tinjauan umum terhadap moral, moral bushido dan novel

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP MORAL, MORAL BUSHIDO
DAN NOVEL
2.1
Defenisi Moral
Kata moral berasal dari bahasa latin Mores. Mores berasal dari kata mos
yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat
diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan.
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara
baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuahpetuah, nasihat, wejangan, peraturan, dan semacamnya, yang diwariskan secara
turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana
manusia harus hidup secara baik, agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.
Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan, yaitu etika.
Perkataan etika berasal dari bahasa yunani: ethos dan ethikos yang berarti
kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Salam dalam Simanjuntak
(2011:18), terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk
perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asasasas akhlak.
Dari beberapa keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral
mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran
Universitas Sumatera Utara
tentang baik-buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan
yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut
memberikan penilaian etis atau moral.
Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan
aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan manusia.
2.2
Prinsip-Prinsip Dasar Moral
1.
Prinsip Sikap Baik
Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa
saja adalah sikap positif dan baik. Seperti halnya dalam prinsip utilitarisme,
bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan
mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari
tindakan kita, kecuali ada alasan khusus, tentunya kita harus bersikap baik
terhadap orang lain.
Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini
mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti
yang amat besar bagi kehidupan manusia.
Sebagai prinsip dasar etika, prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar
manusia yang harus memahami segala sifat konkret, tindakan dan kelakuannya.
Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada alasan khusus, kita
harus mendekati siapa saja dan apa saja yang positif, dengan menghendaki yang
baik baginya. Artinya, bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti sempit,
Universitas Sumatera Utara
melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik terhadapnya.
Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh
berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui, membenarkan,
mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang perkembangannya (Suseno,
1989:131).
Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung pada
apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu
pengetahuan tepat tentang realitas, supaya dapat diketahui apa yang masingmasing baik bagi yang bersangkutan.
2.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa
saja. Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak
hanya berlaku bagi benda-benda materiil, melainkan juga dalam hal perhatian dan
cinta kasih. Kemampuan untuk memberi hati kita juga terbatas. Maka secara logis
dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan itu harus
dibagi.
Adil, pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja dan
apa yang menjadi haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya
sebagai manusia, maka tuntunan paling dasariah keadilan adalah perlakuan yang
sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama (Suseno, 1989:132).
Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan
perlakuan yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang
sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan,
termasuk hal yang baik, dengan tidak melanggar hak seseorang.
3.
Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri
Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan
diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan
paham bahwa manusia adalah person, pusat pengertian dan berkehendak, yang
memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk yang berakal budi (Suseno, 1989:133)
Prinsip ini mempunyai dua arah. Pertama, dituntut agar kita tidak
membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak
wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlukan demikian jangan
membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia melawan, sebab kita
mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak
pernah wajar. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar.
Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti
bahwa kewajibannya terhadap orang lain di imbangi oleh perhatian yang wajar
terhadap dirinya sendiri.
Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada
orang lain, perlu di imbangi dengan sikap yang menghormati diri sebagai mahluk
yang bernilai. Kita berbaik hati dan bersikap baik terhadap orang lain, dengan
tetap memperhatikan diri sendiri.
Universitas Sumatera Utara
2.3
Moral Jepang
Kepribadian dan karakter moral rakyat Jepang dibentuk sedari mereka
kecil. Prinsip moral yang mereka anut berasal dari kebudayaan samurai Jepang
yang terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan Ninjo. Menurut
Hashimoto
Ayumi
dalam
http://www.terindikasi.com/2012/05/prinsip-moral-
jepang.html#ixzz2APOzq6AW, keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku
sekolah. Namun, secara otomatis didapat dari orang tua maupun masyarakat
sekitar.
2.3.1
ON
On berarti rasa hutang budi. Dengan prinsip on, seseorang akan merasa
berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Dalam semua pemakaiannya
on mengandung arti suatu beban, suatu hutang, sesuatu yang harus dipikul
seseorang dengan sebaik mungkin mencakup hutang seseorang dari yang paling
besar sampai yang paling terkecil sekalipun yang harus dibayar (Benedict,
1982:105).
