Sementara itu, Jepang masih berjuang untuk

advertisement
Tentang ABM
About ABM
Dari Manajemen
From the Management
Diskusi dan Analisis Manajemen
Management Discussion and Analysis
Penunjang Bisnis
Business Support
Tata Kelola Perusahaan
Corporate Governance
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Corporate Social Responsibility
Data Perusahaan
Corporate Data
Laporan Keuangan Konsolidasi
Consolidated Financial Statements
Meanwhile, Japan was still struggling to get out of the
stagnancy that has plagued the economy for over two decades.
Last year, the Japanese government launched the ambitious
economic stimulus package known as “Abenomics”. One
the policies was Bank of Japan (BoJ) to launch an aggressive
expansionary monetary policy and targeted inflation rate of
2% to support the real Gross Domestic Product (GDP) growth
target of 2%. Although the stimulus program has helped
weaken Yen exchange rate so as to improve competitiveness
of Japanese exports, but since there are still many structurally
unresolved problems, Japan’s economic growth remained at
1.9%.
Ekonomi China selama lebih dari satu dekade menjadi
magnet yang kuat untuk konsumsi komoditas karena
pertumbuhan ekonomi dua digitnya. Namun sejak tahun
2011 pertumbuhannya juga terus melambat. Dari rata-rata
pertumbuhan 10,8% selama periode 2007–2010, menjadi
9,3% pada tahun 2011 dan hanya 7,7% di dua tahun terakhir
(2012-2013). Tetapi sebagai negara yang memiliki cadangan
devisa terbesar di dunia, China memiliki ketahanan ekonomi
yang kuat. Selain itu, tingkat suku bunga di China saat ini
masih berada di level 6% sehingga masih ada cukup ruang
bagi bank sentral China, People’s Bank of China (PBOC)
untuk menurunkan suku bunga jika diperlukan. Tampaknya
pemerintah China sengaja menahan akselerasi pertumbuhan
ekonominya untuk mencegah overheating yang akan
menciptakan gelembung aset (asset bubble) terutama di sektor
properti.
China’s economy for more than a decade has become a
powerful magnet for consumption of commodity due to its
two-digit economic growth. However, since 2011 the growth
has also continued to slowdown. From average growth of
10.8% during the period 2007-2010, to 9.3% in 2011 and only
7.7% in the last two years (2012-2013). Yet, as a country with
the largest foreign-exchange reserves in the world, China
has strong economic resilience. In addition, interest rate in
China is still at the level of 6% so there is still enough space
for China’s central bank, People’s Bank of China (PBOC) to
cut the rate if needed. Apparently the Chinese government
deliberately restrains acceleration of economic growth to
prevent overheating which will create asset bubble, particularly
in property sector.
II. PEREKONOMIAN INDONESIA
II. INDONESIAN ECONOMY
Perlambatan yang terjadi di berbagai kawasan yang selama
ini menjadi pasar tujuan ekspor negara-negara industri Asia
berdampak pada perkembangan di kawasan Asia yang mulai
melambat. Pertumbuhan di negara-negara berpendapatan
menengah besar seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand
melemah disebabkan laju investasi yang menurun, harga
komoditas global yang terpuruk, dan pertumbuhan ekspor
yang lebih rendah dari yang diharapkan.
The slowdowns occurred in many regions which are the export
market destinations of Asian industrialized countries have
impact on development in the Asian region which is starting
to slow down. The growth in middle-high income countries
such as Indonesia, Malaysia and Thailand fell due to declining
investment rate, deteriorated global commodity prices and
export growth that is lower than expected.
Perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan terendah
dalam 4 tahun terakhir. PDB Indonesia di akhir tahun 2013
hanya tumbuh 5,8%, turun dari 6,2% pada tahun 2012.
Penyebab perlambatan ekonomi selain karena melemahnya
ekspor, juga dipicu lesunya tingkat konsumsi domestik, baik
dari konsumsi swasta maupun investasi. Pelemahan ekspor
menyebabkan semakin melebarnya defisit transaksi berjalan
(current account deficit), yang pada gilirannya telah membuat
Rupiah terdepresiasi cukup tajam sejak bulan Mei. Menurut
data kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar USD terhadap
Indonesian recorded the lowest economic growth in the last
4 years. Indonesia GDP at the end of 2013 grew only 5.8%, a
decrease from 6.2% in 2012. The driver of economic slowdown
in addition to weakening exports, also triggered by sluggish
domestic consumption level, both private and investment
consumptions. The weakening exports led to widening current
account deficit, which in turn has depreciated Rupiah quite
sharply since May. According to Bank Indonesia middle rate
data, the USD exchange rate against Rupiah per December
31, 2012 was Rp9,670 whilst per December 31, 2013 reached
53
ABM Investama Annual Report 2013
Sementara itu, Jepang masih berjuang untuk keluar dari
kebuntuan ekonomi yang telah mendera selama dua
dekade. Tahun lalu pemerintah Jepang meluncurkan paket
stimulus ekonomi yang ambisius yang dikenal dengan nama
“Abenomics”. Di antara kebijakannya adalah Bank Sentral
Jepang (BoJ) meluncurkan pelonggaran moneter secara agresif
dan menetapkan target inflasi 2% untuk menyokong target
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sebesar 2%.
Meskipun program stimulus ini telah membantu melemahkan
nilai tukar Yen sehingga meningkatkan daya saing Jepang untuk
ekspor, tetapi karena masih banyak masalah sruktural yang
belum teratasi, pertumbuhan ekonomi Jepang tetap bertahan
di angka 1,9%.
Download