Masjid Ibnu Tulun

advertisement
arsitektur
REPUBLIKA ● AHAD, 5 SEPTEMBER 2010
B2
FOTO-FOTO: WIKIPEDIA.ORG
Ibnu Tulun:
Pendiri Dinasti
Tuluniyah
Oleh Nidia Zuraya
esuai namanya, orang akan merujuk pada
nama yang tertera sebagai pendirinya.
Misalnya, Masjid Amru bin Ash, ia didirikan
oleh Amru bin Ash. Demikian juga dengan
Masjid Ibnu Tulun, tentu dibangun oleh Ibnu Tulun.
Tak salah memang, karena pendirinya bernama
lengkap Ahmad bin Tulun.
Ia adalah gubernur Mesir yang berkuasa pada
868 M. Jabatan itu diperolehnya dari penguasa
Dinasti Abbasiyah. Sebelum menjadi gubernur
Mesir, Ibnu Tulun dikenal sebagai seorang panglima
perang.
Ibnu Tulun adalah anak dari seorang budak berkebangsaan Turki bernama Tulun. Dalam bahasa
Turki, tulun berarti kemunculan yang sempurna. Dia
dilahirkan di Baghdad saat bulan Ramadhan 220 H/
September 835 M.
Namun beberapa lama setelah kelahirannya,
sang ayah meninggal dunia. Setelah sekian lama
meninggalnya sang ayah, ibunya kemudian dipersunting oleh Bagha al-Ashghar, salah satu panglima
militer Dinasti Abbasiyah yang berasal dari daerah
Turki. Namun, pernikahan ibunya dengan Bagha AlAshghar juga tak berlangsung lama, karena Bagha
meninggal dunia.
Ibu Ahmad Ibnu Tulun kemudian menikah untuk
ketiga kalinya dengan seorang pembesar militer
bernama Bakbak (Bayik Bey). Ibnu Tulun tumbuh
besar dalam tradisi Turki dan didikan militer ayah
tirinya. Sejak itu, ia aktif dalam dunia militer.
Di saat Dinasti Abbasiyah diperintah oleh Khalifah
Al-Mu’tamad, Ibnu Tulun ditunjuk sebagai gubernur
Mesir. Setelah menjadi penguasa Mesir, Ibnu Tulun
segera membangun pasukan di bawah kekuasaannya sendiri. Selain memiliki tentara sendiri, ia juga
berhasil menguasai keuangan wilayah Mesir.
Ibnu Tulun berkuasa di negeri Mesir selama 22
tahun. Wilayah kekuasaannya saat itu begitu luas
meliputi wilayah Mesir hingga Alexandria. Meskipun
demikian, dia tidak pernah menyatakan
kemerdekaan secara penuh dari kekuasaan
Kekhalifahan Abbasiyah saat memerintah Mesir.
Para sejarawan menjelaskan, Ibnu Tulun adalah
orang yang kuat dan keras. Perawakannya juga
tinggi besar. Pada awal menjadi gubernur, ia
menangani konflik dengan Ahmad bin al-Mudabbir,
pengumpul pajak resmi dinasti Abbasiyah. Konon,
Ibnu Al-Mudabbir lebih senang melaporkan hasil
pajak kepada khalifah di Baghdad dibandingkan
kepada Ahmad Ibnu Tulun. Merasa tidak dihormati,
Ibnu Tulun mengambil tindakan. Akhirnya, ia
berhasil menundukkan Ibn Al- Mudabbir. Setelah itu,
pamornya langsung naik.
Pada masa kejayaannya, Ibnu Tulun berhasil
memerintahkan pembuatan 100 kapal perang dan
ratusan kapal kecil. Inilah salah satu pencapaian
terbesar Ibnu Tulun. Ia mampu menguasai lautan.
Tak heran, jika kekuasaannya semakin kuat.
Sampai-sampai, Ibnu Tulun tak lagi menyebut
dirinya sebagai gubernur, melainkan sebagai
pemegang kebijakan independen yang tak lagi
memiliki kaitan hierarkis terhadap pemerintahan
Abbasiyah.
Ia membangun dinasti sendiri Dinasti Tuluniyah di
Mesir yang lepas dari pengaruh Dinasti Abbasiyah.
