BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori Medis 1. Definisi BBLR Sejak tahun 1961WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah = BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi premature (Prawirohardjo, 2007: 771). Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (Kosim, dkk, 2008: 12). Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan dibawah 2500 gram pada saat lahir (Fraser, 2009: 761). Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Proverawati dan Cahyo, 2010: 01). 2. Tanda- tanda BBLR. d. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu. e. Berat badan sama atau kurang dari 2500 gram. f. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm. 7 8 g. Rambut lanugo masih banyak. h. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang. i. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya. j. Tumit mengkilap, telapak kaki halus. k. Genetalia belum sempurna, labia minor belum tertutup oleh labia mayor, klitoris menonjol (Pada bayi perempuan). Testis belum turun kedalam skortum. Pigmentasi dan rugue pada skortum kurang (Pada bayi laki- laki). l. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah. m. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah. n. Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang. o. Vernik kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada. p. Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah. q. Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah. r. Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang. s. Vernik kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada. 3. Faktor- faktor penyebab BBLR (Proverawati dan Cahyo, 2010: 05): a. Faktor Ibu: 1) Penyakit: 9 a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia sel berat, perdarahan ante partum, hipertensi, preeklamsia berat, eklamsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung kemih dan ginjal). b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, HIV/ AIDS, TORCH. 2) Ibu: a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. b) Kehamilan ganda (multi gravida). Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dari pada janin pada kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan janin kembar sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil, mungkin karena regangan yang berlebihan menyebabkan peredaran darah plasenta berkurang. Berat badan satu janin pada kehamilan kembar ratarata 1000 gram lebih ringan daripada janin kehamilan tunggal. Berat badan bayi yang baru lahir umumnya pada kehamilan kembar kurang dari 2500 gram. Suatu faktor penting dalam hal ini ialah kecenderungan terjadinya partus prematurus (Hidayati, 2009). 10 c) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun). d) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya. 3) Keadaan sosial ekonomi: a) Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial rendah. b) Mengerjakan aktivitas fisik beberapa jam tanpa istirahat. c) Keadaan gizi yang kurang baik. Kekurangan gizi selama hamil akan berakibat buruk terhadap janin. Penentuan status gizi yang baik yaitu dengan mengukur berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikkan berat badan selama hamil. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat memengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia. Intra partum (mati dalam kandungan) lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Pertambahan berat badan selama kehamilan rata-rata 0,3-0,5 kg/ minggu. Bila dikaitkan dengan usia kehamilan, kenaikan berat badan selama hamil muda 5 kg, selanjutnya tiap trimester (II dan III) masing-masing bertambah 5 kg. Pada akhir kehamilan, pertambahan berat badan total adalah 9-12 kg. Indikator lain untuk mengetahui status gizi ibu hamil adalah dengan mengukur LLA (Lingkar Lengan Atas). LLA kurang dari 23,5 cm merupakan indikator kuat untuk 11 status gizi yang kurang/ buruk. Ibu berisiko untuk melahirkan anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Dengan demikian, bila hal ini ditemukan sejak awal kehamilan, petugas dapat memotivasi ibu agar ia lebih memperhatikan kesehatannya (Hidayati, 2009). d) Pengawasan antenatal yang kurang. e) Kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah, yang ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari perkawinan sah. 4) Sebab lain: a) Ibu perokok. b) Ibu peminum alkohol. c) Ibu pecandu obat narkotika. d) Penggunaan obat antimetabolik. b. Faktor janin: 1) Kelainan kromosom (trisomy autosomal). 2) Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan). 3) Disautonomia familial. 4) Radiasi. 5) Kehamilan ganda/ kembar (gemeli). 6) Aplasia pancreas. c. Faktor plasenta: 1) Berat plasenta berkurang atau berongga/keduanya (hidramnion). 12 2) Luas permukaan berkurang. 3) Plasenta vilus (bakteri, virus dan parasi). 4) Infark 5) Tumor (korioanginoma, mola hidatidosa). 6) Plasenta yang lepas. 7) Sindrom plasenta yang lepas. 8) Sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik). d. Faktor lingkungan: 1) Bertempat tinggal di dataran tinggi. 2) Terkena radiasi. 3) Terpapar zat beracun. 4. Penilaian Penilaian dilakukan dengan cara menimbang bayi baru lahir dan sesuai dengan beratnya, maka bayi akan digolongkan dalam BBLR (bayi berat lahir rendah) atau BBLSR (bayi berat lahir sangat rendah) dan bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) (Prawirohardjo, 2010a: 377). 5. Klasifikasi a. Klasifikasi berat lahir rendah yaitu: 1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan di bawah 2500 gram pada saat lahir. 2) Bayi berat badan sangat rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat badan di bawah 1500 gram pada saat lahir. 13 3) Bayi dengan berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) adalah Bayi dengan berat badan di bawah 1000 gram pada saat lahir. (Fraser, dkk, 2009: 761). b. Klasifikasi menurut masa gestasi yaitu: 1) Bayi kurang bulan (BKB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari) a) Faktor penyebab (Dewi, 2010: 7): (1) Ibu mengalami perdarahan antepartum, trauma fisik/ psikologis, dan DM, atau usia ibu masih terlalu muda (< 20 tahun) dan multigravida dengan jarak kehamilan yang hebat. (2) Keadaan sosial ekonomi rendah. (3) Kehamilan ganda/ hidramnion. b) Ciri- ciri: (1) berat kurang < 2500 gram. (2) Lingkar dada < 30 cm. (3) Panjang badan < 45 cm. (4) Lingkar kepala < 33 cm. (5) Kepala lebih besar dari badannya. (6) Kulitnya tipis transparan dan banyak lanugo. (7) Lemak subkutan minimal. 14 2) Bayi cukup bulan (BCB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37- 42 minggu (259293 hari). 3) Bayi lebih bulan (BLB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari). (Kosim, dkk, 2008: 12). 6. Tipe bayi BBLR yaitu: a. Bayi dengan laju pertumbuhan intrauterin normal pada saat lahir: Mereka kecil karena persalinan dimulai sebelum akhir 37 minggu gestasi. Bayi premature ini tumbuh sesuai dengan masa gestasi mereka (SMK). b. Bayi dengan laju pertumbuhan intrauterin lambat dan yang dilahirkan aterm atau lebih dari aterm: Bayi aterm atau post- term ini pertumbuhannya kurang untuk usia gestasi. Mereka kecil untuk masa gestasi (KMK). c. Bayi dengan laju pertumbuhan intrauterin lambat dan sebagai tambahan yang dilahirkan sebelum aterm: Bayi premature ini kecil, baik karena persalinan dini maupun pertumbuhan intra uterin yang terganggu. Mereka kecil untuk masa kehamilan dan bayi premature. d. Bayi yang dianggap besar untuk masa kehamilan (LGA) diberat badan berapapun bila mereka berada di atas 90 persentil. (Fraser, dkk, 2009: 761) 15 7. Masalah yang terjadi pada BBLR. a. Masalah jangka pendek (Proverawati dan Cahyo, 2010: 10): 1) Gangguan metabolik. a) Hipotermia Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan system pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang (Proverawati dan Cahyo, 2010: 10). Hipotermia didefinisikan sebagai suhu inti tubuh dibawah 36°C (Rutter 1999). Saat suhu tubuh berada di bawah tingkat ini, bayi beresiko mengalami stress dingin. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi, seperti peningkatan konsumsi oksigen, produksi asam laktat, apnea, penurunan kemampuan pembekuan darah, dan yang paling sering terlihat adalah hipoglikemia (Fraser, dkk, 2009: 781). Ciri- ciri bayi BBLR yang mengalami hipotermia: (1) suhu tubuh < 32°C. (2) mengantuk dan sukar dibangunkan. (3) Menangis sangat lemah. (4) Seluruh tubuh dingin. (5) Pernafasan lambat. (6) Pernafasan tidak teratus. (7) Bunyi jantung lambat. (8) Mengeras kaku (sklerema). 16 (9) Tidak mau menetek, sehingga beresiko dehidrasi. (Proverawati dan Cahyo, 2010: 10) Tanda- tanda stadium lanjut hipotermia: (1) Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang. (2) Bagian tubuh lainnya pucat. (3) Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada bagian punggung, kakidan tangan (sklerema). Cara untuk mencegah kehilangan panas pada bayi BBLR yaitu: (1) Bayi harus segera dikeringkan. (2) untuk mentransportasi bayi digunakan transport incubator yang sudah hangat. (3) Tindakan terhadap bayi dilakukan dibawah radiant warmer. (4) Suhu lingkungan netral dipertahankan (Nurhayati, 2009: 33). Tindakan umum yang dilakukan untuk mencegah hipotermi, yaitu: (1) Mengeringkan tubuh bayi, segera setelah lahir dengan handuk/ kain yang hangat. (2) Menyelimuti bayi terutama bagian kepala dengan kain yang hangat (bayi di bungkus kain yang hangat dan diberi topi). (3) Meletakkan bayi dilingkungan / ruang yang hangat tidak kurang dari 25°C. 17 (4) Memastikan tangan selalu hangat pada saat memegang bayi. (5) Mengganti handuk, selimut, kain, popok, bedong yang basah dengan yang bersih, kering, dan hangat. (Nurhayati, 2009: 35). Penatalaksanaan hipotermia pada BBLR adalah metode kanguru dengan kontak kulit ke kulit yang berfungsi membantu mempertahankan BBLR tetap hangat. (Proverawati dan Cahyo, 2010: 10) Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam metode kanguru (Maryunani dan Nurhayati, 2009: 37) : (1) Posisi kanguru : posisi bayi diantara payudara, tegak, dada bayi menempel kedada ibu.posisi bayi kemudian diamankan dengan kain panjang atau baju kanguru (dalam hal ini bayi diletakkan dalam dekapan ibu dengan kulit menyentuh kulit, posisi bayi tegak, kepala miring ke kiri atau ke kanan). Apabila menggunakan baju kanguru/ kantung kanguru,posisi bayi adalah tegak/ vertikal pada siang hari pada waktu ibu berdiri atau duduk dan posisi bayi tengkurap atau miring pada malam hari pada waktu ibu berbaring/ tidur. Keunggulan metode ini adalah bayi mendapat sumber panas alami (36 - 37°C) langsung dari kulit ibu., mendapatkan kehangatan udara dalam kantung/ 18 baju ibu., serta asi menjadi lancar.dekapan ibu adalah energy bagi bayi. Pada bayi berat badan lahir sangat rendah (kurang dari 1000 gram) metode kanguru ditunda sampai usia 2 minggu atau sampai keadaan bayi stabil. (2) Nutrisi : waktu yang optimal untuk memulai menyusu ASI tergantung pada masa kehamilannya. (3) Dukungan : dukungan terutama diberikan kepada ibu berupa fisik, emosional dan edukasi, yang sewaktu hamil sebaiknya telah diberikan informasi tentang pentingnya metode kanguru bagi bayi. (4) Pemulangan : syarat pemulangan tergantung pada kesehatan bayi secara menyeluruh dalam kondisi baik dan ibu mampu merawat bayinya. (5) Harus ada konseling dan informed concent terlebih dahulu. b) Hiperglikemia Hiperglikemia merupakan masalah pada bayi yang sangat amat premature yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara intravena tetapi mungkin juga terjadi pada BBLR lainnya (Proverawati dan Cahyo, 2010: 10). c) Masalah pemberian ASI. Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Bayi dengan 19 BBLR sering mendapatkan ASI dengan bantuan (Pemberian ASI dengan sonde/ pipet), membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan kehamilan ≥ 35 minggu dan berat lahir ≥ 2000 gram umumnya bisa langsung menetek. 2) Gangguan imunitas. a) Gangguan Imunologik. Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fogositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena sistem kekebalan tubuh bayi BBLR belum matang. Keluarga dan tenaga kesehatan yang merawat bayi BBLR harus melakukan tindakan pencegahan infeksi dengan mencuci tangan (Proverawati dan Cahyo, 2010: 11). Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas, seringkali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi daripada bayi cukup bulan (Maryunani dan Nurhayati, 2009: 26). 3) Gangguan pernafasan a) Sindrom gangguan pernafasan. Menurut Proverawati dan Cahyo (2010: 12), sindrom gangguan pernafasan pada bayi BBLR adalah perkembangan imatur pada 20 sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan (rati lesitin atau sfingomielin kurang dari 2), pada paru- paru. Penyebab sesak nafas pada neonatus dibagi dua yaitu: kelainan medik: HMD, SAM (Sindroma aspirasi mekonium adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas usus janin), pneumonia atau kasus bedah Choana atresia, fistula trachea oesophagus, empisema lobaris kongenital. Gejala gangguan pernafasan dapat dikenali sebagai berikut: (1) Frekuensi nafas takhipneu (> 60 x / menit). (2) Retraksi suprasternal dan substernal. (3) Gerakan cuping hidung. (4) Sianosis sekitar mulut dan ujung jari. (5) Pucat dan kelelahan. (6) Apneu dan pernafasan tidak teratur. (7) Mendengkur. (8) Pernafasan dangkal. (9) Penurunan suhu tubuh. Penatalaksanaan yang dilakukan dalam menangani bayi BBLR dengan sindrom gangguan nafas, yaitu: (1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat. (2) Mempertahankan keseimbangan asam basa. 21 (3) Mempertahankan suhu lingkungan netral. (4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat. (5) Mencegah hipotermi. (6) Mempertahankan cairan dan elektrolit. b) Asfiksia Bayi BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan kecepatan dan keterampilan resusitasi (Proverawati dan Cahyo, 2010: 14). (1) Klasifikasi tingkat asfiksia (Maryunani dan Nurhayati, 2009: 45) : (a) Asfiksia Livida (Bebang Biru) Dengan gejala warna kulit kebiru- biruan,tonus otot cukup tegang dan denyut jantung cukup kuat, lebih dari 100x/menit. (b) Asfiksia Palida (Bebang Putih) Dengan gejala warna kulit putih, tonus otot lemas dan denyut jantung cukup kurang dari 100x/menit. (2) Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR((Maryunani dan Nurhayati, 2009: 46) : (a) Nilai APGAR 4 – 6, disebut asfiksia ringan-sedang. Biasanya didapatkan frekwensi jantung lebih dari 100 22 x/ menit, tonus otot kurang baik atau baik, biru, refleks masih ada. (b) Nilai APGAR 0 – 3, disebut asfiksia berat. Biasanya didapatkan frekwensi jantung kurang dari 100 x/ menit, tonus otot buruk atau biru dan kadang – kadang pucat, refleks rangsang tidak ada. Tabel 2.1 Nilai APGAR Bayi Baru Lahir Tanda Appearance (Warna kulit) 0 Blue (seluruh biru/ pucat) Pulse (Denyut Jantung) Grimace (Refleks) Absent (Tidak ada) None (Tidak Bereaksi) Actifity (Tonus Otot) Limp (Lumpuh) Respiratory Efforet (Usaha Bernafas) None (Tidak Ada) 1 Body Pink, limbs Blue (Tubuh Kemerahan, Ekstermitas Biru) < 100 2 All Pink (Seluruh Tubuh Kemerahan) Grimace (sedikit gerakan) Cry (Reaksi Melawan, Menangis) Good, Strong Cry (Menangis Kuat) Some Flexion of Limb (Ekstermitas sedikit fleksi) Slow Irregular (Lambat, Tidak Teratur) > 100 (Rahardjo dan Marmi, 2012 : 48) (3) Tindakan Khusus (a) Asfiksia berat : Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa indotrakeal, dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya oleh O2 yang diberikan tidak 30 cm H-20. Bila pernafasan spontan tidak timbul, 23 lakukan masase jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80-100 kali per menit. (b) Asfiksia Ringan/ Berat Pasang relkiek pernafasan (hisap lender, rangsang nyeri)selama 30-60 detik.bila gagal lakukanpernafasan kodok (frog breathing) 1-2 menit yaitu: kepala bayi ekstensi maksimal beri O2 1-2 liter per menit melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu keatas-bawah secara teratur 20 kali per menit. