PEMBERIAN POSISI KAKI DITINGGIKAN 30 DERAJAT DIATAS DI TEMPAT TIDUR TERHADAP PENURUN PENURUNAN AN EDEMA KAKI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Nn.I DENGAN CONGESTIF CONGEST HEART FAILURE DI RUANG ASTER 5 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA DI SUSUN OLEH : SHOLIKHAH SETYANINGRUM NIM.P13116 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 PEMBERIAN POSISI KAKI DITINGGIKAN 30 DERAJAT DIATAS DI TEMPAT TIDUR TERHADAP PENURUN PENURUNAN AN EDEMA KAKI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Nn.I DENGAN CONGESTIF HEART FAILURE DI RUANG ASTER 5 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DI SUSUN OLEH : SHOLIKHAH SETYANINGRUM NIM.P13116 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA2016 i ii iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian Posisi Kaki ditinggikan 30 Derajat diatas Tempat Tidur Terhadap Penurunan Edema Kaki pada Asuhan Keperawatan Nn.I denganCongestif Heart Failure di Ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.” Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-setingginya kepada yang terhormat : 1. Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan kelancaran demi terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini. 2. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Merry Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku ketua program studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 4. Alfyana Nadya Rahmawati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku sekretaris program studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. iv 1. Setiyawan, S.kep., Ns., M.Kep, selaku dosen pembimbing serta pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi pnulis demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. 2. Ns. Atiek Murharyati, M.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 3. Semua dosen program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 4. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada Nn.I di Ruang Aster 5. 5. Kedua orangtuaku (Sutarto, S.Pd dan Sarni), kakakku tercinta (Khusnan Fadli Nur Ikhsan), dan Adikku (Vivi Hafizha Nur Aini) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan. 6. Sahabat terbaikku Beni Wardiyanto, Siti Marya Ulfa, Winda Fitriani, Retno Wulandari, Nikken Emma Rhomadhani, Indah Lestari, Siti Fatimah v yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah. 7. Serta mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3B Program Studi DIII Kepewaratan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan. Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin Surakarta, Mei 2016 Penulis vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .......................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ................................................................................. 6 C. Manfaat Penulisan ................................................................................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ..................................................................................... 8 1. Congestive Heart Failure (CHF) ................................................. 8 2. Edema ......................................................................................... 19 3. Pengaruh Posisi Kaki 30 Derajat ................................................ 23 4. Asuhan Keperawatan ................................................................. 26 B. Kerangka Teori 33 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek aplikasi riset .......................................................................... 34 B. Tempat dan waktu ............................................................................. 34 C. Media dan alat yang digunakan ......................................................... 34 D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .................................... 34 E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset .............. 35 BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas pasien .................................................................................. 36 B. Pengkajian ......................................................................................... 36 C. Analisa data ....................................................................................... 44 D. Prioritas diagnosa keperawatan ......................................................... 45 vii E. Intervensi keperawatan ...................................................................... 46 F. Implementasi keperawatan ................................................................ 48 G. Evaluasi keperawatan ........................................................................ 52 BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ......................................................................................... 56 B. Perumusan masalah ........................................................................... 63 C. Intervensi keperawatan ...................................................................... 66 D. Implementasi .................................................................................... 69 E. Evaluasi ............................................................................................. 74 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ 78 B. Saran .................................................................................................. 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP viii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Gambar 2.1 Kerangka Teori ...................................................... 33 2 Gambar 4.1 Genogram .............................................................. 38 ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Usulan Judul Lampiran 3 Surat Pernyataan Orangtua Lampiran 4 Lembar Konsultasi Karya Tulis Lampiran 5 Jurnal Lampiran 6 Lembar Kegiatan Lampiran 7 Asuhan Keperawatan Lampiran 2 Lembar Observasi Lampiran 8 Format Pendelegasian x BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk didalamnya Congestif Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif masih menduduki peringkat yang tinggi, menurut data WHO pada tahun 2013 17,3 juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskuler pada tahun 2007 dilaporkan bahwa gagal jantung mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien di dunia dan meningkat seiring pertambahan usia dan mengenai pasien dengan usia lebih dari 65 tahun, dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki daripada wanita. Pada tahun 2030 WHO memprediksi peningkatan penderita gagal jantung mencapai 23 juta jiwa di dunia. Gagal jantung juga menjadi masalah khas utama pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia. Menurut Kompas (2010), sekitar 4,3 juta penduduk Indonesia mengalami gagal jantung, dan 500.000 kasus baru gagal jantung telah didiagnosis tiap tahunnya. Harapan hidup penderita gagal jantung lebih buruk dibandingkan dengan kanker apapun kecuali kanker paru-paru dan kanker ovarium karena sampai 75% penderita gagal jantung meninggal dalam kurun waktu 5 tahun sejak diagnosis. Sedangkan menurut profil kesehatan Indonesia pada tahun 2005 gagal jantung merupakan urutan ke 5 penyebab kematian terbanyak di rumah sakit seluruh Indonesia. Perubahan gaya hidup, 1 2 kadar kolesterol yang tinggi, perokok aktif dan kurangnya kesadaran berolahraga menjadi faktor pemicu munculnya penyakit gagal jantung. Hasil Riskesdas tahun 2008 menunjukkan penyakit gagal jantung menempati urutan ketiga terbanyak jumlah pasien penyakit jantung di rumah sakit Indonesia dan menempati urutan kedua tertinggi tingkat kefatalan kasus jantung, yaitu sebesar 13,42 % pada tahun 2007 (Depkes, 2008). Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar 0,3 %. Prevalensi faktor resiko jantung dan pembuluh darah, seperti makan-makanan asin 24,5 %, kurang sayur dan buah 93,6 %, kurang aktivitas fisik 49,2 %, perokok setiap hari 23,7 % dan konsumsi alkohol 4,6 % (Depkes RI, 2009). Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memelihara sirkulasi darah (Grossman dan Brown, 2009). Gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh (Udjianti W.J, 2013). Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi sistemik di kaki, acites, hepatomegali, efusi pleura, dll. Fungsi utama jantung adalah mendorong darah agar dapat mengalir dengan lancar di dalam pembuluh pada sistem sirkulasi keseluruh tubuh. Jika kemampuan pompa otot jantung terus berkurang, aliran darah ke ginjal akan berkurang sedemikian rendah dan keadaan ini menjadi menetap. Akibatnya retensi cairan menjadi sangat banyak dan volume darah sangat meningkat 3 sehingga tekanan filtrasi kapiler menjadi sangat tinggi yang akhirnya menimbulkan edema hebat diseluruh tubuh (Herman, 2010). Edema merupakan terkumpulnyan cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah yang biasanya atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan perikardium. Penimbunan cairan didalam rongga peritoneal dinamakan asites. Edema yang disebabkan karena dekompensasi jantung atau payah jantung akan bersifat menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kegagalan ventrikel jantung untuk memompa darah dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke intestisial (Siregar, 2010). Menurut Brunner and Suddarth, (2002) dalam jurnal Siregar, (2010), edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Edema ini dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genetalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Bila terjadi edema maka harus melihat kedalaman edema dengan pitting edema. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema. 4 Menurut Beare and Myers, (1994) dalam jurnal siregar, (2010), untuk mengurangi edema pada pasien penyakit jantung harus dilakukan pemakaian stoking atau dengan meninggikan kaki klien dengan sudut 30 derajat selama 3 menit dan mengobservasi betis terhadap nyeri tekan, kemerahan, hangat, terjadi pengurangan edema. Tanda homan (Homan’s sign) atau nyeri betis pada kaki dorsofleksi, mengidentifikasi kemungkinan adanya thrombus, tetapi tanda ini tidak selalu ada. Menurut Siregar (2010), penelitian dilakukan pada pasien CHF dengan edema ekstremitas, dilakukan peninggian posisi kaki 30 derajat sebanyak 2 kali dalam sehari dalam waktu 3 menit. Peninggian posisi kaki ini dilakukan minimal 4 kali per hari selama 3 hari, hasil yang diperoleh terjadi penurunan derajat edema. Tujuan utama dari peninggian posisi ini adalah peningkatan suplai darah arteri ke ekstremitas bawah, pengurangan kongesti vena, mengusahakan vasodilatasi pembuluh darah, pencegahan komperesi vaskuler (mencegah dekubitus), pengurangan nyeri, pencapaian atau pemeliharaan kulit. (Siregar, 2010). Berdasarkan observasi penulis pada tanggal 10-12 Januari 2016 didapatkan data subyektif Nn.I mengatakan bengkak pada wajah, perut dan kaki. Pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih. Data obyektif dari hasil pemeriksaan sebelum dilakukan tindakan peninggian posisi kaki 30 derajat yaitu bengkak pada kaki kanan kedalaman 3 mm kembali dalam waktu 11 detik, pada kaki kiri kedalaman 2,3 mm kembali dalam 9 detik, TD 5 : 100/60 mmHg, RR : 28 x/menit, N : 96 x/menit, SPO2 : 99%, dan balance cairan +280 cc. Berdasarkan rekam medis RSUD Dr. Moewardi Surakarta, jumlah pasien baru rwat inap CHF yaitu sebanyak 175 pasien pada tahun 2010, 486 pasien pada bulan Januari 2011 sampai Oktober 2011. Hal ini membuktikan bahwa prevalensi penyakit CHF di RSUD Dr. Moewardi Surakarta meningkat 90%. Sedangkan hasil yang didapatkan dari wawancara, di RSUD Dr. Moewardi Surakarta belum pernah dilakukan tindakan peninggian posisi kaki 30 derajat diatas tempat tidur untuk mengurangi edema kaki pada pasien CHF. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus dalam penulisan karya tulis ilmiah dengan judul “Pemberian Posisi Kaki ditinggikan 30 Derajat diatas Tempat Tidur Terhadap Penurunan Edema Kaki pada Asuhan Keperawatan Nn.I dengan Congestif Heart Failure di Ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi”. 6 B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum Mengaplikasikan tindakan pemberian posisi kaki ditinggikan 30 derajat diatas tempat tidur terhadap penurunan edema kaki pada asuhan keperawatan Nn.I dengan CHF di ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Nn.I dengan CHF. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Nn.I dengan CHF. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Nn.I dengan CHF. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Nn.I dengan CHF. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Nn.I dengan CHF. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian peninggian kaki 30 derajat pada asuhan keperawatan Nn.I dengan CHF. 7 C. Manfaat penulisan 1. Bagi penulis Menambah wawasan, pengalaman, dan keterampilan tentang konsep penyakit serta penatalaksanaannya dalam aplikasi langsung melalui proses keperawatan dengan basis ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien CHF. 2. Bagi institusi pendidikan Sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang perawatan pasien dengan pemberian posisi kaki ditinggikan 30 derajat diatas tempat tidur terhadap penurunan edema kaki pada pasien CHF di masa yang akan datang dan acuan bagi pengembangan laporan kasus sejenis. 