medication error pada penggunaan antibiotika

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MEDICATION ERROR PADA PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
INTRAVENA UNTUK PASIEN DEWASA RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT “X” (FASE PREPARASI)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Sekar Larasati
NIM : 138114019
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MEDICATION ERROR PADA PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
INTRAVENA UNTUK PASIEN DEWASA RAWAT INAP
DI RUMAH SAKIT “X” (FASE PREPARASI)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Sekar Larasati
NIM : 138114019
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
.
“Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu meyakinkanku bahwa
harapan itu ada dan kasih sayang yang tulus dari kedua orangtuaku serta
semangat yang selalu menyertai dari sahabat – sahabatku merupakan motivasi
terbesarku untuk menyelesaikan karya ini.”
Kupersembahkan karya sederhana ini bagi Tuhan Yesus Kristus
dan Bunda Maria di Surga, kedua orangtuaku, sahabat –
sahabatku, dan Almamaterku.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Medication Error pada Penggunaan Antibiotika Intravena untuk Pasien
Dewasa Rawat Inap di Rumah Sakit “X” (Fase Preparasi)” dengan baik sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini dengan dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak baik secara spiritual, moril dan materiil. Oleh karena
itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan banyak terimakasih
kepada :
1.
Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing skripsi atas perhatian,
kesabaran, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam proses
penyusunan skripsi.
2.
Ibu W.S. Astuti, S.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing skripsi atas perhatian,
kesabaran, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam proses
penyusunan skripsi.
3.
Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. sebagai dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan
skripsi.
4.
Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc., Apt. sebagai dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan
skripsi.
5.
Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian.
6.
Mama dan Bapak tersayang atas doa, kasih sayang, semangat dan dukungannya
bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Budhe Tuti, Bulik Jun, Dede Agus serta Mbah Ndut yang telah memberikan
semangat dan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8.
Enggar, teman seperjuangan sekaligus sahabat dalam menempuh perjalan
menuju lokasi penelitian dan dalam menyelesaikan skripsi. Terimakasih untuk
kerjasama, bantuan, semangat serta informasi yang selalu dibagikan dalam
pengerjaan skripsi dari awal hingga akhir.
9.
Sahabatku-sahabatku, Tiara, Atika, Tya, Kris dan Rendra terimakasih untuk
canda, tawa dan semangat yang selalu meyertai selama pengerjaan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabatku Cahyo, Oline, Niken dan Jeje dari tim PKM-M “GRANAT
DARIKU” Gerakan Anak-Anak Tunagrahita Peduli Kesehatan Diri dan
Lingkungan bagi SLB C1 Panti Asih Pakem DI. Yogyakarta. Terimakasih atas
dukungan yang selalu diberikan.
11. Keluarga kos Sari Ayu 1, Sri, Ci Agnes, Kak Niken, Kak Intan, Kak Ines dan
Kak Natia terimakasih atas keceriaan dan kesedihan yang sudah dilewati
bersama di kos Sari Ayu 1.
12. Teman-teman FSM A 2013 dan FKK A 2013, terimakasih atas kebersamaanya
dan pengalaman yang tak terlupakan selama berproses di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan skrispi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam naskah
penelitian ini, sehingga penulis dengan terbuka menerima dan mengharapkan kritik
dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga naskah penelitian
ini dapat berguna dikemudian hari untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 1 Januari 2017
Penulis
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA ....................................................................v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..............................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................vii
PRAKATA ..........................................................................................................viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................x
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xii
ABSTRAK ..........................................................................................................xiii
ABSTRACT ........................................................................................................xiv
PENDAHULUAN ..............................................................................................1
METODE PENELITIAN ....................................................................................2
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................4
KESIMPULAN ...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................13
LAMPIRAN ........................................................................................................16
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................23
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I. Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................... 4
Tabel II. Jumlah Persentase Tiap Bentuk Eror pada Aspek Farmasetis ............... 4
Tabel III. Contoh Kejadian Eror Volume Pelarut di Kedua Bangsal ................... 5
Tabel IV. Jumlah Persentase Tiap Bentuk Eror pada Aspek Prosedural .............. 8
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Studi Pendahuluan ........................................................... 16
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian (BAPPEDA) .................................................... 17
Lampiran 3. Ethical Clearance ............................................................................. 18
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian (Rumah Sakit “X”) .......................................... 19
Lampiran 5. Informed Consent ............................................................................. 20
Lampiran 6. Lembar Observasi Medication Error Fase Preparasi ........................ 22
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Medication Error (ME) merupakan kegagalan yang dapat menyebabkan
atau berpotensial menyebabkan kerugian pada pasien selama proses pengobatan
berlangsung. Pengobatan intravena memiliki resiko eror yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan rute pengobatan lainnya oleh karena tahap preparasi yang
lebih kompleks. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase
bentuk-bentuk ME pada fase preparasi penggunaan antibiotika intravena untuk
pasien dewasa rawat inap di Rumah Sakit “X”. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional deskriptif dengan teknik pengambilan subjek penelitian secara
accidental sampling. Subjek penelitian adalah perawat dan mahasiswa profesi ners.
Telah dilakukan pengamatan terhadap 15 subjek penelitian yang melakukan
preparasi antibiotika intravena. Terdapat 33 preparasi yang diamati di bangsal “A”
sedangkan di bangsal “B” 25. Hasil observasi di bangsal “A” menunjukkan bahwa
eror pada aspek farmasetis terbesar yakni eror volume pelarut (84,84%). Eror pada
aspek prosedural termasuk perawat tidak melakukan prosedur labelling, sedangkan
pada prosedur aseptis eror terbesar yakni tidak membersihkan tempat preparasi
(100%). Hasil observasi di bangsal “B” menunjukkan bahwa eror pada aspek
farmasetis terbesar yakni eror volume pelarut (100%). Eror aspek prosedural
terbesar pada prosedur labelling yakni tidak tercantum dosis (100%) serta tidak
terdapat tanggal dan waktu preparasi (100%). Eror aspek prosedural terbesar pada
prosedur aseptis yakni tidak menggunakan sarung tangan (100%) dan tidak
membersihkan tempat preparasi (100%). Eror volume pelarut, prosedur labelling
dan tidak membersihkan tempat preparasi memiliki kontribusi yang tinggi
menyebabkan ME fase preparasi. Untuk meminimalkan kejadian ME maka dapat
dilakukan dengan mengadakan pelatihan khusus terkait prosedur preparasi
antibiotika intravena bagi perawat.