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitas. (Proverawati dan cahyo, 2010: 41). c) Apneu periodik (Henti nafas) Organ paru- paru dan susunan saraf pusat yang belum sempurna mengakibatkan kadang- kadang bayi berhenti bernafas. Hal ini perlu pemantauan secara seksama (Proverawati dan Cahyo, 2010: 14). Penatalaksanaan apnea yaitu (Yongki, dkk. 2012: 135) : (1) Amati bayi secara ketat terhadap periode apnea berikutnya dan bila perlu rangsang pernafasan bayi dengan usap dada dan punggung. Bila gagal, lakukan resusitasi dengan balon dan sungkup. 24 (2) Bila bayi mengalami episode apnea lebih dari sekali, sampai membutuhkan resusitasi tiap jam: (a) Jangan memberi minum. Pasang jalur IV dan berikan cairan IV kebutuhan rumatan perhari. (b) Bila bayi tidak mengalami episode apnea dan tidak memerlukan resusitasi selama 6 jam, bayi diperbolehkan menyusu. Bila tidak dapat menyusu berikan ASI peras dengan salah satu cara alternatif pemberian minum. (3) Lakukan perawatan lekat atau kontak kulit bayi dan ibu bila memungkinkan dengan cara ini serangan apnea bayi berkurang dan ibu dapat mengamati bayinya secara ketat. (4) Apabila sampel darah untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotika untuk penanganan kemungkinan besar sepsis. (5) Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari. (6) Amati bayi 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Jika tidak ada serangan apnea selama 7 hari, bayi minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. (7) Untuk bayi yang sangat kecil (berat lahir < 1500 gram atau umur kehamilan < 32 minggu), serangan apnea bisa menetap meskipun cara- cara tersebut telah dilakukan dan 25 infeksi berat teratasi, berikan teofilin dosis awal 5 mg/kg per oral dilanjutkan 2 mg/kg tiap 8 jam selama 7 hari. (8) Jika teofilin tak tersedia atau pemberian per oral belum memungkinkan, berikan aminofilin dosis awal 6 mg/kg IV diteruskan 2 mg/kg IV tiap 8 jam selama 7 hari. d) Paru belum berkembang Menyebabkan bayi sesak nafas (asfiksia). Bayi BBLR baik kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan kecepatan dan keterampilan resusitasi. e) Retrolental fibroplasia Menurut Proverawati dan Cahyo (2010: 14), penyakit ini ditemukan pada bayi prematur dimana disebabkan oleh gangguan oksigen yang berlebihan. Pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi (PaO2 lebih dari 115 mmHg: 15 kPa) maka akan terjadi vaso konstriksi pembuluh darah retina. Kemudian setelah bayi bernafas dengan udara biasa lagi, pembuluh darah ini akan mengalami vasodilatasi yang selanjutnya akan diikuti dengan proliferasi kapiler- kapiler baru yang tidak teratur. Kelainan ini biasanya terlihat pada bayi yang berat badannya kurang dari 2 kg dan telah mendapat oksigen dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 40 %). 26 Stadium akut penyakit ini dapat terlihat pada umur 3- 6 minggu dalam bentuk dilatasi arteri dan vena retina. Kemudian diikuti oleh pertumbuhan kapiler baru secara tidak teratur pada ujung vena. Kumpulan pembuluh darah baru ini tampak sebagai perdarahan. Akhirnya sebagian kapiler baru ini tumbuh ke arah korpus vetrium dan lensa. Selanjutnya akan terjadi edema pada retina dan retina akan terlepas dari dasarnya dan keadaan ini merupakan keadaan yang ireversibel. Pada stadium akhir akan terdapat masa retrolental yang terdiri dari jaringan ikat. Keadaan ini dapat terjadi bilateral dengan microftalmus, kamar depan yang menyempit, pupil mengecil dan tidak teratur serta visus menghilang. Selain itu dapat pula disertai retardasi mental dan cerebral palsy (Hassan dan Husein, 2007: 1054). Menurut Proverawati dan Cahyo (2010: 15), pengobatan pada stadium ini dapat dicoba dengan pemberian ACTH atau kortikosteroid. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu: (1) Oksigen yang diberikan kepada bayi prematur tidak boleh lebih dari 40 %. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian oksigen dengan kecepatan 2 liter per menit. (2) Tidak menggunakan oksigen untuk mencegah timbulnya apnoe atau sinosis. 27 (3) Pemberian oksigen pada bayi yang berat badannya kurang dari 2 kg harus berhati- hati, dan sebaiknya PaO2 selalu dimonitor. 4) Gangguan sistem peredaran darah a) Masalah perdarahan Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah abnormal atau menurun, gangguan trombosit, misalnya trombositopenia, trombositopati dan gangguan pembuluh darah (Proverawati dan Cahyo, 2010: 14). Vitamin K ini penting untuk mempertahankan mekanisme pembekuan darah normal. Pada bayi baru lahir, karena ususnya masih steril, maka bayi belum mampu membentuk vitamin K nya sendiri untuk beberapa hari pertama. Vitamin K yang diberikan adalah vitamin K1 (phythonadione) dimana berfungsi untuk meningkatkan pembentukan prothombin. Pemberiannya biasanya secara parenteral, 0,5- 1 mg IM dengan dosis satu kali segera setelah lahir (sebelum 24 jam), injeksi ini dilakukan dipaha kiri. Pemberian vitamin ini bisa juga secara oral dengan ketentuan 2 mg apabila bayi BBLR maka dosis yang dianjurkan adalah 1 mg dengan cara pemberian yang sama yaitu hari pertama dan ke empat setelah lahir. 28 b) Anemia Anemia fisiologik pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi eritropoesis pasca lahir, persediaan besi yang sedikit, serta bertambah besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan yang relatif agak cepat. Pemberian tambahan zat besi pada bayi dengan risiko terhadap defisiensi vitamin E (umumnya bayi dengan masa gestasi kurang dari 24 minggu akan memperberat hemolisis dan mengurangi absorbsi vitamin E. Oleh karena itu, vitamin E diberikan terlebih dahulu pada saat bayi mencapai berat badan dua kali lipat dari berat lahir, kemudian dimulai pemberian zat besi sebanyak 2 mg/ kg/ 24 jam (Proverawati dan Cahyo, 2010: 16). c) Gangguan jantung Menurut Proverawati dan Cahyo (2010: 16), gangguan pada jantung adalah sebagai berikut: (1) Patent ductus arteriosus (PDA) PDA yang menetap pada bayi yang berumur 3 (tiga) hari sering ditemui pada bayi lahir rendah, terutama pada bayi dengan penyakit membrane hialin. Diperkirakan 21 % diantara bayi BBLR menderita kelainan tersebut yang kejadiannya berbanding terbalik dengan berat lahir dan masa gestasi. Sejumlah 79 % bayi yang menderita PDA 29 tanpa disertai sindrom gawat nafas yang berat menunjukkan penutupan PDA secara sepontan. (2) Defek septum ventrikel Frekuensi kejadian defek septum ventrikel paling tinggi pada bayi dengan berat kurang dari 2500 gram dan masa gestasinya kurang dari 34 minggu dibandingkan