KERJASAMA ASEAN DALAM MENGHENTIKAN ALIRAN DANA OPERASIONAL TERORISME INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial oleh: MAYA DAMAYANTI NIM. 106083003630 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2012 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 28 Maret 2012 Maya Damayanti ABSTRAK Skripsi ini menganalisis “Kerjasama ASEAN dalam Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme Internasional di Asia Tenggara”. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui kerjasama yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas terorisme serta aspek-aspek yang mendukung kegiatan terorisme, khususnya pendanaan terorisme. Penulis menemukan, bahwa upaya ASEAN untuk mengatasi terorisme sebagai suatu wilayah telah disahkan sepuluh negara anggota ASEAN dan mengadopsi Deklarasi ASEAN Aksi Bersama untuk Counter Terrorism pada KTT ASEAN ke-7 tanggal 5 November 2001 di Brunei Darussalam. Para pemimpin ASEAN memandang terorisme sebagai ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional dan tantangan langsung terhadap pencapaian perdamaian, kemajuan dan kemakmuran ASEAN serta realisasi visi ASEAN 2020. Komponen dalam kerjasama ASEAN adalah ASEAN Regional Forum (ARF). ARF merupakan salah satu forum dialog yang dimiliki oleh ASEAN yang memfasilitasi kerjasama negara kawasan Asia Tenggara dan kawasan Asia-Pasifik untuk membahas masalah terorisme. Terorisme merupakan ancaman serius terhadap stabilitas, perdamaian dan keamanan di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya. Namun kerjasama ASEAN tersebut belum efektif karena adanya kelemahan-kelemahan dalam proses pengambilan keputusan sehingga belum mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang diperlukan untuk memerangi terorisme, namun terorisme dapat diredam dengan adanya kerjasama internasional dan konvensi-konvensi teresebut. Kerjasamakerjasama tersebut dilakukan dalam hal tukar menukar informasi intelijen, koordinasi penegak hukum, pertukaran informasi pergerakan kelompok teroris, modus operandi teroris, penyidikan rekening teroris, membekukan aset teroris, training/pelatihan menangani bagaimana mengontrol persebaran bahan-bahan peledak. Skripsi ini menggunakan kerangka pemikiran kerjasama internasional oleh K.J Holsti dan konsep keamanan Barry Buzan. Jenis penelitian ini adalah jenis deskriptif analisis yang mengandalkan data berupa data primer seperti wawancara, dokumen-dokumen resmi ASEAN. Sementara data sekunder berupa studi kepustakaan, didapat melalui buku-buku, jurnal, multimedia, hasil penelitian, dan terbitan-terbitan lainnya. Kata kunci: Kerjasama ASEAN, Terorisme, Pendanaan Terorisme, dan Keamanan. iv KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kerjasama ASEAN Dalam Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme Internasional di Asia Tenggara”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Kiky Rizky, M.Si. sebagai Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberikan arahan, data-data skripsi, ilmu yang bermanfaat, dan saran sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Bapak dan Mama Tercinta, Abdul Wahab dan Sri Sukinem selaku orang tua penulis yang telah memberikan dorongan semangat, yang tidak kenal lelah mengumandangkan ayat suci, berdoa untuk kebaikan putri-putrinya, dukungan baik moral maupun material selama penulis menuntut ilmu serta doa restunya yang selalu menyertai penulis. Terimakasih Mah, Pa... semoga Allah SWT selalu melindungi, memberikan kesehatan, ketentraman batin, rezeki untuk mama dan bapak. Amin…. I Love You. 3. Prof. Dr.Bahtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Sejumlah narasumber seperti J.S.George Lantu (Direktorat Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Al Chaidar (seorang pengamat teroris yang juga merupakan mantan DI/TII), Usep Fathoni (seorang anggota Darul Islam/DI), AKP Terima Sembiring, SH. (Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI), Kompol. Wino Sumarno (Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia Div.Hubinter Polri), Nuriani Ratu Inten (Asisten Analis Hukum, Direktorat Hukum dan Regulasi, v Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK), Supriyanto Suwito (Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Johannes O.S Manginsela (bagian Kerjasama Multilateral, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT), Farah Monika (Technical Officer, Security Cooperation Division, ASEAN Secretary). 6. Bapak Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai Sekretaris Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bapak Nazaruddin Nasution, SH, MA., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis. 8. Bapak Armein Daulay M.Si. dan Bapak Badrus Sholeh, MA sebagai dosen Program Studi Hubungan Internasional yang telah banyak memberikan datadata skripsi, informasi narasumber, ilmu yang bermanfaat, memberikan saran serta mengajarkan dan membimbing penulis sejak awal memasuki Jurusan Hubungan Internasional. 9. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswi. 10. Terimakasih untuk perpustakaan Sekertariat ASEAN, perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan PDHI UI, Perpustakaan Univ.Budi Luhur, Perpustakaan KEMLU, Perpustakaan Fak.Hukum UI, MABES POLRI, Densus AT 88, BNPT, PPATK. 11. Teruntuk Mba Emmi Dhamayanti, kak Ferry Irwansyah, Al Masih (Sihu), dan Syifa Aulia Irwansyah selaku kakak, adik, dan keponakan yang penulis sayangi, terimakasih atas dukungan dan do’a kalian. 12. Teruntuk sahabat-sahabat terbaik penulis di HI; Mawar Meirizka Ramdhani, Nurhasanah, Siti Alfiah (Ulil), Siti Hasanahwati (Nyu’nyan), Tulus Mira Solikah (Ikobano), Yeyen Magreyeni Sinapa (Uni yeyen). Kalian semua telah memberikan pertemanan yang indah dengan segala suka duka dan canda tawa sejak awal perkuliahan hingga saat ini, serta telah memberikan dorongan vi semangat di saat penulis putus asa dalam pembuatan skripsi ini. “sayang kalian TOMODACHITACHI....!”. 13. Sahabat Rosy Kamalia (Otchy) dan Iyul Yanti, teman seperjuangan penulis selama di HI yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan segala saran dan kritikan. Jatuh bangun bersama mencari data skripsi. “Otchy, Yunk...terimakasih karena kalian berdua selalu ada untuk menyeka air mataku disetiap keterpurukanku...SEMANGAT!!!!!”. 14. Rusman Fauzy, terimakasih telah menjadi sahabat yang baik, terimakasih atas do’a nya, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan. ”selesaikan skripsimu Rusman!!!”. 15. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis di HI angkatan 2006 (kelas B plus kelas A); Astrid Issmulyanti, Lilis Widyasari, Ita Fatimah, Anne Normadiah, Irvan Nasrullah, (Almh) Izzun Nahdliyah, Sabriela Yolanda, Chairunnisa, Ibnu Arifiyanto, Nadya Hajarani Dwilestari, Rifqi Achmad Sazali, Muhammad Zubir, Benardy Ferdiansyah, Starlet Rallysa Injaya, Prila Chandra Ramadhani, Yeni Puspitasari, Ade Hernando Ikhsan, Wibisono Dwi Octavianto, Dwi Wahyuni, Muhammad Ikhsan, Cristya Anyarani, Puji Nia Rahmatika, Riana Amelia, Shinta Oktalia, Syaid Haikal Quraisy, Umi Kulsum, Muhammad Iqbal, Muhammad Firmansyah, Viky Hamka. Terimakasih atas persahabatan kalian. 16. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih. Semoga dengan segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal ibadah, Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikanperbaikan ke depan. Jakarta, 28 Maret 2012 Maya Damayanti vii DAFTAR ISI ABSTRAK ....................................................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v DAFTAR ISI.................................................................................................... viii DAFTAR TABEL........................................................................................... x DAFTAR BAGAN........................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………… xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7 D. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 7 E. Metoda Penelitian ............................................................................... 13 F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 14 BAB II PERSOALAN PENDANAAN TERORISME DAN UPAYA PENCEGAHANNYA DI NEGARA-NEGARA ASEAN A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara.................................. 18 B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara……………... 26 C. Kelompok Teroris Internasional di Asia Tenggara............................... 46 D. Upaya Pemberantasan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara…. 52 viii BAB III KERJASAMA KEAMANAN KAWASAN ASEAN A. Prinsip-prinsip ASEAN......................................................................... 55 B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme... 58 C. Isu-Isu Keamanan ASEAN................................................................... 60 C.1 Keamanan Tradisional............................................................... 61 C.2 Keamanan Non-Tradisional....................................................... 63 D.Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme (ACCT)............ 65 E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme…………………………………. 68 BAB IV KERJASAMA ASEAN DALAM MENGHADAPI UPAYA MENGHENTIKAN ALIRAN DANA OPERASIONAL TERORISME A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme Internasional......................................................................................... 71 B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam KontraTerorisme.............................................................................................. 77 C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme...................................... 82 BAB V PENUTUP….................................................................................. 92 Daftar Pustaka ............................................................................................... xv Lampiran-Lampiran ix DAFTAR TABEL Table A. Legal framework (kerangka hukum) di Asia Tenggara …………….. 21 Table B. Konvensi Internasional Terkait dengan Anti-Terorisme…………….. 75 Tabel C. Kerjasama ASEAN dalam Memberantas Terorisme……………….. 85 x DAFTAR BAGAN Bagan A. Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiyah…………………………. 48 xi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Wawancara Lampiran 2. Surat Keterangan Wawancara Lampiran 3. Konvensi-konvensi xii DAFTAR SINGKATAN ACCT ASEAN Convention on Counter Terrorism AMLC Anti-Money Laundering Council AMLO Anti Money Laundering Office AMMTC ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime APG Asia Pacific Group on Money Laundering ARF ASEAN Regional Forum ARMM Autonom Region of Muslim Mindanao AS Amerika Serikat ASC ASEAN Security Community ASEAN Association South East Asian Nation AUSTRAC Australian Transaction Reports and Analysis Center CENTO Central Treaty Organization CFT Convention Financing Terrorism DI Darul Islam FATF Financial Action Task Force FIU Financial Intelligence Unit ICJ International Court of Justice IMF International Monetary Fund JA Jamaah As Sunnah JI Jamaah Islamiyah KEMLU Kementerian Luar Negeri KMM Kumpulan Mujahidin Malaysia KoFIU Korea Financial Intelligence Unit KTT Konferensi Tingkat Tinggi LSM Lembaga Swadaya Masyarakat MILF Moro Islamic Liberation Front MNLF Moro National Liberation Front MoU Memorandum of Understanding MLAT Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters NATO North Atlantic Treaty Organization xiii NCB National Central Bureau for Interpol OIC Organization of1 the Islamic Conference PAS Partai Islam seMalaysia PBB Perserikatan Bangsa-bangsa PPATK Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan PUPJI Pedoman Perjuangan Islamiyah Umam Al-Jamaah SEATO Southeast Asia Treaty Organization SFT Suppression of the Financing Terrorism SOMTC Senior Official Meeting on Transnational Crime TC Transnational Crime TOC Transnational Organized Crime UMNO Organisasi Nasional Malaysia Bersatu WTC World Trade Center xiv 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya ASEAN untuk mengatasi terorisme sebagai suatu wilayah telah disahkan 10 negara anggota ASEAN dan mengadopsi Deklarasi ASEAN Aksi Bersama untuk Counter Terrorism pada KTT ASEAN ke-7 tanggal 5 November 2001 di Brunei Darussalam. Para pemimpin ASEAN memandang terorisme sebagai ancaman besar bagi perdamaian dan keamanan internasional dan tantangan langsung terhadap pencapaian perdamaian, kemajuan dan kemakmuran ASEAN serta realisasi visi ASEAN 2020.1 Visi ASEAN 2020, yaitu mencitacitakan ASEAN sebagai komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil, dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun 2020. ASEAN menyatakan komitmen untuk memerangi terorisme sesuai dengan Piagam PBB, hukum internasional lainnya, dan resolusi PBB yang relevan.2 ASEAN menetapkan delapan jenis kejahatan lintas negara yang ditangani dalam kerjasama ASEAN, yaitu terorisme, perompakan, penyelundupan manusia, perdagangan gelap, narkoba, penyelundupan senjata, kejahatan ekonomi internasional, pencucian uang, dan kejahatan internet/dunia maya.3 1 S. Pushpanathan (Asisten Direktur, Sekretariat ASEAN), Upaya ASEAN Untuk Memerangi Terorisme, http://www.asean.org/15060.htm. Diakses pada 15 Oktober 2011, Pukul. 06.29. 2 Ditjen Kerjasama ASEAN, ASEAN Selayang Pandang, Jakarta: Ditjen Kerjasama ASEAN, DEPLU RI, 2007, h.27. 3 Yulia Diniastuti, “Masa Depan Kerjasama Keamanan ASEAN: Tantangan bagi Pengembangan ASEAN Regional Forum”, Analisis CSIS no.5, 1996, h.11. 2 Pemberantasan terorisme merupakan salah satu bentuk kerjasama di bawah mekanisme AMMTC. Untuk memperkuat kerjasama, ASEAN juga telah menyusun dan menandatangani ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT), saat KTT ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina, pada tanggal 13 Januari 2007. Konvensi ini merupakan instrumen penting kerjasama ASEAN yang memberikan dasar hukum yang kuat guna meningkatkan kerjasama untuk pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan terorisme.4 Dalam memberantas kejahatan terorisme, ASEAN memberikan perhatian secara khusus mengenai bagaimana mencari cara untuk memberantas organisasi terorisme, memberantas dukungan infrastruktur yang menunjang terorisme seperti pendanaan terorisme, dan diajukan ke pengadilan bagi pelaku kegiatan terorisme. para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk mengembangkan program dalam rangka peningkatan kemampuan negara anggota ASEAN untuk melakukan investigasi, deteksi, monitoring, dan pelaporan kegiatan terorisme, membahas dan menggali ide-ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan peran ASEAN dan keikutsertaan ASEAN bersama masyarakat internasional termasuk dengan mitra diluar kawasan ASEAN seperti ASEAN+3 (China, Jepang, dan Republik Korea), dan dengan negara-negara mitra wicara lainnya (Amaerika Serikat, Australia,Kanada, Selandia Baru, Rusia, dan India) serta ASEAN Regional Forum (ARF), agar perang terhadap terorisme benar-benar merupakan kerjasama pada 4 Kerjasama Politik Keamanan ASEAN. www.kemlu.go.id/.../Kerjasama%20Politik%20Keamanan%20ASEA.. Diakses pada 12 oktober 2011, pukul 10.08. 3 tingkat bilateral secara komprehensif dan bahwa pada tingkat internasional, PBB mempunyai tugas utama dam hal pemberantasan terorisme.5 Kerjasama dan saling berbagi data intelijen diantara negara-negara ASEAN yang mengarah pada penangkapan terorisme juga merupakan faktor pendorong peningkatan rasa percaya diri di kawasan. Kerjasama ASEAN di bidang pertukaran informasi intelijen selama ini telah berjalan sangat baik terutama setelah terbentuknya ASEAN Regional Forum (ARF) tahun 1994. Ketika krisis ekonomi tahun 1997 mulai menghantam ASEAN, kerjasama intelijen ini mulai melemah. Ketika terjadi peristiwa 11 September 2011, kerjasama intelijen praktis tidak ada. Isu terorisme dengan demikian memulihkan kembali kerjasama intelijen yang telah melemah. Namun, ASEAN sendiri masih mempunyai kelemahan-kelemahan dalam proses pengambilan keputusan sehingga tidak mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang diperlukan untuk memerangi terorisme, terutama dalam hal urgensi pembentuk konvensi seperti yang diusulkan oleh sekjen PBB tersebut.6 Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan kelompok-kelompok teroris lokal dapat bekerjasama dengan jaringan terorisme internasional. Hal ini memaksa kerjasama antarpemerintah dalam skala global sebagai upaya untuk mengimbangi aksi-aksi teroris internasional.7 Salah satu 5 Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, “Kerjasama ASEAN dalam Upaya Nasional Menuju peran ASEAN untuk memerangi Terorisme melalui Pemberantasan Pencucian Uang dan Penyelundupan Senjata”.Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, 2003, h.14. 6 Poltak Partogi Nainggolan (Ed), Terorisme dan Tata Dunia Baru, Jakarta: Sekjen DPR RI, 2002, h. 147. 7 Sukawarsini Djelantik, “Terorisme dan Kerjasama Internasional”, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional. Parahyangan Center for International Studies, Bandung. Vol.3. No. 7. Januari, 2007, h.583. 4 upaya yang dilakukan adalah dengan memblokade sumber-sumber dana kelompok teroris. Karena dalam melakukan serangkaian serangan terorisme, teroris memerlukan dana untuk melakukan aksinya dan asal para teroris itu mendapatkan dana untuk melakukan aksinya.8 Menurut penulis para teroris membutuhkan banyak uang untuk menjalankan berbagai aksinya. Semakin canggih dan rumit aksi teroris, semakin banyak dana yang dibutuhkan. Teroris memerlukan dana untuk mendapatkan senjata, termasuk juga untuk mendapatkan bahan-bahan peledak yang belakangan ini banyak digunakan. Oleh karena itu, ASEAN sepakat dalam pertemuan Tingkat Menteri ARF ke-9 di Bandar Seri Begawan, tanggal 31 Juli 2002, isu terorisme kembali dibahas. Para peserta sidang mendukung pernyataan ketua sidang tentang Unit Finansial mencegah terorisme, berisi kesepakatan untuk mencegah pemanfaatan sistem keuangan masing-masing negara untuk kegiatan terorisme. pertemuan tersebut juga menyepakati untuk membentuk suatu keompok kerja (Inter-Sessional Meeting on Counter Terrorism and Transnational Crime) untuk mengembangkan kerjasama ARF dalam memerangi terorisme.9 Sebelumnya pada tanggal 24-26 Maret 2002 diselenggarakan ARF Workshop on Counter-Terrorism dengan memfokuskan pada financing of terrorist activites di Honohulu, dan pada tanggal 17-19 April 2002 juga diselenggarakan 8 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 pasal 1 ayat 1 tentang konvensi internasional pemberantasan pendanaan terorisme, "Dana" berarti berbagai macam aset, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang didapatkan, dan dokumen-dokumen atau instrumen-instrumen hukum dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk elektronik atau digital, yang menjadi barang bukti, atau bunga, aset-aset semacam itu, termasuk, tapi tidak terbatas pada, kredit bank, travel cek, bank cek, pos wesel, saham, keamanan, obligasi, draft dan surat pengakuan hutang. www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/37/183.bpkp, diakses pada 15 Maret 2011. Pukul, 14.30. 9 Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, “Kerjasama ASEAN dalam Upaya Nasional Menuju peran ASEAN untuk memerangi Terorisme melalui Pemberantasan Pencucian Uang dan Penyelundupan Senjata”, h. 21. 5 ARF Workshop on Prevention of Terrorism di Bangkok. Hasil workshop pertama adalah Draft Statement on Terrorist Financing yang isinya adalah memutus akses terorisme ke sistem finansial dan penyalahguanan jaringan perbankan informal. Rekomendasi yang kedua adalah pembuatan daftar badan yang relevan dan daftar kegiatan anti terorisme yang telah dilakukan, memperkuat usaha pemberantasan terorisme dengan cara-cara pertukaran informasi dan intelijen.10 Perkembangan ancaman terorisme di Asia Tenggara, latar belakangnya tidak lepas dari tumbuhnya jaringan organisasi Jamaah Islamiyah (JI), JI terbentuk karena mempunyai keterkaitan yang kuat dengan Al-Qaeda, mereka bersamasama memerangi Uni Soviet di Afghanistan, dan menjadi awal terbentuknya jaringan tersebut. Setelah perang selesai mereka kembali ke negara masingmasing, namun tetap menjalin kerjasama. JI adalah suatu jaringan organsisasi yang ingin memperjuangkan suatu negara Islam diseluruh wilayah Asia Tenggara, mulai seluruh wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand Selatan hingga ke Filipina, terjadi pengelompokan-pengelompokan di wilayah Asia Tenggara.11 Masyarakat internasional juga mulai bertindak mengatasi terorisme melalui penghentian dana-dana yang diduga ditujukan bagi pelaksanaan terorisme. Dengan Resolusi 54/109 pada pertemuan ke empat tanggal 9 Desember 1999, Majelis Umum PBB mengadopsi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism yang selanjutnya disingkat sebagai Konvensi Pendanaan Terorisme (Convention on Financing Terrorism/CFT), melarang 10 Ibid,h.27. Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S. Manginsela (Kerjasama Multilateral, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT), pada 5 Desember 2011, pukul 11.30. 11 6 segala tindakan untuk mendanai terorisme.12 Bahkan, sebelumnya Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 51/210 tanggal 17 Desember 1996 ayat 3 (f) sudah mengambil langkah-langkah mencegah dan menangkal, pendanaan teroris dan organisasi teroris, baik pendanaan tersebut secara langsung maupun tidak langsung melalui organisasi-organisasi yang mempunyai atau menyatakan diri bertujuan untuk kegiatan-kegiatan amal, sosial, dan kebudayaan atau organisasiorganisasi yang juga terlibat dalam tindakan-tindakan melawan hukum, seperti jaringan perdagangan senjata gelap, transaksi narkoba, dan penggelapan uang, termasuk eksploitasi orang-orang dengan tujuan pendanaan kegiatan-kegiatan teroris. B. Rumusan Masalah Sejak terjadi serangan 9/11, kawasan Asia Tenggara memperoleh sorotan khusus internasional dalam kampanye melawan terorisme karena sejumlah kelompok yang diduga memiliki hubungan dengan Al-Qaeda disinyalir beroperasi di wilayah Asia Tenggara. Terungkapnya sel-sel Al-Qaeda di kawasan Asia Tenggara setidaknya telah menyadarkan negara-negara ASEAN bahwa stabilitas keamanan di kawasan Asia Tenggara terancam. Untuk menghadapinya ASEAN memerlukan sebuah strategi yang dapat menjamin bahwa Asia Tenggara bukanlah tempat yang ideal bagi persembunyian atau pusat kegiatan teroris.13 Di samping memerangi terorisme, juga dibutuhkan upaya untuk menghentikan aliran dana operasional terorisme karena tanpa unsur pendanaan, aksi teroris tidak akan berjalan. 12 International Convention For The Suppression of The Financing of Terrorism. http://www.un.org/law/cod/finterr.htm. Diakses pada tanggal 27 September 2009, Pukul 20.38. 