Profil Keterampilan Generik Sains Siswa SMA pada Model

advertisement
Profil Keterampilan Generik Sains Siswa SMA pada Model Pembelajaran Inkuiri
Terstruktur (Structured Inquiry) Konsep Difusi dan Osmosis
Zulfiani1, Hesty Octafiana1
1
Prodi Pendidikan Biologi
FITK- UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil Keterampilan Generik Sains (KGS) siswa
SMA pada Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur konsep Difusi dan Osmosis. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik purposive sampling. Instrumen
penelitian berupa lembar observasi performance assesment, lembar observasi dengan daftar
checklist LKS, dan lembar observasi guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam dua
kali pertemuan di kelas tampak profil Keterampilan Generik Sains siswa mengalami
peningkatan. Hasil observasi menunjukkan bahwa persentase Keterampilan Generik Sains
(KGS) yang diukur menggunakan daftar checklist LKS Inkuiri Terstruktur setiap kelompok
praktikum menunjukkan kriteria sangat baik dan memiliki persentase sebesar 99,17% pada
pertemuan pertama (difusi) dan 98,33% pada pertemuan kedua (osmosis). Berdasarkan Nilai
LKS pada Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur dengan persentase aspek KGS tertinggi
ke rendah sebagai berikut: Pengamatan langsung (78%), Hukum sebab akibat (70%),
Membangun Konsep (62,5%), Pemodelan (58,5%) dan Inferensi Logika (55%).
Kata Kunci : Inkuiri Terstruktur, Difusi dan Osmosis, Lembar Observasi
Abstract
This research aims to know profile of the science generic skills of students that using
structured inquiry learning models on diffusion and osmosis concept. The research was
conducted in SMAN 74 Jakarta in grade XI. The method used is deciriptive with purposive
sampling technique. The research instrument is observation sheet performance assessment,
checklist worksheets, and teacher observation sheet. The results showed generic skills profile
of students has increased. Observations show that the percentage of Generic Skills Science
(GSS) were measured using the worksheet checklist Inquiry Structured each group showed
very good criteria and have a percentage of 99.17% in the first meeting (diffusion) and
98.33% in the second meeting (osmosis). Based on the value of structured worksheets on
Inquiry Learning Model with the highest percentage GSS aspect to lower are direct
observation (78%), Law of causation and effect (70%), Building Concepts (62.5%), modeling
(58.5%) and Logical Inference (55%).
Key Words : Structured Inquiry, Difussion and Osmosis, Observation Sheet
1
A.
Pendahuluan
Keterampilan Generik merupakan salah satu keterampilan utama untuk peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia di abad 21. Dunia pendidikan memiliki peran yang penting
dalam melaksanakan upaya tersebut dalam hal ini mempersiapkan lulusan siswa yang
kompeten. Hal ini sejalan dengan pendapat Brett, Mark, dan Craig (2011) bahwa siswa
dengan kemahiran generik memiliki prospek pekerjaan yang baik. Oleh karenanya
pengembangan Keterampilan Generik ini dapat dikembangkan dalam kurikulum pendidikan
dan pembelajaran sains.
Dalam bidang sains sendiri keterampilan generik dikenal sebagai Keterampilan
Generik Sains (KGS). Menurut Brotosiswoyo dalam Tim Pekerti MIPA (2001), Keterampilan
Generik Sains meliputi pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung, kesadaran
tentang skala besaran, bahasa simbolik, kerangka logika taat azas, inferensi logika, hukum
sebab akibat, pemodelan matematik, dan membangun konsep. Keterampilan-keterampilan
yang akan membekali siswa dalam persaingan dunia kerja yang menuntut siswa lebih kreatif
dan cakap. Salah satu keterampilan yang perlu dikembangkan dalam diri siswa dalam bidang
sains adalah Keterampilan Generik Sains.
