidak adanya politik uang dalam pemilihan calon
legislatif, dan 3) pembagian DBH minyak.
Ternyata isu-isu yang terkait dengan identitas
kesukuan tidak terlalu mendapat tempat dari
responden sebagai sesuatu yang mendapat
prioritas untuk diperjuangkan.
Kemudian yang terkait dengan preferensi
responden terhadap partai responden memiliki
kecenderungan untuk masuk pada partai golkar,
ternyata partai golkar masih mendapat tempat
dihati responden sebagai suatu partai yang akan
dimasuki. Setelah itu baru disusul oleh PKS,
meskipun partai PKS merupakan partai yang
berasaskan islam ternyata tidak berpengaruh
signifikan terhadap keputusan responden untuk
menentukan pilihannya terhadap partai apa yang
akan dimasuki.
Berdasarkan kenyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa responden yang masuk partai
golkar persentasenya lebih besar dibanding
dengan jumlah yang masuk partai lainnya yaitu
sebesar 83 peratus. Partai PKS sebesar 4 peratus,
kemudian disusul PAN dan Demokrat sebesar
2peratus, dan sisanya sebesar 9 peratus.
Berdasarkan analisis penyelidik yang
terkait dengan alasan responden ingin masuk
partai adalah keinginan untuk memberikan
pelayanan terhadap masyarakat sebanyak 40
peratus, kemudian responden beralasan bahwa
keinginan untuk masuk partai didasarkan pada
kepemimpinan partai yang baik sebanyak 13
peratus. masuk partai terdapat pada imej partai
baik dimana sebanyak 21 peratus responden. Baru
disusul dengan alasan-alasan lainnya.
Berdasarkan
hal
tersebut
di
atas
menunjukkan bahwa alasan responden masuk
partai politik adalah karena dapat memberikan
pelayanan terbaik mencapai jumlah persentase
terbesar, disusul partai dapat menyelesaikan
masalah dan sisanya member peluang untuk
mendapat proyek.
Berdasarkan
data
lapangan
alasan
responden yang berasal memilih partai golkar,
persentase terbesar karena memberikan pelayanan
terbaik, alasan responden ini dapat dimalumi
karena untuk level local government ternyata
pemimpinnya banyak yang berasal dari partai
golkar sehingga responden beranggapan bahwa
partai golkar mampu memberikan pelayanan
terbaik keadaan ini tentunya berbeda dengan
partai yang lain dimana kader-kadernya hanya
duduk pada
kekuasaan legislatif sehingga
diapandang tidak terlalu menyentuh langsung
dengan persoalan kebijakan (police). Baru
selanjutnya
disusul imej partai baik dan
kemudian secara berurutan dibawahnya adalah
karena pimpinan turun ke masyarakat dan
memberi peluang proyek. Sedangkan untuk partai
PKS, persentase terbesar adalah karena taat
beragama dan imej partai baik.
Alasan responden memilih partai golkar,
persentase terbesar karena memberikan pelayanan
terbaik, disusul imej partai baik dan kemudian
secara berurutan dibawahnya adalah karena
pimpinan turun ke masyarakat dan memberi
peluang proyek. Sedangkan untuk partai PKS,
persentase terbesar adalah karena taat beragama
dan imej partai baik.
Kemudian yang terkait dengan preferensi
partai dan isu yang seharusnya diperjuangkan
berdasarkan data lapangan menujukkan bahwa
seluruh
responden
berpendapat
bahwa
permasalahan ekonomi merupakan masalah
utama
yang harus diselesaikan karena
beranggapan masalah ekonomi merupakan
persoalan mendasar yang dihadapi oleh
masyarakat
dan
partai
politik
harus
memprioritaskan masalah ekonomi sebagai
masalah yang harus diperjuangkan. Sedangkan
88
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
responden sepakat bahwa partai yang akan dipilih
adalah partai Golkar.
Kemudian terhadap partai yang menepati
janji responden berpendapat bahwa partai yang
paling menempati janji adalah partai Golkar
sebanyak 89,7 peratus responden suku melayu
berpendapat partai golkar merupakan partai
politik yang menempati janji. Kenyataan jawaban
responden ini sesungguhnya juga didukung oleh
fakta hampir disetiap kali pelaksanaan pesta
demokrasi pemilihan umum partai Golkar relatif
memiliki perolehan suara yang stabil kalaupun
tidak sebagai pemenang pemilu setidak-tidaknya
masuk dalam urutan tiga besar baik perolehan
suara secara nasional maupun di tingkat Provinsi
ataupun Kabupaten/kota. Hal ini dapat kita
asumsikan bahwa ada hubungan yang erat antara
pilihan responden dengan realitas politik
perolehan suara partai Golkar dalam pemilu.
Kemudian baru disusul partai lainnya PKS, PDIP
dan partai lainnya yang dianggap partai yang
menepati janji.
Kemudian keterkaitan dengan partai yang
menepati janji dan kemudian dimasuki oleh
responden jumlah persentase terbesar adalah pada
partai golkar, disusul oleh PKS, PDIP dan partai
lainnya.
Kemudian yang terkait dengan partai
pemenang dalam pemilu responden tetap
konsisten menyatakan bahwa partai yang akan
dalam pemilu adalah partai golkar dan merupakan
partai pilihan responden kenyataan ini
sesungguhnya berbanding lurus dengan pendapat
responden yang menyatakan bahwa partai yang
paling menempati janji adalah partai Golkar, baru
disusul dengan partai-partai lainnya. Kenyataan
ini juga menunjukkan bahwa meskipun partai
Golkar merupakan salah satu partai pilar di
zaman ordebaru ternyata tidak mempengaruhi
sikap responden dalam menentukan pilihannya.
Berdasarkan
analisis
penyelidik
menunjukkan tidak adanya korelasi antara
persepsi responden mengenai partai yang relevan
untuk menang dengan minat responden pada
suatu partai.
Kemudian yang terkait dengan persepsi
responden mengenai ekonomi bahwa responden
berpendapat bahwa tidak setuju bahwa ekonomi
Indonesia memuaskan. Jawaban ini sesungguhnya
juga berbanding lurus dengan jawaban yang
menyatakan bahwa masalah utama yang harus
diperjuangkan oleh partai politik adalah masalah
ekonomi baru disusul dengan masalah-masalah
lainnya. Sedangkan urutan kedua dari jawaban
responden menyatakan bahwa ekonomi Indonesia
memuaskan, baru disusul dengan jawaban sangat
tidak setuju, setuju dan setuju sekali.
Berdasarkan analisis penulis bahwa
terhadap kondisi ekonomi Indonesia, maka suku
responden yang menjawab sangat tidak setuju
lebih kecil. Sedangkan yang menjawab tidak
setuju, lebih besar jumlahnya. Sedangkan yang
menjawab tidak jelas dan setuju lebih besar
jumlahnya.
Persepsi responden mengenai keadaan
ekonomi
Indonesia
dengan
karakteristik
kesukuan. bahwa responden memilih tidak setuju
apabila keadaan ekonomi indonesia dikatakan
memuaskan. Berdasarkan hal tersebut di atas
yang terkait dengan keadaan ekonomi Indonesia
bahwa responden menganggap bahwa tidak setuju
ekonomi Indonesia memuaskan kalau
yang
mereka pilih adalah partai Golkar jumlah
responden sebanyak 38 peratus yang tidak jelas
sebanyak 36 peratus sedangkan yang tidak setuju
ekonomi Indonesia memuaskan kalau yang
mereka pilih adalah PKS adalah sebanyak 4
peratus baru disusul dengan partai PAN,
Demokrat dan partai lainnya.