13 Poltak Partogi Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, h.145. 7 ASEAN mulai mengambil peranannya dan menanggapi isu terorisme yang dituduhkan oleh Amerika Serikat terhadap kawasan ini dengan mengadakan pertemuan-pertemuan melalui forum-forum dialog yang ada secara resmi maupun tidak. Di sinilah peran ASEAN akan terlihat upayanya dalam memerangi terorisme. Dalam pertemuan mengenai ARF Workshop on The Prevention of Terrorism di Honohulu pada 17-19 April 2002 menghasilkan Draft Statement on Terrorist Financing yang berisikan pemutusan akses terorisme ke sistem finansial dan penyalahgunaan jaringan perbankan informal. Dari beberapa penjelasan di atas, penulis mengajukan pertanyaan bagaimanakah kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia Tenggara? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui kerjasama yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dalam memberantas terorisme serta aspek-aspek yang mendukung kegiatan terorisme, khususnya pendanaan terorisme. D. Kerangka Pemikiran Berdasarkan pertanyaan penelitian mengenai bagaimana kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia Tenggara, dalam skripsi ini penulis memakai konsep yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu konsep kerjasama internasional dan konsep keamanan. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam 8 kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negaranya sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional.14 Isu keamanan regional dan global memerlukan keterlibatan aktif semua negara untuk mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia. Kerjasama internasional merupakan bukti dari adanya saling pengertian antarbangsa (international understanding) sebagai akibat dari adanya interdependensi antarbangsa dan bertambah kompleksnya kehidupan dalam masyarakat internasional.15 Seperti yang dikemukakan oleh K.J Holsti, bahwa kerjasama internasional menjadikan hidup lebih mudah, nyaman, dan efisien.16 Pemerintah Indonesia bersama-sama Malaysia dan Filipina menandatangani suatu persetujuan antiterorisme (Agreement on Information Exchange and Establishment of Communication Procedures) pada 7 Mei 1992 di Manila.17 Perjanjian ini menyediakan suatu kerangka kerjasama dalam pertukaran informasi dan pembentukan prosedur komunikasi untuk operasi bersama. Perjanjian ini menunjukkan betapa rawannya kegiatan terorisme di tiga negara ini yang memang telah diduga menjadi sarang terorisme internasional. Kerjasama regional sekaligus menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia dengan segala macam persoalan domestiknya tidak dapat diabaikan begitu saja dan dibiarkan sendiri dalam memerangi terorisme internasional. 14 Yanyan Moch, Yani dan Banyu Perwita, Pengantar Ilmu Hubungan Bandung: Rosda Karya, 2006, h.33. 15 Ibid, h.121. 16 KJ.Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Seventh Jersey: Prentice Hall, 1995, h.361. 17 Anak Agung Banyu Perwita, Indonesia, ASEAN dan Isu Terorisme Dalam situs http://www.balipost.com/balipostcetaK/2002/12/30/o2.htm. Diakses 2010, pukul 13.51. Internasional, Edition. New Internasional. pada 17 Juli 9 Berbagai pertemuan dan kesepakatan yang telah dihasilkan ASEAN di atas, pada dasarnya, merupakan bentuk keberanian dalam meninjau, merevisi pola dan bentuk kerja sama regional ASEAN. Bentuk kerjasama ini akan menjadi kunci yang sangat penting bagi ASEAN dalam memerangi teroris dan menjaga kohesivitas di antara sesama negara ASEAN dalam upayanya membentuk komunitas keamanan di Asia Tenggara.18 Di tingkat kawasan, negara-negara di Asia Tenggara yang rawan terorisme seperti Indonesia, Filipina, dan Thailand juga bekerjasama.19 Rawannya keamanan ASEAN sebagai target terorisme ditandai dengan peringatan perjalanan (travel warning) kepada warga negara Amerika Serikat, Inggris dan Kanada untuk berpergian di beberapa negara seperti Indonesia dan Filipina. Kerjasama ASEAN sangat diperlukan mengingat ASEAN memiliki daftar panjang aksi terorisme setelah empat serangan besar terjadi di Indonesia pada 4 tahun terakhir; Bom Bali 1 (2002) dan Bom Bali 2 (2005), Bom Hotel JW Marriot (2003), Bom di depan Kedubes Australia (2004). Kerjasama internasional di ASEAN meliputi kesepakatan pertukaran informasi untuk mencari para tersangka terorisme dengan rencana pembangunan pusat data informasi yang terhubung ke kepolisian seluruh kawasan. Kerjasama seperti ini sangat diperlukan di tingkat operasional guna mempermudah proses pengadilan, pengevakuasian para tersangka teroris dan pemblokiran gerakan teroris serta menciptakan keamanan kawasan. Selanjutnya, konsep keamanan. Menurut Indria Samego dalam bukunya yang berjudul System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem 18 19 Ibid. Djelantik, “Terorisme dan Kerjasama Internasional”, h.584-585. 10 terdapat dua konsep keamanan,20 yaitu pertama, Territorial Security/territorial defense adalah konsep pertahanan yang dikembangkan atas pertimbangan kedaulatan negara, integritas wilayah dan keutuhan perbatasan yang merupakan perhatian (fokus) utama untuk mempertahankan teritorial. Ke dua, Regional security, yaitu konsep security pada dua negara atau lebih yang berada pada wilayah tertentu. Konsep ini terbagi menjadi 3 macam: (a) Collective security: Konsep pertahanan yang dibangun dua negara atau lebih dalam suatu kerjasama pertahanan berbentuk pakta (allied) berdasarkan pertimbangan adanya ancaman. Contoh: NATO, SEATO, CENTO. (b) Common security: Konsep pertahanan yang dibangun dua negara atau lebih dalam suatu kerjasama pertahanan atas pertimbangan kepentingan bersama (common interest). Contoh: NCB (Narcotic Control Board) Internasional. (c) Comprehensive security: Konsep keamanan menyeluruh yang dilakukan dua negara atau lebih dalam bentuk forum kerasama dan dialog keamanan dengan fokus peace resolution, peace keeping, operation dan berbagai bentuk kerjasama keamanan pada aspek politik ekonomi, psikologi, militer. Contoh: ARF yang dikembangkan ASEAN. ASEAN mengadopsi pemikiran keamanan komprehensif (comprehensive security) sebagai landasan kerjasama keamanan. Keamanan komprehensif mengakui bahwa masalah keamanan tidak hanya terdiri dari masalah-masalah militer, tetapi juga non-militer.21 Masalah-masalah non-militer mencakup masalah ekonomi, politik domestik, lingkungan hidup, terorisme, penyakit menular, 20 Indria Samego, System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem. Jakarta: Habibie Center, 2001, h.25. 21 Diniastuti, “Masa Depan Kerjasama Keamanan ASEAN: Tantangan bagi Pengembangan ASEAN Regional Forum”, h.376. 11 narkoba.22 Studi mengenai terorisme terkait dengan isu keamanan tradisional dan nontradisional. Kelompok tradisonalis memandang isu keamanan terkait dengan ancaman politik dan militer, dengan memfokuskan pada aksi-aksi yang dilakukan untuk menyelesaikan ancaman. Jika dipandang dari sudut pandang nontradisional, terorisme juga mempengaruhi pola hubungan sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi dan lingkungan.23 Menurut Buzan, kerangka analisis keamanan diperkenalkan dimana substansi studi keamanan diperluas tanpa meninggalkan fokus utamanya pada aspek penggunaan kekuatan militer.24 Kejahatan internasional seperti terorisme, penyelundupan manusia, kejahatan lingkungan, kejahatan hak asasi manusia, dan sebagainya menunjukkan peningkatan cukup tajam dan berkembang menjadi isu keamanan internasional.25 Keamanan suatu negara berhubungan dengan keamanan seluruh negara dalam satu kawasan. Seperti ancaman keamanan oleh teroris di Indonesia juga merupakan ancaman keamanan bagi seluruh negara di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu diadakan kerjasama untuk memberantas terorisme tersebut untuk menciptakan stabilitas keamanan nasional juga regional ASEAN. Perdamaian juga berkaitan dengan konsep keamanan yang menurut Arnold wolfer dapat dilihat secara objektif dan subjektif.26 Keamanan secara objektif adalah suatu keadaan yang bebas dari berbagai ancaman terhadap nilai-nilai yang diperoleh sedangkan 22 Yulius P.Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, h. 43. 23 Sukawarsini Djelantik, Terorisme:Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan dan Keamanan Nasional, Terorisme: Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan dan Keamanan Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, h.275. 24 Aleksisu Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Garaha Ilmu, 2008, h.140 . 25 Perwita, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, h. 120. 26 Barry Buzan, 1991, People, State and Fear: An Agenda for International Security Studies in The Post Cold War Era, London : Harvester Wheatsharf, h.17. 12 keamanan secara subjektif berarti bebas dari segala rasa takut atas serangan terhadap nilai-nilai yang telah diperoleh tersebut. Sementara, pakar studi keamanan internasional lainnya, seperti Klare dan Thomas, telah mencoba melihat dimensi internasional dari gerakan terorisme, dengan melihat kaitannya dengan realitas tatanan dunia yang tidak adil.27 Karenanya, dengan mengikuti argumentasi mereka, adalah logis jika kemudian kerjasama global di antara gerakan terorisme dapat terbentuk, sekalipun terdapat perbedaan latar belakang ideologis diantara mereka. Sebab, muncul kesadaran akan musuh bersama, yakni tata dunia baru yang tidak adil, di bawah hegemoni para pemimpin negara maju, yang secara langsung telah mempengaruhi. Sikap para pemimpin nasional yang menentang gerakan mereka di masing-masing negara. Tekanan globalisasi yang meningkatkan proses marjinalisme dan keterancaman kelompok, diketahui telah menimbulkan resistensi dan reaksi perlawanan dari kelompok-kelompok yang terancam. Tidak terwakilinya aspirasi dan kepentingan kelompok-kelompok tersebut secara memadai, baik di tingkat nasional maupun global, mendorong mereka untuk membenarkan aksi-aksi kekerasan dalam wujud yang ekstrem, yaitu terorisme untuk mendestabilisasi negara, kawasan, dan sistem dunia yang tengah berjalan. Selanjutnya dalam perspektif literatur hubungan internasional, terorisme dianalisis sebagai ancaman baru yang serius karena mendorong peranan negara, pemerintah dan lembaga-lemabaga multilateral yang mengatur pembangunan dan 27 Poltak Partogi Nainggolan, “Terorisme dan Perspektif Keamanan Paska Perang Dingin”, ANALISIS CSIS xxxi/2002, No.1.h.77. 13 keamanan internasional, seperti Bank Dunia dan PBB dengan dampak yang mengancam eksistensi negara, keamanan kawasan, dan global.28 E. Metoda Penelitian Jenis penulisan skripsi ini adalah jenis deskriptif analisis, yaitu suatu cara untuk membuat gambaran dan analisis berupa gejala dan situasi yang menjadi bagian permasalahan yang diteliti.29 Jenis penelitian seperti ini menggunakan metoda analisis kualitatif30 yang mendasarkan pada penelitian kepustakaan. Hal ini dilakukan dengan kunjungan ke beberapa perpustakaan di Jakarta, yaitu perpustakaan Sekertariat ASEAN, perpustakaan Freedom Institute, Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan IISIP, Perpustakaan PDHI UI, Perpustakaan Univ.Budi Luhur, Perpustakaan KEMLU, Perpustakaan Fak.Hukum UI, MABES POLRI, Densus 88, BNPT, PPATK. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi lainnya dengan menggunakan berbagai sumber seperti buku, jurnal, majalah, makalah-makalah seminar, penelusuran data melalui internet yang dapat dipertanggungjawabkan situsnya serta wawancara dengan sejumlah narasumber seperti J.S.George Lantu (Direktorat Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Al Chaidar (seorang pengamat teroris yang juga merupakan mantan anggota DI/TII), Usep Fathoni (seorang anggota Darul Islam / DI), AKP Terima Sembiring, S.H. (Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI), Kompol. Wino Sumarno (Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia Div.Hubinter Polri), Nuriani Ratu Inten (Asisten Analis Hukum, Direktorat 28 Ibid, h.78. John Creswell, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, California: Sage Publication, 1994, h.148. 30 Lissa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana, 2007, h. 87. 29 14 Hukum dan Regulasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/ PPATK), Supriyanto Suwito (Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI), Johannes O.S. Manginsela (bagian Kerjasama Multilateral, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT), Farah Monika (Staf Ahli, Divisi Kerjasama Keamanan Sekertariat ASEAN). Wawancara dilakukan dengan narasumber yang dapat dipercaya dan juga merupakan sumber utama dalam menggali informasi mengenai skripsi yang penulis buat. F. Sistematika Penulisan Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan penitian D. Kerangka Pemikiran E. Metoda Penelitian F. Sistematika Penulisan Bab II. Persoalan Pendanaan Terorisme dan Upaya Pencegahannya di Negaranegara ASEAN A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara C. Kelompok Teroris Internasional di Asia Tenggara D. Upaya pemberantasan terorisme di Negara-negara Asia Tenggara Bab III. Kerjasama Keamanan Kawasan ASEAN A. Prinsip-prinsip ASEAN B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme C. Isu-Isu Keamanan ASEAN C.1 Keamanan Tradisional C.2 Keamanan Non-Tradisional 15 D. Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme Bab IV. Kerjasama ASEAN Menghentikan Aliran Dana Operasional Terorisme di Asia Tenggara A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme Internasional B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam Kontra-Terorisme C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme Bab V. Penutup Daftar Pustaka 16 BAB II PERSOALAN PENDANAAN TERORISME DAN UPAYA PENCEGAHANNYA DI NEGARA-NEGARA ASEAN Pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai metoda pendanaan teroris untuk dapat melaksanakan aksi terornya. Pendanaan terorisme dapat terjadi di berbagai negara dan muaranya mengarah kepada tindak kriminal berupa aksi terorisme.31 Sumber pendanaan para teroris dapat diperoleh dengan bermacammacam cara. Sebelum penulis mengulas mengenai metoda pendanaan teroris di Asia Tenggara, terlebih dahulu penulis akan memaparkan beberapa metoda pendanaan terorisme di dunia seperti Pejuang militan Hamas dan Jihad Islam Palestina mendapat dana dari kantor Shintrako Ltd. Serta Mayan Custom Brokers dan International Fowarding daerah pinggiran kota Tel Aviv, Israel.32 Jaringan teroris di seluruh dunia juga ada yang bergantung pada sistem kerahasian bank dan korporasi internasional untuk menyembunyikan dan mengalihkan uang mereka. Struktur ini dimungkinkan karena adanya kesepakatan di antara bankbank di dunia dan karena kekuatan-kekuatan keuangan dunia. Tetapi konsekuensi yang tidak diinginkan adalah bahwa hal tersebut membantu jaringan dunia para teroris.33 The Sunday Time London mengatakan bahwa Khalid al-Fawwaz, yang dicurigai sebagai anggota Osama bin Laden telah menggunakan suatu rekening yang dibuka pada cabang Barclays Bank di London untuk membiayai sirkulasi 31 Wawan Purwanto, Membongkar Dana Teroris, Jakarta: Cipta Bina Mandiri, 2010, h.277. 32 Ibid, h.350-352. Sutan Remi Sjahdeni, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, 2007, h.289. 33 17 perintah dan perjanjian yang dibuat oleh Osama bin Laden dengan bagian-bagian lain dari jaringan mereka.34 Demikian juga ketika Osama bin Laden dan anggota National Islamic Front yang kaya mendirikan Al Shamal Islamic Bank di Khartoum. Osama bin Laden menginvestasikan 50 juta dollar.35 Phillippine Daily Inguirer pada bulan Agustus 2000 melaporkan bahwa Islamic Relief Organization (IRO) didirikan pada 1992 oleh Bin Laden sebagai kedok atas aktifitas pendanaan teroris. IRO bekerja dibawah Muslim World Language, sebuah organisasi yang didukung oleh pemerintah Arab Saudi. Pertolongan organisasi tersebut diduga adalah untuk menyediakan Bin Laden dengan uang untuk memperoleh senjata dibawah samaran amal kepada komunitas muslim. Berbagai cara yang disebut amal sekarang dicurigai menjadi kedok operasi Bin Laden. Selain itu kecurigaan terhadap amal juga terjadi di Kenya, pada tahun 1994 Al-Haqq meninggalkan Sudan dan pindah ke Kenya, ia menjadi seorang direktur sebuah lembaga amal bernama Help Africa People.36 Pada Maret 2005, Washington menangkap pelarian Kuba bernama Luis Posada Carriles, dengan tuduhan memasuki wilayah Amerika Serikat secara ilegal. Posada adalah pelaku peledakan bom pesawat Kuba pada 6 Oktober 1976. Dalam wawancara dengan New York Times, pada tahun 1998, Posada mengakui terlibat dalam pemboman sebuah hotel di Havana. Posada juga membantu memastikan dana UU$ 6 juta dari Oliver North, Penasehat Keamanan Nasional Gedung Putih untuk Gerakan Kontra Nikaragua. Dana tersebut diperoleh dari keuntungan penjualan senjata ke Iran (secara rahasia) senialai US$ 45 juta.37 34 Ibid. Purwanto, Membongkar Dana Teroris, h.14. 36 Ibid, h. 341. 37 Ibid. h. 347-348. 35 18 Berdasarkan beberapa metoda teroris medapatkan dana dapat diperoleh persamaan metoda yang digunakan yaitu mendapatkan dana melalui cara ilegal, penyelundupan senjata, transfer, sumbangan, melalui badan amal, serta sistem kerahasian bank. Metoda-metoda tersebut juga digunakan oleh teroris di Asia Tenggara. Berikut ini penulis akan memberikan penjelasan metoda pendanaan di Asia Tenggara secara terperinci dalam sub bab pendanaan teroris di beberapa negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Alasan penulis memilih empat negara tersebut, yaitu karena Wilayah I (Singapura dan Malaysia) dikenal sebagai pengumpulan dana oleh sebab itu mengapa dua negara tersebut jarang terjadi bom terorisme. Wilayah II (Kalimantan dan Jawa/Indonesia) sebagai area perjuangan. Wilayah III (Filipina) merupakan wilayah pelatihan.38 Dalam subbab ini, dijelaskan dukungan dana yang diberikan oleh Jamaah Islamiyah dan Al-Qaeda sebagai dua teroris internasional yang berkembang cukup pesat di Asia Tenggara untuk membeli bahan-bahan dan merakit bom. A. Metoda Pendanaan Terorisme di Asia Tenggara Ada dua metoda pembiayaan bagi kegiatan para teroris.39 Metoda pertama adalah melibatkan perolehan dukungan keuangan dari negara dan selanjutnya menyalurkan dana tersebut kepada organisasi teroris. Diyakini bahwa teroris yang didukung oleh negara (state-sponsored terrorism) telah menurun beberapa tahun terakhir ini. Dana juga diperoleh dari perorangan yang memiliki kekayaan berupa dana yang besar. Sebagai contoh peristiwa penyerangan pada 11 September 2001. 38 Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT pada 5 Desember 2011, pukul 11.30. 39 Purwanto, Membongkar Dana Teroris, h. 8-9. 19 Osama Bin Laden yang dipercaya sebagai dalang di belakang penyerangan tersebut, dituduh telah memberikan kontribusi dana dan mendukung jaringan teroris Al-Qaeda bersama-sama dengan rezim Taliban yang dahulu memerintah Afghanistan. Posisi Arab Saudi merupakan salah satu dari banyak aspek yang menarik dan kontroversial mengenai pertanyaan pendanaan. Dugaan lain yang telah dibuat adalah bahwa anggota-anggota keluarga kerajaan Saudi yang tidak puas ada di antara para sponsor keuangan Bin Laden. Metoda ke dua adalah memperoleh langsung dari berbagai kegiatan yang menghasilkan uang. Kegiatankegiatan tersebut termasuk melakukan berbagai kegiatan tindak pidana. Cara ini tidak berbeda dengan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi kejahatan pada umumnya, kelompok-kelompok teroris juga memperoleh dana sebagian dari pendapatan yang halal (tidak terkait dengan kejahatan).40 Suatu kelompok teroris di wilayah tertentu dapat membiayai diri sendiri misalnya melalui penculikan, pemerasan, penggelapan pajak, penipuan, perampokan, perdagangan narkotika, dan aktivitas kriminal lainnya. Permintaan dan pengumpulan dana dari masyarakat adalah salah satu cara memperoleh dana untuk mendukung kegiatan terorisme. Seringkali pengumpulan dana tersebut dilakukan atas nama organisasi yang telah memiliki status sebagai organisasi amal atau lembaga bantuan atau organisasi yang ditujukan untuk komunitas tertentu. Beberapa metoda lainnya dalam pengumpulan dana antara lain adalah penarikan dana dari masing-masing anggota, penjualan barang-barang, atraksi budaya, kegiatan-kegiatan sosial, sosialisasi dari rumah ke rumah di antara komunitas serta donasi dari anggota-anggota yang tergolong mampu dalam 40 Ibid, h. 9. 20 komunitas.41 Sejak organisasi teroris di Asia Tenggara mengandalkan berbagai cara untuk meningkatkan dan transfer dana, berbagai tanggapan akan diperlukan untuk melawan teroris di wilayah ini. Tingkat kepatuhan negara-negara di kawasan dalam menerapkan standar internasional untuk melawan terorisme dapat diuji bersama dalam empat dimensi yang berbeda,42 Pertama, kerangka hukum, dalam hal kerangka hukum, sebagian besar negara di wilayah ini telah mengambil langkah-langkah dasar untuk mentransfer norma-norma internasional ke dalam hukum nasional. Sebagai contoh terkait dengan peraturan Bank Indonesia43, aparat penegak hukum dapat memerintahkan penyitaan aset individu atau entitas baik yang telah dinyatakan tersangka atau diindikasikan untuk kejahatan, namun dalam praktiknya untuk mengidentifikasi aktiva tersebut mereka harus bekerjasama dengan bank. Hanya Brunei, Indonesia, Singapura, Thailand, dan Malaysia telah mengkriminalisasi pendanaan terorisme. Hal ini terlihat pada tabel sebagai berikut: 41 Ibid, h.217-218. Jeanne K.Giraldo dan Harold A.Trinkunas, Terrorism Financing and States Responses, California: Standford University Press, 2007, h.213-214. 43 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, serta SE No. 11/31/2009, perbankan di Indonesia harus membuat kategori nasabahnya berdasarkan tingkat risiko berkenaan dengan potensi pencucian uang. http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=37614cd638a3b268d2de3795ec1a292 b&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5, Diakses pada 5 Desember 2010 pukul.20.30. 