Kata Kunci: Medication Error, antibiotika intravena, fase preparasi
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Medication Error (ME) is a failure that leads to, or has the potential to lead
to, harm to the patient during treatment process. Intravenous antibiotic treatment
have a higher risk of error when compared with any other treatment route because
of the more complex stages of preparation. The purpose of this study was to
determine the percentage of ME forms in the preparation phase of the use of
intravenous antibiotics for adult inpatients at “X” Hospital. This research was a
descriptive observational study and subjects chosen by accidental sampling
technique. Subjects were nurses and student nurses profession. Has carried out
observations of 15 research subjects who did the preparation of intravenous
antibiotics. Results of observation on the ward "A" indicates that the largest error
on pharmaceutics aspect was error of diluent volume (84.84%). Error on the
procedural aspects including nurses did not perform the labelling procedure, while
the largest error of aseptic procedures was not cleaning the preparation place
(100%). Results of observation on the ward "B" indicates that the largest of error
on pharmaceutics aspect was error of diluent volume (100%). The largest error on
procedural aspects of the labeling procedure was not listed dose (100%) and there
was no date and time of preparation (100%). The largest error on procedural aspects
of aseptic procedure was nurse did not use gloves (100%) and did not clean the
preparation place (100%). Error of diluent volume, labelling procedure, and did not
clean the preparation place were higher contribution to lead ME preparation phase.
To minimize the incidence of ME, it can be done by conducting special training
related to intravenous antibiotics procedures for nurses.
Keywords: Medication Error, intravenous antibiotics, preparation phase
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENDAHULUAN
Kejadian Medication Error (ME) dapat menggambarkan pencapaian patient safety
yang utamanya bertujuan untuk mencapai pelayanan medikasi yang aman bagi pasien
(Pertiwi, 2014). Medication Error merupakan peristiwa terjadinya eror dalam proses
prescribing, dispensing, preparing, administering, monitoring atau providing medicine
advice yang dapat membahayakan pasien (Cousins, Dewsbury, Matthew, Nesbitt, Warner,
Chamberlain., et al., 2007).
Sejak Tahun 2000 Food and Drug Administration (FDA) menerima lebih dari 95.000
kasus ME (U.S. Food and Drug Administration, 2016). Kejadian ME tersebut dapat
merugikan pasien karena akan memperpanjang waktu perawatan pasien di rumah sakit serta
meningkatkan biaya pengobatan (Anderson dan Townsend, 2015).
Terapi pengobatan melalui jalur intravena memiliki resiko eror pengobatan yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan rute pengobatan lainnya oleh karena kompleksitas
yang lebih besar dalam tahap preparasi (Westbrook, Rob, Woods dan Parry, 2011).
Meskipun demikian, patient safety tetap dapat ditingkatkan dalam penggunaan antibiotika
intravena dengan melakukan edukasi intervensi yang berfokus pada prosedur preparasi
antibiotika intravena (Nguyen, Nguyen, Heuvel, Ruskamp dan Taxis, 2015).
Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Fahimi, Ariapanah, Faizi, Shafagi,
Namdar dan Ardakani (2008) di salah satu rumah sakit terbesar di Tehran dengan studi
prospektif observasional, menunjukkan bahwa dari total 524 preparasi pengobatan intravena
yang diamati terjadi 33,6% eror dalam preparasi. Penelitan systematic review yang dilakukan
oleh Salmasi, Khan, Hong, Ming dan Wong (2015) diketahui bahwa bentuk eror yang umum
terjadi selama preparasi yang ditangani oleh tenaga farmasi dan perawat di Malaysia dan
Vietnam adalah salah teknik dan eror jenis pelarut. Penelitian Ong dan Subasyini (2013)
yang dilakukan di Selayang Hospital Malaysia menunjukan bahwa 341 (97,7%) eror telah
diidentifikasi dari 349 tahap preparasi dan administrasi. Bentuk eror yang paling sering
terjadi adalah vial tidak didesinfeksi dengan menggunakan alcohol swabs selama preparasi.
Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insidensi Keselamatan Pasien yang dilakukan
pada September 2007, eror selama pemberian menduduki peringkat pertama dari 10 besar
insiden yang dilaporkan (Depkes RI, 2008). Di Indonesia sendiri kejadian Medication Error
sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, namun demikian belum ada data yang
akurat mengenai angka kejadian ME tersebut. Dilaporkan bahwa sekitar 3-6,9% kejadian
ME terjadi pada pasien rawat inap di rumah sakit, yang mana 0,03-16,9% terjadi karena
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
peresepan yang tidak sesuai dan salah satu peneliti menemukan bahwa 11% kejadian ME
berhubungan dengan pemberian obat yang salah pasien dan eror selama pemberian dosis
obat (cit. Dwiprahasto, 2006)
Rumah Sakit “X” merupakan Rumah Sakit tipe B. Terdapat bangsal penyakit dalam
yang merupakan bangsal rawat inap untuk pasien dewasa. Di bangsal tersebut penggunaan
antibiotika intravena cukup tinggi dan preparasi sediaan steril atau antibiotika intravena
masih ditangani oleh tenaga perawat berdasarkan kebijakan Rumah Sakit “X”. Namun
demikian, tenaga kesehatan yang sebenarnya memiliki wewenang melakukan dispensing
sediaan steril termasuk preparasi antibiotika intravena adalah tenaga farmasi berdasarkan
PERMENKES Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Penelitian terkait ME fase preparasi antibiotika intravena belum pernah dilakukan di
Rumah Sakit “X”. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ME di Rumah
Sakit “X” khususnya pada fase preparasi antibiotika intravena untuk pasien dewasa rawat
inap yang dilakukan oleh tenaga perawat.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan teknik pengambilan data
menggunakan accidental sampling. Penelitian dilakukan di dua bangsal penyakit dalam di
Rumah Sakit “X” yaitu Bangsal “A” dan Bangsal “B”. Subjek penelitian adalah perawat
ataupun mahasiswa profesi ners yang sedang bertugas di kedua bangsal tersebut.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus–September 2016. Ethical Clearance untuk
penelitian ini diterbitkan oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada sebagai bentuk persetujuan penelitian dapat
dijalankan dengan No. KE/FK/1116/EC/2016.