dengan bayi yang lebih besar dengan masa gestasi yang cukup. Penatalaksanaan kelainan jantung kongenital yaitu dengan pemberian O2 pada kecepatan aliran maksimal. Pemberian ASI ekslusif juga diperlukan, bila tidak dapat dilakukan berikan ASI perah dengan memakai salah satu alternatif pemberian. Apabila memungkinkan, rujuk ke rumah sakit rujukan/ Pusat Pelayanan Spesialis untuk terapi devinitif (Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010: 92). d) Gangguan pada otak. Gangguan pada otak antara lain adalah sebagai berikut: (1) Intraventricular Hemorrage, perdarahan intrakranial (otak) pada neonatus. Bayi mengalami masalah neurologis, seperti gangguan mengendalikan otot (cerebral palsy), keterlambatan perkembangan, dan kejang. (2) Periventricular Leukomalacia (PVL), kerusakan dan pelunakan materi putih bagian dalam otak yang 30 mentransmisikan informasi antara sel- sel syaraf dan sumsum tulang belakang, juga dari satu bagian otak kebagian otak yang lain. Jaringan otak yang rusak mempengaruhi sel- sel syaraf yang mengendalikan gerakan motor. Akibatnya bayi tumbuh dengan sel syaraf rusak dan menyebabkan otot menjadi kejang. Bayi dengan PVL beresiko mengalami cerebral palsy, atau mungkin masalah intelektual (kesulitan belajar). Biasanya gangguanini terjadi pada bayi dengan masa gestasi < 32 minggu. e) Bayi BBLR dengan ikterus. Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput lender dan berbagai jaringan oleh zat warna empedu (Proverawati dan Cahyo, 2010: 11). Semua bayi premature menjadi ikterus karena system enzim hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4- 5 hari berlalu. Icterus dapat diperberat oleh polisemia, memar hemolisias dan infeksi karena hiperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat (Marmi dan kukuh Rahardjo, 2012: 268). 31 Ikterus adalah warna kulit yang dapat terlihat pada seklera, selaput lender, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Keadaan ini merupakan penyakit darah. Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah. Penguraian sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh tubuh badan manusia apabila sel darah merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian hati (hepar) dan disingkirkan dari badan melalui buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK). Ketika bayi berada di dalam kandungan, sel darah ini akan dikeluarkan melalui uri (plasenta) dan diuraikan oleh hati ibu. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg %, maka ikterus akan terlihat namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah melampaui 5 mg % (Marmi dan Kukuh Rahardjo, 2012: 276). Ikterus dibagi menjadi dua golongan (Proverawati dan Cahyo, 2010: 11), yaitu: (1) Ikterus Patologis: (a) Jika kuningnya timbul dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir. (b) Jika dalam sehari kadar bilirubin meningkat secara pesat atau progresif. 32 (c) Jika bayi tampak tidak aktif, tak mau menyusu, cenderung lebihbanyak tidur, disertai suhu tubuh yang meningkat atau malah turun. (d) Jika bayi kuning kebih dari 2 minggu. (e) Jika air kencingnya berwarna tua sepertiair the. (2) Ikterik Fisiologi: (a) Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga. (b) Tidak memiliki dasar patologis. Ikterus yang memiliki dasar patologis bilirubinnya memiliki nilai yang atau kadar disebut hiperbilirubinemia dan ini berakibat negative terhadap organ tubuh terutama bila menembus sawar otak yang disebut kern- ikterus (Maryunani dan Nurhayati, 2009: 98). (c) Kadarnya tidak melampaui batas yang berbahaya yaitu kadar bilirubin > 12,5 mg % (Maryunani dan Nurhayati, 2009: 98). (d) Tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus (suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirect pada otak). Perubahan warna kuning pada kulit, membran mukosa, sklera dan organg lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar billirubin didalam darah. Penilaian ikterus menurut KREMER: 33 cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain- lain. (1) Kremer 1: Kepala sampai leher. (2) Kremer 2: Kepala, leher sampai dengan umbilicus. (3) Kramer 3: Kepala, badan, paha, sampai dengan lutut. (4) Kramer 4: Kepala, badan , ekstermitas sampai dengan tangan dan kaki. Tujuan utama penatalaksanaan ikterus adalah untuk mengendalikan agar kadar billirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan billirubin. Dapat dilakukan dengan menggunakan terapi sinar. Kriteria alat fototerapi disini menggunakan panjang gelombang 425 – 475 nm. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6 – 12 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35 – 50 cm diatas bayi. Jumlah bola lampu 6 – 8 buah, terdiri dari biru (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes (Maryunani dan Nurhayati, 2009: 110). Prosedur pemasangan fototerapi : (1) Pengertian Terapi sinar dengan gelombang cahaya 425 – 475 nm. 34 (2) Tujuan Untuk menurunkan kadar bilirubin didalam jaringan dan serum dengan cara menyinari seluruh permukaan tubuh/ kulit bayi, sehingga dapat memecah bilirubin jadi larutan dalam air dan dapat dikeluarkan bersamaan urin. (3) Prosedur (a) Indikasi Fototerapi biasanya dilakukan bila kadar bilirubin direk sudah mencapai setengah dari transfuse tukar. (b) Persiapan Orang tua : dijelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan, tujuan dan kegunaan fototerapi. Alat fototerapi siap dipakai, yaitu: Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik. Ganti tabung / lampu fluoresens yang telah rusak atau berkedip – kedip (flickering). Catatan tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut. Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi. Gunakan linen putih pada basinet atau incubator, dan tempatkan tirai putih disekitar daerah unit fototerapi 35 ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkinkepada bayi. 28 - 30 °C, dengan cara menghangatkan ruangan tempat unit fototerapi ditempatkan, sehingga suhu dibawah lampu antara Lingkungan : pertahankan suhu kamar 28 - 30 °C. Klien/ bayi : perawatan cuci tangan, lepaskan baju dan popok bayi, pastikan suhu bayi dalam batas normal. Pasang plester non alergi dipelipis kanan dan kiri bayi. Pasang penutup mata dengan bahan yang tidak tembus sinar, tempelkan plester penutup mata diatas plester yang dipelipis. Pada saat menutup mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung tidak ikut tertutup. (c) Pelaksanaan Baringkan bayi dibawah fototerapi dengan jarak 30 – 50 cm jikaberat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet/ boks bayi.bila bayi kurang dari 2 kg, tempatkan bayi dalam incubator. Hidupkan fototerapi. Catat tanggal dan jadwal awal penggunaan fototerapi. Pencatatan dilakukan berkesinambungan. Observasi warna kulit bayi tiap 8 jam, catat warna dan keadaan kulit. 36 Ubah posisi tidur, terlentang/ tengkurap tiap 3 jam. Monitor suhu untuk mencegah hipotermi dan hipertermi. Ukur suhu bayi dan suhu udara dibawah fototerapi setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 °C. Cukupi kebutuhan cairan bayi, yaitu memotivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ad libitum, paling kurang 3 jam. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit fototerapi dan lepaskan penutup mata. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan cairan atau makanan lain (seperti pengganti ASI, air, air gula, dan lain –lain), tidak ada manfaatnya. Bila bayi menerima cairan per IV / infus atau ASI ynag telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar. Bila bayi menerima cairan per IV/ infus atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar fototerapi. Lepaskan penutup mata pada touching time dan nilai keadaan mata. Laksanakan parent- infant bounding. Informasikan keadaan bayi setiap bayi kepada orang tua. 37 Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan dan hasil pemeriksaan bilirubin. Matikan lampu selama proses pengambilan darah atau matikan lampu sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru) bila bayi sedang menerima oksigen. Fototerapi dihentikan bila nilai bilirubin dalam batas normal. Bila kadar bilirubin mendekati jumlah indikasi transfuse tukar, persiapkan untuk tindakan tersebut seperti memindahkan bayi kepusat atau rumah sakit yang siap untuk tatalaksana tranfusi tukar, sertakan contoh darah ibu dan bayi. Prosedur pemberhentian fototerapi (1) Pengertian Pemberhentian pemberian fototerapi karena kadar bilirubin serum sudah dalam batas normal. (2) Tujuan Untuk menghindari efek samping fototerapi dan pemborosan. (3) Prosedur (a) Indikasi : biasanya diindikasikan bila kadar bilirubin < 12 mg% untuk bayi cukup bulan dengan berat 38 diatas 3000 gr. Dan > 10 mg% untuk bayi kurang bulan dengan berat badan kurang dari 2500 gr. (b) Persiapan : gunakan alcohol swap kalau perlu untuk melepaskan plester (untuk bayi yang tidak alergenis). (c) Pelaksanaan : beritahu kedua orang tua, cuci tangan, matikan lampu fototerapi, lepaskan penutup mata dengan hati – hati dan bila perlu gunakan alcohol swap untuk melepaskan plester dipelipis kanan dan kiri. Nilai keadaan kulit dan mata bayi. Pakaikan baju dan popok, bila perlu dibedong. Catat di lembar pengawasan khusus, tanggal, jam, saat fototerapi dihentikan dan lamanya terapi sinar. Catat tanggal, jam, dan jumlah pemakaian lampu fototerapi pada format yang tersedia. Cuci tangan, kembalikan alat foto terapi ke tempatnya. Anjurkan ibu untuk menilai icterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning (untuk bayi yang sudah pulang ke rumah). f) Kejang. Suatu kondisi apabila ditemukan adanya tremor yang disertai adanya penurunan kesadaran, terjadi gerakan yang tidak terkendali pada mulut, mata, atau anggota gerak lain, atau 39 terjadi mulut mencucu, terjadi kekakuan seluruh tubuh tanpa adanya rangsangan. Secara umum, tanda/ gejala kejang pada bayi baru lahir adalah: (1) Ada riwayat kejang. (2) Ada tanda/gejala kejang. (3) Tremor dengan atau tanpa kesadaran menurun. (4) Menangis melengking tiba- tiba. (5) Gerakan yang tidak terkendali pada mulut, mata, atau anggota gerak. (6) Mulut mencucu. (7) Kaku seluruh badan dengan atau tanpa rangsangan. Sedangkan pengobatan yang dapat dilakukan pada kondisi bayi kejang: (1) Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen. (2) Atasi masalah kejang dengan pemberian obat anti kejang. (3) Jika terjadi kejang berulang lakukan pemberian fenobarbital 1 kali dosi 30 mg secara IM. (4) Pertahankan kadar gula darah agar tidak menurun. (5) Anjurkan pada ibu agar tetap menjaga kehangatan bayi. (6) Lakukan rujukan segera. g) Hipoglikemia Hipoglikemia adalah kondisi ketidaknormalan kadar gula darah bayiyang rendah dan di bawah normal. Bayi yang mengalami 40 hipoglikemia akan memperlihatkan tanda dan gejala sebagai berikut: (1) Gerakan gelisah atau tremor. (2) Apatis. (3) Kejang. (4) Suara tangis yang lemah (5) Lemah. (6) Letargis. (7) Kesulitan makan. (8) Keringat banyak. (9) Pucat mendadak. (10) Hipotermi. (11) Henti jantung. Apabila bayi mengalami hipoglikemia, maka tindakan penanganan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Beri dextrose 10 % kira- kira 30 cc 1x pemberian dan observasi. (2) Pertahankan suhu tubuh dengan cara membungkus bayi dengan kain hangat, jauhkan dari hal- hal yang dapat menyerap panas bayi. (3) Segera beri minum (ASI). (4) Observasi keadaan bayi yaitu: tanda- tanda vital, warna kulit. 41 (5) Bila tidak ada perubahan selama lebih kurang 24 jam dalam gejala- gejala tersebut segera rujuk ke rumah sakit. 5) Gangguan Cairan dan elektrolit a) Gangguan Eliminasi Kerja ginjal masih belum matang. Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna. Ginjal yang imatur baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urine yang sedikit, urea clearance yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudah terjadi edema dan asidosis metabolik. b) Distensi abdomen Yaitu kelainan yang berkaitan dengan usus bayi. Distensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yng larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang, kerja dari sfingter kardioesofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi. Sebaiknya pemberian cairan menggunakan pipa lambung pada BBLR dengan dehidrasi berat tidak dilakukan dan tingkatkan 42 pemberian cairan IV sesuai kebutuhan rumatan selama 12 jam (Yongki, dkk. 2012: 88) c) Gangguan pencernaan Saluran pencernaan pada bayi BBLR belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung kurang. Bayi BBLR mudah kembung, hal ini disebabkan oleh karena stenosis anorektal, atresia ileum, peritonitis meconium, dan mega colon. Evakuasi meconium lebih dari 24 jam pertama dapat dicurigai kelainan bedah. Bayi dengan ileus meconium, obstruksi usus, gastrokizis, dan omfalokel sering lahir prematur terutama bila disertai hidramnion. Kejadian tertinggi pada bayi dengan bayi berat lahir kurang dari 1500 gram atau kurang dari 32 minggu kehmilan. Muntah juga dapat terjadi karena adanya suatu kelainan di sistem pencernaan bayi yang mungkin juga memerlukan tindakan bedah. Bayi premature yang mendapat makanan cukup akan buang air besar dengan konsistensi semisolid sebanyak 1- 6 kali per hari. Jika jumlahnya bertambah banyak dan berbentuk air, harus dicari penyebabnya dan diawasi. Seharusnya bayi premature tidak boleh muntah maupun regurgitas. d) Gangguan elektrolit 43 Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan lingkungan dan penyakit bayi. Diduga kehilangan cairan melalui tinja dari janin yang tidak mendapat makanan melalui mulut, sangat sedikit. Kebutuhan cairan akan sesuai dengan kehilangan cairan insensible, cairan yang dikeluarkan ginjal, dan pengeluaran cairan yang disebabkan keadaan lainnya. Kehilangan cairan insensible, berhubungan tidak langsung dari masa gestasi. Bayi premature sangat imatur (berat lahir kurang dari 1000 gram) memerlukan sebanyak 2- 3 ml/kg/BB/jam yang sebagian disebabkan oleh kulit yang tipis, kekurangan jaringan subcutan, dan oleh luasnya permukaan tubuh. Kehilangan air insensible meningkat di tempat udara panas, selama terapi sinar, dan pada kenaikan suhu tubuh. Kehilangan air tersebut dapat berkurang bila bayi diberi pakaian, inkubator sebelah dalam ditutupi pleksiglas, bernafas dengan udara lembab, atau pada bayi yang mendekati cukup bulan. Bayi premature yang besar (2000- 2500 gram) akan kehilangan air insensible ini sebanyak 0,6- 0,7 ml/kgBB/jam bila dirawat dalam inkubator. Pemberian cairan juga diperlukan agar zat yang larut dalam air kemih seperti urea, elektrolit dan fosfat dapat dikeluarkan. jumlahnya berbeda- beda menurut makanan yang diberikan, tingkat anabolik dan katabolik nutrisinya, formula yang pekat, 44 alimentasi yang semuanya melalui pembuluh darah akan memerlukan air yang lebih banyak agar hasil katabolisme yang meningkat dapat dikeluarkan melalui air kemih. Beban zat yang terlarut dalam ginjal (renal solute loads) berkisar 7,5- 30 mOsm/kg. bayi barulahir, terutama BBLSR, kurang mampu memekatkan air kemih, oleh sebab itu perlu ditambah cairan agar