2.3.2
GIMU
Gimu berarti kewajiban. Jika seseorang menerima on, maka orang tersebut
akan berkewajiban untuk membayarnya yang disebut gimu. Gimu menurut
Benedict (1982:122) adalah pembayaran-pembayaran tanpa batas atau tanpa
syarat atas hutang yang telah diterima dari si pemberi on. On yang diterima
dengan pembayaran kembali secara gimu sama sekali tidak bisa dihindari oleh
setiap orang Jepang. Namun karena tidak ada ketentuan mengenai bentuk, cara
dan waktu pembayarannya, maka seseorang merasa keberatan menerima on
Universitas Sumatera Utara
dengan resiko gimu ini. Artinya ada rasa terpaksa dan keengganan dalam
melakukan pembayaran terhadap on yang diterima, karena gimu adalah suatu
kewajiban moral yang mengikat.
2.3.3
GIRI
Giri adalah kebaikan. Dengan prinsip giri, seseorang akan membantu
temannya atau keluarganya semampunya. Sedangkan giri menurut benedict
(1982:125) adalah kebaikan yang diberikan kepada orang lain, tetapi terkadang
giri menimbulkan beban yang sangat besar kepada penerimanya, merupakan
kewajiban yang dibayar dengan tepat sama dengan kebaikkan yang diterima, yang
memiliki batas waktu pembayarannya. Giri akan muncul jika seseorang menerima
on atau budi baik seseorang yang kita terima.
2.3.4
NINJO
Ninjo adalah rasa kasih sayang. Dan prinsip ninjo, mengajarkan rasa
empati terhadap sesama dan lingkungannya. Dengan prinsip ini, seseorang akan
merasa semua manusia adalah satu dan sama, di bawah perbedaan yang telah
diatur oleh karma dan berkewajiban untuk menjaga kelestarian lingkunagan.
Kemudian Ninjo merupakan suatu perbuatan yang tidak menuntut balas, atau
benar-benar tulus dari dalam hati dan tidak melibatkan menjadi on. Ninjo
merupakan perasaan kemanusiaan dan semua orang jepang mempercayai bahwa
perasaan cinta, kasih sayang, belas kasihan dan simpati merupakan perasaan yang
paling penting dalam menjaga hubungan dengan sesama manusia, yang
merupakan perasaan dari hati terdalam dan tidak dibuat-buat karena adanya
perasaan kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu
Universitas Sumatera Utara
kebaikan.
Orang
jepang
selalu
mengukur
sesuatu
atau
berusaha
mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan perasaan manusiawi.
2.4
Sikap-Sikap Kepribadian Moral
1.
Kejujuran
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah
kejujuran. Tanpa kejujuran, kita sebagai manusia tidak dapat maju karena kita
belum berani menjadi diri kita sendiri. Tidak jujur berarti tidak se-iya sekata dan
itu berarti bahwa kita belum sanggup untuk mengambil sikap lurus. Orang yang
tidak lurus, tidak memgambil dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan apa
yang diperkirakan akan diharapkan oleh orang lain.
Tanpa kejujuran, keutamaan moral lainnya akan kehilangan nilai. Bersikap
baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran, adalah kemunafikan.
Menurut Suseno (2010:142-143), bersikap jujur terhadap orang lain berarti
dua: sikap terbuka dan juga sikap fair (wajar). Dengan terbuka, tidak dimaksud
bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau
bahwa orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita,
melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri,
sesuai dengan keyakinan kita.
Selanjutnya, orang yang jujur harus bersikap fair (wajar) terhadap orang
lain. Ia memperlakukannya menurut standart-standart yang diharapkannya akan
dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia
selalu akan memenuhi janji yang diberikan atau dikatakan, juga terhadap orang
Universitas Sumatera Utara
yang tidak dalam posisi untuk menuntutnya. Ia tidak pernah akan bertindak
bertentangan dengan suara hati atau keyakinannya.
2.
Nilai-Nilai Otentik
Otentik berarti, kita menjadi diri kita sendiri. “Otentik” berarti asli.
Manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai
dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya.
3.