Kriteria inklusi subjek penelitian adalah perawat atau mahasiswa profesi ners yang
melakukan fase preparasi antibiotika intravena di bangsal penyakit dalam “A” dan “B” serta
bersedia menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah perawat atau
mahasiswa profesi ners yang melakukan fase preparasi antibiotika intravena untuk keperluan
skin test.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi ME fase preparasi
yang disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ong dan Subasyini (2013),
Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril (Depkes RI, 2009a), Pedoman Pencampuran Obat
Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika (Depkes, 2009b) serta prosedur dasar
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengobatan yang berasal dari National Health Service (NHS) UK (NHS, 2007). Lembar
observasi ME kemudian diuji coba sehingga instrumen penelitian tersebut dapat digunakan
untuk mencatat yang benar – benar dibutuhkan.
Pengambilan data dilakukan dengan mengamati langsung fase preparasi antibiotika
intravena yang dilakukan oleh subjek penelitian untuk pasien dewasa rawat inap di kedua
bangsal tempat penelitian. Pengamatan dilakukan di Bangsal “A” sekitar pukul 8.30 WIB,
12.30 WIB, 16.30 WIB, dan 20.30 WIB, sedangkan pengamatan yang dilakukan di Bangsal
“B” sekitar pukul 8.30 WIB, 12.30 WB dan 17.30 WIB.
Medication Error (ME) yang diamati dalam penelitian meliputi:
1.
Medication Error pada aspek farmasetis
a. Eror jenis pelarut, terjadi ketika pemilihan pelarut tidak tepat sehingga obat tidak
dapat tercampur dengan baik.
b. Eror volume pelarut, adalah ketika jumlah pelarut yang ditambahkan tidak
menghasilkan konsentrasi obat yang tepat.
c. Obat tidak tercampur homogen, ketika obat tidak dicampur dengan baik bersama
pelarutnya sehingga masih terdapat partikel dan gumpalan serbuk obat pada hasil
preparasi.
2.
Medication Error pada aspek prosedural
Medication Error aspek prosedural diamati pada prosedur labeling dan pelaksanaan
prosedur aseptis. Medication Error pada aspek prosedural tersebut meliputi:
a. Eror pada prosedur labelling, terjadi bila tidak mencantumkan nama pasien,
nama obat, dosis serta tanggal dan waktu preparasi.
b. Eror pada prosedur aseptis yaitu, tidak mencuci tangan dengan menggunakan
sabun antiseptik atau dengan handrub sebelum preparasi, tidak menggunakan
sarung tangan dan masker, serta tempat preparasi tidak dibersihkan terlebih
dahulu.Vial, ampul atau additive port tidak didesinfeksi dengan menggunakan
alcohol swabs dan tidak melakukan ANTT (Aseptic Non Touch Technique).
Pedoman utama yang digunakan untuk mengetahui ketepatan jenis pelarut yang
dipilih dan volume pelarut yang sesuai adalah leaflet kemasan obat. Pedoman lain yang
digunakan adalah Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika
(Depkes RI, 2009b), AHSF Drug Information Essentials (American Society of HealthSystem Pharmacist, 2011), Intravenous Medications: A Handbook for Nurses and Health
Professionals (Gahart dan Nazareno, 2014).
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengolahan data dilakukan dengan mengkonfirmasi hasil pengamatan yang
tercantum dalam Lembar Observasi dengan literatur acuan yang digunakan. Analisis data
dilakukan dengan menghitung persentase tiap bentuk eror, dengan persamaan:
Persentase bentuk eror =
jumlah tiap bentuk eror selama observasi
total observasi
x 100%
Persentase tertinggi menunjukkan bentuk eror tersebut berkontribusi tinggi dalam kejadian
ME fase preparasi antibiotika intravena.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini melibatkan 15 subjek penelitian yang terdiri dari 14 orang perawat dan
1 orang mahasiswa profesi ners. Berikut adalah karakterisik subjek penelitian yang disajikan
pada Tabel I.
Tabel I. Karakteristik Subjek Penelitian
No
1
2
Penggolongan Demografi
Sumber Daya
Manusia
Jenis Kelamin
Bangsal “A”
N=10
Bangsal “B”
N=5
9
5
1
0
8
2
4
1
Perawat
Mahasiswa
Profesi Ners
Wanita
Pria
N=jumlah subjek penelitian
Tenaga kesehatan yang dilibatkan selama penelitian yakni perawat dan mahasiswa
profesi ners. Jumlah perawat yang bersedia mengikuti penelitian dari awal hingga akhir di
Bangsal “A” sejumlah 9 orang, sedangkan di Bangsal “B” sejumlah 5 orang. Jumlah
mahasiswa profesi ners yang bersedia dilibatkan dalam penelitian berjumlah 1 orang di
bangsal “A”.
Medication Eror pada Aspek Farmasetis
Tabel II. Jumlah Persentase Tiap Bentuk Eror pada Aspek Farmasetis
Bangsal “A”(n = 33)
Bangsal “B”(n = 25)
Eror jenis pelarut
0 (0%)
0 (0%)
Eror volume pelarut
28 (84,84%)
25 (100%)
Obat tidak tercampur homogen
6 (18,18%)
2 (8%)
Bentuk ME pada Aspek Farmasetis
n=jumlah pengamatan fase preparasi
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan Tabel II, eror jenis pelarut tidak ditemukan di Bangsal “A”eror volume
pelarut adalah bentuk eror pada aspek farmasetis yang paling umum terjadi baik di Bangsal
“A” maupun Bangsal “B”, sedangkan untuk kasus eror jenis pelarut tidak ditemukan.