Pola Perlakuan Politik Suku Melayu Pada
Pemilu Tahun 2004
Untuk menentukan bagaimana pola
perlakuan politik suku Melayu Pada Pemilu
Tahun 2004 di kota Pekanbaru akan dilakukan
beberapa pendekatan yakni
1. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis sebenarnya berasal dari
Eropa, kemudian di Amerika dan pendidikan
Eropa. Karena itu, dia disebut sebagai model
sosiologi politik Eropa. David Denver, ketika
menggunakan pendekatan ini untuk menjelaskan
perilaku
pemilih
masyarakat
Inggris,
menyebutkan model ini sebagai social
determinism approach. Pendekatan ini pada
dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial
dan pengelompokkan-pengelompokkan sosial
mempunyai pengaruh yang cukup signifikan
dalam menentukan perilaku pemilih seseorang.
Karakteristik
sosial
(seperti
pekerjaan,
89
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
pendidikan, dan sebagainya) dan karakteristik
atau latar belakang sosiologis (seperti agama,
wilayah, jenis kelamin, umur, dsb) merupakan
faktor penting dalam menentukan pilihan politik.
Pendek kata, pengelompokkan sosial seperti umur
(tua-muda), jenis kelamin (lelaki-perempuan),
agama dan semacamnya dianggap mempunyai
peranan yang cukup menentukan dalam
membentuk pengelompokkan sosial baik secara
formal seperti keanggotaan seseorang dalam
organisasi-organisasi keagamaan, pertemanan,
ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya, yang
merupakan sesuatu yang sangat vital dalam
memahami perilaku politik seseorang, karena
kelompok-kelompok inilah yang mempunyai
peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi
dan orientasi seseorang.
2. Pendekatan Psikologis
Bila pendekatan sosiologis berkembang di
Amerika Serikat dan berasal daro Eropa Barat,
maka
pendekatan
psikologis
merupakan
fenomena Amerika Serikat karena dikembangkan
sepenuhnya oleh Amerika Serikat melalui Survey
Research Centre di Universitas Michigan. Oleh
karena itu, pendekatan ini juga disebut Mazhab
Michigan. Pelopor utama pendekatan ini adalah
Angust Campbell.
Pendekatan
ini
menggunakan
dan
mengembangkan konsep psikologi terutama
konsep sosialisasi dan sikap untuk menjelaskan
perilaku pemilih. Variabel-variabel itu tidak dapat
dihubungkan dengan perilaku memilih kalau ada
proses sosialisasi. Oleh karena itu, menurut
pendekatan ini, sosialisasilah sebenarnya yang
menentukan perilaku memilih (politik) seseorang.
Oleh karena itu, pilihan seorang anak yang
telah melalui tahap sosialisasi politik ini tidak
jarang memilih partai yang sama dengan pilihan
orang tuanya. Penganut pendekatan ini
menjelaskan sikap seseorang sabagai refleksi dari
kepribadian seseorang merupakan variabel yang
cukup menentukan dalam mempengaruhi perilaku
politik seseorang. Oleh karena itu, pendekatan
psikologis menekankan pada tiga aspek
psikologis sebagai kajian utama yaitu ikatan
emosional pada suatu partai politik, orientasi
terhadap isu-isu dan orientasi terhadap kandidat.
3. Pendekatan Rasional
Penggunaan pendekatan rasional dalam
menjelaskan perilaku pemilih oleh ilmuwan
politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi.
Mereka melihat adanya analogi antara pasar
(ekonomi) dan perilaku pemilih (politik). Apabila
secara ekonomi masyarakat dapat bertindak
secara rasional, yaitu mereka menekan ongkos
sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan
yang sebesar-besarnya, maka dalam perilaku
politik pun maka masyarakat akan dapat
bertindak secara rasional, yakni memberikan
suara ke Organisasi Partai Politik yang dianggap
mendatangkan keuntungan yang
sebesarbesarnya dan menekan kerugian.
Dalam konteks pilihan rasional, ketika
pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan
memilih partai atau calon presiden yang tengah
berkompetisi, ia tidak akan melakukan pilihan
pada pemilu. Hal ini dilandaskan pada kalkulasi
ekonomi, di mana perhitungan biaya yang
dikeluarkan lebih besar dengan apa yang akan
didapatnya kelak. Maka jalan terbaik bagi pemilih
adalah melakukan kegiatan atau aktivitas
kesehariannya.
Pendekatan
ini
juga
mengandaikan bahwa calon presiden atau partai
yang bertanding akan berupaya dan berusaha
untuk mengemukakan pelbagai program untuk
menarik simpati dan keinginan pemilih memilih.
Namun, apabila partai ataupun calon presiden itu
gagal mempromosikan programnya pada pemilih,
maka pilihan untuk tidak memilih adalah rasional
bagi pemilih.
4. Pemilih Kritis
Proses untuk menjadi pemilih ini bisa
terjadi melalui 2 hal yaitu pertama, jenis pemilih
ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan
untuk menentukan kepada partai atau kontestan
pemilu mana mereka akan berpihak dan
selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan
yang akan atau yang telah dilakukan. Kedua, bisa
juga terjadi sebaliknya dimana pemilih tertarik
dahulu dengan program kerja yang ditawarkan
sebuah partai atau kontestan pemilu baru
kemudian mencoba memahami nila-nilai dan
faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah
kebijakan. Pemilih jenis ini adalah pemilih yang
kritis, artinya mereka akan selalu menganalisis
kaitan antara ideologi partai dengan kebijakan
yang akan dibuat.
5. Pemilih Tradisional
Jenis pemilih ini memiliki orientasi
ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu
90
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
melihat kebijakan partai politik atau seorang
kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam
pengambilan keputusan. Pemilih tradisional
sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya,
nilai, asal-usul, paham dan agama sebagai ukuran
untuk memilih sebuah partai poltik atau kontestan
pemilu. Kebijakan seperti yang berhubungan
dengan masalah ekonomi, kesejahteraan,
pendidikan dan lainnya dianggap sebagai prioritas
kedua. Pemilih jenis ini sangat mudah
dimobilisasi selama masa kampanye, pemilih
jenis ini memiliki loyalitas yang sangat tinggi.
Mereka menganggap apa saja yang dikatakan
oleh seorang kontestan pemilu atau partai politik
yang merupakan kebenaran yang tidak bisa
ditawar lagi.
6. Pemilih Skepsis
Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi
ideologi yang cukup tinggi dengan sebuah partai
politik atau kontestan pemilu, pemilih ini juga
tidak menjadikan sebuah kebijakan menjadi suatu
hal yang penting. Kalaupun mereka berpartisipasi
dalam pemilu, biasanya mereka melakukannya
secara acak atau random. Mereka berkeyakinan
bahwa siapapun yang menjadi pemenang dalam
pemilu, hasilnya sama saja, tidak ada perubahan
yang berarti yang dapat terjadi bagi kondisi
daerah atau negara ini.
Setelah melihat beberapa jenis pemilih,
para kontestan pemilu nanti harus bisa
memahami segala jenis pemilih dan berusaha
merebut suara pemilih tersebut, yaitu tentunya
melalui kampanye. Karena dengan memahami
jenis pemilih yang ada, kemungkinan untuk
memenangkan pemilu menjadi semakin kuat.
Mereka harus mampu meraih suara dari setiap
jenis pemilih yang ada. Untuk itu mereka pada
umumnya dukungan dari tokoh-tokoh ataupun
hal-hal yang membuat setiap jenis pemilih di atas
mau mendukung mereka dalam pemilu nanti.