3. Bagi profesi keperawatan Memberikan konstribusi dalam pengembangan profesi keperawatan yaitu dalam laporan kasus tentang pemberian posisi kaki ditinggikan 30 derajat diatas tempat tidur untuk mengurangi edema kaki pada pasien CHF sehingga bisa membantu menyelesaikan permasalahan dalam profesi keperawatan. 4. Bagi rumah sakit Sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama pada pasien CHF. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Congestive Heart Failure (CHF) a. Pengertian Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah untuk mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat (Udjianti W.J, 2013). Gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi sistolik atau diastolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian Preload dan Afterload, kondisi ini dapat menyebabkan kematian pada pasien (Mariyono dan Santoso, 2008). Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi sistemik di kaki, acites, hepatomegali, efusi pleura, dll. 8 9 b. Etiologi Congestive Heart Failure (CHF) Menurut Ardiansyah (2012) etiologi atau penyebab gagal jantung antara lain : 1) Kelainan Otot Jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. 2) Arterosklerosis Koroner Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). 3) Hipertensi Sistemik dan Hipertensi Pulmonal Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya juga turut mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. 4) Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung dapat merusak serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas menurun. 10 c. Klasifikasi Menurut Kasron, (2012) klasifikasi dari gagal jantung adalah : 1) Gagal jantung akut-kronik Gagal jantung akut terjadinya tiba-tiba ditandai dengan penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan, hal ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah. Sedangkan gagal jantung kronik terjadi secara perlahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik dan penyakit paru kronik. Pada gagal jantung terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi. 2) Gagal jantung kanan dan kiri Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katup aorta/mitral. Sedangkan pada gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi sistemik di kaki, acites, hepatomegali, efusi pleura, dll. 3) Gagal jantung sistolik dan diastolik Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya cardiac output menurun dan ventrikel hipertrofi. Sedangkan 11 diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stok volume cardiac output turun. d. Patofisiologi Menurut Kasron, (2012), fungsi jantung adalah sebagai penyuplai darah yang adekuat keseluruh tubuh baik dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stres fisiologis. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung antara lain : 1) Preload (beban awal) Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. 2) Kontraktilitas Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya serabut jantung. 3) Afterload (beban akhir) Besarnya tekanan ventrikel yang lain harus dihasilkan untuk memompa darah melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri. Pada keadaan gagal jantung bila salah satu atau lebih dari keadaan diatas terganggu menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang menyebabkan preload meningkat contohnya regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel dan menyebabkan afterload yaitu pada keadaan stenisis aorta dan hipertensi sistemik. 12 Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kelainan otot jantung (Kasron, 2012). Bila kekuatan jantung untuk merespon stress tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan mengalami kegagalan dalam memompa darah keseluruh tubuh. Disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami kelelahan dan kegagalan respon fisiologis pada penurunan curah jantung. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme respon primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini menggambarkan usaha untuk mempertahankan curah jantung (Ardiansyah, 2012). Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Konsep curah jantung cardiac output (CO) = hate rate (HR) x volume sekuncup/stroke volume (SV) (Brunner & Suddarth, 2002). Apabila suplai darah ke ginjal menurun akan mempengaruhi mekanisme pelepasan renin angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan cairan intravaskuler sehingga terjadi 13 ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Proses ini timbul masalah seperti nokturi dimana berkurangnya vasokontraksi ginjal pada waktu istirahat dan juga redistribusi cairan dan absorpsi pada waktu berbaring. Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan asites dimana acites dapat menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia (Kasron, 2012). Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru ( darah tidak masuk ke jantung), menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru, sehingga oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2, yang akan membentuk asam didalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu gejala sesak nafas (dyspnea), ortopnea (dyspnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah dari ekstremitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru (Kasron, 2012). Apabila terjadi pembesaran vena di hepar mengakibatkan hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan. Suplai darah yang berkurang didaerah otot dan kulit, menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta menimbulkan gejala letih, lemah, lesu (Brunner dan Suddarth, 2002). 14 e. Manifestasi klinis Menurut Kasron, (2012), Manifestasi klinis dari gagal jantung tergantung ventrikel mana yang terjadi. 1) Gagal jantung kiri a) Dispneu Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas dan dapat mengakibatkan ortopnea yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND). b) Mudah lelah Terjadi karena curah jantung yang kurang menghambat jaringan dan oksigen dari sirkulasi normal serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. c) Kegelisahan dan Kecemasan Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. d) Sianosis Terjadi karena kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ-organ seperti kulit dan otototot rangka. 15 2) Gagal jantung kanan Tanda gejalanya antara lain edema ekstremitas bawah atau edema dependen, hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen, anoreksia dan mual yang terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga abdomen, rasa ingin kencing pada malam hari yang terjadi karena perfusi renal, badan lemah yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan, tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan terjadinya pelepasan renin dari ginjal yang menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium, dan cairan, dan tanda gejala gagal jantung kanan terakhir adalah edema akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli (Ardiansyah, 2012). f. Pemeriksaan diagnostik 1) Ekokardiogram Digunakan sebagai alat pemeriksaan yang pertama untuk gagal jantung berfungsi memberikan diagnosis disfungsi jantung dan penyebab terjadi disfungsi jantung. Gambaran yang ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, kardiomiopati, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel. 16 2) Rontgen atau toraks Foto toraks posterior dan anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena edema paru atau cardiomegali. 3) Elektrokardiografi Pada pemeriksaan EKG untuk pasien gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG antara lain : a) Left bundle branch blok atau kelainan ST atau T yang menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis. b) Jika pemeriksaan gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan pada segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik. c) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan stermisis aorta dan penyakit jantung hipertensi. d) Aritmia adalah devisiasi aksis ke kanan, right bunddle branch block dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kanan (Muttaqin, 2009). 4) Tes laboratorium darah a) Enzim hepar akan meningkat pada gagal jantung atau kongestif. b) AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2. 17 c) Albumin : Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein (Kasron, 2012). g. Komplikasi gagal jantung 1) Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri. Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut. Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel, karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan oksigen miokardium. 2) Edema paru-paru Penyebab kelainan paru-paru antara lain gagal jantung kiri (penyakit katup mitral) yang mengakibatkan peningkatan tekanan kapiler paru-paru sehingga memenuhi ruang interstisial dan alveoli, kerusakan pada membran kapiler paru-paru yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan berbahaya dapat menyebabkan kebocoran protein plasma, sehingga dengan cepat keluar dari kapiler, episode tromboemboli karena pembentukan bekuan vena akibat statis darah (Ardiansyah, 2012). 18 3) Gangguan fungsi ginjal tahap dini yang dinilai dengan cystati C, gagal jantung juga dapat mengakibatkan gagal ginjal hal ini terjadi karena pada gagal jantung yang memberat terjadi pelepasan neurohormon vasokontriksi dan penyebab retensi sodium dan air, hal ini yang memperburuk fungsi ginjal dan retensi sodium pada ginjal dan jantung. Peningkatan beban jantung berhubungan dengan meningkatnya tekanan vena ginjal, peningkatan tekanan vena sentral menunjukkan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus yang menyebabkan retensi air dan sodium. Oleh karena itu peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan kanan tidak hanya mengganggu cardiac output tetapi juga disfungsi dengan meningkatkan tekanan vena ginjal. h. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Congestive Heart Failure (CHF) antara lain : 1) Farmakologis Terapi pengobatan, meliputi diuretik, vasodilatasi, ace inhibitor, digitalis, dopamineroik, oksigen. 2) Non farmakologis a) CHF Kronik Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari), olahraga secara teratur. 19 b) CHF akut Oksigenasi (ventilasi mekanik) dan pembatasan cairan (<1,5 liter/hari) c) Pelaksanaan diet Pembatasan natrium digunakan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema (Ardiansyah, 2012). d) Pendidikan Kesehatan Menginformasikan pada klien dan keluarga tentang penyakit dan penanganannya, monitoring berat badan setiap hari dan intake natrium, diet pemberian makanan tambahan yang banyak mengandung kalium seperti pisang dan jeruk, teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan bantuan terapis (kasron, 2012). 2. Edema a. Pengertian Edema adalah pengumpulan cairan di jaringan bawah kulit atau organ tubuh (siregar, 2009). Edema merupakan terkumpulnya cairan dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah yang biasa atau di dalam rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan dan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial (Siregar, 2010). 20 b. Etiologi Menurut Siregar, (2010) penyebab edema antara lain : 1) Varises, katup didalam pembuluh darah vena yang berfungsi untuk memompa darah dari kaki ke arah atas tidak berfungsi, sehingga aliran terbendung. Maka tekanan pendorong atau tekanan hidrostatik didalam vena meningkat sehingga air keluar masuk kebawah kulit dan terjadi bengkak. 2) Gagal jantung dapat menimbulkan bengkak di tungkai, perut (acites). Bengkak juga dapat timbul di paru yang disebut sebagai edema paru. Edema paru akan menimbulkan sesak yang hebat. Edema diatas disebabkan oleh menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga aliran darah dari vena ke arah jantung terbendung yang mengakibatkan tekanan hidrostatik di pembuluh kapiler meningkat sehingga air dari pembuluh kapiler keluar dan masuk kedalam jaringan kulit, perut dan paru sehingga menimbulkan penumpukan cairan. 3) Kerusakan pada jaringan hati atau sirosis hati akan menyebabkan aliran darah dari pembuluh darah usus yang menuju hati terbendung. Akibatnya timbul penumpukan air didalam perut (acites) dan juga di tungkai. 21 c. Gejala edema Menurut Siregar, (2010) gejala edema antara lain : 1) Penumpukan cairan dibawah kulit mengakibatkan kulit terlihat bengkak dan mengkilat serta pada penekanan di daerah bengkak tersebut akan menyebabkan lubang yang lambat kembali ke posisi sebelum ditekan. Gejala yang muncul akan terasa pegal di tungkai, sepatu terasa lebih sempit, dan berjalan terasa berat. 2) Bengkak di perut akan terlihat lingkar perut membesar serta menimbulkan rasa penuh dan tidak enak, terasa lebih cepat kenyang bila makan karena tertekan oleh air yang berada didalam perut. 