kerjasama asean dalam menghentikan aliran dana

advertisement
KERJASAMA ASEAN DALAM MENGHENTIKAN ALIRAN
DANA OPERASIONAL TERORISME INTERNASIONAL
DI ASIA TENGGARA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ilmu Sosial
oleh:
MAYA DAMAYANTI
NIM. 106083003630
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 Maret 2012
Maya Damayanti
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis “Kerjasama ASEAN dalam Menghentikan Aliran
Dana Operasional Terorisme Internasional di Asia Tenggara”. Tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui kerjasama yang dilakukan
negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas terorisme serta aspek-aspek
yang mendukung kegiatan terorisme, khususnya pendanaan terorisme. Penulis
menemukan, bahwa upaya ASEAN untuk mengatasi terorisme sebagai suatu
wilayah telah disahkan sepuluh negara anggota ASEAN dan mengadopsi
Deklarasi ASEAN Aksi Bersama untuk Counter Terrorism pada KTT ASEAN
ke-7 tanggal 5 November 2001 di Brunei Darussalam. Para pemimpin ASEAN
memandang terorisme sebagai ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan
internasional dan tantangan langsung terhadap pencapaian perdamaian, kemajuan
dan kemakmuran ASEAN serta realisasi visi ASEAN 2020. Komponen dalam
kerjasama ASEAN adalah ASEAN Regional Forum (ARF). ARF merupakan
salah satu forum dialog yang dimiliki oleh ASEAN yang memfasilitasi kerjasama
negara kawasan Asia Tenggara dan kawasan Asia-Pasifik untuk membahas
masalah terorisme. Terorisme merupakan ancaman serius terhadap stabilitas,
perdamaian dan keamanan di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya. Namun
kerjasama ASEAN tersebut belum efektif karena adanya kelemahan-kelemahan
dalam proses pengambilan keputusan sehingga belum mampu mengatasi
perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang
diperlukan untuk memerangi terorisme, namun terorisme dapat diredam dengan
adanya kerjasama internasional dan konvensi-konvensi teresebut. Kerjasamakerjasama tersebut dilakukan dalam hal tukar menukar informasi intelijen,
koordinasi penegak hukum, pertukaran informasi pergerakan kelompok teroris,
modus operandi teroris, penyidikan rekening teroris, membekukan aset teroris,
training/pelatihan menangani bagaimana mengontrol persebaran bahan-bahan
peledak.
Skripsi ini menggunakan kerangka pemikiran kerjasama internasional oleh
K.J Holsti dan konsep keamanan Barry Buzan. Jenis penelitian ini adalah jenis
deskriptif analisis yang mengandalkan data berupa data primer seperti wawancara,
dokumen-dokumen resmi ASEAN. Sementara data sekunder berupa studi
kepustakaan, didapat melalui buku-buku, jurnal, multimedia, hasil penelitian, dan
terbitan-terbitan lainnya.
Kata kunci: Kerjasama ASEAN, Terorisme, Pendanaan Terorisme, dan
Keamanan.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta izin-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kerjasama ASEAN
Dalam Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme Internasional di
Asia Tenggara”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun
pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Kiky Rizky, M.Si. sebagai Pembimbing Skripsi penulis yang telah
memberikan arahan, data-data skripsi, ilmu yang bermanfaat, dan saran
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Bapak dan Mama Tercinta, Abdul Wahab dan Sri Sukinem selaku orang tua
penulis yang telah memberikan dorongan semangat, yang tidak kenal lelah
mengumandangkan ayat suci, berdoa untuk kebaikan putri-putrinya, dukungan
baik moral maupun material selama penulis menuntut ilmu serta doa restunya
yang selalu menyertai penulis. Terimakasih Mah, Pa... semoga Allah SWT
selalu melindungi, memberikan kesehatan, ketentraman batin, rezeki untuk
mama dan bapak. Amin…. I Love You.
3. Prof. Dr.Bahtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Program Studi Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Sejumlah narasumber seperti J.S.George Lantu (Direktorat Politik dan
Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Al Chaidar (seorang
pengamat teroris yang juga merupakan mantan DI/TII), Usep Fathoni
(seorang
anggota Darul
Islam/DI),
AKP Terima
Sembiring,
SH.
(Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI), Kompol. Wino Sumarno
(Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia Div.Hubinter Polri),
Nuriani Ratu Inten (Asisten Analis Hukum, Direktorat Hukum dan Regulasi,
v
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK), Supriyanto
Suwito (Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian
Luar Negeri RI), Johannes O.S Manginsela (bagian Kerjasama Multilateral,
Badan
Nasional
Penanggulangan
Terorisme/BNPT),
Farah
Monika
(Technical Officer, Security Cooperation Division, ASEAN Secretary).
6. Bapak Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai Sekretaris Program Studi
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Nazaruddin Nasution, SH, MA., sebagai Dosen Pembimbing Akademik
penulis.
8. Bapak Armein Daulay M.Si. dan Bapak Badrus Sholeh, MA sebagai dosen
Program Studi Hubungan Internasional yang telah banyak memberikan datadata skripsi, informasi narasumber, ilmu yang bermanfaat, memberikan saran
serta mengajarkan dan membimbing penulis sejak awal memasuki Jurusan
Hubungan Internasional.
9. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam
meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswi.
10. Terimakasih untuk perpustakaan Sekertariat ASEAN, perpustakaan Freedom
Institute, Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan
PDHI
UI,
Perpustakaan
Univ.Budi
Luhur,
Perpustakaan
KEMLU,
Perpustakaan Fak.Hukum UI, MABES POLRI, Densus AT 88, BNPT,
PPATK.
11. Teruntuk Mba Emmi Dhamayanti, kak Ferry Irwansyah, Al Masih (Sihu), dan
Syifa Aulia Irwansyah selaku kakak, adik, dan keponakan yang penulis
sayangi, terimakasih atas dukungan dan do’a kalian.
12. Teruntuk sahabat-sahabat terbaik penulis di HI; Mawar Meirizka Ramdhani,
Nurhasanah, Siti Alfiah (Ulil), Siti Hasanahwati (Nyu’nyan), Tulus Mira
Solikah (Ikobano), Yeyen Magreyeni Sinapa (Uni yeyen). Kalian semua telah
memberikan pertemanan yang indah dengan segala suka duka dan canda tawa
sejak awal perkuliahan hingga saat ini, serta telah memberikan dorongan
vi
semangat di saat penulis putus asa dalam pembuatan skripsi ini. “sayang
kalian TOMODACHITACHI....!”.
13. Sahabat Rosy Kamalia (Otchy) dan Iyul Yanti, teman seperjuangan penulis
selama di HI yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini dengan segala saran dan kritikan. Jatuh bangun bersama mencari
data skripsi. “Otchy, Yunk...terimakasih karena kalian berdua selalu ada untuk
menyeka air mataku disetiap keterpurukanku...SEMANGAT!!!!!”.
14. Rusman Fauzy, terimakasih telah menjadi sahabat yang baik, terimakasih atas
do’a nya, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan. ”selesaikan
skripsimu Rusman!!!”.
15. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis di HI angkatan 2006 (kelas B plus kelas
A); Astrid Issmulyanti, Lilis Widyasari, Ita Fatimah, Anne Normadiah, Irvan
Nasrullah, (Almh) Izzun Nahdliyah, Sabriela Yolanda, Chairunnisa, Ibnu
Arifiyanto, Nadya Hajarani Dwilestari, Rifqi Achmad Sazali, Muhammad
Zubir, Benardy Ferdiansyah, Starlet Rallysa Injaya, Prila Chandra Ramadhani,
Yeni Puspitasari, Ade Hernando Ikhsan, Wibisono Dwi Octavianto, Dwi
Wahyuni, Muhammad Ikhsan, Cristya Anyarani, Puji Nia Rahmatika, Riana
Amelia, Shinta Oktalia, Syaid Haikal Quraisy, Umi Kulsum, Muhammad
Iqbal, Muhammad Firmansyah, Viky Hamka. Terimakasih atas persahabatan
kalian.
16. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun
tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga dengan segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat
imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikanperbaikan ke depan.
Jakarta, 28 Maret 2012
Maya Damayanti
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR BAGAN........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
D. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 7
E. Metoda Penelitian ...............................................................................
13
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 14
BAB II
PERSOALAN PENDANAAN TERORISME DAN UPAYA
PENCEGAHANNYA DI NEGARA-NEGARA ASEAN
A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara.................................. 18
B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara……………... 26
C. Kelompok Teroris Internasional di Asia Tenggara............................... 46
D. Upaya Pemberantasan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara…. 52
viii
BAB III KERJASAMA KEAMANAN KAWASAN ASEAN
A. Prinsip-prinsip ASEAN......................................................................... 55
B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme... 58
C. Isu-Isu Keamanan ASEAN................................................................... 60
C.1 Keamanan Tradisional............................................................... 61
C.2 Keamanan Non-Tradisional....................................................... 63
D.Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme (ACCT)............ 65
E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme…………………………………. 68
BAB IV KERJASAMA ASEAN DALAM MENGHADAPI UPAYA
MENGHENTIKAN
ALIRAN
DANA
OPERASIONAL
TERORISME
A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme
Internasional......................................................................................... 71
B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam KontraTerorisme.............................................................................................. 77
C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme...................................... 82
BAB V
PENUTUP….................................................................................. 92
Daftar Pustaka ............................................................................................... xv
Lampiran-Lampiran
ix
DAFTAR TABEL
Table A. Legal framework (kerangka hukum) di Asia Tenggara …………….. 21
Table B. Konvensi Internasional Terkait dengan Anti-Terorisme…………….. 75
Tabel C. Kerjasama ASEAN dalam Memberantas Terorisme……………….. 85
x
DAFTAR BAGAN
Bagan A. Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiyah…………………………. 48
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Wawancara
Lampiran 2. Surat Keterangan Wawancara
Lampiran 3. Konvensi-konvensi
xii
DAFTAR SINGKATAN
ACCT
ASEAN Convention on Counter Terrorism
AMLC
Anti-Money Laundering Council
AMLO
Anti Money Laundering Office
AMMTC
ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime
APG
Asia Pacific Group on Money Laundering
ARF
ASEAN Regional Forum
ARMM
Autonom Region of Muslim Mindanao
AS
Amerika Serikat
ASC
ASEAN Security Community
ASEAN
Association South East Asian Nation
AUSTRAC
Australian Transaction Reports and Analysis Center
CENTO
Central Treaty Organization
CFT
Convention Financing Terrorism
DI
Darul Islam
FATF
Financial Action Task Force
FIU
Financial Intelligence Unit
ICJ
International Court of Justice
IMF
International Monetary Fund
JA
Jamaah As Sunnah
JI
Jamaah Islamiyah
KEMLU
Kementerian Luar Negeri
KMM
Kumpulan Mujahidin Malaysia
KoFIU
Korea Financial Intelligence Unit
KTT
Konferensi Tingkat Tinggi
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
MILF
Moro Islamic Liberation Front
MNLF
Moro National Liberation Front
MoU
Memorandum of Understanding
MLAT
Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters
NATO
North Atlantic Treaty Organization
xiii
NCB
National Central Bureau for Interpol
OIC
Organization of1 the Islamic Conference
PAS
Partai Islam seMalaysia
PBB
Perserikatan Bangsa-bangsa
PPATK
Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan
PUPJI
Pedoman Perjuangan Islamiyah Umam Al-Jamaah
SEATO
Southeast Asia Treaty Organization
SFT
Suppression of the Financing Terrorism
SOMTC
Senior Official Meeting on Transnational Crime
TC
Transnational Crime
TOC
Transnational Organized Crime
UMNO
Organisasi Nasional Malaysia Bersatu
WTC
World Trade Center
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya ASEAN untuk mengatasi terorisme sebagai suatu wilayah telah
disahkan 10 negara anggota ASEAN dan mengadopsi Deklarasi ASEAN Aksi
Bersama untuk Counter Terrorism pada KTT ASEAN ke-7 tanggal 5 November
2001 di Brunei Darussalam. Para pemimpin ASEAN memandang terorisme
sebagai ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional dan
tantangan langsung terhadap pencapaian perdamaian, kemajuan dan kemakmuran
ASEAN serta realisasi visi ASEAN 2020.1 Visi ASEAN 2020, yaitu mencitacitakan ASEAN sebagai komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka,
damai, stabil, dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang
dinamis di tahun 2020. ASEAN menyatakan komitmen untuk memerangi
terorisme sesuai dengan Piagam PBB, hukum internasional lainnya, dan resolusi
PBB yang relevan.2 ASEAN menetapkan delapan jenis kejahatan lintas negara
yang ditangani dalam kerjasama ASEAN, yaitu terorisme, perompakan,
penyelundupan manusia, perdagangan gelap, narkoba, penyelundupan senjata,
kejahatan ekonomi internasional, pencucian uang, dan kejahatan internet/dunia
maya.3
1
S. Pushpanathan (Asisten Direktur, Sekretariat ASEAN), Upaya ASEAN Untuk
Memerangi Terorisme, http://www.asean.org/15060.htm. Diakses pada 15 Oktober 2011, Pukul.
06.29.
2
Ditjen Kerjasama ASEAN, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta: Ditjen Kerjasama
ASEAN, DEPLU RI, 2007, h.27.
3
Yulia Diniastuti, “Masa Depan Kerjasama Keamanan ASEAN: Tantangan bagi
Pengembangan ASEAN Regional Forum”, Analisis CSIS no.5, 1996, h.11.
2
Pemberantasan terorisme merupakan salah satu bentuk kerjasama di
bawah mekanisme AMMTC. Untuk memperkuat kerjasama, ASEAN juga telah
menyusun dan menandatangani ASEAN Convention on Counter Terrorism
(ACCT), saat KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, pada tanggal 13 Januari 2007.
Konvensi ini merupakan instrumen penting kerjasama ASEAN yang memberikan
dasar hukum yang kuat guna meningkatkan kerjasama untuk pencegahan,
penanggulangan dan pemberantasan terorisme.4
Dalam memberantas kejahatan terorisme, ASEAN memberikan perhatian
secara khusus mengenai bagaimana mencari cara untuk memberantas organisasi
terorisme, memberantas dukungan infrastruktur yang menunjang terorisme seperti
pendanaan terorisme, dan diajukan ke pengadilan bagi pelaku kegiatan terorisme.
para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk mengembangkan program dalam
rangka peningkatan kemampuan negara anggota ASEAN untuk melakukan
investigasi, deteksi, monitoring, dan pelaporan kegiatan terorisme, membahas dan
menggali ide-ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan peran ASEAN
dan keikutsertaan ASEAN bersama masyarakat internasional termasuk dengan
mitra diluar kawasan ASEAN seperti ASEAN+3 (China, Jepang, dan Republik
Korea), dan dengan negara-negara mitra wicara lainnya (Amaerika Serikat,
Australia,Kanada, Selandia Baru, Rusia, dan India) serta ASEAN Regional Forum
(ARF), agar perang terhadap terorisme benar-benar merupakan kerjasama pada
4
Kerjasama
Politik
Keamanan
ASEAN.
www.kemlu.go.id/.../Kerjasama%20Politik%20Keamanan%20ASEA.. Diakses pada 12 oktober
2011, pukul 10.08.
3
tingkat bilateral secara komprehensif dan bahwa pada tingkat internasional, PBB
mempunyai tugas utama dam hal pemberantasan terorisme.5
Kerjasama dan saling berbagi data intelijen diantara negara-negara
ASEAN yang mengarah pada penangkapan terorisme juga merupakan faktor
pendorong peningkatan rasa percaya diri di kawasan. Kerjasama ASEAN di
bidang pertukaran informasi intelijen selama ini telah berjalan sangat baik
terutama setelah terbentuknya ASEAN Regional Forum (ARF) tahun 1994.
Ketika krisis ekonomi tahun 1997 mulai menghantam ASEAN, kerjasama
intelijen ini mulai melemah. Ketika terjadi peristiwa 11 September 2011,
kerjasama intelijen praktis tidak ada. Isu terorisme dengan demikian memulihkan
kembali kerjasama intelijen yang telah melemah. Namun, ASEAN sendiri masih
mempunyai kelemahan-kelemahan dalam proses pengambilan keputusan sehingga
tidak mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam
merumuskan strategi yang diperlukan untuk memerangi terorisme, terutama dalam
hal urgensi pembentuk konvensi seperti yang diusulkan oleh sekjen PBB
tersebut.6
Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan
kelompok-kelompok teroris lokal dapat bekerjasama dengan jaringan terorisme
internasional. Hal ini memaksa kerjasama antarpemerintah dalam skala global
sebagai upaya untuk mengimbangi aksi-aksi teroris internasional.7 Salah satu
5
Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, “Kerjasama ASEAN dalam Upaya
Nasional Menuju peran ASEAN untuk memerangi Terorisme melalui Pemberantasan Pencucian
Uang dan Penyelundupan Senjata”.Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, 2003, h.14.
6
Poltak Partogi Nainggolan (Ed), Terorisme dan Tata Dunia Baru, Jakarta: Sekjen DPR
RI, 2002, h. 147.
7
Sukawarsini Djelantik, “Terorisme dan Kerjasama Internasional”, Jurnal Ilmiah
Hubungan Internasional. Parahyangan Center for International Studies, Bandung. Vol.3. No. 7.
Januari, 2007, h.583.
4
upaya yang dilakukan adalah dengan memblokade sumber-sumber dana kelompok
teroris. Karena dalam melakukan serangkaian serangan terorisme, teroris
memerlukan dana untuk melakukan aksinya dan asal para teroris itu mendapatkan
dana untuk melakukan aksinya.8 Menurut penulis para teroris membutuhkan
banyak uang untuk menjalankan berbagai aksinya. Semakin canggih dan rumit
aksi teroris, semakin banyak dana yang dibutuhkan. Teroris memerlukan dana
untuk mendapatkan senjata, termasuk juga untuk mendapatkan bahan-bahan
peledak yang belakangan ini banyak digunakan. Oleh karena itu, ASEAN sepakat
dalam pertemuan Tingkat Menteri ARF ke-9 di Bandar Seri Begawan, tanggal 31
Juli 2002, isu terorisme kembali dibahas. Para peserta sidang mendukung
pernyataan ketua sidang tentang Unit Finansial mencegah terorisme, berisi
kesepakatan untuk mencegah pemanfaatan sistem keuangan masing-masing
negara untuk kegiatan terorisme. pertemuan tersebut juga menyepakati untuk
membentuk suatu keompok kerja (Inter-Sessional Meeting on Counter Terrorism
and Transnational Crime) untuk mengembangkan kerjasama ARF dalam
memerangi terorisme.9
Sebelumnya pada tanggal 24-26 Maret 2002 diselenggarakan ARF
Workshop on Counter-Terrorism dengan memfokuskan pada financing of terrorist
activites di Honohulu, dan pada tanggal 17-19 April 2002 juga diselenggarakan
8
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 pasal 1 ayat 1
tentang konvensi internasional pemberantasan pendanaan terorisme, "Dana" berarti berbagai
macam aset, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak
bergerak, yang didapatkan, dan dokumen-dokumen atau instrumen-instrumen hukum dalam
bentuk apapun, termasuk dalam bentuk elektronik atau digital, yang menjadi barang bukti, atau
bunga, aset-aset semacam itu, termasuk, tapi tidak terbatas pada, kredit bank, travel cek, bank cek,
pos wesel, saham, keamanan, obligasi, draft dan surat pengakuan hutang.
www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/37/183.bpkp, diakses pada 15 Maret 2011. Pukul, 14.30.
9
Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, “Kerjasama ASEAN dalam Upaya
Nasional Menuju peran ASEAN untuk memerangi Terorisme melalui Pemberantasan Pencucian
Uang dan Penyelundupan Senjata”, h. 21.
5
ARF Workshop on Prevention of Terrorism di Bangkok. Hasil workshop pertama
adalah Draft Statement on Terrorist Financing yang isinya adalah memutus akses
terorisme ke sistem finansial dan penyalahguanan jaringan perbankan informal.
Rekomendasi yang kedua adalah pembuatan daftar badan yang relevan dan daftar
kegiatan anti terorisme yang telah dilakukan, memperkuat usaha pemberantasan
terorisme dengan cara-cara pertukaran informasi dan intelijen.10
Perkembangan ancaman terorisme di Asia Tenggara, latar belakangnya
tidak lepas dari tumbuhnya jaringan organisasi Jamaah Islamiyah (JI), JI terbentuk
karena mempunyai keterkaitan yang kuat dengan Al-Qaeda, mereka bersamasama memerangi Uni Soviet di Afghanistan, dan menjadi awal terbentuknya
jaringan tersebut. Setelah perang selesai mereka kembali ke negara masingmasing, namun tetap menjalin kerjasama. JI adalah suatu jaringan organsisasi
yang ingin memperjuangkan suatu negara Islam diseluruh wilayah Asia Tenggara,
mulai seluruh wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand Selatan hingga ke Filipina,
terjadi pengelompokan-pengelompokan di wilayah Asia Tenggara.11
Masyarakat internasional juga mulai bertindak mengatasi terorisme
melalui penghentian dana-dana yang diduga ditujukan bagi pelaksanaan terorisme.
Dengan Resolusi 54/109 pada pertemuan ke empat tanggal 9 Desember 1999,
Majelis Umum PBB mengadopsi International Convention for the Suppression of
the Financing of Terrorism yang selanjutnya disingkat sebagai Konvensi
Pendanaan Terorisme (Convention on Financing Terrorism/CFT), melarang
10
Ibid,h.27.
Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S. Manginsela (Kerjasama Multilateral, Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT), pada 5 Desember 2011, pukul 11.30.
11
6
segala tindakan untuk mendanai terorisme.12 Bahkan, sebelumnya Resolusi
Majelis Umum PBB Nomor 51/210 tanggal 17 Desember 1996 ayat 3 (f) sudah
mengambil langkah-langkah mencegah dan menangkal, pendanaan teroris dan
organisasi teroris, baik pendanaan tersebut secara langsung maupun tidak
langsung melalui organisasi-organisasi yang mempunyai atau menyatakan diri
bertujuan untuk kegiatan-kegiatan amal, sosial, dan kebudayaan atau organisasiorganisasi yang juga terlibat dalam tindakan-tindakan melawan hukum, seperti
jaringan perdagangan senjata gelap, transaksi narkoba, dan penggelapan uang,
termasuk eksploitasi orang-orang dengan tujuan pendanaan kegiatan-kegiatan
teroris.
B. Rumusan Masalah
Sejak terjadi serangan 9/11, kawasan Asia Tenggara memperoleh sorotan
khusus internasional dalam kampanye melawan terorisme karena sejumlah
kelompok yang diduga memiliki hubungan dengan Al-Qaeda disinyalir beroperasi
di wilayah Asia Tenggara. Terungkapnya sel-sel Al-Qaeda di kawasan Asia
Tenggara setidaknya telah menyadarkan negara-negara ASEAN bahwa stabilitas
keamanan di kawasan Asia Tenggara terancam. Untuk menghadapinya ASEAN
memerlukan sebuah strategi yang dapat menjamin bahwa Asia Tenggara bukanlah
tempat yang ideal bagi persembunyian atau pusat kegiatan teroris.13 Di samping
memerangi terorisme, juga dibutuhkan upaya untuk menghentikan aliran dana
operasional terorisme karena tanpa unsur pendanaan, aksi teroris tidak akan
berjalan.
12
International Convention For The Suppression of The Financing of Terrorism.
http://www.un.org/law/cod/finterr.htm. Diakses pada tanggal 27 September 2009, Pukul 20.38.
13
Poltak Partogi Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, h.145.
7
ASEAN mulai mengambil peranannya dan menanggapi isu terorisme yang
dituduhkan oleh Amerika Serikat terhadap kawasan ini dengan mengadakan