Medication Error pada aspek farmasetis lain yang mucul selama observasi adalah obat tidak
tercampur homogen. Homogenitas obat hasil preparasi yang dapat dinilai adalah obat yang
semula berbentuk serbuk dan melalui tahap preparasi menjadi sediaan injeksi atau infus
intravena. Di Bangsal “A” Terdapat 6 kasus (18,18%) obat tidak tercampur homogen,
sedangkan di Bangsal “B” ditemukan 2 kasus (8%) obat tidak tercampur homogen. Obat
tidak tercampur homogen dengan pelarutnya karena perawat kurang optimal dalam
menggojog vial yang berisi serbuk obat dan aqua pro injection sebagai pelarutnya. Partikel
serbuk obat yang masih terlihat dalam larutan dan gumpalan serbuk obat yang masih
menempel di dinding-dinding vial serta di dasar vial tersebut tentunya dapat mempengaruhi
dosis obat karena tidak semua obat terlarut dengan baik. Obat yang diberikan secara injeksi
dapat menyebabkan emboli bila tidak terlarut dengan sempurna. Partikel obat yang tidak
larut tersebut dapat menempel di pembuluh darah dan dapat menyebabkan sumbatan (Lehne,
2013). Bila darah tidak dapat teralirkan dengan baik ke organ-organ penting karena adanya
sumbatan, maka organ-organ tersebut dapat kehilangan beberapa atau bahkan seluruh
fungsinya. Kondisi paling serius yang dapat disebabkan oleh karena embolisme adalah
stroke dan pulmonary embolism (NHS Choice, 2015).
Tabel III. Contoh Kejadian Eror Volume Pelarut di Kedua Bangsal
Antibiotika
Ceftriaxone 1 g
Ceftriaxone 2 g (infus)
Ceftazidime 1 g (iv bolus)
Ceftazidime 1 g (infus)
Cefotaxime 1 g
Meropenem 1 g
Vicillin-SX® (Ampicillin &
Sulbactam)1500mg
Cebactam®(Cefoperazone &
Sulbactam)1 g
Bangsal “A” (n=33)
Volume Pelarut
Referensi
(mL) yang
Volume
Ditambahkan
Pelarut (mL)
Saat Observasi
10 *
< 10
*
± 40
10
*
10
5
*)
100
100
*
minimal 4
5
*
20
< 20
*
2,8
5
3,4*
5
Total
5
Frekuensi Eror
Volume Pelarut
21
1
2
0
0
2
1
1
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Antibiotika
Ceftriaxone 1 g
Ceftriaxone 2 g
Zistic® (Azithromycin) 0,5 g
Cefoperazone 1 g
Anbacim® (Cefuroxime
Sodium) 1 g
Vancep®
(Vancomycin) 0,5 g
Fosmicin® (Fosfomycin) 1g
Ceftazidime 1g (iv bolus)
Bangsal “B”(n=25)
Volume Pelarut
Referensi
(mL) yang
Volume
Ditambahkan
Pelarut (mL)
Saat Observasi
10 *
< 10
*
± 40
100
*
250 / 500
< 250
*
5
7
*
12
7
9,7 aqua
+100 NS**)
100-500 *
10 *
Frekuensi Eror
Volume Pelarut
17
1
2
1
1
8
1
8
8
1
1
25
Total
n= jumlah pengamatan fase preparasi
* = Leaflet kemasan obat
*) = AHSF Drug Information Essentials (American Society of Health System Pharmacist, 2011)
**) = Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika (Depkes, 2009b)
Pada Tabel III. pedoman utama yang digunakan untuk melihat volume pelarut obat
adalah leaflet kemasan obat. Leaflet kemasan obat menjadi pedoman utama karena
spesifikasi obat dengan zat aktif yang sama yang dibuat oleh tiap pabrik obat dapat berbeda.
Perbedaan spesifikasi tersebut dapat menghasilkan rekomendasi yang berbeda pula pada
volume pelarut. Apabila peneliti tidak menemukan informasi volume pelarut yang
direkomendasikan di dalam leaflet kemasan obat, maka peneliti melihatnya di pedoman
lainnya seperti AHSF Drug Information Essentials (American Society of Health System
Pharmacist, 2011) atau Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan
Sitostatika (Depkes, 2009b).
Persentase eror volume pelarut di Bangsal “A” mencapai 84,84% dari total 33 fase
preparasi yang berhasil diamati, sedangkan di Bangsal “B” mencapai 100% dari total 25 fase
preparasi. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Abbasinaazari, Talasaz, Mousavi dan Toranposhti (2013) di bangsal orthopedic, general
surgery dan gastroenterology Rumah Sakit Pendidikan Tehran yang menunjukkan
persentase eror jenis pelarut dan eror volume pelarut berturut-turut adalah 12,9% dan 8,4%.
Salah seorang perawat di Bangsal “A” menyatakan bahwa volume pelarut yang ditambahkan
kedalam vial yang berisi serbuk obat adalah berdasarkan kebiasaan perawat di bangsal
tersebut. Sebagai contohnya, berdasarkan hasil pengamatan seorang perawat di Bangsal “A”
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terbiasa dengan menambahkan volume pelarut sebanyak 5 mL untuk rekonstitusi antibiotika
ceftriaxone dan Cebactam® (Coperazone & Sulbactam) dengan rute pemberian berupa
injeksi intravena. Hal tersebut tidak sesuai dengan rekomendasi dari leaflet kemasan obat.
Berdasarkan leaflet kemasan obat masing-masing antibiotika direkonstitusi dengan volume
pelarut tertentu. Untuk ceftriaxone dan Cebactam® (Coperazone & Sulbactam), volume
pelarut yang seharusnya ditambahkan berturut-turut adalah 10 mL dan 3,4 mL. Pada saat
observasi di Bangsal “B” ditemukan bahwa Vancep® dengan zat aktifnya adalah vancomycin
dilarutkan dengan aqua pro injection sejumlah 8 mL dan disiapkan sebagai sediaan injeksi
bolus, sedangkan berdasarkan pedoman Depkes vancomycin harus diencerkan terlebih
dahulu dan diberikan dalam sediaan intravena drip intermittent (Depkes RI, 2009b).
