NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI REMAJA AWAL TERHADAP PERAN AYAH DALAM KELUARGA DENGAN KETRAMPILAN SOSIAL PADA REMAJA Oleh : ARIDA SEPTIYANI SUKARTI EMMA INDIRAWATI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERAN AYAH DALAM KELUARGA DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL REMAJA AWAL Arida Septiyani Sukarti Emma Indirawati Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara persepsi peran ayah dalam keluarga dengan keterampilan sosial pada remaja awal. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi peran ayah dalam keluarga dengan keterampilan sosial pada remaja awal. Semakin positif persepsi peran ayah, semakin tinggi keterampilan sosial pada remaja awal, sebaliknya semakin negatif persepsi peran ayah maka semakin rendah keterampilan sosial pada remaja awal. Sampel dalam penelitian ini adalah 69 siswa–siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sukorejo, dengan karateristik jenis kelamin laki – laki dan perempuan, usia 12–17 tahun tinggal dengan ayah. Adapun skala yang digunakan adalah skala peran ayah sejumlah 49 aitem yang mengacu pada aspek – aspek yang dikemukakn Galinsky (Andayani dan Koentjoro, 2003) dan skala keterampilan sosial yang dikemukakan Cartledge dan Milburn (1995) sejumlah 69 aitem. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS 12,0 for windows Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi peran ayah dalam keluarga dengan ketrampilan sosial pada remaja awal, dengan korelasi r = 0,274 ( p = 0,011 < 0,05 ) l. Jadi hipotesa diterima. Kata Kunci : Keterampilan sosial Remaja Awal, Persepsi Peran ayah Dalam Keluarga PENGANTAR Masa remaja awal adalah suatu stadium dalam siklus perkembangan anak. Masa ini adalah masa transisi atau peralihan (Calon dalam Monks, 1999) dimana sebagian besar perubahan multiaspek pada diri manusia terjadi di masa ini. Rentang usia remaja awal berkisar antara 12 sampai 17 tahun ( Mappiare, 1982). Pada masa ini adalah periode ambang pintu masa remaja, atau sebagai periode pubertas. Di Indonesia masa remaja awal biasanya mereka yang tengah menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Pertama. Remaja awal adalah sekelompok individu yang dalam kesehariaanya tidak lepas dari komunikasi dan hubungan dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial individu dituntut untuk mampu mengatasi semua permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial serta mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Hal ini terkait dengan ketrampilan sosial yang dimiliki individu. Setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungannya (Mu’tadin, 2002). Ketrampilan sosial menjadi semakin penting ketika anak mulai menginjak masa remaja awal. Hal ini disebabkan karena masa itu individu mulai memasuki dunia pergaulan yang lebih luas. Remaja awal usia 12–17 tahun memiliki tugas perkembangan yang berkaitan dengan ketrampilan sosial. Pada masa ini individu mulai menginjak masa transisi dengan kehidupan sosial yang baru, persaingan dalam bidang akademik lebih dipentingkan sehingga individu kurang dalam sosialisasi dan bermain dengan kelompok atau teman sebayanya. Masa ini individu mengalami krisis psikososial yang terjadi adalah rasa mampu dan usaha untuk melawan rasa tidak mampu (Monks, dkk, 1999). Ketidakseimbangan ini menyebabkan individu kurang mendapat kesempatan dalam mengembangkan aspek sosial dan emosi. Perkembangan yang kurang optimal ini akan menyebabkan individu kesulitan dalam melatih ketrampilan sosialnya (Utami dan Nuryoto, 2005). Menurut Boyum dan Park bahwa hubungan sosial yang problematik pada masa remaja awal akan mempengaruhi perilaku – perilaku bermasalah seperti putus sekolah, kriminalitas, kenakalan remaja dan perilaku– perilaku psikopatologis pada masa – masa selanjutnya (Utami dan Nuryoto, 2005). Hurlock (1973) menyebutkan bahwa kelompok sosial mempengaruhi perkembangan sosial remaja dengan mendorong mereka untuk menyesuaikan diri terhadap harapan sosial, membantu mencapai kemandirian dan mempengaruhi konsep dirinya. Ketrampilan sosial membawa remaja untuk lebih berani berbicara mengungkapkan setiap perasaan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian, sehingga mereka tidak mencari pelarian ke hal–hal yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Remaja akan memiliki tanggung jawab yang cukup tinggi dalam melakukan sesuatu, mengetahui situasi dengan siapa dan kondisi bagaimana mereka berbicara maupun menolak serta menyatakan ketidak senangannya terhadap pengaruh – pengaruh negatif dari lingkungan secara langsung maupun tidak langsung. Remaja dapat menyesuaikan dengan standar harapan masyarakat dalam norma – norma yang berlaku dilingkungannya. Keluarga sebagai sumber sosialisasi yang paling utama, membantu remaja dalam membentuk ketrampilan sosial pada dirinya. Di dalam keluarga terjadi sebuah hubungan sosialisasi timbal balik, membangun hubungan, memecahkan suatu masalah dan berargumen dengan anggota keluarga lainnya. Hubungan yang terjadi ini akan dijadikan sebagai contoh atau cetakan yang akan digunakan remaja dalam berhubungan dengan dunia barunya. Hubungan yang baik antara orangtua dan remaja akan membantu remaja dalam berinteraksi dan meningkatkan identitas serta ketrampilannya di lingkungan ( Hurlock, 1973). Hubungan anak dan orangtua merupakan hubungan yang lama dan berkesinambungan, diharapkan dapat menciptakan hubungan yang positif sehingga anak akan mempersepsikan hubungan tersebut secara positif pula. Salah satu cara terbaik untuk mengetahui peran orangtua adalah melalui penilaian atau persepsi anak terhadap kebiasaan – kebiasaan dan sikap orangtua dalam mengasuh dirinya yaitu sebagai individu yang mengasuh secara langsung. Apabila seseorang telah memutuskan menjadi orang tua, seseorang terikat untuk dapat menjadi guru dan seorang pengasuh. Orangtua mempunyai tanggung jawab secara utuh mengenai pendidikan anaknya (Suwaid, 2003). Orangtua secara tidak disadari telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pola pikir dan cara pandang individu dalam memandang suatu hal. Tindakan, perkataan dan rasa nyaman dari pengalaman dengan orang tua dapat menjadi bekal bagi ketrampilan sosial remaja ketika memisahkan diri dari orangtua menuju teman sebayanya. Idealnya pasangan orangtua akan mengambil bagian dalam pendewasaan anak dikarenakan dari kedua orangtuanya anak akan belajar untuk mandiri melalui proses belajar sosial dan modeling ( Andayani, 2003 ) Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi remaja awal terhadap peran ayah dalam keluarga dengan ketrampilan sosial pada remaja Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Psikologi khususnya bidang perkembangan serta menjadi masukan yang dapat dipakai sebagai acuan bagi peneliti lebih lanjut yang berkaitan dengan peran ayah dalam keluarga. Secara praktis, apabila dari hasil data-data yang terkumpul menunjukkan hubungan yang positif antara persepsi remaja tentang peran ayah dalam keluarga, maka peran ayah di dalam keluarga secara umum dan peran ayah dalam pengasuhan anak-anaknya perlu ditingkatkan agar dapat mendorong kemajuan ketrampilan sosial. KETERAMPILAN SOSIAL 1. Pengertian Keterampilan sosial Keterampilan sosial merupakan kemampuan yang beraneka ragam untuk mengeluarkan perilaku – perilaku yang tampak; baik berupa tingkah laku positif maupun negatif dan tidak mengeluarkan perilaku yang dilarang atau tidak disukai oleh orang lain ( Libelt & Lewinson dalam Carteldge & Milburn, 1995). Definisi keterampilan sosial menurut Michelson, dkk (Mu’tadin, 2002) adalah suatu kemampuan dalam memberikan pujian, mengeluh karena tidak setuju sesuatu, menolak permintaan orang lain, tukar pengalaman, menuntut hak pribadi, memberi saran kepada orang lain, pemecahan konflik atau masalah, berhubungan dengan orang yang lebih tua dan lebih tinggi statusnya, bekerjasama dengan orang yang berlainan jenis kelamin dan kemampuan dalam berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Bukeley dan Cramet (Ramdhani, 1992) mengartikan keterampilan sosial adalah suatu respon tingkah laku individu terhadap lingkungan masyarakatnya. 2. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Keterampilan Sosial Davis dan Forsythe, 1984 (Mu’tadin, 2002) berpendapat dalam kehidupan remaja terdapat delapan faktor yang dapat mempengaruhi ketrampilan sosial; a. Keluarga Keluarga sebagai tempat paling utama bagi remaja dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh remaja dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan sosialnya. Di dalam keluarga terjadi sebuah hubungan sosialisasi timbal balik, membangun hubungan, memecahkan suatu masalah dan berargumen dengan anggota keluarga lainnya. Hubungan yang terjadi ini akan dijadikan sebagai contoh atau cetakan yang akan digunakan remaja dalam berhubungan dengan dunia barunya. Hubungan yang baik antara orangtua dan remaja akan membantu remaja dalam berinteraksi dan meningkatkan identitas serta ketrampilannya di lingkungan ( Hurlock, 1973). b. Lingkungan Sejak dini anak – anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan keluarga, lingkungan sosial. Dengan pengenalan lingkungan sejak dini anak akan mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang lebih luas. c. Kepribadian Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan kepribadian seseorang, Namun penampilan tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya. Dalam hal ini peran orang tua baik ayah ataupun ibu sangat penting dalam memberikan nilai – nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tidak hanya berdasarkan pada hal – hal fisik seperti materi dan penampilan. d. Rekreasi Dengan adanya rekreasi dapat menumbuhkan semangat baru, karena remaja akan merasa mendapat kesegaran baik fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capai, bosan dan monoton.. e. Pergaulan dengan lawan jenis Untuk dapat menjalankan peran menurut jenis kelaminya sebaiknya remaja tidak dibatasi pergaulannya hanya terbatas pada teman yang sesama jenis kelaminya, namun lebih luas pada teman lawan jenis. Hal ini akan memudahkan anak dalam mengidentifikasikan sex role behavior yang merupakan sangat penting dalam persiapan berkeluarga. f. Pendidikan / sekolah Sekolah merupakan instansi formal yang mengajarkan berbagi ketrampilan. Salah satunya adalah ketrampilan – ketrampilan sosial yang berkaitan dengan cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar yang sesuai dengan mata pelajarannya. g. Persahabatan dan solidaritas kelompok Pada masa remaja peran kelompok dan teman – teman sangat besar. Sering remaja lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan dengan urusan keluarga. Hal tersebut merupakan sesuatu yang normal selama kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang laian. Dalam hal ini orangtua perlu memberikan dukungan sekaligus pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaualan yang luas bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya. h. Lapangan kerja Setiap orang akan menghadapi dunia kerja. Ketrampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan ketika anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran disekolah mereka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang berda di dalam masyarakat. Dengan memahami lapangan pekerjaan dan ketrampilan – ketrampilan sosial yang dibutuhkan maka remaja akan dapat menyiapkan diri menuju dunia kerja. 