ABSTRAK KAJIAN PETROMAGNETIK PADA BATUAN PRODUK VULKANIK (ABU DAN LAVA) DI KOMPLEKS GUNUNGAPI TENGGER, JAWA TIMUR, INDONESIA Oleh Nono Agus Santoso NIM: 32314301 (Program Studi Doktor Teknik Geofisika) Indonesia adalah negara yang memiliki gunungapi terbanyak di dunia sekitar 127 gunungapi yang masih aktif. Jumlah ini merupakan potensi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai daerah penelitian batuan produk vulkanik. Batuan produk vulkanik baik abu vulkanik maupun lava sangatlah penting. Abu vulkanik penting untuk penanda geologi karena tersebar luas dengan ketebalan tipis dan dapat diukur umur batuannya. Sedangkan lava penting untuk mempelajari magma. Sejauh ini, penggunaan kombinasi 3 metode (petrografi, geokimia dan magnetik) masih jarang digunakan untuk mempelajari batuan produk vulkanik (abu dan lava). Maka dari itu, peneliti menerapkan 3 metode untuk mempelajari batuan produk vulkanik (abu dan lava) dari Komplek Gunungapi Tengger. Tujuan penelitian ini adalah 1) menentukan karakter magnetik yang dapat digunakan sebagai penanda dari suatu kejadian erupsi pada abu vulkanik 2) menentukan karakter magnetik secara unik terkait dengan magma pada lava. Metode penelitian yang digunakan antara lain adalah analisa petrografi, analisa geokimia (X-ray fluoroscence (XRF), atomic absorption spectroscopy (AAS) dan inductively coupled plasma optical emission spectrometry (ICP OES)), dan serangkaian pengukuran magnetik (suseptibilitas magnetik, isothermal remanent magnetization (IRM), termomagnetik, parameter histerisis, anhysteretic remanent magnetization (ARM). Hasil yang didapatkan berdasarkan kajian petromagnetik (kombinasi 3 metode) terhadap batuan produk vulkanik (abu dan lava) di Kompleks Gunungapi Tengger antara lain adalah abu vulkanik dari 3 gunungapi yang berbeda dengan umur berbeda dalam kaldera yang sama mengandung mineral magnetit dengan jenis domain pseudo single domain (PSD) pada abu vulkanik Bromo dan tufa Segarawedi, sedangkan multidomain (MD) untuk tufa Widodaren. Ada juga mineral lain yang dikandung semua conto abu vulkanik yaitu titanomagnetit kaya Ti. Sementara nilai suseptibilitas magnetik pada frekuensi rendah (LF) pada semua conto abu vulkanik berkisar antara 300 sampai 500 (×10-8m3/kg) dengan prosentase suseptibilitas magnetik bergantung frekuensi (FD) sekitar 3-4 %. Berdasarkan nilai suseptibilitas magnetik tersebut menunjukkan bahwa kelimpahan mineral magnetik pada semua conto abu vulkanik tidak terlalu bervariasi. Berdasarkan hasil analisa geokimia XRF menunjukan bahwa abu vulkanik memiliki jenis batuan yang sama yaitu basaltic trachy-andesite. Nilai suseptibilitas magnetik yang hampir sama pada semua i conto abu vulkanik kemungkinan disebabkan oleh jenis batuan yang sama. Lava dari 3 kejadian yang berbeda dengan umur yang berbeda dalam kaldera yang sama mengandung mineral titanomagnetit dengan jenis domain PSD. Ada juga mineral magnetik lain di semua conto lava yaitu titanomaghemit. Untuk nilai suseptibilitas magnetik pada semua conto lava bervariasi antara 300 sampai 1500 (×10-8m3/kg) dengan nilai magnetic susceptibility frequency dependent berkisar 0 sampai 11%. Berdasarkan nilai suseptibilitas magnetik yang dikombinasi dengan hasil XRF dan petrografi menunjukan bahwa kelimpahan mineral magnetik pada lava tidak bergantung pada jenis magma tetapi bergantung pada proses yang terjadi didalam magma. Meskipun lava secara geokimia sama tetapi masih bisa dibedakan menggunakan tekstur petrografi. Untuk abu vulkanik, plot parameter histerisis Bcr/Bc versus Mr/Ms (Bcr: medan magnetik koersivitas remanen, Bc: medan magnetik koersivitas, Mr: magnetisasi remanen, dan Ms: magnetisasi saturasi) sangatlah cocok untuk digunakan sebagai penanda baru kejadian erupsi karena hasilnya jelas yaitu setiap abu vulkanik terkluster. Pengklusteran tersebut dijustifikasi oleh hasil analisa petrografi dan plot unsur jejak Y versus Cr dimana Y: yttrium, Cr: chromium. Namun di lain sisi, kurva termomagnetik tidak dapat membedakan setiap conto abu vulkanik, pola kurva termomagnetik dari ketiga abu vulkanik hampir sama. Untuk lava, plot parameter histerisis Bcr/Bc versus Mr/Ms tidak prospek untuk digunakan dalam membedakan lava karena plot parameter histerisis lava saling tumpang tindih. Namun, plot hubungan LF dan FD mampu membedakan lava berdasarkan tekstur petrografi pada plagioklas dan kandungan olivinnya. Kemampuan membedakan berdasarkan tekstur dan kandungan olivin dijustifikasi oleh pola kurva termomagnetik dan turunan pertamanya. Keberhasilan ini diharapkan berkontribusi untuk penelitian selanjutnya jika ada pengeboran lapisan sedimen baik di laut maupun di danau yang tidak diketahui informasi mengenai lapisan abu vulkaniknya bisa menggunakan