42 21 Myanmar Kamboja Indonesia Laos Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam Kriminalisasi Obat-obatan dan Pencucian Uang Kriminalisasi Selain Obat Sistem untuk mengidentifikasi aset Kriminalisi Pendanaan Terorisme Bagian Konvensi Internasional Pembiayaan terorisme Anggota APG total Brunei Table A. Legal framework (kerangka hukum) di Asia Tenggara 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 6 0 3 1 2 1 5 0 0 1 5 1 5 1 6 1 6 0 4 Catatan: nilai 1 diindikasikan bahwa ada beberapa kerangka hukum, nilai 0 tidak ada indikasi. Sumber: Untited State Departement of State, Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Affairs. Dalam buku Jeanne K.Giraldo dan Harold A.Trinkunas, Terrorism Financing and States Responses, California: Standford University Press, 2007. h.215. Kedua, langkah-langkah pengaturan yang meliputi sektor formal (misalnya, perbankan) dan informal (misalnya, amal). Penilaian tanggapan pemerintah untuk pendanaan teroris juga harus memperhitungkan sejauh mana pemerintah telah menempatkan berbagai langkah-langkah peraturan untuk mencegah pendanaan. Secara khusus, pemerintah harus memastikan kepatuhan perbankan melalui pelaporan yang terus menerus dan harus mengatur sektor informal, termasuk penukaran uang, kasino, dan amal. Ketiga, tingkat pengalaman infrastruktur administratif mereka untuk mengatasi pendanaan teroris; Keempat, bukti penegakan hukum. Sementara bagian dalam kerangka hukum dan peraturan dapat dilihat sebagai ukuran kepatuhan norma, tindakan administratif dan penegakan hukum adalah mandat untuk sejauh mana norma-norma benar-benar telah dilaksanakan. Empat cara pokok teroris dalam menghasilkan uang di Asia Tenggara adalah sama dengan hal yang teroris lakukan di tempat lain, yaitu dengan donasi, 22 uang dari badan amal Islam, pendapatan yang dihasilkan dari bisnis yang sah dan kejahatan.44 Donasi didapat dari berbagai jenis dan dapat bersifat sukarela atau diperoleh melalui unsur pemaksaan atau perampokan seperti fa’i (harta rampasan perang). Uang dikumpulkan dari anggota kelompok sebagai iuran keanggotaan. Menurut Pedoman Perjuangan Islamiyah Umam Al-Jamaah (PUPJI) atau the general guide for the struggle of Al Jamaah Al Islamiyah, ketetapan konstitusi dari Jamaah Islamiyah, anggotanya diminta untuk memberikan kontribusi reguler ke organisasi tersebut. PUPJI juga mengakui sumber dari jamaah sebagai infaq (amal), sedekah (sumbangan), zakat (amal wajib) dan sumber lain yang dapat digunakan dalam ijtihad (kebijaksanaan).45 Pernyataan tersebut didukung oleh AlChaidar seorang pengamat teroris yang juga seorang Darul Islam, mengatakan bahwa:46 “pendanaan dari Al-Qaeda, juga dari jamaah, namanya infak, sadaqah, zakat, tattawu atau zakat khusus untuk pelatihan, fa’i (harta rampasan perang) 20% untuk sendiri sisanya untuk jamaah, kebanyakan mengandalkan dana dari AlQaeda, juga ada zakat/infaq dari Timur Tengah, menginfakkan hartanya ke jalan Allah tapi masuk ke dalam organisasi terorisme.” Sebelum menjadi daerah afiliasi Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah, kedua jaringan teroris tersebut mengembangkan kemampuan teroris Asia Tenggara untuk menjadi sebuah lahan operasi. Kawasan ini pertama dan terutama back office bagi Al-Qaeda, menyediakan dukungan logistik dan keuangan.47 Mematikan pendanaan teroris adalah tugas yang sulit tapi tidak sia-sia. Ini adalah alat investigasi penting dan aparat penegak hukum memberikan suatu mekanisme 44 Daljit Singh, Terrorism in South and Southeast Asia in the Comim Decade. Singapore : Institute of Southeast Asian Studies in association with Macmillan, 2009.h.96 45 Ibid. 46 Wawancara dengan Bpk. Al Chaidar seorang pengamat teroris juga seorang Darul Islam tanggal 18 Juni 2011, pukul 13.00. 47 Funding Terrorism in Southeast Asia: The Financial Network of Al Qaeda and Jemaah Islamiya. http://www.nbr.org/publications/element.aspx?id=252, Diakses pada 20 Oktober 2010, pukul.18.00. 23 untuk berurusan dengan lembaga-lembaga, seperti amal atau perusahaan pengiriman uang. Hal ini penting karena keberhasilan utama dalam perang melawan terorisme sampai saat ini telah menjadi penangkapan operatif terkemuka, sedangkan lembaga pendukung terorisme tetap ada. Institut Studi Strategi Internasional berpendapat, bahwa meskipun AlQaeda telah beroperasi sejak 11 September di Afghanistan dan di tempat lain, organisasi mungkin mempertahankan dua pertiga kepemimpinan inti dan sebagian besar dari sekitar 20.000 aktivis yang dilatih di Afghanistan setelah 1996. Berdasarkan spesialis terorisme asal Inggris Rohan Gunaratna pada awal tahun 2002 diperkirakan bahwa sekitar seperlima dari kekuatan organisasi Al-Qaeda di Asia secara keseluruhan. Gunaratna berpendapat, bahwa: 48 Their leaders are handpicked, mostly educated in the Middle East, speak Arabic unlike the vast majority of Asian Muslims, and were already of a radical bent. Al-Qaeda’s Asian core is handpicked from several hundred jihadi volunteers who fought in Afghanistan, including, inter alia, Central Asians, Chinese, Pakistanis, Bangladeshis, Indonesians, Malaysians, Singaporeans and Filipinos. (Pemimpin mereka dipilih dengan teliti, sebagian besar berpendidikan di Timur Tengah, berbicara dalam bahasa Arab tidak seperti mayoritas Muslim Asia, dan sudah cenderung radikal. Pusat Al-Qaeda Asia adalah dipilih dari beberapa ratus sukarelawan jihad yang bertempur di Afghanistan, termasuk, antara lain, Asia Tengah, Cina, Pakistan, Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina.) Lebih lanjut lagi Rohan Gunaratna mengatakan, bahwa Al-Qaeda memperluas jaringannya di kawasan Asia Tenggara dengan memanfaatkan internet, menginfiltrasi organisasi Muslim non-pemerintahan, mengirim pemimpin agama yang ekstrim ke kawasan dan melatih para aktivis di Afghanistan.49 Keterlibatan Al-Qaeda di Asia Tenggara mencakup juga penyediaan dana dan 48 Frank Frost. Terrorism in Southeast Asia. http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm. Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25. 49 Poltak Partogi Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, h.140. 24 latihan militer beberapa kelompok Islam militan di Indonesia, Malaysia, dan Filipina dan berencana untuk memperluas serta memperdalam pengaruhnya di kawasan.50 Eksistensi Al-Qaeda dan jaringannya di Asia Tenggara mulai digugat dan dipertanyakan ketika berbagai ledakan bom terjadi di negara-negara ASEAN. Masyarakat semakin curiga terhadap Al-Qaeda dan jaringannya ketika sebuah ledakan dahsyat yang menewaskan sekitar 185 jiwa terjadi di daerah pantai kuta pada tanggal 12 Oktober 2002. Selang beberapa hari kemudian terjadi pula ledakan bom di Zamboanga, Filipina yang menewaskan sedikitnya 3 orang. Perang melawan teror terus berlanjut di Asia Tenggara dan pemerintah di Asia Tenggara layak diberi penghargaan untuk penangkapan beberapa 150 Jamaah Islamiyah (JI) anggota hingga April 2003. Beberapa anggota syura JI (dewan) ditangkap, termasuk Muhammad Iqbal Rahman (Abu Jibril), Agus Dwikarna, dan Faiz bin Abu Bakar Bafana.51 Mekanisme untuk mendanai terorisme terus berlanjut di Asia Tenggara, dan sampai saat ini ada aset teroris atau dana yang telah disita di wilayah tersebut. Dua anggota Jamaah Islamiyah terkemuka, Hambali dan Abu Jibril, aset mereka diblokir oleh Amerika Serikat di bawah Executive Order 13244 pada tanggal 24 Januari 2003 (delapan belas bulan setelah Abu Jibril ditahan). Per-Januari 2003, US$113.000.000 aset Al-Qaeda telah dibekukan. Pada awal tahun 2003, Departemen Keuangan AS Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri menyusun daftar 300 amal individu dan perusahaan di Asia Tenggara yang diyakini milik Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah sebagai 50 Menurut pemerintah Swiss, Osama Bin Laden pemimpin Al-Qaeda memiliki kekayaan antara 250-500 juta dollar AS, Australia 250 juta dollar AS dan Inggris 280-300 juta dollar AS, dua pengamat terorisme, Gunaratna dan Williams justru memperkirakan kekayaan pribadi Osama hanya sekitar 25 juta dollar AS dari keseluruhan nilai kekayaan warisan ayahnya yang sekitar 5 miliar dollar AS. A.M Hendropriyono, Terorisme: Fundamentalis, Kristen, yahudi, Islam, Jakarta: KOMPAS, 2009, h.190. 51 Singh, Terrorism in South and Southeast Asia in the Comim Decade, h.96. 25 penyandang dana. Karena politik antarlembaga, daftar tersebut turun menjadi delapan belas individu dan sepuluh perusahaan. Tetapi pada awal April 2003, daftar itu masih tanpa pemberitahuan karena tekanan diplomatik dan birokrasi. Pemerintah AS gencar sekali menumpas gerakan teroris. AS mencatat 305 individu sebagai teroris dan membekukan aset mereka senilai US$136,7 juta. Menteri Keuangan AS, John Snow, memasukkan nama Al-Ghozi, Imam Samudra, Muchlas, Parlindungan Siregar, Aris Munandar, Agus Dwikarna (Indonesia), serta Muklis Yunos (Filipina), dan Abdul Hakim Murad (Pakistan) dalam daftar orang yang asetnya harus dibekukan.52 Kemudian, daftar bertambah sepuluh orang, seluruhnya warga Malaysia. Ke dalamnya, termasuk Dr. Azahari Husin, doktor fisika yang diduga merancang bom di Bali dan Hotel Marriott Jakarta, Marzuki Zulkifli, Zulkifli Abdul Hir, Noordin M. Top dan Amran Mansour. Penemuan senjata api dan bahan peledak di Lamongan memperkuat dugaan bahwa pelaku pengeboman di Indonesia tidak kalah perkasa dibanding rekan-rekan mereka di mancanegara. Beberapa waktu lalu, misalnya, ditemukan dua pucuk pistol FN, dua senjata laras panjang M-16 dan beberapa tipe lain, serta 5000 butir lebih amunisi di hutan jati Dadapan, Solokuro, Lamongan. Semuanya diketahui milik Ali Imron.53 Di pasar gelap, sepucuk M-16 dihargai Rp 7 juta-10 juta, atau bisa lebih mahal tergantung permintaan dan stok di pasar. Pistol lebih mahal lagi, dengan peluru perbutir rata-rata di atas Rp 10 ribu. Aparat kemudian menemukan lagi 12 pistol jenis FN dan revolver bersama 2.587 butir amunisi yang seluruhnya milik Ali Imron. 52 Dana “halal” untuk aksi terlarang. http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id. html. diakses pada 29 September 2009, pukul. 20.45. 53 Ibid. 26 B. Pendanaan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara Dalam sub-bab ini, penulis akan membahas mengenai pendanaan terorisme di empat negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Filipina, Singapura, dan Malaysia. Alasan penulis memilih ke empat negara tersebut, yaitu karena Singapura dan Malaysia dikenal sebagai pengumpulan dana oleh sebab itu mengapa dua negara tersebut jarang terjadi bom terorisme, Indonesia (Poso, Ternate, Ambon, Aceh, Medan, Pekanbaru, Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Bandung dan kota-kota lainnya) sebagai area perjuangan, dan Filipina (kamp.Hudaibiyah/kamp.MILF) merupakan wilayah pelatihan.54 Berikut ini penulis akan menjelaskan metoda pendanaan teroris dimasing-masing negara secara berurutan. Terkuaknya metoda pendanaan terorisme di Indonesia ditandai dengan adanya peristiwa meledaknya Bom di Bali yang merenggut lebih dari 180 jiwa pada 12 Oktober 2002, menegaskan keberadaan kelompok teroris di Indonesia terkait dengan terorisme internasional. Berbagai tanggapan yang muncul di berbagai kalangan masyarakat dan media massa bahwa teror tersebut adalah rekayasa Amerika Serikat untuk menekan pemerintah Indonesia agar menangkap sekelompok orang yang dituduh terkait kelompok teroris islam yang telah ditangkap di Malaysia, Singapura, dan Filipina sejak 2001.55 Jauh sebelum 11 September Indonesia telah menderita serangan teroris karena satu rangkaian tindakan-tindakan teroris yang terjadi dari tahun 2000-2001. Hal ini yang dimasukkan satu rangkaian ledakan-ledakan dalam tujuh kota yang besar yang 54 Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT pada 5 Desember 2011, pukul 11.30. 55 Indonesia dan Terorisme Internasional, http://interpol.go.id/id/kejahatantransnasional/terrorisme/71-indonesia-dan-terorisme-internasional. Diakses pada 2 Agustus 2010, pukul 23:44. 27 menargetkan gereja-gereja di Malam Hari Natal pada tahun 2000 dan beberapa wilayah umum yang lain seperti pusat perbelanjaan dan alun-alun, dan bangunan Jakarta Stock Exchange. Ada banyak korban, namun tidak sebanyak pada serangan teroris 11 September. Awalnya banyak dari masyarakat Indonesia belum menyadari akan ancaman teror bahwa bisa terjadi pada setiap waktu, dan tidak pandang pada target atau tempat. Usaha-usaha dari pemerintah di dalam menetralkan kelompok-kelompok yang terlibat, sering kali menuduh pemerintah tentang memecahkan Islam dengan menggambarkan dan menyamaratakan, bahwa teroris digolongkan sebagai Islam. Dari hasil tersebut, pemerintah menjadi lebih berhati-hati secara representatif dalam bertindak. Sementara itu, negara-negara lain bertindak melawan kelompok teroris dan menangkap informasi dengan mengumpulkan aktifitas kelompok teroris di Indonesia.56 Negara Indonesia merupakan negara berkembang dengan posisi yang sangat strategis memegang peranan penting di ASEAN, namun telah menjadi salah satu sasaran terorisme. Berbagai permasalahan dalam negeri dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan teror. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa sangat rentan dimanfaatkan untuk menimbulkan konflik, termasuk kegiatan terorisme. Kelompok teroris yang saat ini aktif beroperasi di Indonesia secara umum merupakan bagian dari Jamaah Islamiyah.57 Kelompok teroris pimpinan Noordin M.Top merupakan kelompok teroris bagian dari Jamaah Islamiyah. Kelompok 56 Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah, http://interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-di-indonesia-dan-usahausaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah. Diakses pada 2 Agustus 2010, pukul 23:44. 57 Muh Taufiqurrohman, Peta Kelompok Teroris Indonesia, Jurnal Hubungan Internasional, vol.6 no.1 Maret 2010, h.66-67. 28 Noordin M.Top memisahkan diri dari Jamaah Islamiyah sejak terjadinya peristiwa peledakan Hotel Marriot tahun 2003. Kelompok teroris Noordin M.Top memiliki beberapa nama yaitu Thoifah Muqatilah, Brigade Firaqul Maut, Anshorul Muslimin, dan Tanzim Al-Qaeda Al-Jihad untuk gugusan Kepulauan Melayu. Pendirian kelompok ini dilatarbelakangi oleh perang Irak dan Afghanistan yang dikobarkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya di Indonesia. Untuk mencapai perjuangan, digunakan strategi perjuangan nikayah (balas dendam). Awalnya, anggota kelompok teroris Noordin M.Top berasal dari Jamaah Islamiyah. Namun pada perkembangannya, karena Noordin M.Top kesulitan mendapatkan anggota dari Jamaah Islamiyah, para anggota baru direkrut dari kelompok Islam radikal lain, yaitu KOMPAK dan Darul Islam. Kelompok teroris Noordin M.Top menggunakan metoda clandestine (rahasia) dalam setiap operasinya. Metoda ini dilaksanakan denga cara membagi kelompok ke dalam sel-sel yang terdiri dari tiga sampai lima orang untuk setiap unit operasi. Antara unit yang satu dengan yang lainnya terjadi “kompartmentalisasi”, sehingga informasi dan identitas anggota dan pekerjaan sel terlindungi. Selain itu, juga memakai cara bom bunuh diri. Pendanaan operasioperasi terorisme kelompok Noordin M.Top berasal dari Al-Qaeda, yang disalurkan kepada kelompok melalui Hambali.58 Dalam kasus pembiayaan atau pendanaan terorisme internasional yang masuk ke Asia Tenggara dapat dilihat dari laporan Majalah Time, bahwa dikatakan Hambali menerima uang sejumlah Rp.1,1 miliar dari Al-Qaeda untuk pengeboman di Indonesia. Di antara aksinya adalah membantu untuk meledakkan dua belas pesawat Amerika di atas Laut 58 Ibid, h.68-71. 29 Pasifik pada 1995, bom natal 24 desember 2000, dalang bom Bali 1 pada 12 Oktober 2002 dan penanggung dana bom di Hotel JW Marriot Jakarta pada 5 Agustus 2003.59 Aksi Bom Bali I dan II adalah aksi terencana yang merupakan proyek Hambali, semua jaringan di Indonesia mengetahui ada rencana tersebut, bom JW Mariiot juga terencana, namun berasal dari jaringan Jakarta. Mereka bertemu berawal dari pertemuan di Afghanistan, dan mereka bertemu kembali di konflik Poso.60 Pengiriman dana aksi tersebut melalui kurir seorang warga Malaysia bernama Wan Min bin Wan Mat, diakuinya pada tahun 2002 pernah mengirim US$35.500 kepada Muchlas, melalui anggota Jamaah Islamiyah (JI). Saat itu Muchlas sudah lari ke Thailand dan selanjutnya kembali ke Indonesia. Kiriman pertama pada awal April 2002, senilai US$15.500, disusul US$10.000, dan 200.000 baht thailand (senilai US$5.000), dan terakhir US$5.000. Total nilainya hampir Rp.300 juta (dengan kurs Rp.8.400 perdolar AS), yang dipakai Muchlas dan kawan-kawan untuk aksi bom di Bali. Muchlas mengelola uang tersebut secara ketat sehingga tidak diketahui dan karena dikirim tidak lewat bank, maka tidak dapat terlacak oleh aparat.61 Dalam kasus bom JW Marriot-1, teroris menerima aliran dana dari Hambali sebesar USD 50.000, yang diselundupkan melalui perbatasan Malaysia-Riau.62 59 Wawan H.Purwanto, Terrorisme Undercover, Jakarta: Cipta Bina Mandiri, 2007, h.19- 20. 60 Wawancara dengan Bpk. Usep Fathoni seorang Darul Islam tanggal 31 Oktober 2011, pukul 13.00. 61 Dana ’halal’ untuk aksi terlarang, http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id. html. diakses pada 29 September 2009, pukul, 20.45 wib. 62 Perubahan Pola Serangan dan Aliran Dana Teroris http://hankam.kompasiana.com/2010/06/27/perubahan-pola-dan-aliran-dana-teroris/, Diakses pada 10 Agustus 2010 pukul, 11:35. 30 Keterkaitan Al-Qaeda dengan jaringan teroris di Indonesia juga terungkap dalam persidangan tahun 2004.63 Para tersangka mengaku mendapatkan bantuan dana dari petinggi Al-Qaeda, yaitu Khalid Sheikh Mohammad, melalui para pelajar Indonesia yang belajar di Pakistan. Kelompok Noordin M.Top mendapatkan paket dari Dumai yang isinya uang dollar Australia (Australia $25.000) yang dikirim Hambali lewat kurir. Uang berasal dari Gun Gun, adik Hambali yang berasal Pakistan. Gun Gun mendapatkan dana itu dari Khalid Sheikh Mohammad. Dana itulah yang digunakan dalam pengeboman JW Marriott tahun 2003. Kelompok teroris di Indonesia selain mendapatkan pedanaan yang berasal dari luar Indonesia, mereka juga mendapatkan dari dalam negeri atau berasal dari sumbangan para anggota, contohnya kelompok teroris Poso, kelompok teroris Palembang, kelompok Jamaah As-sunnah.64 Kelompok Poso dilatarbelakangi oleh konflik komunal anatar warga Muslim dan Kristen Poso yang terjadi pada tahun 2000. Kelompok Poso juga terkait dengan Jamaah Islamiyah (JI), mereka menjalin kerjasama pelatihan militer pada bulan Agustus 2000. Ideologi kelompok Poso terkait erat dengan JI, yaitu jihad qital dan bertujuan menegakkan agama Islam. Dana mereka berasal dari infaq (sumbangan) bulanan para anggota, fa’I (perampokan), sumbangan-sumbangan, dan potongan dari kontrak-kontrak yang didapat melalui kader JI yang ditempatkan secara strategis di kantor-kantor pemerintah lokal. Semua dana tersebut berasal dari Poso.65 Hal serupa juga 63 Terorisme Disokong Dana Al-Qaeda, http://www.cmm.or.id/cmmind_more.php?id=A5556_0_3_0_M. Diakses pada 29 September 2011, pukul 22.30. 64 Taufiqurrohman, Peta Kelompok Teroris Indonesia, h.70. 65 Ibid, h, 71. 31 dilakukan oleh kelompok teroris Palembang, pendanaan mereka berasal dari beberapa sumber, yaitu iuran pribadi para anggota dan sumbangan dari pihak luar. Untuk mendapatkan dana, kelompok ini mengajukan proposal kegiatan keagamaan fiktif ke perusahaan-perusahan swasta, misalnya Bank Indonesia dan P.T Pupuk Sriwijaya, dan instansi-instansi pemerintah dengan mengatasnamakan Forum Bersama Umat Islam.66 Melalui iuran anggota dan usaha-usaha penipuan tersebut, kelompok Palembang mengumpulkan dana sejumlah Rp. 11.632.000 yang dipakai untuk membiayai operasi-operasi terorisme.67 Tidak jauh berbeda dengan kelompok sebelumnya, kelompok Jamaah As-Sunnah (JA) juga mendapatkan pendanaan dengan iuran para anggota. Pendirian JA dilatarbelakangi oleh konflik antar agama di Ambon pada tahun 2000. Kelompok ini didirikan atas respon atau tuntutan untuk mengirim laskar ke wilayah konflik di Ambon. Kelompok ini berbasis di Masjd As-Sunnah Bandung, dan mulai aktif pada tahun 2000 ketika Ambon sedang bergejolak. Pemimpin JA merupakan Amir Jihad yang sekaligus imam di masjid As-Sunnah, dibantu oleh Asadaduddien (sekertaris), Abu Ismail (bendahara), Abu Izzudien (ketua bidang dakwah), Abu Dzar (ketua bidang ekonomi), Qudama (ketua bidang data dan informasi), dan Abu Fajri (komandan laskar).68 Tujuan dari kelompok JA dalah untuk menegakkan syariat Islam. Hal ini berarti tidak bertujuan mendirikan negara Islam, akan tetapi membuat pemerintah Indonesia untuk menjalankan, dan menerapkan syariat Islam secara total.69 66 Ibid, h.74. Ibid. h.74 68 Ibid, h.76. 69 ibid, h. 77-81. 67 32 Pendanaan JA berasal dari tiga sumber, yaitu: iuran anggota, sumbangan dari pemimpin JA, dan sumbangan dari simpatisan. Anggota-anggota JA memberikan sumbangan Rp.5.000 – Rp.100.000 perbulan tergantung dari situasi keuangan masing-masing. Pemimpin JA dan para simpatisan menyumbangkan uang sebesar Rp.250.000 sampai tiga juta. Diantara simpatisan JA adalah mantan pejabat Kodam Siliwangi dan pengurus Majelis Mujahidin Indonesia. Kelompok teroris JA menjalin kerjasama dengan Jamaah Islamiyah dalam bidang militer dan dakwah. Dalam bidang militer, JA mendapatkan materi pelatihan militer tentang manajemen operasi militer dari Ustadz Dudung, anggota Jamaah Islamiyah di Subang.70 Sementara itu, Syaifudin Umar alias Abu Fida, seorang anggota Jamaah Islamiyah dan jaringan Noordin M.Top dari Surabaya, membantu pemimpinan JA dalam memantapkan ideologi jihad anggota-anggota JA. Abu Fida mengajarkan paham Noordin M.Top mengenai perlunya operasi balas dendam kepada Amerika dan pentinggnya menjalankan operasi terorisme dalam unit-unit kecil. Berikutnya kelompok teroris Filipina yang terjadi karena kelompok pemberontakan Moro sangat mendominasi kehidupan politik di Filipina dalam beberapa periode.71 Keberadaan kelompok Moro tidak lepas dari peranan Spanyol dan Amerika yang pernah menjajah negara tersebut. Sejak Filipina di bawah jajahan Spanyol selama hampir 350 tahun, telah banyak kebijakan yang dikeluarkan. Salah satu kebijakan yang kemudian memicu timbulnya peperangan adalah ketika tahun 1565, Spanyol menghentikan penyebaran agama Islam dan 70 Ibid, h.84. Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme: Humanis, Soul Approach dan Meyentuh Akar Rumput,. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009, h.20. 71 33 aktivitas kelompok Moro di selatan Filipina. Kemudian Spanyol berusaha memperluas penyebaran agama Kristen di wilayah utara Filipina. Di bawah jajahan Amerika Serikat, Filipina pun mengalami nasib yang hampir sama, yaitu wilayah yang berpenduduk Islam bangsa Moro dikuasai. Pada tahun 1972 lahir suatu gerakan Moro National Liberation Front (MNLF) yang didirikan oleh Nur Misuari.72 Perselisihan antara pemerintah Filipina dan MNLF pimpinan Nur Misuari akhirnya diakhiri dengan kesepakatan perdamaian kedua belah pihak di Tripoli pada tahun 1976. Perjanjian tersebut baru ditandatangani pada tahun 1996, seiring dengan pelaksanaan Konferensi Organisasi-organisasi Islam atau Organization of1 the Islamic Conference (OIC) yang dilasanakan di Jakarta. Kesepakatan in diambil dengan memberlakukan otonomi khusus bagi rakyat Muslim Mindanao atau Autonom Region of Muslim Mindanao (ARMM) dan sekaligus mengangkat Nur Misuari sebagai gubernur. Sebagai bagian dari Mindanao, ARMM dibentuk untuk membawa situasi ketertiban dan keamanan di kawasan tersebut.73 Tetapi, hal itu gagal dilakukan saat Misuari dan pasukannya turut dalam berperang. Para pendukung Misuari menolak ARMM yang mengakibatkan terjadinya konflik antara Tentara Filipina (AFP) dan ARMM. Konflik internal di dalam faksi MNLF terutama antara Misuari dan Hussin merupakan salah satu permainan perang tersendiri dalam konflik Filipina. Konflik internal dalam tubuh MNLF telah menyebabkan kelompok Misuari kehilangan posisi tawar mereka dengan pemerintah Filipina. Pemerintah Filipina tidak selalu mampu menangani situasi di Mindanao. Sebagai contoh, kebijakan deklarasi Perang Total yang diutarakan oleh Presiden Estrada 72 Ibid, h.21. Yunanto, S. Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 2003, h.172-173. 73 34 pada Mei 2000 sama sekali menggagalkan proses perdamaian. Pandangannya yang menyamaratakan bahwa semua Islam adalah musuh memperlihatkan pengetahuannya yang minim serta ketidakpekaannnya tentang sejarah pemberontakan bangsa Moro. Selain konflik internal, perdamaiaan di Mindanao juga dipengaruhi kesenjangan ekonomi tidak hanya terjadi di Manila (kelompok kaya) tetapi juga di antara Tri-people (masyarakat asli, penduduk muslim, dan penduduk Kristen) yang memilih pandangan berbeda dalam memahami proses politik dan ekonomi.74 Kecemburuan sosial yang disebabkan oleh akses terhadap pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan serta jaminan sosial di antara masyarakat Selatan merupakan faktor-faktor di balik kesenjangan tersebut. Penyelesaian pemberontakan Moro, dari yang paling tegas (Martial Law 1972) sampai dengan kesepakatan damai 1996 semuanya mengalami kegagalan. Mindanao bukan hanya merupakan persoalan hukum, melainkan juga persoalan budaya dan sejarah. Diskriminasi politik kolonial Spanyol berlanjut pada masa kolonial Amerika. Kemunculan awal pemberontakan kelompok Islam terhadap negara Filipina dimulai pada awal 1950-an.75 Situasi Mindanao memburuk di bawah pemberlakuan Undang-undang Darurat 1972 yang dideklarasikan oleh Presiden Marcos. Orang-orang Moro selalu berada dalam situasi yang serba kekurangan terhadap pemenuhan hak untuk memperoleh akses di bidang-bidang pendidikan, kesehatan, dan kehidupan sosial. Dalam pandangan pemerintah, Moro telah melawan undang-undang. Konstitusi Filipina tidak mengatur secara jelas hubungan antara pemerintah di tingkat pusat dan daerah, apakah dalam bentuk 74 75 Ibid.h.173 Ibid. h.174 35 negara kesatuan atau federal, meskipun sistem negara kesatuan mendominasi sistem pemerintahan Filipina. Setelah Marcos digulingkan dalam tahun 1986, administrasi Corazon Aquiono mulai bernegosiasi tentang otonomi Moro dengan MNLF, tetapi gagal karena oposisi oleh faksi-faksi dalam pemerintah Manila dan perbedaan antara Moro.76 Jaringan Filipina merupakan jaringan terkecil diantara jaringan JI, tetapi sangat penting sebagai sebuah logistik utama untuk bertanggunjawab memperoleh bahan peledak, senjata dan perlengkapan lainya.77 Pemimpin jaringan Filipina berasal dari Indonesia, Fathur Rohman al-Gozi (Mike). Ia lahir pada 17 Februari 1971 di Jawa Tengah, Al-Gozi juga merupakan murid di pesantren Al-Mukmin milik Abu Bakar Ba’asyir sejak tahun 1984-1990, kemudian melanjutkan madrasa di Pakistan pada tahun 1990. Di Pakistan ia direkrut sebagai anggota JI oleh seorang pebisnis asal Malaysia dan seorang anggota shura JI, Faiz Abu Bakar Bafana. Ia dilatih oleh Al-Qaeda di Afghanistan (1993-1994), dimana ia dikenalkan kepada beberapa personel MILF dan dikirimkan ke Filipina (1996) sebagai penghubung dan mendirikan sel JI. Al-Gozi menjadi penghubung antara JI dengan MILF, dimana posisi ini sangat penting, karena banyak anggota JI yang dilatih di kamp MILF. Al-Gozi dan pelatih lainnya dari JI dan Al-Qaeda dalam MILF memainkan peranan dalam beridirnya organisasi teroris mereka pada tahun 1999-2000, ini merupakan grup operasi khusus.78 Sebagai imbalannya, Muklis Yunos, komandan kelompok operasi khusus, yang dilatih dengan Al-Gozi di Afghanistan mempertemukan Al76 Angel M.Rabasa, Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radical, and Terrorists. New York: Oxford University Press Inc, 2003, h.54. 77 Zachary abuza, Militant Islam in Southeast Asia, London: Lynne Rienner Publisher: 2003, h.136-137. 78 Ibid.h.137-138 36 Gozi dengan Hussain Ramos, pemasok bahan peledak ke MILF. Hal ini penting, karena pada musim gugur tahun 2000, Al-Gozi memerintahkan untuk memperoleh bahan peledak yang signifikan untuk operasi JI. Dalam satu pertemuan di Kuta Kinbalo, Malaysia, Faiz bin Abu Bakar Bafana telah memesan kepada Al-Gozi pembelian lima sampai tujuh ton bahan peledak yang akan dibawa ke Singapura dan akan digunakan di Singapura, Faiz mengirimkan $18,000 untuk pembayaran melalui sebuah bank di Singapura kepada tiga akun rekening Al-Gozi di bank nasional Filipina. Al-Gozi mengambil 250,000 peso ($4,850) dari bank pada November 2000 dan mulai melakukan pembelian bahan peledak di Cebu; kemudian Al-Gozi mengaku melakukan membeli lebih dari 1,100 kilogram TNT. Untuk mendukung MILF, Al-Gozi membantu dan mendapatkan keuangan untuk Muklis dalam pemboman Metro Manila pada 30 Desember 2000, yang menewaskan 22 orang. Al-Ghozi alias Ronny Asaad bin Ahmad alias Idris Anwaruddin alias Randi Adam Alih alias Sammy Sali Jamil ditangkap 15 Januari 2002. Ia dibekuk karena menyimpan secara ilegal satu ton bahan peledak jenis TNT (trinitrotoluene), 300 detonator, dan 17 senapan M-16.79 Untuk semua alat pemusnah ini, tentu diperlukan dana tidak sedikit. Harga resmi yang dibayar militer AS untuk satu pon TNT sekitar US$ 25. Dan harga ini bisa lebih mahal di pasar gelap. Untuk memperolehnya, Ghozi harus memiliki paling sedikit US$ 50 ribu (sekitar Rp 420 juta). Ghozi, yang bernama sandi ”Mike”, menyimpan uang lebih banyak karena, ia terlibat dalam peledakan stasiun kereta 79 Dana ’halal’ untuk aksi terlarang, http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id. html. diakses pada 29 September 2009, pukul, 20.45. 37 api Metro Manila, 30 Desember 2000. Ghozi menyediakan komponen peledak dan penyandang dana bagi tersangka utama, Muklis Yunos. Selanjutnya kelompok teroris di Singapura. Negara Singapura menjadi bagian dari kawasan Asia Tenggara, khususnya bagian Dunia Melayu. Sebelum dikuasai kerajaan Inggris, Singapura merupakan bagian kekuasaan Riau Lingga, negara bagian Johor.80 Ditinjau dari berbagai aspek, Dunia Melayu tetap merupakan wilayah yang penting baik secara geopolitik, geoekonomi, maupun geososial bagi keberlangsungan Singapura. Bagi kekuatan-kekuatan besar, Singapura merupakan negara yang penting di Asia Tenggara. Letak pentingnya Singapura karena negara ini memiliki sumber-sumber kekayaan regional, sebagai pengawas jalur utama komunikasi laut dan kedekatannya dengan pusat-pusat kekuatan penting di Cina, Jepang, dan India. Satu efek terpenting dari Tragedi 9/11 adalah munculnya kebersamaan antara Beijing dan Washington dalam menghadapi ancaman terorisme internasional. Kesaksian mengenai peningkatan globalisasi dunia yang terlihat di New York dan Washington pada 11 September mempunyai dampak yang jauh dan luas. Salah satu kawasan yang merasakan dampaknya secara langsung adalah Asia Tenggara. Kawasan ini selalu diperhitungkan dalam strategi politik dan ekonomi dunia sejak tahun 1945 dan belum pernah lepas dari perhatian negaranegara dunia. Dengan tuduhan Washington terhadap Osama dan jaringan AlQaeda mengenai serangan teroris dan deklarasi perang melawan para pendukungnya dan sumber-sumber teroris, perang AS melawan teroris mau tidak mau menjangkau Asia Tenggara, terutama dalam rangka hubungan-hubungan 80 Yunanto, S. Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, h.186. 38 yang sudah dijalin antara berbagai kelompok teroris di kawasan ini, yang juga menjadi sasaran AS. Dalam hubungan ini, perhatian khusus diberikan kepada teroris yang dikaitkan dengan gerakan Islam yang beroperasi di Malaysia, Indonesia, dan Filipina dan juga ditemukan jaringannya di Singapura.81 Masalah dan tantangan bagi Singapura tidaklah sederhana mengingat hubungan dengan negara tetangga yang penduduknya mayoritas beragama Islam (Indonesia dan Malaysia). Tantangan itu juga muncul dalam bentuk ancaman baru dari terorisme internasional yang sudah memiliki jaringan di kawasan ini. Secara tradisional, pemerintah Singapura selalu memperhatikan ancaman keamanan dari dalam dan dari negara tetangganya terutama ancaman yang berasal dari komunisme dan komunalisme. Negara ini pernah mempunyai pengalaman terorisme di masa lalu, termasuk tantangan teroris yang dilakukan Partai Komunis Malaya, 22 kasus yang melibatkan tokoh agama dan sebelas serangan bom dalam kurun waktu antara tahun 1986 dan 1974, teroris dari partai Palestina Merdeka dan Japanese Red Army, pembajakan pesawat penerbangan Vietnam, Malaysia, dan Singapura pada Oktober 1977, Desember 1977 dan Maret 1991. Pada Desember 2001, pemerintah mengumumkan penangkapan sejumlah warga negara Singapura yang mempunyai hubungan dengan teroris regional dan internasional serta terhadap mereka yang merencanakan aksi untuk meledakkan sasaran Amerika di Singapura. Bagaimanapun cara pemerintah menangani masalah dan tantangan ini, yang jelas adalah tragedi 11 September sudah secara langsung menganggu keamanan Singapura dalam berbagai tingkatan. 81 Ibid, h.189-190. 39 Singapura memiliki sejumlah persoalan yang berkaitan dengan Islam militan dan permasalahannya. Ada tiga faktor utama yang dapat diperhatikan dalam kaitan ini, yaitu:82 a. Kenyataan tentang bertambahnya populasi penduduk muslim. b. Fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa Singapura terletak di Asia Tenggara terutama dikelilingi oleh negara-negara dengan populasi muslim terbesar di Indonesia, Malaysia, Brunei seperti juga halnya di Thailand dan Filipina Selatan. c. Kenyataan tentang keunikan geopolitik dan geostrategis Singapura tidak dapat menghindar dari pekembangan pada tingkat global, yang berasal dari Timur Tengah atau cara Barat memandang politik Islam atau Islam militan secara garis besar dampaknya terhadap Singapura dan kebijakan luar negerinya sebagaimana juga penduduk Muslim dan non-Muslim menanggapi perkembangan ini. Jaringan teroris Singapura tidak besar, sekitar enam puluh hingga delapan puluh anggota. Singapura menjadi tempat operasional jaringan, dan sel Singapura bertanggung jawab untuk perencanaan dan koordinasi serangan.83 Sel Singapura dipimpin oleh Ibrahim bin Maidin, yang tidak memiliki pelatihan agama formal, tetapi dilatih oleh Ba'asyir, Hambali, Sungkar, dan Abu Jibril, yang sering mengunjungi Singapura untuk ceramah di acara pribadi. Dia telah dilatih di Afghanistan pada tahun 1993. Banyak warga Singapura juga direkrut ke dalam sel JI Malaysia melalui studi mereka di beberapa madrasah JI, termasuk sekolah AlTarbiyah Luqmanul Hakiem di Johor. Maidin adalah amir kelompok, sementara 82 83 Ibid, h.191-192. Abuza, Militant Islam in Southeast Asia, h.138-139. 40 operasi kegiatan dipimpin oleh Mas Slamat Kastari. Sel jaringan Singapura memilik lima unit fungsi, yaitu: mengoperasikan atau menjalankan, keamanan, utusan, penyedia dana, dan sebagai penghubung. Salah satu fungsi yang paling penting dari sel Singapura adalah penggalangan dana. Anggota sel menyumbangkan dua persen dari gaji mereka kepada JI di awal 1990-an dan lima persen pada akhir dekade.84 Peneliti Singapura percaya bahwa 25% dari dana yang diberikan ke sel JI Malaysia dan 25% ke sel Indonesia. Transfer ini dilakukan oleh individu. Sisa dana digunakan untuk peralatan, operasi, dan pelatihan di luar negeri. Sel JI Singapura juga terlibat dalam penggalangan dana untuk MILF. Dari tiga puluh enam orang ditahan di Singapura antara Desember 2001 dan Agustus 2002, ada empat orang yang tidak tercatat sebagai anggota JI akan tetapi aktif sebagai pendukung dan mengumpulkan dana untuk MILF. Sebagai contoh, Husin Abdul Azis, warga Singapura yang telah dilatih di sebuah kamp MILF, tidak hanya memberikan sumbangan sebesar $20.000 dari uangnya sendiri untuk gerakan namun juga menambahkan $20.000 Singapura untuk MILF. Kemudian yang lainnya ditahan pada bulan Agustus 2002, Habibullah Hameed, juga memberikan $40.000 selama bertahun-tahun untuk MILF. Kebijakan Singapura melawan terorisme internasional dan ancaman yang diperlihatkan oleh kelompok-kelompok militan Islam tampak lebih jelas. Negaranegara ASEAN telah mengambil sejumlah cara untuk mencegah dari kehancuran. Meskipun terdapat ketidakseragaman dalam tindakan-tindakan memerangi terror pada level nasional masing-masing. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah 84 Ibid, h.139-140. 41 Singapura sesuai dengan tujuan-tujuan beberapa pemerintah dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi terorisme di Asia Tenggara. Kebijakan yang ditujukan dengan upaya mengahadapi kelompok Islam militan adalah sebagai berikut: 85 a. Menginvestigasi jaringan bawah tanah JI. b. Mencegah terjadinya kekerasan dan penganiayaan dan memajukan kesejahteraan rakyatnya. c. Mengambil langkah yang dapat mencegah terhadap meluasnya operasi JI. d. Berhubungan dengan berbagai instansi pemerintah untuk mensosialisasikan ancaman yang sesungguhnya, dan meyakinkan bahwa persoalan ini tidak berhubungan dengan masalah etnik dan sosial dalam negeri. Langkah ini juga meyakinkan bahwa ancaman ini bukan berasal dari Islam melainkan berasal dari terorisme. e. Mendukung berbagai usaha dipolmasi dan politik untuk menentapkan JI sebagai terorisme internasional. Kelompok teroris Malaysia juga tidak jauh dari persaingan politik. Militan Islam di Malaysia tumbuh dalam suasana persaingan politik yang tajam antara kedua partai politik utama, yaitu Organisasi Nasional Malaysia Bersatu/UMNO dan Partai Islam seMalaysia/PAS.86 Konfrontasi kedua parta politik tersebut dianggap memperlambat perkembangan Islam di Malaysia. Rivalitas antara UMNO dan PAS tidak mendorong Islam sebagai sebuah ideologi yang kuat, bahkan menjadikan faktor penghambat proses Islamisasi di Malaysia. Orangorang yang menginginkan Islam sebagai ideologi yang paling berpengaruh di 85 86 Yunanto, S. Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, h.193. Ibid, h.221. 42 Malaysia pendukungnya terdiri dari berbagai ras, merasa frutasi. Munculnya AlMaunah, Kumupulan Mujahidin Malaysia (KMM) dan cabang Jamaah Islamiyah dipercayai sebagai kelompok yang dapat mewujudkan perubahan yang cepat dalam mewujudkan peranana Islam dalam masyarakat Malaysia. Al-Maunah merupakan kelompok militan pertama yang merasa frustasi dengan rivalitas antara UMNO dan PAS. KMM awalnya merupakan sebuah gerakan yang pengorganisasiannya sangat longgar. Gerakan ini muncul pada tahun 1986 sebagai sebuah gerakan bawah tanah dengan nama Halaqah Pakindo. Banyak alumni jihad dari Afganistan yang bergabung bersama KMM dan pernah membantu jihad dalam konflik Ambon dan Filipina.87 Anggota-anggota KMM yang mendapatkan tindakan represif pemerintah banyak yang ditampung oleh PAS. Bahkan PAS juga yang membantu mereka secara hukum ketika ditangkap oleh polisi. Dalam konteks inilah, jaringan KMM, Jamaah Islamiyyah, dan PAS sesungguhnya bagian dari gerakan kultural dan politik yang tidak suka dengan gaya pemerintah rezim Mahathir dan Badawi yang represif terhadap para pembangkang (oposisi). Tujuan pertama KMM adalah melakukan gerakan pemurnian Islam terhadap orang-orang melayu.88 Dalam mencapai tujuannya, KMM mengajak alumni Masakapindo dan mantan pejuang Afghanistan untuk terlibat dalam misi ini. Selama perang Afghanistan tahun 1980an, orang-orang Islam Malaysia pergi ke Afghanistan untuk membantu saudara-saudara Muslimnya dalam perang melawan Uni Soviet. Tujuan kedua dari KMM adalah untuk menjaga dan meyakinkan perjuangan politik PAS. Pemimpin gerakan ini berusaha untuk 87 Ibid, h.225. Ibid, h.225-226 . 88 43 melindungi politisi PAS jika pemerintah akan menangkap mereka. Tujuan jangka panjang KMM adalah untuk melaksanakan Shari'ah Islam di Malaysia sebagai dasar untuk mendirikan negara Islam. Gerakan ini bahkan membahayakan terbentuknya negara Islam di wilayah ini yang menggabungkan Indonesia, Malaysia, Filipina Selatan dan Thailand Selatan yang kemudian disebut sebagai Daulah Islam Nusantara. Hambali merupakan tokoh yang menghubungkan KMM dengan jaringan Islam di wilayah ini.89 Tuduhan hubungan KMM dengan Al-Qaeda juga dilakukan oleh Hambali, yang juga disinyalir sebagai tokoh JI di Indonesia. Hambali dan Abu Bakar Ba’asyir merupakan dalang di belakang JI di Indonesia dan Malaysia. Hubungan KMM dengan JI juga melalui Hambali. Lima fungsi jaringan JI yang mudah terlihat di Malaysia,90 pertama, pekerjaan sangat teliti dengan Malaysia, dengan siapa yang ingin bersungguh-sunguh menjadi anggota. Abu Jibril sebagai pemimpin spiritual di KMM. Ke dua, jaringan Malaysia sebagai penyalur utama antara JI, Osama bin Laden dan Al-Qaeda di Afghanistan. Jaringan Malaysia telah menjadi pusat logistik untuk pengiriman pasukan matamata JI ke Afghanistan untuk silatih. Ke tiga, jaringan ini bertanggungjawab untuk merekrut dan mendidik. Kebanyakan merekrut yang telah selesai di pendidikan sekolah Al-Tarbiyah Luqmanul Haqim, yang juga memainkan peranan penting di semua struktur JI. Pembiayaan untuk sekolah dibiayai oleh figur garis tengah JI, Wan Win Wan Mat, dosen di Universitas Teknologi Malaysia (UTM), ia juga sebagai bendahara penyedia dana $33,000 untuk bom klub di Bali kepada Mukhlas, pemimpin Al-Tarbiyah dan pengorganisasi serangan bom Bali. 89 90 Ibid, h.227. Abuza, Militant Islam in Southeast Asia, h.134-136. 44 Ke empat, jaringan Malaysia bertanggungjawab pembangunan beberapa sektor perusahaan yang digunakan untuk dana Al-Qaeda dan memperoleh senjata, serta bahan pembuat bom. Ada juga dimana anggota JI membangun binsis, dan menerima kontrak bisnis dari pendukung JI, kemudian memberikan hasil pendapatan tersebut ke organisasi. Berdasarkan white paper pemerintah Singapura, bahwa JI menjalankan bisnis untuk memberikan 10% dari total pendapatan untuk organisasi. Uang tersebut disebut juga dengan infaq fisabilillah atau uang jihad. Uang infaq fisabilillah dikontrol oleh ketua operasi JI, Hambali dan digunakan untuk mendukung biaya perjalanan dan pelatihan anggota di kamp Al-Qaeda di Afghanistan serta kamp MILF, uang tersebut juga digunakan untuk membeli senjata, bahan peledak serta memberikan subsidi ke madrasah. Ke lima, jaringan Malaysia bertanggungjawab untuk membangun sebuah jaringan di Australia. Yazid Sufaat, seorang mantan kapten tentara malaysia dan pelatih ahli biokimia Amerika Serikat,91 ditahan pemerintah Malaysia berdasarkan UndangUndang Keamanan Internal atas tuduhan kontroversial memiliki hubungan dengan Al-Qaeda.92 Sufaat, yang juga seorang ahli kimia Malaysia dan anggota Jemaah Islamiyah, adalah rekan dekat Hambali dan dilaporkan sebagai tokoh kunci dalam membantu memperluas jaringan bin Laden di Asia Tenggara. Para pejabat AS mengatakan ada bukti bahwa Sufaat bertemu dengan dua pembajak pesawat pada 11 September, dan pada bulan Januari 2000 di Kuala Lumpur Sufaat menyediakan $35.000 kepada Zacarias Moussaoui, tokoh lain yang terlibat dalam serangan 11 September. 91 Ibid, h.134. Al-Qaeda in Southeast Asia: Evidence and Response, situs Center fo Defense Informations, http://www.cdi.org/terrorism/sea.cfm. Diakses pada 29 September, pukul 24.00. 92 45 Selain Sufaat, pihak berwenang Malaysia juga telah menangkap puluhan tersangka anggota Jemaah Islamiyah dalam beberapa pekan terakhir. Selain itu, mereka juga telah menangkap 50 anggota KMM, dan sedang mencari sekitar 200 anggota lainnya.93 KMM berusaha untuk mendirikan sebuah negara Islam yang terdiri dari Malaysia, Indonesia dan Filipina selatan, dan memiliki sejarah pemboman, perampokan dan pembunuhan. Sejak serangan 11 September di Amerika Serikat, Perdana Menteri Mahathir telah membenarkan penggunaan Internal Security Act (ISA) berdasarkan alasan kontra-terorisme.94 Serangan September juga mendorong perubahan besar dalam kebijakan AS mengenai penindasan politik di Malaysia. Internal Security Act (ISA) adalah hukum penahanan preventif awalnya diberlakukan pada awal tahun 1960 selama keadaan darurat nasional sebagai tindakan sementara untuk memerangi pemberontakan komunis. Berdasarkan Pasal 73 (1) ISA, polisi bisa menahan seseorang sampai 60 hari, tanpa surat perintah atau pengadilan dan tanpa akses pengacara hukum. Meskipun kukuh menentang kampanye militer pimpinan AS di Afghanistan, Mahathir tegas tentang terorisme di daerah. Menteri Pertahanan Datuk Seri Najib Tun Razak setuju untuk bekerja lebih erat dengan Indonesia untuk memerangi terorisme dan meningkatkan pertukaran intelijen militer. Pemerintah juga telah mendesak ASEAN untuk memainkan peran yang lebih menonjol dalam pemecahan regional daripada bergantung pada kepemimpinan AS. 93 Ibid. Malaysia's Internal Security Act and Suppression of Political Dissent, situs human right watch, www.hrw.org/backgrounder/asia/malaysia-bck-0513.htm. Diakses pada 24 Maret 2011, pukul 18.00. 94 46 Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa metoda pendanaan terorisme di masing-masing negara (Indonesia, Filipina, Singapura, dan Malaysia) menggunakan beberapa metoda yang sama, yaitu mendapatkan dana untuk kegiatan terorisme melalui kurir, sumbangan dana pribadi, iuran anggota, dan media transfer seperti yang dilakukan Al-Gozi di Filipina. Teroris di ke empat negara tersebut juga ada kaitannya dengan terorisme internasional seperti ALQaeda dan Jamaah Islamiyah (JI). Al-Qaeda dan JI juga turut membantu pendanaan bagi kelompok-kelompok teroris tersebut. C. Kelompok Teroris Internasional di Asia Tenggara Secara umum perkembangan ancaman terorisme di Asia Tenggara, latar belakangnya tidak lepas dari tumbuhnya jaringan organisasi Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah (JI).95 Al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah mengembangkan kemampuan teroris Asia Tenggara untuk menjadi sebuah lahan operasi. Kawasan ini menjadi back office bagi Al-Qaeda, menyediakan dukungan logistik dan keuangan. Jamaah Islamiyah juga menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan operasi mereka, contohnya Singapura dan Malaysia sebagai kawasan ekonomi, Filipina sebagai kawasan training (latihan), Indonesia sebagai kawasan Jihad / lahan garap utama.96 Jamaah Islamiyah yang berarti Organisasi Keislaman, dibentuk di Malaysia di akhir tahun 1980an oleh sekelompok kaum ekstrem Indonesia yang 95 Wawancara dengan Bpk. Johannes O.S Manginsela, Kerjasama Multilateral BNPT pada 5 Desember 2011, pukul 11.30. 96 Wawancara dengan Bpk. AKP Terima Sembiring, SH. (Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI) pada 5 Desember 2011, pukul 15.00. 