7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori Medis 1. Definisi BBLR Sejak

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori Medis
1. Definisi BBLR
Sejak tahun 1961WHO telah mengganti istilah premature baby
dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah = BBLR).
Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500
gram pada waktu lahir bayi premature (Prawirohardjo, 2007: 771).
Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi (Kosim, dkk, 2008: 12).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat
badan dibawah 2500 gram pada saat lahir (Fraser, 2009: 761).
Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Proverawati dan Cahyo,
2010: 01).
2. Tanda- tanda BBLR.
d. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
e. Berat badan sama atau kurang dari 2500 gram.
f. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala
sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau
kurang dari 30 cm.
7
8
g.
Rambut lanugo masih banyak.
h. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
i. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya.
j. Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
k. Genetalia belum sempurna, labia minor belum tertutup oleh labia
mayor, klitoris menonjol (Pada bayi perempuan). Testis belum turun
kedalam skortum. Pigmentasi dan rugue pada skortum kurang (Pada
bayi laki- laki).
l. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya
lemah.
m. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
n. Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan
jaringan lemak masih kurang.
o. Vernik kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada.
p. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya
lemah.
q. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
r. Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan
jaringan lemak masih kurang.
s. Vernik kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada.
3. Faktor- faktor penyebab BBLR (Proverawati dan Cahyo, 2010: 05):
a. Faktor Ibu:
1) Penyakit:
9
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia sel berat,
perdarahan
ante
partum,
hipertensi,
preeklamsia
berat,
eklamsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung kemih
dan ginjal).
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
HIV/ AIDS, TORCH.
2) Ibu:
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada
usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Kehamilan ganda (multi gravida).
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dari
pada janin pada kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang
sama. Sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan janin
kembar sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah itu,
kenaikan berat badan lebih kecil, mungkin karena regangan
yang berlebihan menyebabkan peredaran darah plasenta
berkurang. Berat badan satu janin pada kehamilan kembar ratarata 1000 gram lebih ringan daripada janin kehamilan tunggal.
Berat badan bayi yang baru lahir umumnya pada kehamilan
kembar kurang dari 2500 gram. Suatu faktor penting dalam hal
ini ialah kecenderungan terjadinya partus prematurus (Hidayati,
2009).
10
c) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
d) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi:
a) Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial rendah.
b) Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat.
c) Keadaan gizi yang kurang baik.
Kekurangan gizi selama hamil akan berakibat buruk
terhadap janin. Penentuan status gizi yang baik yaitu dengan
mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikkan berat
badan selama hamil. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat
memengaruhi
proses
pertumbuhan
janin
dan
dapat
menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia. Intra
partum (mati dalam kandungan) lahir dengan berat badan
rendah (BBLR). Pertambahan berat badan selama kehamilan
rata-rata 0,3-0,5 kg/ minggu. Bila dikaitkan dengan usia
kehamilan, kenaikan berat badan selama hamil muda 5 kg,
selanjutnya tiap trimester (II dan III) masing-masing bertambah
5 kg. Pada akhir kehamilan, pertambahan berat badan total
adalah 9-12 kg. Indikator lain untuk mengetahui status gizi ibu
hamil adalah dengan mengukur LLA (Lingkar Lengan Atas).
LLA kurang dari 23,5 cm merupakan indikator kuat untuk
11
status gizi yang kurang/ buruk. Ibu berisiko untuk melahirkan
anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Dengan
demikian, bila hal ini ditemukan sejak awal kehamilan, petugas
dapat
memotivasi
ibu
agar
ia
lebih
memperhatikan
kesehatannya (Hidayati, 2009).
d) Pengawasan antenatal yang kurang.
e) Kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan
yang tidak sah, yang ternyata lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi yang lahir dari perkawinan sah.
4) Sebab lain:
a) Ibu perokok.
b) Ibu peminum alkohol.
c) Ibu pecandu obat narkotika.
d) Penggunaan obat antimetabolik.
b. Faktor janin:
1) Kelainan kromosom (trisomy autosomal).
2) Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan).
3) Disautonomia familial.
4) Radiasi.
5) Kehamilan ganda/ kembar (gemeli).
6) Aplasia pancreas.
c. Faktor plasenta:
1) Berat plasenta berkurang atau berongga/keduanya (hidramnion).
12
2) Luas permukaan berkurang.
3) Plasenta vilus (bakteri, virus dan parasi).
4) Infark
5) Tumor (korioanginoma, mola hidatidosa).
6) Plasenta yang lepas.
7) Sindrom plasenta yang lepas.
8) Sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik).
d. Faktor lingkungan:
1) Bertempat tinggal di dataran tinggi.
2) Terkena radiasi.
3) Terpapar zat beracun.
4. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan cara menimbang bayi baru lahir dan sesuai
dengan beratnya, maka bayi akan digolongkan dalam BBLR (bayi berat
lahir rendah) atau BBLSR (bayi berat lahir sangat rendah) dan bayi berat
lahir ekstrem rendah (BBLER) (Prawirohardjo, 2010a: 377).
5. Klasifikasi
a. Klasifikasi berat lahir rendah yaitu:
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan di
bawah 2500 gram pada saat lahir.
2) Bayi berat badan sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat
badan di bawah 1500 gram pada saat lahir.
13
3) Bayi dengan berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) adalah
Bayi dengan berat badan di bawah 1000 gram pada saat lahir.
(Fraser, dkk, 2009: 761).
b. Klasifikasi menurut masa gestasi yaitu:
1) Bayi kurang bulan (BKB)
Bayi dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari)
a) Faktor penyebab (Dewi, 2010: 7):
(1) Ibu mengalami perdarahan antepartum, trauma fisik/
psikologis, dan DM, atau usia ibu masih terlalu muda (< 20
tahun) dan multigravida dengan jarak kehamilan yang
hebat.
(2) Keadaan sosial ekonomi rendah.
(3) Kehamilan ganda/ hidramnion.
b) Ciri- ciri:
(1) berat kurang < 2500 gram.
(2) Lingkar dada < 30 cm.
(3) Panjang badan < 45 cm.
(4) Lingkar kepala < 33 cm.
(5) Kepala lebih besar dari badannya.
(6) Kulitnya tipis transparan dan banyak lanugo.
(7) Lemak subkutan minimal.
14
2) Bayi cukup bulan (BCB)
Bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37- 42 minggu (259293 hari).
3) Bayi lebih bulan (BLB)
Bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari).
(Kosim, dkk, 2008: 12).
6. Tipe bayi BBLR yaitu:
a. Bayi dengan laju pertumbuhan intrauterin normal pada saat lahir:
Mereka kecil karena persalinan dimulai sebelum akhir 37 minggu
gestasi. Bayi premature ini tumbuh sesuai dengan masa gestasi mereka
(SMK).
b. Bayi dengan laju pertumbuhan intrauterin lambat dan yang dilahirkan
aterm atau lebih dari aterm:
Bayi aterm atau post- term ini pertumbuhannya kurang untuk usia
gestasi. Mereka kecil untuk masa gestasi (KMK).
c. Bayi dengan laju pertumbuhan intrauterin lambat dan sebagai
tambahan yang dilahirkan sebelum aterm:
Bayi premature ini kecil, baik karena persalinan dini maupun
pertumbuhan intra uterin yang terganggu. Mereka kecil untuk masa
kehamilan dan bayi premature.
d. Bayi yang dianggap besar untuk masa kehamilan (LGA) diberat badan
berapapun bila mereka berada di atas 90 persentil.
(Fraser, dkk, 2009: 761)
15
7. Masalah yang terjadi pada BBLR.
a. Masalah jangka pendek (Proverawati dan Cahyo, 2010: 10):
1) Gangguan metabolik.
a) Hipotermia
Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan system
pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang
(Proverawati dan Cahyo, 2010: 10).
Hipotermia didefinisikan sebagai suhu inti tubuh dibawah 36°C
(Rutter 1999). Saat suhu tubuh berada di bawah tingkat ini,
bayi beresiko mengalami stress dingin. Hal ini dapat
menyebabkan komplikasi, seperti peningkatan konsumsi
oksigen, produksi asam laktat, apnea, penurunan kemampuan
pembekuan darah, dan yang paling sering terlihat adalah
hipoglikemia (Fraser, dkk, 2009: 781).
Ciri- ciri bayi BBLR yang mengalami hipotermia:
(1) suhu tubuh < 32°C.
(2) mengantuk dan sukar dibangunkan.
(3) Menangis sangat lemah.
(4) Seluruh tubuh dingin.
(5) Pernafasan lambat.
(6) Pernafasan tidak teratus.