Berkaitan dengan arah pendidikan nasional yang berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu, cakap, dan kreatif, Biologi sebagai salah
satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk
memahami metode dan proses sains (Irawati, 2012), sehingga pengalaman belajar yang
diterima dengan baik diharapkan mampu mengembangkan Keterampilan Generik Sains
dalam diri siswa. Wahyana mengatakan seperti yang dikutip dalam Trianto bahwa IPA adalah
suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara
umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya
kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Melalui penerapan
metode ilmiah siswa belajar untuk merumuskan masalah, melakukan observasi, membuat
hipotesis, melakukan eksperimen dan menarik kesimpulan yang disertai dengan sikap ilmiah,
seperti kritis, memiliki rasa ingin tahu, berpikir logis, terbuka, objektif, teliti, tekun, dan
optimis. Melalui penerapan metode dan sikap ilmiah dalam proses pembelajaran tersebut
diharapkan
siswa dapat mengembangkan berbagai keterampilan, seperti Keterampilan
Generik Sains. Hal tersebut dipertegas oleh Trianto bahwa metode ilmiah telah melatih
2
keterampilan, ketekunan, dan melatih mengambil keputusan dengan pertimbangan yang
rasional dan menuntut sikap-sikap ilmiah bagi penggunanya (Trianto, 2010).
Dengan demikian diperlukan model pembelajaran yang dapat mengakomodasi
keterampilan ilmiah yang secara langsung mengembangkan Keterampilan Generik. Konsep
Difusi-Osmosis merupakan salah satu materi yang akan mudah dipahami dengan adanya
kegiatan praktikum di dalam proses pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan proses DifusiOsmosis merupakan proses yang tergolong abstrak sehingga dalam proses pembelajaran
untuk materi Difusi-Osmosis ini diperlukan model pembelajaran yang cocok apabila
diterapkan dalam pembelajaran yang mengaitkan adanya metode praktikum.
Menurut
Wiwik, Sarwanto, dan Suparmi, praktikum merupakan suatu proses yang membawa siswa
pada pendekatan nyata suatu gejala alam dan proses ini dapat melatih Keterampilan Generik
Sains (Agustiningsih, 2014). Keterampilan Generik Sains yang akan dikembangkan dalam
materi Difusi-Osmosis ini mencakup pengamatan langsung, pemodelan, inferensi logika,
hukum sebab akibat, dan membangun konsep. Model pembelajaran inkuiri memiliki prinsip
utama, yaitu siswa dapat mengkonstruk sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas
aktif dalam pembelajarannya (Zulfiani, 2010). Berdasarkan prinsip tersebut, model
pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan Keterampilan Generik Sains siswa yang mana
Keterampilan Generik Sains merupakan salah satu Keterampilan Dasar Bekerja Ilmiah
(KDBI). Dalam proses pembelajaran, siswa secara aktif melakukan kegiatan belajar untuk
menemukan jawaban dari permasalahan yang diajukan guru, sehingga siswa menemukan
sendiri hasil dari pembelajaran dengan arahan dan bimbingan dari guru.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil Keterampilan Generik Sains siswa SMA
pada pembelajaran Inkuiri Terstruktur konsep Difusi-Osmosis. Penelitian ini bermanfaat
untuk memberikan informasi profil Keterampilan Generik Sains siswa sehingga dapat
dimanfaatkan guru dalam mengembangkan pembelajaran sains biologi.
B. Isi
Metodologi Penelitian
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di di SMAN 74 DKI Jakarta. Waktu penelitian pada Semester
Ganjil pada bulan September 2014.
3
2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa, Sampel penelitiannya adalah kelas
XI, teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian ini diarahkan untuk
memperoleh informasi mengenai profil Keterampilan Generik Sains siswa pada
pembelajaran Inkuiri Terstruktur. Penelitian ini menitikberatkan pada observasi profil
KGS siswa dengan performance assesment, observasi KGS dengan daftar checklist
LKS, dan kegiatan guru dalam dua kali pertemuan.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
lembar observasi performance asessment, lembar observasi dengan daftar checklist
LKS, dan lembar observasi kegiatan guru.
5. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis dengan menggunakan analisis data
deskriptif. Analisis data deskriptif, yaitu data yang diperoleh dianalisis dan dipaparkan
dalam bentuk deskripsi.
Analisis deskriptif pada penelitian digunakan untuk mengolah data skor ketercapaian
indikator Keterampilan Generik Sains pada masing-masing kelompok praktikum.