bayi dapat mengeluarkan zat yang tidak diperlukan tubuhnya. Jumlah cairan yang dianjurkan untuk neonatus yang memerlukan susu botol atau cairan melalui pembuluh darah adalag 60- 70 ml/kgBB pada hari pertama, dinaikkan menjadi 100- 120 ml/kgBB pada hari ke 2- 3, pada hari 4- 5 mencapai 150 ml/kgBB dan selanjutnya dapat mencapai 160- 180 ml/kgBB/hari. Volume cairan harus disesuaikan dengan kebutuhan setiap bayi. Yang perlu dipantau pada bayi premature adalah berat badan yang harus ditimbang setiap hari, pengeluaran air kemih, dan berat jenisnya, serta kadar nitrogen urea serum dengan elektrolit. Pemantauan ini dapat diketahui secara dini kelainan hidrasnyai. Kehilangan cairan yang meningkat seperti pada glikosuria, polyuria pada nekrosis tubular akut dan diare akan menyebabkan bayi menjadi dehidrasi karena ginjal tidak sanggup menahan air dan elektrolit yang keluar. Sebaliknya jumlah cairan yang 45 berlebihan memudahkan terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan duktus arteriosus paten. Cairan IV (Intra Vena) diberikan agar bayi dipastikan menerima cairan, kalori dan elektrolit yang dibutuhkan (Yongki, dkk. 2012: 85). b. Masalah jangka panjang. 1) Masalah psikis: a) Gangguan perkembangan dan pertumbuhan. Pada bayi BBLR, pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat berkaitan dengan maturitas otak. b) Gangguan bicara dan komunikasi. Penelitian longitudinal menunjukkan perbedaan kecepatan bicara yang menarik antara BBLR dan berat lahir normal (BLN). Pada bayi BBLR kemampuan bicaranya akan terlambat dibandingkan BLN sampai usia 6½ tahun. c) Gangguan neurologi dan kognisi Luaran jangka panjang BBLSR erat berhubungan dengan usia kehamilan dan kelainan neurologi berbanding terbalik dengan derajat imaturitas bayi (ditinjau dari berat lahir dan masa gestasi). Hal ini juga berlaku untuk kognisi abnormal atau IQ rendah, bayi dengan Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) yang berhasil melewati masa kritis neonatal tetap berisiko tinggi 46 untuk lambat berkembang dikemudian hari. BBLSR <1000 gram dan < 28 minggu berisiko tinggi untuk kecacatan berat atau ringan dan kompleks yang berakibat pada kegagalan akademis, perilaku dan kehidupan dimasyarakat. Gejala neurologis yang paling sering dilaporkan adalah cerebral palsy. Makin kecil usia kehamilan bayi makin tinggi risikonya. Gejala neurologi lain adalah retardasi mental, MMR (motor, mental retaldasi) dan kelainan EEG (dengan atau tanpa epilepsi). Gangguan selama periode perinatal akan meningkatkan risiko neurologis. Usia kehamilan lebih tua, BBLSR (sehat) tetap berisiko untuk gangguan belajar dan gangguan perilaku. Pemantauan perilaku dari perkembangan anak, bertindak cepat melalui deteksi dini dan memanfaatkan “golden period” (usia 0- 3 tahun) banyak membantu BBLR melampaui masa kritisnya. d) Gangguan belajar/ masalah pendidikan. Sulit menilai untuk negara berkembang karena faktor kemiskinan juga berperan pada kinerja sekolah. Suatu penelitian longitudinal di Negara maju (UK dan Eropa) menunjukkan bahwa lebih banyak anak BBLR dimasukkan kesekolah khusus. 47 e) Gangguan atensi dan hiperaktif. Dulu dikenal sebaga Minimal Brain Disordes, sekarang lebih banyak disebut sebagai AAD dan ADHD. Merupakan gangguan neurologi. Pennelitian menunjukkan bahwa gangguan ini lebih banyak terjadi pada anak laki- laki daripada anak perempuan, lebih banyak pada anak dengan berat lahir < 2041 gram. Sering disertai dengan gejala ringan (minor neurological sign) dan perubahan perilaku. Paling sering disertai gangguan disfungsi integrasi sensori (sensory processing disordes). 2) Masalah Fisik. a) Penyakit paru kronia. Keadaan ini dapat disebabkan karena infeksi, kebiasaan ibu merokok selama kehamilan, dan radiasi udara dilingkungan. b) Gangguan penglihatan (Retinopati) dan pendengaran. Biasanya Retinopathy of prematury (ROP) ini menyerang bayi BBLR dengan BB < 1500 gram dan masa gestasi < 30 minggu. Bayi bisa mengalami kebutaan. c) Kelainan bawaan (kelainan kongenital). Kelainan bawaan (kelainan kongenital)adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Secara umum, kelainan struktur atau kelainan metabolisme terjadi akibat: 48 (1) Hilangnya bagian tubuh tertentu. (2) Kelainan pembekuan bagian tubuh tertentu. (3) Kelainan bawaan pada kimia tubuh. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan risiko kelainan bawaan, yaitu: (1) Faktor teratogenik. Teratogenik adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan risiko suatu kelainan bawaan, yang termasuk teratogen adalah radiasi, obat tertentu, racun, infeksi. (2) Faktor gizi. Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan rikiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifina dapat terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram per hari. (3) Faktok fisik pada Rahim. Didalam Rahim, bayi terendam oleh air ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan. Cairan ketuban 49 yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paruparu dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang yang memperlambat proses pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagua). (4) Faktor fisik dan kromosom. Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua. Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat didalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika satu gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan. Bayi dengan anomali kromosom (missalnya: trisomy 21, trisomy 18) dan bayi dengan infeksi rubella bawaan cenderung mempunyai kejadian yang tinggi untuk menderita penyakit jantung bawaan dan biasanya termasuk bayi KMK (kecil masa kehamilan). Beberapa kelainan bawaan yang sering ditemukan adalah: (d) Celah bibir atau langit- langit mulut (sumbing). Terjadi jika selama masa perkembangan janin, jaringan mulut atau bibir tidak terbentuk sebagaimana mestinya. 50 Bibir sumbibng adalah suatu celah diantara bibir bagian atas dengan hidung. Langit- langit sumbing adalah suatu celah diantara langit- langit mulut dengan rongga hidung. (e) Defek tabung saraf. Terjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak dan korda spinalis. Dalam keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk tabung pada hari ke 29 setelah pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara sempurna, maka akan terjadi defek tabung saraf. Bayi yang mengalami kelainan ini banyak yang meninggal didalam kandungan atau meninggal segera setelah lahir. Defek tabung saraf yang paling sering ditemukan adalah spina bifida, terjadi jika kolumnya spinalis tidak menutup secara sempurna di sekeliling korda spinalis, atau anensefalus (f) Kelainan jantung. Defek septum atrium dan ventrikel (terdapat lubang pada dinding yang memisahkan jantung kiri dan kanan). Patent ductus arteriosus (terjadi jika pembuluh darah yang penting pada sirkulasi janin ketika masih berada didalam Rahim, setelah bayi lahir tidak menutup sebagaimana semestinya). 