3. Aspek – aspek Keterampilan sosial Menurut Cartledge dan Milburn (1995) aspek – aspek struktur keterampilan sosial meliputi; a. Beginning social skills Dasar – dasar dalam keterampilan sosial meliputi; mendengarkan, memulai percakapan, menikmati suatu percakapan, meminta ijin, mengucapkan terima kasih, memperkenalkan diri sendiri dan memperkenalkan orang lain. b. Advanced social skills Tingkat lanjutan dalam keterampilan sosial meliputi ; meminta bantuan, ikur serta, memberi instruksi, mengikuti istruksi, meminta maaf, meyakinkan orang lain. c. Skills for dealing with feelings Keterampilan yang berhubungan dengan perasaan meliputi; mengetahui perasaan diri sendiri, pernyataan perasaan, memahami perasaan orang lain, menghadapi orang yang sedang marah, pernyataan kasih sayang, menghadapi ketakutan, dan penghargaan kepada diri sendiri. d. Skill alternative to aggression Alternatif keterampilan dalam menghadapi aggresi meliputi; meminta ijin, membantu orang lain, negosiasi, penggendalian diri, menjawab pertanyaan, berpihak pada kebenaran, menghindar dari gangguan orang lain, menghindari suatu perkelahian. e. Skills for dealing with stress Keterampilan dalam mengatasi tekanan / stress meliputi; menyampaikan suatu keluhan, menjawab keluhan, melakukan olah raga setelah bermain game, berpihak kepada teman, menjawab kegagalan, menghadapi suatu kegagalan, menghadapi pesan yang berlawanan, menghadapi suatu tuduhan, siap menghadapi percakapan yang sulit, berhadapan dengan kelompok memaksa / penguasa. f. Planning skills Keterampilan dalam perencanaan meliputi; mencari penyebab masalah, perencanaan tujuan, mengetahui kemampuan diri, mengumpulkan informasi, mendahulukan permasalahan yang penting, membuat suatu keputusan, konsentrasi pada tugas. PERSEPSI REMAJA AWAL Persepsi ialah memberikan makna stimuli inderawi (sensory stimuli). Dalam hal ini sensasi adalah bagian dari persepsi. Selain itu informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensori, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori. Persepsi merupakan studi bagaimana seseorang mengintegasikan sensasi kedalam pandangan suatu objek, dan bagaimana seseorang kemudian menggunakan pandangan ini untuk mendapatkan sesuatu di dunia (Atkinson dkk, 1993). Walgito (1999) menjelaskan terjadinya persepsi yaitu: objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor,. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Dengan demikian taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Terjadinya respon yang dimunculkan oleh seseorang sebagai akibat adanya stimulus yang datang pada seseorang. PERAN AYAH DALAM KELUARGA 1. Pengertian Peran Ayah Pengertian peran ayah menurut McBride, dkk (2003) adalah interaksi antara orang tua laki - laki dengan anak dalam beraktivitas setiap harinya. Dagun (1990) berpendapat bahwa peran ayah adalah suatu keterlibatan gaya laki – laki ayah dalam memberikan kesempatan pada kecerdasan emosional anak untuk berkembang,seorang ayah yang terlibat akan melakukan kontak – kontak fisik dengan anaknya baik dalam bentuk sentuhan, atau pun dalam permainan. 2. Aspek – Aspek Peran Ayah Dalam Keluarga Menurut Galinsky ( Andayani, 2003 ) aspek – aspek peran ayah dalam keluarga adalah 1. Ketrampilan untuk membuat anak merasa dipenting dan dicintai. 