Kesediaan Untuk Bertanggung Jawab
Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam
kesediaan untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti suatu sikap
terhadap tugas yang membebani kita, kita merasa terikat untuk menyelesaikannya.
Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut
pengorbanan atau kurang menguntungkan atau ditentang oleh orang lain. Tugas
itu bukan sekedar masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa
menimbulkan kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu
yang dimulai sekarang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik. Merasa
bertanggung jawab berarti, bahwa meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak
merasa puas sampai pekerjaan itu selesai.
Wawasan orang yang bersedia untuk bertanggung jawab secara prinsipal,
tidak terbatas. Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan
kewajibannya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia berada. Ia
bersedia untuk mengarahkan tenaga dan kemampuan ketika ia ditentang untuk
Universitas Sumatera Utara
menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap positif, kreatif, kritis dan objektif (Suseno,
2010:146).
Dan lagi, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk
diminta dan untuk memberikan, pertanggung jawaban atas tindakan, atas
pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kalau ia ternyata lalai atau melakukan
kesalahan, ia bersedia untuk dipersalahkan. Ia tidak pernah akan melempar
tanggung jawab atas suatu kesalahan yang dilakukannya terhadap orang lain.
Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah tanda kekuatan batin yang
sudah matang.
4.
Kemandirian Moral
Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak tentu harus ikut dengan
berbagai pandangan moral yang dimiliki oleh lingkungan kita, melainkan selalu
membentuk penilaian atau pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan moral
yang kita yakini.
Menurut Suseno (2010:147), kemandirian moral adalah kekuatan batin
untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya.
Mandiri secara moral berarti, bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa
kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu
melanggar keadilan.
Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk selalu
membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.
Universitas Sumatera Utara
5.
Keberanian Moral
Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad tetap mempertahankan
sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak disetujui atau secara
aktif dilawan oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak mundur
dari tugas dan tanggung jawab, juga kalu ia mengisolasi diri, merasa malu, dicela,
ditentang atau di ancam oleh banyak orang.
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan
diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 2010:147)
Keberanian moral berarti, berpihak pada yang lemah dan melawan yang
kuat, yang memperlakukan silemah dengan tidak adil. Orang yang berani secara
moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani
mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan lebih berani,
dalam arti ia semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu.
6.
Kerendahan Hati
Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang matang adalah
kerendahan hati. Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri,
melainkan bahwa kita melihat diri kita seadanya. Kerendahan hati adalah
kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya (Suseno, 2010:148).
Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya, melainkan juga
melihat kekuatannya.
Dalam bidang moral, kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar
akan keterbatasan “kebaikan” kita, melainkan juga kita sadar bahwa kemampuan
Universitas Sumatera Utara
kita untuk memberikan penilaian moral itu terbatas. Dengan rendah hati, kita
benar-benar bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat
lawan, bahkan untuk seperlunya, kita harus mengubah pendapat kita sendiri.
Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral. Tanpa
kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, kita tidak rela
memperhatikan orang lain, atau bahkan sebenarnya kita takut dan tidak berani
membuka diri.
Orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar,
apabila benar-benar diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak merasa
bahwa dirinya terlalu penting, karena keberanian akan datang apabila ia sudah
yakin bahwa sikapnya telah memiliki nilai moral.
2.5
Definisi Novel
Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:9), menyatakan bahwa novel berasal
dari bahasa Italia yaitu Novella yang secara harifiah yang berarti sebuah barang
baru yang kecil yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk
prosa.
Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam
pengertian kesusastraan juga disebut fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu
karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu
yang tidak
ada dan terjadi sungguh-sungguh
sehingga tidak perlu dicari
kebenarannya pada dunia nyata (Nugiyantoro, 1995:2).
Dan menurut Takeo
dalam Pujiono (2002:3), novel merupakan sesuatu yang menggambarkan
kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat meskipun kejadiannya tidak nyata.
Universitas Sumatera Utara
Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre
prosalah, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan
unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat ditemukan diantaranya:
1.
Novel menampilkan unsur-unsur cerita paling lengkap, memiliki media
yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang
paling luas.
2.
Bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang
paling umum digunakan dalam masyarakat.