3) Bengkak di paru disebut edema paru, akan menimbulkan rasa sesak nafas. d. Patofisiologi Menurut Tamsuri, (2009), jumlah cairan dan natrium yang berlebihan dalam kompartemen ekstraseluler meningkatkan tekanan osmotik. Akibatnya cairan keluar dari sel sehingga menyebabkan penumpukan cairan dalam ruang interstisial. Edema terjadi ketika ada peningkatan produksi cairan interstisial atau gangguan perpindahan cairan intertisial. Hal ini biasanya terjadi ketika : a. Permeabilitas kapiler meningkat yang menyebabkan perpindahan cairan dari kapiler menuju ruang interstisial. 22 b. Tekanan hdrostatik kapiler meningkt yang menyebaban cairan dalam pembuluh darah terdorong ke ruang interstisial. c. Perpindahan cairan dari ruang interstisial terhambat. Penyakit gagal ginjal juga dapat menimbulkan bengkak karena kadar albumin (protein dalam darah) lebih rendah dari normal. Akibatnya tekanan penghisap (tekanan osmotik), di jaringan sekitar pembuluh kapiler lebih tinggi, menyebabkan air dari pembuluh kapiler masuk ke dalam jaringan dan menyebabkan bengkak. Bengkak terjadi di daerah tungkai atau sekitar mata (jaringan longgar) (Tamsuri, 2009). Menurut Siregar (2010), Grading edema antara lain : a. 1+ = Pitting sedikit/2mm, menghilang dengan cepat b. 2+= pitting lebih dalam/4mm, menghilang dalam waktu 10-15 detik c. 3+= Lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 menit. d. 4+= Lubang yang sangat mendalam/8mm berlangsung 2-5. 23 3. Pengaruh Posisi kaki 30 derajat a. Pengertian Menurut Brunner & Suddarth, (2001) dalam jurnal Siregar (2010), Peninggian posisi kaki 30 derajat pada pasien jantung kongestif adalah salah satu dari proses intervensi dilakukan perawat peninggian kaki untuk maka mengurangi melawan edema tarikan yang dapat kaki. gravitasi, Dengan sehingga meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan mencegah timbulnya statis vena. b. Aplikasi pemberian posisi kaki Siregar (2010) dalam jurnal berjudul pengaruh posisi kaki ditinggikan 30 derajat ditempat tidur terhadap pengurangan edema kaki pada paisen jantung kongestif di ruang CVCU RSUP HAM, melakukan penelitian pada pasien CHF dengan edema yang dilakukan dengan peninggian posisi kaki 30 derajat untuk mengurangi derajat edema. Peninggian posisi kaki 30 derajat merupakan intervensi yang dilakukan perawat untuk mengurangi edema kaki. Prosedur yang dilakukan sebelum melakukan peninggian posisi kaki yaitu menyiapkan alat dan bahan, alat dan bahan yang digunakan antara lain jangka sorong, kain lap bersih, dan air hangat. Sebelum melakukan tindakan peninggian posisi kaki 30 derajat, bilas kaki dengan air hangat, tekan daerah edema sehingga cekung kulit 24 yang dalam, ukur dengan jangka sorong, kemudian catat dengan menggunakan penggaris m dan catat hasil pengukuran, kemudian tinggikan posisi kaki 30 derajat diatas tempat tidur dengan bantal yang dapat membentuk kaki dengan sudut 30 derajat agar posisi jantung lebih rendah dari kaki selama 3 menit dan kemudian ukur derajat edema dengan menekan daerah yang bengkak (Siregar, 2010). Peninggian posisi kaki 30 derajat dilakukan sebanyak 2 kali dan dilakukan dengan waktu 3 sampai 5 menit tergantung kemampuan pasien, 2 menit dilakukan istirahat lalu dilakukan peninggian posisi tungkai lagi sebanyak 3 sampai 5 menit. Jadi total pengerjaan pada 1 pasien adalah 7 menit. Peneliti juga memberikan informasi kepada pasien bahwa pengurangan edema kaki ini tidak bisa dilakukan dalan waktu 1 hari saja tetapi dilakukan peninggian posisi tungkai kaki ini sebanyak minimal 4 kali/ hari selama 3 hari. Penelitian dalam jurnal Srregar dilakukan kepada 18 pasien dengan tingkat keberhasilan setelah peninggian posisi kaki adalah sebesar 1,8% terjadi penurunan derajat edema dengan total waktu 7 menit dengan peninggian posisi kaki ditinggikan sebanyak 2 kali (Siregar, 2010). 25 c. Mekanisme penurunan edema Intervensi terhadap pengurangan edema adalah memperbaiki sirkulasi perifer. Latihan yang digunakan untuk keefektifan pengurangan terhadap pengaruh posisi kaki dengan cara latihan postural aktif, seperti latihan Buerger Allen perlu dilakukan oleh pasien dengan insufisiensi suplai darah arteri ekstremitas bawah (Siregar, 2010). Pada pasien CHF peninggian kaki dilakukan selama 5 menit pada pasien yang mengalami insufisiensi vena (gagal jantung kanan). Frekuensi latihan yang dilakukan dapat berbeda, namun pasien harus dapat melakukannya minimal 6 kali. Nyeri dan perubahan warna yang dramatis menunjukkan latihan ini harus segera dihentikan dan segera beristirahat. Tanda-tanda lain yang dapat dilihat setelah menjalani latihan ini adalah nyeri, kemerahan, panas dan pengurangan edema. Kebiasaan ini harus dilakukan sebanyak 4 kali/hari atau sebanyak yang bisa dilakukan (Siregar, 2010). Pengaruh posisi kaki ditinggikan 30 derajat terhadap pengurangan edema adalah dapat membantu resusitasi jantung sehingga suplai darah ke organ-organ penting seperti paru, hepar, ginjal sempurna. Sempurna dalam arti kemampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh meningkat sehingga aliran darah dari vena ke arah jantung tidak terbendung sehingga tidak mengakibatkan tekanan hidrostatik di pembuluh kapiler meningkat 26 dan tidak terjadi penumpukan cairan pada organ-organ tersebut. Tujuan utama dari peninggian posisi ini adalah peningkatan suplai darah arteri ke ekstremitas bawah, pengurangan kongesti vena, mengusahakan vasodilatasi pembuluh darah, pencegahan komperesi vaskuler (mencegah dekubitus), pengurangan nyeri, pencapaian atau pemeliharaan kulit. (Siregar, 2010). 4. Asuhan keperawatan a. Pengkajian keperawatan adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, supaya dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Menurut Udjianti (2012), pengkajian pada CHF antara lain : 1) Anamnesis Pengkaijan antara lain keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit terdahulu. 2) Riwayat penyakit saat ini Pengkajian riwayat penyakit saat ini mendukung keluhan utama yang perlu dikaji P, Q, R, S, T : a) P (Provoking Incident) yaitu kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung. 27 b) Q (Quality of pain) yaitu seperti apa kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan klien. c) R (Region) yaitu apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau mempengaruhi sistem otot rangka. d) S (Severity atau scale) yaitu kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. e) T (Time) yaitu keluhan beraktivitas biasanya timbul perlahan, durasi kelemahan saat dirasakan. b. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum pada gagal jantung kesadaran klien composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat. 2) B2 (Blood) Inspeksi adanya perut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya edema ektremitas, palpasi ditandai dengan denyut nadi melemah thrill biasanya ditemukan, saat dilakukan palpasi denyut apeks atau ictus cordis normal terletak pada ICS V midklavikula line (MCL) kiri dengan lebar denyutan 1 cm, auskultasi tekanan biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup jika penyebabnya kelainan katup. Normalnya terdengar bunyi jantung I dan II. Perkusi, batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung (cardiomegali). Batas 28 jantung normal saat dilakukan perkusi batas atas dari ICS II linea sternal kanan sampai ICS II linea sternal kiri, bawah dari ICS IV linea sternal kanan atau sampai ICS V midklavikula line kiri. Bunyi jantung dan crackles, tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yaitu adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) dan crackles pada paru-paru. 3) B3 (Brain), kesadaran composmentis 4) B4 (Bladder), pengukuran volume output urine, diperlukan monitoring adanya oliguria yang merupakan tanda syok kardiogenik, adanya edema ekstremitas. 5) B5 (Bowel) terjadi hepatomegali, hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. 6) B6 (Bone) terjadi edema dan mudah lelah. (Muttaqin, 2009) c. Diagnosa dan intervensi keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon individu, keluarga dan masyarakat terhadap masalah kesehatan yang aktual atau potensial dan merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggungjawab perawat (Dermawan, 2012). Rencana keperawatan adalah pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meningkatkan, 29 memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. (Setiadi, 2012). Menurut Udjianti, 2012 diagnosa dan intervensi pada CHF antara lain : 1) Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, kongesti vena sekunder terhadap kegagalan kompensasi jantung. a) Tujuan : Perfusi jaringan, curah jantung adekuat, dan tandatanda dekompensasi cordis tidak berkembang. b) Kriteria hasil : Tekanan darah normal, denyut nadi kuat dan frekuensi normal, kadar BU/kreatinin normal, keringat normal, pola nafas efektif, bunyi nafas normal, BJ normal, intensitas kuat dan irama teratur. c) Intervensi Observasi tanda-tanda vital dan denyut apikal setiap jam (pada fase akut), dan kemudian 2-4 jam pada fase akut berlalu. Rasional : tanda dan gejala jantung tersebut membantu diagnosis gagal jantung. Nursing atur posisi tidur yang nyaman (fowler/high fowler). Rasional : Posisi tersebut memfasilitasi ekspansi paru. Education, bedrest total untuk mengurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respon valsava/vagal manuver. Cacat reaksi klien terhadap aktiivtas yang dilakukan. Rasional : Pembatasan aktivitas dan istirahat mengurangi konsumsi oksigen miokard dan beban kerja 30 jantung. Dan kolaborasi tim medis untuk terapi dan tindakan seperti pemberian glikosid jantung, rontgen toraks, EKG. Rasional : Meningkatkan kontraktilitas miokard untuk menegakkan diagnosa dan menentukan perkembangan kondisi fisik dan fungsi jantung. 2) Resiko terhadap atau kelebihan volume cairan: Edema berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan darah ke ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus (peningkatan ADH dan retensi air+garam). a) Tujuan : Mencegah atau mengurang kelebihan volume cairan dan meningkatkan perfusi jaringan. b) Kriteria hasil : Tekanan darah, denyut nadi atau jantung, berat badan dalam batas normal, edema atau asites berkurang atau hilang, pola nfas normal, suara nafas normal, hati dan limpa normal. c) Intervensi Observasi tanda-tanda edema anasarka. Rasional : Tanda peningkatan tekanan hemodinamik memicu kegagalan sirkulasi akibat peningkatan volume vaskuler, afterload dan preload jantung kiri. Nursing, observasi input dan output cairan (terutama per infus) dan produksi urin perjam atau per 24 jam. Rasional : Mencegah retensi cairan ekstravaskuler dan mempertahankan keseimbangan 31 elektrolit. Education, batasi makanan yang menimbulkan gas dan minuman yang mengandung karbonat. Rasional : Penimbunan gas mempertahankan dalam saluran keseimbangan pencernaan elektrolit, dan kolaborasi dengan tim medis pemberian diuretik, cek kadar serum. Oksigenasi dengan tekanan rendah. Rasional : Menurunkan volume cairan ekstraseluler, perubahan elektrolit memicu disritmia jantung, terapi oksigen akan meningkatkan suplai oksigen jaringan. 3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli paru sekunder terhadap status hemodinamika tidak stabil. a) Tujuan : Mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk meningkatkan oksigen jaringan. b) Kriteria hasil : Tanda sianosis hilang, bunyi nafas normal, tanda-tanda kesulitan bernafas hilang. c) Intervensi Nursing, Posisikan tidur semi fowler dan batasi jumlah pengunjung. Rasional : Memfasilitasi ekspansi paru dan mengurangi konsumsi oksigen miokard. Education, bed rest total dan batasi aktivitas selama periode sesak nafas, bantu mengubah posisi. Rasional : Memfasilitasi ekspansi paru dan mengurangi konsumsi oksigen miokard. 