Pemberian vancomycin secara injeksi bolus dihindari oleh karena konsentrasi yang tinggi
dari vancomycin dapat menyebabkan iritasi dan rasa sakit pada vena (Levison dan Levison,
2009). Selain itu obat intravena lain dengan osmolaritas yang tinggi dan pH larutan yang
ekstrim dapat menyebabkan ekstravasasi yang dapat menyebabkan rasa sakit (Depkes RI,
2009b). Rasa sakit yang timbul tersebut kemudian dapat merugikan pasien.
Volume pelarut yang melebihi rekomendasi ditemukan baik di Bangsal “A” maupun
Bangsal “B”. Sebagai contohnya, di Bangsal “A” Viccillin-SX® dengan zat aktifnya
ampicillin-sulbactam dilarutkan dengan 5 mL aqua pro injection, sedangkan rekomendasi
dari leaflet kemasan obat adalah dengan menambahkan 2,8 mL SWFI (Sterile Water for
Injection). Di bangsal “B” ditemukan seorang perawat menambahkan 100 mL NS (Normal
Saline) untuk melarutkan 2 gram Ceftriaxone, sedangkan berdasarkan leaflet kemasan obat
volume pelarut yang seharusnya ditambahkan adalah kurang lebih 40 mL. Penambahan
volume yang berlebih tersebut membuat konsentrasi obat menjadi lebih rendah sehingga
dapat menurunkan pula dosis dan aktifitas obat. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh
Kohanski, DePrito dan Collins (2010) diketahui bahwa konsentrasi sublethal dari antibiotika
dapat memicu mutagenesis dengan menstimulasi produksi Reactive Oxygen Species (ROS).
Hal tersebut dapat menghasilkan mutan strain yang sensitif terhadap pemberian antibiotika
tersebut namun menjadi resisten terhadap antibiotika lainnya atau disebut juga dengan
kejadian Multi Drug Resistant (MDR).
Eror yang terjadi dapat diakibatkan oleh karena pengetahuan farmakologi yang
dimiliki perawat masih kurang (Ehsani, Cheraghi, Nejati, Salarai, Esmaeilpoor, dan Nejad,
2013). Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan terjadinya eror dalam penambahan
volume pelarut adalah menyediakan informasi terkait jumlah volume pelarut yang
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diperlukan untuk masing-masing obat di setiap bangsal. Tenaga farmasis dapat berperan
untuk menyediakan informasi tersebut, dengan demikian perawat dapat dengan mudah
melihat informasi volume pelarut yang sudah dibuat sebelumnya.
Di kedua bangsal, preparasi obat dilakukan tidak hanya untuk antibiotika saja namun
juga dilakukan untuk obat jenis lainnya dan selama observasi berlangsung sering djumpai
perawat harus melakukan preparasi obat intravena dalam jumlah yang cukup banyak serta
memiliki tugas lainnya yang harus segera diselesaikan. Hal tersebut dapat menyebakan
kurangnya konsentrasi selama preparasi berlangsung. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh
Petrova, et al (2010) dan Mahmood, Chaudhury dan Valente (2011) dengan melibatkan
perawat sebagai subjek penelitian didapatkan bahwa kondisi fisik perawat yang lelah
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan Medication Error.
Medication Error Aspek Prosedural
Tabel IV. Jumlah Persentase Tiap Bentuk Eror pada Aspek Prosedural
Bangsal “A”
Bangsal “B”
(n = 33)
( n = 25)
1. Tidak ada nama pasien
33 (100%)
0 (0%)
2. Tidak ada nama obat
33 (100%)
6 (24%)
3. Tidak tercantum dosis
33 (100%)
25 (100%)
33 (100%)
25 (100%)
1. Tidak mencuci tangan
4 (12,12%)
4 (16%)
2. Tidak menggunakan masker
10 (30,30%)
19 (76%)
3. Tidak menggunakan sarung tangan
1 (3,03%)
25 (100%)
4. Tidak membersihkan tempat preparasi
33 (100%)
25 (100%)
32 (96,97%)
14 (56%)
1 (3,03%)
4 (16%)
Bentuk eror pada aspek prosedural
Prosedur Labelling
4. Tidak
tercantum
tanggal
dan
waktu
preparasi
Prosedur Aseptis
5. Vial
tidak
didesinfeksi
menggunakan
alkohol 70 %
6. Tidak melakukan ANTT (aseptic non touch
technique)
n= jumlah pengamatan fase preparasi
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Medication Error pada aspek prosedural dalam prosedur labelling termasuk tidak
tercantumnya nama pasien, nama obat, dosis serta waktu dan tanggal preparasi pada syringe
dan kantong infus. Selama observasi berlangsung, perawat di bangsal “A” tidak melakukan
prosedur labelling seperti yang dapat dilihat pada Tabel IV. Syringe atapun kantong infus
yang berisi obat hasil preparasi tidak diberi label. Hasil menunjukkan dari 33 fase preparasi
yang diamati di bangsal “A” terdapat 100% eror yakni perawat tidak mencantumkan nama
pasien, nama obat, dosis serta waktu dan tanggal preparasi pada syringe dan kantong infus.
Di bangsal “A” vial, syringe dan kantong infus diletakan di kotak khusus sesuai dengan
nomor kamar pasien. Dalam melakukan preparasi antibiotika intravena, perawat mengetahui
informasi mengenai obat yang seharusnya dipreparasi dari buku injeksi. Buku injeksi
tersebut memuat informasi mengenai nama pasien, nomor kamar, obat intravena yang akan
dipreparasi dan jam pemberian obat intravena tersebut. Dalam mengadministrasikan
antibiotika intravena, perawat dibantu dengan buku injeksi yang dibawa saat datang ke
ruangan pasien. Antibiotika intravena yang diadministrasikan cukup banyak dan sering pula
diadministrasikan oleh 2 orang perawat atau lebih. Terkadang perawat harus bergantian
untuk melihat buku injeksi. Hal tersebut kurang praktis oleh karena perawat harus berkalikali melihat buku injeksi untuk memastikan apakah obat yang diterima oleh pasien benar
saat administrasi antibiotika intravena. Terlebih apabila terdapat beberapa perawat yang
bertugas mengadministrasikan obat maka perawat akan saling bergantian untuk melihat
buku injeksi tersebut. Untuk memudahkan perawat dalam mengadministrasikan antibiotika
intravena, upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan label pada setiap syringe ataupun
kantong infus yang dicantumkan secara lengkap dan jelas.