47 mengasingkan diri.97 Jaringan kelompok ini berkembang menjadi sel-sel yang tersebar di kepulauan Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Selsel yang lebih kecil kemungkinan ada di wilayah lain Asia Tenggara. Tujuan kelompok ini adalah mendirikan satu negara Islam di Indonesia dan wilayah lain Asia Tenggara. Di tahun-tahun awal pembentukannya JI menyarankan penggunaan jalan damai dalam mencapai tujuan itu, namun pada pertengahan tahun 1990-an kelompok ini mulai mengambil jalan mempergunakan kekerasan. Menurut David Wright-Neville dari Universitas Monash, Australia, militansi ini terbentuk sebagian karena kontak antara tokoh-tokoh JI dan personel Al-Qaeda yang berada di Afghanistan ketika itu. Dibawah pengaruh Al-Qaeda, JI mulai yakin bahwa tujuannya hanya bisa dicapai lewat "perang suci". Sementara itu, sejumlah besar anggota JI tidak suka dengan banyaknya umat Muslim yang tidak bersalah menjadi korban dalam serangan-serangan bom di Indonesia. Jamaah Islamiyah muncul untuk beroperasi di beberapa kelompok lainnya termasuk Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan menurut Rohan Gunaratna, bersama-sama mereka sebuah operasi jaringan regional teroris di bawah naungan Al-Qaeda.98 Beberapa kelompok telah dituduh memiliki hubungan dengan AlQaeda dan beberapa memiliki hubungan dengan gerakan-gerakan lain di wilayah ini. Pejabat Intelijen (terutama dari Singapura) telah menyelidiki kelompok karena menjadi perhatian luas di Januari 2002. JI juga telah terlibat dalam sejumlah pengeboman termasuk di Manila pada bulan Desember 2000. JI diduga dipimpin oleh seorang ulama Indonesia radikal, Abu Bakar Basyir, yang 97 Profil Jamaah Islamiyah. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/09/100922_jamaahislamiyah.shtm l.diakses pada 18 Januari 2010, pukul 17:00. 98 Frank Frost. Terrorism in Southeast Asia. http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm. Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25 48 mengelola sekolah Islam berasrama di Solo, Jawa Tengah. Pemboman di Singapura diduga diselenggarakan oleh deputi Basyir, Riduan Isamuddin, juga dikenal sebagai Hambali (yang saat ini lokasi tidak diketahui). JI diduga terkait dengan kelompok lain termasuk Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM). Singapura telah menyatakan bahwa JI menerima beberapa dana dari Al Qaeda selama tiga tahun. pejabat Singapura juga menyatakan bahwa Hambali telah berusaha untuk mengkoordinasikan kegiatan JI dengan kelompok Islam radikal di Thailand dan separatis di Filipina selatan, terutama Front Pembebasan Islam Moro (MILF) ke dalam aliansi yang disebut Rabatitul Mujaihidin. Bagan A. Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiyah AMIR Abu Bakar Ba’asyir Askari (Panglima Perang) Dzulkarnain Als.Ust Daud PLH Amir JI Abu Rusdan Als.Thoriqudin Majelis Syura Hambali MARKAZ Mantiqi I (Malaysia,Singa pura) Muchlas Als.Ali Gufron dan Adung Mantiqi II (Indonesia) Abu Irsyad Als.Syahroni Mantiqi III (Mindanao, Sabah-Kaltim) Mohammad Nasir Abas Als.Khairudin Als.Sulaeman Als.Leman Als.Maman Als.Malik Als.Edy Mulyono Majelis Qyadah Markaziyah Mustofa Als.Abu Tholut dan Acmad Rocman Als.Saad Mantiqi IV (Australia) Abd.Rohim Ayub Skema organisasi JI yang dipaparkan Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri di Mabes Polri, Jumat (24/9/2010).99 Keterangan: Organisasi JI punya beberapa Mantiqi yang tunduk pada Markaz dalam menjalankan aksi terornya di Asia Tenggara. Terdapat empat mantiqi, Mantiqi Ula atau Mantiqi I meliputi wilayah Singapura dan Malaysia. Nama Muklas alias Ali Gufron terpidana mati Bom Bali I pernah menjadi pimpinan Mantiqi Ula atau I. Mantiqi II atau biasa disebut dengan nama Mantiqi Sani. 99 Mengintip Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiah. http://www.tribunnews.com/2010/09/24/mengintip-struktur-jaringan-teroris-jamaah-islamiah. .Diakses pada 27 September 2010, Pukul 01.40. 49 Jaringan inilah yang cukup progresif menjalankan aksi terornya. Sebagian Wilayah Indonesia bagian barat dibawahai oleh Mantiqi II. Untuk Mantiqi II, Mabes Polri berhasil memetakan kekuatan struktur organisasinya. Matiqi II membawahi delapan Wakalah atau organisasi JI tingkat provinsi. Ada wakalah Sumatra Utara, Pekanbaru, Lampung, Jabotabek, Jawa Barat, Surakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wakalah-wakalah ini masih membawahi lagi yang namanya Khatibah atau organisasi setingkat kota. Khatibah membawahi Qirdas. Dibawah Qirdas ada yang namanya Fiah atau kelompok kecil. Mantiqi III atau biasa disebut dengan nama Mantiqi Tahlid meliputi wilayah Mindanao, Sabah, Kaltim dan Sulawesi. Sama seperti Mantiqi lainnya Mantiqi ini juga membawahi Wakalah, lalu Khatibah dan Qirbas. Nasir Abas pernah menjadi pimpinan Mantiqi ini. Mantiqi ini sangat solid dalam aksi teror di poso dan pernah membentuk laskar Uhud. Mantiqi terakhir adalah Mantiqi IV atau Mantiqi Ukhro. Mantiqi ini meliputi wilayah Australia.100 Peta kekuatan organisasi teroris di Indonesia, Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand dan Filipina dimotori oleh konfederasi organisasi Islam radikal bernama Jamaah Islamiyah. Meski belum terbukti, sumber intelijen mempercayai Jamaah Islamiah didirikan pertama kali oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir.101 Sebagai jaringan teroris internasional, JI juga dipercayai mempunyai hubungan dan afiliasi yang erat dengan Al-Qaeda pimpinan Osama Bin Laden. Misi JI adalah mendirikan negara kekalifahan Islam di Asia Tenggara, meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei, dan Kamboja. Polisi meyakinii bahwa sebelum ditangkap Abu Bakar Baasyir adalah Amir JI. Selain Amir, Markaz diisi pimpinan seperti Askari (Panglima Perang), Amir, Regional Shura atau dewan penasihat dan BP Markaziyah. Hambali, sebelum ditangkap pada 11 Agustus 2003, pernah menjabat dewan penasihat Markaz JI. Hambali punya peran sebagai penghubung ke jaringan teroris Internasional seperti Al Qaeda dan Abu Sayaf. Meluasnya fenomena perang global terhadap aksi terorisme, yang kemudian lebih fokus pada upaya penumpasan jaringan Al-Qaeda, juga mengimbas kepada kawasan Asia Tenggara. Hasil penyelidikan FBI yang 100 Frank Frost. Terrorism in Southeast Asia. http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm, Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25 101 Mengintip Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiah http://www.tribunnews.com/2010/09/24/mengintip-struktur-jaringan-teroris-jamaah-islamiah. 50 dilakukan setelah Tragedi 11 September 2001 bahwa Al-Qaeda telah memperluas jaringan operasinya di Asia Tenggara fokus perhatian kemudian ditujukkan kepada negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia dan Malaysia.102 Al-Qaeda adalah jaringan yang sangat terdesentralisasi dan sukar dipahami, juga merupakan teroris transnasional yang sulit untuk didentifikasi dan diperangi. Institut Internasional Studi Strategi berpendapat bahwa meskipun Al-Qaeda di Afghanistan telah pecah sejak 11 September, organisasi ini masih memiliki dua pertiga kepemimpinan inti dari sekitar 20.000 aktifis yang dilatih di Afghanistan setelah 1996. Berdasarkan spesialis terorisme asal Inggris Rohan Gunaratna pada awal tahun 2002 diperkirakan bahwa sekitar seperlima dari kekuatan organisasi Al-Qaeda di Asia secara keseluruhan. Gunaratna berpendapat bahwa: 103 Their leaders are handpicked, mostly educated in the Middle East, speak Arabic unlike the vast majority of Asian Muslims, and were already of a radical bent. Al-Qaeda’s Asian core is handpicked from several hundred jihadi volunteers who fought in Afghanistan, including, inter alia, Central Asians, Chinese, Pakistanis, Bangladeshis, Indonesians, Malaysians, Singaporeans and Filipinos. (Pemimpin mereka dipilih dengan teliti, sebagian besar berpendidikan di Timur Tengah, berbicara dalam bahasa Arab tidak seperti mayoritas Muslim Asia, dan sudah cenderung radikal. Pusat Al-Qaeda Asia adalah dipilih dari beberapa ratus sukarelawan jihad yang bertempur di Afghanistan, termasuk, antara lain, Asia Tengah, Cina, Pakistan, Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina.) Lebih lanjut lagi Rohan Gunaratna mengatakan bahwa Al-qaeda memperluas jaringannya di kawasan Asia Tenggara dengan memanfaatkan internet, menginfiltrasi organisasi Muslim non pemerintahan, mengirim pemimpin 102 Nurani Chandrawati. 2003. “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi Perluasan Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia Tenggara”. Jurnal Politik Internasional Global vol.5 No.2 Mei 2003.h. 61 103 Frank Frost, Terrorism in Southeast Asia. http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm. Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25. 51 agama yang ekstrim ke kawasan dan melatih para aktifis di Afghanistan.104 Keterlibatan Al-Qaeda di Asia Tenggara mencakup pula penyediaan dana dan latihan militer beberapa kelompok Islam militan di Indinesia, Malaysia dan Filipina dan berencana untuk memperluas dan memperdalam pengaruhnya di kawasan.105 Eksistensi Al-Qaeda dan jaringannya di Asia Tenggara mulai digugat dan dipertanyakan ketika berbagai ledakan bom terjadi di Negara-negara ASEAN. Masyarakat semakin curiga terhadap Al-Qaeda dan jaringannya ketika sebuah ledakan dahsyat yang menewaskan sekitar 185 jiwa terjadi di daerah pantai kuta pada tanggal 12 Oktober 2002. Selang beberapa hari kemudian terjadi pula ledakan bom di Zamboanga, Filipina yang menewaskan sedikitnya 3 orang. Informasi tentang aktivitas Al-Qaeda dan kelompoknya di Asia Tenggara mulai terungkap setelah pemerintahan Taliban di Afghanistan menderita kekalahan. Dinas intelijen Singapura memperoleh informasi bahwa kelompok Aliansi Utara telah mengungkap pasukan Taliban yang berasal dari Asia Tenggara. Singapura menahan 15 orang anggota organisasi Jamaah Islamiyah dengan tuduhan merencanakan pemboman terhadap sasaran milik AS dan Negara Barat lainnya di Singapura.106 Jamaah Islamiyah diduga kuat mempunyai hubungan dengan Al-Qaeda sebab bersama mereka disita beberapa foto, bom, rekaman video sasaran serangan, paspor palsu, stempel imigrasi palsu, dan beberapa dokumen yang berhubungan dengan Al-Qaeda. Sementara pemerintah Malaysia menahan 13 orang teroris yang merupakan anggota dari Kumpulan 104 Poltak Partogi Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru, h.140. Menurut pemerintah Swiss, Osama Bin Laden pemimpin Al-Qaeda memiliki kekayaan antara 250-500 juta dollar AS, Australia 250 juta dollar AS dan Inggris 280-300 juta dollar AS, dua pengamat terorisme, Gunaratna dan Williams justru memperkirakan kekayaan pribadi Osama hanya sekitar 25 juta dollar AS dari keseluruhan nilai kekayaan warisan ayahnya yang sekitar 5 miliar dollar AS. A.M Hendropriyono, Terorisme: Fundamentalis, Kristen, Yahudi, Islam, h.190 106 Ibid. h.141-143 105 52 Mujahidin Malaysia (KMM). Malaysia pada awalnya hanya menahan seorang tersangka yang bernama Yazid Sufaat yang kemudian ditahan pada 9 Desember 2001 karena dicurigai mempunyai hubungan khusus dengan 3 tersangka pelaku pembajakan pesawat yang menabrak gedung Pentagon. Kecurigaan ini muncul karena pada 2000, Yazid Sufaat menerima kedatangan Khalid Al Midhar dan Nawaf Al-Hazmi di Kuala Lumpur dan menginap di sebuah apartemen yang menjadi mliknya. Terbongkarnya sel-sel Al-Qaeda di Asia Tenggara memperlihatkan bahwa Osama bin Laden secara cerdik telah mengubah sistem jaringan terorisme dengan tidak lagi terpusat pada Al-Qaeda sebagai satu organisasi tetapi menyebar sebagai parasit di berbagai kelompok separatis atau desiden di seluruh dunia.107 Bagai benalu, jaringan ini menempel dan menggerogoti kelomopk mlitan dengan mempropaganda anti Amerika Serikat. Dari pengakuan Omar Al Faruk, Fathur Rohman al Gozi, Yazid Sufaat, beberapa anggota MILF atau para anggota Jamaah Islamiyah yang tertangkap di Malaysia dan Singapura terlihat bahwa jaringan AlQaeda telah berada dimana-mana termasuk Indonesia. D. Upaya pemberantasan Terorisme di Negara-negara Asia Tenggara Dalam sub bab ini penulis akan membahas mengenai upaya pemberantasan terorisme di beberapa negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Filipina, Singapura, dan Malaysia. Keberhasilan kepolisian Indonesia dalam penangkapan pelaku-pelaku pemboman Bali sekaligus mengungkapkan jaringan kaum muslim radikal di Indonesia dan Asia Tenggara. Keberhasilan 107 Ibid. h.144 53 tersebut setelah POLRI membolehkan dan meminta polisi-polisi asing nonASEAN untuk membantu mereka dalam investigasi dan dengan demikian memperkenalkan mereka dengan teknologi forensik yang lebih canggih dan menggunakannya untuk mengungkapkan jaringan yang berniat membuat “negara Islam Nusantara” yang mencakup Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina Selatan. POLRI berhasil mengungkapkan bukti-bukti baru tentang jaringan radikal di Indonesia dan Asia Tenggara, tentang pembiayaan Bom Bali oleh jaringan Jamaah Islamiyah sebesar US$30.000 melalui seorang warga negara Malaysia, Wan Win Wan Mat, yang merupakan bendahara JI.108 Sama seperti Indonesia, kedudukan Islam di negara Malaysia tergolong mendominasi karena di Malaysia kedudukan partai keagamaan seperti Partai Islam se-Malaysia (PAS) tergolong mendominasi dan merupakan oposisi tangguh terhadap kekuasaan UMNO yang sedang berkuasa. Deputi PM Malaysia Ahmad Badawi mengingatkan bahwa Malaysia sangat potensial menjadi pusat baru kegiatan terorisme mengingat semakin meningkatnya kegiatan Islam militan di Malaysia. Pada tanggal 26 Juli 2001, pihak kepolisian Malaysia telah menangkap 2 orang Malaysia dan 13 orang Indonesia dilepas pantai Tawau di negara bagian Sabah dengan sejumlah senjata M16, 2 pistol dan sejumlah amunisi. Pada awal Agustus 2001, Pemerintah Malaysia menahan 10 orang anggota Kumpulan Majelis Mujahidin yang diduga kuat ingin membentuk sebuah negara Islam. Termasuk didalamnya seorang tokoh muda bernama Nick Adli Nik Abdul Aziz 108 C.P.F. Luhulima, “Pemberantasan Teorisme dan Kejahatan Transnasional dalam Pembangunan Keamanan Asia Tenggara”, Analisis CSIS, no.1, 2003. 54 yang ditangkap pemerintah dengan tuduhan berencana menggulingkan pemerintahan PM Mahatir Mohamad.109 Di Filipina, pemerintah setempat menyatakan telah menahan Faisal Dompol Ijajil, tersangka pelaku serangkaian pemboman di Manila yang diyakini merupakan anggota organisasi Abu Sayyaf yang memiliki keahlian dibidang pemboman dan intelijen. Demikian juga penangkapan terhadap Fathur Rohman Al Gozi, yang diduga merupakan anggota jaringan Al-Qaeda.110 109 Humphrey Wangke, Strategi ASEAN Menghadapi Terorisme, dalam buku Poltak Partogi Nainggolan (Ed), Terorisme dan Tata Dunia Baru, h.137. 110 Ibid, h.138. 55 BAB III KERJASAMA KEAMANAN KAWASAN ASEAN Bab ini akan membahas mengenai Kerjasama Keamanan Kawasan Asia Tenggara. Pembahasan akan di perinci dengan membahas prinsip-prinsip ASEAN, pembentukan komunitas keamanan ASEAN, isu-isu keamanan ASEAN seperti keamanan tradisional dan non-tradisional, konvensi ASEAN tentang pemberantasan terorisme serta peran ARF dalam kontra-terorisme. A. Prinsip-prinsip ASEAN ASEAN berdiri pada 8 Agustus tahun 1967. Pada awal pembentukannya ASEAN hanya terdiri dari lima negara: Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina. Walaupun masing-masing negara anggota berbeda satu sama lain dalam hal bahasa, budaya, agama, geografi, etnisitas dan pengalaman sejarah, hubungan antaranggota secara bertahap menumbuhkan rasa kebersamaan.111 Dengan latar belakang sedemikian beragam dan dorongan kuat untuk membentuk sebuah pola hubungan internasional baru dan berbeda dengan apa yang terjadi di masa lalu serta ditengah ancaman komunitas yang semakin kuat di Vietnam, Laos, dan Kamboja sudah tentu memerlukan upaya luar biasa agar tujuan tersebut dapat terwujud. Secara teoritis sudah tentu upaya besar semacam ini hanya mungkin bila negara-negara ASEAN memiliki norma yang akan mengatur interaksi di antara mereka sendiri sedemikian rupa sehingga tidak lagi muncul ancaman perang di kalangan negara anggota. 111 Bambang Cipto, 2007, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, h.13 . 56 Negara-negara anggota ASEAN memegang teguh prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:112 1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara-Negara Anggota ASEAN; 2. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan; 3. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau tindakantindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional; 4. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai; 5. Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota ASEAN; 6. Penghormatan terhadap hak setiap Negara Anggota untuk menjaga eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan paksaan; 7. Ditingkatkannya konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius mempengaruhi kepentingan bersama ASEAN; 8. Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional; 9. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, dan pemajuan keadilan sosial; 112 ASEAN Selayang Pandang. www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20Selayang%20Pandang.doc. Diakses pada 10 Oktober 2011, pukul 22.30. 57 10. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN; 11. Tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apa pun, termasuk penggunaan wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN atau Negara non-ASEAN atau subjek non-negara mana pun, yang mengancam kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan ekonomi Negara-Negara Anggota ASEAN; 12. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut oleh rakyat ASEAN, dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman; 13. Sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dengan tetap berperan aktif, berpandangan ke luar, inklusif dan non-diskriminatif; dan 14. Berpegang teguh pada aturan-aturan perdagangan multilateral dan rezimrezim yang didasarkan pada aturan ASEAN untuk melaksanakan komitmen-komitmen ekonomi secara efektif dan mengurangi secara progresif ke arah penghapusan semua jenis hambatan menuju integrasi ekonomi kawasan, dalam ekonomi yang digerakkan oleh pasar. Prinsip utama dalam kerjasama ASEAN antara lain adalah persamanaan kedudukan dalam keanggotaan (equality), tanpa mengurang kedaulatan masingmasing negara anggota. Negara anggota ASEAN sepenuhnya tetap memiliki kedaulatan ke dalam maupun ke luar (sovereignity).113 Sedangkan musyawarah 113 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kemlu RI, ASEAN Selayang Pandang, h.3. 58 atau pengambilan keputusan yang berbasis konsensus, pengakuan kedaulatan nasional dan renunsasi pemaikaiaan ancaman atau penggunaan kekerasan serta penyelesaiaan perbedaan dan perselisihan dengan cara damai.114 B. Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN Terkait Isu Terorisme Komunitas keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC), ditujukkan untuk mempercepat kerjasama politik keamanan di ASEAN untuk mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk dengan masyarakat internasional. 115 Komunitas keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membuat suatu pakta pertahanan atau aliansi militer, maupun kebijakan luar negeri bersama. Komuitas keamanan ASEAN dibentuk pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bali II, sebagai salah satu dari tiga Komunitas ASEAN, pada dasarnya adalah sebuah komunitas yang secara khusus mengutamakan cara-cara damai dalam menyeselaikan sengketa antar anggota.116 Landasan komunitas keamanan ini adalah kerjasama politik dan keamanan dalam kerangka keamanan komprehensif, yang mencakup ketahanan nasional dan regional. Komunitas keamanan Asia Tenggara ini mengacu kepada piagam Perserikatan Bangsabangsa (PBB) dan prinsip-prinsip hukum internasional. Melalui komunitas keamanan ini, ASEAN mengembangkan kerjasama politik dan keamanan sebagai bagian penting dari upaya pencegahan dan penyelesaian konflik, dan pembangunan perdamaian pasca konflik (post-conflict peace building). 114 C.P.F.Luhulima.dkk, Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008,h.45. 115 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kemlu RI, ASEAN Selayang Pandang, h.28. 116 C.P.F Luhilima, “Menuju Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN”, Analisis CSIS, vol.33, No.4 Tahun 2004, h.536. 59 Komunitas keamanan ASEAN membangun kerjasama dan konsultasi antar ASEAN dan mitra-dialognya tentang masalah-masalah keamanan regional melalui ASEAN Regional Forum.117 Komunitas ini juga memanfaatkan semua lembaga dan mekanisme ASEAN untuk menjamin agar Asia Tenggara bebas dari semua jenis senjata penghancur masal serta memperkuat kemampuan nasional dan regional untuk menghadapi dan memerangi terorisme serta semua bentuk kejahatan Lintas Negara lainnya. Di bidang kerjasama keamanan nonkonvensional, khususnya di bidang pemberantasan terorisme, langkah pertama yang harus diambil ialah harmonisasi undang-undang dan peraturan perundangundangan untuk memeranginya. ASEAN mengadopsi pemikiran keamanan komprehensif (comprehensive security) sebagai landasan kerjasama keamanan. Pemikiran ini mengakui bahwa masalah keamanan tidak hanya terdiri dari masalah-masalah militer, tetapi juga non-militer.118 Dua kerangka utama dijadikan landasan pembuatan kebijakan keamanan adalah doktrin Ketahanan Nasional (National Resilience) dan ketahanan regional (Regional Resilience). Kedua doktrin ini pada dasarnya bertujuan untuk mencegah intervensi pihak luar terhadap masalah-masalah keamanan internal, baik dalam lingkup domestik maupun regional. Doktrin ketahanan nasional diterjemahkan dalam kebijakan pertahanan nasional tiap negara, dalam mengatasi sumber ancaman domestik. Latar belakang pembentukan ASC antara lain adanya keinginan menyesuaikan forum kerja sama ekonomi yang sudah berjalan sejak awal pembentukan ASEAN 1967, karena dalam lima tahun terakhir agenda kerja sama 117 Ibid, h.540. Diniastuti. “Masa Depan Kerjasama Pengembangan ASEAN Regional Forum” , h. 376. 