BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Pos Indonesia merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa Telekomunikasi Pos dan Giro dimana Penerapan Prinsip Good Corporet Governence menjadi salah satu komitmennya, kepatuhan terhadap Hukum yang berlaku di indonesiapun menjadi salah satu yang di perhatikan. Salah satu kepatuhan tersebut terlihat dari kebebasan para pekerja dalam membentuk suatu organisasi yang bernama Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI), dimana hal tersebut adalah bentuk kepatuhan PT Pos terhadap peraturan perundang-undang khususnya yang mengatur mengenai Ketenagakerjaan dan Serikat Pekerja. Pengaturan tersebut diawali dengan adannya konvensi ILO No 87 Tahun 1948 mengenai kebebasan berserikat oleh setiap pekerja. Di Indonesia sendiri Penerepan Hubungan Industial ini dilatar belakangi oleh dirativikasinya Konvesi ILO No 87 Tahun 1948 melalui Keputusan Presiden R.I. Nomor 83 tahun 1998. Sebagai Komitmen Indonesia sejalan dengan Diraifikasi konvesi ILO tersebut, maka Indonesia telah mengundangkan beberapa peraturan terkait Serikat Pekerja secara khusus dan aspek-aspek Hubungan Industrial secara umum, diantaranya adalah UU Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketanagakerjaan. Di samping itu terbentuknya SPPI ini adalah demi terwujudnya Hubungan Industrial yang efektif dan kondusif agar terciptanya saling pengertian dan Tarech Akmal, 2013 Hubungan Persepsi Karyawan Tentang Efektivitas Komunikasi Organisasi Dengan Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. POS Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2 menghindari kesalahpahaman antara kepentingan SPPI di satu pihak dan kepentingan PT. Pos Indonesia di Pihak lain. Saling pengertian ini akan menciptakan situasi kerja yang akrab, penuh kekeluargaan dan demokratis dan pada akhirnya akan menciptakan kepuasan kerja bagi bagi karyawan. Menurut Bapak Agus Sihabudin yang menjabat sebagai Staff kesekretariatan SPPI yang penulis wawancarai, di bentuknya SPPI ini salah satu adalah ingin memperjuangkan kesejahteraan karyawan dan akhirnya dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Berhubungan dengan hal diatas, maka Pada tahun 2011 di Bentuklah Suatu Perjanjian Kerja Bersama oleh PT. Pos dengan SPPI. Dimana fungsi Perjanjian kerja Bersama tersebut adalah ; a. Semangat Kerja 1) Perjanjian Kerja Sama akan Menciptakan kepastian kerja dan kepastian usaha dalam suatu hubungan industrial yang harmonis antara pekerja dan perusahaan 2) Perjanjian kerja bersama memberikan iklim kerja yang kondusif melalui pemenuhan hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan dalam syarat-syarat kerja yang telah disetujui bersama. b. Kepastian dalam bekerja 1) Perjanjian kerja bersama menjamin pemenuhan hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan untuk mencapai tujuan bersama 3 2) Perjanjian kerja bersama menjauhkan dari berbagai ketidakjelasan di dalam hubungan kerja c. Peningkatan Produktivitas 1) Perjanjian kerja Bersama menciptakan ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha 2) Perjanjian Kerja Bersama menekan timbulnya perselisihan Hubungan Industrial di Perusahaan. 1 Jika dilihat dari substansi PKB antara PT.Pos Indonesia dengan SPPI maka dapat diketahui bahwa yang menjadi dasar kesepakatan tersebut bagi SPPI sendiri adalah bagaimana terpenuhinya faktor-faktor kepuasan kerja atau aspek yang berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan seperti waktu kerja, kehadiran, balas jasa, upah keselamatan dan kesehatan kerja, jaminan kecelakaan, jaminan kematian, jaminan kesehatan, PHK, dan Promosi. Hal ini sejalan dengan pendapat Payaman J. simanjuntak ( 2011 : 82 ) yang mengatakan bahwa PKB antara lain memuat ketentuan mengenai hari kerja dan jam kerja, kerja lembur dan upah kerja lembur, pengupahan dan jaminan sosial, istirahat mingguan dan tahunan, perawatan dan pengobatan, keselamatan dan kesehatan kerja, tata tertib dan tindakan, disiplin, pemutusan hubungan kerja dan uang pesangon. Disamping itu, PKB juga memuat tentang pengakuan dan penyediaan fasilitas bagi serkat pekerja. 