Pola Perlakuan Suku Melayu.
Untuk menentukan Pola Perlakuan Suku
Melayu dalam Pemilu Tahun 2004 dapat dilihat
dari hasi Pemilu Tahun 2004 sebagai berikut:
Tabel VI.2: Rekapitulasi Perolehan Suara Dan Kursi Parpol Di Kota Pekanbaru
No Nama Partai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
PNI-M
PBSD
PBB
F- Merdeka
PPP
PPDK
PPIB
PNBK
P. Demokrat
PKPI
PPDI
PPNUI
PAN
PKPB
PKB
PKS
PBR
PDI-P
PDS
GOLKAR
P. Patriot
Perolehan
Suara
Parpol
964
1.801
11.362
1.697
16.238
2.859
3.990
2.617
24.520
3.165
942
1.743
35.732
4.642
4.728
32.908
8.614
14.973
13.181
66.502
3.451
%
Perolehan
Suara
Calon
0,36 514
0,68 1.236
4,29 7.013
0,64 894
6,12 9.229
1,08 1.826
1,50 2.765
0,99 1.820
9,25 14.340
1,19 2.167
0,36 471
0,66 1.219
13,48 23.554
1,75 3.131
1,78 2.607
12,41 21.538
3,25 5.583
5,65 8.733
4,97 8.206
25,08 43.357
1,30 2.537
%
0,31
0,74
4,18
0,53
5,51
1,09
1,65
1,09
8,56
1,29
0,28
0,73
14,05
1,87
1,56
12,85
3,33
5,21
4,90
25,87
1,51
91
Total Perole Prosent
Suara* han ase
Kursi Kursi
1.478 0
0,00
3.037 0
0,00
18.375 3
6,67
2.591 0
0,00
25.467 4
8,89
4.685 0
0,00
6.755 0
0,00
4.437 0
0,00
38.860 4
8,89
5.332 0
0,00
1.413 0
0,00
2.962 0
0,00
59.286 7
15,56
7.773 0
0,00
7.335 0
0,00
54.446 7
15,56
14.197 2
4,44
23.706 3
6,67
21.387 3
6,67
109.859 12
26,67
5.988 0
0,00
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
22
23
24
Pancasila
5.562
2,10
PSI
909
0,34
PPD
2.039
0,77
P. Pelopor
TOTAL
265.139 100
Sumber Data: KPU Kota Pekanbaru.
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
3.030
435
1.382
1,81
0,26
0,82
8.592
1.344
3.421
167.587
100
432.726 45
Berdasarkan tabel hasil rekapitulasi pemilu
Tahun 2004 di kota Pekanbaru tersebut di atas
terlihat jelas bahwa partai pemenang dari total
keseluruhan Daerah Pemilihan di Kota Pekanbaru
yakni Partai Golkar dengan perolehan kursi 26,
67 peratus, disusul PAN dan PKS dengan
perolehan kursi 25,56 Peratus, pada urutan ketiga
ditempati Partai Demokrat dan PPP dengan
perolehan Kursi 8,89 peratus, kemudian disusul
oleh PBB, PDS, dan PDI Perjuangan dengan 6,67
Peratus, dan pada posisi terakhir ditempati oleh
PBR dengan perolehan kursi 4,47 Peratus.
Berdasarkan hasi akhir perolehan kursi
tersebut di atas, adapun Partai Politik yang
berideologi agama adalah PKS, PPP, PBR, PBB
yang merupakan Partai Politik dengan ideologi
agama yakni Islam, kemudian PDS yang
berideologi Agama dalam hal ini Kristen,
sedangkan Partai Politik dengan ideologi
Nasionalis yakni Partai Golkar, PDI Perjuangan
0
0
0
0,00
0,00
0,00
100
dan PAN. Melihat fenomena tersebut di atas
terlihat jelas bahwa Partai dengan ideologi agama
masih mendapat tempat dihati pemilih pada
pemilu tahun 2004 dikota Pekanbaru, hal ini
dibuktikan dengan keberhasilan PKS, PBB, PBR,
dan PPP menempatkan wakil-wakil mereka di
kursi legislatif. Persoalannya apakah Suku
Melayu yang identik dengan nilai-nilai
keislamannya juga menjatuhkan pilihannya pada
partai-partai yang berideologi islam.
Berdasarkan hasil lapangan ternyata
perolehan suara partai-partai Islam signifikan
pada daerah pemilihan dipinggir kota dalam hal
ini adalah, Kecamatan Senapelan, Kecamatan
Bukit Raya, Kecamatan Sukajadi dan Kecamatan
Rumbai.
Sedangkan nama-nama calon terpilih dan
tempat kelahiran dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel VI.3: Tabel Nama Calon Terpilih Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2004 di Kota Pekanbaru.
No Nama
Calon Asal Partai
Tempat Lahir Perolehan
Terpilih
Suara
1. Muhammad Navis
PBB
731
2. Purnamawati
PBB
Medan
638
3. Azwir
PBB
Lubuk Jambi
456
4. Moh. Roem Zein
PPP
Gunung
1673
Zahilan
5. Said Usman
PPP
Pekanbaru
683
6. UmrahHM Thaib
PPP
Barakit
689
7. Aprizal DS
PPP
Pekanbaru
329
8. Yusuf Taha
Partai Demokrat
Solok
2341
9. Noviwaldy Jusman
Partai Demokrat
Dud
1.043
10. Suratiny
Partai Demokrat
Pekanbaru
1792
Sulesdianingrum
11. Desmanto
Partai Demokrat
Pekanbaru
479
12. Martius
PAN
Kepala Koto
1319
13. Slamet Nasron
PAN
Pekalongan
1241
14. Susi Herlinda
PAN
Rumbai
1387
15. Adrian Ali
PAN
Cerenti
1337
16. Sondia Warman
PAN
Pekanbaru
484
92
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
17. Abu Nawas
18. Muhammad
Sabarudi
19. Ayat Cahyadi
19. Haris Jumadi
20. Dedy Villa
21. Riyanto
22. Rico Rialdo
23. M. Fadri AR
24. T. Juhar Usnan
25. Muhammaddun
26. Said Abdul Jalil
27. T.R. Sitompul
28. Marheylin
29. Parsaoran L Tobing
30. Immanuel David
31. Parasian Sinaga
32. Yonesri
33. Kismono
34. M.Dadang Antoni
35. Marsuki S
36. Syafri Effendi
37. Syahril
38. Akmal Dt Adham
39. Herman Junaidi
40. El Jufri
41. Teguh Pribadi
42. Zaini Chan
43. Sarbaini
Sumber: KPU Pekanbaru.
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
PAN
PKS
Pendalian
Dalu-Dalu
2164
2725
PKS
PKS
PKS
PKS
PKS
PKS
PBR
PBR
Bekasi
Pekanbaru
Padang
Sragen
Pekanbaru
Pekanbaru
Pasir
Bagan SiapiApi
Pekanbaru
Pekanbaru
Pekanbaru
Tarutung
Bukit Tinggi
Pekanbaru
Medan
Pati
Pekanbaru
TalukKuantan
Medan
Pekanbaru
Sei Pakning
Pekanbaru
Kuntu
Pekanbaru
Pekanbaru
Rasau Sari
2462
1553
903
410
623
294
602
449
PDIP
PDIP
PDIP
PDS
PDS
PDS
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Partai Golkar
Berdasarkan data tersebut di atas, kalau kita
lihat faktor mesin partai masih berpengaruh bagi
penentuan pilihan masyarakat terhadap para
calon, hal ini terlihat Partai Golkar sebagai Partai
Politik yang sudah berpengalaman menjadi Partai
Politik yang paling banyak menempatkan
kadernya di kursi legislatif, baru disusul partai
yang lain. Selanjutnya berdasarkan data yang
peroleh dapatkan dilapangan pada saat pemilu
tahun 2004, pemilih suku Melayu memberikan
jawaban dalam menentukan pilihannya karena
faktor figur memberikan jawaban 89 peratus baru
disusul dengan alasan lain seperti kedekatan
keluarga, faktor jenis kelamin, kesukuan.