Ia menunjukkan kekuasan yang dikendalikannya itu
dengan memasang gambar wajahnya di mata uang,
mengangkat pembantu (menteri), kepolisian,
petugas bea dan cukai, dinas perdagangan, dan
dinas intelijen.
Kendati kekuasaannya terbilang kecil, namun
pada masa pemerintahan Dinasti Tuluniyah, wilayah
Mesir mengalami kemajuan yang cukup pesat
dalam berbagai bidang kehidupan. Di antara kemajuan yang dicapai pada masa ini adalah dalam
bidang pertanian, perdagangan, industri, maupun
pendidikan serta penelitian ilmiah.
S
Masjid Ibnu Tulun
Gaya Mesir Abad Pertengahan
Kekhasan masjid ini
adalah menara spiralnya
yang mirip dengan
menara Masjid Agung
Samarra, Irak.
Oleh Nidia Zuraya
M
esir terkenal dengan peradabannya yang gemilang. Seperti
piramida, patung sphinx, Istana
Luxor, Museum Karnak, Kuil
Qarun El-Fayyum, dan
Alexandria (Iskandariyah). Dan,
bagi yang pernah ke Mesir, tentu
mereka tak akan melewatkan untuk melihat-lihat
bukti peradaban masa lalu, peninggalan Firaun atau
bahkan melihat mumi Firaun yang diawetkan. Banyak
bukti sejarah yang menunjukkan mahakarya itu
sebagai peninggalan dari masa Firaun hingga masa
kejayaan Islam, seperti Universitas al-Azhar yang
menjadi universitas Islam tertua di dunia. Selain alAzhar, salah satu peninggalan umat Islam di negeri
yang terletak di Benua Afrika tersebut adalah Masjid
Ibnu Tulun.
Masjid ini merupakan salah satu bukti kejayaan
Islam di Mesir pada masa lalu. Bangunannya menjadi
salah satu masjid tertua di Kota Kairo setelah Masjid
Amr Ibn ‘Ash. Tak mengherankan jika Masjid Ibnu
Tulun dianggap sebagai situs kuno yang harus dilindungi Pemerintah Mesir.
Masjid ini didirikan pada 879 M oleh Gubernur
Mesir saat itu, Ahmad Ibnu Tulun. Jika dibandingkan
dengan Masjid Amr Ibn ‘Ash yang merupakan masjid
pertama di Mesir sekaligus di Benua Afrika, Masjid
Ibnu Tulun terlihat lebih tua, mungkin karena restorasi
yang dilakukan di masjid ini berusaha mempertahankan keaslian dari bangunan awalnya. Jika diperhatikan secara saksama saat mengelilingi masjid ini,
maka akan ditemukam bagian dinding yang masih
merupakan bagian dari bangunan aslinya.
Bangunan masjid ini sudah mengalami beberapa kali
perbaikan. Perbaikan pertama dilakukan tahun 1177,
saat itu negeri Mesir berada di bawah kekuasaan Badr
al-Jamali, seorang gubernur yang ditunjuk oleh
penguasa Daulah Fatimiyah. Al-Jamali dikenal karena
idenya untuk menambahkan kalimat “Dan Ali adalah
Wali Allah” pada tulisan dua kalimat syahadat yang
terdapat pada dinding mihrab Masjid Ibnu Tulun.
Penambahan kalimat tersebut menjadikan tulisan
kalimat dua syahadat yang terpahat pada dinding
mihrab masjid ini diyakini sebagai kalimat syahadat
versi syiah.
Perbaikan kedua dilakukan pada masa Sultan Malik
al-Mansur, penguasa Dinasti Mamluk di Mesir, yakni
di tahun 1296. Sultan Malik melakukan beberapa perbaikan dan penambahan bangunan baru. Proses
restorasi terakhir terhadap bangunan masjid bersejarah ini dilakukan pada 2004 lalu oleh Dewan
Purbakala Mesir.
Bila dilihat secara umum, arsitektur Masjid Ibnu
Tulun ini tak jauh berbeda dengan arsitektur
Universitas al-Azhar, Kairo. Mungkin memang
demikian arsitektur gaya Mesir ini.
Seperti masjid-masjid lain yang dibangun pada masa
Dinasti Abbasiyah, di tengah-tengah Masjid Ibnu Tulun
terdapat sebuah halaman (courtyard) yang sangat luas.