Selama observasi di Bangsal “B” ditemukan pula bahwa syringe atau pun kantong
infus yang berisi hasil obat preparasi ditempatkan pada suatu kotak khusus sebelum
diadministrasikan kepada pasien. Perbedaanya dengan Bangsal “A” adalah perawat di
bangsal “B” selalu memberikan label yang tertulis nama pasien pada syringe atau pun
kantong infus. ME aspek prosedural pada prosedur labelling yang berhasil diamati di bangsal
“B” adalah 6 kasus (24%) tidak tercantum nama obat, 25 kasus (100%) tidak tercantum dosis
dan 25 kasus (100%) tidak tercantum waktu dan tanggal preparasi. Pada saat pengamatan
ditemukan bahwa obat-obat antibiotika intravena dengan jam pemberian yang berbeda
dipreparasi pada jam yang sama yakni sekitar pukul 17.30 WIB. Obat dengan resiko tinggi
mengalami Medication Error adalah obat yang tidak diadministrasikan dengan segera
setelah preparasi dan resiko tersebut dapat meningkat secara signifikan apabila label yang
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diberikan tidak cukup jelas (Strbova, Mackova, Miksova dan Urbanek, 2015). Oleh karena
stabilitas antibiotika intravena yang bervariasi, pemberian label yang mencantumkan waktu
dan tanggal preparasi penting untuk mengecek apakah obat yang dipreparasi masih stabil
saat pemberian obat. Sebagai contoh, antibiotika intravena ceftriaxone stabil selama 3 hari
dalam suhu 25o C, sedangkan antibiotika intravena lainnya yang stabil selama 24 jam dalam
suhu 25oC adalah fosfomicin (Depkes RI, 2009b).
Berdasarkan Pedoman Dispensing Sediaan Steril (Depkes, 2009a), prosedur
dispensing sediaan steril dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) dan apabila tidak terdapat
fasilitas LAF maka prosedur dispensing sediaan steril dilakukan dalam kondisi khusus
dengan memperhatikan beberapa hal. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah ruag
preparasi yang digunakan merupakan ruang khusus yang paling bersih dan khusus untuk
sediaan steril saja. Namun demikian, berdasarkan pengamatan di Bangsal “A” ruang
preparasi yang digunakan tidak secara khusus untuk sediaan steril saja oleh karena terdapat
peralatan medis yang sebenarnya tidak diperlukan selama proses preparasi berlangsung.
Kemudian hal lainnya yang harus diperhatikan selama dispensing sediaan steril berdasarkan
pedoman (Depkes, 2009a) adalah meja kerja harus jauh dari pintu. Hal tersebut tidak sesuai
dengan praktek dispensing sediaan steril di Bangsal “B” oleh karena preparasi dilakukan di
area yang dekat dengan pintu dan terkadang preparasi dilakukan di ruang dengan area meja
kerja preparasi dekat dengan toilet.
Medication Error pada aspek prosedural lainnya yang diteliti yakni eror pada
prosedur aseptis. Selama observasi di Bangsal “A” eror pada prosedur aseptis meliputi 4
orang perawat tidak mencuci tangan (12,12%), 10 orang perawat tidak menggunakan masker
(30,30%), 1 orang perawat tidak menggunakan sarung tangan (3,03%), 33 orang perawat
tidak membersihkan tempat preparasi (100%), vial obat tidak didesinfeksi dengan
menggunakan alkohol oleh 32 orang perawat (96,97%) dan 1 orang perawat tidak melakukan
ANTT (3,03%). Di Bangsal “B” ditemukan 4 orang perawat tidak mencuci tangan (16%),
19 orang perawat tidak menggunakan masker (76%), 25 orang perawat tidak menggunakan
sarung tangan (100%), 25 orang perawat tidak membersihkan tempat preparasi (100%), vial
obat tidak didesinfeksi dengan menggunakan alkohol oleh 14 orang perawat (56%) dan 4
orang perawat tidak melakukan ANTT (16%).
Baik di Bangsal “A” dan Bangsal “B” tersedia sarung tangan dan masker untuk
perawat. Namun dalam praktek preparasi antibiotika intravena yang memerlukan metode
aseptis, masih terdapat perawat yang tidak menggunakan sarung tangan dan masker. Selain
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masker dan sarung tangan, sabun antiseptik maupun handrub juga disediakan di kedua
bangsal yang letaknya mudah dijangkau oleh perawat. Namun demikian, berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian perawat tidak mencuci tangan terlebih dahulu.
Selama pengamatan berlangsung, perawat di kedua bangsal tidak membersihkan
tempat preparasi. Hasil penelitian di kedua bangsal yang menunjukkan bahwa selama fase
preparasi yang diamati perawat tidak membersihkan tempat preparasi, serupa dengan
penelitian yang dilakukan oleh Cousins, Sabatier, Begue, Schmitt, dan Tichy (2005) bahwa
fase preparasi yang dilakukan oleh perawat di enam departemen di Rumah Sakit Inggris
tidak dilakukan dengan terlebih dahulu membersihkan area preparasi. Tempat preparasi yang
digunakan di kedua bangsal adalah suatu kotak khusus yang diletakan diatas sebuah meja.
Biasanya perawat di kedua bangsal menata kotak-kotak tersebut kemudian langsung
membagikan vial obat dan syringe beserta jarumnya di masing-masing kotak. Terkadang di
Bangsal “B”, meja yang digunakan pun penuh dengan bahan medis lainnya yang tidak
diperlukan sehingga membuat meja menjadi penuh dan dapat mengganggu perawat dalam
menyiapkan sediaan antibiotika intravena.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Thompson, Bowdey, Brett, dan Cheek (2015)
yang dilakukan untuk mengobservasi tingkat keamanan pengobatan injeksi pada layanan
kesehatan rawat jalan didapatkan bahwa 78,4% vial obat didesinfeksi dengan menggunakan
alkohol. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di pelayanan kesehatan rawat jalan
tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di kedua bangsal yang menunjukkan
persentase yang lebih besar dari 50% untuk vial obat yang tidak didesinfeksi dengan alkohol.