118 Keamanan ASEAN: Tantangan bagi 60 ekonomi ASEAN sangat dominan dan mengabaikan aspek kerja sama keamanan.119 Munculnya gagasan ASC diharapkan dapat menjawab tantangan ASEAN menghadapi isu-isu keamanan yang tidak hanya berkaitan dengan pertahanan dan ancaman militer, akan tetapi, menyangkut soal-soal nonmiliter, seperti kejahatan transnasional, terorisme, dan separatisme. Ketika masalah terorisme menimpa ASEAN, seperti pengeboman di Bali (Oktober 2002), Hotel JW Marriott, Jakarta (Agustus 2003), dan sejumlah aksi terorisme, juga pengeboman di Filipina yang diduga terkait dengan jaringan Jemaah Islamiyah di Singapura, Malaysia, dan Thailand, gagasan ASC semakin relevan untuk direalisasikan.120 Para pemerintahan ASEAN menyadari, saatnya ASEAN mempunyai instrumen yang efektif untuk memerangi terorisme, meski sejumlah masalah keamanan lainnya juga perlu diperhatikan. Namun, belum ada satu kesatuan kesepakatan, karena masing-masing negara ASEAN cenderung mengambil sikap sesuai dengan kepentingan sendiri-sendiri dalam masalah terorisme, sehingga menghambat ASC menjadi instrumen yang efektif. Sulit bagi ASEAN untuk memperoleh mekanisme regional yang berlaku umum bagi ASEAN, dan mengandalkan pola yang sudah ada seperti melalui jalur bilateral. C. Isu-Isu Keamanan ASEAN Isu-isu keamanan di kawasan ASEAN tidak lagi hanya mencakup keamanan tradisional, tetapi juga masalah keamanan non-tradisional, khususnya terorisme, keamanan maritim, narkoba, penyelundupan senjata, dan manusia. Perkembangan demikian menuntut suatu pengaturan keamanan yang tidak sekedar 119 Faustinus Andrea, Komunitas Keamanan ASEAN dan http://www.tempointeraktif.com/. Diakses pada 17 Oktober 2011, pukul 22.30. 120 Ibid. Terorisme. 61 berorientasi pada proses (lewat pertemuan-pertemuan), tetapi lebih fungsional sifatnya dan bisa membuahkan hasil konkrit.121 Konflik yang terjadi tidak jarang melibatkan penggunaan ancaman atau kekuatan militer yang disebut sebagai upaya tradisional untuk mendapatkan keamanan. Ungkapan ini kemudian untuk membedakan antara isu keamanan tradisional (military security) dan isu keamanan non-tradisional (non-military security).122 Dalam pembahasan isu keamanan tradisional, penulis akan membahas masalah perbatasan darat. Sedangkan dalam isu keamanan non-tradisional, akan dibahas mengenai terorisme, karena terorisme merupakan isu yang paling menjadi fenomenal pasca peristiwa 9/11. C.1 Keamanan Tradisional Salah satu alasan utama didirikannya ASEAN ialah untuk mencegah kembali terjadinya konflik diantara negara-negara bertetangga di Asia Tenggara. Bagi sebagian besar negara-negara ASEAN, keamanan tradisional, yang diartikan sebagai keamanan dari ancaman militer dari luar, pada umumnya menempati prioritas yang lebih rendah dalam perspektif keamanan komprehensif (comprehensive security).123 Perhatian negara-negara ASEAN lebih banyak tertuju pada tantangan keamanan non-tradisional yang semakin beragam dan mendesak untuk diatasi. Akan tetapi, bukan berarti bahwa masalah keamanan tradisional tidak lagi relevan dalam rangkaian hubungan bilateral para anggota ASEAN. Salah satu tantangan keamanan di kawasan ASEAN yang relatif sulit 121 Yasmin Sungkar (ed), 2008, Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN, Jakarta: LIPI, h.4. 122 Cipto, 2007, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, h.196. 123 Sungkar (ed), Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN, h.26. 62 untuk diatasi adalah sengketa perbatasan, baik di darat maupun di laut. Apabila tantangan keamanan non-tradisional bersifat transnasional pada umumnya mendorong negara-negara untuk bekerjasama, namun masalah keamanan tradisional cenderung bersifat zero sum game, yaitu keuntungan bagi satu pihak dan kerugian bagi pihak lainnya, sehingga musyawarah sulit dicapai. Bagi para pengusung konsep keamanan tradisional, negara adalah organisasi politik terpenting yang berkewajiban menyediakan keamanan bagi seluruh warganya. Sementara itu, para penganut konsep keamanan baru menyatakan bahwa tingkat keamanan yang begitu tinggi akan sangat bergantung pada totalitas interaksi antar individu pada tataran global.124 Hal ini dikarenakan konsep keamanan baru merupakan agenda pokok semua insan manusia di muka bumi ini dan oleh karenanya dibutuhkan kerjasama erat antar semua individu baik dalam tataran lokal, nasional maupun global. Dengan kata lain, tercapainya keamanan tidak hanya bergantung pada negara melainkan akan ditentukan pula oleh kerjasama internasional secara multilateral yang turut melibatkan aktor non negara. Bahkan dalam banyak kasus, aktor non-negara memainkan peran yang sangat vital dalam mengatasi berbagai isu-isu keamanan baru. Konflik bilateral selalu terjadi di mana pun baik di negara maju maupun di negara berkembang. Negara-negara anggota ASEAN yang berbatasan dengan negara lain sudah tentu berharap dengan pembentukan ASEAN konflik antarnegara akan berakhir. Misalnya saja seperti kasus Sipadan dan Ligitan. Pulau Sipadan dan Ligitan telah menjadi sumber pertikaian anatara Malaysia dan Indonesia sejak akhir tahun dekade 60-an. Kasus dibawa ke International Court of 124 Perwita, Pengantar Hubungan Internasional, h.125. 63 Justice (ICJ) tahun 1998. 125 Pada tanggal 17 Desember 2002 ICJ memberi hak kepada Malaysia untuk mengelola Sipadan dan Ligitan semata-mata karena pemerintah Malaysia dan sebelumnya pemerintah Koloni Inggris, secara terusmenerus telah menguasai dan mengelola kedua pulau tersebut. Klaim Indonesia yang berdasarkan pada dokumen hukum perjanjian antara pemerintah Kolonial Belanda dan Inggris mengenai garis batas wilayah masing-masing pada tahun 1891 dianggap oleh Mahkamah Internasional kurang kuat karena Indonesia selama ini tidak berupaya menguasai dan mengelola Pulau Sipadan dan Ligitan atau menentang apa yang dilakukan oleh Malaysia di kedua pulau tersebut.126 C.2 Keamanan Non-Tradisional Entitas keamanan tidak lagi terbatas pada tataran negara dan pertahanannya dari serangan militer luar, tetapi juga mencakup kelompok masyarakat dan manusianya.127 Isu-isu seperti penyakit menular, terorisme, perusakan lingkungan, perdagangan gelap narkoba, dan penyelundupan manusia menjadi isu yang mengkhawatirkan karena implikasinya dalam konteks keamanan yang lebih luas. Isu-isu non-militer tersebut kemudian dikategorikan sebagai tantangan keamanan non-tradisional. Keamanan non-tradisional adalah kejahatan yang dijalankan individu maupun kelompok yang operasinya melibatkan dua atau lebih negara termasuk kategori kejahatan transnasional. Kejahatan transnasional (Transnational Crime/TC) dapat juga disebut dengan kejahatan transnasional terorganisir (Transnational Organized Crime/TOC). 125 Cipto, 2007, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, h.196-202 Sungkar (ed), Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN, h.37. 127 Ibid, h.16. 126 64 Upaya pemberantasan kejahatan lintas negara (transnational crimes/TC) atau disebut pula sebagai non-traditional security issue di dalam Piagam ASEAN merupakan salah satu prioritas kerjasama ASEAN. Untuk mendukung pemberantasan TC, ASEAN telah membentuk ASEAN Ministers Meeting on Transnational Crime (AMMTC) pada tahun 1997 dengan mekanisme Senior Official Meeting on Transnational Crime (SOMTC) sebagai sub-ordinasinya.128 Negara anggota ASEAN menyepakati 8 (delapan) bentuk kejahatan transnasional yang harus ditangani secara bersama, yaitu: terorisme, Perdagangan Manusia / Trafficking in Persons, Penyelundupan obat-obatan terlarang, Pembajakan di Laut, Pencucian Uang, Kejahatan Ekonomi Internasional, Penyelundupan senjata, Kejahatan dunia Maya / Cyber Crime. AMMTC dilakukan secara periodik (2 tahun sekali) dan telah menetapkan kesepakatan kerjasama ASEAN dalam menanggulangi kejahatan lintas negara, yaitu pertukaran informasi, melalui capacity building, pelatihan, pelaksanaan hukum, ekstra kerjasama di kawasan regional. Demi efektivitasnya penyusunan action plan dan program-program selanjutnya, maka untuk setiap kejahatan telah ditunjuk negara sebagai fokal poin, sebagai berikut:129 a) Terorisme : Indonesia b) Penyelundupan obat terlarang : Singapura c) Pencucian uang : Malaysia d) Penyelundupan senjata : Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja e) Penyelundupan Manusia 128 : Filipina Kerjasama Politik Keamanan ASEAN. www.kemlu.go.id/.../Kerjasama%20Politik%20Keamanan%20ASEAN. Diakses pada 12 Oktober 2011, pukul 20.30. 129 wawancara dengan Bpk Kompol. Wino Sumarno (Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia Div.Hubinter Polri), 7 November 2011, pukul 10.00. 65 f) Kejahatan Laut : Malaysia g) Kejahatan ekonomi : Singapura h) Kejahatan dunia maya/cybercrime : Singapura D. Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme (ACCT) ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) ditandatangani pada Januari tahun 2007, yang sudah menandatangani ada enam negara, yaitu Singapura, Tahiland, Filipina, Brunei, Kamboja, Vietnam. Konvensi ini sudah aktif berlaku per 28 Mei 2011. Negara-negara yang sudah meratifikasi berkewajiban mengimplentasikan. Indonesia belum meratifikasi ACCT karena proses perundangan di Indonesia prosedurnya rumit, harus dari kementerian, presiden, DPR, semua ini karena sistem demokrasi. ACCT semacam payung hukum untuk memberantas terorisme di Asia Tenggara, mencakup berbagai program-program kerjasama termasuk bagaimana menghentikan pembiayaan terorisme.130 Pemerintah RI melalui Kementerian Luar Negeri dan DPR baru meratifikasi Konvensi ASEAN mengenai Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism/ACCT). Indonesia terlambat melakukan ratifikasi ACCT dibandingkan dengan keenam negara anggota ASEAN lain padahal pemerintah RI telah menandatangainya pada 13 Januari 2007, sedangkan Myanmar telah meratifikasi pada Januari 2012. Keterlambatan meratifikasi ACCT dapat melemahkan posisi diplomasi Indonesia di tingkat ASEAN mengenai isu pemberantasan terorisme, walaupun Indonesia telah meratifikasi tujuh konvensi internasional lain yang berkaitan dengan isu terorisme. Ratifikasi konvensi ACCT 130 wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito pada Direktorat Kerjasama Keamanan dan Politik ASEAN. 23 November 2011 pukul 09.00. 66 memberi manfaat dalam memperkuat aplikasi norma perilaku ASEAN, seperti jaminan bagi masing-masing anggota ASEAN untuk menjunjung tinggi prinsip kesetaraan, kedaulatan, integritas teritorial, yurisdiksi, dan tidak campur tangan dalam urusan negara lain. Ratifikasi konvensi ACCT menjadi tahapan penting bagi negara-negara anggota ASEAN untuk menunjukkan komitmen serius dalam membangun Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN 2015.131 ACCT sangat penting karena, pertama konvensi ini memperkenalkan program rehabilitasi, agar pelaku tindak terorisme dapat kembali menjadi bagian masyarakat, kedua konvensi atur jaminan perlakuan adil (fair treatment) dan ketiga konvensi dilaksanakan atas dasar prinsip non intervensi atas urusan dalam negeri negara lain. Ratifikasi ACCT memberi dukungan dari negara para pihak seperti pertukaran informasi intelijen, peningkatan kapasitas penegak hukum, penghentian pendanaan aktivitas terorisme serta memperoleh manfaat berupa bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance) dan ekstradisi terkait terorisme.132 ACCT mencakup kerjasama dalam hal mencegah pembiayaan terorisme, seperti yang tertulis pada pasal enam bidang kerjasama,133 yaitu mencegah mereka yang membiayai, merencanakan, memfasilitasi, atau melakukan tindak teroris dari menggunakan wilayah masing-masing untuk tujuan melawan Pihak lain dan / atau warga Pihak lainnya, mencegah gerakan teroris atau kelompok teroris oleh pengawasan perbatasan yang efektif dan kontrol pada penerbitan surat-surat 131 Ratifikasi Konvensi ASEAN, http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=299019. Diakses pada 13 Maret 2012, pukul 07.15. 132 Perlunya Ratifikasi Konvensi ASEAN Pemberantasan Terorisme, http://www.tribunnews.com/2012/03/08/perlunya-ratifikasi-konvensi-aseanpemberantasan-terorisme, Diakses pada 13 Maret 2012, pukul 07.15. 133 ASEAN Convention on Counter Terrorism, http://www.aseansec.org/19250.htm. diakses pada 1 September 2011, pukul 20.00. 67 identitas dan dokumen perjalanan, dan melalui langkah-langkah untuk mencegah penggunaan pemalsuan, pemalsuan atau penipuan identitas kertas dan dokumen perjalanan. ACCT memberikan dasar hukum yang kuat untuk meningkatkan kerjasama ASEAN di bidang pemberantasan terorisme. Selain memiliki karakter regional, ACTT bersifat komprehensif (meliputi aspek pencegahan, penindakan, dan program rehabilitasi) sehingga memiliki nilai tambah jika dibandingkan dengan konvensi sejenis.134 Beberapa perjanjian yang telah dihasilkan ASEAN terkait dengan pemberantasan kejahatan lintas negara yaitu:135 a. ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes yang mencakup kerjasama pemberantasan terorisme, perdagangan obat terlarang, pencucian uang, penyelundupan dan perdagangan senjata ringan dan manusia, bajak laut, kejahatan internet dan kejahatan ekonomi internasional; b. Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLAT) ditandatangani tahun 2006; c. Agreement of Information Exchange and Establishment of Communication Procedures ditandatangani tahun 2002, merupakan perjanjian di tingkat sub regional guna penanganan kejahatan lintas batas melalui pertukaran informasi; d. ASEAN Declaration on Joint Action to Counter Terrorism ditandatangani tahun 2001 dalam penanganan terorisme; 134 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kemlu RI, ASEAN Selayang Pandang, h.31. ASEAN Selayang Pandang. www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20Selayang%20Pandang.doc. Diakses pada 10 Oktober 2011, pukul 22.30. 135 68 ACCT merupakan satu instrumen regional yang punya kekuatan hukum, dan sifatnya komitmen politis. Konvensi tersebut mempunyai kekuatan yang mengikat secara hukum dan kewajiban negara-negara yang meratifikasi konvensi tersebut wajib melaksanakan.136 Penerapannya tergantung konvensi tersebut dilaksanakan di level nasional, tetapi adanya satu payung hukum di tingkat kawasan punya keuntungan, kelebihan, yaitu pertama, untuk memperkuat komitmen politik. Ke dua, mendorong aksi-aksi nasional untuk mendukung memberantas terorisme. Setiap negara punya aturan masing-masing dan penerapan semua konvensi diatur oleh konvensi internasional tersebut.137 Artinya kalau negara sudah mengikat diri dalam satu konvensi internasional, contohnya terorisme, maka langkah-langkah yang diatur harus sesuai konvensi tersebut, misalnya memonitor terhadap organisasi-organisasi di dalam negara yang diduga terkait terorisme. E. Peran ARF dalam Kontra-Terorisme ASEAN Regional Forum (ARF) diprakarsai oleh ASEAN pada tahun 1994, sebagai forum untuk saling tukar pandangan dan informasi bagi negaranegara Asia Pasifik mengenai masalah-masalah politik dan keamanan, baik regional maupun internasonal.138 Pembentukan Forum Regional ASEAN (ASEAN Regional Forum/ARF) merupakan usaha ASEAN yang pertama untuk 136 wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito (Direktorat Kerjasama Keamanan dan Politik ASEAN ) 23 November 2011 pukul 09.00. 137 Wawancara dengan Bpk. George Lantu (Direktorat Kerjasama Keamanan dan Politik ASEAN ) pada tanggal 18 Mei 2011, pukul 13.00 di ASEAN Secretary. 138 Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kemlu RI, ASEAN Selayang Pandang.h.36 69 memultilateralisasi keamanan di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya.139 ARF merupakan suatu mekanisme untuk membangun kepercayaan negara ASEAN sendiri dan untuk memperluas sikap saling percaya dengan Negara-negara di luar ASEAN, dengan negara-negara Indocina dan mitra-dialog negara-negara Asia Pasifik yang potensial mempunyai ambisi hegemonial. Anggota ARF saat ini berjumlah 27 anggota,140 yaitu Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Kambodia, Kanada, Cina, Democratic Peoples' Republic of Korea, Uni Eropa, India, Indonesia, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Mongolia, New Zealand, Pakistan, Papua New Guinea, Filipina, Republic of Korea, Russian Federation, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Amerika Serikat, dan Vietnam. Akan tetapi, ARF terbatas pada langkahlangkah memberikan pernyataan atau mengambil sikap karena statusnya hanya sebuah forum internasional. Usaha pembentukan ARF berkembang menjadi hubungan kerjasama yang baik antar negara kawasan dengan negara lain selain dalam keanggotaan ASEAN. Jika di kaitkan dengan isu terorisme, ARF merupakan salah satu forum dialog yang di miliki oleh ASEAN yang memfasilitasi kerjasama negara kawasan Asia Tenggara untuk membahas masalah terorisme. ARF diharapkan lebih konsisten dalam membentuk forum keamanan dan mengusahakan agar adanya ARF tidak hanya di tujukan untuk kepentingan salah satu negara saja tetapi untuk kepentingan masalah bersama. 139 C.P.F Luhulima, “Masa Depan ASEAN Regional Forum (ARF)”,dalam buku Bantarto Bandoro (ed), Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik, Jakarta: Center for Strategic and International Studies,1996.h.87 140 The ASEAN Regional Forum. http://www.aseanregionalforum.org/AboutUs/tabid/57/Default.aspx. diakses pada 10 September 2010, pukul 17.12. 70 Terorisme merupakan ancaman serius terhadap stabilitas, perdamaian dan keamanan di kawasan Asia-Pasifik dan sekitarnya. Hal ini memiliki hubungan dengan kejahatan terorganisir transnasional, seperti pencucian uang, penyelundupan senjata, penyelundupan manusia, dan produksi dan perdagangan obat-obatan terlarang.141 Terorisme juga terkait dengan gerakan ilegal bahan mematikan nuklir, kimia, biologi, dan lainnya. Terorisme memiliki dimensi ganda, manifestasi dan penyebab dan tidak menghormati batas-batas nasional, itu merupakan fenomena yang kompleks yang membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan kerjasama internasional belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari sebelumnya, penting untuk memastikan keamanan aliran barang dan orang, untuk membuat dan memperkuat perbatasan suara infrastruktur, dan untuk mengkoordinasikan berbagi informasi dan penegakan hukum. Pemberantasan terorisme disetujui dalam KTT ASEAN VII di Brunei Drasussalam (5 November 2001) dalam bentuk ASEAN Declaration on Joint Action to Counter Terrorism.142 KTT VII ini mengeluarkan Sembilan butir rencana kerja mulai dari penguatan mekanisme nasional, peningkatan kerjasama antara badan-badan penegak hukum sampai kepada peningkatan pertukaran informasi/intelijen dan pembangunan kemampuan regional. Semua langkah untuk memerangi terorisme dilakukan di bawah payung hukum PBB. 141 ASEAN Regional Forum (ARF) Statement on Cooperative Counter-Terrorist Action on Border Security. http://www.aseansec.org/14835.htm. diakses pada 24 April 2011, pukul 2.47. 142 Luhulima, “Menuju Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN”.h.540-541 71 BAB IV KERJASAMA ASEAN DALAM MENGHADAPI UPAYA MENGHENTIKAN ALIRAN DANA OPERASIONAL TERORISME Bab ini akan membahas mengenai kerjasama ASEAN dalam menghadapi upaya menghentikan aliran dana operasional terorisme. Pembahasan akan diperinci dengan membahas reaksi pemerintahan di Asia Tenggara dan kerjasama masing-masing negara anggota dalam memberantas terorisme dan kerjasama ARF memberantas pendanaan terorisme. A. Reaksi Negara-negara ASEAN Terhadap Isu Terorisme Internasional Pasca-Tragedi 11 September 2001, masalah terorisme menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat di Asia Tenggara karena setelah Tragedi 11 September sejumlah media internasional secara gencar memberitakan, bahwa Filipina, Malaysia, dan Indonesia sudah masuk dalam jangkauan perluasan terorisme internasional, khususnya kelompok Al-Qaeda. Pakar keamanan Asia dari Australian National University, Alan Dupont menyatakan, bahwa Al-Qaeda telah melakukan kerjasama dengan kelompok-kelompok agama di kawasan Asia Tenggara (terutama kelompok muslim radikal) yang kemudian dijadikan agen dalam merumuskan pemasokan dana untuk mewujudkan tujuan perluasan operasi mereka.143 143 Chandrawati, “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi Perluasan Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia Tenggara”, h.64-65. 72 Dalam buku Inside Al-Qaeda karangan Rohan Gunaratna, Al-Qaeda membentuk Rabitatul144 untuk memfasilitasi kelompok mujahidin di Asia Tenggara kelompok mereka di Asia Selatan dan Timur Tengah.145 Dalam buku ini juga dikatakan bahwa Al-Qaeda memasok dana ke Rabitatul Mujahidin yang dibentuk pada tahun 1999. Alasan jaringan Al-Qaeda memperluas jaringannya hingga ke kawasan Asia Tenggara, yaitu karena empat faktor.146 Pertama, latar belakang historis berupa upaya rekrutmen para sukarelawan untuk membantu Mujahidin di Afghanistan melawan invansi Uni Soviet pada dekade 1980-an. Sejumlah pemuda muslim di kawasan Asia Tenggara terutama yang mayoritasnya muslim seperti Indonesia dan Malaysia berangkat ke Afghanistan untuk bergabung dan dididik di kamp militer yang didirikan oleh kelompok muslim radikal pendukung perjuangan Mujahidin. Ke dua, meningkatnya jumlah penduduk Asia Tenggara yang mengambil fokus kajian Islam di kawasan Timur Tengah (Mesir, Iran, Saudi Arabia dan Pakistan). Ke tiga, berkembangnya pusat-pusat pendidikan Islam seperti pesantren dan madrasah. Melalui pendidikan Islam di pesantren dan madrasah, kelompok Islam fundamentalis yang merasa termarjinalisasi oleh kebijakan pemerintah yang dianggap sekuler, berupaya untuk menyosialisasikan kepentingan mereka. Ke empat, kemudahan perpindahan penduduk di kawasan Asia Tenggara yang memberikan peluang bagi perluasan jaringan gerakan teroris yang berbasis pada perjuangan Islam tersebut. Perkembangan sistem perbankan modern juga memungkinkan penyaluran dana secara lebih mudah dan tidak dapat terdeteksi 144 Sayap militer Jamaah Islamiyah yang berhubungan dekat dengan Al-Qaeda Purwanto, Terrorisme Undercover, h.17. 146 Chandrawati, “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi Perluasan Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia Tenggara”, h.65-67. 145 73 secara jelas terutama dari mana sumber dana berasal, misalnya sistem hawala yang dipakai di Timur Tengah, sistem tersebut memungkinkan pihak petransfer dana untuk tidak memberitahukan secara terbuka identitas diri dengan hanya memberikan komisi sebesar satu hingga dua persen dan biaya transfer lima belas persen dari jumlah dana yang akan ditransfer kepada pihak bank. Dengan adanya tudingan bahwa Al-Qaeda telah memperluas jaringannya hingga ke kawasan Asia Tenggara, maka ASEAN telah menunjukkan komitmennya untuk memerangi terorisme global, seperti tertuang dalam berbagai penyataan, materi pembahasan dalam berbagai kegiatan ASEAN ataupun status mereka dalam berbagai konvensi internasional.147 Beberapa negara-negara ASEAN telah menjalin kerja sama dalam penanggulangan terorisme, dalam bentuk kerja sama bilateral dan/atau trilateral di antara sesama anggota serta kerjasama multilateral antara anggota ASEAN dengan pihak lain, misalnya Amerika Serikat atau Australia. Negara-negara ASEAN telah merumuskan kebijakan nasional untuk menanggulangi terorisme,148 mulai dari pemberlakuan perundangan seperti UU Anti-Teror milik Indonesia atau Internal Security Act yang diterapkan oleh pemerintah Malaysia dan Singapura, membentuk lembaga-lembaga khusus yang bertanggungjawab untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan anti-teror ataupun peningkatan kapasitas aparat keamanan dan militer, serta kerjasama dengan negara-negara maju seperti Amerika Serkat dan Australia. Sebagian besar telah meratifikasi konvensi internasional yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan antiterorisme. 