Karya-karya modern klasik dalam kesusastraan, kebanyakan berisi karya-
karya novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia.
Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas
pada masyarakat. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan
para pembacanya. Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau defenisi
novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut
pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda.
Beberapa pandangan yang berupaya menjabarkan definisi novel antara lain
sebagai berikut:
1.
Fielding dalam Atmaja (1986:44) mengatakan bahwa novel merupakan
modifikasi dunia modern paling logis, dan merupakan kelanjutan dari
dunia epik. Pernyataan ini tidak saja terbukti kebenarannya namun relevan
untuk situasi kini, suatu masa dimana novelis tidak lagi menampilkan
tokoh-tokoh hero di dalam karya sastra mereka, tetapi lebih banyak
menampilkan segi-segi sosial dan psikologis di dalam permasalahan
masyarakat biasa.
Universitas Sumatera Utara
2.
Wellek dan Warren (1995:282) novel adalah gambaran dari kehidupan dan
perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis yang bersifat
realistis dan mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang
lebih mendalam.
3.
Jacob Sumardjo (1999:11-12) novel adalah genre sastra yang berupa cerita,
mudah dibaca dan dicernakan, juga kebanyakan mengandung unsur
suspense dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran
bagi pembacanya.
Setiap karya sastra fiksi (novel) mempunyai unsur-unsur yang mendukung,
baik unsur dari dalam sastra itu sendiri (unsur intrinsik) ataupun unsur dari luar
(unsur ekstrinsik) yang secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah
karya sastra.
2.5
Unsur-Unsur Pembangun Novel
Novel merupakan sebuah totalitas, suatu panduan bersifat artistik. Sebagai
sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian atau unsur yang berkaitan satu
dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Sehingga dengan unsurunsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud. Unsur-unsur yang
terkandung dalam novel adalah unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.
2.5.1
Unsur Instrinsik
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri atau dapat juga dikatakan unsur-unsur yang secara langsung membangun
cerita. Adapun unsur pembentuk yang dibangun oleh unsur instrinsik sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Tema
Tema
adalah
ide,
gagasan,
pandangan
hidup
pengarang
yang
melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi
kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat
beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya,
teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa
berupa pandangan pengarang, ide, atau keinginan pengarang yang mensiasati
persoalan yang muncul.
Istilah tema menurut (Scharbach dalam Aminuddin, 2000:91) berasal dari
bahasa latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian
karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga
sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang
diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan
pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang hatus
memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses
kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka
telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema
tersebut.
Sedangkan Brooks dalam Aminuddin (2000:92) mengungkapakan bahwa
dalam mengapresiasikan tema suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu-ilmu
humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi
pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang
bersifat universal. Tema dalam hal ini tidaklah berada di luar cerita, tetapi inklusif
di dalamnya. Akan tetapi, keberadaan tema meskipun inklusif di dalam cerita
Universitas Sumatera Utara
tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat, tetapi tersebar di balik
keseluruhan unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Dalam upaya
memahami tema, pembaca perlu memperhatikan langkah berikut secara cermat:
1.
Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.
2.
Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang
dibaca.
3.
Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam
prosa fiksi yang dibaca.
4.
Memhami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.
5.
Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan lainnya yang
disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang tepapar dalam suatu cerita.
6.
Menentukan
sikap
penyair
terhadap
pokok-pokok
pikiran
yang
ditampilkannya.
7.
Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak
dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang
ditampilkannya.
8.
Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam
satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang
dipaparkan pengarangnya.
Universitas Sumatera Utara
b. Plot/ Alur Cerita
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk karya fiksi adalah plot.
Dalam analisis cerita plot sering juga deisebut dengan alur. Alur atau plot pada
karya sastra pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapantahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihardirkan oleh para
pelaku dalam suatu cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa
terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam (Aminuddin, 2000:83).
Menurut Suroto (1989:89), alur atu plot ialah jalan cerita yang berupa
peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut sebab
akibat dari awal sampai akhir ceritaa. Dari pengertian tersebut jelah bahwa setiap
cerita tidak berdiri sendiri.