Sedangkan terkait dengan aspek kesukuan
dalam menentukan pilihan terhadap para calon
legislatif pemilih suku Melayu memberikan
739
644
185
3776
576
4516
2311
1164
2131
1790
1576
2770
1946
1759
1253
1625
923
491
jawaban hanya 5 peratus saja yang mendasarkan
pada faktor kesukuan. Ketika ditanya apa kriteria
untuk menentukan kesukuannya responden suku
melayu memberikan jawaban dari bahasa yang
digunakan sehari-hari sebanyak 20 peratus, dari
tempat lahir sebanyak 15 peratus. Kemudian
pemilih suku Melayu yang menentukan pilihan
terhadap calon legislatif atas dasar visi dan misi
perjuangan hanya menjawab 10 peratus saja, yang
menjawab atas dasar hal tersebut. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa pola perlakuan suku
Melayu dalam pemilihan umum tahun 2004 di
Kota Pekanbaru termasuk pola perlakuan yang
rasional karena tidak terikat pada faktor kesukuan
dalam menentukan pilihan politiknya.
Selanjutnya akan diuraikan bagaimana pola
perlakuan suku Melayu dalam Pemilihan Presiden
93
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
dan Wakil Presiden Tahun 2004. Akan diuraikan
berikut ini. Untuk melakukan analisis terhadap
pola perlakuan suku Melayu dalam Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004 di kota
Pekanbaru, berikut ini dibentangkan dalam
bentuk tabel hasil pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden
secara
nasional.
Tabel VI.4: Tabel Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004.
NO NAMA PASANGAN PEROLEHAN SUARA
PERSENTASE
CALON
PRESIDEN/WAPRES
1.
Wiranto
Dan
26.286.788
22,15%
Salahuddin Wahid
2.
Megawati Dan Hasyim
31.569.104
26,61%
Muzadi
3.
Amien
Rais
Dan
17.392.931
14,66%
Siswono Ydhohusodo
4.
Susilo
Bambang
39.838.184
33,57%
Yudhoyono.
Dan
Muhammad Jusuf Kalla
5.
Hamzah
Haz
Dan
3.569.86
3,01%
Agum Gumelar.
Jumlah Suara Sah
119.656.868
100,00%
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_partai_politik_Indonesia
Terkait dengan pemilihan Presiden dan
Melayu yang memilih Amien Rais dan Siswono
Wakil Presiden Tahun 2004, pemilih suku
Yudhohusudo 15 peratus dengan alasan faktor
Melayu pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Amien
Rais
yang
merupakan
tokoh
mayoritas yakni sebanyak 67 Peratus mengatakan
Muhammadiyah sehingga suku Melayu yang aktif
memilih pasangan Susilo Bambang Yudhoyono
diorganisasi Muhammadiyahpun memilih Amien
dan Muhammad Jusuf Kalla, adapun alasan
Rais dan Siswono Yudihusodo sebagai Presiden
mengapa memilih Susilo Bambang Yudhoyono
dan Wakil Presiden. sisanya suku Melayu
dan Muhammad Juzuf Kalla pemilih suku
memberikan suaranya pada tiga pasangan
Melayu beralasan karena SBY merupakan sosok
lainnya.
yang memiliki tutur kata yang santun dan
Sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal
memiliki penampilan yang baik. Keadaan ini
6A ayat (4) “Dalam hal tidak ada pasangan calon
sejatinya dalam konteks realitas politik juga
Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua
didukung oleh simpati masyarakat terhadap SBY
pasangan calon yang memperoleh suara
yang terdepak dari kabinet Megawati karena
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
konflik
dengan
Taufik
Kiemas
yang
umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan
natabenenenya suami Presiden Megawati ketika
pasangan yang memperoleh suara terbanyak
itu. Jadi, bukan saja Suku Melayu yang memiliki
dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
persepsi demikian orang di luar suku Melayupun
adapun pasangan calon Presiden dan Wakil
memiliki persepsi yang sama hal ini didukung
Presiden yang maju pada putaran kedua adalah
fakta dengan kemenangan Pasangan Susilo
Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf
Muhammad Jusuf Kalla dan Megawati
Kalla pada pemilu Presiden putaran pertama dan
Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi. Adapu hasil
kedua pada tahun 2004, yang merupakan pemilu
perolehan suara kedua pasangan pada putaran
Presiden dan Wakil Presiden pertama yang
kedua adalah sebagai berikut.
dilaksanakan secara langsung. Sedangkan suku
94
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
Tabel VI.5: Tabel Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004 Putaran Kedua.
NO NAMA PASANGAN CALON JUMLAH
PERSENTASE
PRESIDEN DAN WAKIL SUARA
PRESIDEN
2.
Hj. Megawati Soekarnoputri dan 44.990.704
39,38%
Hasyim Muzadi
4.
Susilo Bambang Yudhoyono dan 69.266.350
60,62%
Muhammad Jusuf Kalla
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_partai_politik_Indonesia
Pada putaran kedua pemilihan Presiden Dan
Wakil Presiden berdasarkan data lapangan
penulis 90 peratus suku Melayu dalam pemilihan
Presiden Dan Wakil Presiden putaran kedua
menjatuhkan pilihannya pada pasangan Susilo
Bambang Yudhoyono dan Juzuf Kalla dengan
alasan sama dengan alasan pada putaran kedua,
begitu juga dengan suku Melayu yang pada
putaran pertama memilih pasangan Amien Rais
dan Siswono Yudhohusodo juga memilih
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Juzuf
Kalla dengan alasan pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono dan Juzuf Kalla lebih memberi
harapan dan juga dipengaruhui oleh faktor
Hasyim Muzadi yang digandeng Megawati
Soekarnoputri sehingga ada kesan pemilih Suku
Melayu yang aktif diorganisasi Muhammaddiyah
sangat dipengaruhi oleh faktor Hasyim Muzadi
yang merupakan tokoh Nahdatul Ulama, sehingga
mereka lebih memilih pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono dan Juzuf Kalla. Berdasarkan uraian
di atas apabila diletakkan dalam konteks
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, maka
pola perlakuan suku Melayu dalam menentukan
pilihannya terhadap pasangan Presiden dan Wakil
Presiden masuk dalam kategori pola perlakuan
melalui pendekatan Pisikologis.
kenyataan yang statis melainkan berubah dan
berkembang sepanjang masa.
Kedua,
faktor
kondisi
geografis
memberikan pengaruh dalam perilaku politik
masyarakat sebagai kawasan geostrategis,
walaupun kemajemukan budaya Indonesia
merupakan hal yang rawan bagi terciptanya
disintegrasi.
Kondisi
ini
mempengaruhi
perbedaan tingkat partisipasi politik masyarakat,
kesenjangan pemerataan bangunan, kesenjangan
informasi, komunikasi, teknologi mempengaruhi
proses sosialisasi politik.