pertemuan-pertemuan melalui forum-forum dialog yang ada secara resmi maupun
tidak. Di sinilah peran ASEAN akan terlihat upayanya dalam memerangi
terorisme. Dalam pertemuan mengenai ARF Workshop on The Prevention of
Terrorism di Honohulu pada 17-19 April 2002 menghasilkan Draft Statement on
Terrorist Financing yang berisikan pemutusan akses terorisme ke sistem finansial
dan penyalahgunaan jaringan perbankan informal. Dari beberapa penjelasan di
atas, penulis mengajukan pertanyaan bagaimanakah kerjasama ASEAN dalam
menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia
Tenggara?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui
kerjasama yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas
terorisme serta aspek-aspek yang mendukung kegiatan terorisme, khususnya
pendanaan terorisme.
D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pertanyaan penelitian mengenai bagaimana kerjasama
ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di
Asia Tenggara, dalam skripsi ini penulis memakai konsep yang saling berkaitan
satu sama lain, yaitu konsep kerjasama internasional dan konsep keamanan.
Dalam
suatu
kerjasama
internasional
bertemu
berbagai
macam
8
kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi
di dalam negaranya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik
internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan
internasional.14 Isu keamanan regional dan global memerlukan keterlibatan aktif
semua negara untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Kerjasama
internasional merupakan bukti dari adanya saling pengertian antarbangsa
(international understanding) sebagai akibat dari adanya interdependensi
antarbangsa
dan
bertambah
kompleksnya
kehidupan
dalam
masyarakat
internasional.15 Seperti yang dikemukakan oleh K.J Holsti, bahwa kerjasama
internasional menjadikan hidup lebih mudah, nyaman, dan efisien.16
Pemerintah
Indonesia
bersama-sama
Malaysia
dan
Filipina
menandatangani suatu persetujuan antiterorisme (Agreement on Information
Exchange and Establishment of Communication Procedures) pada 7 Mei 1992 di
Manila.17 Perjanjian ini menyediakan suatu kerangka kerjasama dalam pertukaran
informasi dan pembentukan prosedur komunikasi untuk operasi bersama.
Perjanjian ini menunjukkan betapa rawannya kegiatan terorisme di tiga negara ini
yang memang telah diduga menjadi sarang terorisme internasional. Kerjasama
regional sekaligus menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia
dengan segala macam persoalan domestiknya tidak dapat diabaikan begitu saja
dan dibiarkan sendiri dalam memerangi terorisme internasional.
14
Yanyan Moch, Yani dan Banyu Perwita, Pengantar Ilmu Hubungan
Bandung: Rosda Karya, 2006, h.33.
15
Ibid, h.121.
16
KJ.Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Seventh
Jersey: Prentice Hall, 1995, h.361.
17
Anak Agung Banyu Perwita, Indonesia, ASEAN dan Isu Terorisme
Dalam situs http://www.balipost.com/balipostcetaK/2002/12/30/o2.htm. Diakses
2010, pukul 13.51.
Internasional,
Edition. New
Internasional.
pada 17 Juli
9
Berbagai pertemuan dan kesepakatan yang telah dihasilkan ASEAN di
atas, pada dasarnya, merupakan bentuk keberanian dalam meninjau, merevisi pola
dan bentuk kerja sama regional ASEAN. Bentuk kerjasama ini akan menjadi
kunci yang sangat penting bagi ASEAN dalam memerangi teroris dan menjaga
kohesivitas di antara sesama negara ASEAN dalam upayanya membentuk
komunitas keamanan di Asia Tenggara.18 Di tingkat kawasan, negara-negara di
Asia Tenggara yang rawan terorisme seperti Indonesia, Filipina, dan Thailand juga
bekerjasama.19 Rawannya keamanan ASEAN sebagai target terorisme ditandai
dengan peringatan perjalanan (travel warning) kepada warga negara Amerika
Serikat, Inggris dan Kanada untuk berpergian di beberapa negara seperti Indonesia
dan Filipina. Kerjasama ASEAN sangat diperlukan mengingat ASEAN memiliki
daftar panjang aksi terorisme setelah empat serangan besar terjadi di Indonesia
pada 4 tahun terakhir; Bom Bali 1 (2002) dan Bom Bali 2 (2005), Bom Hotel JW
Marriot (2003), Bom di depan Kedubes Australia (2004). Kerjasama internasional
di ASEAN meliputi kesepakatan pertukaran informasi untuk mencari para
tersangka terorisme dengan rencana pembangunan pusat data informasi yang
terhubung ke kepolisian seluruh kawasan. Kerjasama seperti ini sangat diperlukan
di tingkat operasional guna mempermudah proses pengadilan, pengevakuasian
para tersangka teroris dan pemblokiran gerakan teroris serta menciptakan
keamanan kawasan.
Selanjutnya, konsep keamanan. Menurut Indria Samego dalam bukunya
yang berjudul System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem
18
19
Ibid.
Djelantik, “Terorisme dan Kerjasama Internasional”, h.584-585.
10
terdapat dua konsep keamanan,20 yaitu pertama, Territorial Security/territorial
defense adalah konsep pertahanan yang dikembangkan atas pertimbangan
kedaulatan negara, integritas wilayah dan keutuhan perbatasan yang merupakan
perhatian (fokus) utama untuk mempertahankan teritorial. Ke dua, Regional
security, yaitu konsep security pada dua negara atau lebih yang berada pada
wilayah tertentu. Konsep ini terbagi menjadi 3 macam: (a) Collective security:
Konsep pertahanan yang dibangun dua negara atau lebih dalam suatu kerjasama
pertahanan berbentuk pakta (allied) berdasarkan pertimbangan adanya ancaman.
Contoh: NATO, SEATO, CENTO. (b) Common security: Konsep pertahanan
yang dibangun dua negara atau lebih dalam suatu kerjasama pertahanan atas
pertimbangan kepentingan bersama (common interest). Contoh: NCB (Narcotic
Control Board) Internasional. (c) Comprehensive security: Konsep keamanan
menyeluruh yang dilakukan dua negara atau lebih dalam bentuk forum kerasama
dan dialog keamanan dengan fokus peace resolution, peace keeping, operation
dan berbagai bentuk kerjasama keamanan pada aspek politik ekonomi, psikologi,
militer. Contoh: ARF yang dikembangkan ASEAN.
ASEAN mengadopsi pemikiran keamanan komprehensif (comprehensive
security) sebagai landasan kerjasama keamanan. Keamanan komprehensif
mengakui bahwa masalah keamanan tidak hanya terdiri dari masalah-masalah
militer, tetapi juga non-militer.21 Masalah-masalah non-militer mencakup masalah
ekonomi, politik domestik, lingkungan hidup, terorisme, penyakit menular,
20
Indria Samego, System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem.
Jakarta: Habibie Center, 2001, h.25.
21
Diniastuti, “Masa Depan Kerjasama Keamanan ASEAN: Tantangan bagi
Pengembangan ASEAN Regional Forum”, h.376.
11
narkoba.22 Studi mengenai terorisme terkait dengan isu keamanan tradisional dan
nontradisional. Kelompok tradisonalis memandang isu keamanan terkait dengan
ancaman politik dan militer, dengan memfokuskan pada aksi-aksi yang dilakukan
untuk menyelesaikan ancaman. Jika dipandang dari sudut pandang nontradisional,
terorisme juga mempengaruhi pola hubungan sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi
dan lingkungan.23
Menurut Buzan, kerangka analisis keamanan diperkenalkan dimana
substansi studi keamanan diperluas tanpa meninggalkan fokus utamanya pada
aspek penggunaan kekuatan militer.24 Kejahatan internasional seperti terorisme,
penyelundupan manusia, kejahatan lingkungan, kejahatan hak asasi manusia, dan
sebagainya menunjukkan peningkatan cukup tajam dan berkembang menjadi isu
keamanan internasional.25
Keamanan suatu negara berhubungan dengan keamanan seluruh negara
dalam satu kawasan. Seperti ancaman keamanan oleh teroris di Indonesia juga
merupakan ancaman keamanan bagi seluruh negara di kawasan ASEAN. Oleh
sebab itu diadakan kerjasama untuk memberantas terorisme tersebut untuk
menciptakan stabilitas keamanan nasional juga regional ASEAN. Perdamaian juga
berkaitan dengan konsep keamanan yang menurut Arnold wolfer dapat dilihat
secara objektif dan subjektif.26 Keamanan secara objektif adalah suatu keadaan
yang bebas dari berbagai ancaman terhadap nilai-nilai yang diperoleh sedangkan
22
Yulius P.Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2007, h. 43.
23
Sukawarsini Djelantik, Terorisme:Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan
dan Keamanan Nasional, Terorisme: Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan dan
Keamanan Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, h.275.
24
Aleksisu Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Garaha Ilmu,
2008, h.140 .
25
Perwita, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, h. 120.
26
Barry Buzan, 1991, People, State and Fear: An Agenda for International Security
Studies in The Post Cold War Era, London : Harvester Wheatsharf, h.17.
12
keamanan secara subjektif berarti bebas dari segala rasa takut atas serangan
terhadap nilai-nilai yang telah diperoleh tersebut.
Sementara, pakar studi keamanan internasional lainnya, seperti Klare dan
Thomas, telah mencoba melihat dimensi internasional dari gerakan terorisme,
dengan melihat kaitannya dengan realitas tatanan dunia yang tidak adil.27
Karenanya, dengan mengikuti argumentasi mereka, adalah logis jika kemudian
kerjasama global di antara gerakan terorisme dapat terbentuk, sekalipun terdapat
perbedaan latar belakang ideologis diantara mereka. Sebab, muncul kesadaran
akan musuh bersama, yakni tata dunia baru yang tidak adil, di bawah hegemoni
para pemimpin negara maju, yang secara langsung telah mempengaruhi. Sikap
para pemimpin nasional yang menentang gerakan mereka di masing-masing
negara. Tekanan globalisasi yang meningkatkan proses marjinalisme dan
keterancaman kelompok, diketahui telah menimbulkan resistensi dan reaksi
perlawanan dari kelompok-kelompok yang terancam. Tidak terwakilinya aspirasi
dan kepentingan kelompok-kelompok tersebut secara memadai, baik di tingkat
nasional maupun global, mendorong mereka untuk membenarkan aksi-aksi
kekerasan dalam wujud yang ekstrem, yaitu terorisme untuk mendestabilisasi
negara, kawasan, dan sistem dunia yang tengah berjalan.
Selanjutnya dalam perspektif literatur hubungan internasional, terorisme
dianalisis sebagai ancaman baru yang serius karena mendorong peranan negara,
pemerintah dan lembaga-lemabaga multilateral yang mengatur pembangunan dan
27
Poltak Partogi Nainggolan, “Terorisme dan Perspektif Keamanan Paska Perang
Dingin”, ANALISIS CSIS xxxi/2002, No.1.h.77.
13
keamanan internasional, seperti Bank Dunia dan PBB dengan dampak yang
mengancam eksistensi negara, keamanan kawasan, dan global.28
E. Metoda Penelitian
Jenis penulisan skripsi ini adalah jenis deskriptif analisis, yaitu suatu cara
untuk membuat gambaran dan analisis berupa gejala dan situasi yang menjadi
bagian permasalahan yang diteliti.29 Jenis penelitian seperti ini menggunakan
metoda analisis kualitatif30 yang mendasarkan pada penelitian kepustakaan. Hal
ini dilakukan dengan kunjungan ke beberapa perpustakaan di Jakarta, yaitu
perpustakaan Sekertariat ASEAN, perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan
Utama UIN Jakarta, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan PDHI UI, Perpustakaan
Univ.Budi Luhur, Perpustakaan KEMLU, Perpustakaan Fak.Hukum UI, MABES
POLRI, Densus 88, BNPT, PPATK. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan
data dan informasi lainnya dengan menggunakan berbagai sumber seperti buku,
jurnal, majalah, makalah-makalah seminar, penelusuran data melalui internet yang
dapat dipertanggungjawabkan situsnya serta wawancara dengan sejumlah
narasumber seperti J.S.George Lantu (Direktorat Politik dan Keamanan ASEAN
Kementrian Luar Negeri RI), Al Chaidar (seorang pengamat teroris yang juga
merupakan mantan anggota DI/TII), Usep Fathoni (seorang anggota Darul Islam /
DI), AKP Terima Sembiring, S.H. (Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI),
Kompol. Wino Sumarno (Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia
Div.Hubinter Polri), Nuriani Ratu Inten (Asisten Analis Hukum, Direktorat
28
Ibid, h.78.
John Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, California:
Sage Publication, 1994, h.148.
30
Lissa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana, 2007, h. 87.
29
14
Hukum dan Regulasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/
PPATK), Supriyanto Suwito (Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan
ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Johannes O.S. Manginsela (bagian
Kerjasama Multilateral, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT),
Farah Monika (Staf Ahli, Divisi Kerjasama Keamanan Sekertariat ASEAN).
Wawancara dilakukan dengan narasumber yang dapat dipercaya dan juga
merupakan sumber utama dalam menggali informasi mengenai skripsi yang
penulis buat.
F. Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penitian
D. Kerangka Pemikiran
E. Metoda Penelitian
F. Sistematika Penulisan
Bab II. Persoalan Pendanaan Terorisme dan Upaya Pencegahannya di Negaranegara ASEAN
A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara
B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara
C. Kelompok Teroris Internasional di Asia Tenggara
D. Upaya pemberantasan terorisme di Negara-negara Asia Tenggara
Bab III. Kerjasama Keamanan Kawasan ASEAN
A. Prinsip-prinsip ASEAN
B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme
C. Isu-Isu Keamanan ASEAN
C.1 Keamanan Tradisional
C.2 Keamanan Non-Tradisional
15
D. Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme
E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme
Bab IV. Kerjasama ASEAN Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme di
Asia Tenggara
A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme Internasional
B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam Kontra-Terorisme
C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme
Bab V. Penutup
Daftar Pustaka
16
BAB II
PERSOALAN PENDANAAN TERORISME DAN UPAYA
PENCEGAHANNYA DI NEGARA-NEGARA ASEAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai metoda pendanaan teroris
untuk dapat melaksanakan aksi terornya. Pendanaan terorisme dapat terjadi di
berbagai negara dan muaranya mengarah kepada tindak kriminal berupa aksi
terorisme.31 Sumber pendanaan para teroris dapat diperoleh dengan bermacammacam cara. Sebelum penulis mengulas mengenai metoda pendanaan teroris di
Asia Tenggara, terlebih dahulu penulis akan memaparkan beberapa metoda
pendanaan terorisme di dunia seperti Pejuang militan Hamas dan Jihad Islam
Palestina mendapat dana dari kantor Shintrako Ltd. Serta Mayan Custom Brokers
dan International Fowarding daerah pinggiran kota Tel Aviv, Israel.32 Jaringan
teroris di seluruh dunia juga ada yang bergantung pada sistem kerahasian bank
dan korporasi internasional untuk menyembunyikan dan mengalihkan uang
mereka. Struktur ini dimungkinkan karena adanya kesepakatan di antara bankbank di dunia dan karena kekuatan-kekuatan keuangan dunia. Tetapi konsekuensi
yang tidak diinginkan adalah bahwa hal tersebut membantu jaringan dunia para
teroris.33
The Sunday Time London mengatakan bahwa Khalid al-Fawwaz, yang
dicurigai sebagai anggota Osama bin Laden telah menggunakan suatu rekening
yang dibuka pada cabang Barclays Bank di London untuk membiayai sirkulasi
31
Wawan Purwanto, Membongkar Dana Teroris, Jakarta: Cipta Bina Mandiri, 2010,
h.277.
32
Ibid, h.350-352.
Sutan Remi Sjahdeni, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, 2007, h.289.
33
17
perintah dan perjanjian yang dibuat oleh Osama bin Laden dengan bagian-bagian
lain dari jaringan mereka.34 Demikian juga ketika Osama bin Laden dan anggota
National Islamic Front yang kaya mendirikan Al Shamal Islamic Bank di
Khartoum. Osama bin Laden menginvestasikan 50 juta dollar.35
Phillippine Daily Inguirer pada bulan Agustus 2000 melaporkan bahwa
Islamic Relief Organization (IRO) didirikan pada 1992 oleh Bin Laden sebagai
kedok atas aktifitas pendanaan teroris. IRO bekerja dibawah Muslim World
Language, sebuah organisasi yang didukung oleh pemerintah Arab Saudi.
Pertolongan organisasi tersebut diduga adalah untuk menyediakan Bin Laden
dengan uang untuk memperoleh senjata dibawah samaran amal kepada komunitas
muslim. Berbagai cara yang disebut amal sekarang dicurigai menjadi kedok
operasi Bin Laden. Selain itu kecurigaan terhadap amal juga terjadi di Kenya,
pada tahun 1994 Al-Haqq meninggalkan Sudan dan pindah ke Kenya, ia menjadi
seorang direktur sebuah lembaga amal bernama Help Africa People.36
Pada Maret 2005, Washington menangkap pelarian Kuba bernama Luis
Posada Carriles, dengan tuduhan memasuki wilayah Amerika Serikat secara
ilegal. Posada adalah pelaku peledakan bom pesawat Kuba pada 6 Oktober 1976.
Dalam wawancara dengan New York Times, pada tahun 1998, Posada mengakui
terlibat dalam pemboman sebuah hotel di Havana. Posada juga membantu
memastikan dana UU$ 6 juta dari Oliver North, Penasehat Keamanan Nasional
Gedung Putih untuk Gerakan Kontra Nikaragua. Dana tersebut diperoleh dari
keuntungan penjualan senjata ke Iran (secara rahasia) senialai US$ 45 juta.37
34
Ibid.
Purwanto, Membongkar Dana Teroris, h.14.
36
Ibid, h. 341.
37
Ibid. h. 347-348.
35
18
Berdasarkan beberapa metoda teroris medapatkan dana dapat diperoleh
persamaan metoda yang digunakan yaitu mendapatkan dana melalui cara ilegal,
penyelundupan senjata, transfer, sumbangan, melalui badan amal, serta sistem
kerahasian bank. Metoda-metoda tersebut juga digunakan oleh teroris di Asia
Tenggara. Berikut ini penulis akan memberikan penjelasan metoda pendanaan di
Asia Tenggara secara terperinci dalam sub bab pendanaan teroris di beberapa
negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura.
Alasan penulis memilih empat negara tersebut, yaitu karena Wilayah I (Singapura
dan Malaysia) dikenal sebagai pengumpulan dana oleh sebab itu mengapa dua
negara tersebut jarang terjadi bom terorisme. Wilayah II (Kalimantan dan
Jawa/Indonesia) sebagai area perjuangan. Wilayah III (Filipina) merupakan
wilayah pelatihan.38 Dalam subbab ini, dijelaskan dukungan dana yang diberikan
oleh Jamaah Islamiyah dan Al-Qaeda sebagai dua teroris internasional yang
berkembang cukup pesat di Asia Tenggara untuk membeli bahan-bahan dan
merakit bom.
A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara
Ada dua metoda pembiayaan bagi kegiatan para teroris.39 Metoda pertama
adalah melibatkan perolehan dukungan keuangan dari negara dan selanjutnya
menyalurkan dana tersebut kepada organisasi teroris. Diyakini bahwa teroris yang
didukung oleh negara (state-sponsored terrorism) telah menurun beberapa tahun
terakhir ini. Dana juga diperoleh dari perorangan yang memiliki kekayaan berupa
dana yang besar. Sebagai contoh peristiwa penyerangan pada 11 September 2001.
38
Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT
pada 5 Desember 2011, pukul 11.30.
39
Purwanto, Membongkar Dana Teroris, h. 8-9.
19
Osama Bin Laden yang dipercaya sebagai dalang di belakang penyerangan
tersebut, dituduh telah memberikan kontribusi dana dan mendukung jaringan
teroris Al-Qaeda bersama-sama dengan rezim Taliban yang dahulu memerintah
Afghanistan. Posisi Arab Saudi merupakan salah satu dari banyak aspek yang
menarik dan kontroversial mengenai pertanyaan pendanaan. Dugaan lain yang
telah dibuat adalah bahwa anggota-anggota keluarga kerajaan Saudi yang tidak
puas ada di antara para sponsor keuangan Bin Laden. Metoda ke dua adalah
memperoleh langsung dari berbagai kegiatan yang menghasilkan uang. Kegiatankegiatan tersebut termasuk melakukan berbagai kegiatan tindak pidana. Cara ini
tidak berbeda dengan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi
kejahatan pada umumnya, kelompok-kelompok teroris juga memperoleh dana
sebagian dari pendapatan yang halal (tidak terkait dengan kejahatan).40 Suatu
kelompok teroris di wilayah tertentu dapat membiayai diri sendiri misalnya
melalui penculikan, pemerasan, penggelapan pajak, penipuan, perampokan,
perdagangan narkotika, dan aktivitas kriminal lainnya. Permintaan dan
pengumpulan dana dari masyarakat adalah salah satu cara memperoleh dana untuk
mendukung kegiatan terorisme. Seringkali pengumpulan dana tersebut dilakukan
atas nama organisasi yang telah memiliki status sebagai organisasi amal atau
lembaga bantuan atau organisasi yang ditujukan untuk komunitas tertentu.
Beberapa metoda lainnya dalam pengumpulan dana antara lain adalah
penarikan dana dari masing-masing anggota, penjualan barang-barang, atraksi
budaya, kegiatan-kegiatan sosial, sosialisasi dari rumah ke rumah di antara
komunitas serta donasi dari anggota-anggota yang tergolong mampu dalam
40
Ibid, h. 9.
20
komunitas.41 Sejak organisasi teroris di Asia Tenggara mengandalkan berbagai
cara untuk meningkatkan dan transfer dana, berbagai tanggapan akan diperlukan
untuk melawan teroris di wilayah ini. Tingkat kepatuhan negara-negara di
kawasan dalam menerapkan standar internasional untuk melawan terorisme dapat
diuji bersama dalam empat dimensi yang berbeda,42 Pertama, kerangka hukum,
dalam hal kerangka hukum, sebagian besar negara di wilayah ini telah mengambil
langkah-langkah dasar untuk mentransfer norma-norma internasional ke dalam
hukum nasional. Sebagai contoh terkait dengan peraturan Bank Indonesia43, aparat
penegak hukum dapat memerintahkan penyitaan aset individu atau entitas baik
yang telah dinyatakan tersangka atau diindikasikan untuk kejahatan, namun dalam
praktiknya untuk mengidentifikasi aktiva tersebut mereka harus bekerjasama
dengan bank. Hanya Brunei, Indonesia, Singapura, Thailand, dan Malaysia telah
mengkriminalisasi pendanaan terorisme. Hal ini terlihat pada tabel sebagai
berikut:
41
Ibid, h.217-218.
Jeanne K.Giraldo dan Harold A.Trinkunas, Terrorism Financing and States Responses,
California: Standford University Press, 2007, h.213-214.
43
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, serta SE No.
11/31/2009, perbankan di Indonesia harus membuat kategori nasabahnya berdasarkan tingkat
risiko
berkenaan
dengan
potensi
pencucian
uang.
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=37614cd638a3b268d2de3795ec1a292
b&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5, Diakses pada 5 Desember 2010 pukul.20.30.
42
21
Myanmar
Kamboja
Indonesia
Laos
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Vietnam
Kriminalisasi Obat-obatan dan
Pencucian Uang
Kriminalisasi Selain Obat
Sistem untuk mengidentifikasi
aset
Kriminalisi Pendanaan Terorisme
Bagian Konvensi Internasional
Pembiayaan terorisme
Anggota APG
total
Brunei
Table A. Legal framework (kerangka hukum) di Asia Tenggara
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
6
0
3
1
2
1
5
0
0
1
5
1
5
1
6
1
6
0
4
Catatan: nilai 1 diindikasikan bahwa ada beberapa kerangka hukum, nilai 0 tidak ada indikasi.
Sumber: Untited State Departement of State, Bureau for International Narcotics and Law
Enforcement Affairs. Dalam buku Jeanne K.Giraldo dan Harold A.Trinkunas, Terrorism
Financing and States Responses, California: Standford University Press, 2007. h.215.
Kedua, langkah-langkah pengaturan yang meliputi sektor formal
(misalnya, perbankan) dan informal (misalnya, amal). Penilaian tanggapan
pemerintah untuk pendanaan teroris juga harus memperhitungkan sejauh mana
pemerintah telah menempatkan berbagai langkah-langkah peraturan untuk
mencegah pendanaan. Secara khusus, pemerintah harus memastikan kepatuhan