Perhitungan persentase dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Purwanto, 2013).
NP =
Keterangan:
NP
= nilai persen yang dicari
R
= skor yang didapat
SM
= skor maksimum ideal
Tabel 1 Kriteria Tingkat Penguasaan
Tingkat Penguasaan
86 – 100 %
76 – 85%
60 – 75 %
55 – 59 %
≤
54 %
Predikat
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Kurang Sekali
4
C.
Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Observasi
Untuk melatih Keterampilan Generik Sains (KGS) siswa dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran inkuiri, siswa diberikan LKS yang telah dirancang
sesuai tahapan model pembelajaran inkuiri dan mengandung uraian Keterampilan
Generik Sains sesuai percobaan yang dilakukan. Keterampilan Generik Sains yang
terdapat dalam LKS, seperti pengamatan langsung diberikan melalui 2 indikator,
pemodelan melalui 2 indikator, inferensi logika melalui 4 indikator, hukum sebab akibat
melalui 3 indikator, dan membangun konsep melalui 1 indikator.
Observasi dilakukan di kelas pada setiap pertemuan. Pertemuan pertama tentang
difusi dan pertemuan kedua tentang osmosis. Lembar observasi tersusun atas lima aspek
Keterampilan Generik Sains (KGS) dengan indikator yang mengacu pada kegiatan
praktikum difusi dan osmosis. Hasil observasi ini berdasarkan pada pengamatan observer
dengan memberikan tanda checklist pada kolom 1 jika kelompok melakukan kegiatan
praktikum sesuai dengan indikator setiap aspek KGS, dan checklist pada kolom 0 jika
kelompok tidak melakukan atau melakukan kegiatan praktikum tidak sesuai dengan
indikator setiap aspek KGS.
Lembar observasi KGS terbagi menjadi dua, yaitu observasi menggunakan daftar
checklist LKS dan observasi performance selama kegiatan praktikum. Hasil observasi
menunjukkan bahwa persentase KGS (Tabel 2) yang diukur menggunakan daftar
checklist LKS Inkuiri Terstruktur setiap kelompok praktikum menunjukkan kriteria
sangat baik dan memiliki persentase sebesar 99,17% pada pertemuan pertama (difusi)
dan 98,33% pada pertemuan kedua (osmosis).
Tabel 2 Persentase Hasil Observasi KGS Menggunakan
Daftar Checklist LKS Model Inkuiri Terstruktur
Persentase KGS (%)
Aspek KGS
Pengamatan
Langsung
Pemodelan
Inferensi Logika
Hukum
Sebab
Akibat
Membangun
Konsep
Rerata
Pertemuan
I
“Difusi”
Kriteria
Pertemuan II
“Osmosis”
Kriteria
100
Sangat Baik
100
Sangat Baik
100
95.83
Sangat Baik
Sangat Baik
91.67
100
Sangat Baik
Sangat Baik
100
Sangat Baik
100
Sangat Baik
100
Sangat Baik
100
Sangat Baik
99.17
Sangat
Baik
98.33
Sangat Baik
5
Bahkan baik pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua, KGS siswa mendapatkan
persentase 100% pada aspek pengamatan langsung dan hukum sebab akibat, dan membangun
konsep.
Peningkatan tersebut karena pada pertemuan kedua siswa sudah terbiasa dengan
model pembelajaran Inkuiri Terstruktur sehingga persiapan siswa dalam mengikuti
pembelajaran lebih matang dengan sumber-sumber belajar yang lengkap dan bervariasi. Jika
dilihat KGS siswa berdasarkan nilai Lembar Kerja Siswa (LKS) menggunakan Model Inkuiri
Terstruktur memperoleh rata-rata cukup (63,49) baik pada pertemuan pertama maupun
pertemuan kedua (66,08) (Tabel 3).
Perbedaan persentase KGS hasil checklist LKS dan Nilai LKS siswa dapat dipahami
mengingat pengukuran checklist LKS hanya mengandalkan kemunculkan indikator KGS
(Nilai 1 jika kelompok melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan indikator setiap aspek
KGS, dan checklist pada kolom 0 jika kelompok tidak melakukan atau melakukan kegiatan
praktikum tidak sesuai dengan indikator setiap aspek KGS). Sebaliknya, Nilai LKS tidak
hanya aspek KGS saja, namun memperhatikan ketepatan materi biologi yang menjadi kajian.