51 Stenosis katup aorta atau pulmonalis (penyempitan katup aorta atau katup pulmonalis). Koartasio aorta (penyempitan aorta). Transposisi arteri besar (kelainan letak aorta dan arteri pulmonalis). Sindroma hipoplasi jantung kiri (bagian jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh tidak terbentuk semua). Tetralogi fallot (terdiri dari stenosi katup pulmonalis, defek septum ventrikel, transposisi arteri besar dan hipertrofi ventrikel kanan). Pemakaian obat tertentu pada kehamilan trimester pertama berperan dalam terjadinya kelainan jantung bawaan (misalnya obat anti kejang, fenitoin, talidomid dan obat kemoterapi). Penyebab lainnya adalah pemakaian alcohol, rubella, dan diabetes selama kehamilan. (g) Cerebral palsy. Biasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi lahir, tergantung pada beratnya kelainan. (h) Clubfoot. Istilah clubfoot digunakan untuk menggambarkan sekumpulan kelainan struktur pada kaki dan 52 pergelangan kaki, dimana terjadi kelainan pada pembentukan tulang, sendi, otot dan pembuluh darah. (i) Dislokasi panggul bawaan. Terjadi jika ujung tulang paha tidak terletak di dalam kantung panggul. (j) Hipotiroidisme kongenital. Terjadi bila bayi tidak memiliki kelenjar tiroid atau jika kelenjar tiroid tidak terbentuk secara sempurna. (k) Fibrosis kistik. Penyakit ini terutama menyerang system pernafasan dan saluran pencernaan. Tubuh tidak mampu membawa klorida dari dalam sel ke permukaan organ sehingga terbentuk lendir yang kental dan lengket. (l) Defek saluran pencernaan. Saluran pencernaan terdiri dari kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar, rektum serta anus. Defek tersebut misalnya: atresia esophagus (kerongkongan tidak terbentuk sempurna), Hernia diafragmatika, stenosis pylosus, penyakit hirschsprung, gastroskisis, dan omfalokel, atresia anus, atresia bilier. (m) Sindroma down. Merupakan sekumpulan kelainan yang terjadi pada anak- anak yang dilahirka denga kelainan kromosom 53 nomor 21 pada sel- selnya. Mereka mengalami keterbelakangan mental dan memiliki wajah dan gambaran fisik lainnya yang khas, kelainan ini sering disertai dengan kelainan jantung. (n) Fenilketonuria. Merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi pengolahan protein oleh tubuh dan bisa menyebabkan keterbelakangan mental. Bayi yang terlahir dengan fenilketonuria tampak normal, tetapi jika tidak diobati mereka akan mengalami gangguan perkembangan yang baru terlihat ketika usianya mencapai 1 tahun. (o) Sindroma X yang rapuh. Sindrom ini ditandai dengan gangguan mental, mulai dari ketidak mampuan belajar sampai keterbelakangan mental, perilaku autis dan gangguan pemusatan perhatian serta hiperaktivitas. Gambaran fisiknya khas, yaitu wajahnya panjang (p) Distrofi otot. Distrofi otot adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan lebih dari 40 penyakit otot yang berlainan, yang semuanya ditandai dengan kelemahan dan kemunduran yang progresif dari oto- otot yang mengendalikan pergerakan. 54 (q) Anemia sel sabit. Merupakan suatu kelainan sel darah merah yang memiliki bentuk abnormal (seperti bulan sabit), yang menyebabkan anemia kronis, serangan nyeri dan gangguan kesehatan lainnya. (r) Penyakit Tay- sachs. Penyakit ini menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan kebutaan, demensia, kelumpuhan, dengan keterlambatan kejang, dan ketulian. (s) Sindroma alkohol pada janin. Sindroma ini ditandai pertumbuhan, keterbelakangan mental, kelainan pada wajah dan kelainan pada sistem saraf pusat. Celah bibir atau langit- langit (bibir sumbing). 8. Menurut Dewi (2010: 7), masalah bayi yang lahir dengan berat sangat kecil (BB < 1.500 gram atau usia < 32 minggu): a. Sukar bernafas. b. Sukar minum (menghisap). c. Ikterus berat. d. Infeksi. e. Rentan hipotermi. f. Segera rujuk jika bayi mengalami kondisi- kondisi tersebut. 55 9. Bayi berat lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (dismatur): a. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan prematuritas: 1) Sindrom gangguan pernafasan idiopatik (Penyakit membrane hialin). 2) Pneumonia aspirasi, karena reflex menelan dan batuk belum sempurna. 3) Perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan). 4) Hiperbilirubinemia, karena fungsi hati belum matang. 5) Hipotermia. (Prawirohardjo, 2010a: 376) b. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan dismaturitas: 1) Sindrom aspirasi mekoneum . 2) Hipoglikemia. 3) Hiperbilirubinemia 4) Hipotermia. (Prawirohardjo, 2010a: 377) 10. Kebutuhan cairan(Berat badan < 2 kg). Kebutuhan cairan: 250 ml/ kgBB/ 24 jam, pemberian cairan adalah 4 glukosa 10 % + 1 NaHCO3 1½ % dengan pemberian 4 jam pertama 25 ml/ kgBB/ 20 jam (Hidayat, 2008: 103). 56 11. Penanganan a. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat. b. Mencegah infeksi dengan ketat. BBLR sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip - prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi. c. Pengawasan nutrisi/ ASI. Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat. d. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/ nutrisi bayidan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh. (Prawirohardjo, 2010a: 377) 12. Pencegahan BBLR Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kejadian BBLR yaitu: a. Mendorong kesehatan remaja putri. b. Mengusahakan semua ibu hamil mendapatkan perawatan antenatal yang komprehensif. c. Memperbaiki status gizi ibu hamil dengan mengkonsumsi makanan yang lebih sering atau lebih banyak. 57 d. Menghentikan kebiasaan merokok, menggunakan obat- obat terlarang dan alcohol pada ibu hamil. e. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. f. Mengkonsumsi tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet perhari minimal sebanyak 90 tablet. g. Ibu hamil yang diduga berisiko terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu. h. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam Rahim, tanda- tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik. i. Menganjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari kehamilan normal. j. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinan pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun). k. Kurangi kegiatan yang melelahkan secara fisik semasa kehamilan, beristirahat yang cukup dan tidur lebih awal dari biasanya. l. Konseling pada suami istri untuk mengusahakan agar mengaturjarak antar kehamilan paling sedikit 2 tahun. 58 m. Meningkatkan penerimaan gerakan Keluarga Berencana (KB), dengan mendorong penggunaan metode kontrasepsi yang modern dan sesuai untuk menjarangkan kehamilan. n. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan BBLR. o. Memberikan pengarahan kepada ibu hamil dan keluarganya untuk mengenali tanda- tanda bahaya selama kehamilan dan mendapatkan pengobatan terhadap masalah- masalah selama kehamilan. p. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama kehamilan. (dikutip dari tesis ALMIRA GITA NOVIKA, 2013: 22). 13. Deteksi dini risiko BBLR Deteksi dini risiko BBLR adalah kegiatan penjaringan terhadap ibu- ibu hamil atau kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang terdeteksi atau berpotensial melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (dikutip dari tesis ALMIRA GITA NOVIKA, 2013: 19). 14. Upaya deteksi dini risiko BBLR Hal- hal yang diperlukan diperhatikan dalam upaya melakukan deteksi dini terhadap risiko BBLR yaitu: a. Melakukan pengkajian terhadap usia ibu dan memastikan apakah usia ibu dalam rentang 20 tahun sampai 35 tahun. 59 b. Melakukan pengkajian jarak kehamilan ibu sekarang dengan kehamilan ibu sekarang dengan kehamilan sebelumnya. c. Melakukan pengkajian riwayat merokok dan minum minuman beralkohol pada ibu hamil. d. Melakukan pengkajian riwayat bayi ibu sebelumnya. e. Melakukan pengkajian masalah- masalah/ komplikasi yang dialami oleh ibu seperti anemia, pre eklamsia, hipertensi, infeksi selama kehamilan, kehamilan ganda. f. Menimbang berat badan setiap ibu periksa hamil dan menghitung kenaikan berat badan ibu setiap kali periksa. g. Melakukan pengukuran LILA. h. Mengukur TFU dengan menggunakan pita ukur serta menghitung TBJ (Tafsiran Berat Janin). i. Melakukan pemeriksaan Hb (Hemoglobin). j. Melakukan rujukan segera apabila ditemukan hal- hal yang tidak normal (dikutip dari tesis ALMIRA GITA NOVIKA, 2013: 19). 