perbankan melalui pelaporan yang terus menerus dan harus mengatur sektor
informal, termasuk penukaran uang, kasino, dan amal. Ketiga, tingkat pengalaman
infrastruktur administratif mereka untuk mengatasi pendanaan teroris; Keempat,
bukti penegakan hukum. Sementara bagian dalam kerangka hukum dan peraturan
dapat dilihat sebagai ukuran kepatuhan norma, tindakan administratif dan
penegakan hukum adalah mandat untuk sejauh mana norma-norma benar-benar
telah dilaksanakan.
Empat cara pokok teroris dalam menghasilkan uang di Asia Tenggara
adalah sama dengan hal yang teroris lakukan di tempat lain, yaitu dengan donasi,
22
uang dari badan amal Islam, pendapatan yang dihasilkan dari bisnis yang sah dan
kejahatan.44 Donasi didapat dari berbagai jenis dan dapat bersifat sukarela atau
diperoleh melalui unsur pemaksaan atau perampokan seperti fa’i (harta rampasan
perang). Uang dikumpulkan dari anggota kelompok sebagai iuran keanggotaan.
Menurut Pedoman Perjuangan Islamiyah Umam Al-Jamaah (PUPJI) atau
the general guide for the struggle of Al Jamaah Al Islamiyah, ketetapan konstitusi
dari Jamaah Islamiyah, anggotanya diminta untuk memberikan kontribusi reguler
ke organisasi tersebut. PUPJI juga mengakui sumber dari jamaah sebagai infaq
(amal), sedekah (sumbangan), zakat (amal wajib) dan sumber lain yang dapat
digunakan dalam ijtihad (kebijaksanaan).45 Pernyataan tersebut didukung oleh AlChaidar seorang pengamat teroris yang juga seorang Darul Islam, mengatakan
bahwa:46
“pendanaan dari Al-Qaeda, juga dari jamaah, namanya infak, sadaqah,
zakat, tattawu atau zakat khusus untuk pelatihan, fa’i (harta rampasan perang)
20% untuk sendiri sisanya untuk jamaah, kebanyakan mengandalkan dana dari AlQaeda, juga ada zakat/infaq dari Timur Tengah, menginfakkan hartanya ke jalan
Allah tapi masuk ke dalam organisasi terorisme.”
Sebelum menjadi daerah afiliasi Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah, kedua
jaringan teroris tersebut mengembangkan kemampuan teroris Asia Tenggara
untuk menjadi sebuah lahan operasi. Kawasan ini pertama dan terutama back
office bagi Al-Qaeda, menyediakan dukungan logistik dan keuangan.47
Mematikan pendanaan teroris adalah tugas yang sulit tapi tidak sia-sia. Ini adalah
alat investigasi penting dan aparat penegak hukum memberikan suatu mekanisme
44
Daljit Singh, Terrorism in South and Southeast Asia in the Comim Decade. Singapore :
Institute of Southeast Asian Studies in association with Macmillan, 2009.h.96
45
Ibid.
46
Wawancara dengan Bpk. Al Chaidar seorang pengamat teroris juga seorang Darul
Islam tanggal 18 Juni 2011, pukul 13.00.
47
Funding Terrorism in Southeast Asia: The Financial Network of Al Qaeda and Jemaah
Islamiya. http://www.nbr.org/publications/element.aspx?id=252, Diakses pada 20 Oktober 2010,
pukul.18.00.
23
untuk berurusan dengan lembaga-lembaga, seperti amal atau perusahaan
pengiriman uang. Hal ini penting karena keberhasilan utama dalam perang
melawan terorisme sampai saat ini telah menjadi penangkapan operatif
terkemuka, sedangkan lembaga pendukung terorisme tetap ada.
Institut Studi Strategi Internasional berpendapat, bahwa meskipun AlQaeda telah beroperasi sejak 11 September di Afghanistan dan di tempat lain,
organisasi mungkin mempertahankan dua pertiga kepemimpinan inti dan sebagian
besar dari sekitar 20.000 aktivis yang dilatih di Afghanistan setelah 1996.
Berdasarkan spesialis terorisme asal Inggris Rohan Gunaratna pada awal tahun
2002 diperkirakan bahwa sekitar seperlima dari kekuatan organisasi Al-Qaeda di
Asia secara keseluruhan. Gunaratna berpendapat, bahwa: 48
Their leaders are handpicked, mostly educated in the Middle East, speak
Arabic unlike the vast majority of Asian Muslims, and were already of a
radical bent. Al-Qaeda’s Asian core is handpicked from several hundred
jihadi volunteers who fought in Afghanistan, including, inter alia, Central
Asians, Chinese, Pakistanis, Bangladeshis, Indonesians, Malaysians,
Singaporeans and Filipinos.
(Pemimpin mereka dipilih dengan teliti, sebagian besar berpendidikan di
Timur Tengah, berbicara dalam bahasa Arab tidak seperti mayoritas
Muslim Asia, dan sudah cenderung radikal. Pusat Al-Qaeda Asia adalah
dipilih dari beberapa ratus sukarelawan jihad yang bertempur di
Afghanistan, termasuk, antara lain, Asia Tengah, Cina, Pakistan,
Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina.)
Lebih lanjut lagi Rohan Gunaratna mengatakan, bahwa Al-Qaeda
memperluas jaringannya di kawasan Asia Tenggara dengan memanfaatkan
internet, menginfiltrasi organisasi Muslim non-pemerintahan, mengirim pemimpin
agama yang ekstrim ke kawasan dan melatih para aktivis di Afghanistan.49
Keterlibatan Al-Qaeda di Asia Tenggara mencakup juga penyediaan dana dan
48
Frank
Frost.
Terrorism
in
Southeast
Asia.
http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm. Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25.
49
Poltak Partogi Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, h.140.
24
latihan militer beberapa kelompok Islam militan di Indonesia, Malaysia, dan
Filipina dan berencana untuk memperluas serta memperdalam pengaruhnya di
kawasan.50 Eksistensi Al-Qaeda dan jaringannya di Asia Tenggara mulai digugat
dan dipertanyakan ketika berbagai ledakan bom terjadi di negara-negara ASEAN.
Masyarakat semakin curiga terhadap Al-Qaeda dan jaringannya ketika sebuah
ledakan dahsyat yang menewaskan sekitar 185 jiwa terjadi di daerah pantai kuta
pada tanggal 12 Oktober 2002. Selang beberapa hari kemudian terjadi pula
ledakan bom di Zamboanga, Filipina yang menewaskan sedikitnya 3 orang.
Perang melawan teror terus berlanjut di Asia Tenggara dan pemerintah di
Asia Tenggara layak diberi penghargaan untuk penangkapan beberapa 150
Jamaah Islamiyah (JI) anggota hingga April 2003. Beberapa anggota syura JI
(dewan) ditangkap, termasuk Muhammad Iqbal Rahman (Abu Jibril), Agus
Dwikarna, dan Faiz bin Abu Bakar Bafana.51 Mekanisme untuk mendanai
terorisme terus berlanjut di Asia Tenggara, dan sampai saat ini ada aset teroris
atau dana yang telah disita di wilayah tersebut. Dua anggota Jamaah Islamiyah
terkemuka, Hambali dan Abu Jibril, aset mereka diblokir oleh Amerika Serikat di
bawah Executive Order 13244 pada tanggal 24 Januari 2003 (delapan belas bulan
setelah Abu Jibril ditahan). Per-Januari 2003, US$113.000.000 aset Al-Qaeda
telah dibekukan. Pada awal tahun 2003, Departemen Keuangan AS Kantor
Pengawasan Aset Luar Negeri menyusun daftar 300 amal individu dan perusahaan
di Asia Tenggara yang diyakini milik Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah sebagai
50
Menurut pemerintah Swiss, Osama Bin Laden pemimpin Al-Qaeda memiliki kekayaan
antara 250-500 juta dollar AS, Australia 250 juta dollar AS dan Inggris 280-300 juta dollar AS,
dua pengamat terorisme, Gunaratna dan Williams justru memperkirakan kekayaan pribadi Osama
hanya sekitar 25 juta dollar AS dari keseluruhan nilai kekayaan warisan ayahnya yang sekitar 5
miliar dollar AS. A.M Hendropriyono, Terorisme: Fundamentalis, Kristen, yahudi, Islam, Jakarta:
KOMPAS, 2009, h.190.
51
Singh, Terrorism in South and Southeast Asia in the Comim Decade, h.96.
25
penyandang dana. Karena politik antarlembaga, daftar tersebut turun menjadi
delapan belas individu dan sepuluh perusahaan. Tetapi pada awal April 2003,
daftar itu masih tanpa pemberitahuan karena tekanan diplomatik dan birokrasi.
Pemerintah AS gencar sekali menumpas gerakan teroris. AS mencatat 305
individu sebagai teroris dan membekukan aset mereka senilai US$136,7 juta.
Menteri Keuangan AS, John Snow, memasukkan nama Al-Ghozi, Imam Samudra,
Muchlas, Parlindungan Siregar, Aris Munandar, Agus Dwikarna (Indonesia), serta
Muklis Yunos (Filipina), dan Abdul Hakim Murad (Pakistan) dalam daftar orang
yang asetnya harus dibekukan.52 Kemudian, daftar bertambah sepuluh orang,
seluruhnya warga Malaysia. Ke dalamnya, termasuk Dr. Azahari Husin, doktor
fisika yang diduga merancang bom di Bali dan Hotel Marriott Jakarta, Marzuki
Zulkifli, Zulkifli Abdul Hir, Noordin M. Top dan Amran Mansour.
Penemuan senjata api dan bahan peledak di Lamongan memperkuat
dugaan bahwa pelaku pengeboman di Indonesia tidak kalah perkasa dibanding
rekan-rekan mereka di mancanegara. Beberapa waktu lalu, misalnya, ditemukan
dua pucuk pistol FN, dua senjata laras panjang M-16 dan beberapa tipe lain, serta
5000 butir lebih amunisi di hutan jati Dadapan, Solokuro, Lamongan. Semuanya
diketahui milik Ali Imron.53 Di pasar gelap, sepucuk M-16 dihargai Rp 7 juta-10
juta, atau bisa lebih mahal tergantung permintaan dan stok di pasar. Pistol lebih
mahal lagi, dengan peluru perbutir rata-rata di atas Rp 10 ribu. Aparat kemudian
menemukan lagi 12 pistol jenis FN dan revolver bersama 2.587 butir amunisi
yang seluruhnya milik Ali Imron.
52
Dana “halal” untuk aksi terlarang.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id.
html. diakses pada 29 September 2009, pukul. 20.45.
53
Ibid.
26
B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara
Dalam sub-bab ini, penulis akan membahas mengenai pendanaan
terorisme di empat negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Filipina, Singapura,
dan Malaysia. Alasan penulis memilih ke empat negara tersebut, yaitu karena
Singapura dan Malaysia dikenal sebagai pengumpulan dana oleh sebab itu
mengapa dua negara tersebut jarang terjadi bom terorisme, Indonesia (Poso,
Ternate, Ambon, Aceh, Medan, Pekanbaru, Jakarta, Nusa Tenggara Barat,
Bandung dan kota-kota lainnya) sebagai area perjuangan, dan Filipina
(kamp.Hudaibiyah/kamp.MILF) merupakan wilayah pelatihan.54 Berikut ini
penulis akan menjelaskan metoda pendanaan teroris dimasing-masing negara
secara berurutan.
Terkuaknya metoda pendanaan terorisme di Indonesia ditandai dengan
adanya peristiwa meledaknya Bom di Bali yang merenggut lebih dari 180 jiwa
pada 12 Oktober 2002, menegaskan keberadaan kelompok teroris di Indonesia
terkait dengan terorisme internasional. Berbagai tanggapan yang muncul di
berbagai kalangan masyarakat dan media massa bahwa teror tersebut adalah
rekayasa Amerika Serikat untuk menekan pemerintah Indonesia agar menangkap
sekelompok orang yang dituduh terkait kelompok teroris islam yang telah
ditangkap di Malaysia, Singapura, dan Filipina sejak 2001.55 Jauh sebelum 11
September Indonesia telah menderita serangan teroris karena satu rangkaian
tindakan-tindakan teroris yang terjadi dari tahun 2000-2001. Hal ini yang
dimasukkan satu rangkaian ledakan-ledakan dalam tujuh kota yang besar yang
54
Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT
pada 5 Desember 2011, pukul 11.30.
55
Indonesia
dan
Terorisme
Internasional,
http://interpol.go.id/id/kejahatantransnasional/terrorisme/71-indonesia-dan-terorisme-internasional. Diakses pada 2 Agustus 2010,
pukul 23:44.
27
menargetkan gereja-gereja di Malam Hari Natal pada tahun 2000 dan beberapa
wilayah umum yang lain seperti pusat perbelanjaan dan alun-alun, dan bangunan
Jakarta Stock Exchange. Ada banyak korban, namun tidak sebanyak pada
serangan teroris 11 September. Awalnya banyak dari masyarakat Indonesia belum
menyadari akan ancaman teror bahwa bisa terjadi pada setiap waktu, dan tidak
pandang pada target atau tempat. Usaha-usaha dari pemerintah di dalam
menetralkan kelompok-kelompok yang terlibat, sering kali menuduh pemerintah
tentang memecahkan Islam dengan menggambarkan dan menyamaratakan, bahwa
teroris digolongkan sebagai Islam. Dari hasil tersebut, pemerintah menjadi lebih
berhati-hati secara representatif dalam bertindak. Sementara itu, negara-negara
lain bertindak melawan kelompok teroris dan menangkap informasi dengan
mengumpulkan aktifitas kelompok teroris di Indonesia.56
Negara Indonesia merupakan negara berkembang dengan posisi yang
sangat strategis memegang peranan penting di ASEAN, namun telah menjadi
salah satu sasaran terorisme. Berbagai permasalahan dalam negeri dimanfaatkan
kelompok tertentu untuk mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan teror.
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan berbagai suku
bangsa sangat rentan dimanfaatkan untuk menimbulkan konflik, termasuk
kegiatan terorisme.
Kelompok teroris yang saat ini aktif beroperasi di Indonesia secara umum
merupakan bagian dari Jamaah Islamiyah.57 Kelompok teroris pimpinan Noordin
M.Top merupakan kelompok teroris bagian dari Jamaah Islamiyah. Kelompok
56
Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah,
http://interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-di-indonesia-dan-usahausaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah. Diakses pada 2 Agustus 2010, pukul 23:44.
57
Muh Taufiqurrohman, Peta Kelompok Teroris Indonesia, Jurnal Hubungan
Internasional, vol.6 no.1 Maret 2010, h.66-67.
28
Noordin M.Top memisahkan diri dari Jamaah Islamiyah sejak terjadinya peristiwa
peledakan Hotel Marriot tahun 2003. Kelompok teroris Noordin M.Top memiliki
beberapa nama yaitu Thoifah Muqatilah, Brigade Firaqul Maut, Anshorul
Muslimin, dan Tanzim Al-Qaeda Al-Jihad untuk gugusan Kepulauan Melayu.
Pendirian kelompok ini dilatarbelakangi oleh perang Irak dan Afghanistan yang
dikobarkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya di Indonesia. Untuk mencapai
perjuangan, digunakan strategi perjuangan nikayah (balas dendam). Awalnya,
anggota kelompok teroris Noordin M.Top berasal dari Jamaah Islamiyah. Namun
pada perkembangannya, karena Noordin M.Top kesulitan mendapatkan anggota
dari Jamaah Islamiyah, para anggota baru direkrut dari kelompok Islam radikal
lain, yaitu KOMPAK dan Darul Islam.
Kelompok teroris Noordin M.Top menggunakan metoda clandestine
(rahasia) dalam setiap operasinya. Metoda ini dilaksanakan denga cara membagi
kelompok ke dalam sel-sel yang terdiri dari tiga sampai lima orang untuk setiap
unit
operasi.
Antara
unit
yang
satu
dengan
yang
lainnya
terjadi
“kompartmentalisasi”, sehingga informasi dan identitas anggota dan pekerjaan sel
terlindungi. Selain itu, juga memakai cara bom bunuh diri. Pendanaan operasioperasi terorisme kelompok Noordin M.Top berasal dari Al-Qaeda, yang
disalurkan kepada kelompok melalui Hambali.58 Dalam kasus pembiayaan atau
pendanaan terorisme internasional yang masuk ke Asia Tenggara dapat dilihat
dari laporan Majalah Time, bahwa dikatakan Hambali menerima uang sejumlah
Rp.1,1 miliar dari Al-Qaeda untuk pengeboman di Indonesia. Di antara aksinya
adalah membantu untuk meledakkan dua belas pesawat Amerika di atas Laut
58
Ibid, h.68-71.
29
Pasifik pada 1995, bom natal 24 desember 2000, dalang bom Bali 1 pada 12
Oktober 2002 dan penanggung dana bom di Hotel JW Marriot Jakarta pada 5
Agustus 2003.59
Aksi Bom Bali I dan II adalah aksi terencana yang merupakan proyek
Hambali, semua jaringan di Indonesia mengetahui ada rencana tersebut, bom JW
Mariiot juga terencana, namun berasal dari jaringan Jakarta. Mereka bertemu
berawal dari pertemuan di Afghanistan, dan mereka bertemu kembali di konflik
Poso.60 Pengiriman dana aksi tersebut melalui kurir seorang warga Malaysia
bernama Wan Min bin Wan Mat, diakuinya pada tahun 2002 pernah mengirim
US$35.500 kepada Muchlas, melalui anggota Jamaah Islamiyah (JI). Saat itu
Muchlas sudah lari ke Thailand dan selanjutnya kembali ke Indonesia. Kiriman
pertama pada awal April 2002, senilai US$15.500, disusul US$10.000, dan
200.000 baht thailand (senilai US$5.000), dan terakhir US$5.000. Total nilainya
hampir Rp.300 juta (dengan kurs Rp.8.400 perdolar AS), yang dipakai Muchlas
dan kawan-kawan untuk aksi bom di Bali. Muchlas mengelola uang tersebut
secara ketat sehingga tidak diketahui dan karena dikirim tidak lewat bank, maka
tidak dapat terlacak oleh aparat.61 Dalam kasus bom JW Marriot-1, teroris
menerima aliran dana dari Hambali sebesar USD 50.000, yang diselundupkan
melalui perbatasan Malaysia-Riau.62
59
Wawan H.Purwanto, Terrorisme Undercover, Jakarta: Cipta Bina Mandiri, 2007, h.19-
20.
60
Wawancara dengan Bpk. Usep Fathoni seorang Darul Islam tanggal 31 Oktober 2011,
pukul 13.00.
61
Dana ’halal’ untuk aksi terlarang,
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id.
html. diakses pada 29 September 2009, pukul, 20.45 wib.
62
Perubahan
Pola
Serangan
dan
Aliran
Dana
Teroris
http://hankam.kompasiana.com/2010/06/27/perubahan-pola-dan-aliran-dana-teroris/, Diakses pada
10 Agustus 2010 pukul, 11:35.
30
Keterkaitan Al-Qaeda dengan jaringan teroris di Indonesia juga terungkap
dalam persidangan tahun 2004.63 Para tersangka mengaku mendapatkan bantuan
dana dari petinggi Al-Qaeda, yaitu Khalid Sheikh Mohammad, melalui para
pelajar Indonesia yang belajar di Pakistan. Kelompok Noordin M.Top
mendapatkan paket dari Dumai yang isinya uang dollar Australia (Australia
$25.000) yang dikirim Hambali lewat kurir. Uang berasal dari Gun Gun, adik
Hambali yang berasal Pakistan. Gun Gun mendapatkan dana itu dari Khalid
Sheikh Mohammad. Dana itulah yang digunakan dalam pengeboman JW Marriott
tahun 2003.
Kelompok teroris di Indonesia selain mendapatkan pedanaan yang berasal
dari luar Indonesia, mereka juga mendapatkan dari dalam negeri atau berasal dari
sumbangan para anggota, contohnya kelompok teroris Poso, kelompok teroris
Palembang, kelompok Jamaah As-sunnah.64 Kelompok Poso dilatarbelakangi oleh
konflik komunal anatar warga Muslim dan Kristen Poso yang terjadi pada tahun
2000. Kelompok Poso juga terkait dengan Jamaah Islamiyah (JI), mereka
menjalin kerjasama pelatihan militer pada bulan Agustus 2000. Ideologi
kelompok Poso terkait erat dengan JI, yaitu jihad qital dan bertujuan menegakkan
agama Islam.
Dana mereka berasal dari infaq (sumbangan) bulanan para anggota, fa’I
(perampokan), sumbangan-sumbangan, dan potongan dari kontrak-kontrak yang
didapat melalui kader JI yang ditempatkan secara strategis di kantor-kantor
pemerintah lokal. Semua dana tersebut berasal dari Poso.65 Hal serupa juga
63
Terorisme
Disokong
Dana
Al-Qaeda,
http://www.cmm.or.id/cmmind_more.php?id=A5556_0_3_0_M. Diakses pada 29 September 2011, pukul 22.30.
64
Taufiqurrohman, Peta Kelompok Teroris Indonesia, h.70.
65
Ibid, h, 71.
31
dilakukan oleh kelompok teroris Palembang, pendanaan mereka berasal dari
beberapa sumber, yaitu iuran pribadi para anggota dan sumbangan dari pihak luar.
Untuk mendapatkan dana, kelompok ini mengajukan proposal kegiatan
keagamaan fiktif ke perusahaan-perusahan swasta, misalnya Bank Indonesia dan
P.T Pupuk Sriwijaya, dan instansi-instansi pemerintah dengan mengatasnamakan
Forum Bersama Umat Islam.66
Melalui iuran anggota dan usaha-usaha penipuan tersebut, kelompok
Palembang mengumpulkan dana sejumlah Rp. 11.632.000 yang dipakai untuk
membiayai operasi-operasi terorisme.67 Tidak jauh berbeda dengan kelompok
sebelumnya, kelompok Jamaah As-Sunnah (JA) juga mendapatkan pendanaan
dengan iuran para anggota. Pendirian JA dilatarbelakangi oleh konflik antar
agama di Ambon pada tahun 2000. Kelompok ini didirikan atas respon atau
tuntutan untuk mengirim laskar ke wilayah konflik di Ambon. Kelompok ini
berbasis di Masjd As-Sunnah Bandung, dan mulai aktif pada tahun 2000 ketika
Ambon sedang bergejolak. Pemimpin JA merupakan Amir Jihad yang sekaligus
imam di masjid As-Sunnah, dibantu oleh Asadaduddien (sekertaris), Abu Ismail
(bendahara), Abu Izzudien (ketua bidang dakwah), Abu Dzar (ketua bidang
ekonomi), Qudama (ketua bidang data dan informasi), dan Abu Fajri (komandan
laskar).68
Tujuan dari kelompok JA dalah untuk menegakkan syariat Islam. Hal ini
berarti tidak bertujuan mendirikan negara Islam, akan tetapi membuat pemerintah
Indonesia untuk menjalankan, dan menerapkan syariat Islam secara total.69
66
Ibid, h.74.
Ibid. h.74
68
Ibid, h.76.
69
ibid, h. 77-81.
67
32
Pendanaan JA berasal dari tiga sumber, yaitu: iuran anggota, sumbangan dari
pemimpin JA, dan sumbangan dari simpatisan. Anggota-anggota JA memberikan
sumbangan Rp.5.000 – Rp.100.000 perbulan tergantung dari situasi keuangan
masing-masing. Pemimpin JA dan para simpatisan menyumbangkan uang sebesar
Rp.250.000 sampai tiga juta. Diantara simpatisan JA adalah mantan pejabat
Kodam Siliwangi dan pengurus Majelis Mujahidin Indonesia.
Kelompok teroris JA menjalin kerjasama dengan Jamaah Islamiyah dalam
bidang militer dan dakwah. Dalam bidang militer, JA mendapatkan materi
pelatihan militer tentang manajemen operasi militer dari Ustadz Dudung, anggota
Jamaah Islamiyah di Subang.70 Sementara itu, Syaifudin Umar alias Abu Fida,
seorang anggota Jamaah Islamiyah dan jaringan Noordin M.Top dari Surabaya,
membantu pemimpinan JA dalam memantapkan ideologi jihad anggota-anggota
JA. Abu Fida mengajarkan paham Noordin M.Top mengenai perlunya operasi
balas dendam kepada Amerika dan pentinggnya menjalankan operasi terorisme
dalam unit-unit kecil.
Berikutnya kelompok teroris Filipina yang terjadi karena kelompok
pemberontakan Moro sangat mendominasi kehidupan politik di Filipina dalam
beberapa periode.71 Keberadaan kelompok Moro tidak lepas dari peranan Spanyol
dan Amerika yang pernah menjajah negara tersebut. Sejak Filipina di bawah
jajahan Spanyol selama hampir 350 tahun, telah banyak kebijakan yang
dikeluarkan. Salah satu kebijakan yang kemudian memicu timbulnya peperangan
adalah ketika tahun 1565, Spanyol menghentikan penyebaran agama Islam dan
70
Ibid, h.84.
Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme: Humanis, Soul Approach dan
Meyentuh Akar Rumput,. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009,
h.20.
71
33
aktivitas kelompok Moro di selatan Filipina. Kemudian Spanyol berusaha
memperluas penyebaran agama Kristen di wilayah utara Filipina. Di bawah
jajahan Amerika Serikat, Filipina pun mengalami nasib yang hampir sama, yaitu
wilayah yang berpenduduk Islam bangsa Moro dikuasai.
Pada tahun 1972 lahir suatu gerakan Moro National Liberation Front
(MNLF) yang didirikan oleh Nur Misuari.72 Perselisihan antara pemerintah
Filipina dan MNLF pimpinan Nur Misuari akhirnya diakhiri dengan kesepakatan
perdamaian kedua belah pihak di Tripoli pada tahun 1976. Perjanjian tersebut
baru ditandatangani pada tahun 1996, seiring dengan pelaksanaan Konferensi
Organisasi-organisasi Islam atau Organization of1 the Islamic Conference (OIC)
yang dilasanakan di Jakarta. Kesepakatan in diambil dengan memberlakukan
otonomi khusus bagi rakyat Muslim Mindanao atau Autonom Region of Muslim
Mindanao (ARMM) dan sekaligus mengangkat Nur Misuari sebagai gubernur.
Sebagai bagian dari Mindanao, ARMM dibentuk untuk membawa situasi
ketertiban dan keamanan di kawasan tersebut.73 Tetapi, hal itu gagal dilakukan
saat Misuari dan pasukannya turut dalam berperang. Para pendukung Misuari
menolak ARMM yang mengakibatkan terjadinya konflik antara Tentara Filipina
(AFP) dan ARMM. Konflik internal di dalam faksi MNLF terutama antara
Misuari dan Hussin merupakan salah satu permainan perang tersendiri dalam
konflik Filipina. Konflik internal dalam tubuh MNLF telah menyebabkan
kelompok Misuari kehilangan posisi tawar mereka dengan pemerintah Filipina.
Pemerintah Filipina tidak selalu mampu menangani situasi di Mindanao. Sebagai
contoh, kebijakan deklarasi Perang Total yang diutarakan oleh Presiden Estrada
72
Ibid, h.21.
Yunanto, S. Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, Jakarta: Friedrich
Ebert Stiftung, 2003, h.172-173.
73
34