(7) Bunyi jantung lambat.
(8) Mengeras kaku (sklerema).
16
(9) Tidak mau menetek, sehingga beresiko dehidrasi.
(Proverawati dan Cahyo, 2010: 10)
Tanda- tanda stadium lanjut hipotermia:
(1) Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang.
(2) Bagian tubuh lainnya pucat.
(3) Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada
bagian punggung, kakidan tangan (sklerema).
Cara untuk mencegah kehilangan panas pada bayi BBLR
yaitu:
(1) Bayi harus segera dikeringkan.
(2) untuk mentransportasi bayi digunakan transport incubator
yang sudah hangat.
(3) Tindakan terhadap bayi dilakukan dibawah radiant warmer.
(4) Suhu lingkungan netral dipertahankan
(Nurhayati, 2009: 33).
Tindakan
umum
yang
dilakukan
untuk
mencegah
hipotermi, yaitu:
(1) Mengeringkan tubuh bayi, segera setelah lahir dengan
handuk/ kain yang hangat.
(2) Menyelimuti bayi terutama bagian kepala dengan kain yang
hangat (bayi di bungkus kain yang hangat dan diberi topi).
(3) Meletakkan bayi dilingkungan / ruang yang hangat tidak
kurang dari 25°C.
17
(4) Memastikan tangan selalu hangat pada saat memegang
bayi.
(5) Mengganti handuk, selimut, kain, popok, bedong yang
basah dengan yang bersih, kering, dan hangat.
(Nurhayati, 2009: 35).
Penatalaksanaan hipotermia pada BBLR adalah metode
kanguru dengan kontak kulit ke kulit yang berfungsi membantu
mempertahankan BBLR tetap hangat.
(Proverawati dan Cahyo, 2010: 10)
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam metode kanguru
(Maryunani dan Nurhayati, 2009: 37) :
(1) Posisi kanguru : posisi bayi diantara payudara, tegak, dada
bayi
menempel
kedada
ibu.posisi
bayi
kemudian
diamankan dengan kain panjang atau baju kanguru (dalam
hal ini bayi diletakkan dalam dekapan ibu dengan kulit
menyentuh kulit, posisi bayi tegak, kepala miring ke kiri
atau ke kanan). Apabila menggunakan baju kanguru/
kantung kanguru,posisi bayi adalah tegak/ vertikal pada
siang hari pada waktu ibu berdiri atau duduk dan posisi
bayi tengkurap atau miring pada malam hari pada waktu
ibu berbaring/ tidur. Keunggulan metode ini adalah bayi
mendapat sumber panas alami (36 - 37°C) langsung dari
kulit ibu., mendapatkan kehangatan udara dalam kantung/
18
baju ibu., serta asi menjadi lancar.dekapan ibu adalah
energy bagi bayi. Pada bayi berat badan lahir sangat rendah
(kurang dari 1000 gram) metode kanguru ditunda sampai
usia 2 minggu atau sampai keadaan bayi stabil.
(2) Nutrisi : waktu yang optimal untuk memulai menyusu ASI
tergantung pada masa kehamilannya.
(3) Dukungan : dukungan terutama diberikan kepada ibu
berupa fisik, emosional dan edukasi, yang sewaktu hamil
sebaiknya telah diberikan informasi tentang pentingnya
metode kanguru bagi bayi.
(4) Pemulangan
:
syarat
pemulangan
tergantung
pada
kesehatan bayi secara menyeluruh dalam kondisi baik dan
ibu mampu merawat bayinya.
(5) Harus ada konseling dan informed concent terlebih dahulu.
b) Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan masalah pada bayi yang sangat amat
premature yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara
intravena tetapi mungkin juga terjadi pada BBLR lainnya
(Proverawati dan Cahyo, 2010: 10).
c) Masalah pemberian ASI.
Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran
tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah,
lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Bayi dengan
19
BBLR sering mendapatkan ASI dengan bantuan (Pemberian
ASI dengan sonde/ pipet), membutuhkan pemberian ASI dalam
jumlah yang lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan
kehamilan ≥ 35 minggu dan berat lahir ≥ 2000 gram umumnya
bisa langsung menetek.
2) Gangguan imunitas.
a) Gangguan Imunologik.
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya
kadar Ig G, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif
belum sanggup membentuk antibodi dan daya fogositosis serta
reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena sistem kekebalan
tubuh bayi BBLR belum matang. Keluarga dan tenaga
kesehatan yang merawat bayi BBLR harus melakukan tindakan
pencegahan infeksi dengan mencuci tangan (Proverawati dan
Cahyo, 2010: 11).
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang
terbatas, seringkali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan
terhadap infeksi daripada bayi cukup bulan (Maryunani dan
Nurhayati, 2009: 26).
3) Gangguan pernafasan
a) Sindrom gangguan pernafasan.
Menurut Proverawati dan Cahyo (2010: 12), sindrom gangguan
pernafasan pada bayi BBLR adalah perkembangan imatur pada
20
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan (rati
lesitin atau sfingomielin kurang dari 2), pada paru- paru.
Penyebab sesak nafas pada neonatus dibagi dua yaitu: kelainan
medik: HMD, SAM (Sindroma aspirasi mekonium adalah
kumpulan gejala yang diakibatkan oleh terhisapnya mekonium
ke dalam saluran pernafasan bayi yang disebabkan oleh
peningkatan aktivitas usus janin), pneumonia atau kasus bedah
Choana atresia, fistula trachea oesophagus, empisema lobaris
kongenital. Gejala gangguan pernafasan dapat dikenali sebagai
berikut:
(1) Frekuensi nafas takhipneu (> 60 x / menit).
(2) Retraksi suprasternal dan substernal.
(3) Gerakan cuping hidung.
(4) Sianosis sekitar mulut dan ujung jari.
(5) Pucat dan kelelahan.
(6) Apneu dan pernafasan tidak teratur.
(7) Mendengkur.
(8) Pernafasan dangkal.
(9) Penurunan suhu tubuh.
Penatalaksanaan yang dilakukan dalam menangani bayi
BBLR dengan sindrom gangguan nafas, yaitu:
(1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
(2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
21
(3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
(4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
(5) Mencegah hipotermi.
(6) Mempertahankan cairan dan elektrolit.
b) Asfiksia
Bayi BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya
berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir
sehingga mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan
kecepatan dan keterampilan resusitasi (Proverawati dan Cahyo,
2010: 14).
(1) Klasifikasi tingkat asfiksia (Maryunani dan Nurhayati,
2009: 45) :
(a) Asfiksia Livida (Bebang Biru)
Dengan gejala warna kulit kebiru- biruan,tonus otot
cukup tegang dan denyut jantung cukup kuat, lebih dari
100x/menit.
(b) Asfiksia Palida (Bebang Putih)
Dengan gejala warna kulit putih, tonus otot lemas dan
denyut jantung cukup kurang dari 100x/menit.
(2) Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR((Maryunani
dan Nurhayati, 2009: 46) :
(a) Nilai APGAR 4 – 6, disebut asfiksia ringan-sedang.
Biasanya didapatkan frekwensi jantung lebih dari 100
22
x/ menit, tonus otot kurang baik atau baik, biru, refleks
masih ada.
(b) Nilai APGAR 0 – 3, disebut asfiksia berat. Biasanya
didapatkan frekwensi jantung kurang dari 100 x/ menit,
tonus otot buruk atau biru dan kadang – kadang pucat,
refleks rangsang tidak ada.
Tabel 2.1 Nilai APGAR Bayi Baru Lahir
Tanda
Appearance
(Warna kulit)
0
Blue
(seluruh biru/
pucat)
Pulse
(Denyut Jantung)
Grimace
(Refleks)
Absent
(Tidak ada)
None
(Tidak
Bereaksi)
Actifity
(Tonus Otot)
Limp
(Lumpuh)
Respiratory
Efforet
(Usaha Bernafas)
None
(Tidak Ada)
1
Body Pink, limbs
Blue
(Tubuh
Kemerahan,
Ekstermitas Biru)
< 100
2
All Pink
(Seluruh
Tubuh
Kemerahan)
Grimace (sedikit
gerakan)
Cry
(Reaksi
Melawan,
Menangis)
Good, Strong
Cry
(Menangis
Kuat)
Some Flexion of
Limb
(Ekstermitas
sedikit fleksi)
Slow Irregular
(Lambat, Tidak
Teratur)
> 100
(Rahardjo dan Marmi, 2012 : 48)
(3) Tindakan Khusus
(a) Asfiksia berat :
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten
melalui pipa indotrakeal, dapat dilakukan dengan tiupan
udara yang telah diperkaya oleh O2 yang diberikan tidak
30 cm H-20. Bila pernafasan spontan tidak timbul,
23
lakukan masase jantung dengan ibu jari yang menekan
pertengahan sternum 80-100 kali per menit.