1 Perjanjian Kerja Bersama Tahun 2011-2013 antara PT Pos Indonesia dengan Serikat Pekerja Pos Indonesia 4 Mengutip Pendapat Brayfield and Crockett, 1995, vroom (1964) dari buku yang di tulis ( Kenneth N. Wexley & Gary A. Yukl, 2005 : 156-157) , menemukan hubungan yang konsisten antara ketidakpuasan dengan penarikan diri dalam bentuk perpindahan absensi. disebutkan juga dalam buku tersebut bahwa ketidakpuasan kerja mempunyai konsekuensi seperti sabotase, melakukan kesalahan, serta kegiatan-kegiatan buruh yang militan seperti pemogokan yang tidak bertanggung jawab, pelambatan kerja, serta protes berlebihan. Berhubungan dengan hal diatas, berikut disajikan beberapa data yang berhubungan dengan Key Performance Indicator Individu (KPI) Individu . KPI Individu yang disajikan berikut ini merupakan KPI Individu 30 orang karyawan PT. POS Pusat dari 764 Total Karyawan dimana dari 764 orang karyawan ini, 566 diantaranga merupakan anggota Serikat Pekerja Pos Indonesia. 5 Tabel 1.1 (KPI Individu Karyawan PT. Pos Kantor Pusat 2012) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 NIPPOS 964306980 965171632 981399903 987392566 964172082 965171292 986397428 965257721 983391671 NAMA SRIE MURDIATI. SH. RATNA WULAN KUSNO SUJARWADI IRNA KURNIAWATI SUMIATI POPON MARYATI DARISMA ERNI HADIDJAH MOHAMAD DIKDIK SOMANTRI 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 988392896 961198126 964171594 970340722 959160693 968310412 966257790 961183068 960044711 971373840 970373855 965330631 973374123 980390552 971361368 959160632 967355448 959159769 968330812 971363780 970365147 NUNIK TYAS KUSUMANINGRUM WALAEHA HARRY DIMULYA KOKOM KOMARIAH DANA SUPRIHAT BESTIN ANWAR. SE ROCHMAT AGUS WAHYUDI NENI KURNIANI SANI GINANJAR. S.PSI SANGGANIAWATY. S.PSI DRA. LATIFAH HANDAYANI SRI WIDYAWATI KUSTANTINA S.PSI ELI KURNIAWATI. A.MD LILIK HANDAYANI HENDRAYATI IR. AMRAN IRWAN SIREGAR. MM ROEDHY KADIR. SE AKHMAD RIDWAN SYAHRIAL IKA WIJAYANTI. S.PSI SMKI TW I 95,66 96,1 91,63 94,46 96,89 88 94,86 95 80,14 SMKI TW II 91 97,7 93,36 94,96 89 91,6 97,49 98 74,25 SMKI TW III 96 93,73 98,22 97,33 96,37 93,5 98,05 99 0 SMKI TW IV 96 93,3 97,33 87 96,14 93,23 97,52 97 82,87 97,9 97,8 98,99 99 99 94,4 97,91 96 91,66 71 70 80,45 90 98,66 99 87 92 96,66 80,31 88,66 92 98 98,5 99 98,9 99 96,53 96,38 96 92,2 97,9 90 93,46 93,1 97,66 99 93 90 90,22 87,61 86 92,33 99,06 98,8 99 96,7 99 95,2 98,01 97,33 92,76 98,06 93 92,96 93,99 97,33 98,66 94 93,22 86,67 97 88 93,78 98,3 97,8 97 98,1 77 95 97,52 95,47 92 95,23 91 90 88 97 99 86 89,56 97,04 91 90 91,2 (Sumber : Direktorat SDM Kantor Pusat PT. Pos Indonesia ) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 IKA WIJAYANTI. S.PSI SYAHRIAL AKHMAD RIDWAN ROEDHY KADIR. SE IR. AMRAN IRWAN SIREGAR. MM HENDRAYATI LILIK HANDAYANI ELI KURNIAWATI. A.MD SRI WIDYAWATI KUSTANTINA… DRA. LATIFAH HANDAYANI SANGGANIAWATY. S.PSI SANI GINANJAR. S.PSI NENI KURNIANI AGUS WAHYUDI ROCHMAT BESTIN ANWAR. SE DANA SUPRIHAT KOKOM KOMARIAH HARRY DIMULYA WALAEHA NUNIK TYAS KUSUMANINGRUM MOHAMAD DIKDIK SOMANTRI ERNI HADIDJAH DARISMA POPON MARYATI SUMIATI IRNA KURNIAWATI KUSNO SUJARWADI RATNA WULAN SRIE MURDIATI. SH. Gambar 1.1 (Grafik KPI Individu Karyawan PT. Pos Kantor Pusat 2012 ) SMKI TW I SMKI TW II Sumber : Direktorat SDM Kantor Pusat PT. Pos Indonesia Tarech Akmal, 2013 Hubungan Persepsi Karyawan Tentang Efektivitas Komunikasi Organisasi Dengan Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. POS Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu SMKI TW III SMKI TW IV 7 Gambar 1.2 (Grafik KPI Individu Karyawan PT. Pos Kantor Pusat 2012 ) 120 100 80 60 SMKI TW I 40 SMKI TW II 20 SMKI TW III SMKI TW IV 0 Sumber : Direktorat SDM Kantor Pusat PT. Pos Indonesia Menurut Keputusan Direksi