pada Mei 2000 sama sekali menggagalkan proses perdamaian. Pandangannya
yang menyamaratakan bahwa semua Islam adalah musuh memperlihatkan
pengetahuannya
yang
minim
serta
ketidakpekaannnya
tentang
sejarah
pemberontakan bangsa Moro.
Selain konflik internal, perdamaiaan di Mindanao juga dipengaruhi
kesenjangan ekonomi tidak hanya terjadi di Manila (kelompok kaya) tetapi juga di
antara Tri-people (masyarakat asli, penduduk muslim, dan penduduk Kristen)
yang memilih pandangan berbeda dalam memahami proses politik dan ekonomi.74
Kecemburuan sosial yang disebabkan oleh akses terhadap pekerjaan, pendidikan,
dan kesehatan serta jaminan sosial di antara masyarakat Selatan merupakan
faktor-faktor di balik kesenjangan tersebut. Penyelesaian pemberontakan Moro,
dari yang paling tegas (Martial Law 1972) sampai dengan kesepakatan damai
1996 semuanya mengalami kegagalan. Mindanao bukan hanya merupakan
persoalan hukum, melainkan juga persoalan budaya dan sejarah.
Diskriminasi politik kolonial Spanyol berlanjut pada masa kolonial
Amerika. Kemunculan awal pemberontakan kelompok Islam terhadap negara
Filipina dimulai pada awal 1950-an.75 Situasi Mindanao memburuk di bawah
pemberlakuan Undang-undang Darurat 1972 yang dideklarasikan oleh Presiden
Marcos. Orang-orang Moro selalu berada dalam situasi yang serba kekurangan
terhadap pemenuhan hak untuk memperoleh akses di bidang-bidang pendidikan,
kesehatan, dan kehidupan sosial. Dalam pandangan pemerintah, Moro telah
melawan undang-undang. Konstitusi Filipina tidak mengatur secara jelas
hubungan antara pemerintah di tingkat pusat dan daerah, apakah dalam bentuk
74
75
Ibid.h.173
Ibid. h.174
35
negara kesatuan atau federal, meskipun sistem negara kesatuan mendominasi
sistem pemerintahan Filipina. Setelah Marcos digulingkan dalam tahun 1986,
administrasi Corazon Aquiono mulai bernegosiasi tentang otonomi Moro dengan
MNLF, tetapi gagal karena oposisi oleh faksi-faksi dalam pemerintah Manila dan
perbedaan antara Moro.76
Jaringan Filipina merupakan jaringan terkecil diantara jaringan JI, tetapi
sangat penting sebagai sebuah logistik utama untuk bertanggunjawab memperoleh
bahan peledak, senjata dan perlengkapan lainya.77 Pemimpin jaringan Filipina
berasal dari Indonesia, Fathur Rohman al-Gozi (Mike). Ia lahir pada 17 Februari
1971 di Jawa Tengah, Al-Gozi juga merupakan murid di pesantren Al-Mukmin
milik Abu Bakar Ba’asyir sejak tahun 1984-1990, kemudian melanjutkan madrasa
di Pakistan pada tahun 1990. Di Pakistan ia direkrut sebagai anggota JI oleh
seorang pebisnis asal Malaysia dan seorang anggota shura JI, Faiz Abu Bakar
Bafana. Ia dilatih oleh Al-Qaeda di Afghanistan (1993-1994), dimana ia
dikenalkan kepada beberapa personel MILF dan dikirimkan ke Filipina (1996)
sebagai penghubung dan mendirikan sel JI.
Al-Gozi menjadi penghubung antara JI dengan MILF, dimana posisi ini
sangat penting, karena banyak anggota JI yang dilatih di kamp MILF. Al-Gozi
dan pelatih lainnya dari JI dan Al-Qaeda dalam MILF memainkan peranan dalam
beridirnya organisasi teroris mereka pada tahun 1999-2000, ini merupakan grup
operasi khusus.78 Sebagai imbalannya, Muklis Yunos, komandan kelompok
operasi khusus, yang dilatih dengan Al-Gozi di Afghanistan mempertemukan Al76
Angel M.Rabasa, Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radical, and
Terrorists. New York: Oxford University Press Inc, 2003, h.54.
77
Zachary abuza, Militant Islam in Southeast Asia, London: Lynne Rienner Publisher:
2003, h.136-137.
78
Ibid.h.137-138
36
Gozi dengan Hussain Ramos, pemasok bahan peledak ke MILF. Hal ini penting,
karena pada musim gugur tahun 2000, Al-Gozi memerintahkan untuk
memperoleh bahan peledak yang signifikan untuk operasi JI. Dalam satu
pertemuan di Kuta Kinbalo, Malaysia, Faiz bin Abu Bakar Bafana telah memesan
kepada Al-Gozi pembelian lima sampai tujuh ton bahan peledak yang akan
dibawa ke Singapura dan akan digunakan di Singapura, Faiz mengirimkan
$18,000 untuk pembayaran melalui sebuah bank di Singapura kepada tiga akun
rekening Al-Gozi di bank nasional Filipina. Al-Gozi mengambil 250,000 peso
($4,850) dari bank pada November 2000 dan mulai melakukan pembelian bahan
peledak di Cebu; kemudian Al-Gozi mengaku melakukan membeli lebih dari
1,100 kilogram TNT. Untuk mendukung MILF, Al-Gozi membantu dan
mendapatkan keuangan untuk Muklis dalam pemboman Metro Manila pada 30
Desember 2000, yang menewaskan 22 orang. Al-Ghozi alias Ronny Asaad bin
Ahmad alias Idris Anwaruddin alias Randi Adam Alih alias Sammy Sali Jamil
ditangkap 15 Januari 2002. Ia dibekuk karena menyimpan secara ilegal satu ton
bahan peledak jenis TNT (trinitrotoluene), 300 detonator, dan 17 senapan M-16.79
Untuk semua alat pemusnah ini, tentu diperlukan dana tidak sedikit. Harga resmi
yang dibayar militer AS untuk satu pon TNT sekitar US$ 25. Dan harga ini bisa
lebih mahal di pasar gelap. Untuk memperolehnya, Ghozi harus memiliki paling
sedikit US$ 50 ribu (sekitar Rp 420 juta). Ghozi, yang bernama sandi ”Mike”,
menyimpan uang lebih banyak karena, ia terlibat dalam peledakan stasiun kereta
79
Dana ’halal’ untuk aksi terlarang,
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id.
html. diakses pada 29 September 2009, pukul, 20.45.
37
api Metro Manila, 30 Desember 2000. Ghozi menyediakan komponen peledak
dan penyandang dana bagi tersangka utama, Muklis Yunos.
Selanjutnya kelompok teroris di Singapura. Negara Singapura menjadi
bagian dari kawasan Asia Tenggara, khususnya bagian Dunia Melayu. Sebelum
dikuasai kerajaan Inggris, Singapura merupakan bagian kekuasaan Riau Lingga,
negara bagian Johor.80
Ditinjau dari berbagai aspek, Dunia Melayu tetap
merupakan wilayah yang penting baik secara geopolitik, geoekonomi, maupun
geososial bagi keberlangsungan Singapura. Bagi kekuatan-kekuatan besar,
Singapura merupakan negara yang penting di Asia Tenggara. Letak pentingnya
Singapura karena negara ini memiliki sumber-sumber kekayaan regional, sebagai
pengawas jalur utama komunikasi laut dan kedekatannya dengan pusat-pusat
kekuatan penting di Cina, Jepang, dan India.
Satu efek terpenting dari Tragedi 9/11 adalah munculnya kebersamaan
antara Beijing dan Washington dalam menghadapi ancaman terorisme
internasional. Kesaksian mengenai peningkatan globalisasi dunia yang terlihat di
New York dan Washington pada 11 September mempunyai dampak yang jauh
dan luas. Salah satu kawasan yang merasakan dampaknya secara langsung adalah
Asia Tenggara. Kawasan ini selalu diperhitungkan dalam strategi politik dan
ekonomi dunia sejak tahun 1945 dan belum pernah lepas dari perhatian negaranegara dunia. Dengan tuduhan Washington terhadap Osama dan jaringan AlQaeda mengenai serangan teroris dan deklarasi perang melawan para
pendukungnya dan sumber-sumber teroris, perang AS melawan teroris mau tidak
mau menjangkau Asia Tenggara, terutama dalam rangka hubungan-hubungan
80
Yunanto, S. Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, h.186.
38
yang sudah dijalin antara berbagai kelompok teroris di kawasan ini, yang juga
menjadi sasaran AS.
Dalam hubungan ini, perhatian khusus diberikan kepada teroris
yang
dikaitkan dengan gerakan Islam yang beroperasi di Malaysia, Indonesia, dan
Filipina dan juga ditemukan jaringannya di Singapura.81 Masalah dan tantangan
bagi Singapura tidaklah sederhana mengingat hubungan dengan negara tetangga
yang penduduknya mayoritas beragama Islam (Indonesia dan Malaysia).
Tantangan itu juga muncul dalam bentuk ancaman baru dari terorisme
internasional yang sudah memiliki jaringan di kawasan ini. Secara tradisional,
pemerintah Singapura selalu memperhatikan ancaman keamanan dari dalam dan
dari negara tetangganya terutama ancaman yang berasal dari komunisme dan
komunalisme. Negara ini pernah mempunyai pengalaman terorisme di masa lalu,
termasuk tantangan teroris yang dilakukan Partai Komunis Malaya, 22 kasus
yang melibatkan tokoh agama dan sebelas serangan bom dalam kurun waktu
antara tahun 1986 dan 1974, teroris dari partai Palestina Merdeka dan Japanese
Red Army, pembajakan pesawat penerbangan Vietnam, Malaysia, dan Singapura
pada Oktober 1977, Desember 1977 dan Maret 1991. Pada Desember 2001,
pemerintah mengumumkan penangkapan sejumlah warga negara Singapura yang
mempunyai hubungan dengan teroris regional dan internasional serta terhadap
mereka yang merencanakan aksi untuk meledakkan sasaran Amerika di
Singapura. Bagaimanapun cara pemerintah menangani masalah dan tantangan ini,
yang jelas adalah tragedi 11 September sudah secara langsung menganggu
keamanan Singapura dalam berbagai tingkatan.
81
Ibid, h.189-190.
39
Singapura memiliki sejumlah persoalan yang berkaitan dengan Islam
militan dan permasalahannya. Ada tiga faktor utama yang dapat diperhatikan
dalam kaitan ini, yaitu:82
a. Kenyataan tentang bertambahnya populasi penduduk muslim.
b. Fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa Singapura terletak di Asia Tenggara
terutama dikelilingi oleh negara-negara dengan populasi muslim terbesar di
Indonesia, Malaysia, Brunei seperti juga halnya di Thailand dan Filipina
Selatan.
c. Kenyataan tentang keunikan geopolitik dan geostrategis Singapura tidak
dapat menghindar dari pekembangan pada tingkat global, yang berasal dari
Timur Tengah atau cara Barat memandang politik Islam atau Islam militan
secara garis besar dampaknya terhadap Singapura dan kebijakan luar
negerinya sebagaimana juga penduduk Muslim dan non-Muslim menanggapi
perkembangan ini.
Jaringan teroris Singapura tidak besar, sekitar enam puluh hingga delapan
puluh anggota. Singapura menjadi tempat operasional jaringan, dan sel Singapura
bertanggung jawab untuk perencanaan dan koordinasi serangan.83 Sel Singapura
dipimpin oleh Ibrahim bin Maidin, yang tidak memiliki pelatihan agama formal,
tetapi dilatih oleh Ba'asyir, Hambali, Sungkar, dan Abu Jibril, yang sering
mengunjungi Singapura untuk ceramah di acara pribadi. Dia telah dilatih di
Afghanistan pada tahun 1993. Banyak warga Singapura juga direkrut ke dalam sel
JI Malaysia melalui studi mereka di beberapa madrasah JI, termasuk sekolah AlTarbiyah Luqmanul Hakiem di Johor. Maidin adalah amir kelompok, sementara
82
83
Ibid, h.191-192.
Abuza, Militant Islam in Southeast Asia, h.138-139.
40
operasi kegiatan dipimpin oleh Mas Slamat Kastari. Sel jaringan Singapura
memilik lima unit fungsi, yaitu: mengoperasikan atau menjalankan, keamanan,
utusan, penyedia dana, dan sebagai penghubung.
Salah satu fungsi yang paling penting dari sel Singapura adalah
penggalangan dana. Anggota sel menyumbangkan dua persen dari gaji mereka
kepada JI di awal 1990-an dan lima persen pada akhir dekade.84 Peneliti
Singapura percaya bahwa 25% dari dana yang diberikan ke sel JI Malaysia dan
25% ke sel Indonesia. Transfer ini dilakukan oleh individu. Sisa dana digunakan
untuk peralatan, operasi, dan pelatihan di luar negeri. Sel JI Singapura juga
terlibat dalam penggalangan dana untuk MILF. Dari tiga puluh enam orang
ditahan di Singapura antara Desember 2001 dan Agustus 2002, ada empat orang
yang tidak tercatat sebagai anggota JI akan tetapi aktif sebagai pendukung dan
mengumpulkan dana untuk MILF. Sebagai contoh, Husin Abdul Azis, warga
Singapura yang telah dilatih di sebuah kamp MILF, tidak hanya memberikan
sumbangan sebesar $20.000 dari uangnya sendiri untuk gerakan namun juga
menambahkan $20.000 Singapura untuk MILF. Kemudian yang lainnya ditahan
pada bulan Agustus 2002, Habibullah Hameed, juga memberikan $40.000 selama
bertahun-tahun untuk MILF.
Kebijakan Singapura melawan terorisme internasional dan ancaman yang
diperlihatkan oleh kelompok-kelompok militan Islam tampak lebih jelas. Negaranegara ASEAN telah mengambil sejumlah cara untuk mencegah dari kehancuran.
Meskipun terdapat ketidakseragaman dalam tindakan-tindakan memerangi terror
pada level nasional masing-masing. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah
84
Ibid, h.139-140.
41
Singapura
sesuai
dengan
tujuan-tujuan
beberapa
pemerintah
dalam
mempersiapkan diri untuk menghadapi terorisme di Asia Tenggara. Kebijakan
yang ditujukan dengan upaya mengahadapi kelompok Islam militan adalah
sebagai berikut: 85
a. Menginvestigasi jaringan bawah tanah JI.
b. Mencegah terjadinya kekerasan dan penganiayaan dan memajukan
kesejahteraan rakyatnya.
c. Mengambil langkah yang dapat mencegah terhadap meluasnya operasi JI.
d. Berhubungan
dengan
berbagai
instansi
pemerintah
untuk
mensosialisasikan ancaman yang sesungguhnya, dan meyakinkan bahwa
persoalan ini tidak berhubungan dengan masalah etnik dan sosial dalam
negeri. Langkah ini juga meyakinkan bahwa ancaman ini bukan berasal
dari Islam melainkan berasal dari terorisme.
e. Mendukung berbagai usaha dipolmasi dan politik untuk menentapkan JI
sebagai terorisme internasional.
Kelompok teroris Malaysia juga tidak jauh dari persaingan politik. Militan
Islam di Malaysia tumbuh dalam suasana persaingan politik yang tajam antara
kedua partai politik utama, yaitu Organisasi Nasional Malaysia Bersatu/UMNO
dan Partai Islam seMalaysia/PAS.86 Konfrontasi kedua parta politik tersebut
dianggap memperlambat perkembangan Islam di Malaysia. Rivalitas antara
UMNO dan PAS tidak mendorong Islam sebagai sebuah ideologi yang kuat,
bahkan menjadikan faktor penghambat proses Islamisasi di Malaysia. Orangorang yang menginginkan Islam sebagai ideologi yang paling berpengaruh di
85
86
Yunanto, S. Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, h.193.
Ibid, h.221.
42
Malaysia pendukungnya terdiri dari berbagai ras, merasa frutasi. Munculnya AlMaunah, Kumupulan Mujahidin Malaysia (KMM) dan cabang Jamaah Islamiyah
dipercayai sebagai kelompok yang dapat mewujudkan perubahan yang cepat
dalam mewujudkan peranana Islam dalam masyarakat Malaysia. Al-Maunah
merupakan kelompok militan pertama yang merasa frustasi dengan rivalitas antara
UMNO dan PAS.
KMM awalnya merupakan sebuah gerakan yang pengorganisasiannya
sangat longgar. Gerakan ini muncul pada tahun 1986 sebagai sebuah gerakan
bawah tanah dengan nama Halaqah Pakindo. Banyak alumni jihad dari Afganistan
yang bergabung bersama KMM dan pernah membantu jihad dalam konflik
Ambon dan Filipina.87 Anggota-anggota KMM yang mendapatkan tindakan
represif pemerintah banyak yang ditampung oleh PAS. Bahkan PAS juga yang
membantu mereka secara hukum ketika ditangkap oleh polisi. Dalam konteks
inilah, jaringan KMM, Jamaah Islamiyyah, dan PAS sesungguhnya bagian dari
gerakan kultural dan politik yang tidak suka dengan gaya pemerintah rezim
Mahathir dan Badawi yang represif terhadap para pembangkang (oposisi).
Tujuan pertama KMM adalah melakukan gerakan pemurnian Islam
terhadap orang-orang melayu.88 Dalam mencapai tujuannya, KMM mengajak
alumni Masakapindo dan mantan pejuang Afghanistan untuk terlibat dalam misi
ini. Selama perang Afghanistan tahun 1980an, orang-orang Islam Malaysia pergi
ke Afghanistan untuk membantu saudara-saudara Muslimnya dalam perang
melawan Uni Soviet. Tujuan kedua dari KMM adalah untuk menjaga dan
meyakinkan perjuangan politik PAS. Pemimpin gerakan ini berusaha untuk
87
Ibid, h.225.
Ibid, h.225-226 .
88
43
melindungi politisi PAS jika pemerintah akan menangkap mereka. Tujuan jangka
panjang KMM adalah untuk melaksanakan Shari'ah Islam di Malaysia sebagai
dasar untuk mendirikan negara Islam. Gerakan ini bahkan membahayakan
terbentuknya negara Islam di wilayah ini yang menggabungkan Indonesia,
Malaysia, Filipina Selatan dan Thailand Selatan yang kemudian disebut sebagai
Daulah Islam Nusantara.
Hambali merupakan tokoh yang menghubungkan KMM dengan jaringan
Islam di wilayah ini.89 Tuduhan hubungan KMM dengan Al-Qaeda juga
dilakukan oleh Hambali, yang juga disinyalir sebagai tokoh JI di Indonesia.
Hambali dan Abu Bakar Ba’asyir merupakan dalang di belakang JI di Indonesia
dan Malaysia. Hubungan KMM dengan JI juga melalui Hambali. Lima fungsi
jaringan JI yang mudah terlihat di Malaysia,90 pertama, pekerjaan sangat teliti
dengan Malaysia, dengan siapa yang ingin bersungguh-sunguh menjadi anggota.
Abu Jibril sebagai pemimpin spiritual di KMM. Ke dua, jaringan Malaysia
sebagai penyalur utama antara JI, Osama bin Laden dan Al-Qaeda di Afghanistan.
Jaringan Malaysia telah menjadi pusat logistik untuk pengiriman pasukan matamata JI ke Afghanistan untuk silatih. Ke tiga, jaringan ini bertanggungjawab
untuk merekrut dan mendidik. Kebanyakan merekrut yang telah selesai di
pendidikan sekolah Al-Tarbiyah Luqmanul Haqim, yang juga memainkan peranan
penting di semua struktur JI. Pembiayaan untuk sekolah dibiayai oleh figur garis
tengah JI, Wan Win Wan Mat, dosen di Universitas Teknologi Malaysia (UTM),
ia juga sebagai bendahara penyedia dana $33,000 untuk bom klub di Bali kepada
Mukhlas, pemimpin Al-Tarbiyah dan pengorganisasi serangan bom Bali.
89
90
Ibid, h.227.
Abuza, Militant Islam in Southeast Asia, h.134-136.
44
Ke empat, jaringan Malaysia bertanggungjawab pembangunan beberapa
sektor perusahaan yang digunakan untuk dana Al-Qaeda dan memperoleh senjata,
serta bahan pembuat bom. Ada juga dimana anggota JI membangun binsis, dan
menerima kontrak bisnis dari pendukung JI, kemudian memberikan hasil
pendapatan tersebut ke organisasi. Berdasarkan white paper pemerintah
Singapura, bahwa JI menjalankan bisnis untuk memberikan 10% dari total
pendapatan untuk organisasi. Uang tersebut disebut juga dengan infaq fisabilillah
atau uang jihad. Uang infaq fisabilillah dikontrol oleh ketua operasi JI, Hambali
dan digunakan untuk mendukung biaya perjalanan dan pelatihan anggota di kamp
Al-Qaeda di Afghanistan serta kamp MILF, uang tersebut juga digunakan untuk
membeli senjata, bahan peledak serta memberikan subsidi ke madrasah. Ke lima,
jaringan Malaysia bertanggungjawab untuk membangun sebuah jaringan di
Australia.
Yazid Sufaat, seorang mantan kapten tentara malaysia dan pelatih ahli
biokimia Amerika Serikat,91 ditahan pemerintah Malaysia berdasarkan UndangUndang Keamanan Internal atas tuduhan kontroversial memiliki hubungan dengan
Al-Qaeda.92 Sufaat, yang juga seorang ahli kimia Malaysia dan anggota Jemaah
Islamiyah, adalah rekan dekat Hambali dan dilaporkan sebagai tokoh kunci dalam
membantu memperluas jaringan bin Laden di Asia Tenggara. Para pejabat AS
mengatakan ada bukti bahwa Sufaat bertemu dengan dua pembajak pesawat pada
11 September, dan pada bulan Januari 2000 di Kuala Lumpur Sufaat menyediakan
$35.000 kepada Zacarias Moussaoui, tokoh lain yang terlibat dalam serangan 11
September.
91
Ibid, h.134.
Al-Qaeda in Southeast Asia: Evidence and Response, situs Center fo Defense
Informations, http://www.cdi.org/terrorism/sea.cfm. Diakses pada 29 September, pukul 24.00.
92
45
Selain Sufaat, pihak berwenang Malaysia juga telah menangkap puluhan
tersangka anggota Jemaah Islamiyah dalam beberapa pekan terakhir. Selain itu,
mereka juga telah menangkap 50 anggota KMM, dan sedang mencari sekitar 200
anggota lainnya.93 KMM berusaha untuk mendirikan sebuah negara Islam yang
terdiri dari Malaysia, Indonesia dan Filipina selatan, dan memiliki sejarah
pemboman, perampokan dan pembunuhan.
Sejak serangan 11 September di Amerika Serikat, Perdana Menteri
Mahathir telah membenarkan penggunaan Internal Security Act (ISA) berdasarkan
alasan kontra-terorisme.94 Serangan September juga mendorong perubahan besar
dalam kebijakan AS mengenai penindasan politik di Malaysia. Internal Security
Act (ISA) adalah hukum penahanan preventif awalnya diberlakukan pada awal
tahun 1960 selama keadaan darurat nasional sebagai tindakan sementara untuk
memerangi pemberontakan komunis. Berdasarkan Pasal 73 (1) ISA, polisi bisa
menahan seseorang sampai 60 hari, tanpa surat perintah atau pengadilan dan tanpa
akses pengacara hukum. Meskipun kukuh menentang kampanye militer pimpinan
AS di Afghanistan, Mahathir tegas tentang terorisme di daerah. Menteri
Pertahanan Datuk Seri Najib Tun Razak setuju untuk bekerja lebih erat dengan
Indonesia untuk memerangi terorisme dan meningkatkan pertukaran intelijen
militer. Pemerintah juga telah mendesak ASEAN untuk memainkan peran yang
lebih
menonjol
dalam
pemecahan
regional
daripada
bergantung
pada
kepemimpinan AS.
93
Ibid.
Malaysia's Internal Security Act and Suppression of Political Dissent, situs human
right watch, www.hrw.org/backgrounder/asia/malaysia-bck-0513.htm. Diakses pada 24 Maret
2011, pukul 18.00.
94
46
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa metoda pendanaan
terorisme di masing-masing negara (Indonesia, Filipina, Singapura, dan Malaysia)
menggunakan beberapa metoda yang sama, yaitu mendapatkan dana untuk
kegiatan terorisme melalui kurir, sumbangan dana pribadi, iuran anggota, dan
media transfer seperti yang dilakukan Al-Gozi di Filipina. Teroris di ke empat
negara tersebut juga ada kaitannya dengan terorisme internasional seperti ALQaeda dan Jamaah Islamiyah (JI). Al-Qaeda dan JI juga turut membantu
pendanaan bagi kelompok-kelompok teroris tersebut.
C. Kelompok Teroris Internasional di Asia Tenggara
Secara umum perkembangan ancaman terorisme di Asia Tenggara, latar
belakangnya tidak lepas dari tumbuhnya jaringan organisasi Al-Qaeda dan Jamaah
Islamiyah (JI).95 Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah mengembangkan kemampuan
teroris Asia Tenggara untuk menjadi sebuah lahan operasi. Kawasan ini menjadi
back office bagi Al-Qaeda, menyediakan dukungan logistik dan keuangan. Jamaah
Islamiyah juga menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan operasi mereka,
contohnya Singapura dan Malaysia sebagai kawasan ekonomi, Filipina sebagai
kawasan training (latihan), Indonesia sebagai kawasan Jihad / lahan garap
utama.96
Jamaah Islamiyah yang berarti Organisasi Keislaman, dibentuk di
Malaysia di akhir tahun 1980an oleh sekelompok kaum ekstrem Indonesia yang
95
Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT
pada 5 Desember 2011, pukul 11.30.
96
Wawancara dengan Bpk. AKP Terima Sembiring, SH. (Kaurkermin DAGRI Densus 88
AT POLRI) pada 5 Desember 2011, pukul 15.00.
47
mengasingkan diri.97 Jaringan kelompok ini berkembang menjadi sel-sel yang
tersebar di kepulauan Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Selsel yang lebih kecil kemungkinan ada di wilayah lain Asia Tenggara. Tujuan
kelompok ini adalah mendirikan satu negara Islam di Indonesia dan wilayah lain
Asia Tenggara. Di tahun-tahun awal pembentukannya JI menyarankan
penggunaan jalan damai dalam mencapai tujuan itu, namun pada pertengahan
tahun 1990-an kelompok ini mulai mengambil jalan mempergunakan kekerasan.
Menurut David Wright-Neville dari Universitas Monash, Australia, militansi ini
terbentuk sebagian karena kontak antara tokoh-tokoh JI dan personel Al-Qaeda
yang berada di Afghanistan ketika itu. Dibawah pengaruh Al-Qaeda, JI mulai
yakin bahwa tujuannya hanya bisa dicapai lewat "perang suci". Sementara itu,
sejumlah besar anggota JI tidak suka dengan banyaknya umat Muslim yang tidak
bersalah menjadi korban dalam serangan-serangan bom di Indonesia.
Jamaah Islamiyah muncul untuk beroperasi di beberapa kelompok lainnya
termasuk Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan menurut Rohan Gunaratna,
bersama-sama mereka sebuah operasi jaringan regional teroris di bawah naungan