Ketiga, faktor budaya politik memiliki
pengaruh dalam perilaku politik masyarakat.
Berfungsinya budaya politik ditentukan oleh
tingkat keserasian antara kebudayaan bangsa dan
struktur politiknya. Kemajuan budaya Indonesia
memepengaruhi budaya budi bangsa. Berbagai
budaya daerah pada masyarakat Indonesia
berimplikasi pada terciptanya sebuah bentuk
perilaku politik dengan memahami budaya politik
masyarakat yang dipandang penting untuk
memahami perilaku politik.
Keempat, perilaku politik masyarakat
dipengaruhi oleh agama dan keyakinan. Agama
telah memberikan nilai etika dan moral politik
yang memberikan pengaruh bagi masyarakat
dalam perilaku politiknya. Keyakinan merupakan
acuan yang penuh dengan norma-norma dan
kaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan
perilaku politik sesuai agama dan keyakinannya
proses politik dan partisipasi warga negara paling
tidak dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
pemahaman agama seseorang.
Kelima, pendidikan dan komunikasi juga
mempengaruhi perilaku politik seseorang.
Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka
semakin tinggi tingkat kesadaran politiknya.
Faktor Yang Mempengaruhi Pola Perlakuan
Politik Suku Melayu Pada Pemilu Tahun 2004
Secara teori ada beberapa faktor yang
sangat mempengaruhi perilaku politik dari suatu
masyarakat antaralain, sebagai berikut.
Pertama, perlu dipahami dalam konteks
latar belakang histories. Sikap dan perilaku
politik masyarakat dipengaruhi oleh prosesproses dan peristiwa historis masa lalu. Hal ini
disebabkab budaya politik tidak merupakan
95
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
Komunikasi yang intens akan mempengaruhi
perilaku politik seseorang dalam kegiatan
politiknya.
Keenam,
faktor
kepribadian
mempengaruhi perilaku politik.
Ketujuh, faktor lingkungan sosial politik.
faktor ini mempengaruhi aktor politik secara
langsung seperti keadaan keluarga, cuaca,
ancaman. Lingkungan sosial politik saling
memepengaruhi dan berhubungan satu dengan
yang lain dan bukannya sebagai faktor yang
berdiri sendiri.
Selain faktor-faktor diatas ada lima faktor
lain yang memainkan peranan penting dalam
menentukan pilihan rakyat, yaitu : standar hidup,
kondisi gaji atau tidak digaji, kelompok umur,
seks, tingkat pendidikan, agama, simpati terhadap
partai politik.
pilihannya baru disusul dengan partai-partai
lainnya seperti PKS, PAN, Demokrat dan partai
lainnya.
Pemilih Suku Melayu kecenderungan
akan memilih kelompok kedaerahan serta
kelompok suku mereka dalam memilih calon
legislatif dan partai politik peserta pemilihan
umum, dan pemilih juga melihat sebagian suku
melayu dan suku minangkabau siapa yang duduk
di pengurus partai politik, apakah calon legislatif
tersebut orang suku melayu dan suku
minangkabau, tetapi ada juga yang melihat
partainya. Pengurus partai politik juga
menjelaskan bahwa kelompok suku melayu lebih
cenderung memilih calon yang berasal dari suku
melayu, begitupun pemilih dari kelompok suku
minangkabau juga cenderung memilih calon yang
berasal dari suku minangkabau, dari kondisi
tersebut tergambar menurut persepasi penyelidik
bahwa ada kecenderungan suku akan ikut
menentukan pilihan dalam pemilihan umum
legislatif.
Dalam konteks pemilu tahun 2004 di kota
Pekanbaru,
adapun
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pola perilaku politik suku Melayu
adalah sebagai berikut:
Faktor Program Partai Politik
Selain faktor informasi, perilaku pemilih
suku Melayu juga dipengaruhi oleh program yang
diusung partai politik. Berdasarkan data lapngan
yang penulis dapatkan pemilih suku Melayu yang
mendasarkan pilihannya atas dasar program partai
politik adalah pemilih yang berada pada daerah
pemilihan di tengah kota. Rata-data mereka yang
menjatuhkan pilihan atas dasar program partai
politik secara latar belakang pendidikan telah
menyelesaikan pendidikan sarjana maka kalau
diletakkan dalam konteks jenis pemilih, pemilih
seperti ini termasuk dalam kategori yang rasional.
Dalam perspektif partai politikk, menurut
pengurus
partai politik berdasarkan data
lapangan yang didapatkan, jatuhnya pilihan pada
waktu pemilihan umum di tempat pemungutan
suara bukan ditentukan oleh prilaku etnis/suku
melayu atau minangkabau, akan tetapi menurut
partai politik demokrat dan golongan karya
dipengaruhi oleh sejauh agresifitas para calon
dalam
melakukan
upaya-upaya
untuk
meyakinkan masyarakat.
Faktor Informasi
Faktor utama yang sangat mempengaruhi
pola perlakuan politik suku Melayu yakni
informasi. Adapun informasi responden antara
persepsi partai yang pemenang dan yang dipilih
berdasarkan data lapangan bahwa sumber
informasi responden umumnya mendapatkan
informasi dari Televisi baru disusul dari
sahabat/kedai kopi keadaan ini menunjukkan
bahwa dari sisi kemampuan responden dalam
menggunakan teknologi belum maksimal karena
minim sekali responden yang mendapatkan
sumber informasi yang berasal dari internet.
Tetapi kemungkinan ini juga disebabkan oleh
faktor ekonomi dari responden yang belum
mampu untuk memasang jaringan internet
dirumahnya. Sehingga cara yang paling efektif
untuk mendapatkan informasi melalui televisi
ataupun dari cerita sahabat/kedaikopi.
Berdasarkan hal tersebut di atas responden
yang memilih Partai Golkar adalah responden
yang lebih banyak menggunakan majalah dan
televisi sebagai sumber informasinya sedangkan
bagi responden yang sumber informasinya dari
sahabat/kedai kopi juga memiliki kecenderungan
untuk memilih partai Golkar sebagai partai
Faktor Emosional
Selanjutnya
berdasarkan
wawancara
penulis dengan sejumlah pengurus partai politik,
96
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
yang tidak kalah pentingnya faktor yang
mempengaruhi perilaku pemilih dalam pemilu
tahun 2004 untuk
menentukan pilihannya
menurut partai politik. Pemilih menjatuhkan
pilihannya terhadap partai politik tertentu
menurutnya Pemilih di Kota Pekanbaru banyak
ditentukan oleh beberapa hal Suku, agama,
kepribadian, latar belakang dan kedekatan
emosional) dan yang sering terjadi adalah
dikarenakan kedekatan emosional barulah melihat
asal-usul caleg. Hal ini terjadi karena Pekanbaru
adalah kota dengan penduduk yang berasal dari
berbagai macam suku bangsa dan latar belakang.
Dilihat secara general, pemilih tidak
terlalu membedakan antara suku dan ras mereka,
para pemilih tersebar diberbagai calon denggan
background suku dan identitas. Jika dilihat dari
perolehan suara yang diperoleh partai, perbedaan
suku dan ras tidak mendominasi. Hal ini
dikarenakan karena calon legislatif yang
dicalonkan partai juga tidak membedakan suku
dan ras.