60 15. Tabel 2.2 Penanganan bayi bert lahir rendah (BBLR). KRITERIA KATEGORI PENILAIAN PENANGANAN Puskesmas Rumah Sakit Berat lahir bayi < 2500 gram Bayi berat lahir sangat rendah Bayi berat lahir rendah (BBLSR) (BBLR) Berat lahir < 1500 gram Berat lahir 1500 - 2500 gram 1. Keringkan secepatnya dengan handuk hangat. 2. Kain yang basah secepatnya diganti dengan yang kering dan hangat. 3. Berikan lingkungan hangat dengan cara kontak kulit ke kulit dan/ bungkus BBLSR dengan kain hangat. 4. Beri lampu 60 watt, dengan jarak minimal 60 cm dari bayi. 5. Kepala bayi ditutup topi. 6. Beri oksigen. 7. Tali pusat dalam keadaan bersih. 8. Tetesi ASI bila dapat menelan . 10. Beri ASI. Bila tidakdapat menelan, Bila tidak dapat langsung dirujuk. menghisap, bisa menelan 9. Rujuk ke rumah sakit. langsung tetesi dari putting. 11. Bila tidak dapat menelan, langsung dirujuk. 1. Samadengan diatas. 2. Beri minum dengan sonde/ tetes ASI. 3. Bila tidak mungkin, infus Dekstrose 10 % + Bicarbonas Natricus 1,5 % = 4: 1 Hari I: 60 cc/kg/hari Hari II: 70 cc/kg/hari 4. Antibiotika 5. Bila tidak dapat menghisap puting susu/ tidak dapat menelan langsung/ sesak/ biru/ tanda- tanda hipotermia berat, terangkan kemungkinan akan meninggal. (Prawirohardjo, 2010: 379) 61 62 B. Teori Managemen Kebidanan 1. Pengertian Asuhan Kebidanan Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung jawabbidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan dan /atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi wanita, dan pelayanan kesehatan masyarakat (Soepardan, 2008: 5). Asuhan Kebidanan berfokus dalam pencegahan dan promosi kesehatan yang bersifat holistic, yang diberikan kepada perempuan berupa informasiyang relevan, objektif dan konseling, memfasilitasi pilihan setelah terinformasi. Asuhan kebidanan harus diberikan dengan cara yang kreatif, fleksibel, supporting, caring bimbingan, monitor dan pendidikan dengan berpusat pada kebutuhan perempuan yang unik dan bersifat pribadi dalam masa suburnya. Asuhan harus berkesinambungan, sesuai selera dan tidak otoriter, serta menghormati pilihan perempuan tentang tempat bersalin (Hidayat dan Mufdlilah, 2009: 5). Asuhan Kebidanan adalah aktifitas atau intervensi yang dilaksanakan oleh bidan kepada klien,yang mempunyai kebutuhan atau permasalahan, khususnya dalam KIA atau KB (Asrinah, dkk, 20010: 11). Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan (Yanti dan Nurul, 2010: 55). 63 2. Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis sistematis. Olehkarena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi seorang bidan dalam memeberikan arah/ kerangka dalam menangani kasus yang menjadi tanggung jawab (Estiwidani, dkk, 2008: 124). Manajemen asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan (Soepardan, 2008: 96). Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Hidayat dan Mufdlilah, 2008: 74). 3. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan c. Menurut (Hidayat dan Mufdlilah, 2008: 75) 1) Langkah I (Pengumpulan Data) Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien/ orang yang meminta asuhan. 2) Langkah II (Interpretasi Data Dasar) Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data 64 dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. 3) Langkah III (Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. 4) Langkah IV (Mengidentifikasi dan menerapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera). Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu intruksi dokter. 5) Langkah V (Merencanakan asuhan yang komprehensif/ menyeluruh). Perencanaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah sebagai berikut: tentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan yang berisi tentang sasaran/ target dan hasil yang akan dicapai, selanjutnya ditentukan rencana tindakan sesuai dengan masalah/ diagnosa dan tujuan yang akan dicapai. 6) Langkah VI (Melaksanakan perencanaan). Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau tim kesehatan lainnya. Siatuasi dimana bidan berkolaborasi 65 dengandokter danketerlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh. 7) Langkah VII (Evaluasi). Pada langkah ke 7 ini dilakukan evaluasi keefektivan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar- benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. C. Teori hukum kewenangan Bidan Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kegawatan obstetric dan neonatal kepada setiap ibu hamil/ bersalin, nifas, bayi baru lahir (0- 28 hari), agar penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat waktu (Yanti dan Nurul, 2010: 105). Dalam menangani kasus seorang bidan diberi kewenangan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia No:900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan,yang disebut dalam BAB V praktik bidan antara lain: 1. Pasal 14 : Bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: 66 a. Pelayanan kebidanan. b. Pelayanan keluarga berencana. c. Pelayanan kesehatan masyarakat. 2. Pasal 15 : a. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a (pelayanan kebidanan) ditujukan pada ibu dan anak. b. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra hamil, masa hamil, masa bersalin, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval). c. Pelayanan kebidanan pada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah. d. Pasal 16 : a. Pelayanan kebidanan kepada meliputi : 1) Penyuluhan dan konseling . 2) Pemeriksaan fisik. 3) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal. 4) Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis grafidarum tingkat 1, preeklamsi ringan dan anemia ringan. 5) Pertolongan persalinan normal. 6) Pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) 67 tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post aterm dan preterm. 7) Pelayanan ibu nifas normal. 8) Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan. 9) Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid. b. Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi: 1) Pemeriksaan bayi baru lahir. 2) Perawatan tali pusat. 3) Perawatan bayi. 4) Resusitasi pada bayi baru lahir. 5) Pemantauan tumbuh kembang anak. 6) Pemberian imunisasi. 7) Pemberian penyuluhan. e. Pasal 18 : Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16,berwenang untuk : a. Memberikan imunisasi. b. Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan dan nifas. c. Mengeluarkan plasenta secara secara manual. d. Bimbingan senam hamil. e. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi. f. Episiotomi. 68 g. Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat 2. h. Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm. i. Pemberian infus. j. Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika. k. Kompresi bimanual. l. Versi ekstrasi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya. m. Vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul. n. Pengendalian anemi. o. Peningkatan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu. p. Resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia. q. Penanganan hipotermi. r. Pemberian minum dengan sonde/pipet. s. Pemberian obat-obatan terbatas melalui lembaran ,permintaan , obat sesuai dengan formulir IV terlampir.