Al-Qaeda.98 Beberapa kelompok telah dituduh memiliki hubungan dengan AlQaeda dan beberapa memiliki hubungan dengan gerakan-gerakan lain di wilayah
ini.
Pejabat Intelijen (terutama dari Singapura) telah menyelidiki kelompok
karena menjadi perhatian luas di Januari 2002. JI juga telah terlibat dalam
sejumlah pengeboman termasuk di Manila pada bulan Desember 2000. JI diduga
dipimpin oleh seorang ulama Indonesia radikal, Abu Bakar Basyir, yang
97
Profil Jamaah Islamiyah.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/09/100922_jamaahislamiyah.shtm
l.diakses pada 18 Januari 2010, pukul 17:00.
98
Frank
Frost.
Terrorism
in
Southeast
Asia.
http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm. Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25
48
mengelola sekolah Islam berasrama di Solo, Jawa Tengah. Pemboman di
Singapura diduga diselenggarakan oleh deputi Basyir, Riduan Isamuddin, juga
dikenal sebagai Hambali (yang saat ini lokasi tidak diketahui). JI diduga terkait
dengan kelompok lain termasuk Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM).
Singapura telah menyatakan bahwa JI menerima beberapa dana dari Al Qaeda
selama tiga tahun. pejabat Singapura juga menyatakan bahwa Hambali telah
berusaha untuk mengkoordinasikan kegiatan JI dengan kelompok Islam radikal di
Thailand dan separatis di Filipina selatan, terutama Front Pembebasan Islam Moro
(MILF) ke dalam aliansi yang disebut Rabatitul Mujaihidin.
Bagan A. Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiyah
AMIR
Abu Bakar Ba’asyir
Askari (Panglima
Perang)
Dzulkarnain Als.Ust
Daud
PLH Amir JI
Abu Rusdan
Als.Thoriqudin
Majelis Syura
Hambali
MARKAZ
Mantiqi I
(Malaysia,Singa
pura)
Muchlas Als.Ali
Gufron dan
Adung
Mantiqi II
(Indonesia)
Abu Irsyad
Als.Syahroni
Mantiqi III (Mindanao,
Sabah-Kaltim)
Mohammad Nasir Abas
Als.Khairudin
Als.Sulaeman Als.Leman
Als.Maman Als.Malik
Als.Edy Mulyono
Majelis Qyadah
Markaziyah
Mustofa Als.Abu
Tholut dan Acmad
Rocman Als.Saad
Mantiqi IV
(Australia)
Abd.Rohim
Ayub
Skema organisasi JI yang dipaparkan Kapolri Jenderal Polisi Bambang
Hendarso Danuri di Mabes Polri, Jumat (24/9/2010).99
Keterangan: Organisasi JI punya beberapa Mantiqi yang tunduk pada Markaz dalam menjalankan
aksi terornya di Asia Tenggara. Terdapat empat mantiqi, Mantiqi Ula atau Mantiqi I meliputi
wilayah Singapura dan Malaysia. Nama Muklas alias Ali Gufron terpidana mati Bom Bali I pernah
menjadi pimpinan Mantiqi Ula atau I. Mantiqi II atau biasa disebut dengan nama Mantiqi Sani.
99
Mengintip
Struktur
Jaringan
Teroris
Jamaah
Islamiah.
http://www.tribunnews.com/2010/09/24/mengintip-struktur-jaringan-teroris-jamaah-islamiah.
.Diakses pada 27 September 2010, Pukul 01.40.
49
Jaringan inilah yang cukup progresif menjalankan aksi terornya. Sebagian Wilayah Indonesia
bagian barat dibawahai oleh Mantiqi II. Untuk Mantiqi II, Mabes Polri berhasil memetakan
kekuatan struktur organisasinya. Matiqi II membawahi delapan Wakalah atau organisasi JI tingkat
provinsi. Ada wakalah Sumatra Utara, Pekanbaru, Lampung, Jabotabek, Jawa Barat, Surakarta,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wakalah-wakalah ini masih membawahi lagi yang namanya
Khatibah atau organisasi setingkat kota. Khatibah membawahi Qirdas. Dibawah Qirdas ada yang
namanya Fiah atau kelompok kecil. Mantiqi III atau biasa disebut dengan nama Mantiqi Tahlid
meliputi wilayah Mindanao, Sabah, Kaltim dan Sulawesi. Sama seperti Mantiqi lainnya Mantiqi
ini juga membawahi Wakalah, lalu Khatibah dan Qirbas. Nasir Abas pernah menjadi pimpinan
Mantiqi ini. Mantiqi ini sangat solid dalam aksi teror di poso dan pernah membentuk laskar Uhud.
Mantiqi terakhir adalah Mantiqi IV atau Mantiqi Ukhro. Mantiqi ini meliputi wilayah Australia.100
Peta kekuatan organisasi teroris di Indonesia, Singapura, Brunei, Malaysia,
Thailand dan Filipina dimotori oleh konfederasi organisasi Islam radikal bernama
Jamaah Islamiyah. Meski belum terbukti, sumber intelijen mempercayai Jamaah
Islamiah didirikan pertama kali oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar
Ba'asyir.101 Sebagai jaringan teroris internasional, JI juga dipercayai mempunyai
hubungan dan afiliasi yang erat dengan Al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden.
Misi JI adalah mendirikan negara kekalifahan Islam di Asia Tenggara, meliputi
Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei, dan Kamboja. Polisi
meyakinii bahwa sebelum ditangkap Abu Bakar Baasyir adalah Amir JI. Selain
Amir, Markaz diisi pimpinan seperti Askari (Panglima Perang), Amir, Regional
Shura atau dewan penasihat dan BP Markaziyah. Hambali, sebelum ditangkap
pada 11 Agustus 2003, pernah menjabat dewan penasihat Markaz JI. Hambali
punya peran sebagai penghubung ke jaringan teroris Internasional seperti Al
Qaeda dan Abu Sayaf.
Meluasnya fenomena perang global terhadap aksi terorisme, yang
kemudian lebih fokus pada upaya penumpasan jaringan Al-Qaeda, juga
mengimbas kepada kawasan Asia Tenggara. Hasil penyelidikan FBI yang
100
Frank
Frost.
Terrorism
in
Southeast
Asia.
http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm, Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25
101
Mengintip Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiah
http://www.tribunnews.com/2010/09/24/mengintip-struktur-jaringan-teroris-jamaah-islamiah.
50
dilakukan setelah Tragedi 11 September 2001 bahwa Al-Qaeda telah memperluas
jaringan operasinya di Asia Tenggara fokus perhatian kemudian ditujukkan
kepada negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti
Indonesia dan Malaysia.102 Al-Qaeda adalah jaringan yang sangat terdesentralisasi
dan sukar dipahami, juga merupakan teroris transnasional yang sulit untuk
didentifikasi dan diperangi. Institut Internasional Studi Strategi berpendapat
bahwa meskipun Al-Qaeda di Afghanistan telah pecah sejak 11 September,
organisasi ini masih memiliki dua pertiga kepemimpinan inti dari sekitar 20.000
aktifis yang dilatih di Afghanistan setelah 1996. Berdasarkan spesialis terorisme
asal Inggris Rohan Gunaratna pada awal tahun 2002 diperkirakan bahwa sekitar
seperlima dari kekuatan organisasi Al-Qaeda di Asia secara keseluruhan.
Gunaratna berpendapat bahwa: 103
Their leaders are handpicked, mostly educated in the Middle East, speak
Arabic unlike the vast majority of Asian Muslims, and were already of a
radical bent. Al-Qaeda’s Asian core is handpicked from several hundred
jihadi volunteers who fought in Afghanistan, including, inter alia, Central
Asians, Chinese, Pakistanis, Bangladeshis, Indonesians, Malaysians,
Singaporeans and Filipinos.
(Pemimpin mereka dipilih dengan teliti, sebagian besar berpendidikan di
Timur Tengah, berbicara dalam bahasa Arab tidak seperti mayoritas
Muslim Asia, dan sudah cenderung radikal. Pusat Al-Qaeda Asia adalah
dipilih dari beberapa ratus sukarelawan jihad yang bertempur di
Afghanistan, termasuk, antara lain, Asia Tengah, Cina, Pakistan,
Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina.)
Lebih lanjut lagi Rohan Gunaratna mengatakan bahwa Al-qaeda
memperluas jaringannya di kawasan Asia Tenggara dengan memanfaatkan
internet, menginfiltrasi organisasi Muslim non pemerintahan, mengirim pemimpin
102
Nurani Chandrawati. 2003. “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi
Perluasan Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia
Tenggara”. Jurnal Politik Internasional Global vol.5 No.2 Mei 2003.h. 61
103
Frank
Frost,
Terrorism
in
Southeast
Asia.
http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm. Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25.
51
agama yang ekstrim ke kawasan dan melatih para aktifis di Afghanistan.104
Keterlibatan Al-Qaeda di Asia Tenggara mencakup pula penyediaan dana dan
latihan militer beberapa kelompok Islam militan di Indinesia, Malaysia dan
Filipina dan berencana untuk memperluas dan memperdalam pengaruhnya di
kawasan.105 Eksistensi Al-Qaeda dan jaringannya di Asia Tenggara mulai digugat
dan dipertanyakan ketika berbagai ledakan bom terjadi di Negara-negara ASEAN.
Masyarakat semakin curiga terhadap Al-Qaeda dan jaringannya ketika sebuah
ledakan dahsyat yang menewaskan sekitar 185 jiwa terjadi di daerah pantai kuta
pada tanggal 12 Oktober 2002. Selang beberapa hari kemudian terjadi pula
ledakan bom di Zamboanga, Filipina yang menewaskan sedikitnya 3 orang.
Informasi tentang aktivitas Al-Qaeda dan kelompoknya di Asia Tenggara
mulai terungkap setelah pemerintahan Taliban di Afghanistan menderita
kekalahan. Dinas intelijen Singapura memperoleh informasi bahwa kelompok
Aliansi Utara telah mengungkap pasukan Taliban yang berasal dari Asia
Tenggara. Singapura menahan 15 orang anggota organisasi Jamaah Islamiyah
dengan tuduhan merencanakan pemboman terhadap sasaran milik AS dan Negara
Barat lainnya di Singapura.106 Jamaah Islamiyah diduga kuat mempunyai
hubungan dengan Al-Qaeda sebab bersama mereka disita beberapa foto, bom,
rekaman video sasaran serangan, paspor palsu, stempel imigrasi palsu, dan
beberapa dokumen yang berhubungan dengan Al-Qaeda. Sementara pemerintah
Malaysia menahan 13 orang teroris yang merupakan anggota dari Kumpulan
104
Poltak Partogi Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, h.140.
Menurut pemerintah Swiss, Osama Bin Laden pemimpin Al-Qaeda memiliki kekayaan
antara 250-500 juta dollar AS, Australia 250 juta dollar AS dan Inggris 280-300 juta dollar AS,
dua pengamat terorisme, Gunaratna dan Williams justru memperkirakan kekayaan pribadi Osama
hanya sekitar 25 juta dollar AS dari keseluruhan nilai kekayaan warisan ayahnya yang sekitar 5
miliar dollar AS. A.M Hendropriyono, Terorisme: Fundamentalis, Kristen, Yahudi, Islam, h.190
106
Ibid. h.141-143
105
52
Mujahidin Malaysia (KMM). Malaysia pada awalnya hanya menahan seorang
tersangka yang bernama Yazid Sufaat yang kemudian ditahan pada 9 Desember
2001 karena dicurigai mempunyai hubungan khusus dengan 3 tersangka pelaku
pembajakan pesawat yang menabrak gedung Pentagon. Kecurigaan ini muncul
karena pada 2000, Yazid Sufaat menerima kedatangan Khalid Al Midhar dan
Nawaf Al-Hazmi di Kuala Lumpur dan menginap di sebuah apartemen yang
menjadi mliknya.
Terbongkarnya sel-sel Al-Qaeda di Asia Tenggara memperlihatkan bahwa
Osama bin Laden secara cerdik telah mengubah sistem jaringan terorisme dengan
tidak lagi terpusat pada Al-Qaeda sebagai satu organisasi tetapi menyebar sebagai
parasit di berbagai kelompok separatis atau desiden di seluruh dunia.107 Bagai
benalu, jaringan ini menempel dan menggerogoti kelomopk mlitan dengan
mempropaganda anti Amerika Serikat. Dari pengakuan Omar Al Faruk, Fathur
Rohman al Gozi, Yazid Sufaat, beberapa anggota MILF atau para anggota Jamaah
Islamiyah yang tertangkap di Malaysia dan Singapura terlihat bahwa jaringan AlQaeda telah berada dimana-mana termasuk Indonesia.
D. Upaya pemberantasan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara
Dalam
sub
bab
ini
penulis
akan
membahas
mengenai
upaya
pemberantasan terorisme di beberapa negara-negara Asia Tenggara seperti
Indonesia, Filipina, Singapura, dan Malaysia. Keberhasilan kepolisian Indonesia
dalam penangkapan pelaku-pelaku pemboman Bali sekaligus mengungkapkan
jaringan kaum muslim radikal di Indonesia dan Asia Tenggara. Keberhasilan
107
Ibid. h.144
53
tersebut setelah POLRI membolehkan dan meminta polisi-polisi asing nonASEAN untuk membantu mereka dalam investigasi dan dengan demikian
memperkenalkan mereka dengan teknologi forensik yang lebih canggih dan
menggunakannya untuk mengungkapkan jaringan yang berniat membuat “negara
Islam Nusantara” yang mencakup Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei
Darussalam, dan Filipina Selatan. POLRI berhasil mengungkapkan bukti-bukti
baru tentang jaringan radikal di Indonesia dan Asia Tenggara, tentang pembiayaan
Bom Bali oleh jaringan Jamaah Islamiyah sebesar US$30.000 melalui seorang
warga negara Malaysia, Wan Win Wan Mat, yang merupakan bendahara JI.108
Sama seperti Indonesia, kedudukan Islam di negara Malaysia tergolong
mendominasi karena di Malaysia kedudukan partai keagamaan seperti Partai
Islam se-Malaysia (PAS) tergolong mendominasi dan merupakan oposisi tangguh
terhadap kekuasaan UMNO yang sedang berkuasa. Deputi PM Malaysia Ahmad
Badawi mengingatkan bahwa Malaysia sangat potensial menjadi pusat baru
kegiatan terorisme mengingat semakin meningkatnya kegiatan Islam militan di
Malaysia. Pada tanggal 26 Juli 2001, pihak kepolisian Malaysia telah menangkap
2 orang Malaysia dan 13 orang Indonesia dilepas pantai Tawau di negara bagian
Sabah dengan sejumlah senjata M16, 2 pistol dan sejumlah amunisi. Pada awal
Agustus 2001, Pemerintah Malaysia menahan 10 orang anggota Kumpulan
Majelis Mujahidin yang diduga kuat ingin membentuk sebuah negara Islam.
Termasuk didalamnya seorang tokoh muda bernama Nick Adli Nik Abdul Aziz
108
C.P.F. Luhulima, “Pemberantasan Teorisme dan Kejahatan Transnasional dalam
Pembangunan Keamanan Asia Tenggara”, Analisis CSIS, no.1, 2003.
54
yang
ditangkap
pemerintah
dengan
tuduhan
berencana
menggulingkan
pemerintahan PM Mahatir Mohamad.109
Di Filipina, pemerintah setempat menyatakan telah menahan Faisal
Dompol Ijajil, tersangka pelaku serangkaian pemboman di Manila yang diyakini
merupakan anggota organisasi Abu Sayyaf yang memiliki keahlian dibidang
pemboman dan intelijen. Demikian juga penangkapan terhadap Fathur Rohman Al
Gozi, yang diduga merupakan anggota jaringan Al-Qaeda.110
109
Humphrey Wangke, Strategi ASEAN Menghadapi Terorisme, dalam buku Poltak
Partogi Nainggolan (Ed), Terorisme dan Tata Dunia Baru, h.137.
110
Ibid, h.138.
55
BAB III
KERJASAMA KEAMANAN KAWASAN ASEAN
Bab ini akan membahas mengenai Kerjasama Keamanan Kawasan Asia
Tenggara. Pembahasan akan di perinci dengan membahas prinsip-prinsip
ASEAN, pembentukan komunitas keamanan ASEAN, isu-isu keamanan ASEAN
seperti keamanan tradisional dan non-tradisional, konvensi ASEAN tentang
pemberantasan terorisme serta peran ARF dalam kontra-terorisme.
A. Prinsip-prinsip ASEAN
ASEAN berdiri pada 8 Agustus tahun 1967. Pada awal pembentukannya
ASEAN hanya terdiri dari lima negara: Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura,
dan Filipina. Walaupun masing-masing negara anggota berbeda satu sama lain
dalam hal bahasa, budaya, agama, geografi, etnisitas dan pengalaman sejarah,
hubungan antaranggota secara bertahap menumbuhkan rasa kebersamaan.111
Dengan latar belakang sedemikian beragam dan dorongan kuat untuk membentuk
sebuah pola hubungan internasional baru dan berbeda dengan apa yang terjadi di
masa lalu serta ditengah ancaman komunitas yang semakin kuat di Vietnam, Laos,
dan Kamboja sudah tentu memerlukan upaya luar biasa agar tujuan tersebut dapat
terwujud. Secara teoritis sudah tentu upaya besar semacam ini hanya mungkin bila
negara-negara ASEAN memiliki norma yang akan mengatur interaksi di antara
mereka sendiri sedemikian rupa sehingga tidak lagi muncul ancaman perang di
kalangan negara anggota.
111
Bambang Cipto, 2007, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, h.13 .
56
Negara-negara anggota ASEAN memegang teguh prinsip-prinsip dasar
sebagai berikut:112
1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah,
dan identitas nasional seluruh Negara-Negara Anggota ASEAN;
2. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan
perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan;
3. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau tindakantindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum
internasional;
4. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai;
5. Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota
ASEAN;
6. Penghormatan terhadap hak setiap Negara Anggota untuk menjaga
eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan
paksaan;
7. Ditingkatkannya konsultasi mengenai hal-hal
yang secara serius
mempengaruhi kepentingan bersama ASEAN;
8. Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik,
prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional;
9. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak
asasi manusia, dan pemajuan keadilan sosial;
112
ASEAN Selayang Pandang.
www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20Selayang%20Pandang.doc. Diakses pada 10
Oktober 2011, pukul 22.30.
57
10. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum
internasional, termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui
oleh Negara-Negara Anggota ASEAN;
11. Tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apa pun, termasuk
penggunaan wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN
atau Negara non-ASEAN atau subjek non-negara mana pun, yang
mengancam kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan
ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN;
12. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut oleh
rakyat ASEAN, dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat
persatuan dalam keanekaragaman;
13. Sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik, ekonomi,
sosial dan budaya, dengan tetap berperan aktif, berpandangan ke luar,
inklusif dan non-diskriminatif; dan
14. Berpegang teguh pada aturan-aturan perdagangan multilateral dan rezimrezim yang didasarkan pada aturan ASEAN untuk melaksanakan
komitmen-komitmen ekonomi secara efektif dan mengurangi secara
progresif ke arah penghapusan semua jenis hambatan menuju integrasi
ekonomi kawasan, dalam ekonomi yang digerakkan oleh pasar.
Prinsip utama dalam kerjasama ASEAN antara lain adalah persamanaan
kedudukan dalam keanggotaan (equality), tanpa mengurang kedaulatan masingmasing negara anggota. Negara anggota ASEAN sepenuhnya tetap memiliki
kedaulatan ke dalam maupun ke luar (sovereignity).113 Sedangkan musyawarah
113
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kemlu RI, ASEAN Selayang Pandang, h.3.
58
atau pengambilan keputusan yang berbasis konsensus, pengakuan kedaulatan
nasional dan renunsasi pemaikaiaan ancaman atau penggunaan kekerasan serta
penyelesaiaan perbedaan dan perselisihan dengan cara damai.114
B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme
Komunitas keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC),
ditujukkan untuk mempercepat kerjasama politik keamanan di ASEAN untuk
mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat internasional.
115
Komunitas keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan
keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membuat suatu pakta
pertahanan atau aliansi militer, maupun kebijakan luar negeri bersama.
Komuitas keamanan ASEAN dibentuk pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Bali II, sebagai salah satu dari tiga Komunitas ASEAN, pada dasarnya
adalah sebuah komunitas yang secara khusus mengutamakan cara-cara damai
dalam menyeselaikan sengketa antar anggota.116 Landasan komunitas keamanan
ini adalah kerjasama politik dan keamanan dalam kerangka keamanan
komprehensif, yang mencakup ketahanan nasional dan regional. Komunitas
keamanan Asia Tenggara ini mengacu kepada piagam Perserikatan Bangsabangsa (PBB) dan prinsip-prinsip hukum internasional. Melalui komunitas
keamanan ini, ASEAN mengembangkan kerjasama politik dan keamanan sebagai
bagian penting dari upaya pencegahan dan penyelesaian konflik, dan
pembangunan perdamaian pasca konflik (post-conflict peace building).
114
C.P.F.Luhulima.dkk, Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008,h.45.
115
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kemlu RI, ASEAN Selayang Pandang, h.28.
116
C.P.F Luhilima, “Menuju Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN”, Analisis
CSIS, vol.33, No.4 Tahun 2004, h.536.
59
Komunitas keamanan ASEAN membangun kerjasama dan konsultasi antar
ASEAN dan mitra-dialognya tentang masalah-masalah keamanan regional melalui
ASEAN Regional Forum.117 Komunitas ini juga memanfaatkan semua lembaga
dan mekanisme ASEAN untuk menjamin agar Asia Tenggara bebas dari semua
jenis senjata penghancur masal serta memperkuat kemampuan nasional dan
regional untuk menghadapi dan memerangi terorisme serta semua bentuk
kejahatan
Lintas
Negara
lainnya.
Di
bidang
kerjasama
keamanan
nonkonvensional, khususnya di bidang pemberantasan terorisme, langkah pertama
yang harus diambil ialah harmonisasi undang-undang dan peraturan perundangundangan untuk memeranginya.
ASEAN mengadopsi pemikiran keamanan komprehensif (comprehensive
security) sebagai landasan kerjasama keamanan. Pemikiran ini mengakui bahwa
masalah keamanan tidak hanya terdiri dari masalah-masalah militer, tetapi juga
non-militer.118 Dua kerangka utama dijadikan landasan pembuatan kebijakan
keamanan adalah doktrin Ketahanan Nasional (National Resilience) dan
ketahanan regional (Regional Resilience). Kedua doktrin ini pada dasarnya
bertujuan untuk mencegah intervensi pihak luar terhadap masalah-masalah
keamanan internal, baik dalam lingkup domestik maupun regional. Doktrin
ketahanan nasional diterjemahkan dalam kebijakan pertahanan nasional tiap
negara, dalam mengatasi sumber ancaman domestik.
Latar belakang pembentukan ASC antara lain adanya keinginan
menyesuaikan forum kerja sama ekonomi yang sudah berjalan sejak awal
pembentukan ASEAN 1967, karena dalam lima tahun terakhir agenda kerja sama
117
Ibid, h.540.
Diniastuti. “Masa Depan Kerjasama
Pengembangan ASEAN Regional Forum” , h. 376.
118
Keamanan
ASEAN:
Tantangan
bagi
60
ekonomi ASEAN sangat dominan dan mengabaikan aspek kerja sama
keamanan.119 Munculnya gagasan ASC diharapkan dapat menjawab tantangan
ASEAN menghadapi isu-isu keamanan yang tidak hanya berkaitan dengan
pertahanan dan ancaman militer, akan tetapi, menyangkut soal-soal nonmiliter,
seperti kejahatan transnasional, terorisme, dan separatisme.
Ketika masalah terorisme menimpa ASEAN, seperti pengeboman di Bali
(Oktober 2002), Hotel JW Marriott, Jakarta (Agustus 2003), dan sejumlah aksi
terorisme, juga pengeboman di Filipina yang diduga terkait dengan jaringan
Jemaah Islamiyah di Singapura, Malaysia, dan Thailand, gagasan ASC semakin
relevan untuk direalisasikan.120 Para pemerintahan ASEAN menyadari, saatnya
ASEAN mempunyai instrumen yang efektif untuk memerangi terorisme, meski
sejumlah masalah keamanan lainnya juga perlu diperhatikan. Namun, belum ada
satu kesatuan kesepakatan, karena masing-masing negara ASEAN cenderung
mengambil sikap sesuai dengan kepentingan sendiri-sendiri dalam masalah
terorisme, sehingga menghambat ASC menjadi instrumen yang efektif. Sulit bagi
ASEAN untuk memperoleh mekanisme regional yang berlaku umum bagi
ASEAN, dan mengandalkan pola yang sudah ada seperti melalui jalur bilateral.
C. Isu-Isu Keamanan ASEAN
Isu-isu keamanan di kawasan ASEAN tidak lagi hanya mencakup
keamanan tradisional, tetapi juga masalah keamanan non-tradisional, khususnya
terorisme, keamanan maritim, narkoba, penyelundupan senjata, dan manusia.
Perkembangan demikian menuntut suatu pengaturan keamanan yang tidak sekedar
119
Faustinus
Andrea,
Komunitas
Keamanan
ASEAN
dan
http://www.tempointeraktif.com/. Diakses pada 17 Oktober 2011, pukul 22.30.
120
Ibid.
Terorisme.
61
berorientasi pada proses (lewat pertemuan-pertemuan), tetapi lebih fungsional
sifatnya dan bisa membuahkan hasil konkrit.121 Konflik yang terjadi tidak jarang
melibatkan penggunaan ancaman atau kekuatan militer yang disebut sebagai