PT. Pos Indonesia No ; KD. 15/DIRUT/0210 Tentang Sistem Menajemen Kinerja Individu, KPI individu adalah KPI yang digunakan untuk membantu perusahaan menentukan dan mengukur kemajuan terhadap sasaran setiap Individu. Aspek-aspek umum dalam mengukur KPI Individu ini mencakup kualitas kerja, kuantitas kerja, dan tingkat kehadiran. Dari data yang disajikan diatas terlihat bahwa dari triwulan I-IV tahun 2012 terjadi fluktuasi tingkat kinerja individu pada karyawan PT.Pos Indonesia kantor pusat. Pada Triwulan ke IV kinerja Individu karyawan cenderung terjadi penurunan, jika dikaitkan dengan aspek-aspek dalam penilaian kinerja Individu pada PT.Pos maka dapat tergambar bahwa Kinerja Individu yang cenderung menurun tersebut sangat berkaitan dengan kualitas kerja, kuantitas kerja, dan tingkat kehadiran karyawan tersebut. Berdasarkan data dan pendapat ahli telah dikemukakan diatas dapat diasumsikan bahwa kecenderungan terjadinya penurunan kinerja individu pada karyawan PT.Pos Indonesia kantor pusat berhubungan dengan ketidakpuasan kerja karyawan. Dengan kata lain, penurunan tingkat kinerja karyawan ini dikarenakan adanya permasalahan pada tingkat kepuasan kerja karyawan. Selanjutnya, di awal sempat di jelaskan bahwa substansi yang terdapat dalam PKB adalah bagaimana terpenuhinya faktor-faktor kepuasan kerja atau aspek yang berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan. Berhubungan dengan hal tersebut pada kenyataannya tujuan dari di bentuknya PKB yang merupakan program jangka panjang SPPI ini belum tercapai secara maksimal. Hal tersebut Tarech Akmal, 2013 Hubungan Persepsi Karyawan Tentang Efektivitas Komunikasi Organisasi Dengan Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. POS Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 9 terbukti dari hasil wawancara penulis dengan pihak SPPI dengan penjelasan sebagai berikut ; Waktu : 08 Februari 2013 Pukul : 14.00 sd/selesai Tempat : Sekretariat SPPI, Jl. Beigdjen Katamso No. 21 Bandung Nara sumber : Agus Sihabudin Jabatan : Staff Sekretariat SPPI Berikut hasil wawancara yang penulis dapatkan; Program SPPI yang salah satunya bertujuan meningkatkan kesejahteraan Karyawan masih akan terus tetap diupayakan walaupun pada saat ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan Realisasi PKB yang merupakan program jangka panjang masih sekitar 50%-60% Upaya menaikkan gaji pokok masih dalam proses artinya pada saat ini mesih belum memuaskan. Pihak SPPI masih mendapatkan tanggapan yang kurang baik dari pihak Perusahaan dalam hal-hal yang berhubungan dengan realisasi PKB maupun yang berhubungan dengan kesejahteraan karyawan. Dari hasil wawancara diatas terlihat bahwa kesejahteraan, realisasi berbagai ketentuan PKB, kenaikan upah masih belum terpenuhi sebagaimana yang diharapkan. Jika hal ini dikaitkan dengan dengan substansi yang terdapat dalam PKB itu sendiri yang sangat kental dengan faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja maka dengan belum terpenuhinya berbagai ketentuan dalam PKB 10 mengin dikasikan bahwa masih rendahnya tingkat kepuasan kerja karyawan pada PT. Pos Indonesia. Selanjutnya 28 juni 2012 di gelarnya aksi unjuk rasa dan mogok kerja yang di lakukan oleh SPPI. Dalam Unjuk Rasa tersebut terdapat Sembilan Tuntuan SPPI yang di tujukan kepada Pihak Perusahaan dalam hal ini adalah PT. Pos Indonesia. Sedangkan tanggapan dari pihak perusahaan dalam hal ini langsung di tanggapi oleh Dirut PT.Pos Indonesia (Persero) I Ketut Mardjana dengan mengeluarkan Intruksi Sanksi Berat bagi yang mengikuti Unjuk Rasa. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini 11 Tabel 1.2 Sembilan Tuntutan SPPI dan Intruksi Sanksi Berat oleh Dirut PT.Pos Indonesia (Persero) I Ketut Mardjana Sembilan Tuntutan SPPI Laksanakan PKB sesuai dengan kesepakatan berupa tetapkan Komposisi Upah (KU) 75% Gaji Pokok dan 25% Tunjangan Tetap. Lalu hapuskan sisten outsorching, laksanakan P2K3, penuhi persyaratan Jamsostek, tinjnau dan naikkan benerfit, gratiskan biaya pengobatan. berikan jaminan keamanan kantor pos di seluruh Indonesia dari tindakan kejahatan/criminal yang bisa menewaskan karyawan naikkan penerimaan pensiunan setara uang pensiunan PNS kembali focus kepada bisnis pos sejati hentikan restrukturisasi berikan keadilan dalam karir Sebelas Intruksi Sanksi Berat oleh Dirut PT.Pos Indonesia (Persero) I Ketut Mardjana para Ka Area I sampai XI dan kepada para Kepala Unit Pelksana Teknis, antara lain pertama Melakujkan langkah-langkah dan upaya yang diperlukan guna menjaga iklim kerja tetap kondusif dan menjamin kelancaran kegiatan operasional dan pelayanan di lingkungan kerja masing-masing. tidak mengijinkan karyawan di lingkungan kerja masing-masing untuk meninggalkan pekerjaan pada jam kerja tanpa alasan yang sah tidak mengijinkan penggunaan fasilitas dinas dan sarana dinas antara lain gedung kantor, dinding kantor, halaman kantor, kendaraan dinas, sepeda motor sewa guna dan jaringan komunikasi data selain untuk kegiatan operasional dinas perusahaan. pimpinan unit harfus mempersiapkan, mengantisipasi dan melakukan kalkulasi serta meyakini kebutuhan sumber daya yang diperlukan. Pemberian ijin cuti harus dapat dipenuhi apabila tidak mengganggu proses operasional dan pelayanan. tidak memberikan biaya perjalanan dinas atau biaya lainnya untuk hal-hal di luar kepentingan dinas mengkomunikasikan kepada para pelanggan dan mitra kerja di wilayah saudara tentang kondisikondisi terkait dengan penyelenggaraan layanan untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan dan meyakinkan pelanggan bahwa kualitas layanan tetap dijamin sesuai dengan standard pelayanan yang dijanjikan, walaupun terjadi untuk rasa 12 Wujudkan GCG penggantian seluruh direksi dan dewan komisaris yang memihak manajemen dan tidak sebagai penengah perselisihan antara direksi dengan karyawan cadangkan Dana Imbalan Pasca Kerja (PSAK24). Wujudkan GCG Sumber ; mengingatkan dan memebrikan pengertian kepada seluruh karyawan tentang akibat buruk jika terjadi unjuk rasa/demonstrasi, pawai, rapat umum and aksi lainnya yang sejenis terhadap kinerja dan keberlangsungan usaha, citra dan reputasi perusahaan yang dapat merugikan seluruh pemangku kepentingan melakukan langkah-langkah persuasive terhadap karyawan yang berada dalam tanggungjawabnya untuk tetap melaksanakan tugas dan tangguingjawabnya masing-masing dan tidak terpengaruh dengan ajakan-ajakan yang kontra produktif. agar pimpinan unit kerja mengingatkan kep0ada karyawan yang berada di bawah tanggungjawabnya bahwa mogok kerja dapat dinyatakan legal apabila memenuhi ketentuan antara lain terjadinya deadlock perundingan perselisihan mempelajari, memperhatikan dan melaksanakian dengan sebaik-baiknya setiap arahan, kebijakan dan instruksi lainnya yang disampaikan melalui berbagai sarana komunikasi perusahaan melaporkan pelaksanaan instruksi ini secera periodic dan hierarkis sesuai dengan jenjang organisasi perusahaan serta menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan perusahaan yang berlaku terhadap karyawan yang melanggar instruksi ini. http://surabayawebs.com/index.php/2012/06/24/9-tuntutan-serikat- pekerja-pos-indonesia-sppi-mentekadkan-aksi-unjuk-rasa-28-juni-2012/ Berdasarkan sembilan tuntutan yang di kemukakan oleh SPPI diatas khususnya poin pertama dapat diketahui bahwa realisasi PKB seperti masalah gaji, P2K3, Jamsostek, dan masalah Kesehatan masih belum terlaksana secara maksimal. Jika hal ini dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi 13 kepuasan kerja, maka dapat diketahui konsekuensi dari belum terealisasinya berbagai ketentuan sebagaimana yang terdapat dalam PKB tersebut akan berdampak pada rendahnya tingkat kepuasan kerja karyawan pada PT. Pos Indonesia. Sebelum dilakukannya aksi mogok kerja ini tentu terlebih dahulu diindahkan berbagai persyaratan ataupun prosedur yang telah di tetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini menurut Pasal 3 poin a. Keputusan Menteri tenaga kerja dan transmigrasi No 232 Tahun 2003 Tentang Akibat Hukum Mogok kerja Tidak sah, “Sebelum dilakukannya mogok kerja harus telah dilaksanakan terlebih dahulu suatu perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dengan Perusahaan”. Perundingan yang dimaksud oleh pasal tersebut adalah suatu upaya dalam mempertemukan dua kepentingan yaitu antara SPPI dan PT. Pos Indonesia dalam suatu forum Komunikasi baik secara bipartit, tripartit, ataupun upaya lainnya. Dari ketentuan tersebut dapat di simpulkan bahwa sebelum terjadinya Aksi mogok kerja, terlebih dahulu telah diadakan berbagai forum komunikasi antara SPPI dengan PT. Pos Indonesia. Pada dasarnya Komunikasi yang dilakukan antara SPPI dan PT.Pos Indonesia adalah salah satu bentuk komunikasi organisasi yang dilihat melalui pendekatan Makro, artinya salah satu yang dilihat dari komunikasi tersebut adalah adanya interaksi yang dilakukan satu organisasi dengan organisasi lainnya. Berhubungan dengan salah satu pihak dalam kominikasi ini adalah SPPI dimana salah satu fungsinya adalah mengakomodir kepentingan karyawan agar mencapai kesejahteraan maka efektivitas komunikasi antara SPPI dan PT Pos Indonesia 14 sangat diharapkan karena dengan komunikasi ini karyawan mempunyai harapan agar berbagai kepentingannya terpenuhi. Namun pada kenyataanya komunikasi yang dilakukan antara SPPI dan PT. Pos Indonesia belum dapat mempertemukan berbagai kepentingan tersebut, hal ini dibuktikan dengan dilaksanakannya Aksi mogok Kerja sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Disamping itu, permasalahan dalam hal komunikasi antara SPPI dengan PT. Pos Indonesia tercermin dari ungkapan salah satu Fungsional Perusahaan Hubungan Industril PT.Pos Indonesia yang mengatakan Bahwa : “Komunikasi antar pihak manajemen dengan pihak SPPI hanya sering di lakukan dengan media surat menyurat, dan substansi dari surat itupun kebanyakan hanya menyangkut proses perizinan dari kegiatan yang akan dilakukan SPPI. Walaupun PT. POS mempunyai suatu lembaga Bipartit, namun Pertumuan di antara kedua belah pihak tersebut hanya sering dilakukan satu kali dalam Satu Bulan”. Dilain pihak, Permasalahan dalam hal komunikasi juga tercermin dari ungkapan yang disampaikan oleh Ketua Umum DPP SPPI, Jaya Santoso, yang mengatakan bahwa : “Semua prosedur sudah kami lakukan sesuai peraturan perundangan. Tapi tidak ada upaya sedikit pun pihak direksi untuk berkomunikasi dengan SPPI. Yang ada masalah melakukan serangan subyektif kepada Ketua Umum SPPI....”( http://surabayawebs.com/index.php/2012/06/24/9tuntutan-serikat-pekerja-pos-indonesia-sppi-mentekadkan-aksi-unjuk-rasa-28juni-2012/) 15 Bedasarkan dua pernyataan diatas, di tinjau dari kuatitas, maka dapat terlihat bahwa masih rendahnya tingkat komunikasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Hal ini tentu cukup kontradiktif menimbang dalam hubungan industrial yang paling utama dikedapankan adalah proses komunikasi yang dilakukan diantara kedua belah pihak, karena suatu hubungan industrial pada dasarnya adalah mempertemukan dua kepentingan untuk menimbulkan saling pengertian dan akhirnya menciptakan hubungan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Di samping itu, ditinjau dari kualitas dan efektivitas, proses komunikasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak dapat dikatakan belum efektif, hal ini dikarenakan belum tercapainya berbagai tujuan dari proses komunikasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Komunikasi yang kurang efektif antara SPPI dan Perusahaan khususnya dalam kerangka hubungan industrial hanya akan mengganggu keharmonisan diantara kedua belah pihak, namun juga akan menimbulkan persepsi negatif dari karyawan yang pada dasarnya berkepentingan atas efektivitas komunikasi organisasi tersebut. Hal ini dikarenakan efektivitas komunikasi dari kedua belah