(b) Asfiksia Ringan/ Berat
Pasang relkiek pernafasan (hisap lender, rangsang
nyeri)selama 30-60 detik.bila gagal lakukanpernafasan
kodok (frog breathing) 1-2 menit yaitu: kepala bayi
ekstensi maksimal beri O2 1-2 liter per menit melalui
kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung
serta gerakkan dagu keatas-bawah secara teratur 20 kali
per
menit.
Penghisapan
cairan
lambung
untuk
mencegah regurgitas.
(Proverawati dan cahyo, 2010: 41).
c) Apneu periodik (Henti nafas)
Organ paru- paru dan susunan saraf pusat yang belum
sempurna mengakibatkan kadang- kadang bayi berhenti
bernafas.
Hal
ini
perlu
pemantauan
secara
seksama
(Proverawati dan Cahyo, 2010: 14).
Penatalaksanaan apnea yaitu (Yongki, dkk. 2012: 135) :
(1) Amati bayi secara ketat terhadap periode apnea berikutnya
dan bila perlu rangsang pernafasan bayi dengan usap dada
dan punggung. Bila gagal, lakukan resusitasi dengan balon
dan sungkup.
24
(2) Bila bayi mengalami episode apnea lebih dari sekali,
sampai membutuhkan resusitasi tiap jam:
(a) Jangan memberi minum. Pasang jalur IV dan berikan
cairan IV kebutuhan rumatan perhari.
(b) Bila bayi tidak mengalami episode apnea dan tidak
memerlukan
resusitasi
selama
6
jam,
bayi
diperbolehkan menyusu. Bila tidak dapat menyusu
berikan ASI peras dengan salah satu cara alternatif
pemberian minum.
(3) Lakukan perawatan lekat atau kontak kulit bayi dan ibu
bila memungkinkan dengan cara ini serangan apnea bayi
berkurang dan ibu dapat mengamati bayinya secara ketat.
(4) Apabila sampel darah untuk pemeriksaan kultur dan
sensitivitas dan berikan antibiotika untuk penanganan
kemungkinan besar sepsis.
(5) Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari.
(6) Amati bayi 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan.
Jika tidak ada serangan apnea selama 7 hari, bayi minum
baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
(7) Untuk bayi yang sangat kecil (berat lahir < 1500 gram atau
umur kehamilan < 32 minggu), serangan apnea bisa
menetap meskipun cara- cara tersebut telah dilakukan dan
25
infeksi berat teratasi, berikan teofilin dosis awal 5 mg/kg
per oral dilanjutkan 2 mg/kg tiap 8 jam selama 7 hari.
(8) Jika teofilin tak tersedia atau pemberian per oral belum
memungkinkan, berikan aminofilin dosis awal 6 mg/kg IV
diteruskan 2 mg/kg IV tiap 8 jam selama 7 hari.
d) Paru belum berkembang
Menyebabkan bayi sesak nafas (asfiksia). Bayi BBLR baik
kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada
proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami
asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan kecepatan dan
keterampilan resusitasi.
e) Retrolental fibroplasia
Menurut Proverawati dan Cahyo (2010: 14), penyakit ini
ditemukan pada bayi prematur dimana disebabkan oleh
gangguan oksigen yang berlebihan. Pemberian oksigen dengan
konsentrasi tinggi (PaO2 lebih dari 115 mmHg: 15 kPa) maka
akan terjadi vaso konstriksi pembuluh darah retina. Kemudian
setelah bayi bernafas dengan udara biasa lagi, pembuluh darah
ini akan mengalami vasodilatasi yang selanjutnya akan diikuti
dengan proliferasi kapiler- kapiler baru yang tidak teratur.
Kelainan ini biasanya terlihat pada bayi yang berat badannya
kurang dari 2 kg dan telah mendapat oksigen dengan
konsentrasi tinggi (lebih dari 40 %).
26
Stadium akut penyakit ini dapat terlihat pada umur 3- 6 minggu
dalam bentuk dilatasi arteri dan vena retina. Kemudian diikuti
oleh pertumbuhan kapiler baru secara tidak teratur pada ujung
vena. Kumpulan pembuluh darah baru ini tampak sebagai
perdarahan. Akhirnya sebagian kapiler baru ini tumbuh ke arah
korpus vetrium dan lensa. Selanjutnya akan terjadi edema pada
retina dan retina akan terlepas dari dasarnya dan keadaan ini
merupakan keadaan yang ireversibel. Pada stadium akhir akan
terdapat masa retrolental yang terdiri dari jaringan ikat.
Keadaan ini dapat terjadi bilateral dengan microftalmus, kamar
depan yang menyempit, pupil mengecil dan tidak teratur serta
visus menghilang. Selain itu dapat pula disertai retardasi
mental dan cerebral palsy (Hassan dan Husein, 2007: 1054).
Menurut Proverawati dan Cahyo (2010: 15), pengobatan pada
stadium ini dapat dicoba dengan pemberian ACTH atau
kortikosteroid. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
yaitu:
(1) Oksigen yang diberikan kepada bayi prematur tidak boleh
lebih dari 40 %. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian
oksigen dengan kecepatan 2 liter per menit.
(2) Tidak menggunakan oksigen untuk mencegah timbulnya
apnoe atau sinosis.
27
(3) Pemberian oksigen pada bayi yang berat badannya kurang
dari 2 kg harus berhati- hati, dan sebaiknya PaO2 selalu
dimonitor.
4) Gangguan sistem peredaran darah
a) Masalah perdarahan
Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena
kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi
pembekuan darah abnormal atau menurun, gangguan trombosit,
misalnya
trombositopenia,
trombositopati
dan
gangguan
pembuluh darah (Proverawati dan Cahyo, 2010: 14).
Vitamin K ini penting untuk mempertahankan mekanisme
pembekuan darah normal. Pada bayi baru lahir, karena ususnya
masih steril, maka bayi belum mampu membentuk vitamin K
nya sendiri untuk beberapa hari pertama. Vitamin K yang
diberikan adalah vitamin K1 (phythonadione) dimana berfungsi
untuk meningkatkan pembentukan prothombin. Pemberiannya
biasanya secara parenteral, 0,5- 1 mg IM dengan dosis satu kali
segera setelah lahir (sebelum 24 jam), injeksi ini dilakukan
dipaha kiri. Pemberian vitamin ini bisa juga secara oral dengan
ketentuan 2 mg apabila bayi BBLR maka dosis yang
dianjurkan adalah 1 mg dengan cara pemberian yang sama
yaitu hari pertama dan ke empat setelah lahir.
28
b) Anemia
Anemia fisiologik pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi
eritropoesis pasca lahir, persediaan besi yang sedikit, serta
bertambah besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan
yang relatif agak cepat. Pemberian tambahan zat besi pada bayi
dengan risiko terhadap defisiensi vitamin E (umumnya bayi
dengan masa gestasi kurang dari 24 minggu akan memperberat
hemolisis dan mengurangi absorbsi vitamin E. Oleh karena itu,
vitamin E diberikan terlebih dahulu pada saat bayi mencapai
berat badan dua kali lipat dari berat lahir, kemudian dimulai
pemberian zat besi sebanyak 2 mg/ kg/ 24 jam (Proverawati
dan Cahyo, 2010: 16).
c) Gangguan jantung
Menurut Proverawati dan Cahyo (2010: 16), gangguan pada
jantung adalah sebagai berikut:
(1) Patent ductus arteriosus (PDA)
PDA yang menetap pada bayi yang berumur 3 (tiga) hari
sering ditemui pada bayi lahir rendah, terutama pada bayi
dengan penyakit membrane hialin. Diperkirakan 21 %
diantara bayi BBLR menderita kelainan tersebut yang
kejadiannya berbanding terbalik dengan berat lahir dan
masa gestasi. Sejumlah 79 % bayi yang menderita PDA
29
tanpa
disertai
sindrom
gawat
nafas
yang
berat
menunjukkan penutupan PDA secara sepontan.
(2) Defek septum ventrikel
Frekuensi kejadian defek septum ventrikel paling tinggi
pada bayi dengan berat kurang dari 2500 gram dan masa
gestasinya kurang dari 34 minggu dibandingkan dengan
bayi yang lebih besar dengan masa gestasi yang cukup.