32 Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi dan tindakan, pemberian oksigen, diuretik, bronkodilator, bikarbonat (bila asidosis metabolik). sodium 33 B. Kerangka Teori Faktor yang mempengaruhigagal jantung : 1. Kelainan Otot Jantung 2. Arterosklerosis Koroner 3. Hipertensi Sistemik dan Hipertensi Pulmonal 4. Hipertensi Sistemik dan Hipertensi Pulmonal Gagal jantung Kongestif penumpukan cairan Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung antara lain : 1) Preload (beban awal) 2) Kontraktilitas 3) Afterload (beban akhir) Edema Peninggian Posisi kaki 30 derajat diatas tempat tidur aliran darah dari vena ke arah jantung tidak terbendung tidak terjadi penumpukan cairan peningkatan suplai darah arteri ke ekstremitas bawah. Penurunan Edema Kerangka Teori Gambar 2.1 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset Subjek aplikasi riset ini adalah Pemberian Posisi Kaki ditinggikan 30 Derajat diatas Tempat Tidur Terhadap Penurunan Edema Kaki pada Asuhan Keperawatan Nn.I dengan Congestif Heart Failure di Ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. B. Tempat dan Waktu Tempat yang digunakan adalah RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 4-16 Januari 2016 pukul 08.00 WIB sebanyak 2 kali dalam sehari selama 7 menit. C. Media dan Alat yang digunakan Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan adalah : jangka sorong, kain lap bersih, dan air hangat. D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset 1. Fase Orientasi a. Mengucapkan salam b. Memperkenalkan diri c. Menjelaskan tujuan d. Menjelaskan prosedur e. Kontrak waktu f. Menanyakan kesiapan pasien 34 35 2. Fase kerja Bilas kaki dengan air hangat, tekan daerah edema sehingga cekung kulit yang dalam, ukur dengan jangka sorong, kemudian catat dengan menggunakan penggaris m dan catat hasil pengukuran, kemudian tinggikan posisi kaki 30 derajat diatas tempat tidur dengan bantal yang dapat membentuk kaki dengan sudut 30 derajat agar posisi jantung lebih rendah dari kaki selama 3 menit dan kemudian ukur derajat edema dengan menekan daerah yang bengkak. Peninggian posisi kaki 30 derajat dilakukan sebanyak 2 kali dan dilakukan dengan waktu 3 sampai 5 menit tergantung kemampuan pasien, 2 menit dilakukan istirahat lalu dilakukan peninggian posisi tungkai lagi sebanyak 3 sampai 5 menit 3. Fase terminasi a. Melakukan evaluasi b. Menyampaikan rencana tindak lanjut c. Berpamitan E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset Alat ukur evaluasi dilakukan dengan cara membuat lembar observasi hasil dari penurunan edema di ruang Aster 5 RSUD Dr Moewardi Surakarta. BAB IV LAPORAN KASUS Pada bab ini penulis menjelaskan tentang aplikasi jurnal pemberian peninggian posisi kaki 30 derajat terhadap penurunan edema pada asuhan keperawatan Nn.I dengan Congestive Heart Failure (CHF) di ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Asuhan keperawatan pada Nn.I meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi sesuai masalah keperawatan, implementasi yang telah dilakukan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 Januari 2016 jam 09.10 WIB, pada kasus ini dilakukan metode autoanamnesa dan alloanamnesa. A. Identitas Pasien Hasil yang diperoleh dari pengkajian pasien nama Nn.I, berumur 25 tahun, beragama islam, pasien seorang mahasiswi jurusan S1 Manajemen, pasien tinggal di Cemani, diagnosa medis CHF, nomor rekam medis 01.30.19.94. Identitas penanggung jawab bernama Ny.R berumur 52 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA), beralamat di Cemani, hubungan dengan Nn.I sebagai ibu. B. Pengkajian Dari hasil pengkajian pada tanggal 09 Januari 2016 pasien mengeluhkan sesak nafas. Riwayat kesehatan sekarang pasien datang ke IGD 36 37 pada tanggal 3 Januari 2016 dengan keluhan sesak nafas, perut terasa penuh dan perih, badan bengkak kurang lebih 2 bulan, batuk kurang lebih 2 bulan, dan badan lemas. Di IGD pasien mendapatkan terapi infus NaCl 10 tpm, injeksi methyl prednisolon 32,25 mg, injeksi ranitidine 50 mg, injeksi furosemid, dan dilakukan perekaman EKG dengan hasil sinus rythme 83 x/menit terdapat ST elevasi di lad 2 3 axis 56%. Tanda-tanda vital pasien : TD : 100/60 mmHg, RR : 28 x/menit, N : 96 x/menit, SPO2 : 99%. Kemudian pasien dibawa ke Aster 5, dari hasil pengkajian pada tanggal 9 Januari 2016 pasien mengatakan sesak nafas, perut perih, badan lemas, batuk dan bengkak pada wajah, perut dan kaki. Tanda-tanda vital pasien : tekanan darah 120/70 x/menit, nadi 88 x/menit, respirasi 28 x/menit, suhu 36ºC. Pasien terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, nafas cepat dan dalam. Hasil rontgen terlihat cardiomegali dengan edema pulmonium dan dari hasil USG kesan insufisiensi ren bilateral disertai efusi pleura bilateral dan asites hepar, GB, pancreas. Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan pasien sudah sering keluar masuk RS sejak bulan Mei 2015 karena keluhan yang sama. Pada bulan September 2015 pasien masuk ke HCU RSUD Dr. Moewardi selama 3 minggu dan pada bulan Desember 2015 di bangsal Melati 1. Pasien mengatakan tidak memiliki alergi. Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi dan jantung. 38 Genogram 25 thn CHF Genogram Gambar 4.1 Keterangan : : laki-laki : perempuan : pasien perempuan : perempuan meninggal : laki-laki meninggal : tinggal serumah Riwayat kesehatan lingkungan pasien mengatakan tinggal di rumah permanen, lantai terbuat dari keramik, ventilasi cukup, tempat pembuangan berada jauh dari rumah. Hasil pengkajian data fokus, breathing respirasi 28 x/menit, nafas cepat dan dalam, inspeksi bentuk dada simetris, retraksi dada dalam, terdapat otot bantu pernafasan, palpasi vokal premitus kanan dan kiri sama, perkusi 39 pekak pada lobus 3, auskultasi terdengar suara tambahan crackles pada lobus 3. Blood adanya edema ekstremitas, denyut nadi melemah, kulit teraba dingin. Brain kesadaran composmentis. Bladder output urin 500 cc/9 jam. Bowel perut terasa penuh dan perih. Bone tidak ada perubahan bentuk tulang, mudah lelah. Hasil pengkajian kesehatan fungsional pola gordon, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan apabila ada anggota keluarga yang sakit segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat. Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit Antropometri berat badan 47 Kg, tinggi badan 150 cm, indeks masa tubuh 20,8 Kg/m2, Biochemical belum diketahui, Clinical Sign belum diketahui, Dietary pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, minum air putih, teh, pasien tidak memiliki keluhan. Selama sakit, Antropometri berat badan 40 Kg, tinggi badan 150 cm, indeks masa tubuh 17,8 Kg/m2, Biochemical Hematokrit 31% Hemoglobin 10,3 g/dl, Clinical Sign mukosa bibir kering, turgor kulit kering, konjungtiva anemis, Dietary pasien makan 3 kali sehari dengan bubur, lauk, porsi habis 3 atau 4 sendok, ngemil, minum air putih, pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih. Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan buang air kecil 4 kali sehari, jumlah 1000 cc dalam 24 jam, warna kekuningan, tidak ada keluhan, buang air besar 1 kali sehari, konsistensi lunak dan berbentuk, bau khas, warna kuning, tidak ada keluhan. Selama sakit, pasien mengatakan tidak ada gangguan pada pola eliminasi, pasien terpasang kateter, jumlah 500 cc, warna 40 kuning, tidak ada keluhan, buang air besar 1 kali sehari, konsistensi agak keras dan padat, bau khas, warna kecoklatan, tidak ada keluhan. Hasil pengkajian balance cairan selama 24 jam dilakukan pada hari senin tanggal 09 Januari 2016 didapatkan input dari makan 100 cc, minum 1000 cc, infus 650 cc, obat 30 cc hingga didapatkan hasil input 1780 cc. Output berasal dari buang air besar 100 cc, buang air kecil 800 cc, insensible water loss (IWL) dengan berat badan 40 Kg dengan rumus IWL 15 cc x kgBB (Berat badan) = 15 cc x 40 Kg = 600 cc, dan didapatkan hasil output 1500 cc, maka didapatkan perhitungan balance cairan input = output = 1780-1500= +280 cc. Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan dapat beraktivitas secara normal dan mandiri, score penilaian 0. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan dalam memenuhi aktivitasnya seperti makan atau minum, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, toileting, ambulasi atau ROM dengan dibantu orang lain, untuk aktivitas dan latihan semua score penilaian 2 karena pasien mengalami keterbatasan untuk bergerak. Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan tidur kurang lebih 8 jam per hari, tidak pernah tidur siang, tidak ada keluhan saat tidur. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidur kurang lebih 6 jam per hari, bisa tidur apabila larut malam, pasien tidur siang kurang lebih 1 jam, sering terbangun karena perut terasa perih. 41 Pola kognitif perseptual, sebelum dan selama sakit pasien mengatakan pasien dapat berbicara dengan jelas, tidak ada gangguan pada indra pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan. Pola persepsi konsep diri, gambaran diri sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai, selama sakit pasien mengatakan minder karena tubuhnya sekarang membengkak, ideal diri sebelum sakit pasien mengatakan sebagai seorang mahasiswi, selama sakit pasien mengatakan ingin cepat sembuh agar dapat kuliah lagi dan berkumpul dengan keluarga, harga diri sebelum sakit pasien mengatakan merasa berharga karena masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari, selama sakit pasien mengatakan merasa sedih karena merepotkan keluarganya, peran diri sebelum sakit pasien mengatakan sebagai mahasiswi yang tengah skripsi, selama sakit pasien mengatakan dia adalah seorang mahasiswi yang bekerja paruh waktu. Pola hubungan peran, sebelum dan selama sakit pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya harmonis, pasien juga mengatakan bahwa didalam masyarakat juga baik. Pola seksualitas reproduksi, pasien mengatakan belum menikah. Pola mekanisme koping, pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang. Pasien juga selalu bercerita kepada keluarganya apabila ada masalah. Pola nilai dan kepercayaan, pasien mengatakan beragama islam, pasien selalu berdoa untuk kesembuhannya. Hasil pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemas, dengan kesadaran composmentis (CM). Tanda-tanda vital tekanan dara 42 120/70 mmHg, Nadi 88 x/menit tidak teratur dan lemah, respirasi 28 x/menit cepat dan dalam, suhu 36ºC. Hasil pemeriksaan head to toe Bentuk kepala mesocephal, kulit kepala bersih, rambut bergelombang dan kemerahan. Pada pemeriksaan mata didapatkan data palpebra edema, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kanan dan kiri kurang lebih 2 mm, reflek terhadap cahaya positif, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada pemeriksaan hidung didapatkan data tidak ada polip, tidak ada sekret, terpasang nasal kanul 3 liter per menit. Pada pemeriksaan mulut didapatkan data mukosa bibir kering dan tidak ada sianosis. Pada pemeriksaan gigi didapatkan data gigi bersih dan rapi. Pada pemeriksaan telinga didapatkan data bentuk simetris, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada serumen. Pada pemeriksaan leher didapatkan data tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kaku kuduk. Pada pemeriksaan fisik dada (paru) inspeksi bentuk dada simetris kanan dan kiri, retraksi dada dalam, tampak menggunakan otot bantu pernafasan. Saat dilakukan palpasi vokal fremitus kanan kiri sama. Saat dilakukan perkusi pekak pada lobus 3. Saat dilakukan auskultasi terdengar suara crackles di lobus 3. Pada pemeriksaan dada (jantung) inspeksi didapatkan hasil ictus cordis tidak tampak, saat dilakukan palpasi didapatkan hasil ictus cordis teraba di ICS, saat dilakukan perkusi didapatkan hasil ada pelebaran jantung di intercosta 1 kanan, batas pertengahan di intercosta 1 4 cm ke kanan 43 disternal kiri, saat dilakukan auskultasi didapatkan hasil terdengar bunyi tambahan bunyi jantung 3. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hasil inspeksi terdapat jejas, bentuk perut acites dengan diameter 55 cm, saat dilakukan auskultasi didapatkan hasil bising usus 10 x/menit, saat dilakukan perkusi didapatkan hasil redup pada kuadran 1, hipertympani pada kuadran 2,3 dan 4, saat dilakukan palpasi didapatkan hasil terdapat nyeri di kuadran kanan atas. Pada pemeriksaan fisik genetalia didapatkan hasil genetalia terpasang kateter. Pada pemeriksaan fisik rektum didapatkan hasil rektum bersih. Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan hasil sebelah kanan terpasang infus NaCl, kekuatan otot 4/5 capilary refill kurang dari 2 detik, akral hangat, tidak ada perubahan bentuk tulang. Ekstremitas bawah kekuatan 4, terdapat edema dikedua kaki, pitting edema 11 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral dingin. Pemeriksaan data penunjang laboratorium, yaitu pH 7440 (73507450), BE -4,5 mmol/L (-2-+3), PCO2 29,0 (27,0-41,0), PO2 115 mmHg (83,0-108,0), hematokrit 31% (37-50), HCO3 22,1 mmol/L (21,0-28,0), total CO2 20,6 mmol/L (19-24), O2 saturasi 99,0% (94-98), arteri 2,10 mmol/L (0,36-0,75), leukosit 75 /µ, protein 25 mg/dl, glukosa normal, keton negatif, urobilinogen normal, bilirubin negatif, eritrosit 50 mg/dl, leukosit 6-8/lpb (012), hemoglobin 10,3 gr/dl (12-15,6), ureum 256 mg/dl, kreatinin serum 4,4 mg/dl. Dari hasil EKG sinus rythme 83 x/menit terdapat ST elevasi di lad 2 3 axis 56%. Dari hasil rontgen terlihat cardiomegali dengan edema pulmonium. 