kombinasi parameter magnetik dan unsur jejak. Selain itu, kombinasi antara parameter magnetik dengan tekstur petrografi dan hasil analisa geokimia diharapkan dapat berkontribusi dalam menjawab kaitan karakteristik magnetik, geokimia dan magma pada lava – lava yang dihasilkan oleh gunungapi-gunungapi yang ada di Indonesia. Kata kunci: petromagnetik, magnetik, petrografi, geokimia, batuan produk vulkanik, abu vulkanik, lava, Tengger. ii ABSTRACT THE PETROMAGNETIC STUDY ON ROCK VOLCANIC PRODUCTS (ASH AND LAVA) IN TENGGER VOLCANIC COMPLEX, EAST JAVA, INDONESIA By Nono Agus Santoso NIM: 32314301 (Doctoral Program of Geophysical Engineering) With 127 active volcanoes, Indonesia has great potential for research in volcanic rock products such as volcanic ash and lava that are scientifically very important. Volcanic ash is important geological marker as it is widespread as thin layer in sediment that could be dated for it absolute age. Meanwhile, lava is important, among others, to study the magma. The combination of petrography, geochemistry, and magnetic analyses is rarely used to study volcanic ash and lava. In the study, the three methods above were used to study volcanic ash and lava from Tengger Volcanic Complex. The aims are 1) to determine the magnetic character that can be used as a marker of an eruption event in volcanic ash as well as 2) to determine the magnetic character uniquely associated with magma in lava. The methods used in this study include petrographic analysis, geochemical analysis (X-ray fluorescence (XRF), atomic absorption spectroscopy (AAS) and inductive coupled plasma optical emission spectrometry (ICP OES)), and a series of magnetic measurements (magnetic susceptibility, isothermal remanent magnetization (IRM), thermomagnetic, hysteresis parameters, and anhysteretic remanent magnetization (ARM)). The results show that for three different volcanic ash and tuffs (Bromo, Widodaren and Segarawedi) contain magnetite with varying magnetic domain (pseudo-single domain or PSD for Bromo and Segarawedi and multi domain or MD for Widodaren). Apart from magnetite, the samples were also found to contain Ti-rich titanomagnetite. The magnetic susceptibility (LF) values in all volcanic ash samples vary between 300 and 500 (×10-8m3/kg) with the percentage of frequency dependent magnetic susceptibility (FD) ranging from 3 to 4%. Based on their magnetic susceptibility values, the volcanic ash samples have little variation in the abundance of magnetic minerals. Moreover, based on XRF analysis on major elements, the volcanic ash samples belong to similar rock type, i.e., basaltic trachy-andesite. The results also show that lava samples from three different events and ages from the same caldera, i.e., Ngadisari caldera, contain not only PSD magnetite and other titanomagnetite minerals, but also titanomaghemite. The magnetic susceptibility (LF) values for all lava samples vary between 300 and 1500 (×10-8m3/kg) with FD values ranging from 0 to 11%. Combination of magnetic susceptibility values with the results of XRF and petrographic analyses, shows that the abundance of magnetic minerals in lava does not depend on the type of magma but depends on the processes iii occurring within the magma. Although all the lava samples are geochemically similar, they can be distinguished using their petrographic textures. For volcanic ash samples, the plots of hysteresis parameters Bcr/Bc versus Mr/Ms (where Bcr is remanent coercive magnetic field, Bc magnetic field coercivity, Mr remanent magnetization, and Ms saturation magnetization) is very suitable to serve as new marker that could distinguish one eruptive event from the others. Data points for each eruptive event cluster together in the above plots. Such clustering is also supported by similar clustering in the plots of Y (yttrium) versus Cr (chromium). On the other hand, the thermomagnetic analyses could not distinguish one volcanic ash with the others. In contrast, the plots of hysteresis parameters could not be used to distinguish the lava samples as their data plots are rather scattered. For lava samples the plots of LF and FD values are surprisingly useful in distinguishing lava based on their petrographic textures on plagioclase and olivine content. The ability to distinguish by texture and olivine content is justified by the thermomagnetic curve pattern and its first derivative. The successful finding of appropriate magnetic parameters that could be used in identifying particular eruptive event or lava flow opens up new avenues for magnetic research in volcanology especially in Indonesia. Keywords: petromagnetic, magnetic, petrographic, geochemical, rock of volcanic products, volcanic ash, lava, Tengger. iv