pihak merupakasn salah satu yang dapat dijadikan objek persepsi yang dilakukan individu dalam hal ini tentu karyawan yang tergabung dalam SPPI. Meskipun pada dasarnya pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi ini adalah antar organisasi, namun individu yang menjadi anggota salah satu pihak yang terlibat (dalam hal ini adalah anggota SPPI yang mempunyai kepentingan ) dapat menjadikan komunikasi yang dilakukan tersebut sebagai salah satu objek 16 persepsinya yang kemudian di interpretasikan dan selanjutnya akan memberikan arti terhadap komunikasi organisasi tersebut. Dari Penjelasan di atas dapat tergambarkan beberapa hal. Pertama, belum terpenuhinya kepuasan kerja keryawan, hal ini di karenakan belum terpenuhinya berbagai aspek yang menjadi faktor kepuasan kerja. Hal tersebut terbukti dari beberapa tuntutan SPPI yang sejatinya merupakan faktor yang memperngaruhi kepuasan kerja seperti, masalah gaji, tunjangan, jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, keadilan dalam kerja dan lain sebagainya. Kedua adalah tidak efektifnya komunikasi Organisasi yang terjadi antara pihak SPPI dengan PT.Pos Indonesia. Hal ini dikarenakan suatu mekanisme pemeliharaan hubungan Industrial yang bersifat kerjasama sangat di butuhkan saling pengertian dan kesamaan presepsi antara Serikat Pekerja disatu sisi dengan Pihak Perusahaan disisi yang lain. Agar terciptanya saling pengertian dan kesamaan presepsi di butuhkan suatu komunikasi yang baik dan efektif. Karena sesuatu yang mustahil saling pengertian dan kesamaan persepsi dapat tercapai tanpa adanya suatu komunikasi yang baik. Saling Pengertian ini dapat tercipta karena adanya komunikasi dua arah yaitu komunikasi secara timbal balik antara Perusahaan dengan Serikat Pekerja. Komunikasi ini yang nantinya menjadi suatu sistem yang menghubungkan antara dua pihak dan akhirnya akan menciptakan suatu sinergi dalam pencapaian tujuan perusahaan. Pihak perusahaan akan memberikan keterangan mengenai kepentingan perusahaan melalui komunikasi kepada serikat pekerja, begitu pula sebaliknya Pihak Serikat Pekerja juga akan memberikan keterangan mengenai kepentingan karyawan melalui suatu 17 komunikasi kepada pihak perusahaan. Hal ini sejalan dengan Pendapat Ig, Warsant0 ( 2002 : 165 ) yang mengatakan bahwa “Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang berlangsung secara timbal balik. komunikator mendapat respon umpan balik atau feed back dari pihak komunikan sehingga muncul saling pengertian”.Selanjutnya Ig Warsanto juga berpendapat bahwa “komunikasi dua arah dapat menghindari terjadinya kesalahpahaman yang sehingga dapat menimbulkan situasi kerja yang akrab, penuh kekeluargaan dan demokratis”. Untuk itu tanpa Komunikasi dalam sebuah organisasi maka tujuan yang ingin dicapaipun akan banyak mendapat hambatan. Suatu aksi Serikat Pekerja yang berbentuk Mogok kerja ataupun yang berbentuk upaya agar pihak perusahaan menerima berberapa tuntuan, merupakan upaya terakhir untuk mengatasi kebuntuan dalam penyelesaian Hubungan Industrial, artinya masih banyak upaya yang semestinya dilakukan oleh kedua belah pihak sebelum adanya aksi mogokan kerja. Berbagai alternatif upaya tersebut tentu bertujuan agar adanya saling pengertian dari kedua belah pihak. Saling pengertian ini tidak mungkin tercapai jika tanpa adanya suatu komunikasi yang efektif. Ketiga adalah adanya persepsi negatif oleh karyawan yang tergabung dalam SPPI berkenaan dengan komunikasi Organisai yang dilakukan antara SPPI dan PT. Pos Indonesia. Persepsi negatif ini timbul karena pada dasarnya karyawan yang tergabung dalam SPPI mengharapkan adanya efektivitas dalam komunikasi organisasi yang dilakukan. Karena dengan adanya efektifitas komunikasi organisasi yang dilakukan maka akan menimbulkan pemahaman, kesenangan, 18 berpengaruh terhadap sikap, terciptanya hubungan yang makin baik, dan adanya tindakan yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Bekaitan