Dalam cerita fiksi atau cerpen urutan peristiwa dapat beraneka ragam.
Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000:84) menjelaskan bahwa tahapan
peristiwa dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan-tahapan sebagai
berikut:
-
Exposition : yakni tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat
terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung
cerita.
-
Inciting force: yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun
perilaku yang bertentangan dari pelaku.
-
Rising action : yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalm cerita mulai
berkonflik.
-
Crisis: yakni situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran
nasib oleh pengarangnya.
Universitas Sumatera Utara
-
Climax: yakni situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang
paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendirisendiri.
-
Falling action: yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan
dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau
penyelesaian cerita.
Dalam pengertiannya elemen plot hanyalah didasarkan pada paparan
mulai peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang
memuncak, dan penyelesaian terhadap konflik.
Berdasarkan fungsi plot dalam membangun nila estetik cerita, makan
identifikasi dan penilaian terhadap keberadaan plot menjadi sangat beraneka
ragam. Keberagaman tersebut paling tidak dapat dilihat dari tiga prinsip utama
analisis plot yang meliputi:
1.
Plots of action, analisis proses perubahan peristiwa secara lengkap, baik
muncul secara bertahap maupun tiba-tiba pada situasi yang dihadapi tokoh
utama, dan sejauh mana urutan peristiwa yang dianggap sudah tertulis itu,
berpengaruh terhadap perilaku dan pemikiran tokoh ytang bersangkutan
dalam menghadapi situasi tersebut.
2.
Plots of character, proses perubahan perilaku atau moralitas secara lengkap
dari tokoh utama kaitannya dengan tindakan emosi dan perasaan.
3.
Plots of thought, proses perubahan secara lengkap kaitannya dengan
perubahan
pemikiran
tokoh
utama
dengan
segala
konsukuensinya
berdasarkan kondisi yang secara langsung dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan perilaku, moral, pemikiran atau pandangan, dan konflikkonflik yang dialami oleh tokoh cerita serta peristiwa-peristiwa yang muncul
memang seharusnya dijalani oleh para tokohnya. Dalam plots of action terjadi
pada perilau yang ingin mengabdi dan membela klannya dari musuh. Plots of
character fokus utama terjadinaya perubahan moral, karakter atau emosi tokoh
cerita. untuk mengetahui jalinan plots of character adalah dengan menganalisis
setiap perubahan perilaku atau emosi dari tokoh. Pada plot of thought, penekanan
utama yang menyebabkan perubahan emosi atau perasaan tokoh didasari pada
situasi yang dihadapi secara langsung.
c. Tokoh
Tokoh dalam karya fiksi tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita,
tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema, dan
menempati posisi strategis sebagai pembawa dan menyampaikan pesan, amanat,
moral atau sesuatu yang sengaja aingin disampaikan kepada pembaca (Fananie,
2001: 86). Istilah “tokoh‟ menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita. penokohan
adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita. tokoh cerita (character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro
(1995:165), adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama,
yang oleh pembaca ditafssirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan.
Boultoun dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara
pengarang menggambarkan atau memunculkan tokoh sebagai pelaku yang hidup
Universitas Sumatera Utara
di
alam
mimpi,
pelaku
yang
memiliki
semangat
perjuangan
dalam
mempertahankan hidupnya. Pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan
manusia yang sebenarnya maupun pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri
sendiri. Dalam cerita fiksi pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh makhluk
lain yang diberi sifat seperti manusia. Dalam menentukan tokoh utama dan tokoh
pembantu, yang pada umunya merupakan tokoh yang sering dibicarakan oleh
pengarang, sedangkan tokoh tambahan hanya dibicarakan alakadarnya.