Penatalaksanaan kelainan jantung kongenital yaitu dengan
pemberian O2 pada kecepatan aliran maksimal. Pemberian ASI
ekslusif juga diperlukan, bila tidak dapat dilakukan berikan
ASI perah dengan memakai salah satu alternatif pemberian.
Apabila memungkinkan, rujuk ke rumah sakit rujukan/ Pusat
Pelayanan Spesialis untuk terapi devinitif (Sudarti dan Endang
Khoirunnisa. 2010: 92).
d) Gangguan pada otak.
Gangguan pada otak antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Intraventricular Hemorrage, perdarahan intrakranial
(otak) pada neonatus. Bayi mengalami masalah
neurologis, seperti gangguan mengendalikan otot
(cerebral palsy), keterlambatan perkembangan, dan
kejang.
(2) Periventricular Leukomalacia (PVL), kerusakan dan
pelunakan materi putih bagian dalam otak yang
30
mentransmisikan informasi antara sel- sel syaraf dan
sumsum tulang belakang, juga dari satu bagian otak
kebagian otak yang lain. Jaringan otak yang rusak
mempengaruhi sel- sel syaraf yang mengendalikan
gerakan motor. Akibatnya bayi tumbuh dengan sel
syaraf rusak dan menyebabkan otot menjadi kejang.
Bayi dengan PVL beresiko mengalami cerebral palsy,
atau mungkin masalah intelektual (kesulitan belajar).
Biasanya gangguanini terjadi pada bayi dengan masa
gestasi < 32 minggu.
e) Bayi BBLR dengan ikterus.
Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput lender
dan berbagai jaringan oleh zat warna empedu (Proverawati dan
Cahyo, 2010: 11).
Semua bayi premature menjadi ikterus karena system enzim
hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak
dikonjugasikan secara efisien sampai 4- 5 hari berlalu. Icterus
dapat diperberat oleh polisemia, memar hemolisias dan infeksi
karena hiperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus
maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa,
bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat
(Marmi dan kukuh Rahardjo, 2012: 268).
31
Ikterus adalah warna kulit yang dapat terlihat pada seklera,
selaput lender, kulit atau organ lain akibat penumpukan
bilirubin. Keadaan ini merupakan penyakit darah. Bilirubin
merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah.
Penguraian sel darah merah merupakan proses yang dilakukan
oleh tubuh badan manusia apabila sel darah merah telah berusia
120 hari. Hasil penguraian hati (hepar) dan disingkirkan dari
badan melalui buang air besar (BAB) dan buang air kecil
(BAK). Ketika bayi berada di dalam kandungan, sel darah ini
akan dikeluarkan melalui uri (plasenta) dan diuraikan oleh hati
ibu. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg %, maka ikterus
akan terlihat namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat
meskipun kadar bilirubin darah melampaui 5 mg % (Marmi
dan Kukuh Rahardjo, 2012: 276).
Ikterus dibagi menjadi dua golongan (Proverawati dan Cahyo,
2010: 11), yaitu:
(1) Ikterus Patologis:
(a) Jika kuningnya timbul dalam 24 jam pertama setelah
bayi lahir.
(b) Jika dalam sehari kadar bilirubin meningkat secara
pesat atau progresif.
32
(c) Jika bayi tampak tidak aktif, tak mau menyusu,
cenderung lebihbanyak tidur, disertai suhu tubuh yang
meningkat atau malah turun.
(d) Jika bayi kuning kebih dari 2 minggu.
(e) Jika air kencingnya berwarna tua sepertiair the.
(2) Ikterik Fisiologi:
(a) Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga.
(b) Tidak memiliki dasar patologis.
Ikterus yang memiliki dasar patologis
bilirubinnya
memiliki
nilai
yang
atau kadar
disebut
hiperbilirubinemia dan ini berakibat negative terhadap
organ tubuh terutama bila menembus sawar otak yang
disebut kern- ikterus (Maryunani dan Nurhayati, 2009:
98).
(c) Kadarnya tidak melampaui batas yang berbahaya yaitu
kadar bilirubin > 12,5 mg % (Maryunani dan
Nurhayati, 2009: 98).
(d) Tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus (suatu
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirect
pada otak).
Perubahan warna kuning pada kulit, membran mukosa,
sklera dan organg lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar
billirubin didalam darah. Penilaian ikterus menurut KREMER:
33
cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk
ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,
tulang dada, lutut dan lain- lain.
(1) Kremer 1: Kepala sampai leher.
(2) Kremer 2: Kepala, leher sampai dengan umbilicus.
(3) Kramer 3: Kepala, badan, paha, sampai dengan
lutut.
(4) Kramer 4: Kepala, badan , ekstermitas sampai
dengan tangan dan kaki.
Tujuan
utama
penatalaksanaan
ikterus
adalah
untuk
mengendalikan agar kadar billirubin serum tidak mencapai
nilai yang dapat menimbulkan billirubin. Dapat dilakukan
dengan menggunakan terapi sinar.
Kriteria alat fototerapi disini menggunakan panjang
gelombang 425 – 475 nm. Intensitas cahaya yang biasa
digunakan adalah 6 – 12 per nm. Cahaya diberikan pada jarak
35 – 50 cm diatas bayi. Jumlah bola lampu 6 – 8 buah, terdiri
dari biru (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes
(Maryunani dan Nurhayati, 2009: 110).
Prosedur pemasangan fototerapi :
(1) Pengertian
Terapi sinar dengan gelombang cahaya 425 – 475 nm.
34
(2) Tujuan
Untuk menurunkan kadar bilirubin didalam jaringan dan
serum dengan cara menyinari seluruh permukaan tubuh/
kulit bayi, sehingga dapat memecah bilirubin jadi larutan
dalam air dan dapat dikeluarkan bersamaan urin.
(3) Prosedur
(a) Indikasi
Fototerapi biasanya dilakukan bila kadar bilirubin direk
sudah mencapai setengah dari transfuse tukar.
(b) Persiapan
Orang tua : dijelaskan tentang tindakan yang akan
dilakukan, tujuan dan kegunaan fototerapi.
Alat fototerapi siap dipakai, yaitu:
Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens
berfungsi dengan baik.
Ganti tabung / lampu fluoresens yang telah rusak atau
berkedip – kedip (flickering).
Catatan
tanggal
penggantian
tabung
dan
lama
penggunaan tabung tersebut.
Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau 3
bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.
Gunakan linen putih pada basinet atau incubator, dan
tempatkan tirai putih disekitar daerah unit fototerapi
35
ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak
mungkinkepada bayi. 28 - 30 °C, dengan cara
menghangatkan
ruangan
tempat
unit
fototerapi
ditempatkan, sehingga suhu dibawah lampu antara
Lingkungan : pertahankan suhu kamar 28 - 30 °C.
Klien/ bayi : perawatan cuci tangan, lepaskan baju dan
popok bayi, pastikan suhu bayi dalam batas normal.
Pasang plester non alergi dipelipis kanan dan kiri bayi.
Pasang penutup mata dengan bahan yang tidak tembus
sinar, tempelkan plester penutup mata diatas plester
yang dipelipis. Pada saat menutup mata bayi dengan
penutup mata, pastikan lubang hidung tidak ikut
tertutup.
(c) Pelaksanaan
Baringkan bayi dibawah fototerapi dengan jarak 30 –
50 cm jikaberat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi
dalam keadaan telanjang pada basinet/ boks bayi.bila
bayi kurang dari 2 kg, tempatkan bayi dalam incubator.
Hidupkan fototerapi.
Catat tanggal dan jadwal awal penggunaan fototerapi.
Pencatatan dilakukan berkesinambungan.
Observasi warna kulit bayi tiap 8 jam, catat warna dan
keadaan kulit.
36
Ubah posisi tidur, terlentang/ tengkurap tiap 3 jam.
Monitor
suhu
untuk
mencegah
hipotermi
dan
hipertermi. Ukur suhu bayi dan suhu udara dibawah
fototerapi setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5
°C.
Cukupi kebutuhan cairan bayi, yaitu memotivasi ibu
untuk menyusui bayinya dengan ad libitum, paling
kurang 3 jam. Selama menyusui, pindahkan bayi dari
unit fototerapi dan lepaskan penutup mata. Pemberian
suplemen atau mengganti ASI dengan cairan atau
makanan lain (seperti pengganti ASI, air, air gula, dan
lain –lain), tidak ada manfaatnya. Bila bayi menerima
cairan per IV / infus atau ASI ynag telah dipompa (ASI
perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak
10% volume total per hari selama bayi masih diterapi
sinar. Bila bayi menerima cairan per IV/ infus atau
makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari
sinar fototerapi.