147 Kusnanto Anggoro, “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”. ANALISIS CSIS Vol.36, No.1, h.42-43. 148 Ibid, h.43. 74 Pada KTT ASEAN VII di Brunei Darussalam pada 7 November 2001, ASEAN mengeluarkan deklarasi yang menggarisbawahi pentingnya aksi bersama memerangi terorisme serta kecaman terhadap serangan pada 11 September 2001 yang dianggap melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan. ASEAN juga secara tegas menolak upaya yang mengaitkan terorisme dengan agama dan ras tertentu, membentuk komitmen bersamaan untuk mengantisipasi dan melakukan aksi perlindungan dari kegiatan terorisme atas dasar piagam PBB, hukum internasional yang berlaku, serta resolusi PBB.149 Berdasarkan kesepakatan tersebut ASEAN melakukan ratifikasi terhadap dua belas konvensi yang dikeluarkan PBB sehubungan dengan masalah terorisme serta memasukkan isu terorisme sebagai bagian penting dalam pembahasan transnational crime pada Pertemuan Tingkat Menteri di Malaysia pada April 2002. Konvensi-konvensi internasional tersebut digambarkan dalam tabel sebagai berikut: 149 Chandrawati, “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi Perluasan Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia Tenggara”, h. 68. 75 Laos Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam Konvensi Pengambilan Alih Pesawat Terbang Konvensi Penindasan Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Penerbangan Sipil Konvensi Pencegahan dan Hukuman Terhadap Tindak Pidana Terhadap Orang-orang yang Dilindungi Secara Internasional Konvensi Internasional Memerangi Pengambilan Sandera Konvensi Penindasan Terhadap Keselamatan Penerbangan Sipil Konvensi Penindasan Terhadap Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Navigasi Maritim Protokol Penindasan Terhadap Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Kebijakan yang Telah Ditetapkan yang Terletak di Wilayah Kontinental Pembuatan Peledak Plastik untuk Tujuan Identifikasi Konvensi Internasional Penindasan Terhadap Pemboman Teroris Konvens Internasonal Tentang Pemberantasan Pendanaan Terorisme Indonesia Perlindungan Bahan Nuklir Filipina Pelanggaran Komite Dewan Pesawat Konvensi Brunei Kamboja Table B. Konvensi Internasional Terkait dengan Anti-Terorisme Sumber: Kusnanto Anggoro. “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”. ANALISIS CSIS Vol.36, No.1, 2007. Sehubungan dengan kesepakatan ASEAN dalam meratifikasi 12 konvensi tersebut diatas (Table B) ASEAN juga akan melakukan pertukaran informasi dan membangun kapasitas database bersama untuk investigasi, deteksi, pantauan dan 76 pelaporan kegiatan-kegiatan yang berindikasi pada ancaman teroris.150 ASEAN juga memperkuat kerjasama keamanan regional Asia Pasifik dengan memasukkan masalah terorisme sebagai agenda penting dalam pertemuan ASEAN Regional Forum dan Dialog ASEAN plus 3 (RRC, Jepang, dan Korsel) serta memperkuat kerjasama dalam memerangi terorisme di berbagai tingkatan. ASEAN dan Cina pada November 2002 mengeluarkan Deklarasi Bersama ASEAN dan China tentang Kerjasama di Bidang Isu Keamanan Non-Tradisional di mana kontraterorisme telah dimasukkan sebagai salah satu prioritas untuk kerja sama ASEANCina. Ada berbagai hambatan untuk melaksanakan komitmen-komitmen tersebut. Pertemuan-pertemuan tersebut tidak menyelesaikan tantangan penguatan kapasitas atau menghasilkan mekanisme untuk mengkoordinasi badan-badan ASEAN seperti ASEAN Ministerial Meeting on Terrorism Crime/AMMTC dan Senior Official Meeting on Transnational Crime/SOMTC.151 Kelemahan koordinasi dan pandangan konservatif tentang kedaulatan merupakan salah satu sebab kerjasama tidak dapat dilakukan secara efektif. Seperti pada Table. B tidak semua anggota ASEAN telah menjadi pihak konvensi-konvensi sektoral yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah terorisme. Beberapa negara “kunci”152 belum menandatangani konvensi tertentu yang instrumental dan relevan dengan geostrategi Asia Tenggara, misalnya konvensi tentang Safety of Maritime Navigation Safety of Fixed Platform on Continental Shelf hanya ditandatangani oleh empat negara, yaitu Brunei, Filipina, Myanmar dam Vietnam. 150 Ibid. Anggoro, “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”, h.44-45. 152 Negara-negara penting yang berpotensi jaringan terorisme, yaitu Filipina, Thailand, Malaysia, Indonesia, Singapura. 151 77 The Making of Plastic Explossive for the Purpose of Identification hanya ditandatangani oleh Filipina dan Singapura. Sedangkan Malaysia belum menandatangani konvensi tentang Terrorist Financing (1999), dan Indonesia belum menandatangani konvensi tentang Supression of Terrorist Bombing. B. Kerjasama Bilateral Negara-negara ASEAN dalam Kontra-Terorisme Kerjasama pemberantasan terorisme tidak cukup dilakukan dalam lingkup ASEAN karena terorisme di Asia Tenggara yaitu JI maupun Al-Qaeda memiliki jaringan yang terkait dengan terorisme di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura. Oleh karena itu butuh adanya kerjasama antar negara seperti Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura untuk memberantas terorisme. Supaya informasi dapat di informasikan, kemudian pergerakan terorisme bisa dipotong dan dapat dilakukan tindakan-tindakan pencegahan.153 Dalam konteks sistem internasional, keamanan adalah mengenai kemampuan negara dan masyarakat untuk memelihara kemerdekaan identitasnya dan fungsi integritasnya.154 Menurut Buzan, keamanan berkaitan dengan masalah kelangsungan hidup (survival). Isu-isu yang mengancam kelangsungan hidup suatu unit kolektif atau prinsip-prinsip yang dimiliki oleh unit-unit kolektif tertentu akan dipandang sebagai ancaman yang eksistensial. Untuk itu diperlukan tindakan untuk memprioritaskan isu tersebut agar ditangani sesegera mungkin dan menggunakan sarana-sarana yang ada untuk menangani masalah tersebut.155 Dalam memahami konsep dan isu keamanan terdapat lima tingkat analisis yaitu 153 Wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito pada Direktorat Kerjasama Keamanan dan Politik ASEAN. 23 November 2011 pukul 09.00. 154 Buzan, People, Satate and Fear: An Agenda for International Security Studies in the Post Cold War Era, h.18. 155 Perwita, Pengantar Hubungan Internasional, h.122. 78 keamanan militer, keamanan politik, keamanan ekonomi, keamanan sosial dan keamanan lingkungan.156 ASEAN memandang bahwa isu terorisme dalam segala bentuk manifestasinya yang dilakukan dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun merupakan sebuah ancaman yang mendalam bagi perdamaian dan keamanan regional. Para pemimpin ASEAN sepakat untuk memerangi, mencegah, dan menekan segala bentuk terorisme dalam kaitan dengan piagam PBB serta hukum internasional lainnya. ASEAN bekerjasama memerangi terorisme di tingkat regional dan menetapkan langkah-langkah gabungan untuk menghadapi terorisme dengan memperhatikan kondisi wilayah serta masing-masing negara anggota ASEAN. Dalam rangka untuk mencapai kebijakan dan strategi yang bertujuan memerangi terorisme, ASEAN telah membentuk sebuah kerangka kerja regional guna memerangi kejahatan transnasional serta mengadopsi rencana aksi ASEAN yang memaparkan sebuah strategi regional yang kohesif untuk mencegah, mengontrol dan menetralisasi kejahatan transnasional.157 Menurut K.J Holsti pemerintah melakukan kerjasama dengan tujuan mengurangi beban biaya serta meningkatkan efisiensi. Alasan dilakukan kerjasama karena adanya ancaman yang sama atau kesamaan masalah serta mengurangi dampak negatif terhadap pihak lain. Proses pencapaian kerjasama melalui empat tingkatan, yaitu; The Genesis of Problems, Identifying Problems, Negotiating Solutions, dan Establishing Problem.158 Proses kerjasama ASEAN berada pada tahap identifiying problems dan negotiating solutions, yaitu menetapkan bahwa terorisme merupakan ancaman 156 Buzan, People, Satate and Fear: An Agenda for International Security Studies in the Post Cold War Era, h.19. 157 Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru. 2002, h. 146. 158 Holsti, International Politics: A framework for Analysis, h. 362-364. 79 yang harus diwaspadai secara bersama dan oleh semua pihak dan menyatukan pandangan untuk membuat perlawanan atau pemberantasan terhadap kejahatan transnasional termasuk terorisme. Kerjasama yang lebih konkret dilakukan ASEAN melalui kesepakatan yang dilakukan secara bilateral atau trilateral. Misalnya, pengamanan tapal batas juga tidak terlepas dari perhatian negara-negara anggota ASEAN. Beberapa kesepakatan di bidang ini telah dicapai dengan tujuan untuk mempersempit ruang gerak teroris.159 Indonesia dan Malaysia secara bilateral telah mencapai kesepakatan untuk bekerjasama dalam penjagaan perbatasan kedua negara. ASEAN menyadari bahwa kawasannya kini telah memasuki sebuah era baru, yaitu menghadapi salah satu tantangan yang paling sulit yang pernah dihadapi oleh ASEAN. Pertama, karena terorisme telah menghilangkan banyak korban sipil dan harta bendanya. Ke dua adalah menjaga citra ASEAN sebagai kawasan yang damai dan aman dengan keyakinan dunia bahwa Asia Tenggara bukanlah sarang teroris. Kesepakatan lainnya adalah antara Malaysia dan Thailand yang memperketat penjagaan perbatasan kedua negara terutama yang berada di sebelah utara Thailand yang rawan dengan penyelundupan senjata. Pemerintah Malaysia curiga bahwa persenjataan yang dimiliki oleh kelompok KMM Malaysia didapat dari Thailand. Bahkan lebih jauh lagi, Filipina, Malaysia dan Indonesia telah mencapai kesepakatan dalam perang melawan terorisme, yaitu dengan mengizinkan masingmasing negara untuk mengejar para teroris yang menyebrangi perbatasan darat dan laut negara-negara itu atas kejahatan yang dilakukan di wilayah negara 159 Nainggolan, Terorisme dan Tata Dunia Baru. 2002, h.147-148. 80 masing-masing. Teroris yang melarikan diri ke salah satu dari ketiga negara itu dapat ditahan ditempatnya melarikan diri agar ia tidak mengulangi lagi perbuatannya.160 Persetujuan yang disebut Pertukaran Informasi dan Pembentukan Prosedur Komunikasi (Agreement on Information Exchange and Establishment of Communication Procedures) yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 2002 oleh ketiga Negara tersebut dimaksudkan untuk menerapkan langkah-langkah yang lebih keras dalam memerangi terorisme. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pertukaran informasi di antara aparat militer dan hukum. Persetujuan ini, meskipun hanya ditandatangani tiga negara ASEAN, tetapi sebenarnya terbuka untuk semua negara anggota ASEAN. 161 Penandatanganan ini merupakan wujud komitmen tiga negara dalam memerangi terorisme dan kejahatan transnasional. Bersama negara-negara anggota ARF, ASEAN juga mencapai kesepakatan untuk menempuh upaya tindakan berskala luas untuk merusak jaringan dana teroris antara lain dengan membentuk unit intelejen finansial di setiap negara untuk mengawasi sumber keuangan. Salah satu Kesepakatan Pertukaran Informasi dan Pembentukan Prosedur Komunikasi (Agreement on Information Exchange and Establishment of Communication Procedures) ialah menegaskan komitmen negara pendatang dalam mencegah penggunaan wilayah negara masing-masing oleh siapapun untuk kegiatan terorisme, termasuk pengejaran teroris hingga lintas batas, pencucian uang, penyelundupan, pembajakan di laut dan di pesawat udara, pengerahan sub elemen subversi, penyelundupan manusia dan obat-obatan terlarang, pelanggaran 160 161 Ibid, h. 148. Ibid, h. 149-151. 81 keimigrasian, pencarian sumber daya laut, polisi laut, dan penyelundupan senjata.162 Kerjasama yang sudah dijalin antara kepolisian Indonesia dan Filipina adalah dalam melawan kejahatan transnasional yang membawa masalah bagi kedua negara seperti penangkapan ikan secara ilegal, perdagangan, perdagangan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, dan salah satu yang penting adalah dalam memerangi terorisme.163 Kerja sama menghadapi terorisme penting karena kedua negara adalah negara yang menghadapi ancaman terorisme kongkret. Oleh karena itu Indonesia dan Filipina di samping menjalankan usaha nasional masing masing juga bekerja sama dalam memberantas terorisme. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ada jaringan terorisme baik tingkat regional maupun global. Sehingga, untuk mengatasinya tidak hanya diperlukan upaya penanggulangan maupun pemberantasan secara nasional tetapi juga dalam lingkup dengan mengembangkan kerja sama antarnegara. Dalam kaitan inilah dijalankan kerja sama tukar menukar intelijen, berbagi pengalaman, pendidikan, latihan dan sebagainya. Terorisme itu memiliki jaringan nasional, regional, dan global. Di Asia Tenggara, para teroris memiliki mobilitas tinggi. Di Indonesia bukan hanya warga negara Indonesia yang terlibat dalam terorisme bahkan dua aktor utama dari Malaysia. Begitu juga di Filipina ada warga negara Indonesia. Ada dua solusi dalam menghadapi jaringan terorisme, yakni pertama, harus betul-betul efektif menjalin kerja sama regional maupun bilateral, termasuk dalam hal information 162 Faustinus Andrea, “Isu Terorisme dan Hubungan ASEAN Jepang”, Analisis CSIS, Tahun XXXI/2002, No.2. h.275. 163 RI-Filipina Kerja Sama Atasi Terorisme. http://internasional.kompas.com/read/2011/03/08/15273037/RIFilipina.Kerja.Sama.Atasi.Terorism e. Diakses pada 22 Maret 2011, pukul 11.00. 82 gathering dan intelijen. Ke dua tidak boleh ada save haven atau tempat berlindung yang aman bagi teroris, koruptor, dan yang terlibat dalam kejahatan transnasional. C. Respon ARF Terhadap Pendanaan Terorisme Peristiwa 11 September mendorong Forum Regional ASEAN (ARF) yang merupakan forum membahas keamanan di kawasan ASEAN, untuk mendiskusikan masalah terorisme secara lebih intensif dan kompprehensif, mengingat dampaknya yang sangat destruktif. Dalam Pertemuan Tingkat Menteri ARF ke-9 di Bandar Seri Begawan tanggal 31 Juli 2002, isu terorisme kembali dibahas. Para peserta sidang mendukung pernyataan ketua tentang upaya mencegah finansial terorisme, berisi kesepakatan untuk mencegah pemanfaatan sistem keuangan masing-masing Negara untuk kegiatan terorisme. Pertemuan juga menyepakati untuk membentuk suatu kelompok kerja (Inter-Sessional Meeting on Counter Terrorism and Transnational Crime) untuk mengembangkan kerjasama ARF dalam memerangi terorisme. Pentingnya perang melawan pendanaan teroris telah tumbuh seiring dengan maraknya aksi-aksi terorisme di seluruh dunia. Pendanaan teroris adalah penyediaan dukungan keuangan untuk terorisme baik bagi yang mendukung, merencanakan atau melakukan terorisme. Pendanaan terorisme umumnya bergantung pada sumber pendanaan yang sah, yang dikumpulkan melalui organisasi yang sah atau organisasi nirlaba. Dana-dana ini antara lain berasal dari iuran keanggotaan, sumbangan, dan acara kebudayaan dan sosial, yang kemudian 83 disalurkan ke organisasi teroris.164 Apa yang dimaksud dengan terorisme itu sendiri sampai saat ini belum berhasil disepakati. Karena kesulitan yang berkepanjangan/kegagalan untuk merumuskan definisi terorisme dalam berbagai konferensi diplomatik internasional, maka telah ditempuh cara untuk mengatur terlebih dahulu aspek-aspek tertentu dari terorisme dalam berbagai perjanjian internasional secara sektoral seperti masalah pendanaan terorisme ini.“International Convention for the Suppression of the Financing Terrorism, 1999” atau Konvensi Internasional mengenai Pemberantasan terhadap Pendanaan Terorisme (selanjutnya disebut Konvensi SFT) pada mulanya hanya diratifikasi oleh beberapa negara saja. Namun setelah peristiwa tanggal 11 September 2001, semua negara anggota PBB dihimbau untuk meratifikasi konvensi tersebut (sebagaimana tertuang dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1372 (2001).165 Dampak terorisme yang meluas membuat negara-negara kawasan di Asia Tenggara merasa sangat berkepentingan untuk turut aktif dalam penyelesaian masalah bersama ini. Forum-forum pembahasan dan kerjasama pemberantasan terorisme pun bermunculan di kawasan Asia Tenggara seperti AMMTC (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime), yaitu forum pertemuan di bawah ASEAN untuk membicarakan masalah kejahatan lintas negara, ARF (ASEAN Regional Forum) yaitu forum kerjasama ASEAN dalam mengatasi maslah keamanan kawasan, ARF ini juga terbentuk dengan kesertaan negara-negara di luar keanggotaan ASEAN seperti Amerika Serikat, Rusia, Cina, Jepang. 164 "Money Laundering" dan Dana Teroris. http://www.interpol.go.id/id/kejahatantransnasional/pencucian-uang/96-qmoney-launderingq-dan-dana-teroris. Diakses pada 5 April 2011, pukul 09.20. 165 Purwanto, Membongkar Dana Teroris, h.110-111. 84 Selain pembentukan forum-forum kerjasama, ASEAN juga melaksanakan beberapa pertemuan tingkat tinggi yang khusus membahas mengenai masalah terorisme. Sejak awal pertemuannya ASEAN dalam masalah kejahatan lintas negara yang diadakan di Manila 18-20 Desember 1997, telah menghasilkan The first Conference on Terrorism yang berupaya untuk meningkatkan kerjasama dalam menghadapi segala bentuk terorisme. Pertemuan lainnya adalah melalui KTT VII ASEAN di Bandar Seri Begawan pada 5 November 2001, para pemimpin ASEAN tergabung dalam Joint Action to Counter Terrorism yang mengutuk serangan teroris di AS pada tanggal 11 September 2001. Dalam kesempatan tersebut para anggota konferensi juga menolak segala upaya untuk mengaitkan kejadian terorisme dengan agama atau ras manapun. ASEAN juga sepakat untuk menghadapi, menghindari, dan menindas semua bentuk terorisme sesuai dengan Piagam PBB. KTT VII ASEAN tersebut juga menghasilkan sembilan butir rencana kerja yang secara umum berisi tentang penguatan mekanisme nasional, peningkatan kerja sama antara badan-badan penegak hukum, meningkatkan pertukaran informasi dan pembangunan kemampuan regional, yang keseluruhannya untuk memerangi terorisme namun tetap berada pada payung PBB. ASEAN juga membentuk deklarasi bersama Amerika Serikat untuk bersama memerangi terorisme internasional yang dilakukan pada 1 Agustus 2002 di Brunei Darussalam. Dengan membangun kerangka kerjasama to prevent, to distrupt, and combat terorisme internasional melalui pertukaran informasi,dan memperbaiki intelijen dan penyebaran informasi tentang pembiayaan terorisme, meningkatkan usaha pembangunan kemampuan melalui pelatihan dan pendidikan, konsultasi 85 antar pejabat, analisis dan operator lapangan yang sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB.166 Pemerintah melakukan kerjasama dengan tujuan mengurangi beban biaya serta meningkatkan efisiensi. Alasan dilakukan kerjasama karena adanya ancaman yang sama atau kesamaan masalah (common threats or problems) serta mengurangi dampak negatif terhadap pihak lain.167 Dalam rangka penanggulangan terorisme internasional di kawasan ASEAN, negara anggota ASEAN sudah seharusnya melakukan kerjasama dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme internasional. Dalam upaya menjaga kestabilan keamanan kawasan dalam hal ini ancaman terorisme, maka ASEAN telah melakukan berbagai perjanjian multilateral yang pernah disetujui dan di tandatangani oleh Negaranegara anggota ASEAN antara lain sebagai berikut: Tabel C. Kerjasama ASEAN dalam Memberantas Terorisme No Tanggal 5 November 1 2001 4 Oktober 2001 2 4 24-26 Maret 2002 17-19 April 2002 5 7 Mei 2002 6 20-21 Mei 2002 3 166 Tempat Brunei Darussalam Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam Honohulu Bangkok, Thailand Kuala Lumpur Forum ASEAN tentang Aksi Bersama untuk melawan terorisme Pernyataan ketua ARF atas tindakan teroris 11 September 2001 Lokakarya ARF dalam memberantas pembiayaan terorisme Lokakarya ARF pada pencegahan terorisme Indonesia, Malaysia, Filipina menandatangani perjanjian pertukaran informasi dan pembentukan prosedur komunikasi untuk melawan terorisme dan kejahatan transnasional lainnya Para pemimpin mengeluarkan deklarasi ASEAN tentang bekerjasama untuk kontra-terorisme dan menginstruksikan menteri untuk mengadopsi langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan deklarasi telah ditindaklanjuti oleh menteri yang bertanggung jawab atas kejahatan transnasional pada pertemuan tingkat menteri khusus ASEAN Ibid. KJ.Holsti, International Politics: A framework for Analysis, Seventh edition, h.361. 