Tokoh peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh,
peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner. Walau bersifat imajiner namun ada
juga karya fiksi atau novel yang berdasarkan diri pada fakta. Karya fiksi yang
demikian oleh Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:4) digolongkan sebagai fiksi
nonfiksi (nonfiction fiction), yang terbagi atas (1) fiksi historial (historical fiction)
atau novel historis, jika yang menjadi dasar penulisan fakta sejarah; (2) fiksi
biografis (biographical fiction) atau novel biografis; jika yang menjadi dasar
penulisan fakta biografis dan; (3) fiksi sains (science fiction) atau novel sains; jika
yang menjadi dasar penulisannya fakta ilmu pengetahuan. dilihat dari
penggolongannya, maka penulis memasukkan novel “Uesugi Kenshin, yang
merupakan objek penelitian ini, ke dalam novel historis karena terikat oleh faktafakta yang dikumpulkan melalui penelitian dari berbagi sumber.
d. Sudut pandang
Menurut Aminuddin (2000:90) sudut pandang adalah cara pengarang
menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkanya. Cara atau pandangan
yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan,
Universitas Sumatera Utara
latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya
fiksi kepada pembaca.
Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi,
Teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan
gagasan ceritanya.
e. Gaya bahasa
Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan
bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang
berbeda satu sama lain. hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang.
f. Amanat
Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan
pengarang pada pembacanya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai
kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.
2.5.2
Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri.
Unsur ekstrinsik adalah unsur luar sastra yang ikut mempengaruhi penciptaan
kaarya sastra. Unsur tersebut meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan
pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku, situasi politik, persoalan
sejarah, ekonomi dan pengetahuan agama. Unsur ekstrinsik untuk tiap karya sastra
sama, unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya
menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Selain unsur-unsur
yang datangnya dari luar diri pengarang, hal yang sudah ada dan melekat pada
Universitas Sumatera Utara
kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadaap terciptanya suatu
karya sastra.
2.6
Setting Cerita
Menurut Brook dalam Simanjuntak (2011:34), latar adalah latar belakang
fisik, unsur tempat dan ruang di dalam cerita. Wellek dan Werren dalam Syafitri
(2012:35) juga mengemukakan bahwa latar adalah lingkungan alam sekitar,
terutama lingkungan dalam yang dipandang sebagai pengekspresian watak secara
metominik dan metafori.
Hudson dalam Syafitri (2012:36) membagi setting/latar cerita atas latar
fisik (material) dan latar sosial. Yang termasuk latar fisik adalah latar yang berupa
benda-benda fisik seperti bangunan rumah, kamar, perabotan, daerah, dan
sebagainya. Latar sosial meliputi pelukisan keadaan sosial budaya, sosial
masyarakat; seperti adat istiasat, cara hidup, bahasa kelompok sosial, dan sikap
hidupnya yang melewati cerita.
Tentu latar membantu kejelasan jalan cerita, sehingga dalam membahas
setting/latar cerita dalam novel ini, penulis akan menjelasankan latar tempat dan
latar waktu sebagai berikut:
1.
Latar Tempat
Latar tempat menjelaskan pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur-unsur yang digunakan berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, ataupun lokasi tanpa nama yang jelas.
Dalam novel Uesugi Kenshin, mengangkat tema daimyo, sebagian besar
mengambil setting di wilayah dataran tinggi, desa dan sebagainya. Adapun
Universitas Sumatera Utara
beberapa latar tempat terjadinya peristiwa dalam novel Uesugi Kenshin adalah
sebagai berikut;
1. Kastel Umayabashi
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Mereka sedang berada di
Kastel Umayabashi” ( Halaman 6 )
2. Kastel Toyama
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut: “Pada tahun lalu Kenshin
mengarahkan pasukan ke Ecchu untuk menghancurkan klan Jimbo di
Kastel Toyama” ( Halaman 9 )
3. Dusun Ikushina
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut : “Sejak datang ke Joshu,
Kenshi sudah dua kali ke Ikushina untuk mengadakan upacara
peringatan Nitta Yoshida ( Halaman 14 )
4. Kyoto
Hal ini terlihat jelas pada kalimat: “Kenshi sudah berkunjung ke Kyoto
saat dia masih berusia muda pada tahun kedua puluh dua era Tenbun
(1554 M )” ( Halaman 17 )
5. Kastel Odawara
Hal ini dapat terlihat jelas pada kalimat berikut: “Setelah semuanya siap,
pasukan Kanto kenrei yang merupakan gabungan pasukan Jomo dan
Boso dibawah pimpinan Kenshin bergerak menuju Kastel Odawara
dengan tuduhan atas kesalahan Hojo Ujiyasu” ( Halaman 23 )
6. Kastel Warigadake
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dapat terlihat jelas pada kalimat berikut: “Timbulnya api
peperangan lagi di Kastel Warigadake membuat penduduk ketakutan,”
“perang lagi” ( Halaman 28 )
7. Kastel Kasugayama
Hal ini dapat terlihat jelas pada kalimat berikut: “Walaupun jembatan
terbawa arus, air tidak mengurus. Mari berangkat, kembali ke Kastel
Warigadake” ( Halaman 34 )
8. Kastel Ko atau Kastel Tsutsujigasaki
Hal ini dapat terlihat jelas pada kalimat berikut: “Kastel itu begitu besar
sampai-sampai tidak dapat dilukiskan kata-kata. Kastel tersebut adalah
Ko atau Tsutsujigasaki. Itulah markas besar Takeda Shingen di Kofu”
( Halaman 47 )
2.
Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-
peritiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dapat dihubungkan
dengan waktu faktual atau waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah.
Dalam novel Uesugi Kenshin ini, biasanya berlatar waktu di siang atau
malam hari. Namun ada juga beberapa latar yang terdapat dalam novel ini
menggunakan tahun, yang terdapat pada halaman 6, yang menyatakan pada tahun
keempat era Eiroku, kira-kira terjadi pada tahun 1563 pada zaman Sengokujidai.
Universitas Sumatera Utara
2.7
Biografi Pengarang
Eiji Yoshikawa (吉川 英治 Yoshikawa Eiji , lahir 11 Agustus 1892 –
meninggal 7 September 1962 pada umur 70 tahun) adalah seorang pengarang
novel sejarah Jepang yang mungkin adalah salah satu pengarang terbaik dan
paling terkenal di genre tersebut. Banyak di antara novel-novel terkenalnya
merupakan revisi terhadap karya-karya terdahulu. Ia terutama terpengaruh oleh
kisah-kisah klasik seperti Kisah Heike (平家物語 Heike Monogatari), Kisah
Genji (源氏物語 Genji Monogatari), Batas Air, dan Kisah Tiga Negara, yang
selanjutnya banyak ia kisahkan kembali. Sebagai contoh, manuskrip asli Taiko
yang sebanyak 15 jilid dikisahkan kembali olehnya dalam bahasa yang lebih
mudah dicerna serta buku Musashi. Buku-buku karyanya yang lain juga bertujuan
serupa dan walaupun sebagian besar novelnya bukanlah cerita asli, ia menciptakan
sangat banyak karya dan menumbuhkan minat baru terhadap sejarah. Ia
dianugrahi berbagai penghargaan seperti Penghargaan Budaya (文化勲章 Bunka
Kunshō) pada tahun 1960 serta Penghargaan Harta Berharga (瑞宝章 Zuihōsho)
sebelum kematiannya karena kanker pada tahun 1962.
Nama aslinya Hidetsugu Yoshikawa. Di Prefektur Kanagawa, dalam apa yang
sekarang menjadi bagian dari Yokohama. Karena bisnis gagal ayahnya, ia harus
drop out dari sekolah dasar untuk bekerja ketika ia berusia 11 tahun. Ketika ia
berusia 18, setelah kecelakaan yang hampir fatal bekerja di dermaga Yokohama,
ia pindah ke Tokyo dan menjadi magang dalam sebuah workshop lacquer emas.
Sekitar waktu ini ia menjadi tertarik pada haiku komik. Dia bergabung dengan
masyarakat puisi dan mulai menulis haiku komik dengan nama samaran "Kijiro".
Universitas Sumatera Utara
Ia berasal dari keluarga samurai miskin. Kesulitan keuangan dalam keluarganya
menyebabkan Yoshikawa terhenti sekolah di SD. Ia lalu bekerja macam-macam
untuk bisa hidup, termasuk bekerja di galangan kapal.