Lepaskan penutup mata pada touching time dan nilai
keadaan mata.
Laksanakan parent- infant bounding.
Informasikan keadaan bayi setiap bayi kepada orang
tua.
37
Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan dan hasil
pemeriksaan bilirubin.
Matikan lampu selama proses pengambilan darah atau
matikan lampu sebentar untuk mengetahui apakah bayi
mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru) bila
bayi sedang menerima oksigen.
Fototerapi dihentikan bila nilai bilirubin dalam batas
normal.
Bila kadar bilirubin
mendekati
jumlah indikasi
transfuse tukar, persiapkan untuk tindakan tersebut
seperti memindahkan bayi kepusat atau rumah sakit
yang siap untuk tatalaksana tranfusi tukar, sertakan
contoh darah ibu dan bayi.
Prosedur pemberhentian fototerapi
(1) Pengertian
Pemberhentian pemberian fototerapi karena kadar
bilirubin serum sudah dalam batas normal.
(2) Tujuan
Untuk menghindari efek samping fototerapi dan
pemborosan.
(3) Prosedur
(a) Indikasi : biasanya diindikasikan bila kadar bilirubin
< 12 mg% untuk bayi cukup bulan dengan berat
38
diatas 3000 gr. Dan > 10 mg% untuk bayi kurang
bulan dengan berat badan kurang dari 2500 gr.
(b) Persiapan : gunakan alcohol swap kalau perlu untuk
melepaskan
plester
(untuk
bayi
yang
tidak
alergenis).
(c) Pelaksanaan : beritahu kedua orang tua, cuci tangan,
matikan lampu fototerapi, lepaskan penutup mata
dengan hati – hati dan bila perlu gunakan alcohol
swap untuk melepaskan plester dipelipis kanan dan
kiri. Nilai keadaan kulit dan mata bayi. Pakaikan
baju dan popok, bila perlu dibedong. Catat di
lembar pengawasan khusus, tanggal, jam, saat
fototerapi dihentikan dan lamanya terapi sinar. Catat
tanggal,
jam,
dan
jumlah
pemakaian
lampu
fototerapi pada format yang tersedia. Cuci tangan,
kembalikan alat foto terapi ke tempatnya. Anjurkan
ibu untuk menilai icterus dan beri nasihat untuk
membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning
(untuk bayi yang sudah pulang ke rumah).
f) Kejang.
Suatu kondisi apabila ditemukan adanya tremor yang disertai
adanya penurunan kesadaran, terjadi gerakan yang tidak
terkendali pada mulut, mata, atau anggota gerak lain, atau
39
terjadi mulut mencucu, terjadi kekakuan seluruh tubuh tanpa
adanya rangsangan. Secara umum, tanda/ gejala kejang pada
bayi baru lahir adalah:
(1) Ada riwayat kejang.
(2) Ada tanda/gejala kejang.
(3) Tremor dengan atau tanpa kesadaran menurun.
(4) Menangis melengking tiba- tiba.
(5) Gerakan yang tidak terkendali pada mulut, mata, atau
anggota gerak.
(6) Mulut mencucu.
(7) Kaku seluruh badan dengan atau tanpa rangsangan.
Sedangkan pengobatan yang dapat dilakukan pada kondisi bayi
kejang:
(1) Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen.
(2) Atasi masalah kejang dengan pemberian obat anti kejang.
(3) Jika terjadi kejang berulang lakukan pemberian fenobarbital
1 kali dosi 30 mg secara IM.
(4) Pertahankan kadar gula darah agar tidak menurun.
(5) Anjurkan pada ibu agar tetap menjaga kehangatan bayi.
(6) Lakukan rujukan segera.
g) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kondisi ketidaknormalan kadar gula darah
bayiyang rendah dan di bawah normal. Bayi yang mengalami
40
hipoglikemia akan memperlihatkan tanda dan gejala sebagai
berikut:
(1) Gerakan gelisah atau tremor.
(2) Apatis.
(3) Kejang.
(4) Suara tangis yang lemah
(5) Lemah.
(6) Letargis.
(7) Kesulitan makan.
(8) Keringat banyak.
(9) Pucat mendadak.
(10) Hipotermi.
(11) Henti jantung.
Apabila
bayi
mengalami
hipoglikemia,
maka
tindakan
penanganan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Beri dextrose 10 % kira- kira 30 cc 1x pemberian dan
observasi.
(2) Pertahankan suhu tubuh dengan cara membungkus bayi
dengan kain hangat, jauhkan dari hal- hal yang dapat
menyerap panas bayi.
(3) Segera beri minum (ASI).
(4) Observasi keadaan bayi yaitu: tanda- tanda vital, warna
kulit.
41
(5) Bila tidak ada perubahan selama lebih kurang 24 jam
dalam gejala- gejala tersebut segera rujuk ke rumah sakit.
5) Gangguan Cairan dan elektrolit
a) Gangguan Eliminasi
Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur
pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna.
Ginjal yang imatur baik secara anatomis maupun fungsinya.
Produksi urine yang sedikit, urea clearance yang rendah, tidak
sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari
badan dengan akibat mudah terjadi edema dan asidosis
metabolik.
b) Distensi abdomen
Yaitu kelainan yang berkaitan dengan usus bayi. Distensi
abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung
berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah,
daya untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak, laktosa,
vitamin yng larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu
berkurang, kerja dari sfingter kardioesofagus yang belum
sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke
esofagus dan mudah terjadi aspirasi.
Sebaiknya pemberian cairan menggunakan pipa lambung pada
BBLR dengan dehidrasi berat tidak dilakukan dan tingkatkan
42
pemberian cairan IV sesuai kebutuhan rumatan selama 12 jam
(Yongki, dkk. 2012: 88)
c) Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi BBLR belum berfungsi
sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah atau
kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna,
sehingga pengosongan lambung kurang. Bayi BBLR mudah
kembung, hal ini disebabkan oleh karena stenosis anorektal,
atresia ileum, peritonitis meconium, dan mega colon. Evakuasi
meconium lebih dari 24 jam pertama dapat dicurigai kelainan
bedah.
Bayi
dengan
ileus
meconium,
obstruksi
usus,
gastrokizis, dan omfalokel sering lahir prematur terutama bila
disertai hidramnion. Kejadian tertinggi pada bayi dengan bayi
berat lahir kurang dari 1500 gram atau kurang dari 32 minggu
kehmilan. Muntah juga dapat terjadi karena adanya suatu
kelainan di sistem
pencernaan bayi yang mungkin juga
memerlukan tindakan bedah.
Bayi premature yang mendapat makanan cukup akan buang air
besar dengan konsistensi semisolid sebanyak 1- 6 kali per hari.
Jika jumlahnya bertambah banyak dan berbentuk air, harus
dicari penyebabnya dan diawasi. Seharusnya bayi premature
tidak boleh muntah maupun regurgitas.
d) Gangguan elektrolit
43
Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan
lingkungan dan penyakit bayi. Diduga kehilangan cairan
melalui tinja dari janin yang tidak mendapat makanan melalui
mulut, sangat sedikit. Kebutuhan cairan akan sesuai dengan
kehilangan cairan insensible, cairan yang dikeluarkan ginjal,
dan pengeluaran cairan yang disebabkan keadaan lainnya.
Kehilangan cairan insensible, berhubungan tidak langsung dari
masa gestasi. Bayi premature sangat imatur (berat lahir kurang
dari 1000 gram) memerlukan sebanyak 2- 3 ml/kg/BB/jam
yang sebagian disebabkan oleh kulit yang tipis, kekurangan
jaringan subcutan, dan oleh luasnya permukaan tubuh.
Kehilangan air insensible meningkat di tempat udara panas,
selama terapi sinar, dan pada kenaikan suhu tubuh. Kehilangan
air tersebut dapat berkurang bila bayi diberi pakaian, inkubator
sebelah dalam ditutupi pleksiglas, bernafas dengan udara
lembab, atau pada bayi yang mendekati cukup bulan. Bayi
premature yang besar (2000- 2500 gram) akan kehilangan air
insensible ini sebanyak 0,6- 0,7 ml/kgBB/jam bila dirawat
dalam inkubator.
Pemberian cairan juga diperlukan agar zat yang larut dalam air
kemih seperti urea, elektrolit dan fosfat dapat dikeluarkan.
jumlahnya berbeda- beda menurut makanan yang diberikan,
tingkat anabolik dan katabolik nutrisinya, formula yang pekat,
44
alimentasi yang semuanya melalui pembuluh darah akan
memerlukan air yang lebih banyak agar hasil katabolisme yang
meningkat dapat dikeluarkan melalui air kemih. Beban zat
yang terlarut dalam ginjal (renal solute loads) berkisar 7,5- 30
mOsm/kg. bayi barulahir, terutama BBLSR, kurang mampu
memekatkan air kemih, oleh sebab itu perlu ditambah cairan
agar bayi dapat mengeluarkan zat yang tidak diperlukan
tubuhnya.