upaya tradisional untuk mendapatkan keamanan. Ungkapan ini kemudian untuk
membedakan antara isu keamanan tradisional (military security) dan isu
keamanan non-tradisional (non-military security).122
Dalam pembahasan isu keamanan tradisional, penulis akan membahas
masalah perbatasan darat. Sedangkan dalam isu keamanan non-tradisional, akan
dibahas mengenai terorisme, karena terorisme merupakan isu yang paling menjadi
fenomenal pasca peristiwa 9/11.
C.1 Keamanan Tradisional
Salah satu alasan utama didirikannya ASEAN ialah untuk mencegah
kembali terjadinya konflik diantara negara-negara bertetangga di Asia Tenggara.
Bagi sebagian besar negara-negara ASEAN, keamanan tradisional, yang diartikan
sebagai keamanan dari ancaman militer dari luar, pada umumnya menempati
prioritas
yang
lebih
rendah
dalam
perspektif
keamanan
komprehensif
(comprehensive security).123 Perhatian negara-negara ASEAN lebih banyak
tertuju pada tantangan keamanan non-tradisional yang semakin beragam dan
mendesak untuk diatasi. Akan tetapi, bukan berarti bahwa masalah keamanan
tradisional tidak lagi relevan dalam rangkaian hubungan bilateral para anggota
ASEAN. Salah satu tantangan keamanan di kawasan ASEAN yang relatif sulit
121
Yasmin Sungkar (ed), 2008, Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN,
Jakarta: LIPI, h.4.
122
Cipto, 2007, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, h.196.
123
Sungkar (ed), Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN, h.26.
62
untuk diatasi adalah sengketa perbatasan, baik di darat maupun di laut. Apabila
tantangan keamanan non-tradisional bersifat transnasional pada umumnya
mendorong negara-negara untuk bekerjasama, namun masalah keamanan
tradisional cenderung bersifat zero sum game, yaitu keuntungan bagi satu pihak
dan kerugian bagi pihak lainnya, sehingga musyawarah sulit dicapai.
Bagi para pengusung konsep keamanan tradisional, negara adalah
organisasi politik terpenting yang berkewajiban menyediakan keamanan bagi
seluruh warganya. Sementara itu, para penganut konsep keamanan baru
menyatakan bahwa tingkat keamanan yang begitu tinggi akan sangat bergantung
pada totalitas interaksi antar individu pada tataran global.124 Hal ini dikarenakan
konsep keamanan baru merupakan agenda pokok semua insan manusia di muka
bumi ini dan oleh karenanya dibutuhkan kerjasama erat antar semua individu baik
dalam tataran lokal, nasional maupun global. Dengan kata lain, tercapainya
keamanan tidak hanya bergantung pada negara melainkan akan ditentukan pula
oleh kerjasama internasional secara multilateral yang turut melibatkan aktor non
negara. Bahkan dalam banyak kasus, aktor non-negara memainkan peran yang
sangat vital dalam mengatasi berbagai isu-isu keamanan baru.
Konflik bilateral selalu terjadi di mana pun baik di negara maju maupun
di negara berkembang. Negara-negara anggota ASEAN yang berbatasan dengan
negara lain sudah tentu berharap dengan pembentukan ASEAN konflik
antarnegara akan berakhir. Misalnya saja seperti kasus Sipadan dan Ligitan. Pulau
Sipadan dan Ligitan telah menjadi sumber pertikaian anatara Malaysia dan
Indonesia sejak akhir tahun dekade 60-an. Kasus dibawa ke International Court of
124
Perwita, Pengantar Hubungan Internasional, h.125.
63
Justice (ICJ) tahun 1998. 125 Pada tanggal 17 Desember 2002 ICJ memberi hak
kepada Malaysia untuk mengelola Sipadan dan Ligitan semata-mata karena
pemerintah Malaysia dan sebelumnya pemerintah Koloni Inggris, secara terusmenerus telah menguasai dan mengelola kedua pulau tersebut. Klaim Indonesia
yang berdasarkan pada dokumen hukum perjanjian antara pemerintah Kolonial
Belanda dan Inggris mengenai garis batas wilayah masing-masing pada tahun
1891 dianggap oleh Mahkamah Internasional kurang kuat karena Indonesia
selama ini tidak berupaya menguasai dan mengelola Pulau Sipadan dan Ligitan
atau menentang apa yang dilakukan oleh Malaysia di kedua pulau tersebut.126
C.2 Keamanan Non-Tradisional
Entitas keamanan tidak lagi terbatas pada tataran negara dan
pertahanannya dari serangan militer luar, tetapi juga mencakup kelompok
masyarakat dan manusianya.127 Isu-isu seperti penyakit menular, terorisme,
perusakan lingkungan, perdagangan gelap narkoba, dan penyelundupan manusia
menjadi isu yang mengkhawatirkan karena implikasinya dalam konteks keamanan
yang lebih luas. Isu-isu non-militer tersebut kemudian dikategorikan sebagai
tantangan keamanan non-tradisional. Keamanan non-tradisional adalah kejahatan
yang dijalankan individu maupun kelompok yang operasinya melibatkan dua atau
lebih negara termasuk kategori kejahatan transnasional. Kejahatan transnasional
(Transnational Crime/TC) dapat juga disebut dengan kejahatan transnasional
terorganisir (Transnational Organized Crime/TOC).
125
Cipto, 2007, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, h.196-202
Sungkar (ed), Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN, h.37.
127
Ibid, h.16.
126
64
Upaya pemberantasan kejahatan lintas negara (transnational crimes/TC)
atau disebut pula sebagai non-traditional security issue di dalam Piagam ASEAN
merupakan salah satu prioritas kerjasama ASEAN. Untuk mendukung
pemberantasan TC, ASEAN telah membentuk ASEAN Ministers Meeting on
Transnational Crime (AMMTC) pada tahun 1997 dengan mekanisme Senior
Official Meeting on Transnational Crime (SOMTC) sebagai sub-ordinasinya.128
Negara anggota ASEAN menyepakati 8 (delapan) bentuk kejahatan transnasional
yang harus ditangani secara bersama, yaitu: terorisme, Perdagangan Manusia /
Trafficking in Persons, Penyelundupan obat-obatan terlarang, Pembajakan di
Laut, Pencucian Uang, Kejahatan Ekonomi Internasional, Penyelundupan senjata,
Kejahatan dunia Maya / Cyber Crime.
AMMTC dilakukan secara periodik (2 tahun sekali) dan telah menetapkan
kesepakatan kerjasama ASEAN dalam menanggulangi kejahatan lintas negara,
yaitu pertukaran informasi, melalui capacity building, pelatihan, pelaksanaan
hukum, ekstra kerjasama di kawasan regional. Demi efektivitasnya penyusunan
action plan dan program-program selanjutnya, maka untuk setiap kejahatan telah
ditunjuk negara sebagai fokal poin, sebagai berikut:129
a) Terorisme
: Indonesia
b) Penyelundupan obat terlarang
: Singapura
c) Pencucian uang
: Malaysia
d) Penyelundupan senjata
: Thailand, Filipina, Vietnam,
dan Kamboja
e) Penyelundupan Manusia
128
: Filipina
Kerjasama Politik Keamanan ASEAN.
www.kemlu.go.id/.../Kerjasama%20Politik%20Keamanan%20ASEAN. Diakses pada 12
Oktober 2011, pukul 20.30.
129
wawancara dengan Bpk Kompol. Wino Sumarno (Kaurmin Bagkouminter Set NCB
Interpol Indonesia Div.Hubinter Polri), 7 November 2011, pukul 10.00.
65
f) Kejahatan Laut
: Malaysia
g) Kejahatan ekonomi
: Singapura
h) Kejahatan dunia maya/cybercrime
: Singapura
D. Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme (ACCT)
ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) ditandatangani pada
Januari tahun 2007, yang sudah menandatangani ada enam negara, yaitu
Singapura, Tahiland, Filipina, Brunei, Kamboja, Vietnam. Konvensi ini sudah
aktif berlaku per 28 Mei 2011. Negara-negara yang sudah meratifikasi
berkewajiban mengimplentasikan. Indonesia belum meratifikasi ACCT karena
proses perundangan di Indonesia prosedurnya rumit, harus dari kementerian,
presiden, DPR, semua ini karena sistem demokrasi. ACCT semacam payung
hukum untuk memberantas terorisme di Asia Tenggara, mencakup berbagai
program-program kerjasama termasuk bagaimana menghentikan pembiayaan
terorisme.130
Pemerintah RI melalui Kementerian Luar Negeri dan DPR baru
meratifikasi Konvensi ASEAN mengenai Pemberantasan Terorisme (ASEAN
Convention on Counter Terrorism/ACCT). Indonesia terlambat melakukan
ratifikasi ACCT dibandingkan dengan keenam negara anggota ASEAN lain
padahal pemerintah RI telah menandatangainya pada 13 Januari 2007, sedangkan
Myanmar telah meratifikasi pada Januari 2012. Keterlambatan meratifikasi ACCT
dapat melemahkan posisi diplomasi Indonesia di tingkat ASEAN mengenai isu
pemberantasan terorisme, walaupun Indonesia telah meratifikasi tujuh konvensi
internasional lain yang berkaitan dengan isu terorisme. Ratifikasi konvensi ACCT
130
wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito pada Direktorat Kerjasama Keamanan dan
Politik ASEAN. 23 November 2011 pukul 09.00.
66
memberi manfaat dalam memperkuat aplikasi norma perilaku ASEAN, seperti
jaminan bagi masing-masing anggota ASEAN untuk menjunjung tinggi prinsip
kesetaraan, kedaulatan, integritas teritorial, yurisdiksi, dan tidak campur tangan
dalam urusan negara lain. Ratifikasi konvensi ACCT menjadi tahapan penting
bagi negara-negara anggota ASEAN untuk menunjukkan komitmen serius dalam
membangun Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN 2015.131
ACCT sangat penting karena, pertama konvensi ini memperkenalkan
program rehabilitasi, agar pelaku tindak terorisme dapat kembali menjadi bagian
masyarakat, kedua konvensi atur jaminan perlakuan adil (fair treatment) dan
ketiga konvensi dilaksanakan atas dasar prinsip non intervensi atas urusan dalam
negeri negara lain. Ratifikasi ACCT memberi dukungan dari negara para pihak
seperti pertukaran informasi intelijen, peningkatan kapasitas penegak hukum,
penghentian pendanaan aktivitas terorisme serta memperoleh manfaat berupa
bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance) dan ekstradisi terkait
terorisme.132
ACCT mencakup kerjasama dalam hal mencegah pembiayaan terorisme,
seperti yang tertulis pada pasal enam bidang kerjasama,133 yaitu mencegah mereka
yang membiayai, merencanakan, memfasilitasi, atau melakukan tindak teroris dari
menggunakan wilayah masing-masing untuk tujuan melawan Pihak lain dan / atau
warga Pihak lainnya, mencegah gerakan teroris atau kelompok teroris oleh
pengawasan perbatasan yang efektif dan kontrol pada penerbitan surat-surat
131
Ratifikasi
Konvensi
ASEAN,
http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=299019. Diakses pada 13 Maret 2012, pukul 07.15.
132
Perlunya Ratifikasi Konvensi ASEAN Pemberantasan Terorisme,
http://www.tribunnews.com/2012/03/08/perlunya-ratifikasi-konvensi-aseanpemberantasan-terorisme, Diakses pada 13 Maret 2012, pukul 07.15.
133
ASEAN Convention on Counter Terrorism, http://www.aseansec.org/19250.htm.
diakses pada 1 September 2011, pukul 20.00.
67
identitas dan dokumen perjalanan, dan melalui langkah-langkah untuk mencegah
penggunaan pemalsuan, pemalsuan atau penipuan identitas kertas dan dokumen
perjalanan.
ACCT memberikan dasar hukum yang kuat untuk meningkatkan kerjasama
ASEAN di bidang pemberantasan terorisme. Selain memiliki karakter regional,
ACTT bersifat komprehensif (meliputi aspek pencegahan, penindakan, dan
program rehabilitasi) sehingga memiliki nilai tambah jika dibandingkan dengan
konvensi sejenis.134 Beberapa perjanjian yang telah dihasilkan ASEAN terkait
dengan pemberantasan kejahatan lintas negara yaitu:135
a. ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes yang mencakup
kerjasama
pemberantasan
terorisme,
perdagangan
obat
terlarang,
pencucian uang, penyelundupan dan perdagangan senjata ringan dan
manusia, bajak laut, kejahatan internet
dan kejahatan
ekonomi
internasional;
b. Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLAT)
ditandatangani tahun 2006;
c. Agreement of Information Exchange and Establishment of Communication
Procedures ditandatangani tahun 2002, merupakan perjanjian di tingkat
sub regional guna penanganan kejahatan lintas batas melalui pertukaran
informasi;
d. ASEAN Declaration on Joint Action to Counter Terrorism ditandatangani
tahun 2001 dalam penanganan terorisme;
134
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kemlu RI, ASEAN Selayang Pandang, h.31.
ASEAN Selayang Pandang.
www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20Selayang%20Pandang.doc. Diakses pada 10 Oktober
2011, pukul 22.30.
135
68
ACCT merupakan satu instrumen regional yang punya kekuatan hukum,
dan sifatnya komitmen politis. Konvensi tersebut mempunyai kekuatan yang
mengikat secara hukum dan kewajiban negara-negara yang meratifikasi konvensi
tersebut wajib melaksanakan.136 Penerapannya tergantung konvensi tersebut
dilaksanakan di level nasional, tetapi adanya satu payung hukum di tingkat
kawasan punya keuntungan, kelebihan, yaitu pertama, untuk memperkuat
komitmen politik. Ke dua, mendorong aksi-aksi nasional untuk mendukung
memberantas terorisme.
Setiap negara punya aturan masing-masing dan penerapan semua konvensi
diatur oleh konvensi internasional tersebut.137 Artinya kalau negara sudah
mengikat diri dalam satu konvensi internasional, contohnya terorisme, maka
langkah-langkah yang diatur harus sesuai konvensi tersebut, misalnya memonitor
terhadap organisasi-organisasi di dalam negara yang diduga terkait terorisme.
E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme
ASEAN Regional Forum (ARF) diprakarsai oleh ASEAN pada tahun
1994, sebagai forum untuk saling tukar pandangan dan informasi bagi negaranegara Asia Pasifik mengenai masalah-masalah politik dan keamanan, baik
regional maupun internasonal.138 Pembentukan Forum Regional ASEAN (ASEAN
Regional Forum/ARF) merupakan usaha ASEAN yang pertama untuk
136
wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito (Direktorat Kerjasama Keamanan dan
Politik ASEAN ) 23 November 2011 pukul 09.00.
137
Wawancara dengan Bpk. George Lantu (Direktorat Kerjasama Keamanan dan Politik
ASEAN ) pada tanggal 18 Mei 2011, pukul 13.00 di ASEAN Secretary.
138
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kemlu RI, ASEAN Selayang Pandang.h.36
69
memultilateralisasi keamanan di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya.139 ARF
merupakan suatu mekanisme untuk membangun kepercayaan negara ASEAN
sendiri dan untuk memperluas sikap saling percaya dengan Negara-negara di luar
ASEAN, dengan negara-negara Indocina dan mitra-dialog negara-negara Asia
Pasifik yang potensial mempunyai ambisi hegemonial.
Anggota ARF saat ini berjumlah 27 anggota,140 yaitu Australia,
Bangladesh, Brunei Darussalam, Kambodia, Kanada, Cina, Democratic Peoples'
Republic of Korea, Uni Eropa, India, Indonesia, Jepang, Laos, Malaysia,
Myanmar, Mongolia, New Zealand, Pakistan, Papua New Guinea, Filipina,
Republic of Korea, Russian Federation, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Timor
Leste, Amerika Serikat, dan Vietnam. Akan tetapi, ARF terbatas pada langkahlangkah memberikan pernyataan atau mengambil sikap karena statusnya hanya
sebuah forum internasional.
Usaha pembentukan ARF berkembang menjadi hubungan kerjasama yang
baik antar negara kawasan dengan negara lain selain dalam keanggotaan ASEAN.
Jika di kaitkan dengan isu terorisme, ARF merupakan salah satu forum dialog
yang di miliki oleh ASEAN yang memfasilitasi kerjasama negara kawasan Asia
Tenggara untuk membahas masalah terorisme. ARF diharapkan lebih konsisten
dalam membentuk forum keamanan dan mengusahakan agar adanya ARF tidak
hanya di tujukan untuk kepentingan salah satu negara saja tetapi untuk
kepentingan masalah bersama.
139
C.P.F Luhulima, “Masa Depan ASEAN Regional Forum (ARF)”,dalam buku Bantarto
Bandoro (ed), Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik, Jakarta: Center for Strategic and
International Studies,1996.h.87
140
The ASEAN Regional Forum.
http://www.aseanregionalforum.org/AboutUs/tabid/57/Default.aspx. diakses pada 10
September 2010, pukul 17.12.
70
Terorisme merupakan ancaman serius terhadap stabilitas, perdamaian dan
keamanan di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya. Hal ini memiliki hubungan
dengan
kejahatan
terorganisir
transnasional,
seperti
pencucian
uang,
penyelundupan senjata, penyelundupan manusia, dan produksi dan perdagangan
obat-obatan terlarang.141 Terorisme juga terkait dengan gerakan ilegal bahan
mematikan nuklir, kimia, biologi, dan lainnya. Terorisme memiliki dimensi
ganda, manifestasi dan penyebab dan tidak menghormati batas-batas nasional, itu
merupakan fenomena yang kompleks yang membutuhkan pendekatan yang
komprehensif dan kerjasama internasional belum pernah terjadi sebelumnya.
Lebih dari sebelumnya, penting untuk memastikan keamanan aliran barang dan
orang, untuk membuat dan memperkuat perbatasan suara infrastruktur, dan untuk
mengkoordinasikan berbagi informasi dan penegakan hukum.
Pemberantasan terorisme disetujui dalam KTT ASEAN VII di Brunei
Drasussalam (5 November 2001) dalam bentuk ASEAN Declaration on Joint
Action to Counter Terrorism.142 KTT VII ini mengeluarkan Sembilan butir
rencana kerja mulai dari penguatan mekanisme nasional, peningkatan kerjasama
antara badan-badan penegak hukum sampai kepada peningkatan pertukaran
informasi/intelijen dan pembangunan kemampuan regional. Semua langkah untuk
memerangi terorisme dilakukan di bawah payung hukum PBB.
141
ASEAN Regional Forum (ARF) Statement on Cooperative Counter-Terrorist Action
on Border Security. http://www.aseansec.org/14835.htm. diakses pada 24 April 2011, pukul 2.47.
142
Luhulima, “Menuju Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN”.h.540-541
71
BAB IV
KERJASAMA ASEAN DALAM MENGHADAPI UPAYA
MENGHENTIKAN ALIRAN DANA OPERASIONAL
TERORISME
Bab ini akan membahas mengenai kerjasama ASEAN dalam menghadapi
upaya menghentikan aliran dana operasional terorisme. Pembahasan akan
diperinci dengan membahas reaksi pemerintahan di Asia Tenggara dan kerjasama
masing-masing negara anggota dalam memberantas terorisme dan kerjasama ARF
memberantas pendanaan terorisme.
A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme Internasional
Pasca-Tragedi 11 September 2001, masalah terorisme menjadi perhatian
penting bagi pemerintah dan masyarakat di Asia Tenggara karena setelah Tragedi
11 September sejumlah media internasional secara gencar memberitakan, bahwa
Filipina, Malaysia, dan Indonesia sudah masuk dalam jangkauan perluasan
terorisme internasional, khususnya kelompok Al-Qaeda. Pakar keamanan Asia
dari Australian National University, Alan Dupont menyatakan, bahwa Al-Qaeda
telah melakukan kerjasama dengan kelompok-kelompok agama di kawasan Asia
Tenggara (terutama kelompok muslim radikal) yang kemudian dijadikan agen
dalam merumuskan pemasokan dana untuk mewujudkan tujuan perluasan operasi
mereka.143
143
Chandrawati, “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi Perluasan
Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia Tenggara”,
h.64-65.
72
Dalam buku Inside Al-Qaeda karangan Rohan Gunaratna, Al-Qaeda
membentuk Rabitatul144 untuk memfasilitasi kelompok mujahidin di Asia
Tenggara kelompok mereka di Asia Selatan dan Timur Tengah.145 Dalam buku ini
juga dikatakan bahwa Al-Qaeda memasok dana ke Rabitatul Mujahidin yang
dibentuk pada tahun 1999. Alasan jaringan Al-Qaeda memperluas jaringannya
hingga ke kawasan Asia Tenggara, yaitu karena empat faktor.146 Pertama, latar
belakang historis berupa upaya rekrutmen para sukarelawan untuk membantu
Mujahidin di Afghanistan melawan invansi Uni Soviet pada dekade 1980-an.
Sejumlah pemuda muslim di kawasan Asia Tenggara terutama yang mayoritasnya
muslim seperti Indonesia dan Malaysia berangkat ke Afghanistan untuk
bergabung dan dididik di kamp militer yang didirikan oleh kelompok muslim
radikal pendukung perjuangan Mujahidin. Ke dua, meningkatnya jumlah
penduduk Asia Tenggara yang mengambil fokus kajian Islam di kawasan Timur
Tengah (Mesir, Iran, Saudi Arabia dan Pakistan).
Ke tiga, berkembangnya pusat-pusat pendidikan Islam seperti pesantren
dan madrasah. Melalui pendidikan Islam di pesantren dan madrasah, kelompok
Islam fundamentalis yang merasa termarjinalisasi oleh kebijakan pemerintah yang
dianggap sekuler, berupaya untuk menyosialisasikan kepentingan mereka. Ke
empat, kemudahan perpindahan penduduk di kawasan Asia Tenggara yang
memberikan peluang bagi perluasan jaringan gerakan teroris yang berbasis pada
perjuangan Islam tersebut. Perkembangan sistem perbankan modern juga
memungkinkan penyaluran dana secara lebih mudah dan tidak dapat terdeteksi
144
Sayap militer Jamaah Islamiyah yang berhubungan dekat dengan Al-Qaeda
Purwanto, Terrorisme Undercover, h.17.
146
Chandrawati, “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi Perluasan
Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia Tenggara”,
h.65-67.
145
73
secara jelas terutama dari mana sumber dana berasal, misalnya sistem hawala
yang dipakai di Timur Tengah, sistem tersebut memungkinkan pihak petransfer
dana untuk tidak memberitahukan secara terbuka identitas diri dengan hanya
memberikan komisi sebesar satu hingga dua persen dan biaya transfer lima belas
persen dari jumlah dana yang akan ditransfer kepada pihak bank.
Dengan adanya tudingan bahwa Al-Qaeda telah memperluas jaringannya
hingga ke kawasan Asia Tenggara, maka ASEAN telah menunjukkan
komitmennya untuk memerangi terorisme global, seperti tertuang dalam berbagai
penyataan, materi pembahasan dalam berbagai kegiatan ASEAN ataupun status
mereka dalam berbagai konvensi internasional.147 Beberapa negara-negara
ASEAN telah menjalin kerja sama dalam penanggulangan terorisme, dalam
bentuk kerja sama bilateral dan/atau trilateral di antara sesama anggota serta
kerjasama multilateral antara anggota ASEAN dengan pihak lain, misalnya
Amerika Serikat atau Australia.
Negara-negara ASEAN telah merumuskan kebijakan nasional untuk
menanggulangi terorisme,148 mulai dari pemberlakuan perundangan seperti UU
Anti-Teror milik Indonesia atau Internal Security Act yang diterapkan oleh
pemerintah Malaysia dan Singapura, membentuk lembaga-lembaga khusus yang
bertanggungjawab untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan anti-teror
ataupun peningkatan kapasitas aparat keamanan dan militer, serta kerjasama
dengan negara-negara maju seperti Amerika Serkat dan Australia. Sebagian besar
telah meratifikasi konvensi internasional yang terkait langsung maupun tidak
langsung dengan antiterorisme.
147
Kusnanto Anggoro, “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”.
ANALISIS CSIS Vol.36, No.1, h.42-43.
148
Ibid, h.43.
74
Pada KTT ASEAN VII di Brunei Darussalam pada 7 November 2001,
ASEAN mengeluarkan deklarasi yang menggarisbawahi pentingnya aksi bersama
memerangi terorisme serta kecaman terhadap serangan pada 11 September 2001
yang dianggap melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan. ASEAN juga secara tegas
menolak upaya yang mengaitkan terorisme dengan agama dan ras tertentu,
membentuk komitmen bersamaan untuk mengantisipasi dan melakukan aksi
perlindungan dari kegiatan terorisme atas dasar piagam PBB, hukum internasional
yang berlaku, serta resolusi PBB.149 Berdasarkan kesepakatan tersebut ASEAN
melakukan ratifikasi terhadap dua belas konvensi yang dikeluarkan PBB
sehubungan dengan masalah terorisme serta memasukkan isu terorisme sebagai
bagian penting dalam pembahasan transnational crime pada Pertemuan Tingkat
Menteri di Malaysia pada April 2002. Konvensi-konvensi internasional tersebut
digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
149
Chandrawati, “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi Perluasan
Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia Tenggara”, h.
68.
75
Laos
Malaysia
Myanmar
Singapura
Thailand
Vietnam