Tabel 3 terlihat rata-rata persentase KGS hasil Nilai LKS Siswa pada rentang Cukup
(64,78%)
Tabel 3 Nilai LKS Siswa Menggunakan Model Inkuiri Terstruktur
Aspek KGS
Pengamatan
Langsung
Pemodelan
Inferensi
Logika
Hukum Sebab
Akibat
Membangun
Konsep
Rerata
Pertemuan
I
“Difusi”
Persentase KGS (%)
Pertemuan
Kriteria
II
Kriteria
“Osmosis”
73.33
Cukup
83.33
Baik
78.33
62.50
Cukup
54.17
Kurang
58.34
54.76
Kurang
55.00
Kurang
54.88
68.52
Cukup
71.21
Cukup
69.87
58.33
Kurang
66.67
Cukup
62.50
63.49
Cukup
66.08
Cukup
64.78
2
Rata-rata
Persentase hasil observasi performance siswa juga terlihat sangat baik pada
pertemuan pertama dan kedua dengan persentase observasi sebesar 100% (Tabel 4).
Demikian halnya hasil observasi terhadap kegiatan guru menunjukkan bahwa guru sudah
melaksanakan setiap tahap kegiatan model pembelajaran Inkuiri Terstruktur pada setiap
pertemuan (Tabel 5).
Tahapan
Pendahuluan
Inti
Penutup
Rerata
Tabel 4 Persentase Hasil Observasi Performance Siswa
Selama Proses Belajar Mengajar
Persentase (%)
Pertemuan
Pertemuan I
II
“Difusi”
“Osmosis”
Membawa perlengkapan praktikum
100
100
Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan
100
100
prosedur
Menggunakan sebanyak mungkin indera
dalam mengamati percobaan/fenomena alam
100
100
(KGS)
Membersihkan alat yang telah dipakai
100
100
Membersihkan meja praktikum dari sampah
100
100
dan bahan yang telah dipakai
Mngembalikan alat ketempat semula dalam
100
100
keadaan kering
100
100
Tabel 5 Hasil Observasi Kegiatan Guru
Selama Proses Belajar Mengajar
Tahapan
Inkuiri Terstruktur
Menyajikan pertanyaan atau masalah
Berhipotesis
Contoh hipotesis yang dibuat siswa:
* Suhu berpengaruh terhadap laju difusi
* Tingkat konsentrasi larutan mempengaruhi
terjadinya laju osmosis
Melakukan
percobaan
untuk
memperoleh
informasi
Mengkomunikasikan hasil percobaan
Membuat kesimpulan
*√: Dilaksanakan
7
Pertemuan I
“Difusi”
Pertemuan II
“Osmosis”
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Pengamatan Langsung menempati posisi paling tinggi dalam hasil persentase Nilai
LKS Keterampilan Generik Sains, yaitu sebesar 73,33% pada pertemuan pertama dan 83,33%
pada pertemuan kedua. Menurut Brotosiswoyo keterampilan generik pengamatan langsung
dan tak langsung termasuk kategori mudah dikuasai (Zakiyah, 2013). Inferensi Logika
menempati posisi paling rendah dalam hasil persentase Nilai LKS Keterampilan Generik
Sains (KGS), yaitu sebesar 54,76% pada pertemuan pertama dan 55% pada pertemuan kedua
dengan kriteria kurang. Rendahnya hasil persentase yang diperoleh pada aspek inferensi
logika menunjukkan bahwa Keterampilan Generik Sains inferensi logika merupakan salah
satu Keterampilan Generik Sains yang cukup sulit untuk dikembangkan dan model
pembelajaran Inkuiri Terstruktur belum cukup untuk meningkatkan aspek inferensi logika
karena dalam aspek inferensi logika siswa dituntut untuk bisa membuat penjelasan
berdasarkan rujukan, memecahkan masalah berdasarkan rujukan, menarik kesimpulan
berdasarkan rujukan dan berkaitan hal itu siswa masih kurang dalam keterampilan decision
making dan berpikir kreatif sehingga Keterampilan Generik inferensi logika menjadi kurang.