Jumlah
cairan
yang
dianjurkan
untuk
neonatus
yang
memerlukan susu botol atau cairan melalui pembuluh darah
adalag 60- 70 ml/kgBB pada hari pertama, dinaikkan menjadi
100- 120 ml/kgBB pada hari ke 2- 3, pada hari 4- 5 mencapai
150 ml/kgBB dan selanjutnya dapat mencapai 160- 180
ml/kgBB/hari. Volume cairan harus disesuaikan dengan
kebutuhan setiap bayi. Yang perlu dipantau pada bayi
premature adalah berat badan yang harus ditimbang setiap hari,
pengeluaran air kemih, dan berat jenisnya, serta kadar nitrogen
urea serum dengan elektrolit. Pemantauan ini dapat diketahui
secara dini kelainan hidrasnyai. Kehilangan cairan yang
meningkat seperti pada glikosuria, polyuria pada nekrosis
tubular akut dan diare akan menyebabkan bayi menjadi
dehidrasi karena ginjal tidak sanggup menahan air dan
elektrolit yang keluar. Sebaliknya jumlah cairan yang
45
berlebihan memudahkan terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan duktus arteriosus paten.
Cairan IV (Intra Vena)
diberikan agar bayi dipastikan
menerima cairan, kalori dan elektrolit yang dibutuhkan
(Yongki, dkk. 2012: 85).
b. Masalah jangka panjang.
1) Masalah psikis:
a) Gangguan perkembangan dan pertumbuhan.
Pada bayi BBLR, pertumbuhan dan perkembangan lebih
lambat berkaitan dengan maturitas otak.
b) Gangguan bicara dan komunikasi.
Penelitian longitudinal menunjukkan perbedaan kecepatan
bicara yang menarik
antara BBLR dan berat lahir normal
(BLN). Pada bayi BBLR kemampuan bicaranya akan terlambat
dibandingkan BLN sampai usia 6½ tahun.
c) Gangguan neurologi dan kognisi
Luaran jangka panjang BBLSR erat berhubungan dengan usia
kehamilan dan kelainan neurologi berbanding terbalik dengan
derajat imaturitas bayi (ditinjau dari berat lahir dan masa
gestasi).
Hal ini juga berlaku untuk kognisi abnormal atau IQ rendah,
bayi dengan Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) yang
berhasil melewati masa kritis neonatal tetap berisiko tinggi
46
untuk lambat berkembang dikemudian hari. BBLSR <1000
gram dan < 28 minggu berisiko tinggi untuk kecacatan berat
atau ringan dan kompleks yang berakibat pada kegagalan
akademis, perilaku dan kehidupan dimasyarakat. Gejala
neurologis yang paling sering dilaporkan adalah cerebral palsy.
Makin kecil usia kehamilan bayi makin tinggi risikonya. Gejala
neurologi lain adalah retardasi mental, MMR (motor, mental
retaldasi) dan kelainan EEG (dengan atau tanpa epilepsi).
Gangguan selama periode perinatal akan meningkatkan risiko
neurologis. Usia kehamilan lebih tua, BBLSR (sehat) tetap
berisiko untuk gangguan belajar dan gangguan perilaku.
Pemantauan perilaku dari perkembangan anak, bertindak cepat
melalui deteksi dini dan memanfaatkan “golden period” (usia
0- 3 tahun) banyak membantu BBLR melampaui masa
kritisnya.
d) Gangguan belajar/ masalah pendidikan.
Sulit menilai untuk negara berkembang karena faktor
kemiskinan juga berperan pada kinerja sekolah. Suatu
penelitian longitudinal di Negara maju (UK dan Eropa)
menunjukkan bahwa lebih banyak anak BBLR dimasukkan
kesekolah khusus.
47
e) Gangguan atensi dan hiperaktif.
Dulu dikenal sebaga Minimal Brain Disordes, sekarang lebih
banyak disebut sebagai AAD dan ADHD. Merupakan
gangguan
neurologi.
Pennelitian
menunjukkan
bahwa
gangguan ini lebih banyak terjadi pada anak laki- laki daripada
anak perempuan, lebih banyak pada anak dengan berat lahir <
2041 gram. Sering disertai dengan gejala ringan (minor
neurological sign) dan perubahan perilaku. Paling sering
disertai
gangguan
disfungsi
integrasi
sensori
(sensory
processing disordes).
2) Masalah Fisik.
a) Penyakit paru kronia.
Keadaan ini dapat disebabkan karena infeksi, kebiasaan ibu
merokok selama kehamilan, dan radiasi udara dilingkungan.
b) Gangguan penglihatan (Retinopati) dan pendengaran.
Biasanya Retinopathy of prematury (ROP) ini menyerang bayi
BBLR dengan BB < 1500 gram dan masa gestasi < 30 minggu.
Bayi bisa mengalami kebutaan.
c) Kelainan bawaan (kelainan kongenital).
Kelainan bawaan (kelainan kongenital)adalah suatu kelainan
pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang
ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Secara umum,
kelainan struktur atau kelainan metabolisme terjadi akibat:
48
(1) Hilangnya bagian tubuh tertentu.
(2) Kelainan pembekuan bagian tubuh tertentu.
(3) Kelainan bawaan pada kimia tubuh.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan risiko kelainan
bawaan, yaitu:
(1) Faktor teratogenik.
Teratogenik adalah setiap faktor atau bahan yang bisa
menyebabkan atau meningkatkan risiko suatu kelainan
bawaan, yang termasuk teratogen adalah radiasi, obat
tertentu, racun, infeksi.
(2) Faktor gizi.
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin
adalah
asam
folat.
Kekurangan
asam
folat
bisa
meningkatkan rikiko terjadinya spina bifida atau kelainan
tabung saraf lainnya. Karena spina bifina dapat terjadi
sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka
setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam
folat minimal sebanyak 400 mikrogram per hari.
(3) Faktok fisik pada Rahim.
Didalam Rahim, bayi terendam oleh air ketuban yang juga
merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan
ketuban
yang
abnormal
bisa
menyebabkan
atau
menunjukkan adanya kelainan bawaan. Cairan ketuban
49
yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paruparu dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan
adanya kelainan ginjal yang yang memperlambat proses
pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi
jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa
disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya
anensefalus atau atresia esofagua).
(4) Faktor fisik dan kromosom.
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan
bawaan. Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit
keturunan yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari
salah satu atau kedua orang tua. Gen adalah pembawa sifat
individu yang terdapat didalam kromosom setiap sel di
dalam tubuh manusia. Jika satu gen hilang atau cacat, bisa
terjadi kelainan bawaan. Bayi dengan anomali kromosom
(missalnya: trisomy 21, trisomy 18) dan bayi dengan infeksi
rubella bawaan cenderung mempunyai kejadian yang tinggi
untuk menderita penyakit jantung bawaan dan biasanya
termasuk bayi KMK (kecil masa kehamilan). Beberapa
kelainan bawaan yang sering ditemukan adalah:
(d) Celah bibir atau langit- langit mulut (sumbing).
Terjadi jika selama masa perkembangan janin, jaringan
mulut atau bibir tidak terbentuk sebagaimana mestinya.
50
Bibir sumbibng adalah suatu celah diantara bibir bagian
atas dengan hidung. Langit- langit sumbing adalah
suatu celah diantara langit- langit mulut dengan rongga
hidung.
(e) Defek tabung saraf.
Terjadi
pada
awal
kehamilan,
yaitu
pada
saat
terbentuknya bakal otak dan korda spinalis. Dalam
keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk
tabung pada hari ke 29 setelah pembuahan. Jika tabung
tidak menutup secara sempurna, maka akan terjadi
defek tabung saraf. Bayi yang mengalami kelainan ini
banyak yang meninggal didalam kandungan atau
meninggal segera setelah lahir. Defek tabung saraf yang
paling sering ditemukan adalah spina bifida, terjadi jika
kolumnya spinalis tidak menutup secara sempurna di
sekeliling korda spinalis, atau anensefalus
(f) Kelainan jantung.
Defek septum atrium dan ventrikel (terdapat lubang
pada dinding yang memisahkan jantung kiri dan kanan).
Patent ductus arteriosus (terjadi jika pembuluh darah yang
penting pada sirkulasi janin ketika masih berada didalam
Rahim, setelah bayi lahir tidak menutup sebagaimana
semestinya).