Konvensi Pengambilan Alih Pesawat
Terbang
Konvensi Penindasan Tindakan Melawan
Hukum Terhadap Keselamatan
Penerbangan Sipil
Konvensi Pencegahan dan Hukuman
Terhadap Tindak Pidana Terhadap
Orang-orang yang Dilindungi Secara
Internasional
Konvensi Internasional Memerangi
Pengambilan Sandera
Konvensi Penindasan Terhadap
Keselamatan Penerbangan Sipil
Konvensi Penindasan Terhadap Tindakan
Melawan Hukum Terhadap Keselamatan
Navigasi Maritim
Protokol Penindasan Terhadap Tindakan
Melawan Hukum Terhadap Keselamatan
Kebijakan yang Telah Ditetapkan yang
Terletak di Wilayah Kontinental
Pembuatan Peledak Plastik untuk Tujuan
Identifikasi
Konvensi Internasional Penindasan
Terhadap Pemboman Teroris
Konvens Internasonal Tentang
Pemberantasan Pendanaan Terorisme




























Indonesia

Perlindungan Bahan Nuklir
Filipina
Pelanggaran Komite Dewan Pesawat
Konvensi
Brunei
Kamboja
Table B. Konvensi Internasional Terkait dengan Anti-Terorisme

































Sumber: Kusnanto Anggoro. “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”.
ANALISIS CSIS Vol.36, No.1, 2007.
Sehubungan dengan kesepakatan ASEAN dalam meratifikasi 12 konvensi
tersebut diatas (Table B) ASEAN juga akan melakukan pertukaran informasi dan
membangun kapasitas database bersama untuk investigasi, deteksi, pantauan dan

76
pelaporan kegiatan-kegiatan yang berindikasi pada ancaman teroris.150 ASEAN
juga memperkuat kerjasama keamanan regional Asia Pasifik dengan memasukkan
masalah terorisme sebagai agenda penting dalam pertemuan ASEAN Regional
Forum dan Dialog ASEAN plus 3 (RRC, Jepang, dan Korsel) serta memperkuat
kerjasama dalam memerangi terorisme di berbagai tingkatan. ASEAN dan Cina
pada November 2002 mengeluarkan Deklarasi Bersama ASEAN dan China
tentang Kerjasama di Bidang Isu Keamanan Non-Tradisional di mana kontraterorisme telah dimasukkan sebagai salah satu prioritas untuk kerja sama ASEANCina.
Ada berbagai hambatan untuk melaksanakan komitmen-komitmen
tersebut. Pertemuan-pertemuan tersebut tidak menyelesaikan tantangan penguatan
kapasitas atau menghasilkan mekanisme untuk mengkoordinasi badan-badan
ASEAN seperti ASEAN Ministerial Meeting on Terrorism Crime/AMMTC dan
Senior Official Meeting on Transnational Crime/SOMTC.151 Kelemahan
koordinasi dan pandangan konservatif tentang kedaulatan merupakan salah satu
sebab kerjasama tidak dapat dilakukan secara efektif. Seperti pada Table. B tidak
semua anggota ASEAN telah menjadi pihak konvensi-konvensi sektoral yang
dapat digunakan untuk menanggulangi masalah terorisme. Beberapa negara
“kunci”152 belum menandatangani konvensi tertentu yang instrumental dan
relevan dengan geostrategi Asia Tenggara, misalnya konvensi tentang Safety of
Maritime Navigation Safety of Fixed Platform on Continental Shelf hanya
ditandatangani oleh empat negara, yaitu Brunei, Filipina, Myanmar dam Vietnam.
150
Ibid.
Anggoro, “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”, h.44-45.
152
Negara-negara penting yang berpotensi jaringan terorisme, yaitu Filipina, Thailand,
Malaysia, Indonesia, Singapura.
151
77
The Making of Plastic Explossive for the Purpose of Identification hanya
ditandatangani oleh Filipina dan Singapura.
Sedangkan Malaysia belum
menandatangani konvensi tentang Terrorist Financing (1999), dan Indonesia
belum menandatangani konvensi tentang Supression of Terrorist Bombing.
B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam Kontra-Terorisme
Kerjasama pemberantasan terorisme tidak cukup dilakukan dalam lingkup
ASEAN karena terorisme di Asia Tenggara yaitu JI maupun Al-Qaeda memiliki
jaringan yang terkait dengan terorisme di Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura. Oleh karena itu butuh adanya kerjasama antar negara seperti Filipina,
Indonesia, Malaysia, Singapura untuk memberantas terorisme. Supaya informasi
dapat di informasikan, kemudian pergerakan terorisme bisa dipotong dan dapat
dilakukan tindakan-tindakan pencegahan.153
Dalam konteks sistem internasional, keamanan adalah mengenai
kemampuan negara dan masyarakat untuk memelihara kemerdekaan identitasnya
dan fungsi integritasnya.154 Menurut Buzan, keamanan berkaitan dengan masalah
kelangsungan hidup (survival). Isu-isu yang mengancam kelangsungan hidup
suatu unit kolektif atau prinsip-prinsip yang dimiliki oleh unit-unit kolektif
tertentu akan dipandang sebagai ancaman yang eksistensial. Untuk itu diperlukan
tindakan untuk memprioritaskan isu tersebut agar ditangani sesegera mungkin dan
menggunakan sarana-sarana yang ada untuk menangani masalah tersebut.155
Dalam memahami konsep dan isu keamanan terdapat lima tingkat analisis yaitu
153
Wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito pada Direktorat Kerjasama Keamanan
dan Politik ASEAN. 23 November 2011 pukul 09.00.
154
Buzan, People, Satate and Fear: An Agenda for International Security Studies in the
Post Cold War Era, h.18.
155
Perwita, Pengantar Hubungan Internasional, h.122.
78
keamanan militer, keamanan politik, keamanan ekonomi, keamanan sosial dan
keamanan lingkungan.156
ASEAN memandang bahwa isu terorisme dalam segala bentuk
manifestasinya yang dilakukan dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun
merupakan sebuah ancaman yang mendalam bagi perdamaian dan keamanan
regional. Para pemimpin ASEAN sepakat untuk memerangi, mencegah, dan
menekan segala bentuk terorisme dalam kaitan dengan piagam PBB serta hukum
internasional lainnya. ASEAN bekerjasama memerangi terorisme di tingkat
regional dan menetapkan langkah-langkah gabungan untuk menghadapi terorisme
dengan memperhatikan kondisi wilayah serta masing-masing negara anggota
ASEAN. Dalam rangka untuk mencapai kebijakan dan strategi yang bertujuan
memerangi terorisme, ASEAN telah membentuk sebuah kerangka kerja regional
guna memerangi kejahatan transnasional serta mengadopsi rencana aksi ASEAN
yang memaparkan sebuah strategi regional yang kohesif untuk mencegah,
mengontrol dan menetralisasi kejahatan transnasional.157 Menurut K.J Holsti
pemerintah melakukan kerjasama dengan tujuan mengurangi beban biaya serta
meningkatkan efisiensi. Alasan dilakukan kerjasama karena adanya ancaman yang
sama atau kesamaan masalah serta mengurangi dampak negatif terhadap pihak
lain. Proses pencapaian kerjasama melalui empat tingkatan, yaitu; The Genesis of
Problems, Identifying Problems, Negotiating Solutions, dan Establishing
Problem.158 Proses kerjasama ASEAN berada pada tahap identifiying problems
dan negotiating solutions, yaitu menetapkan bahwa terorisme merupakan ancaman
156
Buzan, People, Satate and Fear: An Agenda for International Security Studies in the
Post Cold War Era, h.19.
157
Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru. 2002, h. 146.
158
Holsti, International Politics: A framework for Analysis, h. 362-364.
79
yang harus diwaspadai secara bersama dan oleh semua pihak dan menyatukan
pandangan untuk membuat perlawanan atau pemberantasan terhadap kejahatan
transnasional termasuk terorisme.
Kerjasama yang lebih konkret dilakukan ASEAN melalui kesepakatan
yang dilakukan secara bilateral atau trilateral. Misalnya, pengamanan tapal batas
juga tidak terlepas dari perhatian negara-negara anggota ASEAN. Beberapa
kesepakatan di bidang ini telah dicapai dengan tujuan untuk mempersempit ruang
gerak teroris.159 Indonesia dan Malaysia secara bilateral telah mencapai
kesepakatan untuk bekerjasama dalam penjagaan perbatasan kedua negara.
ASEAN menyadari bahwa kawasannya kini telah memasuki sebuah era baru,
yaitu menghadapi salah satu tantangan yang paling sulit yang pernah dihadapi
oleh ASEAN. Pertama, karena terorisme telah menghilangkan banyak korban sipil
dan harta bendanya. Ke dua adalah menjaga citra ASEAN sebagai kawasan yang
damai dan aman dengan keyakinan dunia bahwa Asia Tenggara bukanlah sarang
teroris. Kesepakatan lainnya adalah antara Malaysia dan Thailand yang
memperketat penjagaan perbatasan kedua negara terutama yang berada di sebelah
utara Thailand yang rawan dengan penyelundupan senjata. Pemerintah Malaysia
curiga bahwa persenjataan yang dimiliki oleh kelompok KMM Malaysia didapat
dari Thailand.
Bahkan lebih jauh lagi, Filipina, Malaysia dan Indonesia telah mencapai
kesepakatan dalam perang melawan terorisme, yaitu dengan mengizinkan masingmasing negara untuk mengejar para teroris yang menyebrangi perbatasan darat
dan laut negara-negara itu atas kejahatan yang dilakukan di wilayah negara
159
Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru. 2002, h.147-148.
80
masing-masing. Teroris yang melarikan diri ke salah satu dari ketiga negara itu
dapat ditahan ditempatnya melarikan diri agar ia tidak mengulangi lagi
perbuatannya.160
Persetujuan yang disebut Pertukaran Informasi dan Pembentukan Prosedur
Komunikasi (Agreement on Information Exchange and Establishment of
Communication Procedures) yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 2002 oleh
ketiga Negara tersebut dimaksudkan untuk menerapkan langkah-langkah yang
lebih keras dalam memerangi terorisme. Tujuan utamanya adalah untuk
meningkatkan pertukaran informasi di antara aparat militer dan hukum.
Persetujuan ini, meskipun hanya ditandatangani tiga negara ASEAN, tetapi
sebenarnya terbuka untuk semua negara anggota ASEAN. 161 Penandatanganan ini
merupakan wujud komitmen tiga negara dalam memerangi terorisme dan
kejahatan transnasional. Bersama negara-negara anggota ARF, ASEAN juga
mencapai kesepakatan untuk menempuh upaya tindakan berskala luas untuk
merusak jaringan dana teroris antara lain dengan membentuk unit intelejen
finansial di setiap negara untuk mengawasi sumber keuangan.
Salah satu Kesepakatan Pertukaran Informasi dan Pembentukan Prosedur
Komunikasi (Agreement on Information Exchange and Establishment of
Communication Procedures) ialah menegaskan komitmen negara pendatang
dalam mencegah penggunaan wilayah negara masing-masing oleh siapapun untuk
kegiatan terorisme, termasuk pengejaran teroris hingga lintas batas, pencucian
uang, penyelundupan, pembajakan di laut dan di pesawat udara, pengerahan sub
elemen subversi, penyelundupan manusia dan obat-obatan terlarang, pelanggaran
160
161
Ibid, h. 148.
Ibid, h. 149-151.
81
keimigrasian, pencarian sumber daya laut, polisi laut, dan penyelundupan
senjata.162
Kerjasama yang sudah dijalin antara kepolisian Indonesia dan Filipina
adalah dalam melawan kejahatan transnasional yang membawa masalah bagi
kedua negara seperti penangkapan ikan secara ilegal, perdagangan, perdagangan
obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, dan salah satu yang penting adalah
dalam memerangi terorisme.163 Kerja sama menghadapi terorisme penting karena
kedua negara adalah negara yang menghadapi ancaman terorisme kongkret. Oleh
karena itu Indonesia dan Filipina di samping menjalankan usaha nasional masing
masing juga bekerja sama dalam memberantas terorisme. Sudah menjadi
pengetahuan umum bahwa ada jaringan terorisme baik tingkat regional maupun
global.
Sehingga,
untuk
mengatasinya
tidak
hanya
diperlukan
upaya
penanggulangan maupun pemberantasan secara nasional tetapi juga dalam lingkup
dengan mengembangkan kerja sama antarnegara. Dalam kaitan inilah dijalankan
kerja sama tukar menukar intelijen, berbagi pengalaman, pendidikan, latihan dan
sebagainya. Terorisme itu memiliki jaringan nasional, regional, dan global. Di
Asia Tenggara, para teroris memiliki mobilitas tinggi. Di Indonesia bukan hanya
warga negara Indonesia yang terlibat dalam terorisme bahkan dua aktor utama
dari Malaysia. Begitu juga di Filipina ada warga negara Indonesia. Ada dua solusi
dalam menghadapi jaringan terorisme, yakni pertama, harus betul-betul efektif
menjalin kerja sama regional maupun bilateral, termasuk dalam hal information
162
Faustinus Andrea, “Isu Terorisme dan Hubungan ASEAN Jepang”, Analisis CSIS,
Tahun XXXI/2002, No.2. h.275.
163
RI-Filipina
Kerja
Sama
Atasi
Terorisme.
http://internasional.kompas.com/read/2011/03/08/15273037/RIFilipina.Kerja.Sama.Atasi.Terorism
e. Diakses pada 22 Maret 2011, pukul 11.00.
82
gathering dan intelijen. Ke dua tidak boleh ada save haven atau tempat berlindung
yang aman bagi teroris, koruptor, dan yang terlibat dalam kejahatan transnasional.
C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme
Peristiwa 11 September mendorong Forum Regional ASEAN (ARF) yang
merupakan
forum
membahas
keamanan
di
kawasan
ASEAN,
untuk
mendiskusikan masalah terorisme secara lebih intensif dan kompprehensif,
mengingat dampaknya yang sangat destruktif. Dalam Pertemuan Tingkat Menteri
ARF ke-9 di Bandar Seri Begawan tanggal 31 Juli 2002, isu terorisme kembali
dibahas. Para peserta sidang mendukung pernyataan ketua tentang upaya
mencegah finansial terorisme, berisi kesepakatan untuk mencegah pemanfaatan
sistem keuangan masing-masing Negara untuk kegiatan terorisme. Pertemuan juga
menyepakati untuk membentuk suatu kelompok kerja (Inter-Sessional Meeting on
Counter Terrorism and Transnational Crime) untuk mengembangkan kerjasama
ARF dalam memerangi terorisme.
Pentingnya perang melawan pendanaan teroris telah tumbuh seiring
dengan maraknya aksi-aksi terorisme di seluruh dunia. Pendanaan teroris adalah
penyediaan dukungan keuangan untuk terorisme baik bagi yang mendukung,
merencanakan atau melakukan terorisme. Pendanaan terorisme umumnya
bergantung pada sumber pendanaan yang sah, yang dikumpulkan melalui
organisasi yang sah atau organisasi nirlaba. Dana-dana ini antara lain berasal dari
iuran keanggotaan, sumbangan, dan acara kebudayaan dan sosial, yang kemudian
83
disalurkan ke organisasi teroris.164 Apa yang dimaksud dengan terorisme itu
sendiri sampai saat ini belum berhasil disepakati. Karena kesulitan yang
berkepanjangan/kegagalan untuk merumuskan definisi terorisme dalam berbagai
konferensi diplomatik internasional, maka telah ditempuh cara untuk mengatur
terlebih dahulu aspek-aspek tertentu dari terorisme dalam berbagai perjanjian
internasional
secara
sektoral
seperti
masalah
pendanaan
terorisme
ini.“International Convention for the Suppression of the Financing Terrorism,
1999” atau Konvensi Internasional mengenai Pemberantasan terhadap Pendanaan
Terorisme (selanjutnya disebut Konvensi SFT) pada mulanya hanya diratifikasi
oleh beberapa negara saja. Namun setelah peristiwa tanggal 11 September 2001,
semua negara anggota PBB dihimbau untuk meratifikasi konvensi tersebut
(sebagaimana tertuang dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1372
(2001).165 Dampak terorisme yang meluas membuat negara-negara kawasan di
Asia Tenggara merasa sangat berkepentingan untuk turut aktif dalam penyelesaian
masalah bersama ini. Forum-forum pembahasan dan kerjasama pemberantasan
terorisme pun bermunculan di kawasan Asia Tenggara seperti AMMTC (ASEAN
Ministerial Meeting on Transnational Crime), yaitu forum pertemuan di bawah
ASEAN untuk membicarakan masalah kejahatan lintas negara, ARF (ASEAN
Regional Forum) yaitu forum kerjasama ASEAN dalam mengatasi maslah
keamanan kawasan, ARF ini juga terbentuk dengan kesertaan negara-negara di
luar keanggotaan ASEAN seperti Amerika Serikat, Rusia, Cina, Jepang.
164
"Money Laundering" dan Dana Teroris. http://www.interpol.go.id/id/kejahatantransnasional/pencucian-uang/96-qmoney-launderingq-dan-dana-teroris. Diakses pada 5 April
2011, pukul 09.20.
165
Purwanto, Membongkar Dana Teroris, h.110-111.
84
Selain pembentukan forum-forum kerjasama, ASEAN juga melaksanakan
beberapa pertemuan tingkat tinggi yang khusus membahas mengenai masalah
terorisme. Sejak awal pertemuannya ASEAN dalam masalah kejahatan lintas
negara yang diadakan di Manila 18-20 Desember 1997, telah menghasilkan The
first Conference on Terrorism yang berupaya untuk meningkatkan kerjasama
dalam menghadapi segala bentuk terorisme. Pertemuan lainnya adalah melalui
KTT VII ASEAN di Bandar Seri Begawan pada 5 November 2001, para
pemimpin ASEAN tergabung dalam Joint Action to Counter Terrorism yang
mengutuk serangan teroris di AS pada tanggal 11 September 2001. Dalam
kesempatan tersebut para anggota konferensi juga menolak segala upaya untuk
mengaitkan kejadian terorisme dengan agama atau ras manapun. ASEAN juga
sepakat untuk menghadapi, menghindari, dan menindas semua bentuk terorisme
sesuai dengan Piagam PBB. KTT VII ASEAN tersebut juga menghasilkan
sembilan butir rencana kerja yang secara umum berisi tentang penguatan
mekanisme nasional, peningkatan kerja sama antara badan-badan penegak hukum,
meningkatkan pertukaran informasi dan pembangunan kemampuan regional, yang
keseluruhannya untuk memerangi terorisme namun tetap berada pada payung
PBB. ASEAN juga membentuk deklarasi bersama Amerika Serikat untuk bersama
memerangi terorisme internasional yang dilakukan pada 1 Agustus 2002 di Brunei
Darussalam. Dengan membangun kerangka kerjasama to prevent, to distrupt, and
combat terorisme internasional melalui pertukaran informasi,dan memperbaiki
intelijen dan penyebaran informasi tentang pembiayaan terorisme, meningkatkan
usaha pembangunan kemampuan melalui pelatihan dan pendidikan, konsultasi
85
antar pejabat, analisis dan operator lapangan yang sesuai dengan Resolusi Dewan
Keamanan PBB.166
Pemerintah melakukan kerjasama dengan tujuan mengurangi beban biaya
serta meningkatkan efisiensi. Alasan dilakukan kerjasama karena adanya ancaman
yang sama atau kesamaan masalah (common threats or problems) serta
mengurangi dampak negatif terhadap pihak lain.167 Dalam rangka penanggulangan
terorisme internasional di kawasan ASEAN, negara anggota ASEAN sudah
seharusnya melakukan kerjasama dalam pencegahan dan penanggulangan
terorisme internasional. Dalam upaya menjaga kestabilan keamanan kawasan
dalam hal ini ancaman terorisme, maka ASEAN telah melakukan berbagai
perjanjian multilateral yang pernah disetujui dan di tandatangani oleh Negaranegara anggota ASEAN antara lain sebagai berikut:
Tabel C. Kerjasama ASEAN dalam Memberantas Terorisme
No
Tanggal
5 November
1
2001
4 Oktober 2001
2
4
24-26 Maret
2002
17-19 April 2002
5
7 Mei 2002
6
20-21 Mei 2002
3
166
Tempat
Brunei
Darussalam
Bandar Seri
Begawan, Brunei
Darussalam
Honohulu
Bangkok,
Thailand
Kuala Lumpur
Forum
ASEAN tentang Aksi Bersama untuk melawan
terorisme
Pernyataan ketua ARF atas tindakan teroris 11
September 2001
Lokakarya ARF dalam memberantas pembiayaan
terorisme
Lokakarya ARF pada pencegahan terorisme
Indonesia, Malaysia, Filipina menandatangani
perjanjian pertukaran informasi dan pembentukan
prosedur komunikasi untuk melawan terorisme dan
kejahatan transnasional lainnya
Para pemimpin mengeluarkan deklarasi ASEAN
tentang bekerjasama untuk kontra-terorisme dan
menginstruksikan menteri untuk mengadopsi
langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan
deklarasi telah ditindaklanjuti oleh menteri yang
bertanggung jawab atas kejahatan transnasional
pada pertemuan tingkat menteri khusus ASEAN
Ibid.
KJ.Holsti, International Politics: A framework for Analysis, Seventh edition, h.361.
167
86
7
30 Juli 2002
8
1 Agustus 2002
9
16 Oktober 2002
10
3 November
2002
17-18 Desember
2002
Januari 2003
11
12
Bandar Seri
Begawan, Brunei
Darussalam
Bandar Seri
Begawan, Brunei
Darussalam
Phnom Penh,
Kamboja
Phnom Penh
Bali
21-22 Januari
2003
27-28 Januari
2003
Singapura
15
3-5 Juni 2003
Darwin, Australia
16
17 Juni 2003
17
5 February 2004
Bali, Indonesia
18
30-31 Maret
2004
Manila
19
2 Juli 2004
Jakarta
20
Juli 2004
21
28 July 2006
22
2-4 Mei 2007
23
16-19 Oktober
2007
21-22 Februari
2007
13
14
24
Brussel-Belgia
Kuala Lumpur,
Malaysia
Singapura
Busan, Korea
Semarang,
Indonesia
terorisme
Pernyataan ARF pada tindakan terhadap
pembiayaan teroris
ASEAN-Amerika Serikat Bersama untuk
Kerjasama Memerangi Terorisme Internasional
Pernyataan ketua Forum Regional ASEAN (ARF)
pada serangan teroris tragis pemboman di Bali
Deklarasi Terorisme oleh KTT ASEAN ke-8
Kerjasama Memerangi pencucian uang dan
pendanaan terorisme
ASEAN-Uni Eropa Ministerial Meeting (AEMM)
ke-14 (deklarasi untuk memerangi terorisme
internasional)
Lokakarya pembiayaan terorisme
Rapat Menteri ASEAN dan EU ke-14 pada
Deklarasi bersama tentang kerjasama dalam
memerangi terorisme dan laporan wakil ketua
Lokakarya Forum Regional ASEAN pada
pengelolaan konsekuensi dari serangan teroris besar
Pernyataan ASEAN Regional Forum dalam
kerjasama kontra-teroris tindakan pada keamanan
perbatasan.
Pertemuan Menteri Regional Bali dalam Kotraterorisme
Co’Chairs Summary report of Second ASEAN
Regional Forum Intersessional Meeting on CounterTerrorism and Transnational Crime
Pernyataan tentang keamanan transportasi
memperkuat melawan terorisme
AMM dan PMC ke-37 (ASEAN-Rusia, ASEANAustralia) deklarasi tentang kerjasama dalam
memerangi terorisme internasional
Kerjasama ARF dalam Memerangi Penyalahgunaan
Serangan Cyber dan Teroris Cyber Space
Laporan wakil ketua pada pertemuan ARF ke lima
tentang kontra terorisme dan kejahatan
transnasional
Ringkasan seminar ARF keempat dalam cyber
terorisme
Laporan ringkasan pertemuan keenam ARF dalam
rapat kontra terorisme dan kejahatan transnasional
Sumber: diolah dari berbagai sumber, yaitu: ASEAN Secretariat. ARF Documents Series 19942002, 1994-2004, 2006-2009, Jakarta: ASEAN Secretariat dan Emmers and Sebastian, “ Terrorism
and Transnational Crime “ dalam Weatherbee, International Relations in Southeast Asia. (dlm
buku : Dr.Bambang Cipto, MA. Hubungan Internasional di Asia Tenggara : Teropong terhadap
Dinamika, Realitas, dan Masa Depan. H. 240)
87
Sejak serangan insiden The World Trade Center, fokus kerjasama ASEAN
di bidang kejahatan transnasional mulai membahas segala sesuatu yang langsung
maupun tidak, terkait terorisme. Konferensi puncak ASEAN ke-7 di Bandar Sri
Begawan pada 2001 menghasilkan ASEAN Declaration on Joint Action to
Counter Terrorism. Sementara, The Special ASEAN Ministerial Meeting on
Terrorism yang diselenggarakan di Kuala Lumpur pada Mei 2002 meluncurkan
program kerja untuk melaksanakan rencana ASEAN (Plan of Action) untuk
memerangi kejahatan transnasional. Program kerja tersebut, termasuk yang
berkaitan dengan terorisme, meliputi; tukar menukar informasi, harmonisasi
undang-undang, pertukaran intelijen, koordinasi penegak hukum, pelatihan dan
pengembangan persetujuan bilateral maupun multilateral, yang diharapkan dapat
memfasilitasi penangkapan, penghukuman dan ekstradisi.168 Pertukaran informasi
tersebut lebih kepada pertukaran informasi pergerakan kelompok teroris,
organsasi teroris, modus operandi teroris, mengenai pelatihan banyak yang
dilakukan, misalnya seperti di Singapura menangani bagaimana mengontrol
persebaran bahan-bahan peledak.169
Menyadari arti penting pendanaan bagi kelompok teroris, maka ARF
mengeluarkan ARF Statement on Measures Against Terrorist Financing pada 30
Juli 2002 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam untuk menghambat segala
aktifitas terorisme.170
Langkah-langkah tersebut merupakan respon terhadap
adanya kecurigaan bahwa para teroris mendapatkan dana operasinya dari luar
negeri. Kesepakatan ini merupakan hasil pertemuan senior official ARF yang
168
Anggoro, “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”, h.44.
Wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito pada Direktorat Kerjasama Keamanan
dan Politik ASEAN. 23 November 2011 pukul 09.00.
170
ASEAN Secretariat, ARF Documents Series 1994-2002, h. 321.
169
88
bertema ARF Workshop on Financial Measures Against Terorism yang digelar di
Honohulu pada 24-26 Maret 2002.
Pernyataan mengenai ARF Statement on Measures Against Terrorist
Financing pada 30 Juli 2002 menghasilkan antara lain171:
A. Freezing Terrorist Assets