Salah satu bentuk eror dalam prosedur aseptis yakni tidak melakukan ANTT (Aseptic
Non Touch Technique). Kriteria ANTT yanag dimaksud dalam penelitian adalah tidak
menyentuh syringe-tips, jarum suntik dan bagian atas vial. Di bangsal “A” ditemukan kasus
yang sangat berpotensi untuk menyebabkan kontaminasi. Kasus tersebut adalah seorang
perawat yang menggunakan sarung tangan tertusuk oleh jarum suntik hingga berdarah dan
kemudian jarum suntik tersebut digunakan untuk menyuntikkan obat pada pasien. Di bangsal
“B” ditemukan seorang perawat memukulkan ujung vial ke arah telapak tangan dengan
tujuan supaya serbuk obat dalam vial tercampur secara merata dengan pelarutnya, namun
hal tersebut justru menyebabkan area karet vial yang semestinya tidak tersentuh menjadi
tersentuh oleh tangan. Karet vial yang tersentuh tangan tersebut kemudian bersentuhan
dengan jarum suntik dan memungkinkan kontaminasi dari karet vial akan mengenai jarum
suntik tersebut.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Prosedur aseptis penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan ketika perawat sedang
melakukan tahap preparasai antibotika intravena. Jika preparasi dilakukan secara tidak
aseptis besar kemungkinan kontaminasi akan terjadi dan dapat mengancam keselamatan
pasien. Bedasarkan laporan kasus dari Jerman diketahui bawa dua pasien meningitis
meninggal dunia setelah pemberian injeksi suatu obat yang terkontaminasi oleh karena
penanganan metode aseptis yang rendah (cit. Mattner dan Gastmeier, 2004). Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan perawat tidak mengikuti prosedur preparasi sediaan intravena
sehingga dapat memicu terjadinya Medication Error adalah beban kerja yang terlalu tinggi
dan masih rendahnya kemampuan perawat dalam menjalankan tugas yang lebih dalam suatu
waktu (Keers, Williams, Cooke dan Ashcroft, 2015).
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu kemungkinan terjadi bias karena subjek
merasa diamati atau diperhatikan selama melakukan preparasi antibiotika intravena yang
dapat mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu, penilaian dapat bersifat subjektif terhadap
homogenitas antibiotika hasil preparasi. Penelitian yang dilakukan secara observasional di
dua bangsal yang berbeda juga memiliki kelemahan lainnya yakni peneliti mudah lelah dan
dapat berakibat pada kurangnya konsentrasi selama proses observasi. Penelitian hanya
berfokus pada eror selama proses preparasi antibiotika intravena tanpa mencoba
menganalisis dampak dari setiap eror yang terjadi. Penelitian ini dilakukan tanpa
menganalisis penyebab ME fase preparasi dari aspek perawat sebagai tenaga kesehatan.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menggali lebih lanjut mengenai lembar observasi
Medication Error, seperti misalnya menambahkan informasi yang belum tersedia di dalam
penelitian yaitu terkait data stabilitas obat saat akan diadministrasikan.
KESIMPULAN
Eror volume pelarut, prosedur labelling dan tidak membersihkan tempat preparasi
berkontribusi tinggi menyebabkan Medication Error fase preparasi. Upaya yang dapat
dilakukan untuk meminimalkan kejadian ME fase preparasi yakni tenaga farmasi yang
memiliki kompetensi dalam dispensing sediaan steril dapat melakukan pelatihan ataupun
sosialisasi bagi perawat mengenai prosedur preparasi antibiotika intravena, sehingga
perawat dapat lebih berhati-hati pada langkah-langkah selama preparasi antibiotika intravena
yang berkontribusi tinggi menyebabkan eror.
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Abbasinaazari, M., Talasaz, A.H., Mousavi, Z., dan Toranposhti, S.Z., 2013. Evaluating the
Frequency of Errors in Preparation and Administration of Intravenous Medication in
Orthopedic, General Surgery and Gastroenterology Wards of a Teaching Hospital in
Tehran. Irianian Journal of Pharmaceutical Research, 12(1), 229-234.
Anderson, P. dan Townsend, T., 2015. Preventing high-alert medication errors in hospital
patients. American Nurse Today, 10(5), 18-23.
Bleich, S., 2005. Medical Errors: Five Years After The IOM Report. Issue brief
(Commonwealth Fund), 830, 1–15.
Cousins, D., Dewsbury, C., Matthew, L., Nesbitt, I., Warner, B., Chamberlain, J., et al.,
2007. Safety in doses: Medication Safety Incidents in the NHS. National Patient
Safety Agency, 9-11.
Cousins, D.H., Sabatier, B., Begue, D., Schmitt, C., dan Tichy, T.H., 2005. Medication
Errors in Intravenous Drug Preparation and Administration: A Multicentre Audit in
The UK, Germany and France. Qual Saf Health, 14, 190-195.
Departemen Kesehatan RI, 2008. Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan
Pasien (Patient Safety). Bakti Husada. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2009a.
Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Bakti
Husada. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2009b. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan
Sediaan Sitostatika. Bakti Husada. Jakarta.
Dwiprahasto, I., 2006, Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko Medication Error
di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Berkala Ilmu Kedokteran, 38(1), 8.
Ehsani, S.R., Cheraghi, M.A., Nejati, A., Salarai, A., Esmaeilpoor, A.H., dan Nejad E.M.,
2013. Medication Errors of Nurses in The Emergency Department. J Med Ethics
Hist Med, 6(11), 1-7.
Fahimi, F., Ariapanah, P., Faizi, M., Shafagi, B., Namdar, R. dan Ardakani, M.T., 2008.
Errors in Preparation and Administration of Intravenous Medications in The
Intensive Care Unit of a Teaching Hospital: An Observational Study. Elsevier, 21,
110-116.