Selanjutnya menurut partai politik bahwa
dipilihnya partai politik peserta pemillihan umum
oleh pemilih tidak ditentukan oleh suku melayu
dan minagkabau, akan tetapi juga ditentukan oleh
calon legislatif yang memiliki wawasan yang
bernuansa islami dan melihat pengurus yang ada
di partai politik yang bersangkutan, semakin baik
dan berkualitas calon legislatif yang diusulkan
oleh partai pilitik, maka kecenderungan pemilih
menjatuhkan pilihannya semakin besar.
Hasil Wawancara Dengan Pengurus Partai
Politik Peserta Pemilu Tahun 2004
Untuk melengkapi informasi tentang
pemilih Suku Melayu, maka penyelidik
melakukan wawancara dengan pengurus Partai
Politik Peserta Pemilu tahun 2004, adapun Partai
Politik Peserta Pemilu yang diwawancarai adalah
:
1. Partai Politik Golongan Karya
2. Partai Politik Demokrat
3. Partai Politik Demokrasi Perjuangan
4. Partai Politik Keadilan Sejahtera
5. Partai Politik Amanat Nasional
6. Partai Politik Persatuan Pembangunan
7. Partai Politik Kebangkitan Bangsa
8. Partai Politik Hati Nurani Rakyat
9. Partai Politik Bulan Bintang
10. Partai Politik Bintang Reformasi.
Adapun hasil wawancara dengan sebagai
berikut :
1. Bahwa kecenderungan pengurus partai
politik peserta pemilihan umum legisaltif
dalam proses rekrutrmen calon anggota
legislatif di tentukan oleh orang-orang yang
mempunyai kedekatan emosionil/lainnya
kepada pimpinan partai politik serta merekrut
tokoh masyarakat yang dianggap partai
politik melaksanakan program parpol,
disamping
itu
partai
politik
juga
mengutamakan para kader yang telah
memenuhi persyaratan, mengingat para kader
inilah yang akan memahami tentang kondisi
objektif dari partai politik yang digeluti
sebagai pengembangan politiknya untuk
masa depan. Kemudian juga partai politik
juga
memberikan
kesempatan
untuk
rekrutmen kepada calon anggota legislatif
kepada tokoh yang berakhlak mulia dan siap
berkorban untuk partai, karena peran dan
ketokohan di tengah masyarakatlah yang
dipercayai oleh pemilih akan membawa
dampak secara langsung terhadap pilihan
pada pemilihan umum.
Disamping itu untuk menjadikan partai
politik sebagai pilihan oleh pemilih partai poltik
dalam
mencalonkan
anggota
legislatif
memperhatikan keterwakilan gender sebagaimana
diatur dalam Undang-undang pemilihan umum
dikatakan, bahwa partai poltik sekurang-
Faktor Politik Uang (Money Politic)
Berdasarkan data lapangan yang penulis
dapatkan, perilaku Suku Melayu juga sangat
dipengaruhi oleh faktor kepedulian calon
legislatif dengan masyarakat disekitarnya, dan
alasan sosial yang sesaat karena mendapatkan
uang dari calon legislatif, sehingga calon
legislatif kadang-kadang dengan terpaksa
mengeluarkan biaya yang juga tidak sedikit dan
untuk menutup keinginan pemilih yang bersifat
pragmatis ini tidak jarang para calon legislatif
terpaksa mengambil kredit apakah di bank
maupun di pegadaian serta menjual harta
bendanya, akibatnya menjadi beban hutang bagi
calon legislatif yang tidak terpilih sebagai calon
jadi yang akan duduk di lembaga perwakilan
rakyat sebagai representasi dari pemilih.
97
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
kurangnya dapat mengusulkan perempuan
30peratus dari jumlah kuota daerah pemilihan,
sehingga partai yang mengusulkan tersebut akan
menjadi alternatif bagi pemilih, terutama pemilih
perempuan.
Partai
politik
juga
memberikan
pertimbangan kepada calon anggota legislatif
yang mepunyai wawasan yang luas serta dikenali
oleh masyarakat dan mempunyai jiwa
kepemimpinannya, mengutamakan tokoh-tokoh
muda yang potensial untuk kaderisasi partai dan
mengutamakan tokoh perempuan untuk memilih
kesetaraan antara calon legislatif laki-laki dan
perempuan.
Partai politik sebagai pilihan oleh pemilih
juga memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk mencalonkan diri secara langsung kepada
partai politik dengan memenuhi beberapa syarat
yang ditentukan seperti bersedia menjadi anggota
partai dan mempunyai sumber daya manusia yang
berkualitas dan elektibilitas di masyarakat.
Partai politik pemegang peran dominan
dalam melakukan rekrutmen calon anggota
legislatif termasuk PD dalam pemilihan calon
legislatif di Kota Pekanbaru. Pemilihan dilakukan
dengan profesional dan proporsional disesuaikan
dengan kualitas kredibilitas serta tanggung jawab
individu
bersangkutan
kepada
partainya.
Pengurus partai politik juga bertanggung jawab
dalam menjaring calon anggota legislatif sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan partai.
Jatuhnya pilihan kepada partai politik
sebagai salah satu upaya bagi partai politik yakni
adanya yudicial review oleh Mahkamah
Konstitusi yang menyebutkan bahwa calon
legislatif yang terpilih adalah calon legislatif yang
memperoleh suara terbanyak ternyata tidak
menyurutkan animo pada pengurus partai untuk
menempati nomor urut kecil, pengurus inti partai
menjadi penentu utama dalam rekrutmen caleg
walaupun dalam internal partai sudah ada
pedoman rekrutmen, namun pedoman tersebut
diterjemahkan secara subjektif oleh pengurus
partai.
Dalam proses rekrutmen calon legislatif
pengurus
partai
politik
masih
belum
melaksanakan secara objektif, belum objektifnya
rekrutmen calon legislatif sangat ditentukan oleh
bebrapa hal antara lain :
1. Pengurus inti partai:
2. Pengurus harian partai (
wakil ketua, sekretaris ):
3. Pengurus cabang/ daerah
partai:
4. Tokoh masyarakat, kawan
dan keluarga.
Kemudian yang menjadi kelemahan partai
politik dalam merekrut calon legislatif bersifat
pragmatis, dengan artian bahwa partai politik
belum melaksanakan pembinaan terhadap
konstituennya sehingga kelangsungan partai akan
menjadi pilihan pemilih untuk pemilihan umum,
akan tetapi partai hanya dalam proses rekrutmen
pada musim pemilihan umum saja.
2. Pemilih Suku Melayu kecenderungan akan
memilih
kelompok kedaerahan
serta
kelompok suku mereka dalam memilih calon
legislatif dan partai politik peserta pemilihan
umum, dan pemilih juga melihat sebagian
suku melayu dan suku minangkabau siapa
yang duduk di pengurus partai politik,
apakah calon legislatif tersebut orang suku
melayu dan suku minangkabau, tetapi ada
juga yang melihat partainya. Pengurus partai
politik juga menjelaskan bahwa kelompok
suku melayu lebih cenderung memilih calon
yang berasal dari suku melayu, begitupun
pemilih dari kelompok suku minangkabau
juga cenderung memilih calon yang berasal
dari suku minangkabau, dari kondisi tersebut
tergambar menurut persepasi penyelidik
bahwa ada kecenderungan suku akan ikut
menentukan pilihan dalam pemilihan umum
legislatif.
Mereka juga memilih parpol yang
mempunyai program yang jelas serta populer
untuk dimasuki. Juga terdapat serta pemilihpemilih mengedepankan materi (politik singkat).