51
Stenosis katup aorta atau pulmonalis (penyempitan katup
aorta atau katup pulmonalis).
Koartasio aorta (penyempitan aorta).
Transposisi arteri besar (kelainan letak aorta dan arteri
pulmonalis).
Sindroma hipoplasi jantung kiri (bagian jantung yang
memompa darah ke seluruh tubuh tidak terbentuk semua).
Tetralogi fallot (terdiri dari stenosi katup pulmonalis,
defek septum ventrikel, transposisi arteri besar dan
hipertrofi ventrikel kanan).
Pemakaian obat tertentu pada kehamilan trimester pertama
berperan dalam terjadinya kelainan jantung bawaan
(misalnya obat anti kejang, fenitoin, talidomid dan obat
kemoterapi). Penyebab lainnya adalah pemakaian alcohol,
rubella, dan diabetes selama kehamilan.
(g) Cerebral palsy.
Biasanya baru diketahui beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah bayi lahir, tergantung pada
beratnya kelainan.
(h) Clubfoot.
Istilah clubfoot digunakan untuk menggambarkan
sekumpulan
kelainan
struktur
pada
kaki
dan
52
pergelangan kaki, dimana terjadi kelainan pada
pembentukan tulang, sendi, otot dan pembuluh darah.
(i) Dislokasi panggul bawaan.
Terjadi jika ujung tulang paha tidak terletak di dalam
kantung panggul.
(j) Hipotiroidisme kongenital.
Terjadi bila bayi tidak memiliki kelenjar tiroid atau jika
kelenjar tiroid tidak terbentuk secara sempurna.
(k) Fibrosis kistik.
Penyakit ini terutama menyerang system pernafasan
dan
saluran
pencernaan.
Tubuh
tidak
mampu
membawa klorida dari dalam sel ke permukaan organ
sehingga terbentuk lendir yang kental dan lengket.
(l) Defek saluran pencernaan.
Saluran
pencernaan
terdiri
dari
kerongkongan,
lambung, usus halus dan usus besar, rektum serta anus.
Defek
tersebut
misalnya:
atresia
esophagus
(kerongkongan tidak terbentuk sempurna), Hernia
diafragmatika, stenosis pylosus, penyakit hirschsprung,
gastroskisis, dan omfalokel, atresia anus, atresia bilier.
(m) Sindroma down.
Merupakan sekumpulan kelainan yang terjadi pada
anak- anak yang dilahirka denga kelainan kromosom
53
nomor 21 pada sel- selnya. Mereka mengalami
keterbelakangan mental dan memiliki wajah dan
gambaran fisik lainnya yang khas, kelainan ini sering
disertai dengan kelainan jantung.
(n) Fenilketonuria.
Merupakan
suatu
penyakit
yang
mempengaruhi
pengolahan protein oleh tubuh dan bisa menyebabkan
keterbelakangan mental. Bayi yang terlahir dengan
fenilketonuria tampak normal, tetapi jika tidak diobati
mereka akan mengalami gangguan perkembangan yang
baru terlihat ketika usianya mencapai 1 tahun.
(o) Sindroma X yang rapuh.
Sindrom ini ditandai dengan gangguan mental, mulai
dari ketidak mampuan belajar sampai keterbelakangan
mental, perilaku autis dan gangguan pemusatan
perhatian serta hiperaktivitas. Gambaran fisiknya khas,
yaitu wajahnya panjang
(p) Distrofi otot.
Distrofi otot adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan lebih dari 40 penyakit otot yang
berlainan, yang semuanya ditandai dengan kelemahan
dan kemunduran yang progresif dari oto- otot yang
mengendalikan pergerakan.
54
(q) Anemia sel sabit.
Merupakan suatu kelainan sel darah merah yang
memiliki bentuk abnormal (seperti bulan sabit), yang
menyebabkan anemia kronis, serangan nyeri dan
gangguan kesehatan lainnya.
(r) Penyakit Tay- sachs.
Penyakit ini menyerang sistem saraf pusat dan
menyebabkan
kebutaan,
demensia,
kelumpuhan,
dengan
keterlambatan
kejang, dan ketulian.
(s) Sindroma alkohol pada janin.
Sindroma
ini
ditandai
pertumbuhan, keterbelakangan mental, kelainan pada
wajah dan kelainan pada sistem saraf pusat. Celah bibir
atau langit- langit (bibir sumbing).
8. Menurut Dewi (2010: 7), masalah bayi yang lahir dengan berat sangat
kecil (BB < 1.500 gram atau usia < 32 minggu):
a. Sukar bernafas.
b. Sukar minum (menghisap).
c. Ikterus berat.
d. Infeksi.
e. Rentan hipotermi.
f. Segera rujuk jika bayi mengalami kondisi- kondisi tersebut.
55
9. Bayi berat lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga
cukup bulan (dismatur):
a. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan prematuritas:
1) Sindrom gangguan pernafasan idiopatik (Penyakit membrane
hialin).
2) Pneumonia aspirasi, karena reflex menelan dan batuk belum
sempurna.
3) Perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat anoksia
otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan).
4) Hiperbilirubinemia, karena fungsi hati belum matang.
5) Hipotermia.
(Prawirohardjo, 2010a: 376)
b. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan dismaturitas:
1) Sindrom aspirasi mekoneum .
2) Hipoglikemia.
3) Hiperbilirubinemia
4) Hipotermia.
(Prawirohardjo, 2010a: 377)
10. Kebutuhan cairan(Berat badan < 2 kg).
Kebutuhan cairan: 250 ml/ kgBB/ 24 jam, pemberian cairan adalah 4
glukosa 10 % + 1 NaHCO3 1½ % dengan pemberian 4 jam pertama 25 ml/
kgBB/ 20 jam (Hidayat, 2008: 103).
56
11. Penanganan
a. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat.
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya
harus dipertahankan dengan ketat.
b. Mencegah infeksi dengan ketat.
BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip - prinsip
pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang
bayi.
c. Pengawasan nutrisi/ ASI.
Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian
nutrisi harus dilakukan dengan cermat.
d. Penimbangan ketat.
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/ nutrisi bayidan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh.
(Prawirohardjo, 2010a: 377)
12. Pencegahan BBLR
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kejadian
BBLR yaitu:
a. Mendorong kesehatan remaja putri.
b. Mengusahakan semua ibu hamil mendapatkan perawatan antenatal
yang komprehensif.
c. Memperbaiki status gizi ibu hamil dengan mengkonsumsi makanan
yang lebih sering atau lebih banyak.
57
d. Menghentikan kebiasaan merokok, menggunakan obat- obat terlarang
dan alcohol pada ibu hamil.
e. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali
selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda.
f. Mengkonsumsi tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet perhari
minimal sebanyak 90 tablet.
g. Ibu hamil yang diduga berisiko terutama faktor risiko yang mengarah
melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk
pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
h. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam Rahim, tanda- tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan
diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan
janin yang dikandung dengan baik.
i. Menganjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm
atau istirahat baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari
kehamilan normal.
j. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinan pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun).
k. Kurangi kegiatan yang melelahkan secara fisik semasa kehamilan,
beristirahat yang cukup dan tidur lebih awal dari biasanya.
l. Konseling pada suami istri untuk mengusahakan agar mengaturjarak
antar kehamilan paling sedikit 2 tahun.
58
m. Meningkatkan penerimaan gerakan Keluarga Berencana (KB), dengan
mendorong penggunaan metode kontrasepsi yang modern dan sesuai
untuk menjarangkan kehamilan.
n. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya
persalinan dengan BBLR.
o. Memberikan pengarahan kepada ibu hamil dan keluarganya untuk
mengenali tanda- tanda bahaya selama kehamilan dan mendapatkan
pengobatan terhadap masalah- masalah selama kehamilan.
p. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar
mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan
antenatal dan status gizi ibu selama kehamilan.
(dikutip dari tesis ALMIRA GITA NOVIKA, 2013: 22).
13. Deteksi dini risiko BBLR
Deteksi dini risiko BBLR adalah kegiatan penjaringan terhadap ibu- ibu
hamil atau kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang
terdeteksi atau berpotensial melahirkan bayi dengan berat lahir rendah
(dikutip dari tesis ALMIRA GITA NOVIKA, 2013: 19).
14. Upaya deteksi dini risiko BBLR
Hal- hal yang diperlukan diperhatikan dalam upaya melakukan deteksi
dini terhadap risiko BBLR yaitu:
a. Melakukan pengkajian terhadap usia ibu dan memastikan apakah usia
ibu dalam rentang 20 tahun sampai 35 tahun.