44 Dari hasil USG kesan insufisiensi ren bilateral disertai efusi pleura bilateral dan asites hepar, GB, pancreas. Selama diruang Aster 5 pasien mendapatkan cairan IV berupa infus NaCl 10 tpm, obat peroral spirolacton 25 mg, CaCO3 3x1, captopril 3x6,25 mg, Nacl capsul 3x1, allopurinol 30 mg, obat parenteral injeksi methyl prednisolon 32,25 mg/12 jam, injeksi ranitidine 50 mg/ 12 jam, injeksi aminofluid/hari. C. Analisa Data Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 9 januari 2016 pukul 09.10 WIB pasien mengatakan sesak nafas, sedangkan data obyektif yang ditemukan respirasi 28 x/menit irama cepat dan dalam, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, suhu 36ºC, terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, hasil EKG sinus rhytme 83 x/menit terdapat ST elevasi di lad 2 3 axis 56%, dari hasil rontgen terlihat cardiomegali dengan edema pulmonium, dari hasil USG kesan insufisiensi ren bilateral disertai efusi pleura bilateral dan asites hepar, GB, pancreas. Hasil analisa data ditemukan masalah keperawatan pertama yaitu penurunan curah jantung berhubungan dengan penurubahan kontraktilitas. Pengkajian tanggal 9 Januari 2016 pukul 09.15 WIB pasien mengatakan badan bengkak kurang lebih 2 bulan, pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih, sedangkan data obyektif tampak bengkak pada wajah, perut dan kaki, bengkak dikaki kanan kedalaman 3 mm menghilang 45 dalam 11 detik, dan pada kaki kiri kedalaman 2,3 mm dalam waktu 9 detik, respirasi 28 x/menit, tekanan darah 120/70 mmHg, hematokrit 31%, ureum 256 mg/dl, balance cairan +280 cc. Didapatkan masalah keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. Pengkajian tanggal 9 Januari 2016 pukul 09.20 WIB pasien mengatakan badannya lemas sedangkan data objektif didapatkan aktivitas pasien dibantu oleh ibunya, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 28 x/menit, suhu 36ºC, pasien tampak lemah, aktivitas makan dan minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi atau ROM dibantu orang lain. Dari hasil analisa data didapatkan masalah keperawatan ketiga intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. D. Prioritas Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum 46 E. Intervensi Keperawatan Hasil pengkajian dan analisa data dapat dirumuskan rencana keperawatan pada Nn.I diagnosa keperawatan pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pada pasien Nn.I dengan penurunan curah jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil tanda-tanda vital dalam rentang normal, dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui kondisi dan tanda-tanda vital pasien, pertahankan pemberian terapi O2 nasal kanul dengan rasional untuk mengurangi sesak nafas dan menyuplai oksigen ke otak, atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan dengan rasional untuk supaya tidak ada kelelahan, anjurkan untuk menurunkan stres dengan rasional untuk menghindari banyak pikiran, kolaborasi dengan dokter pemeriksaan EKG, oksigenasi dan obat-obatan dengan rasional untuk mngetahui irama jantung pasien. Diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pada pasien Nn.I dengan kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil terbebas dari edema, efusi dan anasarka. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah pantau adanya edema dengan rasional untuk mengetahui derajat edema, pantau asupan cairan dengan rasional untuk mengetahui cairan yang masuk, 47 tinggikan posisi 30 derajat dengan rasional untuk meningkatkan aliran balik vena ke jantung, anjurkan keluarga untuk membatasi cairan dengan rasional menyeimbangkan cairan dalam tubuh, kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik dengan rasional untuk mengurangi edema. Diagnosa ketiga intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pada pasien Nn.I dengan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan yaitu observasi kemampuan aktivitas pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kemampuan aktivitas pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dengan rasional mencegah terjadinya kelemahan otot, anjurkan pasien untuk bedrest dengan rasional untuk mengurangi konsumsi oksigen miokard dan beban kerja jantung, kolaborasi dengan keluarga untuk membantu ADL dengan rasional untuk memenuhi ADL pasien. 48 F. Implementasi Keperawatan Berdasarkan intervensi yang telah dirumuskan penulis melakukan tindakan keperawatan tanggal 10 Januari 2016 pukul 10.10 WIB memantau tanda-tanda vital dengan respon subyektif pasien mengatakan sesak nafas, lemas, perut terasa penuh dan perih. Respon obyektif pasien tampak lemas, tanda-tanda vital tekanan darah 120/60 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 28 x/menit, suhu 36,7ºC. Jam 10.15 WIB menganjurkan pasien untuk menurunkan stres dengan respon subyektif pasien mengatakan terlalu memikirkan skripsinya, data obyektif pasien tidak banyak bicara, pasien tampak ngos-ngosan. Jam 10.20 WIB mengatur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan dengan data subyektif pasien mengatakan tidak banyak beraktivitas, data obyektif pasien tampak lemas. Jam 10.25 WIB mengkolaborasikan dengan dokter pemeriksaan EKG, oksigenasi dan obat-obatan yaitu injeksi methyl prednisolon 32,25 mg, injeksi aminofluid per hari, obat oral allopurinol 30 mg. Jam 10.27 WIB mempertahankan pemberian O2 nasal kanul 3 liter per menit dengan respon subyektif pasien mengatakan sesak nafas, data obyektif pasien tampak ngos-ngosan. Jam 10.30 WIB memantau adanya edema dengan data subyektif pasien mengatakan wajah, perut dan kaki bengkak kurang lebih 2 bulan, data obyektif bengkak pada wajah, perut dan kaki, bengkak pada kaki kanan kedalaman 3 mm kembali dalam waktu 11 detik, pada kaki kiri kedalaman 2,3 mm kembali dalam 9 detik. Jam 10.35 49 WIB memantau asupan cairan dengan data subyektif pasien mengatakan makan 3x sehari 3-4 sendok , ngemil, minum air putih, data obyektif pasien terpasang infus NaCl 10 tpm dan terpasang kateter. Jam 10.40 WIB meninggikan posisi kaki 30 derajat dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia ditinggikan kakinya, data obyektif bengkak kaki kanan 3 mm, kaki kiri 2,3 mm sebelum ditinggikan. Jam 10.45 WIB memantau adanya edema dengan data subyektif pasien mengatakan bengkaknya berkurang, data obyektif bengkak kaki kanan 2,8 mm, kaki kiri 2 mm sesudah ditinggikan selama 7 mnit dengan sekali istirahat. Jam 10.50 WIB mengobservasi kemampuan aktivitas pasien dengan data subyektif pasien mengatakan semua aktivitasnya seperti makan, toileting, berpakaian dibantu oleh ibunya, data obyektif saat duduk pasien tampak dibantu oleh ibunya, pasien tampak lemas. Jam 10.55 WIB menganjurkan keluarga untuk membatasi cairan dengan data subyektif pasien mengatakan makan dan minumnya pasien sudah dibatasi, data obyektif keluarga tampak paham. Jam 11.00 WIB membantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diubah posisinya secara berkala, data obyektif posisi pasien miring. Jam 16.40 WIB meninggikan posisi kaki 30 derajat dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia, data obyektif bengkak pada kaki kanan 2,8 mm kembali dalam 9 detik, bengkak kaki kiri 2 mm. 50 Jam 16.47 WIB memantau adanya edema dengan data subyektif pasien mengatakan bengkak berkurang, data obyektif bengkak kaki kanan 2,6 mm kembali dalam 7 detik, bengkak kaki kiri 2 mm kembali dalam 5 detik. Jam 17.00 WIB mengkolaborasikan dengan dokter pemberian diuretik yaitu spirolacton 25 mg dengan data subyektif pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih, data obyektif perut pasien acites. Tindakan yang dilakukan pada hari kedua yaitu Selasa 11 Januari 2016 jam 08.00 WIB memantau tanda-tanda vital dengan data subyektif pasien mengatakan sesak sedikit berkurang, data obyektif pasien tampak lemas, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 86 x/menit, suhu 36,0ºC, pasien terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit. Jam 08.05 WIB mengatur peirode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan dengan data subyektif pasien mengatakan selalu latihan duduk dan miring, data obyektif pasien dalam posisi miring. Jam 08.10 WIB meninggikan posisi kaki 30 derajat dengan data subyektif pasien mengatakan dengan diberikan peninggian posisi kaki bengkak pada kaki pasien berkurang, data obyektif kedalaman edema kaki kanan 2,4 mm menghilang dalam waktu 7 detik dan untuk kaki kiri 1,8 mm menghilang dalam waktu 5 detik. Jam 08.17 WIB menganjurkan pasien untuk bedrest dengan data subyektif pasien mengatakan hanya tidur dan tidak melakukan aktivitas sama sekali, data obyektif pasien tampak mengerti. Jam 08.25 WIB membantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dengan data subyektif pasien 51 mengatakan selalu miring dan duduk, data obyektif pasien tampak duduk. Jam 08.30 WIB memantau asupan cairan dengan data subyektif pasien mengatakan makan 3x sehari dengan bubur, data obyektif pasien tidak habis porsi dari rumah sakit. Jam 16.05 WIB meninggikan posisi kaki 30 derajat dengan data subyektif pasien mengatakan bengkak di kaki berkurang, data obyektif kedalaman edema kaki kanan 2,2 mm menghilang dalam 5 detik, kaki kiri 1,6 mm menghilang dalam 4 detik. Tindakan yang dilakukan pada hari ketiga yaitu pada hari Rabu 12 januari 2016 jam 15.30 WIB memantau tanda-tanda vital dengan data subyektif pasien mengatakan sesak nafas terasa saat terlalu banyak bicara, data obyektif tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92 x/menit, respirasi 26 x/menit, suhu 36,7ºC. Jam 15.35 WIB mengobservasi kemampuan aktivitas pasien dengan data subyektif pasien mengatakan semua aktivitas dibantu oleh ibunya, data obyektif saat duduk pasien dibantu oleh ibunya. Jam 15.40 WIB memantau adanya edema dengan data subyektif pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih, data obyektif bengkak pada wajah, perut dan kaki masih ada. Jam 15.45 WIB meninggikan posisi kaki 30 derajat dengan data subyektif pasien mengatakan bengkak berkurang saat diposisikan 30 derajat, data obyektif bengkak kaki kanan 2 mm menghilang dalam 4 detik, bengkak kaki kiri 1,4 mm menghilang dalam 2 detik. 52 Jam 15.50 WIB membantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dengan data subyektif pasien mengatakan selalu mengubah posisi secara berkala, data obyektif posisi pasien duduk. G. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan dilakukan setelah penulis melakukan tindakan, dilakukan setiap hari pada waktu jaga menggunakan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, Planning). Evaluasi dilakukan pada setiap diagnosa keperawatan. Evaluasi hari pertama Senin, tanggal 09 Januari 2016 jam 17.05 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas didapatkan data pasien mengatakan sesak nafas ditandai dengan respirasi 28 x/menit irama cepat dan dalam, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, hasil EKG sinus rytme 83 x/menit terdapat ST elevasi di lad 2 3. Hal ini menyebabkan masalah penurunan curah jantung belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu pantau TTV, atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan, anjurkan untuk menurunkan stres, dan kolaborasi pemeriksaan EKG, oksigenasi, dan obatobatan. Pada jam 17.15 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi didapatkan data pasien mengatakan badan bengkak kurang lebih 2 bulan, pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih ditandai dengan bengkak 53 pada wajah, kaki dan perut, bengkak di kaki kanan kedalaman 3 mm menghilang dalam waktu 11 detik dan pada kaki kiri kedalaman 2,3 mm menghilang dalam waktu 9 detik, respirasi 28 x/menit, tekanan darah 120/70 mmHg, hematokrit 31%, ureum 256 mg/dl, balance cairan +280 cc. Hal ini menyatakan masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu pantau adanya edema, pantau asupan cairan, tinggikan posisi kaki 30 derajat, anjurkan keluarga untuk membatasi cairan, kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik. Pada jam 17.25 WIB dengan metode SOAP dengan diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum didapatkan data pasien mengatakan badannya lemas ditandai dengan aktivitas pasien dibantu oleh ibunya, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 28 x/menit, suhu 36ºC, pasien tampak lemah. Hal ini menyatakan masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu observasi kemampuan aktivitas pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara bekala, anjurkan pasien untuk bedrest, kolaborasi dengan keluarga untuk membantu ADL. Pada hari selasa tanggal 11 Januari 2016 jam 16.15 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas didapatkan data pasien mengatakan sesak nafas berkurang ditandai dengan respirasi 28 x/menit, terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, posisi pasien miring. Hal ini menyatakan masalah keperawatan penurunan curah jantung belum teratasi maka intervensi 54 dilanjutkan yaitu pantau tanda-tanda vital, atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan. Jam 16.25 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi didapatkan data pasien mengatakan bengkak berkurang, perut terasa penuh dan perih ditandai dengan kedalaman edema kaki kanan 2,2 mm menghilang dalam 5 detik, kaki kiri 1,6 mm menghilang dalam 4 detik. Hal ini menyatakan masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu pantau adanya edema, tinggikan posisi kaki 30 derajat. Jam 16.35 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum didapatkan data pasien mengatakan badannya masih lemas ditandai dengan akyivitas pasien dibantu oleh ibunya, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92 x/menit, respirasi 26 x/menit, suhu 36,7ºC. Hal ini menyatakan masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu observasi kemampuan aktivitas pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala. Pada hari Rabu tanggal 12 Januari 2016 jam16.00 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas didapatkan data pasien mengatakan terasa sesak nafas hanya saat berbicara terlalu lama ditandai dengan respirasi 26 x/menit, posisi pasien miring, terpasang O2 3 liter per menit. Hal ini menyatakan 55 masalah keperawatan penurunan curah jantung belum teratasi maka intervensi dilanjutkan. Jam 16.10 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi didapatkan data pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih ditandai bengkak pada wajah, perut dan kaki. Hal ini menyatakan masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu peninggian posisi kaki 30 derajat. Jam 16.20 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umun didapatkan data pasien mengatakan semua aktivitas masih dibantu oleh ibunya ditandai dengan saat duduk pasien dibantu oleh ibu atau perawat. Hal ini menyatakan masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi maka intervensi dilanjutkan. BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi jurnal pemberian posisi kaki ditinggikan 30 derajat terhadap penurunan edema kaki pada asuhan keperawatan Nn.I dengan Congestive Heart Failure (CHF) di ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang dilaksanakan pada tanggal 09 Januari sampai dengan 12 Januari 2016. Penulis juga akan membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan asuhan keperawatan pada Nn.I dengan CHF. A. Pengkajian Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengkajian, dimulai perawat dengan menerapkan pengetahuan. Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verikasi dan komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah pengumpulan data primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter dan Perry, 2005). Pengkajian dilakukan secara komprehensif pada Nn.I dengan CHF pada tanggal 09 Januari 2016 dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa. Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan sesak nafas. Sesak nafas adalah suatu persepsi subyektif mengenai ketidaknyamanan bernafas (Somantri, L, 2008). Sesak 56 57 nafas pada pasien ini sesuai dengan tanda dan gejala pasien CHF yang terjadi karena ventrikel kiri tidak dapat menerima darah dari paru-paru, hal ini menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru sehingga oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2 yang akan membentuk asam didalam tubuh (Kasron, 2012). Riwayat penyakit sekarang pada Nn.I mengatakan sesak nafas, badan bengkak kurang lebih 2 bulan,dan badan lemas. Berdasarkan teori tanda dan gejala dari Congestif Heart Failure adalah badan lemas (Onion, daniel, 2012). Edema atau bengkak adalah interstisial terkumpulnya cairan dalam jaringan lebih dari jumlah yang biasa atau di dalam rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan dan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial (Siregar, 2010). Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan pasien sudah sering keluar masuk RS sejak bulan Mei 2015 karena keluhan yang sama. Pada bulan September 2015 pasien masuk ke HCU RSUD Dr. Moewardi selama 3 minggu dan pada bulan Desember 2015 di bangsal Melati 1. Pola nutrisi dan metabolisme Antropometri berat badan 40 Kg, tinggi badan 150 cm, indeks masa tubuh 17,8 Kg/m2, Biochemical Hematokrit 31% Hemoglobin 10,3 g/dl, Clinical Sign mukosa bibir kering, turgor kulit kering, konjungtiva anemis, Dietary pasien makan 3 kali sehari dengn bubur, lauk, porsi habis 3 atau 4 sendok, ngemil, minum air putih, pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih. 58 Pada pasien didapatkan data hemoglobin menurun atau dibawah normal yaitu 10,3 gr/dl konjungtiva anemis, mukosa bibir kering dan turgor kulit kering. Hemoglobin berfungsi sebagai penyimpan dan pengangkut oksigen. Proses penghangatan oksigen ke organ atau jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor hemodinamik berupa cardiac output serta distribusinya, kemampuan pengangkutan oksigen dalam darah yaitu konsentrasi Hb dan oxygen extraction yaitu perbedaan saturasi oksigen antara darah arteri dan vena. Kapasitas penghantar oksigen akan menurun jika kadar Hb < 7 gr/dl (Paniselvan, 2011). Setiap penurunan konsentrasi Hb sebesar 1 gr/dl akan meningkatkan resiko terjadinya dilatasi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, gagal jantung kongestif. Pasien juga mengeluhkan perut terasa penuh dan perih (Muttaqin, 2009). Hasil pengkajian balance cairan pada pasien Nn.I mengalami peningkatan yaitu +280 cc. Kelebihan volume cairan terjadi akibat overload cairan atau adanya gangguan mekanisme homeostatis pada proses regulasi keseimbangan cairan. Salah satu penyebab kelebihan volume cairan dikaitkan dengan penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti jantung (gagal jantung kongestif), gagal jantung, sirosis hati (Tamsuri, 2008). Gagal jantung mengakibatkan menurunnya kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompa pada setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila suplai darah ke ginjal menurun akan mempengaruhi mekanisme pelepasan renin angiotensi dan akhirnya terbentuk angiotensi II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi 59 natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan cairan ekstra-intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan mengakibatkan edema perifer (Kasron, 2012). Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan dapat beraktivitas secara normal dan mandiri. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan dalam memenuhi aktivitasnya seperti makan atau minum, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, toileting, ambulasi atau ROM dengan dibantu orang lain (score penilaian 2). Pada pasien dengan gagal jantung kanan akan cepat mudah lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen kejaringan dan dapat menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme (Muttaqin, 2009). Pada gagal jantung kongestif NYHA III ditandai dengan keterbatasan aktivitas fisik, gejala akan timbul meskipun dalam kondisi istirahat jika aktivitas fisik dilakukan maka kelelahan dan sesak semakin meningkat (Morton, gonce, et al, 2011). Hal ini sesuai dengan data pada pasien Nn.I yang kebutuhan ADL nya perlu bantuan dan pasien mengeluh sesak nafas. Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemas, dengan kesadaran composmentis (CM). Tanda-tanda vital tekanan dara 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit tidak teratur dan lemah, respirasi 28 x/menit cepat dan dalam, suhu 36ºC. Data pasien menunjukkan peningkatan respirasi yaitu 28 kali per menit dengan normal 16-24 kali per menit, nafas cepat dan dalam, hal ini sesuai dengan teori CHF yang terjadi peningkatan respirasi, 60 sesak nafas, pola nafas cepat dan dangkal, hal ini terjadi karena kegagalan jantung kiri dimana ventrikel gagal memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, apabila suplai darah tidak lancar di paruparu atau darah tidak masuk jantung menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru (Kasron, 2012). Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan inspeksi bentuk dada simetris kanan dan kiri, retraksi dada dalam, tampak menggunakan otot bantu pernafasan. Saat dilakukan palpasi vokal fremitus kanan kiri sama. Saat dilakukan perkusi pekak pada lobus 3. Saat dilakukan auskultasi terdengar suara crackles di lobus 3, pada gagal jantung suara crackles ditemukan pada bagian posterior paru yang disebabkan kegagalan jantung kiri. Pada gagal jantung kiri kongesti paru menonjol karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru-paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru, hal ini akan menimbulkan suara tambahan pada paru. Suara crackles terjadi oleh gerakan udara melalui cairan dan menunjukkan terjadinya kongesti paru jika di auskultasi dan bunyi tambahan di jantung (Rilanto, et al 2004). Pada pemeriksaan jantung inspeksi didapatkan hasil ictus cordis tidak tampak, saat dilakukan palpasi didapatkan hasil ictus cordis teraba di ICS, saat dilakukan perkusi didapatkan hasil ada pelebaran jantung di intercosta 1 kanan, batas pertengahan di intercosta 1 4 cm ke kanan disternal kiri, saat dilakukan auskultasi didapatkan hasil terdengar bunyi tambahan bunyi 61 jantung 3. Pembesaran jantung berhubungan dengan kerusakan pada otot jantung, pembesaran jantung menyebabkan jantung tidak dapat memompa darah secara efektif dan mengakibatkan gagal jantung kongesti. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru, hal ini dapat menimbulkan suara tambahan di jantung yaitu Bj 3 (Muttaqin, 2009). Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hasil inspeksi terdapat jejas, bentuk perut acites dengan diameter 55 cm, saat dilakukan auskultasi didapatkan hasil bising usus 10 x/menit, saat dilakukan perkusi didapatkan hasil redup pada kuadran 1, hipertympani pada kuadran 2,3 dan 4, saat dilakukan palpasi didapatkan hasil tidak ada nyeri tekan. Gejala dari kardiomegali pada CHF yaitu sesak nafas terutama saat berbaring, kaki bengkak, peningkatan lingkar perut, dan kelelahan. Pada gagal jantung kanan, jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena, akibatnya terjadi penimbunan cairan dalam rongga peritonium. Manifestasi dari gagal jantung yaitu hepatomegali, asites, edema (Brunner and Suddart ,2002). Hal ini sesuai dengan pasien Nn.I yang mengalami acites. Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan hasil sebelah kanan terpasang infus NaCl, kekuatan otot 4/5 capilary refill kurang dari 2 detik, akral hangat, tidak ada perubahan bentuk tulang. Ekstremitas bawah kekuatan 4, terdapat edema dikedua kaki, pitting edema 11 detik, tidak ada perubahan 62 bentuk tulang, perabaan akral dingin. Edema merupakan terkumpulnya cairan didalam jaringan interstisial lebih dari jumlah yang biasa atau didalam rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan dan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial (Siregar, 2010). Cara memeriksa kedalaman edema dengan pitting edema, pitting edema adalah edema yang meninggalkan sedikit depresi atau cekungan setelah dilakukan penekanan pada area yang bengkak (Tamsuri, 2008). Edema Nn.I dengan derajat 2+ dengan kedalaman edema kaki kanan 3 mm menghilang dalam waktu 11 detik dan edema pada kaki kiri kedalamannya 2,3 mm menghilang dalam waktu 9 detik, hal ini sesuai teori tentang tingkatan derajat edema yang terdiri dari 4 derajat edema salah satunya dengan derajat 2+ yang kedalaman pitting edema dalam 4 mm menghilang dalam waktu 10-15 detik (Siregar, 2010). Dari hasil rontgen terlihat cardiomegali dengan edema pulmonium. Dari hasil USG kesan insufisiensi ren bilateral disertai efusi pleura bilateral dan asites hepar, GB, pancreas. Pada hasil rontgen pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) menunjukkan adanya hipertensi vena, edema pulmo atau cardiomegali (Muttaqin, 2009), hal ini sesuai dengan hasil rontgen Nn.I yang terlihat cardiomegali dan edema pulmonal. Edema paru terjadi karena suplai darah di paru-paru tidak lancar, darah tidak masuk ke jantung hal ini menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru. Sehingga pada hasil gambar rontgen didapatkan hasil adanya edema pulmonal dan efusi pleura (Kasron, 2012). 63 B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang mana perawat mempunyai lisensi dan kompeten untuk mengatasinya. Alasan untuk merumuskan diagnosa keperawatan setelah menganalisis data pengkajian adalah untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang melibatkan klien dan keluarganya untuk meberikan arah asuhan keperawatan (Potter and Perry, 2005). Dari hasil pengkajian dan analisa data penulis mengangkat diagnosa, yaitu : 1. Diagnosa keperawatan pertama yang penulis rumuskan adalah penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas. Menurut NANDA penurunan curah jantung artinya ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Penurunan curah jantung terjadi karena penurunan kontraktilitas mengacu pada perubahan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Pada Nn.I penegakkan diagnosa ini dilakukan dengan adanya data subyektif pasien mengatakan sesak nafas dan badan lemah. 2. Diagnosa kedua yang diangkat oleh penulis adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi Kelebihan volume cairan merupakan peningkatan retensi cairan isotonik (Tamsuri, 2008). Gangguan mekanisme regulasi menyebabkan 64 kelebihan volume cairan karena menurunnya kontraktilitas jantung sehingga darah yang dipompa pada setiap kontraksi menurun dan menyebabkan penurunan keseluruh tubuh akibatnya perfusi ke ginjal menurun dan haluaran urin berkurang dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan cairan ekstra intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan tekanan yang menyebabkan edema (Kasron, 2012). Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa kelebihan volume cairan mencakup data subyektif, data obyektif dan hasil pemeriksaan. Data subyektif pasien mengatakan badannya bengkak yaitu wajah, kaki dan perut kurang lebih 2 bulan dan perut terasa penuh dan perih, data obyektif yang ditemukan tampak bengkak pada wajah, perut dan kaki, bengkak dikaki kanan kedalaman 3 mm menghilang dalam 11 detik, dan pada kaki kiri kedalaman 2,3 mm dalam waktu 9 detik, respirasi 28 x/menit, tekanan darah 120/70 mmHg, hematokrit 31%, ureum 256 mg/dl, balance cairan +280 cc. Hal ini sesuai dengan batasan karakteristik dari kelebihan volume cairan yaitu gangguan elektrolit, anasarka, edema, dispnea, efusi pleura, bunyi jantung 3, penurunan hemoglobin (Herdman, 2010). Penulis membahas kelebihan volume cairan karena banyaknya cairan yang terkumpul di interstisial mengakibatkan terjadinya edema perifer, acites dan akibat gagal jantung suplai oksigen di paru-paru mengalami kegagalan sehingga menyebabkan penimbunan cairan di 65 paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2 di paru-paru, hal ini akan menimbulkan dispnea dengan karakteristik pernafasan cepat dan dangkal (Kasron, 2012). 