Luasnya melebihi ruangan masjid itu sendiri.
Keberadaan halaman yang luas ini membuat suasana di
dalam masjid terasa sangat sejuk, karena sirkulasi
udara yang baik. Bagian courtyard ini dikelilingi oleh
serangkaian serambi dengan atap yang melengkung.
Di bagian tengah halaman terdapat sebuah bangunan dengan kubah besar. Bangunan berkubah tersebut
adalah sebuah sumur, yang biasa dipergunakan
sebagai tempat untuk mengambil air wudhu.
Bangunan Masjid Ibnu Tulun terdiri atas koridorkoridor panjang yang disangga oleh pilar-pilar artistik
dengan ornamen pahatan ayat-ayat Alquran. Pilar-pilar
tersebut terbuat dari batu bata yang diplester dengan
semen. Koridor-koridor yang terdapat pada masjid ini
sebenarnya mengadopsi bentuk bangunan gereja di
Kairo pada masa itu. Lampu gantung yang khas juga
bisa ditemui di sepanjang langit-langit koridor.
Bagian lain dari bangunan Masjid Ibnu Tulun yang
tampak mencolok adalah mihrab masjid. Keseluruhan
dinding mihrab masjid ini dihiasi dengan ukiran
berbahan plester semen dan kayu serta mozaik kaca
pada bagian atas dan panel marmer pada bagian
bawah mihrab. Pada bagian atas mihrab terpahat
tulisan dua kalimat syahadat. Tulisan tersebut menggunakan gaya tulisan kaligrafi Kufi.
Menara spiral
Ciri khas dari Masjid Ibnu Tulun ini adalah menara
spiral yang ada di bagian belakang masjid. Arsitektur
menara berbentuk spiral ini juga dapat ditemui pada
bangunan Masjid Agung Samarra di Irak.
Sejarawan arsitektur Doris Behrens-Abouseif
mengungkapkan bahwa Sultan Malik al-Mansur, penguasa Dinasti Mamluk di Mesir adalah orang yang
mengusulkan pembangunan menara spiral tersebut,
saat dilakukan restorasi terhadap bangunan masjid di
tahun 1296.
Berbeda dengan menara Masjid Agung Samarra
yang terpisah dengan bangunan utama, menara spiral
yang terdapat pada masjid Ibnu Tulun ini justru
menyatu dengan bangunan masjid. Bahkan, untuk
menaiki menaranya, setiap orang bisa melakuannya
setelah naik ke lantai dua.
Caranya, saat keluar dari pintu utama masjid, berjalanlah ke arah belakang untuk naik ke menara spiral
yang ada di luar masjid. Dari sini ada tangga menuju
lantai atas masjid sekaligus ke menara spiral. Lantai
atas masjid merupakan ruang terbuka yang sangat
luas, tanpa pembatas atau pagar yang mengitarinya.
Karena itu, harus berhati-hati jika berjalan menuju ke
tengah untuk melihat courtyard dari atas jika tidak
ingin jatuh ke lantai dasar.
Menaiki tangga menara spiral membutuhkan tenaga
ekstra. Dan seperti lantai atas masjid, tangga spiral
inipun hanya diberi pagar yang cukup pendek.
Mungkin aspek keamanan belum menjadi salah satu
pertimbangan arsitek-arsitek zaman dulu.
Sampai di atas, kita bisa melihat pemandangan di
sekitar Masjid Ibnu Tulun. Bagian courtyard Masjid
Ibnu Tulun juga terlihat lebih cantik dari atas.
Sebelum pintu keluar, ada sebuah museum bernama
Gayer Anderson Museum. Bangunan museum ini
dulunya merupakan rumah tinggal seorang Jenderal
berkebangsaan Inggris bernama RG John GayerAnderson. Jenderal Anderson beserta seluruh anggota
keluarganya tinggal di sana hingga 1942.
Bangunan Masjid Ibnu Tulun dan Museum Gayer
Anderson ini pernah dijadikan sebagai lokasi syuting
film James Bond yang berjudul The Spy Loved Me.
■ berbagai sumber ed: syahruddin el-fikri
■ berbagai sumber ed: syahruddin el-fikri
Download