Selanjutnya menurut partai politik jatuhnya
pilihan pada waktu pemilihan umum di tempat
pemungutan suara bukan ditentukan oleh prilaku
etnis/suku melayu atau minangkabau, akan tetapi
menurut partai politik demokrat dan golongan
karya dipengaruhi oleh :
1. kecenderungannya pada partai terutama partai
demokrat dan golkar.
2. pada figur calon legislatif
3. pada program partai dan calon legislatif.”
Kemudian yang tidak kalah pentingnya
menurut partai politik pemilih menjatuhkan
98
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
pilihannya terhadap partai politik tertentu
menurutnya“Pemilih di Kota Pekanbaru banyak
ditentukan oleh beberapa hal ( Suku, agama,
kepribadian, latar belakang dan kedekatan
emosional) dan yang sering terjadi adalah
dikarenakan kedekatan emosional barulah melihat
asal-usul caleg. Hal ini terjadi karena Pekanbaru
adalah kota dengan penduduk yang berasal dari
berbagai macam suku bangsa dan latar belakang”.
Dilihat secara general, pemilih tidak
terlalu membedakan antara suku dan ras mereka,
para pemilih tersebar diberbagai calon denggan
background suku dan identitas. Jika dilihat dari
perolehan suara yang diperoleh partai, perbedaan
suku dan ras tidak mendominasi. Hal ini
dikarenakan karena calon legislatif yang
dicalonkan partai juga tidak membedakan suku
dan ras.
Selanjutnya menurut partai politik bahwa
dipilihnya partai politik peserta pemillihan umum
oleh pemilih tidak ditentukan oleh suku melayu
dan minagkabau, akan tetapi juga ditentukan oleh
calon legislatif yang memiliki wawasan yang
bernuansa islami dan melihat pengurus yang ada
di partai politik yang bersangkutan, semakin baik
dan berkualitas calon legislatif yang diusulkan
oleh partai pilitik, maka kecenderungan pemilih
menjatuhkan pilihannya semakin besar.
Partai politik juga memberikan gambaran,
bahwa pemilih menentukan pilihannya karena
memilih seseorang karena dianggap peduli
dengan masyarakat disekitarnya, dan alasan
sosial yang sesaat karena mendapatkan uang dari
calon legislatif, sehingga calon legislatif kadangkadang dengan terpaksa mengeluarkan biaya
yang juga tidak sedikit dan untuk menutup
keinginan pemilih yang bersifat pragmatis ini
tidak jarang para calon legislatif terpaksa
mengambil kredit apakah di bank maupun di
pegadaian serta menjual harta bendanya,
akibatnya menjadi beban hutang bagi calon
legislatif yang tidak terpilih sebagai calon jadi
yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat
sebagai representasi dari pemilih.
3. Pengurus partai politik peserta pemilihan
umum menjelaskan bahwa
persepsi dari
partisipasi pemilih dalam mempergunakan hak
pilihnya waktu pemungutan suara di tempat
pemungutan suara, dimana partisipasi pemilih
dalam menggunakan hak pilihnya cukup bagus
karena masing-masing pemilih oleh partai
politik diberikan motivasi oleh calon-calon
anggota legislatif sehingga masing-masing
berjuang untuk memenangkan jagonya, yang
tidak kalah pentingnya juga partai politik
sebelum masuk pada hari pemungutan suara
yakni waktu melakukan pendidikan politik
kepada
kosetuensnnya
memberikan
pembekalan, pelatihan dan pemahaman yang
berkaitan dengan arti pentingnya partai politik
sebagai pilar / tiang demokrasi.
Partisipasi pemilih untuk mempergunakan
hak pilihnya di tempat pemungutan suara
merupakan kesempatan untuk melakukan
perubahan untuk menentukan para pemimpin 5
(lima) tahun ke depan, dan momen serta
kesempatan inilah yang didorong oleh partai
politik agar para pemilih mendatangi tempat
pemungutan suara baik yang dimobilasi partai
melalui para calon legislatif dan tim sukses dari
masing partai politik maupun yang tidak
dimobilisasi oleh partai politik.
Kemudian waktu yang diberikan oleh
Komisi Pemilihan Umum yaitu 17 hari sebelum
hari pemungtutan suara yaitu melaklukan
kampanye, kesempatan kampanye inilah bagi
para calon legislatif untuk mengajak masyarakat
pemilih datang untuk meneyalurkan aspirasinya
dalam pemilihan umum 5 tahunan tersebut,
disamping partai politik menyampaikan dan
menjelaskan visi, misi dan program lima tahunan
kalau di amanahkanm oleh rakyat yang akan
memperjuangkan aspirasinya di lembaga
perwakilan rakyat melalui pemilihan umum.
Partsipasi masyarakat dalam pemilihan
umum memang sudah mengerti akan hak-hak
politik mereka, akan tetapi masih cenderung
belum mengerti menyalurkan hak suara mereka
ke tempat yang sebenarnya sesuai dengan
aspirasinya, kondisi ini menurut partai politik
karena minimnya pengetahuan mereka akan
pilihannya karena banayak partai politik peserta
pemilihan umum dan calon legislatif menurut
daerah pemilihannya.
Menurut partai politik Partisipasi pemilih
dalam menggunakan hak pilihnya pada pemilihan
umum tahun 2004 cukup tinggi (kurang lebih 70
peratus )”, cukup tingginya partisipasi
disebabkan oleh adanya pembinaann yang
dilakukan oleh partai politik tidak saja pada
99
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
waktu mendekati waktu pemilihan umum, akan
tetapi partai politik tertentu melakukan
pembinaan kepada konstituennya secara terus
menerus.
Kemudian “Pemilih yang menggunakan
hak pilihnya dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Masyarakat biasa (ibu Rumah Tangga,
pekerja harian dan lain-lain) lebih
mempunyai komitmen dan kesadaran akan
pentingnya menggunakan hak pilih:
2. Masyarakat kalangan menengah dan atas (
intelektual dan lain-lain) kurang peduli
dengan hak pilihnya (sikap acuh tak
acuh)”.
Dalam pemilihan, pemilih sudah berada
pada tingkat sadar politik. Ini terlihat dari
keikutsertaan masyarakat yang cukup banyak
walaupun tidak mendapatkan kartu pemilih.
Untuk meningkatkan partisipasi pemilih,
partai politik selalu menghimbau dan mengajak
kepada pemilih dalam bentuk sosialisasi melalui
Rukun Tetangga dan Rukun Warga, tokoh
masyarakat dan penyelenggara pemilihan umum,
dan partai politik juga membawa para calon
legislatif pada waktu kampanye untuk
menyampaikan programnya apabila terpilih
menjadi anggota legislatif.
Partisipasi masyarakat menurut partai
politik juga dipengaruhi oleh kedekatan tempat
pemungutan suara, jika tempat pemungutan suara
dekat dengan tempat tinggal masyarakat maka
tingkat partisipasi akan tinggi dan jika TPS jauh
dari tempat tinggal maka tingkat partisipasi akan
rendah.
4. Partai politk menjelaskan tentang persepsi
untuk
mengamankan/mempertahankan
pemilih pada pemilihan umum legislatif
supaya tetap memilih partai politik dan calon
anggota legislatif yang ada pada daftar calon
tetap, strategi dan siasat yang dilakukan oleh
partai politik memberikan penyuluhan dalam
bentuk sosialisasi kepada masyarakat serta
memperkenalkanprogram-program
partai
politik kepada masyarakat sehingga p[artai
politik bisa diterima di hatim mereka, dan ini
terus dibina sampai dengan pemilihan umum
berikiutnya, jadi kontiniunitas dan komitmen
partai politiklah yang dapat mmengamankan
dan mempertahankan pemilih pada pemilihan
umum calon anggota legislatif.