59
b. Melakukan pengkajian jarak kehamilan ibu sekarang dengan
kehamilan ibu sekarang dengan kehamilan sebelumnya.
c. Melakukan pengkajian riwayat merokok dan minum minuman
beralkohol pada ibu hamil.
d. Melakukan pengkajian riwayat bayi ibu sebelumnya.
e. Melakukan pengkajian masalah- masalah/ komplikasi yang dialami
oleh ibu seperti anemia, pre eklamsia, hipertensi, infeksi selama
kehamilan, kehamilan ganda.
f. Menimbang berat badan setiap ibu periksa hamil dan menghitung
kenaikan berat badan ibu setiap kali periksa.
g. Melakukan pengukuran LILA.
h. Mengukur TFU dengan menggunakan pita ukur serta menghitung TBJ
(Tafsiran Berat Janin).
i. Melakukan pemeriksaan Hb (Hemoglobin).
j. Melakukan rujukan segera apabila ditemukan hal- hal yang tidak
normal (dikutip dari tesis ALMIRA GITA NOVIKA, 2013: 19).
60
15. Tabel 2.2 Penanganan bayi bert lahir rendah (BBLR).
KRITERIA
KATEGORI
PENILAIAN
PENANGANAN
Puskesmas
Rumah Sakit
Berat lahir bayi < 2500 gram
Bayi berat lahir sangat rendah
Bayi berat lahir rendah
(BBLSR)
(BBLR)
Berat lahir < 1500 gram
Berat lahir 1500 - 2500 gram
1. Keringkan secepatnya dengan handuk hangat.
2. Kain yang basah secepatnya diganti dengan yang kering dan hangat.
3. Berikan lingkungan hangat dengan cara kontak kulit ke kulit dan/
bungkus BBLSR dengan kain hangat.
4. Beri lampu 60 watt, dengan jarak minimal 60 cm dari bayi.
5. Kepala bayi ditutup topi.
6. Beri oksigen.
7. Tali pusat dalam keadaan bersih.
8. Tetesi ASI bila dapat menelan .
10. Beri ASI.
Bila tidakdapat menelan,
Bila tidak dapat
langsung dirujuk.
menghisap, bisa menelan
9. Rujuk ke rumah sakit.
langsung tetesi dari
putting.
11. Bila tidak dapat menelan,
langsung dirujuk.
1. Samadengan diatas.
2. Beri minum dengan sonde/ tetes ASI.
3. Bila tidak mungkin, infus Dekstrose 10 % + Bicarbonas Natricus 1,5
% = 4: 1
Hari I: 60 cc/kg/hari Hari II: 70 cc/kg/hari
4. Antibiotika
5. Bila tidak dapat menghisap puting susu/ tidak dapat menelan
langsung/ sesak/ biru/ tanda- tanda hipotermia berat, terangkan
kemungkinan akan meninggal.
(Prawirohardjo, 2010: 379)
61
62
B. Teori Managemen Kebidanan
1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung
jawabbidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki
kebutuhan dan /atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi
baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi wanita, dan
pelayanan kesehatan masyarakat (Soepardan, 2008: 5).
Asuhan Kebidanan berfokus dalam pencegahan dan promosi
kesehatan yang bersifat holistic, yang diberikan kepada perempuan berupa
informasiyang relevan, objektif dan konseling, memfasilitasi pilihan
setelah terinformasi. Asuhan kebidanan harus diberikan dengan cara yang
kreatif, fleksibel, supporting, caring bimbingan, monitor dan pendidikan
dengan berpusat pada kebutuhan perempuan yang unik dan bersifat pribadi
dalam masa suburnya. Asuhan harus berkesinambungan, sesuai selera dan
tidak otoriter, serta menghormati pilihan perempuan tentang tempat
bersalin (Hidayat dan Mufdlilah, 2009: 5).
Asuhan
Kebidanan
adalah
aktifitas
atau
intervensi
yang
dilaksanakan oleh bidan kepada klien,yang mempunyai kebutuhan atau
permasalahan, khususnya dalam KIA atau KB (Asrinah, dkk, 20010: 11).
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan
tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang
lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan (Yanti dan Nurul,
2010: 55).
63
2. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis
sistematis. Olehkarena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi
seorang bidan dalam memeberikan arah/ kerangka dalam menangani kasus
yang menjadi tanggung jawab (Estiwidani, dkk, 2008: 124).
Manajemen asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen
kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis
dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua
belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan (Soepardan, 2008: 96).
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis,
mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (Hidayat dan Mufdlilah, 2008: 74).
3. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
c. Menurut (Hidayat dan Mufdlilah, 2008: 75)
1)
Langkah I (Pengumpulan Data)
Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang
klien/ orang yang meminta asuhan.
2)
Langkah II (Interpretasi Data Dasar)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa
atau
masalah
dan
kebutuhan
klien
berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data
64
dasar
yang
sudah
dikumpulkan
diinterpretasikan
sehingga
ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.
3)
Langkah III (Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang
sudah diidentifikasi.
4)
Langkah IV (Mengidentifikasi dan menerapkan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera).
Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan
perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa
data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera
sementara menunggu intruksi dokter.
5)
Langkah
V
(Merencanakan
asuhan
yang
komprehensif/
menyeluruh).
Perencanaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah
sebagai berikut: tentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan
yang berisi tentang sasaran/ target dan hasil yang akan dicapai,
selanjutnya ditentukan rencana tindakan sesuai dengan masalah/
diagnosa dan tujuan yang akan dicapai.
6)
Langkah VI (Melaksanakan perencanaan).
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau
tim kesehatan lainnya. Siatuasi dimana bidan berkolaborasi
65
dengandokter danketerlibatannya dalam manajemen asuhan bagi
pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggungjawab
terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh.
7)
Langkah VII (Evaluasi).
Pada langkah ke 7 ini dilakukan evaluasi keefektivan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar- benar telah terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan
diagnosa.
C. Teori hukum kewenangan Bidan
Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk
mendekatkan pelayanan kegawatan obstetric dan neonatal kepada setiap ibu
hamil/ bersalin, nifas, bayi baru lahir (0- 28 hari), agar penanganan dini atau
pertolongan pertama sebelum rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat
waktu (Yanti dan Nurul, 2010: 105).
Dalam menangani kasus seorang bidan diberi kewenangan sesuai dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Indonesia
No:900/Menkes/SK/VII/2002
tentang registrasi dan praktek bidan,yang disebut dalam BAB V praktik bidan
antara lain:
1. Pasal 14 :
Bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi:
66
a. Pelayanan kebidanan.
b. Pelayanan keluarga berencana.
c. Pelayanan kesehatan masyarakat.
2. Pasal 15 :
a. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a
(pelayanan kebidanan) ditujukan pada ibu dan anak.
b. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra hamil, masa
hamil, masa bersalin, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode
interval).
c. Pelayanan kebidanan pada anak diberikan pada masa bayi baru lahir,
masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.
d. Pasal 16 :
a. Pelayanan kebidanan kepada meliputi :
1) Penyuluhan dan konseling .
2) Pemeriksaan fisik.
3) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.
4) Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil
dengan abortus iminens, hiperemesis grafidarum tingkat 1, preeklamsi ringan dan anemia ringan.
5) Pertolongan persalinan normal.
6) Pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang,
partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD)
67
tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia
karena inersia uteri primer, post aterm dan preterm.
7) Pelayanan ibu nifas normal.
8) Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta,
renjatan dan infeksi ringan.
9) Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi
keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
b. Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi:
1) Pemeriksaan bayi baru lahir.
2) Perawatan tali pusat.
3) Perawatan bayi.
4) Resusitasi pada bayi baru lahir.
5) Pemantauan tumbuh kembang anak.
6) Pemberian imunisasi.
7) Pemberian penyuluhan.
e. Pasal 18 : Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 16,berwenang untuk :
a. Memberikan imunisasi.
b. Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan dan nifas.
c. Mengeluarkan plasenta secara secara manual.
d. Bimbingan senam hamil.
e. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi.
f. Episiotomi.
68
g. Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat 2.
h. Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm.
i. Pemberian infus.
j. Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika.
k. Kompresi bimanual.
l. Versi ekstrasi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya.
m. Vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul.
n. Pengendalian anemi.
o. Peningkatan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu.
p. Resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia.
q. Penanganan hipotermi.
r. Pemberian minum dengan sonde/pipet.
s. Pemberian obat-obatan terbatas melalui lembaran ,permintaan , obat
sesuai dengan formulir IV terlampir.
Download