Pada 1914, dengan The Tale of Enoshima, ia memenangkan hadiah pertama
dalam lomba penulisan novel disponsori oleh penerbit Kodansha. Ia bergabung
dengan surat kabar Maiyu Shimbun pada tahun 1921, dan pada tahun berikutnya
ia mulai serializations penerbitan, dimulai dengan Kehidupan Shinran.
Ia menikah Yasu Akazawa pada tahun 1923, tahun gempa bumi Great Kanto.
Pengalaman dalam gempa memperkuat tekadnya untuk membuat tulisan karirnya.
Pada tahun-tahun berikutnya ia menerbitkan cerita di berbagai majalah diterbitkan
oleh Kodansha, yang dikenal sebagai seorang penulis jumlah mereka. Dia
menggunakan 19 nama-nama pena sebelum menetapkan Eiji Yoshikawa. Dia
pertama kali menggunakan nama pena dengan serialisasi Sword Trouble, Woman
Trouble. Namanya menjadi kata rumah tangga setelah Secret Record of Naruto
serial di Osaka Mainichi Shimbun. Sejak saat itu selera masyarakat untuk merek
penulisan petualangan yang tak pernah puas.
Pada 1930-an, tulisannya menjadi introspektif, mencerminkan masalah yang
berkembang dalam kehidupan pribadinya. Namun pada tahun 1935, dengan
serialisasi Musashi, tentang pemain pedang terkenal Miyamoto Musashi, di Asahi
Shimbun, tulisannya menetap pas ke dalam genre petualangan fiksi sejarah.
Setelah pecahnya perang dengan China pada tahun 1937 Shimbun Asahi
mengirimnya ke lapangan sebagai koresponden khusus. Pada saat ini ia bercerai
dan menikah Yasu Akazawa Fumiko Ikedo. Selama perang ia terus menulis novel,
Universitas Sumatera Utara
dan menjadi lebih banyak dipengaruhi oleh budaya Cina. Di antara karya-karya
periode ini adalah Taiko dan dia kembali menceritakan dari Kisah Tiga Kerajaan.
Pada akhir perang ia berhenti menulis dan duduk untuk masa pensiun yang tenang
di Yoshino (Oumeshi sekarang-hari) di pinggiran Tokyo, namun ia segera mulai
menulis lagi pada tahun 1947. pasca-perang-karya meliputi Baru Kisah tentang
Heike, diterbitkan dalam Mingguan Asahi (1950), dan A Record Swasta Perang
Pasifik (1958).
Dialah menulis buku Musashi dan Taiko. Buku yang sangat melegenda, buku
yang dapat dijadikan sumber inspirasi dan semangat hidup. Usia 19 tahun ia
pindah ke Tokyo dan mulai menulis senryu atau haiku lucu. Haiku ialah puisi
pendek khas Jepang yang sangat indah. Sesudah dua tahun menjadi reporter di
Maonichi Shimbun, ia memantapkan diri menjadi novelis profesional. Berbagai
jenis novel ditulisnya : humor, thriller, roman. Tidak jarang ia menulis sekaligus
tiga novel. Semuanya ditulis menggunakan nama samaran, sebelumnya akhirnya
ia memutuskan memakai nama samaran Eiji. Sejak tahun 1930, terjadi perubahan
pada gaya penulisannya. Ia mengekspresikan pandangan-pandangan zamannya
dengan setting masa lampau atau sejarah. Selama perang dengan Cina, ia menulis
laporan-laporan
perjalanan.
Dan
sementara
itu
ia
menyelesaikan
terjemahan/adaptasi kisah populer Cina, Kisah tentang Tiga Kerajaan. Sampai saat
meninggalkannya pada tahun 1962, Eiji Yoshikawa menjadi salah satu novelis
terkenal dan paling disukai di Jepang.
Universitas Sumatera Utara
Karya-karya Eiji:
Musashi, Musashi Book I: The Way of the Samurai, Musashi Book II: The Art of
War, Musashi Book III: The Way of the Sword, Musashi Book IV: The Bushido
Code, Musashi Book V: The Way of Life and Death,Taiko: An Epic Novel of
War and Glory in Feudal Japan, Heike Story: A Modern Translation of the Classic
Tale of Love and War, Fragments of a Past: A Memoir.
Universitas Sumatera Utara
Download