Di samping itu menurut partai politik untuk
menjaga dan mengamankan pemilih pada
pemilihan umum legislatif diperlukan pembinaan
silaturrahmi dan selalu berkomitmen untuk
memperjuangkan pembangunan di tempat tinggal
calon anggota legislatif sesuai dengan daerah
pemilihan masing-masing seperti pembangunan
jalan, gang, rumah ibadah, pos pelayanan
terpadyu dan lain-lain yang berkaitan dengan
keinginan masyarakat.
Partai politik selalu mengadakan kegiatan
partai politik yang sifatnya menumbuhkan
keyakinan untuk rasa memiliki partai politik di
dalam diri masyarakat, sehingga merasa memiliki
partai politik dan mencintainya, dan juga
melakukan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
bersama dengan calon legislatif.
Untuk dapat menjaga pemilih ke depan, sehingga
pemilih tetap konsisten terhadap pilihannya sama
dengan pilihan sekarang atau tidak berpinda ke
partai politik peserta pemillihan umum yang lain,
maka partai politik membuat strategis :
1. Melanjutkan program partai yang telah
dijalankan di pemerintahan SBY:
2. Caleg harus menepati janjinya pada masa
kampanye:
3. Harus selalu dengan konstituen, selalu turun
ke masyarakat tidak hanya pada waktu reses
dan terus menerus mendekati tokoh
masyarakat dengan mengadakan kegiatankegiatan sosial”.
4. Pentingnya sosialisasi diri dan partai secara
konsisten dan terfokus:
5. Menjalin hubungan emosional dengan
masyarakat pemilih.
Partai politik dapat melakukan apa yang
telah menjadi tanggung jawab politik yang
diberikan
masyarakat
dan
memfasilitasi
kepentingan mayarakat terutama yang memilih
pada
waktu
pemilihan
umum
diselenggarakan,memperbanyak
sosialisasi
mengenai tata cara menggunakan hak pilih yang
baik oleh KPU dan parpol sendiri.
Selanjutnya menurut partai politik tim
sukses melakukan sosialisasi tentang nama partai
beserta calonnya secara kontinue kepada
konstituennya, baik secara kelompok maupun
perorangan dalam menyampaikan program
apabila terpilih manjadi anggota legislatif.
100
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
5. Partai politik berharap ke depan agar pemilih
masih dapat konsisten dan komitmen terhadap
partai
politiknya
pilihannya,
supaya
masyarakat dapat memilih partai politik yang
memiliki visi, misi dan program yang jelas
yang
menyentuh
kepada
keinginan
masyarakat, dengan tetap membina dan
memelihara dan membentuk kader-kader
partai politik yang handal dan mengerti dengan
proses politik yang benar, ulegan dan objektif
pada daerah pemilihan masing-masing.
Partai politik mengharapkan sebagai
peserta pemilihan umum ke depan dapat
dipercaya oleh masyarakat dengan melaksanakan
program partai dan program pembangunan dapat
dilaksanakan dengan sebaiknya, sehingga pemilih
tidak genuh dan bosan, selalu setia kepada partai
politik yang diberi amanah, partai ke depan dapat
menerima dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Partai politik berharap semua masyarakat
makin mengerti tentang perpolitikan yang benar,
sehingga dapat memberikan hak pilih mereka
kepada partai politik yang mereka yakini, partai
politik hyendaknya menyalurkan hak pilihnya
serta menjaga persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan dapat memilih
partai politik yang benar-benar mengedepankan
politik dan mengedepankan kepentingan rakyat
dan bukan partai politik yang meyakinkan
masyarakat melalui janji-jani waktu kampanye.
Suksesnya partai politik yang akan
menjadi pilihan oleh pemilih ke depan menurut
pengurus partai politik adalah yang dapat
mempertimbangkan program dari partainya
berupa:
1. Pilihlah partai politik yang jelas programnya
dan pro rakyat:
2. Pilihlah figur caleg yang track recordnya
baik dimata masyarakat selama menjadi
anggota legislatif:
3. Jangan pilih anggota DPRD yang track
recordnya jelek dimata masyarakat:
4. Pilihlah anggota legislatif yang selalu dekat
dengan konstituennya dan bersih, santun
serta cerdas.
5. Pemilih/masyarakat diharapkan mendapatkan
pendidikan politik yang baik:
6. Pemilih tidak lagi bersikap pragmatis dalam
menentukan pilihannya:
7. Pemilih/masyarakat memilih dengan objektif.
Dengan demikian partai berharap ke depan
adalah kepercayaan pemilih terhadap partai
politik meningkat, apa yang telah dipercayakan
masyarakat dapat dilaksanakan dan dipelihara
amanah yang telah diberikan oleh pemilih pada
pemilihan umum.
Proses pemilihan umum secara langsung
dalam rangka memilih pimpinan politik secara
yang langsung merupakan sebuah pilihan bangsa
untuk meraih kehidupan politik yang lebih baik,
meskipun demikian tetap ada tantangan yang
dihadapi
dengan
mengharuskan
adanya
kewaspadaan, kearifan dan usaha untuk
menimalisir implikasi, terutama oleh partai
politik peserta pemilihan umum. Usaha yang
telah dilakukan oleh partai politik peserta
pemilihan umum tahun 2004 adalah untuk
menanggulangi seperti :
1. ada peluang untuk “praktek uang” (money
politic) dalam seluruh rangkaian proses
pemilihan umum.
2. layaknya sebuah ajang kompetisi, maka
didalam setiap pemilihan langsung masih
sangat potensial munculnya konflik-konflik
horizontal maupun vertikal.
3. Adanya
praktek
kecurangan
dan
ketidakjujuran, serta beragam tindakan
manipulatif, tetap saja bisa terjadi, tindakan
ini menodai cita-cita demokrasi dibalik
“misi” pemilihan Umum yang menghendaki
proses pelaksanaan sarat dengan nilai
kejujuran dan keadilan sebagaimana diatur
dalam azaz pemilihan umum yaitu :
Langsung, Umum, bebas, rahasia serta jujur
dan adil.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan uraian dan analisis di atas,
maka peneliti telah mengetahui tentang
kandungan bagaimana persepsi suku melayu
dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilu
tahun 2004 di Provinsi Riau khususnya Kota
Pekanbaru. Dapat disimpulkan bahwa persepsi
responden suku Melayu dalam melihat persepsi
partai pemenang dan alasan kegagalan partai
dapat disimpulkan sebagi berikut. Partai golkar
persepsi partai pemenang dan alasan kegagalan
partai lebih banyak disebabkan karena perebutan
kantong suara dan disusul karena faktor
pemimpin lebih mementingkan kepentingan
101
Jurnal Kajian Ilmu Pemerintahan
Journal of Government, Social and Politics
jkp
Volume 2, Nomor 1
Maret 2013
sendiri. Sedangkan untuk partai PKS faktor yang
lebih besar persepsi partai pemenang dan alasan
kegagalan partai lebih banyak disebabkan karena
faktor
pemimpin
lebih
mementingkan
kepentingan kelompok sendiri. Selanjutnya untuk
partai demokrat lebih banyak disebabkan oleh
karena faktor perebutan kantong suara, sedangkan
PAN antara faktor pemimpin mementingkan
kelompok sendiri dan pemimpin suka berfoyafoya. Adapun partai lainnya lebih banyak
disebabkan
karena
pemimpin
cenderung
mementingkan kelompok sendiri.
102
Download