Implementasi Resolusi Dewan Keamanan PBB 1373 untuk menghentikan
pendaaan teroris. (Each ARF participant will implement the relevant UN
Security Council Resolutions, particulary UNSCR 1373, to stop the
financing of terrorism).

Berkaitan dengan implementasi Resolusi tersebut, masing-masing peserta
ARF dengan yuridiksi yang dimilikinya akan membekukan aset serta
menutup akses terhadap sistem finansial internasional (In accordance with
UNSCR 1373, each ARF participant will, within its jurisdiction, freeze
without delay the assets of terrorism and their associates and close their
access to the international financial system).

Masing-masing peserta ARF akan mempublikasikan daftar teroris yang
asetnya dapat dibekukan beserta jumlah aset yang dimaksud. (Each ARF
participant will, consistent with its laws, make public the lists of terrorists
whose assets are subject to freezing and the amount of assets frozen, if
any).
B. Implementation of International Standards

Setiap peserta ARF akan bertujuan untuk menyetujui, menerima,
meratifikasi atau menyetujui dan menerapkan Konvensi PBB untuk
171
Ibid, h. 322-323.
89
Pemberantasan Pendanaan Terorisme sesegera mungkin. (Each ARF
participant will aim to approve, accept, ratify or accede to implement the
UN Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism as soon
as possible).

Setiap peserta ARF akan bertujuan untuk menyetujui, menerima,
meratifikasi atau menyetujui dan melaksanakan untuk Konvensi PBB
terhadap Kejahatan Transnasional Terorganisir. (Each ARF participant
will aim to approve, accept, ratify or accede to implement the UN
Convention Against Transnational Organized Crime).

Peserta ARF akan bekerjasama dengan IMF, Bank Dunia, FATF, FSF dan
Basle Committee of Banking Supervisors (BCBS) dan badan internasional
dan regional yang relevan untuk diterapkan dalam mendorong penerimaan,
implementasi dan pengkajian standar internasional dalam penanganan
penyalahgunaan sistem financial oleh kelompok teroris, peraturan
pendanaan dan pencucian uang. (We will work co-operatively and in
collaboration with the International Monetary Fund (IMF) and World
Bank, FATF and FATF-style bodies, FSF, Basle Committee of Banking
Supervisors (BCBS) and other relevant international and regional bodies
to promote the adoption, implementation and assessment of international
standards or recommendations to combat the abuse of the financial
system, including in respect of terrorist financing, financial regulation and
money laundering).
90
C. International Cooperation: Exchange of Information and Outreach
(kerjasama internasional dalam pertukaran informasi yang berkaitan
dengan finansial kelompok teroris)

Peserta ARF akan meningkatkan kerjasama dalam hal pertukaran
informasi termasuk implementasi domestic dari resolusi PBB. Peserta
ARF segera akan menerapkan tindakan
yang diperlukan untuk
memfasilitasi pertukaran ini. (We will enhance our cooperation on the
international exchange of information, including regarding actions taken
under UN resolutions. ARF participants will promptly implement such
measures as are necessary to facilitate this exchange).

Setiap peserta ARF harus mendirikan segera, atau mempertahankan,
sebuah Unit Keuangan Intelijen atau akan mengambil langkah-langkah
untuk meningkatkan berbagi informasi di antara mereka, termasuk melalui
mempromosikan peningkatan partisipasi dalam kelompok unit tersebut.
(Each ARF participant should establish promptly or maintain, a Financial
Intelligence Unit or its equivalent and will take steps to enhance
information sharing among them, including through promoting increased
participation in groups of such units).

Sebuah unsur penting dari upaya ini adalah pekerjaan dari badan-badan
regional anti pencucian uang. Dengan demikian, para peserta ARF
memanggil pada badan-badan regional untuk bertemu segera dan untuk
memperluas mandat mereka untuk memasukkan pendanaan teroris. (An
important element of this effort is the work of the regional FATF-Style
anti-money laundering bodies accordingly, the ARF participant call on
91
these regional bodies to meet promptly and to expand their mandates to
include terrorist financing).
Pernyataan mengenai pembiayaan terorisme secara tidak langsung
memberikan gambaran sejauh mana ARF telah melangkah sebagai mekanisme
multilateral kawasan. Para peserta ARF juga membentuk suatu unit intelijen
finansial (Financial Intelligence Unit/FIU) yang memiliki tugas menganalisa serta
memonitor alur finansial yang diduga dimiliki oleh kelompok teroris. FIU
memudahkan ARF untuk menghambat akses finansial.
Menurut penulis kerjasama ASEAN-ARF telah berjalan efektif dalam
penanggulangan terorisme termasuk menghentikan aliran dana operasional
terorisme, hal ini senada dengan pernyataan AKP Terima Sembiring, SH.
(Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI) bahwa kerjasama ASEAN sudah
berjalan dengan baik dan telah bekerja secara efektif melalui capacity building,
tukar-menukar informasi, penyerahan tersangka melalui handling over, police to
police, tidak menggunakan perjanjian ekstradisi sebab waktunya cukup
panjang.172 Kerjasama dalam kerangka ARF sifatnya lebih pada mendorong
komitmen politik negara-negara di kawasan untuk meningkatkan kerjasama
pemberantasan terorisme di kawasan. Implementasi konkretnya ada pada aparat
penegak hukum, baik dalam bentuk kerjasama antara penegak hukum di negaranegara ASEAN maupun upaya di tingkat nasional.173
172
Wawancara dengan Bpk. AKP Terima Sembiring, SH. (Kaurkermin DAGRI Densus
88 AT POLRI) pada 5 Desember 2011, pukul 15.00.
173
Wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito pada Direktorat Kerjasama Keamanan
dan Politik ASEAN. 23 November 2011 pukul 09.00.
92
BAB V
PENUTUP
Skripsi ini telah membahas mengenai bagaimana kerjasama ASEAN
dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia
Tenggara. Dari beberapa pemaparan bab-bab sebelumnya penulis dapat
menyimpulkan beberapa poin, yaitu:
Pertama, Dalam memberantas kejahatan terorisme, ASEAN memberikan
perhatian secara khusus mengenai bagaimana mencari cara untuk memberantas
organisasi terorisme, memberantas dukungan infrastruktur yang menunjang
terorisme seperti pendanaan terorisme, dan diajukan ke pengadilan bagi pelaku
kegiatan terorisme. para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk mengembangkan
program dalam rangka peningkatan kemampuan negara anggota ASEAN untuk
melakukan investigasi, deteksi, monitoring, dan pelaporan kegiatan terorisme,
membahas dan menggali ide-ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan
peran ASEAN dan keikutsertaan ASEAN bersama masyarakat internasional
termasuk dengan mitra diluar kawasan ASEAN seperti ASEAN+3 (China,
Jepang, dan Republik Korea), dan dengan negara-negara mitra wicara lainnya
(Amaerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru, Rusia, dan India) serta
ASEAN Regional Forum (ARF), agar perang terhadap terorisme benar-benar
merupakan kerjasama pada tingkat bilateral secara komprehensif dan bahwa pada
tingkat internasional, PBB mempunyai tugas utama dam hal pemberantasan
terorisme.
Kerjasama keamanan dan kerjasama internasional sangat penting karena
terorisme internasional di beberapa negara Asia Tenggara merupakan ancaman
93
keamanan bagi seluruh negara di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu diadakan
kerjasama untuk memberantas terorisme tersebut untuk menciptakan stabilitas
keamanan nasional juga regional ASEAN.
Kedua, kerjasama pemberantasan terorisme dilakukan dengan membentuk
ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) yang mulai berlaku aktif 28
Mei 2011 setelah di ratifikasi, ACCT semacam payung hukum untuk
memberantas terorisme di Asia Tenggara, mencakup berbagai program-program
kerjasama termasuk bagaimana menghentikan pembiayaan terorisme. Selain itu
dilakukan kerjasama antar anggota ARF, kerjasama antar anggota ARF karena
ARF merupakan salah satu forum dialog yang di miliki oleh ASEAN yang
memfasilitasi kerjasama negara kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya untuk
membahas masalah terorisme. Bersama negara-negara anggota ARF, ASEAN
juga mencapai kesepakatan untuk menempuh upaya tindakan berskala luas untuk
merusak jaringan dana teroris antara lain dengan membentuk unit intelijen
finansial di setiap negara untuk mengawasi sumber keuangan.
Ketiga, Kerjasama-kerjasama tersebut dilakukan untuk tukar menukar
informasi intelijen, koordinasi penegak hukum, pertukaran informasi pergerakan
kelompok teroris, modus operandi teroris, penyidikan rekening teroris di negara
yang diduga teroris tersebut menyembunyikan uangnya maupun melakukan
pencucian uang, membekukan aset teroris, training/pelatihan menangani
bagaimana mengontrol persebaran bahan-bahan peledak, seperti pelatihan yang
dilakukan di Singapura.
Menurut penulis kerjasama-kerjasama ASEAN tersebut belum efektif,
karena ASEAN sendiri masih mempunyai kelemahan-kelemahan dalam proses
94
pengambilan keputusan sehingga belum mampu mengatasi perbedaan pendapat
yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang diperlukan untuk
memerangi terorisme, dan tantangan terbesar yang akan dihadapi ASEAN adalah
mengatasi nilai-nilai historis yang selama ini telah tertanam, yaitu ketetapan
mereka untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing negara.
Selain itu, kerjasama dalam konvensi hanya sebagai salah satu instrumen hukum
memberantas terorisme. Menurut penulis menurun atau meningkatnya terorisme
di satu negara ada berbagai faktornya, tergantung upaya-upaya nasional,
kepolisian, aparat penegak hukum di negara bersangkutan dalam memberantas
terorisme, tetapi dengan ada atau tidaknya konvensi bukan berarti tidak menjadi
penting karena konvensi sebagai satu payung hukum di tingkat kawasan yang
mempunyai keuntungan, yaitu pertama, untuk memperkuat komitmen politik, ke
dua, mendorong aksi-aksi nasional untuk mendukung memberantas terorisme.
Meski pun terorisme belum hilang, namun terorisme bisa diredam dengan adanya
kerjasama internasional dan konvensi-konvensi teresebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abuza, Zachary, 2003, Militant Islam in Southeast Asia, London: Lynne Rienner Publisher:
ASEAN Secretariat, 2002, ARF Documents Series 1994-2002, Jakarta: ASEAN Secretary.
________________, 2004, ARF Documents Series 1994-2004, Jakarta: ASEAN Secretary.
________________, 2009, ARF Documents Series 2006-2009, Jakarta: ASEAN Secretary.
Bandoro (ed), Bantarto, 1996, Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik, Jakarta: Center
for Strategic and International Studies.
Buzan, Barry, 1991, People, Satate and Fear: An Agenda for International Security Studies in
the Post Cold War Era. London : Harvester Wheatsharf.
Cipto, Bambang, 2007, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Creswell, John, 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, California:
Sage Publication.
Djelantik, Sukawarsini, 2010, Terorisme: Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan dan
Keamanan Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, 2003, “Kerjasama ASEAN dalam Upaya Nasional
Menuju peran ASEAN untuk memerangi Terorisme melalui Pemberantasan Pencucian
Uang dan Penyelundupan Senjata”.Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu.
Direktorat Kerjasama ASEAN, 2007, ASEAN Selayang Pandang 2007. Jakarta: Departemen
Luar Negeri Republik Indonesia.
Giraldo, Jeanne K. and Harold A.Trinkunas, 2007, Terrorism Financing and States Responses,
California: Standford University Press.
Golose, Petrus Reinhard, 2009, Deradikalisasi Terorisme: Humanis, Soul Approach dan
Meyentuh Akar Rumput,. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
Harrison, Lissa, 2007, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana.
Hendropriyono,A.M, 2009, Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi dan Islam, Jakarta:
PT.Kompas Media Nusantara.
Hermawan, Yulius P, 2007, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Holsti, KJ, 1995, International Politics: A framework for Analysis. New Jersey: Prentice Hall,
Seventh edition.
Jemadu, Aleksisu, 2008, Politik Global dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Garaha Ilmu.
Luhulima, C.P.F. dkk, 2008, Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moch. Yani, Yayan, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Nainggolan, Poltak Partogi (Ed), 2002, Terorisme dan Tata Dunia Baru. Jakarta: Sekjen DPR
RI.
Purwanto, Wawan, 2007, Terrorisme Undercover, Jakarta: Cipta Bina Mandiri.
, 2010, Membongkar Dana Teroris, Jakarta: Cipta Bina Mandiri.
Rabasa, Angel M, 2003, Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radical, and Terrorists.
New York: Oxford University Press Inc.
Remi Sjahdeni, Sutan, 2007. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti.
Singh, Daljit, 2009. Terrorism in South and Southeast Asia in the Comim Decade. Singapore :
Institute of Southeast Asian Studies in association with Macmillan.
Samego, Indria, 2001, System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem,
Jakarta: Habibie Center.
Sjahdeni,Sutan Remi, 2007, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti.
Sungkar, Yasmin (ed), 2008, Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN, Jakarta: LIPI
Yunanto, S, 2003, Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, Jakarta: Friedrich
Ebert Stiftung.
Jurnal
Andrea, Faustinus, “Isu Terorisme dan Hubungan ASEAN Jepang”, Analisis CSIS, Tahun
XXXI/2002, No.2.
Anggoro, Kusnanto, “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”. ANALISIS
CSIS Vol.36, No.1
Chandrawati, Nurani, “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi Perluasan
Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia
Tenggara”. Jurnal Politik Internasional Global. Departemen Hubungan Internasional
FISIP UI. Vol.5 No.2 Mei 2003
Diniastuti, Yulia. “Masa Depan Kerjasama Keamanan ASEAN: Tantangan bagi Pengembangan
ASEAN Regional Forum”.Analisis CSIS no.5, 1996
Djelantik, Sukawarsini, “Terorisme dan Kerjasama Internasional”. Jurnal Ilmiah Hubungan
Internasional. Parahyangan Center for International Studies, Bandung. Vol.3. No. 7.
Januari 2007
Luhulima,C.P.F. “Pemberantasan Teorisme dan Kejahatan Transnasional dalam Pembangunan
Keamanan Asia Tenggara”, Analisis CSIS, no.1, 2003.
Luhilima, C.P.F “Menuju Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN”, Analisis CSIS, Vol.33,
No.2 Tahun 2004.
Nainggolan, Poltak Partogi, “Terorisme dan Perspektif Keamanan Pasca Perang Dingin”.
ANALISIS CSIS xxxi/2002, No.1.
Taufiqurrohman, Muh, “Peta Kelompok Teroris Indonesia”. Jurnal Hubungan Internasional
Vol.6 No.1 Maret 2010.
Multimedia
S. Pushpanathan (Asisten Direktur, Sekretariat ASEAN), Upaya ASEAN Untuk
Memerangi Terorisme, http://www.asean.org/15060.htm. Diakses pada 15 Oktober 2011, Pukul.
06.29.
Kerjasama
Politik
Keamanan
ASEAN.
www.kemlu.go.id/.../Kerjasama%20Politik%20Keamanan%20ASEA.. Diakses pada 12 oktober
2011, pukul 10.08.
www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/37/183.bpkp, diakses pada 15 Maret 2011. Pukul, 14.30.
International Convention For The Suppression of The Financing of Terrorism.
http://www.un.org/law/cod/finterr.htm. Diakses pada tanggal 27 September 2009, Pukul
20.38
Indonesia,
ASEAN
dan
Isu
Terorisme
Internasional.
Dalam
situs
http://www.balipost.com/balipostcetaK/2002/12/30/o2.htm. Diakses pada 17 Juli 2010,
pukul 13.51.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian
Uang
dan
Pencegahan
Pendanaan
Terorisme
Bagi
Bank
Umum,
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=37614cd638a3b268d2de3795
ec1a292b&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5, Diakses pada 5 Desember 2010
pukul.20.30.
Funding Terrorism in Southeast Asia: The Financial Network of Al Qaeda and Jemaah Islamiya.
http://www.nbr.org/publications/element.aspx?id=252, Diakses pada 20 Oktober 2010,
pukul.18.00.
Terrorism in Southeast Asia. http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm. Diakses
pada 27 April 2010, pukul 23.25.
Dana “halal” untuk aksi terlarang.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id.html.
diakses pada 29 September 2009, pukul. 20.45.
Indonesia
dan
Terorisme
Internasional,
http://interpol.go.id/id/kejahatantransnasional/terrorisme/71-indonesia-dan-terorisme-internasional. Diakses pada 2
Agustus 2010, pukul 23:44.
Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah,
http://interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-di-indonesia-danusaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah. Diakses pada 2 Agustus 2010,
pukul 23:44.
Perubahan
Pola
Serangan
dan
Aliran
Dana
Teroris”
http://hankam.kompasiana.com/2010/06/27/perubahan-pola-dan-aliran-dana-teroris/,
Diakses pada 10 Agustus 2010 pukul, 11:35.
Terorisme
Disokong
Dana
Al-Qaeda,
http://www.cmm.or.id/cmmind_more.php?id=A5556_0_3_0_M. Diakses pada 29 September 2011, pukul 22.30.
Al-Qaeda in Southeast Asia: Evidence and Response, situs Center fo Defense Informations,
http://www.cdi.org/terrorism/sea.cfm. Diakses pada 29 September, pukul 24.00.
Malaysia's Internal Security Act and Suppression of Political Dissent, situs human right watch,
www.hrw.org/backgrounder/asia/malaysia-bck-0513.htm. Diakses pada 24 Maret 2011,
pukul 18.00.
Profil Jamaah Islamiyah.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/09/100922_jamaahislamiyah.shtml.diaks
es pada 18 Januari 2010, pukul 17:00.
Mengintip
Struktur
Jaringan
Teroris
Jamaah
Islamiah.
http://www.tribunnews.com/2010/09/24/mengintip-struktur-jaringan-teroris-jamaahislamiah. .Diakses pada 27 September 2010, Pukul 01.40.
ASEAN Selayang Pandang.
www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20Selayang%20Pandang.doc. Diakses pada 10 Oktober
2011, pukul 22.30.
Komunitas Keamanan ASEAN dan Terorisme. http://www.tempointeraktif.com/. Diakses pada
17 Oktober 2011, pukul 22.30.
Kerjasama Politik Keamanan ASEAN.
www.kemlu.go.id/.../Kerjasama%20Politik%20Keamanan%20ASEAN. Diakses pada 12
Oktober 2011, pukul 20.30.
Ratifikasi Konvensi ASEAN, http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=299019. Diakses
pada 13 Maret 2012, pukul 07.15.
Perlunya
Ratifikasi
Konvensi
ASEAN
Pemberantasan
Terorisme,
http://www.tribunnews.com/2012/03/08/perlunya-ratifikasi-konvensi-aseanpemberantasan-terorisme, Diakses pada 13 Maret 2012, pukul 07.15.
ASEAN Convention on Counter Terrorism, http://www.aseansec.org/19250.htm. diakses pada 1
September 2011, pukul 20.00.
The ASEAN Regional Forum.
http://www.aseanregionalforum.org/AboutUs/tabid/57/Default.aspx. diakses pada 10 September
2010, pukul 17.12.
ASEAN Regional Forum (ARF) Statement on Cooperative Counter-Terrorist Action on Border
Security. http://www.aseansec.org/14835.htm. diakses pada 24 April 2011, pukul 2.47.
RI-Filipina
Kerja
Sama
Atasi
Terorisme.
http://internasional.kompas.com/read/2011/03/08/15273037/RIFilipina.Kerja.Sama.Atasi.
Terorisme. Diakses pada 22 Maret 2011, pukul 11.00.
"Money
Laundering"
dan
Dana
Teroris.
http://www.interpol.go.id/id/kejahatantransnasional/pencucian-uang/96-qmoney-launderingq-dan-dana-teroris. Diakses pada 5
April 2011, pukul 09.20.
Wawancara
Al Chaidar (seorang pengamat teroris yang juga merupakan mantan DI/TII) pada tanggal 18
Juni 2011, pukul 13.00
J.S.George Lantu (Direktorat Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI) pada
tanggal 18 Mei 2011, pukul 13.00
Usep Fathoni (seorang anggota Darul Islam/DI) pada 31 Oktober 2011, pukul 13.00
AKP Terima Sembiring, SH. (Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI) pada 5 Desember
2011, pukul 15.10
Kompol. Wino Sumarno (Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia Div.Hubinter
Polri), 7 November 2011, pukul 10.00.
Supriyanto Suwito (Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN) pada 23 November
2011, pukul 09.00
Nuriani Ratu Inten (Asisten Analis Hukum, Direktorat Hukum dan Regulasi, Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan/ PPATK) pada 25 November 2011, pukul 10.00
Johannes O.S Manginsela (Kerjasama Multilateral, Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme/BNPT) pada 5 Desember 2011, pukul 11.30
Farah Monika (Technical Officer, Security Cooperation Division, ASEAN Secretary) pada 6
Desember 2011, pukul 10.00
Download