167 86 7 30 Juli 2002 8 1 Agustus 2002 9 16 Oktober 2002 10 3 November 2002 17-18 Desember 2002 Januari 2003 11 12 Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam Phnom Penh, Kamboja Phnom Penh Bali 21-22 Januari 2003 27-28 Januari 2003 Singapura 15 3-5 Juni 2003 Darwin, Australia 16 17 Juni 2003 17 5 February 2004 Bali, Indonesia 18 30-31 Maret 2004 Manila 19 2 Juli 2004 Jakarta 20 Juli 2004 21 28 July 2006 22 2-4 Mei 2007 23 16-19 Oktober 2007 21-22 Februari 2007 13 14 24 Brussel-Belgia Kuala Lumpur, Malaysia Singapura Busan, Korea Semarang, Indonesia terorisme Pernyataan ARF pada tindakan terhadap pembiayaan teroris ASEAN-Amerika Serikat Bersama untuk Kerjasama Memerangi Terorisme Internasional Pernyataan ketua Forum Regional ASEAN (ARF) pada serangan teroris tragis pemboman di Bali Deklarasi Terorisme oleh KTT ASEAN ke-8 Kerjasama Memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme ASEAN-Uni Eropa Ministerial Meeting (AEMM) ke-14 (deklarasi untuk memerangi terorisme internasional) Lokakarya pembiayaan terorisme Rapat Menteri ASEAN dan EU ke-14 pada Deklarasi bersama tentang kerjasama dalam memerangi terorisme dan laporan wakil ketua Lokakarya Forum Regional ASEAN pada pengelolaan konsekuensi dari serangan teroris besar Pernyataan ASEAN Regional Forum dalam kerjasama kontra-teroris tindakan pada keamanan perbatasan. Pertemuan Menteri Regional Bali dalam Kotraterorisme Co’Chairs Summary report of Second ASEAN Regional Forum Intersessional Meeting on CounterTerrorism and Transnational Crime Pernyataan tentang keamanan transportasi memperkuat melawan terorisme AMM dan PMC ke-37 (ASEAN-Rusia, ASEANAustralia) deklarasi tentang kerjasama dalam memerangi terorisme internasional Kerjasama ARF dalam Memerangi Penyalahgunaan Serangan Cyber dan Teroris Cyber Space Laporan wakil ketua pada pertemuan ARF ke lima tentang kontra terorisme dan kejahatan transnasional Ringkasan seminar ARF keempat dalam cyber terorisme Laporan ringkasan pertemuan keenam ARF dalam rapat kontra terorisme dan kejahatan transnasional Sumber: diolah dari berbagai sumber, yaitu: ASEAN Secretariat. ARF Documents Series 19942002, 1994-2004, 2006-2009, Jakarta: ASEAN Secretariat dan Emmers and Sebastian, “ Terrorism and Transnational Crime “ dalam Weatherbee, International Relations in Southeast Asia. (dlm buku : Dr.Bambang Cipto, MA. Hubungan Internasional di Asia Tenggara : Teropong terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa Depan. H. 240) 87 Sejak serangan insiden The World Trade Center, fokus kerjasama ASEAN di bidang kejahatan transnasional mulai membahas segala sesuatu yang langsung maupun tidak, terkait terorisme. Konferensi puncak ASEAN ke-7 di Bandar Sri Begawan pada 2001 menghasilkan ASEAN Declaration on Joint Action to Counter Terrorism. Sementara, The Special ASEAN Ministerial Meeting on Terrorism yang diselenggarakan di Kuala Lumpur pada Mei 2002 meluncurkan program kerja untuk melaksanakan rencana ASEAN (Plan of Action) untuk memerangi kejahatan transnasional. Program kerja tersebut, termasuk yang berkaitan dengan terorisme, meliputi; tukar menukar informasi, harmonisasi undang-undang, pertukaran intelijen, koordinasi penegak hukum, pelatihan dan pengembangan persetujuan bilateral maupun multilateral, yang diharapkan dapat memfasilitasi penangkapan, penghukuman dan ekstradisi.168 Pertukaran informasi tersebut lebih kepada pertukaran informasi pergerakan kelompok teroris, organsasi teroris, modus operandi teroris, mengenai pelatihan banyak yang dilakukan, misalnya seperti di Singapura menangani bagaimana mengontrol persebaran bahan-bahan peledak.169 Menyadari arti penting pendanaan bagi kelompok teroris, maka ARF mengeluarkan ARF Statement on Measures Against Terrorist Financing pada 30 Juli 2002 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam untuk menghambat segala aktifitas terorisme.170 Langkah-langkah tersebut merupakan respon terhadap adanya kecurigaan bahwa para teroris mendapatkan dana operasinya dari luar negeri. Kesepakatan ini merupakan hasil pertemuan senior official ARF yang 168 Anggoro, “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”, h.44. Wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito pada Direktorat Kerjasama Keamanan dan Politik ASEAN. 23 November 2011 pukul 09.00. 170 ASEAN Secretariat, ARF Documents Series 1994-2002, h. 321. 169 88 bertema ARF Workshop on Financial Measures Against Terorism yang digelar di Honohulu pada 24-26 Maret 2002. Pernyataan mengenai ARF Statement on Measures Against Terrorist Financing pada 30 Juli 2002 menghasilkan antara lain171: A. Freezing Terrorist Assets Implementasi Resolusi Dewan Keamanan PBB 1373 untuk menghentikan pendaaan teroris. (Each ARF participant will implement the relevant UN Security Council Resolutions, particulary UNSCR 1373, to stop the financing of terrorism). Berkaitan dengan implementasi Resolusi tersebut, masing-masing peserta ARF dengan yuridiksi yang dimilikinya akan membekukan aset serta menutup akses terhadap sistem finansial internasional (In accordance with UNSCR 1373, each ARF participant will, within its jurisdiction, freeze without delay the assets of terrorism and their associates and close their access to the international financial system). Masing-masing peserta ARF akan mempublikasikan daftar teroris yang asetnya dapat dibekukan beserta jumlah aset yang dimaksud. (Each ARF participant will, consistent with its laws, make public the lists of terrorists whose assets are subject to freezing and the amount of assets frozen, if any). B. Implementation of International Standards Setiap peserta ARF akan bertujuan untuk menyetujui, menerima, meratifikasi atau menyetujui dan menerapkan Konvensi PBB untuk 171 Ibid, h. 322-323. 89 Pemberantasan Pendanaan Terorisme sesegera mungkin. (Each ARF participant will aim to approve, accept, ratify or accede to implement the UN Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism as soon as possible). Setiap peserta ARF akan bertujuan untuk menyetujui, menerima, meratifikasi atau menyetujui dan melaksanakan untuk Konvensi PBB terhadap Kejahatan Transnasional Terorganisir. (Each ARF participant will aim to approve, accept, ratify or accede to implement the UN Convention Against Transnational Organized Crime). Peserta ARF akan bekerjasama dengan IMF, Bank Dunia, FATF, FSF dan Basle Committee of Banking Supervisors (BCBS) dan badan internasional dan regional yang relevan untuk diterapkan dalam mendorong penerimaan, implementasi dan pengkajian standar internasional dalam penanganan penyalahgunaan sistem financial oleh kelompok teroris, peraturan pendanaan dan pencucian uang. (We will work co-operatively and in collaboration with the International Monetary Fund (IMF) and World Bank, FATF and FATF-style bodies, FSF, Basle Committee of Banking Supervisors (BCBS) and other relevant international and regional bodies to promote the adoption, implementation and assessment of international standards or recommendations to combat the abuse of the financial system, including in respect of terrorist financing, financial regulation and money laundering). 90 C. International Cooperation: Exchange of Information and Outreach (kerjasama internasional dalam pertukaran informasi yang berkaitan dengan finansial kelompok teroris) Peserta ARF akan meningkatkan kerjasama dalam hal pertukaran informasi termasuk implementasi domestic dari resolusi PBB. Peserta ARF segera akan menerapkan tindakan yang diperlukan untuk memfasilitasi pertukaran ini. (We will enhance our cooperation on the international exchange of information, including regarding actions taken under UN resolutions. ARF participants will promptly implement such measures as are necessary to facilitate this exchange). Setiap peserta ARF harus mendirikan segera, atau mempertahankan, sebuah Unit Keuangan Intelijen atau akan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan berbagi informasi di antara mereka, termasuk melalui mempromosikan peningkatan partisipasi dalam kelompok unit tersebut. (Each ARF participant should establish promptly or maintain, a Financial Intelligence Unit or its equivalent and will take steps to enhance information sharing among them, including through promoting increased participation in groups of such units). Sebuah unsur penting dari upaya ini adalah pekerjaan dari badan-badan regional anti pencucian uang. Dengan demikian, para peserta ARF memanggil pada badan-badan regional untuk bertemu segera dan untuk memperluas mandat mereka untuk memasukkan pendanaan teroris. (An important element of this effort is the work of the regional FATF-Style anti-money laundering bodies accordingly, the ARF participant call on 91 these regional bodies to meet promptly and to expand their mandates to include terrorist financing). Pernyataan mengenai pembiayaan terorisme secara tidak langsung memberikan gambaran sejauh mana ARF telah melangkah sebagai mekanisme multilateral kawasan. Para peserta ARF juga membentuk suatu unit intelijen finansial (Financial Intelligence Unit/FIU) yang memiliki tugas menganalisa serta memonitor alur finansial yang diduga dimiliki oleh kelompok teroris. FIU memudahkan ARF untuk menghambat akses finansial. Menurut penulis kerjasama ASEAN-ARF telah berjalan efektif dalam penanggulangan terorisme termasuk menghentikan aliran dana operasional terorisme, hal ini senada dengan pernyataan AKP Terima Sembiring, SH. (Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI) bahwa kerjasama ASEAN sudah berjalan dengan baik dan telah bekerja secara efektif melalui capacity building, tukar-menukar informasi, penyerahan tersangka melalui handling over, police to police, tidak menggunakan perjanjian ekstradisi sebab waktunya cukup panjang.172 Kerjasama dalam kerangka ARF sifatnya lebih pada mendorong komitmen politik negara-negara di kawasan untuk meningkatkan kerjasama pemberantasan terorisme di kawasan. Implementasi konkretnya ada pada aparat penegak hukum, baik dalam bentuk kerjasama antara penegak hukum di negaranegara ASEAN maupun upaya di tingkat nasional.173 172 Wawancara dengan Bpk. AKP Terima Sembiring, SH. (Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI) pada 5 Desember 2011, pukul 15.00. 173 Wawancara dengan Bpk. Supriyanto Suwito pada Direktorat Kerjasama Keamanan dan Politik ASEAN. 23 November 2011 pukul 09.00. 92 BAB V PENUTUP Skripsi ini telah membahas mengenai bagaimana kerjasama ASEAN dalam menghentikan aliran dana operasional terorisme internasional di Asia Tenggara. Dari beberapa pemaparan bab-bab sebelumnya penulis dapat menyimpulkan beberapa poin, yaitu: Pertama, Dalam memberantas kejahatan terorisme, ASEAN memberikan perhatian secara khusus mengenai bagaimana mencari cara untuk memberantas organisasi terorisme, memberantas dukungan infrastruktur yang menunjang terorisme seperti pendanaan terorisme, dan diajukan ke pengadilan bagi pelaku kegiatan terorisme. para pemimpin ASEAN juga sepakat untuk mengembangkan program dalam rangka peningkatan kemampuan negara anggota ASEAN untuk melakukan investigasi, deteksi, monitoring, dan pelaporan kegiatan terorisme, membahas dan menggali ide-ide dan inisiatif yang praktis untuk meningkatkan peran ASEAN dan keikutsertaan ASEAN bersama masyarakat internasional termasuk dengan mitra diluar kawasan ASEAN seperti ASEAN+3 (China, Jepang, dan Republik Korea), dan dengan negara-negara mitra wicara lainnya (Amaerika Serikat, Australia, Kanada, Selandia Baru, Rusia, dan India) serta ASEAN Regional Forum (ARF), agar perang terhadap terorisme benar-benar merupakan kerjasama pada tingkat bilateral secara komprehensif dan bahwa pada tingkat internasional, PBB mempunyai tugas utama dam hal pemberantasan terorisme. Kerjasama keamanan dan kerjasama internasional sangat penting karena terorisme internasional di beberapa negara Asia Tenggara merupakan ancaman 93 keamanan bagi seluruh negara di kawasan ASEAN. Oleh sebab itu diadakan kerjasama untuk memberantas terorisme tersebut untuk menciptakan stabilitas keamanan nasional juga regional ASEAN. Kedua, kerjasama pemberantasan terorisme dilakukan dengan membentuk ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) yang mulai berlaku aktif 28 Mei 2011 setelah di ratifikasi, ACCT semacam payung hukum untuk memberantas terorisme di Asia Tenggara, mencakup berbagai program-program kerjasama termasuk bagaimana menghentikan pembiayaan terorisme. Selain itu dilakukan kerjasama antar anggota ARF, kerjasama antar anggota ARF karena ARF merupakan salah satu forum dialog yang di miliki oleh ASEAN yang memfasilitasi kerjasama negara kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya untuk membahas masalah terorisme. Bersama negara-negara anggota ARF, ASEAN juga mencapai kesepakatan untuk menempuh upaya tindakan berskala luas untuk merusak jaringan dana teroris antara lain dengan membentuk unit intelijen finansial di setiap negara untuk mengawasi sumber keuangan. Ketiga, Kerjasama-kerjasama tersebut dilakukan untuk tukar menukar informasi intelijen, koordinasi penegak hukum, pertukaran informasi pergerakan kelompok teroris, modus operandi teroris, penyidikan rekening teroris di negara yang diduga teroris tersebut menyembunyikan uangnya maupun melakukan pencucian uang, membekukan aset teroris, training/pelatihan menangani bagaimana mengontrol persebaran bahan-bahan peledak, seperti pelatihan yang dilakukan di Singapura. Menurut penulis kerjasama-kerjasama ASEAN tersebut belum efektif, karena ASEAN sendiri masih mempunyai kelemahan-kelemahan dalam proses 94 pengambilan keputusan sehingga belum mampu mengatasi perbedaan pendapat yang cukup mendasar dalam merumuskan strategi yang diperlukan untuk memerangi terorisme, dan tantangan terbesar yang akan dihadapi ASEAN adalah mengatasi nilai-nilai historis yang selama ini telah tertanam, yaitu ketetapan mereka untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing negara. Selain itu, kerjasama dalam konvensi hanya sebagai salah satu instrumen hukum memberantas terorisme. Menurut penulis menurun atau meningkatnya terorisme di satu negara ada berbagai faktornya, tergantung upaya-upaya nasional, kepolisian, aparat penegak hukum di negara bersangkutan dalam memberantas terorisme, tetapi dengan ada atau tidaknya konvensi bukan berarti tidak menjadi penting karena konvensi sebagai satu payung hukum di tingkat kawasan yang mempunyai keuntungan, yaitu pertama, untuk memperkuat komitmen politik, ke dua, mendorong aksi-aksi nasional untuk mendukung memberantas terorisme. Meski pun terorisme belum hilang, namun terorisme bisa diredam dengan adanya kerjasama internasional dan konvensi-konvensi teresebut. DAFTAR PUSTAKA Abuza, Zachary, 2003, Militant Islam in Southeast Asia, London: Lynne Rienner Publisher: ASEAN Secretariat, 2002, ARF Documents Series 1994-2002, Jakarta: ASEAN Secretary. ________________, 2004, ARF Documents Series 1994-2004, Jakarta: ASEAN Secretary. ________________, 2009, ARF Documents Series 2006-2009, Jakarta: ASEAN Secretary. Bandoro (ed), Bantarto, 1996, Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik, Jakarta: Center for Strategic and International Studies. Buzan, Barry, 1991, People, Satate and Fear: An Agenda for International Security Studies in the Post Cold War Era. London : Harvester Wheatsharf. Cipto, Bambang, 2007, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Creswell, John, 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, California: Sage Publication. Djelantik, Sukawarsini, 2010, Terorisme: Tinjauan Psiko-politis, Peran Media, Kemiskinan dan Keamanan Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu, 2003, “Kerjasama ASEAN dalam Upaya Nasional Menuju peran ASEAN untuk memerangi Terorisme melalui Pemberantasan Pencucian Uang dan Penyelundupan Senjata”.Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Deplu. Direktorat Kerjasama ASEAN, 2007, ASEAN Selayang Pandang 2007. Jakarta: Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Giraldo, Jeanne K. and Harold A.Trinkunas, 2007, Terrorism Financing and States Responses, California: Standford University Press. Golose, Petrus Reinhard, 2009, Deradikalisasi Terorisme: Humanis, Soul Approach dan Meyentuh Akar Rumput,. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. Harrison, Lissa, 2007, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana. Hendropriyono,A.M, 2009, Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi dan Islam, Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara. Hermawan, Yulius P, 2007, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Graha Ilmu. Holsti, KJ, 1995, International Politics: A framework for Analysis. New Jersey: Prentice Hall, Seventh edition. Jemadu, Aleksisu, 2008, Politik Global dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Garaha Ilmu. Luhulima, C.P.F. dkk, 2008, Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Moch. Yani, Yayan, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosda Karya Nainggolan, Poltak Partogi (Ed), 2002, Terorisme dan Tata Dunia Baru. Jakarta: Sekjen DPR RI. Purwanto, Wawan, 2007, Terrorisme Undercover, Jakarta: Cipta Bina Mandiri. , 2010, Membongkar Dana Teroris, Jakarta: Cipta Bina Mandiri. Rabasa, Angel M, 2003, Political Islam in Southeast Asia: Moderates, Radical, and Terrorists. New York: Oxford University Press Inc. Remi Sjahdeni, Sutan, 2007. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti. Singh, Daljit, 2009. Terrorism in South and Southeast Asia in the Comim Decade. Singapore : Institute of Southeast Asian Studies in association with Macmillan. Samego, Indria, 2001, System Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem, Jakarta: Habibie Center. Sjahdeni,Sutan Remi, 2007, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti. Sungkar, Yasmin (ed), 2008, Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN, Jakarta: LIPI Yunanto, S, 2003, Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung. Jurnal Andrea, Faustinus, “Isu Terorisme dan Hubungan ASEAN Jepang”, Analisis CSIS, Tahun XXXI/2002, No.2. Anggoro, Kusnanto, “ASEAN dan Konvensi Regional Penanggulangan Terorisme”. ANALISIS CSIS Vol.36, No.1 Chandrawati, Nurani, “Kebijakan Negara-negara ASEAN dalam Mengantisipasi Perluasan Jaringan Terorisme Internasional (khususnya kelompok Al-Qaeda) di Kawasan Asia Tenggara”. Jurnal Politik Internasional Global. Departemen Hubungan Internasional FISIP UI. Vol.5 No.2 Mei 2003 Diniastuti, Yulia. “Masa Depan Kerjasama Keamanan ASEAN: Tantangan bagi Pengembangan ASEAN Regional Forum”.Analisis CSIS no.5, 1996 Djelantik, Sukawarsini, “Terorisme dan Kerjasama Internasional”. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional. Parahyangan Center for International Studies, Bandung. Vol.3. No. 7. Januari 2007 Luhulima,C.P.F. “Pemberantasan Teorisme dan Kejahatan Transnasional dalam Pembangunan Keamanan Asia Tenggara”, Analisis CSIS, no.1, 2003. Luhilima, C.P.F “Menuju Pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN”, Analisis CSIS, Vol.33, No.2 Tahun 2004. Nainggolan, Poltak Partogi, “Terorisme dan Perspektif Keamanan Pasca Perang Dingin”. ANALISIS CSIS xxxi/2002, No.1. Taufiqurrohman, Muh, “Peta Kelompok Teroris Indonesia”. Jurnal Hubungan Internasional Vol.6 No.1 Maret 2010. Multimedia S. Pushpanathan (Asisten Direktur, Sekretariat ASEAN), Upaya ASEAN Untuk Memerangi Terorisme, http://www.asean.org/15060.htm. Diakses pada 15 Oktober 2011, Pukul. 06.29. Kerjasama Politik Keamanan ASEAN. www.kemlu.go.id/.../Kerjasama%20Politik%20Keamanan%20ASEA.. Diakses pada 12 oktober 2011, pukul 10.08. www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/37/183.bpkp, diakses pada 15 Maret 2011. Pukul, 14.30. International Convention For The Suppression of The Financing of Terrorism. http://www.un.org/law/cod/finterr.htm. Diakses pada tanggal 27 September 2009, Pukul 20.38 Indonesia, ASEAN dan Isu Terorisme Internasional. Dalam situs http://www.balipost.com/balipostcetaK/2002/12/30/o2.htm. Diakses pada 17 Juli 2010, pukul 13.51. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum, http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=37614cd638a3b268d2de3795 ec1a292b&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5, Diakses pada 5 Desember 2010 pukul.20.30. Funding Terrorism in Southeast Asia: The Financial Network of Al Qaeda and Jemaah Islamiya. http://www.nbr.org/publications/element.aspx?id=252, Diakses pada 20 Oktober 2010, pukul.18.00. Terrorism in Southeast Asia. http://www.aph.gov.au/library/intguide/FAD/sea.htm. Diakses pada 27 April 2010, pukul 23.25. Dana “halal” untuk aksi terlarang. http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/10/13/LK/mbm.20031013.LK90857.id.html. diakses pada 29 September 2009, pukul. 20.45. Indonesia dan Terorisme Internasional, http://interpol.go.id/id/kejahatantransnasional/terrorisme/71-indonesia-dan-terorisme-internasional. Diakses pada 2 Agustus 2010, pukul 23:44. Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah, http://interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-di-indonesia-danusaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah. Diakses pada 2 Agustus 2010, pukul 23:44. Perubahan Pola Serangan dan Aliran Dana Teroris” http://hankam.kompasiana.com/2010/06/27/perubahan-pola-dan-aliran-dana-teroris/, Diakses pada 10 Agustus 2010 pukul, 11:35. Terorisme Disokong Dana Al-Qaeda, http://www.cmm.or.id/cmmind_more.php?id=A5556_0_3_0_M. Diakses pada 29 September 2011, pukul 22.30. Al-Qaeda in Southeast Asia: Evidence and Response, situs Center fo Defense Informations, http://www.cdi.org/terrorism/sea.cfm. Diakses pada 29 September, pukul 24.00. Malaysia's Internal Security Act and Suppression of Political Dissent, situs human right watch, www.hrw.org/backgrounder/asia/malaysia-bck-0513.htm. Diakses pada 24 Maret 2011, pukul 18.00. Profil Jamaah Islamiyah. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/09/100922_jamaahislamiyah.shtml.diaks es pada 18 Januari 2010, pukul 17:00. Mengintip Struktur Jaringan Teroris Jamaah Islamiah. http://www.tribunnews.com/2010/09/24/mengintip-struktur-jaringan-teroris-jamaahislamiah. .Diakses pada 27 September 2010, Pukul 01.40. ASEAN Selayang Pandang. www.kemlu.go.id/Documents/ASEAN%20Selayang%20Pandang.doc. Diakses pada 10 Oktober 2011, pukul 22.30. Komunitas Keamanan ASEAN dan Terorisme. http://www.tempointeraktif.com/. Diakses pada 17 Oktober 2011, pukul 22.30. Kerjasama Politik Keamanan ASEAN. www.kemlu.go.id/.../Kerjasama%20Politik%20Keamanan%20ASEAN. Diakses pada 12 Oktober 2011, pukul 20.30. Ratifikasi Konvensi ASEAN, http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=299019. Diakses pada 13 Maret 2012, pukul 07.15. Perlunya Ratifikasi Konvensi ASEAN Pemberantasan Terorisme, http://www.tribunnews.com/2012/03/08/perlunya-ratifikasi-konvensi-aseanpemberantasan-terorisme, Diakses pada 13 Maret 2012, pukul 07.15. ASEAN Convention on Counter Terrorism, http://www.aseansec.org/19250.htm. diakses pada 1 September 2011, pukul 20.00. The ASEAN Regional Forum. http://www.aseanregionalforum.org/AboutUs/tabid/57/Default.aspx. diakses pada 10 September 2010, pukul 17.12. ASEAN Regional Forum (ARF) Statement on Cooperative Counter-Terrorist Action on Border Security. http://www.aseansec.org/14835.htm. diakses pada 24 April 2011, pukul 2.47. RI-Filipina Kerja Sama Atasi Terorisme. http://internasional.kompas.com/read/2011/03/08/15273037/RIFilipina.Kerja.Sama.Atasi. Terorisme. Diakses pada 22 Maret 2011, pukul 11.00. "Money Laundering" dan Dana Teroris. http://www.interpol.go.id/id/kejahatantransnasional/pencucian-uang/96-qmoney-launderingq-dan-dana-teroris. Diakses pada 5 April 2011, pukul 09.20. Wawancara Al Chaidar (seorang pengamat teroris yang juga merupakan mantan DI/TII) pada tanggal 18 Juni 2011, pukul 13.00 J.S.George Lantu (Direktorat Politik dan Keamanan ASEAN Kementrian Luar Negeri RI) pada tanggal 18 Mei 2011, pukul 13.00 Usep Fathoni (seorang anggota Darul Islam/DI) pada 31 Oktober 2011, pukul 13.00 AKP Terima Sembiring, SH. (Kaurkermin DAGRI Densus 88 AT POLRI) pada 5 Desember 2011, pukul 15.10 Kompol. Wino Sumarno (Kaurmin Bagkouminter Set NCB Interpol Indonesia Div.Hubinter Polri), 7 November 2011, pukul 10.00. Supriyanto Suwito (Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN) pada 23 November 2011, pukul 09.00 Nuriani Ratu Inten (Asisten Analis Hukum, Direktorat Hukum dan Regulasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/ PPATK) pada 25 November 2011, pukul 10.00 Johannes O.S Manginsela (Kerjasama Multilateral, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT) pada 5 Desember 2011, pukul 11.30 Farah Monika (Technical Officer, Security Cooperation Division, ASEAN Secretary) pada 6 Desember 2011, pukul 10.00