2. Merespon pada tanda – tanda isyarat non verbal anak 3. Menerima anak apa adanya, tetapi juga mengharap keberhasilan 4. Mengajarkan nilai – nilai moral 5. Menggajarkan disiplin dalam keluarga 6. Menyediakan hal – hal yang rutin dan yang bersifat ritual agar hidup lebih terprediksi 7. Terlibat dalam pendidikan 8. Siap membantu dan mendukung anak Hubungan Antara Persepsi Peran Ayah Dalam Keluarga Dengan Keterampilan Sosial Remaja Remja Awal Sebagai makhluk sosial individu dituntut untuk mampu mengatasi semua permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Hal ini menuntut setiap individu untuk menguasai ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Ketrampilan sosial disebut juga sebagai aspek psikososial. Ketrampilan sosial adalah suatu kemampuan yang dimiliki individu meliputi kemampuan dalam memberikan pujian, mengeluh karena tidak setuju terhadap sesuatu hal, menolak permintaaan orang lain, tukar pengalaman, menuntut hak pribadi, memberi saran kepada orang lain yang berlainan jenis kelamin, berhubungan dengan orang yang lebih tua dan lebih tinggi statusnya, dan kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain (Michelson,dkk dalam Mu’tadi 2002). Ketrampilan sosial menjadi semakin penting manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan pada masa remaja individu mulai memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dengan pengaruh dari teman – teman dan lingkungan sosialnya akan sangat menentukannya. Dengan berbekal ketrampilan sosial yang telah dimilikinya remaja akan mampu dalam berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Simon (1985) pola tingkah laku sosial remaja dipengaruhi oleh keluarga. Peran dalam keluarga meliputi peran antara kedua orang tua ayah dan ibu dalam memberikan perhatian, kasih sayang, dan pendidikan Lingkungan rumah dan lingkungan orang tua sebagai pondasi utama dalam madsa depan anak (Hidayat, 2005). Gottman Dan DeClaire (Andayani dan Koentjoro, 2003) menekankan pentingnya ayah terlibat langsung pada anak karena gaya laki – laki ayah akan memberi kesempatan pada kecerdasan emosi anak untuk berkembang. Ketika seorang ayah memanfaatkan sisi emosionalitasnya ia akan terlibat hangat ketika berinteraksi dengan anaknya, secara tidak langsung ayah mengajarkan pada anak ketrampilan dalam bersosialisasi. Ayah yang terlibat dalam suatu hubungan akan mencurahkan perhatian dan pikirannya pada remaja , sebagaimana yang dikemukakan oleh Lamb (Andayani dan Koentjoro, 2003) ayah akan mencurahkan perhatian pada perkembangan remaja sehingga ada kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan, dan mengorganisasikan. Ayah akan mengajak remaja untuk berpikir dan bertindak dalam memecahan suatu permasahan yang muncul. Dengan adanya peran ayah yang besar dalam perkembangan remaja dapat memberikan modal dasar kepada anak ketika menuju masa remajanya menuju pergaulan yang lebih luas. METODE PENELITIAN Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa – siswi SMPN 1 Sukorejo berjumlah 770 subyek. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa – siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sukorejo yang berjumlah 69 subyek. Karateristik subyek sebagai berikut; (1) jenis kelamin laki – laki dan perempuan, (2) usia berkisar antara 12-17 tahun (remaja awal), (3) tinggal satu rumah dengan ayah. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan skala sebagai alat ukur pengumpulan data. Penggunaan skala diharapkan dapat merefleksikan keadaan subjek yang sebenarnya. Peneliti menggunakan skala ketrampilan sosial berdasarkan aspek dari Galinsky (Andayani dan Koentjoro, 2003) dan skala peran ayah berdasarkan aspek – aspek dari Cartledge dan Milburn (1995) Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan statistik. Tehnik statistik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah teknik statistik korelasi product moment dari Pearson. Teknik ini digunakan karena dalam penelitian ini mencari korelasi antara variabel tergantung dengan variabel bebas. Proses analisisnya dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer Statistical Package for Social Science (SPSS) for Windows 12. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran singkat mengenai data penelitian secara umum yang berisikan fungsi-fungsi statistik dasar dari masing-masing variabel dapat dilihat secara lengkap pada tabel berikut. Tabel Deskripsi Data Penelitian Variabel Hipotetik Ketrampil an Sosial Peran Ayah Xmax Xmin Mean 92 23 57,5 144 36 90 Empiris SD Xmax Xmin Mean 11,5 78,00 50.00 63,594 5,065 18 126,00 77,00 106,565 14,207 Skala ketrampilan sosial menunjukkan 23 aitem sahih dan 44 aitem gugur. Berdasarkan deskripsi data penelitian pada tabel dapat diketahui bahwa mean empirik untuk variabel ketrampilan sosial sebesar 63,594 dan mean hipotetik sebesar 57,5. Mean empirik variabel ketrampilan sosial lebih besar daripada mean hipotetiknya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini mempunyai ketrampilan sosial sedang. Skala peran ayah terdiri dari 49 aitem yang diujicobakan, 36 aitem sahih dan 13 aitem gugur. Berdasarkan deskripsi data penelitian pada tabel dapat diketahui bahwa mean empirik untuk variabel penyesuaian diri sebesar 106,565 dan mean hipotetik sebesar 18. Mean empirik variabel ketrampilan lebih besar SD daripada mean hipotetiknya. Hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini mempunyai persepsi peran ayah dalam keluarga tinggi. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara persepsi remaja awal terhadap peran ayah dalam keluarga dengan ketrampilan sosial. Adanya hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,274 dengan p=0,011 (p<0,01). Hubungan antara kedua variabel ini menunjukkan bahwa semakin persepsi remaja awal terhadap peran ayah dalam keluarga semakin tinggi maka ketrampilan sosial pada remaja semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah persepsi remaja awal terhadap peran ayah dalam keluarga rendah maka ketrampilan sosial pada remaja semakin rendah pula. Jadi hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. PENUTUP A. Kesimpulan . Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa persepsi peran ayah dalam keluarga memberikan hubungan positif yang signifikan dengan keterampilan sosial pada remaja awal. Adanya hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar r = 0,274 dengan p = 0,011 , p < 0,05 . Hal ini berarti semakin positif persepsi peran ayah dalam keluarga maka akan semakin tinggi keterampilan sosial pada remaja awal, begitu juga sebaliknya semakin negatif persepsi peran ayah dalam keluarga maka semakin rendah ketrampilan sosial pada remaja awal. Sumbangan efektif variabel persepsi terhadap peran ayah dalam keluarga terhadap keterampilan sosial sebesar 7,5%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa persepsi peran ayah dalam keluarga memberikan sumbangan 7,5% terhadap keterampilan sosial remaja awal. Sisanya sebesar 62,5% disumbangkan oleh variabel lain. B. Saran Dalam penelitian ini tentunya masih ada beberapa kekurangan sehingga peneliti merasa perlu adanya saran – saran yang membangun yang ditujukan pada beberapa pihak supaya manfaat yang diperoleh lebih komprehensif dan aplikatif. Saran – saran tersebut ditujiukan kepada : 1. Bagi subyek Berdasarkan data penelitian diatas terlihat bahwa subyek memiliki persepsi yang positif terhadap peran ayah dalam keluarga sehingga berhubungan posif dengan ketrampilan sosial pada pada dirinya. Keadaan ini harus terus dipertahankan dan kalau bisa dapat ditingkatkan lagi dengan berusaha meningkatkan persepsi terhadap peran ayah dalam keluarga dengan cara persepsi tentang peran ayah dalam keluarga, ayah dianggap sebagai orangtua yang mampu merespon tanda – tanda isyarat non verbal anak , menerima anak apa adanya, tetapi juga mengharap keberhasilan ,mengajarkan nilai – nilai yang kuat ( moral ), menggunakan disiplin dalam keluarga ( konstruktif ), menyediakan hal – hal yang rutin dan yang bersifat ritual agar hidup lebih terprediksi, terlibat dalam pendidikan, siap membantu dan mendukung anak . Ketrampilan sosial yang telah dimiliki oleh sebagian besar subyek peneliti sebaiknya tetap dilakukan baik di lingkungan keluarga , sekolah, maupun lingkungan yang luas. Ketrampilan nsosial juga dapat ditingkatkan dengan hal – hal yang sederhana seperti mengawali kontak dengan orang lain, melibatkan diri dalam percakapn, mengungkapkan rasa terima kasih, mudah bekerjasama dan berperan aktif dalam kelompok dan kegiatan lainnya. Hal ini penting dilakukan agar dapat diterima baik dilingkungan masyarakat. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti lain yang tertarik mengkaji tema peran ayah dan ketrampilan sosial diharapkan mempertimbangkan faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian misalnya : tingkat pendidikan ayah dan jenis pekerjaan ayah Penelitian dengan metode kualitatif dan menggunakan metode analisis yang mendetail sebaiknya juga dilakukan jika ingin menggunakan variabel yang sama. Selain itu, teori yang up to date dan subyek penelitian yang lebih banyak dapat membuat generalisasi yang lebih sempurna. DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad. 2005. Psikologi Remaja ( Perkembangan Peserta Didik ). PT Bumi Aksara. Jakarta Andayani, B. 2003. Peran Ayah Menuju Coparenting. Citra Media. Surabaya Amalia, P.M. 2006. Hubungan Antara Peran Ayah dalam Keluarga dengan Penerimaan Diri Pada Remaja Awal. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta. Azwar, S. 1997. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Cartedge and Milburn. 1995. Teaching social skills to Children and Youth ( innovative Approacches). Allyn and Bacon. Boston Dagun, S. 1990. Psikologi Keluarga ( Peran Ayah Dalam Keluarga ). Rineka Cipta. Jakarta Hadi, S. Metodologi Penelitian Jilid 1. Yogyakarta: Penerbit Andi Hadi, S dkk. 2001. Uji Asumsi. Buletin Psikologi Th.IX / No. 1 Juni. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Hidayat, SA. 2005. Mendidik Anak Secara Islami. Citra Risalah Yogyakarta Hurlock, E.B.1973.Adolescent Kogakusha, Ltd Development 4td. Tokyo: McGraw-Hill Hurlock, E.B. 1993. Perkembangan Anak Jilid 1 (Trj). Penerbit Earlangga. Jakarta Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Usaha Nasional. Surabaya Munandar, S.C.U. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak sekolah. Gramedia. Jakarta Mu’thi, A.M.A. 2005. Sukses Menjadi Ayah ( Kado Anak Untuk Seorang Ayah ). Media Insani Press. Solo Muttadin, Z. 2002. Ketrampilan psikologi.com/rie/3232006.htm Sosial Remja dalam http://www-e- Monks, F.J., Knoers, A.M.P.& Hadinoto, S.R. 1999. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam berbagai Bagiannya. University Press. Yogyakarta Retno, R.U dan Sartini, N. 2005. Efektivitas Pelatihan untuk Meningkatkan Ketrampilan Sosial pada Anak Sekolah Dasar Kelas 5. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol.7, No. 1 Mei Wirawan, S.S. 1989. Psikologi Remaja. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Santoso, S. 2003. Mengatasi Berbagai masalah statistik dengan SPSS Versi 11,5. Pt Elex Media Komputindo. Jakarta Santrock. J.W. 2003. Adolescensce; Perkembangan Remaja ( terj ).Penerbit Earlangga. Jakarta Slameto.2002. Peran Ayah dalam pendidikan anak dan hubungannya dengan prestasi belajarnya. Jurnal Satya wydya vol 15 No. 1,2002 Suwaid, Muhammad. 2003. Mendidik Anak Bersama nabi. Pustaka arafah. Solo Utamadi, G. 2001. Self Esteem dan Peer Pressure Pada Remaja. http//www.goegle.com Walgito, Bimo.1990. Psikologi Sosial ( Suatu Pengantar ).Yogyakarta: Penerbit Andi 2006. Pelatihan Ketrampilan Sosial .e-word http//www.goegle.com IDENTITAS PENELITI NAMA MAHASISWA : ARIDA SEPTIYANI (03 320 184) ALAMAT KOST : JL. KALIURANG KM.10 KOS WINDY BARANSARI NGAGLIK SLEMAN ALAMAT RUMAH : JL. SUJONO NO.100 RT:06 / RW:01 SUMBER KEBUMEN SUKOREJO KENDAL JAWA TENGAH NO HP : 081 328 045 569