dengan komunikasi yang dilakukan antara SPPI dengan PT. Pos Indonesia sebelum dilakukannya aksi unjuk rasa dan mogok kerja tersebut, maka dapat terlihat bahwa adanya ketidakpuasan oleh karyawan yang tergabung dalam SPPI terhadap Komunikasi yang telah dilakukan. Karena pada dasarnya Karyawan akan cenderung puas terhadap komunikasi organisasi dan mempersepsikan secara positif jika hubungan antara organisasi-organisasi tersebut terjalin dalam suasana kepercayaan, penghargaan, pemberian umpan balik yang konstruktif, saling mendukung dan saling pengertian. Ketidakpuasan komunikasi oleh karyawan ini akan memicu persepsi negatif terhadap komunikasi yang dilakukan. Hal di karenakan Komunikasi organisasi ini merupakan salah satu yang menjadi objek dari penafsiran Individu. Penafsiran ini dipengaruhi oleh sikap-sikap, motif-motif, pengalaman, dan harapan-harapan. Hal ini diperkuat dengan pendapat yang mengatakan “Persepsi mengorganisasikan dan merupakan suatu menafsirkan stimulus proses dimana individu yang diterima sehingga menimbulkan makna bagi individu tersebut”. Selanjutnya Robbin-Timothy ( 2008 : 175 ) juga mengatakan bahwa “interpretasi individu sangat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik pribadi seperti, sikap, kepribadian, motof, pengalaman masa lalu, dan harapan-harapan seseorang” Berdasarkan beberapa penjabaran sebelumnya dapat di simpulkan pentingnya Kepuasan terhadap Komunikasi yang akhirnya akan menimbulkan persepsi yang positif terhadap komunikasi tersebut. Persepsi komunikasi yang 19 positif ini akan menciptakan kepuasan kerja bagi karyawan, karena salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah Komunikasi. Hal ini senada dengan pendapat Davis & Newstrom yang mengatakan “Apabila Komunikasi efektif, ia dapat mendorong timbulnya prestasi lebih baik dan kepuasan kerja” ( Davis & Newstorm, 1996 : 151) Dalam Perspektif hubungan industrial, komunikasi organisasi yang efektif antara perusahaan dengan serikat pekerja sangat dibutuhkan hal dikerenakan adanya dua kepentingan dari masing-masing pihak yang harus dipertemukan agar terciptanya saling pengertian dan kesamaan persepsi dan akhirnya dapat menciptakan hubungan kerja yang harmoni, dinamis, dan berkadilan. Kesamaan persepsi dan saling pengertian tersebut tidak mungkingkin tercipta tanpa adanya komunikasi organisasi yang efektif. Sebaliknya, komunikasi yang tidak efektif akan menimbuklkan persepsi negatif dari berbagai pihak. Khusus bagi serikat pekerja persepsi negatif yang ditimbulkan dari tidak efektifnya komunikasi organisasi yang dilakukan akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini dikarenakan salah satu faktor yang mempengaruh kepuasan kerja adalah adanya komunikasi yang efektif. Bertitik tolak dari penjabaran diatas maka dalam penelitian ini penulis akan Membahas “HUBUNGAN PERSEPSI KARYAWAN TENTANG EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT. POS INDONESIA” 20 1.2 Identifikasi Masalah Komunikasi organisasi mempunyai peranan penting dalam menciptakan kepuasan kerja bagi karyawan, ketika komunikasi organisasi berjalan dengan efektif khususnya komunikasi dua arah maka akan tercipta saling pengertian dan dapat menghindarkan kesalahpahaman. kondisi ini tentu akan menciptakan iklim organiasasi yang baik dan akhirnya dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Sejalan dengan hal tersebut Davis & Newstorm (1996 : 151) mengatakan bahwa apabila Komunikasi efektif, ia dapat mendorong timbulnya prestasi lebih baik dan kepuasan kerja. Menurut Abdullah Masmuh ( 2010 : 40 ) mengatakan bahwa “Bila orang tidak merasa senang dengan situasi kerjanya biasanya meraka mengatakan bahwa tidak puas dengan pekerjaannya ini. Hal yang pertama, apabila orang tersebut tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkannya untuk melakukan pekerjaannya, kedua, apabila hubungan sesama teman sekerja kurang baik. Atau dengan katapkata lain ketidakpuasan kerja ini berhubungan dengan masalah Komunikasi”. Dalam perspektif hubungan industrial, terciptanyanya hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan antara perusahaan dan karyawan merupakan tujuan yang dicita-citakan. Untuk di terapkanlah berbagai sarana hubungan industrial untuk mewujudkan tujuan tersebut diantaranya, Peraturan perusahaan, PKB, Lembaga bipartit, Serikat Pekerja, Asosialsi Pengusaha, Lembaga tripartit, Pengadilan Hubungan Industrial, dan Ketentuan Perundang-undangan. Diantara 21 berbagai sarana tersebut salah satu yang memainkan peranan penting adalah Forum komunikasi yang mempertemukan pihak perusahaan dan pihak pPekerja yang disebut dengan Lembaga Bipartit. Dalam Lembaga inilah kedua kepentingan dibahas untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkkan kedua belah bihak. Salah satu substansi yang dibahas dalam forum komunikasi tersebut adalah bagaimana terpenuhinya ketentuan-ketentuan sebagaimana yang terdapat dalam PKB. Sebelumnya telah di sebutkan bahwa substansi dalam PKB sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor yang memberikan kepuasan Kerja. Oleh sebab itu, efektivitas komunikasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak akan menentukan juga bagaimana kepuasan kerja karyawan. Disamping itu, secara individu efektivitas komunikasi yang dilakukan oleh kedua belah pihak merupakan salah satu objek yang akan diinterprestasikan oleh karyawan. Penafsiran ini tentunya berujung kepada penilaian positif atau negatif terhadap objek yang ditafsirkan tersebut . Apabila komunikasi Organisasi yang dilakukan kedua belah pihak di nilai oleh karyawan tidak efektif, maka salah satu konsekuensinya adalah rendahnya tingkat kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya apabila komunikasi organisasi yang dilakukan kedua belah pihak di nilai efektif, maka salah satu konsekuensinya adalah terciptanya kepuasan kerja karyawan. Berhubungan dengan hal tersebut maka perlu diadakannya penelitian lebih lanjut untuk mengkaji lebih mendalam keterkaitan antara Komunikasi Organisasi yang di tinjau dari persepsi Karyawan dengan kepuasan Kerja karyawan pada PT. Pos Indonesia 22 1.3 Rumusan Masalah Dari Identifikasi di atas maka masalah yang ada dalam makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Persepsi Karyawan yang Tergabung dalam SPPI Tentang Efektivitas Komunikasi Organisasi yang dilakukan antara SPPI dengan PT. Pos Indonesia ? 2. Bagaimana Tingkat kepuasan Kerja Karyawan yang tergabung dalam SPPI ? 3. Bagaimana Hubungan antara yang Tergabung dalam SPPI Tentang Efektivitas Komunikasi Organisasi yang dilakukan antara SPPI dengan PT. Pos Indonesia dengan Kepuasan Kerja Pada PT. Pos Indonesia? 1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian Sejalan dengan Rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk Mengetahui Bagaimana Persepsi Karyawan yang Tergabung dalam SPPI Tentang Efektivitas Komunikasi Organisasi yang dilakukan antara SPPI dengan PT. Pos Indonesia. 2. Untuk Mengetahui Bagaimana Tingkat kepuasan Kerja Karyawan yang tergabung dalam SPPI. 3. Untuk Mengetahui Bagaimana Hubungan antara yang Tergabung dalam SPPI Tentang Efektivitas Komunikasi Organisasi yang dilakukan antara 23 SPPI dengan PT. Pos Indonesia dengan Kepuasan Kerja Pada PT. Pos Indonesia. 1.5 Kegunaan Penelitian Kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teorotis Dapat Menjelaskan hubungan antara persepsi karyawan terhadap komunikasi Organisasi dengan Kepuasan kerja. Selain itu penelitian ini bisa dijadikan sumber refernsi dan inspirasi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti di bidang yang sama, sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. 2. Secara praktis Dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal mengatasi permasalah yang berhubungan dengan Kepuasan kerja khususnya yang berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap Komunikasi Organisasi 24