Ferner, R.E., dan Aronson, J.K., 2006. Clarification of Terminology in Medication Errors:
Definitions and Classification. Drug Saf, 29, 22-1011.
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gahart, B.L., dan Nazareno, A.R., 2014. Intravenous Medications: A Handbook for Nurses
and Health Professionals. Elsevier, 258.
Keers, R.N., Williams, S.D., Cooke J., dan Ashcroft, D.M., 2015. Understanding the Cause
of Intravenous Medication Administration Errors in Hospital: A Qualitative Critical
Incident Study. BMJ OPEN, 1-10.
Kohanski, M.A., DePristo, M.A., dan Collins, J.J., 2010. Sublethal Antibiotic Treatment
Leads to Multidrug Resistance via Radical-Induced Mutagenesis. Molecular Cell,
37, 311-320.
Kementrian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi
Antibiotik. Bakti Husada. Jakarta.
Lehne, R.A., 2013. Pharmacology for Nursing Care 8th Edition. St. Louis, Missouri:
Elsevier.
Levison, M.E., dan Levison, J.H., 2009. Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of
Antibacterial Agents. Infect Dis Clin North Am, 23(4), 791-815.
American Society of Health-System Pharmacist, 2011. AHSF Drug Information Essentials.
Bethesda, Maryland
Mahmood, A., Chaudhury, H., dan Valente, M., 2011. Nurses’ Perceptions of How Physical
Environment Affects Medication Errors in Acute Care Setting. Applied Nursing
Research, 24, 229-237.
Mattner, F., dan Gastmeier, P., 2004. Bacterial Contamination of Multiple-Dose Vials: A
Prevalence Study. Association for Professionals in Infection Control and
Eidemlogy, Inc, 32(1), 12-16.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Nguyen, H.T., Nguyen, T.D., Heuvel, E.R.V.D., Ruskamp, F.M.H. dan Taxis, K., 2015.
Medication Error in Vietnamese Hospitals: Prevalence, Potential Outcome and
Associated Factors. PLOS ONE, 10(9), 1-12.
NHS
Choice,
2015.
http://www.nhs.uk/conditions/Embolism/pages/introduction.aspx.
tanggal 17 Desember 2016.
14
Embolism.
Diakses
pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
NHS,
2007.
Promoting
Safer
Use
of
Injectable
Medicines.
http://www.npsa.nhs.uk/EasySiteWeb/GatewayLink.aspx?alId=2265. Diakses pada
tanggal 21 April 2016.
Ong, W.M., dan Subasyini, S., 2013. Medication Errors in Intravenous Drug Preparation
and Administration. Med J Malaysia, 68(1), 52–57.
Pertiwi, S.M., 2014. Medication Error Resep Obat Racikan Pasien Pediatri Rawat Inap di
RSUP Dr.Sardjito pada Periode Februari 2014 (Tinjauan Fase Dispensing dan Fase
Administration). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Petrova., et al., 2010. Nurses’ Perceptions of Medication Errors in Malta. Nursing Standard,
24(33), 41-48.
Salmasi, S., Khan, T.M., Hong, Y.H., Ming, L.C. dan Wong, T.W., 2015. Medication
Errors in the Southeast Asian Countries: A Systematic Review. PLOS ONE, 10(9),
1-19.
Strbova, P., Mackova, S., Miksova, Z., dan Urbanek, K., 2015. Medication Errors in
Intravenous Drug Preparation and Administration: A Brief Review. J Nurse Care,
4(5), 1-5.
Thompson, D., Bowdey, Brett, L., dan Cheek J., 2015. Using Medical Student Observers of
Infection Prevention, Hand Hygiene, and Injection Safety in Outpatient Setting: A
Cross-Sectional Survey. American Journal of Infection Control, 1-7.
U.S.Food and Drug Administration (FDA), 2016. Avoiding Medication Mistakes.
http://www.fda.gov/ForConsumers/ConsumerUpdates/ucm048644.htm.
Diakses
pada tanggal 17 Maret 2016.
Westbrook, J.I., Rob, M.I., Woods, A., dan Parry, D, 2011. Error in The Administration of
Intravenous Medications in Hospital and The Role of Correct Procedures and Nurse
Experience. BMJ Qual Saf, 20, 1027-1034.
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1. Surat Izin Studi Pendahuluan
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian (BAPPEDA)
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3. Ethical Clearance
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian (Rumah Sakit “X”)
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5. Informed Consent
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6. Lembar Observasi Medication Error Fase Preparasi
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Medication Error pada
Penggunaan Antibiotika Intravena untuk Pasien Dewasa
Rawat Inap Di Rumah Sakit “X” (Fase Preparasi)”
bernama Sekar Larasati. Anak pertama dari pasangan
Teguh Haryanto dan Agnes Susilowati. Penulis lahir di
Purbalingga, 10 Oktober 1995. Pendidikan formal yang
ditempuh penulis dimulai di TK Santa Maria (19992001). Pendidikan dilanjutkan ke SD Pius Purbalingga
(2001-2007), setelah itu dilanjutkan ke SMP Santo
Borromeus (2007-2010), pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Purbalingga
(2010-2013). Kemudian pendidikan dilanjutkan hingga perguruan tinggi di
Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis terlibat dalam berbagai
kepanitian di dalam kampus, antara lain menjadi anggota divisi dana dan usaha
Seminar Nasional JMKI (2013), anggota divisi dana dan usaha Paingan Festival
2014 (2014), anggota divisi medis Sanata Dharma Championship (2015), anggota
divisi kesekretariatan Kegiatan Pengambilan Sumpah/Janji Apoteker Angkatan
XXVIII (2015) dan anggota divisi konsumsi Donor Darah JMKI 2015 (2015).
Selain itu, penulis juga pernah menjalankan PKM-M yang didanai oleh DIKTI
dengan judul program “GRANAT DARIKU” Gerakan Anak-Anak Tunagrahita
Peduli Kesehatan Diri dan Lingkungan Bagi SLB C1 Panti Asih Pakem Yogyakarta
(2016).
23
Download