Terlepas dari hasil tersebut, Drury mengungkapkan dalam Jurnal FMIPA UPI bahwa
Keterampilan Generik merupakan keterampilan yang dapat diterapkan pada beragam bidang
studi dan untuk memperolehnya diperlukan waktu yang relatif lama (Rahman, T.,2014).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pertama, Keterampilan Generik Sains merupakan
keterampilan yang harus dilatih karena tidak mudah untuk mengembangkan Keterampilan
Generik Sains khususnya pada aspek inferensi logika. Kedua, untuk mengembangkan
Keterampilan Generik Sains menggunakan model apapun mengkontruksi proses pembelajar
merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan seperti teknik penilaian kelompok atau
individu yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Teknik penilaian kelompok untuk
mengukur Keterampilan Generik Sains dirasakan belum cukup karena Keterampilan Generik
Sains setiap siswa kurang terkontrol dengan baik karena Keterampilan Generik Sains akan
diperoleh apabila siswa melaksanakan pembelajaran yang secara efektif dan aktif melibatkan
siswa dalam setiap proses pembelajaran. Dipertegas oleh Brotosiswoyo, seperti yang dikutip
dalam Nuryani Y. Rustaman bahwa Keterampilan Generik merupakan hasil belajar yang
tertinggal apabila seseorang belajar sains dengan benar ( Rustaman, N.Y., 2014 ).
PENUTUP
Keterampilan Generik Sains (KGS) yang diukur menggunakan daftar checklist LKS
Inkuiri Terstruktur setiap kelompok praktikum menunjukkan kriteria sangat baik dan
8
memiliki persentase sebesar 99,17% pada pertemuan pertama (Difusi) dan 98,33% pada
pertemuan kedua (Osmosis). Berdasarkan Nilai LKS KGS pada Model Pembelajaran Inkuiri
Terstruktur dengan persentase aspek KGS tertinggi ke rendah sebagai berikut Pengamatan
Langsung (78,33%), Hukum Sebab Akibat (69,87%), Membangun Konsep (62,5%),
Pemodelan (58,34%) dan Inferensi Logika (54,88%).
DAFTAR PUSTAKA
Agustinaningsih, W., Sarwanto, dan Suparmi. Pengembangan Instruksi Praktikum Berbasis
Keterampilan Generik Sains Pada Pembelajaran Fisika Materi Teori Kinetik Gas
Kelas XI IPA SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Inkuiri, Vol.
3, No. 1, Solo: Universitas Sebelas Maret, 2014.
Brett Freudenberg, Mark Brimble, Craig Cameron, WILL and Generic Skill Development:
The Development of Business Student’s Generic Skills Through Work Integrated
Learning, Asia-Pacific Journal of Cooperative Education, Volume 12, No.2, 2011, p.
81.
Hayatus Zakiyah, Adlim, dan A. Halim, Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada
Materi Titrasi Asam Basa Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains
Mahasiswa, Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Aceh: PPs Unsyiah, 2013, h. 2.
Maya Suci Irawati, Pengembangan LKS Berorientasi CTL pada Materi Sistem Pencernaan di
Kelas VIII SMP, Ejurnal Unesa, Vol. 2, No. 3, 2013, h. 172.
Purwanto, Ngalim. Prinsip-Prinsip dan Taknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013.
Rahman, Taufik. “Profil Kemampuan Generik Perencanaan Percobaan Calon Guru Hasil
Pembelajaran Berbasis Kemampuan Generik Pada Praktikum Fisiologi Tumbuhan”,
Jurnal, (tersedia: http://file.upi.edu, 26 Januari 2014).
Rustaman, Nuryani Y. Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah Dalam Pendidikan Sains dan
Asesmennya, (tersedia: http://file.upi.edu, 26 Januari 2014).
Tim Penulis Pekerti Bidang MIPA, Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran
Matematika di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), Cet. 1, h. 621.
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta, Bumi Aksara: 2010), Edisi
Pertama, Cet.2, h. 136.
Zulfiani, Feronika, T., Suartini, K. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta, Cet. 1, 2009.
9
Download