3. Penulis menegakkan diagnosa ketiga yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan (Herdman, 2010). Kelemahan umum menyebabkan intoleransi aktivitas karena dengan pasien gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang berkurang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil metabolisme, perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan (Muttaqin, 2009). Pada Nn.I penegakkan diagnosa ini dilakukan dengan adanya data subyektif pasien mengatakan badannya lemas sedangkan data objektif didapatkan aktivitas pasien dibantu oleh ibunya, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 28 x/menit, suhu 36ºC, pasien tampak lemah. Dari data yang didapat sesuai dengan batasan karakteristik dari intoleransi aktivitas menyatakan merasa lemah, letih, dispnea setelah beraktivitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, respon frekuensi abnormal terhadap aktivitas (Herdman, 2010). jantung 66 Penulis memprioritaskan diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas berdasarkan kebutuhan hirarki maslow (Terkecuali untuk kasus gawat darurat) menggunakan prioritas berdasarkan mengancam jiwa. Adapun 5 kebutuhan maslow diantaranya fisiologis, aman nyaman, mencintai dan dicintai, harga diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan dasar fisiologis meliputi respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri (Setiadi, 2012). C. Intervensi Keperawatan Proses keperawatan yang dilakukan setelah merumuskan diagnosa keperawatan yang spesifik, perawat menggunakan ketrampilan berpikir kritis untuk menetapkan prioritas diagnosa dengan membuat peringkat dalam urutan kepentingannya. Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ketingkat kesehatan yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Potter dan Perry, 2005). Setelah mengkaji mendiagnosa dan menetapkan prioritas tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien, penulis merumuskan tujuan dan kriteria hasil. Tujuan tidak hanya memenuhi kebutuhan klien tetapi juga harus mencakup pencegahan dan rehabilitasi. Tujuan yang penulis susun sesuai dengan teori yang ada pada buku Nanda NIC NOC. Kriteria hasil meliputi spesific (jelas), measurable (dapat diukur), acceptance (dapat diterima), 67 rational (rasional), time (jelas waktunya) (Dermawan, 2012). Berdasarkan diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan menyesuaikannya dengan prioritas permasalahan, penulis menyusun intervensi sebagai berikut : 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pada pasien Nn.I dengan penurunan curah jantung dapat teratasi dengan kriteria hasil tanda-tanda vital dalam rentang normal, dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan. Intervensi yang penulis rumuskan menggunakan ONEC (Obsevation, Nursing Intervention, Education, Collaboration). Observation : observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui kondisi dan tanda-tanda vital pasien, nursing intervention : pertahankan pemberian terapi O2 nasal kanul dengan rasional untuk mengurangi sesak nafas dan menyuplai oksigen ke otak, education : atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan dengan rasional untuk supaya tidak ada kelelahan, education : anjurkan untuk menurunkan stres dengan rasional untuk menghindari banyak pikiran, collaboration : kolaborasi dengan dokter pemeriksaan EKG, oksigenasi dan obat-obatan dengan rasional untuk mngetahui irama jantung pasien. 2. kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme gangguan regulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pada pasien Nn.I dengan kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil terbebas dari edema, efusi dan anasarka. 68 Berdasarkan kriteria hasil yang disususn penulis membuat beberapa Intervensi dengan menggunakan ONEC (Obsevation, Nursing Intervention, Education, Collaboration). Observation : pantau adanya edema dengan rasional untuk mengetahui derajat edema, pantau asupan cairan dengan rasional untuk mengetahui cairan yang masuk dan mempertahankan keseimbangan cairan, nursing intervention : tinggikan posisi 30 derajat dengan rasional untuk meningkatkan aliran balik vena ke jantung untuk mencegah stasis vena (Brunner and Suddarth, 2001), intervensi yang dilakukan penulis dengan meninggikan posisi kaki akan menurunkan edema. Dengan peninggian kaki maka melawan tarikan gravitasi, sehingga meningkatkan aliran balik vena ke jantung (Siregar, 2010). Education : Anjurkan keluarga untuk membatasi cairan dengan rasional untuk mencegah retensi cairan ekstraseluler dan mempertahankan keseimbangan elektrolit (Udjianti, 2013). Colaboration : Kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik dengan rasional untuk mengurangi edema. Spirolacton merupakan golongan diuretik, terdiri dari spirolacton 25 mg, yang diberikan pada pasien edema (ISO, 2011/2014). 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pada pasien Nn.I dengan masalah keperawatan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat. 69 Intervensi yang dilakukan yaitu observation : observasi kemampuan aktivitas pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kemampuan aktivitas pasien, nursing intervention : bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dengan rasional mencegah terjadinya kelemahan otot dan dekubitus (Udjianti, 2013), education : anjurkan pasien untuk bedrest dengan rasional untuk mengurangi konsumsi oksigen miokard dan beban kerja jantung, collaboration : kolaborasi dengan keluarga untuk membantu ADL dengan rasional untuk memenuhi ADL pasien (Udjianti, 2013). D. Implementasi Tindakan implementasi yang dilakukan penulis sesuai dengan perencanaan pada intervensi keperawatan yang telah disusun. Pada diagnosa pertama yaitu penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas, penulis melakukan tindakan selama 3 hari pengelolaan yang meliputi mengobservasi tanda-tanda vital, mempertahankan pemberian terapi O2 nasal kanul, mengatur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan, menganjurkan untuk menurunkan stres, mengkolaborasikan dengan dokter pemeriksaan EKG, oksigenasi dan obat-obatan. Implementasi keperawatan yang dilakukan penulis pada Nn.I dengan diagnosa keperawatan kedua yaitu kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi penulis sesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun, dalam 3 hari pengelolaan, adapun 70 implementasi pertama pada jam 10.30 WIB yaitu memantau adanya edema dengan tujuan untuk mengetahui kedalaman edema, pada Nn.I didapatkan data respon subyektif pasien mengatakan bengkak pada tubuhnya kurang lebih sudah 2 bulan, data obyektif bengkak pada wajah, perut dan kaki, bengkak pada kaki kanan kedalaman 3 mm kembali dalam waktu 11 detik, pada kaki kiri kedalaman 2,3 mm kembali dalam 9 detik. Melihat adanya edema pada tubuh klien, penulis melakukan implementasi selanjutnya pada jam 10.40 WIB dengan meninggikan posisi kaki 30 derajat, hasil yang didapatkan pasien mengatakan bersedia ditinggikan kakinya, data obyektif bengkak kaki kanan 3 mm, kaki kiri 2,3 mm sebelum ditinggikan. Tujuan dari meninggikan posisi kaki 30 derajat untuk meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan mencegah timbulnya stasis vena (Siregar, 2010). Langkah-langkah tindakan peninggian posisi kaki menurut (Siregar, 2010) yaitu pertama menyiapkan jangka sorong, kain lap bersih, dan air hangat. Sebelum melakukan tindakan, lap kaki dengan air hangat kemudian tekan daerah edema sehingga membentuk cekungan kulit yang dalam, ukur dengan penggaris dan kemudian catat, setelah itu ditinggikan posisi kaki 30 derajat diatas tempat tidur dengan sudut 30 derajat agar posisi jantung lebih rendah dari kaki selama 3 menit, kemudian istirahat 1 menit lalu tinggikan kembali selama 3 menit, kemudian ukur kembali kedalaman edema. Menurut Brunner and Suddarth (2001) dalam jurnal Siregar (2010), latihan ini dilakukan minimal 2 kali per hari dilanjutkan 4 kali per hari selama 3 minggu. Pada jurnal Siregar (2010) terjadi penurunan edema sebesar 1,8% 71 dengan total waktu 7 menit dengan peninggian posisi kaki ditinggikan selama 2 kali. Tahap-tahap yang dilakukan penulis dalam memberikan langkahlangkah peninggian posisi kaki pada Nn.I yaitu dilakukan pengukuran edema dengan menekan kaki diukur menggunakan penggaris cm dan dihitung waktu kembali, kemudian dilakukan peninggian kaki dengan bantal, kaki diletakkan diatas bantal yang sudah disusun lebih tinggi sehingga posisi kaki lebih tinggi dari jantung. Intervensi terhadap pengurangan edema adalah memperbaiki sirkulasi perifer. Latihan yang digunakan untuk keefektifan pengurangan edema terhadap pengaruh posisi kaki dengan cara latihan postural aktif, seperti latihan Buerger Allen perlu dilakukan oleh pasien dengan insufisiensi suplai darah arteri ekstremitas bawah (Siregar, 2010). Latihan kaki menurut Buerger Allen meliputi 3 posisi yakni : elevasi tungkai kaki, menggantungkan kaki, kemudian tidur dengan posisi horizontal. Pada pasien dengan insufisiensi vena, meletakkan ekstremitas bawah dalam posisi tergantung hanya akan memperburuk bendungan vena. Tarikan gravitasi akan menghambat aliran balik vena ke jantung dan menghambatkan stasis vena (pengumpulan darah dalam vena). Oleh sebab itu pasien dengan insufisiensi vena harus meninggikan kedua tungkainya lebih tinggi dari jantung sebanyak mungkin dan pasien harus menghindari berdiri atau duduk dalam waktu yang lama. Berjalan-jalan dapat membantu aliran balik vena dengan cara mengaktifkan “pompa otot”. Bila pasien dengan insufisiensi vena 72 sedang berbaring, maka bagian kaki tempat tidur harus sedikir ditinggikan (Siregar, 2010). Pengaruh posisi kaki ditinggikan 30 derajat terhadap pengurangan edema adalah dapat membantu resusitasi jantung sehingga suplai darah ke organ-organ penting seperti paru, hepar, ginjal dapat mengalir secara sempurna. Tujuan utama dari peninggian posisi ini mencangkup peningkatan suplai darah arteri ke ekstremitas bawah, pengurangan kongesti vena, menguasahakan vasodilatasi pembuluh darah, pencegahan kompresi vaskuler (Mencegah dekubitus), pengurangan nyeri, pencapaian atau pemeliharaan integritas kulit (Siregar, 2010). Implementasi selanjutnya yang dilakukan pada Jam 10.45 WIB memantau adanya edema dengan data subyektif pasien mengatakan bengkaknya berkurang, data obyektif bengkak kaki kanan 2,8 mm, kaki kiri 2 mm sesudah ditinggikan selama 7 mnit dengan sekali istirahat. Hasil dari tindakan yang dilakukan penulis didapatkan data Nn.I sudah ada perubahan penurunan edema. Pada jam 10.55 WIB menganjurkan keluarga untuk membatasi cairan dengan data subyektif pasien mengatakan makan dan minumnya pasien sudah dibatasi, data obyektif keluarga tampak paham. Pada hari yang sama penulis melakukan implementasi kembali pada jam 16.40 WIB meninggikan posisi kaki 30 derajat dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia, data obyektif bengkak pada kaki kanan 2,8 mm kembali dalam 9 detik, bengkak kaki kiri 2 mm. Jam 16.47 WIB memantau adanya edema dengan data 73 subyektif pasien mengatakan bengkak berkurang, data obyektif bengkak kaki kanan 2,6 mm kembali dalam 7 detik, bengkak kaki kiri 2 mm kembali dalam 5 detik. Pada hari kedua selasa, 11 januari 2016 penulis melakukan implementasi pada jam 08.10 WIB meninggikan posisi kaki 30 derajar dengan data subyektif pasien mengatakan dengan diberikan peninggian posisi kaki bengkak pada kaki pasien berkurang, data obyektif kedalaman edema kaki kanan 2,4 mm menghilang dalam waktu 7 detik dan untuk kaki kiri 1,8 mm menghilang dalam waktu 5 detik. Jam 16.05 WIB meninggikan posisi kaki 30 derajat dengan data subyektif pasien mengatakan bengkak di kaki berkurang, data obyektif kedalaman edema kaki kanan 2,2 mm menghilang dalam 5 detik, kaki kiri 1,6 mm menghilang dalam 4 detik. Pada hari ketiga rabu, 12 januari 2016 penulis melakukan implementasi Jam 15.45 WIB meninggikan posisi kaki 30 derajat dengan data subyektif pasien mengatakan bengkak berkurang saat diposisikan 30 derajat, data obyektif bengkak kaki kanan 2 mm menghilang dalam 4 detik, bengkak kaki kiri 1,4 mm menghilang dalam 2 detik. Penulis melakukan implementasi untuk diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum selama 3 hari, tindakan pertama jam 10.50 WIB mengobservasi kemampuan aktivitas pasien dengan data subyektif pasien mengatakan semua aktivitasnya seperti makan, toileting, berpakaian dibantu oleh ibunya, data obyektif saat duduk pasien tampak dibantu oleh ibunya, pasien tampak lemas. Implementasi selanjutnya Jam 74 10.55 WIB menganjurkan keluarga untuk membatasi cairan dengan data subyektif pasien mengatakan makan dan minumnya pasien sudah dibatasi, data obyektif keluarga tampak paham. Jam 11.00 WIB membantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dengan mengubah posisi akan mengurangi resiko terjadinya dekubitus dan kekuatan otot (Udjianti, 2013). dengan data subyektif pasien mengatakan bersedia diubah posisinya secara berkala, data obyektif posisi pasien miring. Oleh karena itu penulis menganjurkan keluarga untuk membantu ADL pasien. E. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan pada Nn.I selama 3 hari pada tanggal 10 Januari 2016 sampai dengan 12 Januari 2016 dilakukan dengan metode SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning). Evaluasi hari pertama Senin, tanggal 09 Januari 2016 jam 17.05 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas didapatkan data pasien mengatakan sesak nafas ditandai dengan respirasi 28 x/menit irama cepat dan dalam, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, hasil EKG sinus rhytme 83 x/menit terdapat ST elevasi di lad 2 3. Hal ini menyebabkan masalah penurunan curah jantung belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu pantau TTV, atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan, anjurkan untuk menurunkan stres, dan kolaborasi pemeriksaan EKG, oksigenasi, dan obatobatan. 75 Pada jam 17.15 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi didapatkan data pasien mengatakan badan bengkan kurang lebih 2 bulan, pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih ditandai dengan bengkak pada wajah, kaki dan perut, bengkak di kaki kanan kedalaman 3 mm menghilang dalam waktu 11 detik dan pada kaki kiri kedalaman 2,3 mm menghilang dalam waktu 9 detik, respirasi 28 x/menit, tekanan darah 120/70 mmHg, hematokrit 31%, ureum 256 mg/dl, balance cairan +280 cc. Hal ini menyatakan masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu pantau adanya edema, pantau asupan cairan, tinggikan posisi kaki 30 derajat, anjurkan keluarga untuk membatasi cairan, kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik. Pada jam 17.25 WIB dengan metode SOAP dengan diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum didapatkan data pasien mengatakan badannya lemas ditandai dengan aktivitas pasien dibantu oleh ibunya, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 28 x/menit, suhu 36ºC, pasien tampak lemah. Hal ini menyatakan masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu observasi kemampuan aktivitas pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara bekala, anjurkan pasien untuk bedrest, kolaborasi dengan keluarga untuk membantu ADL. Pada hari selasa tanggal 11 Januari 2016 jam 16.15 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan 76 perubahan kontraktilitas didapatkan data pasien mengatakan sesak nafas berkurang ditandai dengan respirasi 28 x/menit, terpasang O2 nasal kanul 3 liter per menit, posisi pasien miring. Hal ini menyatakan masalah keperawatan penurunan curah jantung belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu pantau tanda-tanda vital, atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan. Jam 16.25 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi didapatkan data pasien mengatakan bengkak berkurang, perut terasa penuh dan perih ditandai dengan kedalaman edema kaki kanan 2,2 mm menghilang dalam 5 detik, kaki kiri 1,6 mm menghilang dalam 4 detik. Hal ini menyatakan masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu pantau adanya edema, tinggikan posisi kaki 30 derajat. Jam 16.35 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum didapatkan data pasien mengatakan badannya masih lemas ditandai dengan akyivitas pasien dibantu oleh ibunya, tanda-tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92 x/menit, respirasi 26 x/menit, suhu 36,7ºC. Hal ini menyatakan masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu observasi kemampuan aktivitas pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala. 77 Pada hari Rabu tanggal 12 Januari 2016 jam16.00 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas didapatkan data pasien mengatakan terasa sesak nafas hanya saat berbicara terlalu lama ditandai dengan respirasi 26 x/menit, posisi pasien miring, terpasang O2 3 liter per menit. Hal ini menyatakan masalah keperawatan penurunan curah jantung belum teratasi maka intervensi dilanjutkan. Jam 16.10 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi didapatkan data pasien mengatakan perut terasa penuh dan perih ditandai bengkak pada wajah, perut dan kaki. Hal ini menyatakan masalah keperawatan kelebihan volume cairan belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu peninggian posisi kaki 30 derajat. Jam 16.20 WIB dengan metode SOAP pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umun didaptkan data pasien mengatakan semua aktivitas masih dibantu oleh ibunya ditandai dengan saat duduk pasien dibantu oleh ibu atau perawat. Hal ini menyatakan masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi maka intervensi dilanjutkan. BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dalam proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi pada asuhan keperawatan Nn.I dengan CHF di ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama tiga hari kelolaan dengan menerapkan aplikasi riset keperawatan pemberian posisi kaki 30 derajat diatas tempat tidur untuk menurunkan edema kaki, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pengkajian Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan sesak nafas. Pada tanggal 09 Januari 2016 dengan keluhan sesak nafas, perut terasa penuh dan perih, badan bengkak kurang lebih 2 bulan, batuk kurang lebih 2 bulan, dan badan lemas. 2. Diagnosa Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian keperawatan pada Nn.I ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hirarki kebutuhan dasar menurut Maslow yaitu prioritas diagnosa pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas, diagnosa prioritas kedua kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, dan diagnosa prioritas ketiga yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. 78 79 3. Intervensi Diagnosa keperawatan penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas intervensi yang dilakukan observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui kondisi dan tandatanda vital pasien, pertahankan pemberian terapi O2 nasal kanul dengan rasional untuk mengurangi sesak nafas dan menyuplai oksigen ke otak, atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan dengan rasional untuk supaya tidak ada kelelahan, anjurkan untuk menurunkan stres dengan rasional untuk menghindari banyak pikiran, kolaborasi dengan dokter pemeriksaan EKG, oksigenasi dan obat-obatan dengan rasional untuk mngetahui irama jantung pasien. Diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, intervensi yang penulis rumuskan pantau adanya edema dengan rasional untuk mengetahui derajat edema, pantau asupan cairan dengan rasional untuk mengetahui cairan yang masuk, tinggikan posisi 30 derajat dengan rasional untuk meningkatkan aliran balik vena ke jantung, anjurkan keluarga untuk membatasi cairan dengan rasional menyeimbangkan cairan dalam tubuh, kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik dengan rasional untuk mengurangi edema. Diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, intervensi yang penulis rumuskan observasi kemampuan aktivitas pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kemampuan aktivitas pasien, bantu pasien untuk mengubah posisi secara 80 berkala dengan rasional mencegah terjadinya kelemahan otot, anjurkan pasien untuk bedrest dengan rasional untuk mengurangi konsumsi oksigen miokard dan beban kerja jantung, kolaborasi dengan keluarga untuk membantu ADL dengan rasional untuk memenuhi ADL pasien. 4. Implementasi Dalam asuhan keperawatan Nn.I dengan Congestif Heart Failure di Ruang Aster 5 RSUD Dr. Moewardi telah sesuai dengan intervensi yang penulis rumuskan. Penulis menekankan pemberian posisi kaki 30 derajat diatas tempat tidur untuk menurunkan edema kaki, dengan melakukan latihan 2 kali dalam sehari selama 3 hari kelolaan. 5. Evaluasi Hasil evaluasi masalah keperawatan pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas belum teratasi. Intervensi dilanjutkan. Masalah keperawatan kedua kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi belum teratasi. Intervensi dilanjutkan yaitu peninggian posisi kaki 30 derajat. Masalah keperawatan ketiga intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum belum teratasi. Intervensi dilanjutkan. 6. Analisa pemberian posisi kaki 30 derajat Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh Siregar 2010, dengan judul “Pemberian Posisi Kaki 30 Derajat diatas Tempat Tidur Terhadap Penurunan Edema Kaki di RSUD 81 Dr. Moewardi Surakarta” penulis mendapatkan hasil analisa dari implementasi yang dilakukan selama 3 hari kelolaan yaitu terjadi penurunan edema kaki yaitu derajat kedalaman edema Nn.I sebelum dilakukan tindakan peninggian posisi kaki 30 derajat derajat edema kedalaman 3 mm menghilang dalam 11 detik, dan pada kaki kiri kedalaman 2,3 mm dalam waktu 9 detik, setelah dilakukan tindakan peninggian posisi kaki 30 derajat edema 2 mm menghilang dalam 4 detik, bengkak kaki kiri 1,4 mm menghilang dalam 2 detik yang dilakukan penulis selama 7 menit selama 3 hari. Hal ini sesuai dengan jurnal Siregar (2010) peninggian posisi kaki 30 derajat dilakukan minimal 4 kali dalam 3 hari.hasil dari aplikasi jurnal terjadi penurunan edema sebanyak 1,8 % dengan total waktu 7 menit dengan peninggian posisi kaki ditinggikan sebanyak 2 kali. B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Congestif Heart Failure, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain : 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Dr. Moewardi Surakarta dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien serta 82 keluarga klien untuk berperan aktif sehingga klien dan keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam program pemberian latihan peninggian posisi kaki 30 derajat pada klien edema kaki. Perawat melibatkan keluarga klien dalam pemberian asuhan keperawatan dan mampu bertindak sebagai fisioterapis dalam pemberian peninggian posisi kaki 30 derajat terhadap penurunan edema kaki. 3. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan keperawatan yang dilakukan sehingga mampu menghasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan. 4. Bagi penulis Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai konsep Congestif Heart Failure keperawatan yang komprehensif. dan penatalaksanaan asuhan 83 DAFTAR PUSTAKA Abdul Majid. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Rawat Inap Ulang Pasien Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit Yogyakarta. Jakarta : UI. Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Cetakan Pertama. DIVA Press (Anggota IKAPI). Jogjakarta. Arif, Muttaqin. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika. Brunner dan Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. EGC : Jakarta. Deden, Dermawan. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja. Yogyakarta : Gosyen Publising. Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja. Gosyen Publishing. Yogyakarta. Grossman, S dan Brown, D. 2009. Congestive Heart Failure and Pulmonary Edema. Http://emedicine.medscape.com Herdman T Heather. 2010. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2010 . Jakarta : EGC. Herman, Rahmatina B. 2010. Buku Ajar Fisiologis Jantung. Jakarta : EGC. Http://health .kompas.com. Diakses pada tanggal 18 November 2015. ISO. 2010. Iso Informasi Spesialis Obat Indonesia. Penerbit ikatan Apoteker Indonesia. Jakarta. Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Jakarta : Nuha Medika. 84 Maryono, H.H & Santoso, A. 2008. Gagal Jantung. Denpasar. Fakultas Kedokteran UNUD. Morton P, G,. Dorrie F,. Carolyn M. 2011. Critical CarevNursing: A Holistic Approach Keperawatan Kritis. Volume 1. Jakarta : EGC Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Nessma Putri Austaryani. 2012. Asuhan Keperawatan pada Tn.J dengan Congestif Heart Failure (CHF) di Ruang ICVCU Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-sriayusety-1258-1-skripsis.pdf. 23 November 2015 (13:32). Onion, Daniel K. 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Internasional. Jakarta : PT Indeks. Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Rilanto L,. Faisal B,. Santoso K,. Poppy S. 2004. Buku Ajar Kardiovaskuler. Fakultas kedokteran universitas indonesia. Jakarta Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu. Siregar, Parlindungan. Bengkak-Laboratorium Klinik prodia. http://www.google.com/url?sa=t&esrc=s&source=web&cd=26&cad=rja&uact=8& ved=0CFAQFjAFOBO&url=http%3A%2F%2Fproda.co.id%2Fpenyakit-dandiagnosa%2Fbengkak%2Fpdf&ei=jaRCU_CLJYelrOfH51GOCg&usg=AFQjCNGT OHc_HxN-J00zqUHKPcWzDx19CA. 18 November 2015 (09:05). 85 Siregar. 2010. Pengaruh Peninggian Posisi Kaki Ditinggikan 30 Derajat di Atas Tempat Tidur Terhadap Pengurangan Edema Kaki pada Pasien Jantung Kongestif di Ruang CVCU RSUP HAM. http://www.google.com/url?sa=t&rct+=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&vwd=0C CoQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream %2F123456789%2F24518%2F6%2Fabstract.pdf&ei=y6FpUHWPNGGuAT1q4HwA Q&usg=AFQjCNGwunJfC30HsuNIunBG5jfUIYtWDg. 19 November 2015 pukul 20.05 WIB. Tamsuri, Anas. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika Udjianti, Wayan juni. 2013. Keperawatan Kardiovaskuler. Cetakan Ketiga. Jakarta : Salemba Medika WHO. 2013. Cardiovascular disease (CVDs). 19 November 2016. http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/Class es-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp