BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu istilah yang tidak asing bagi kita karena setiap orang di dunia ini dari lahir hingga meninggal dunia pernah mengalami yang namanya belajar sehingga muncul istilah belajar sepanjang hayat. Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian tentang belajar berdasarkan argumennya masing-masing. Antara definisi dari pakar pendidikan yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan tetapi ada juga yang mempuyai persamaan, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Menurut Slameto (2003) dalam bukunya Belajar dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhinya. Beliau menjelaskan “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Belajar sebagai suatu proses artinya kegiatan belajar terjadi secara dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam diri anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan (knowledge) atau perilaku (behavior). Sementara itu, menurut The Liang Gie (2000) belajar adalah segenap kegiatan fikiran seseorang yang dilakukan secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang alam semesta, kehidupan masyarakat, perilaku menusia, gejala bahasa, atau perkembangan sejarah. Jadi, seorang siswa yang sedang belajar berarti mengerahkan seluruh kemampuan pikiran secara sungguh–sungguh untuk menggali dan memahami pengetahuan mengenai berbagai pokok soal dari alam semesta sampai perkembangan sejarah. 6 7 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas/kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku baru dalam diri siswa yang meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, baik itu yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati sebagai hasil dari pengalaman atau latihan. 2.1.1.2 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Belajar Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri individu sendiri maupun berasal dari luar individu. Slameto (2003) lebih rinci menggolongkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar ke dalam dua jenis, yaitu: a. Faktor Intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern, terbagi ke dalam tiga faktor: 1) Faktor Jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh. 2) Faktor Psikologis, meliputi: intelligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. 3) Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. b. Faktor Ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu: 1) Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. 2) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah. 3) Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. 8 2.1.1.3 Pengertian Hasil Belajar Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dibimbingnya. Karena itu guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Menurut Purwanto (2008) hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Manusia mempunyai potensi perilaku kejiwaan yang dapat dididik dan diubah perilakunya yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar mengusahakan perubahan perilaku dalam domaindomain tersebut sehingga hasil belajar merupakan perubahan perilaku dalam domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Benyamin Bloom (Sudjana, 2010) secara garis besar membagi menjadi tiga ranah hasil belajar yakni : 1. Ranah kognitif; berkenan dengan hasil belajar intelektual. 2. Ranah afektif; berkenan dengan sikap. 3. Ranah psikomotorik; berkenaan dengan hasil belajar dan kemampuan bertindak. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. 2.1.1.4 Pengukuran Hasil Belajar Untuk mengetahui hasil belajar siswa dan keberhasilan proses digunakan alat penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah 9 ditetapkan tercapai atau tidak. Dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan tes dan non tes. Sistem penilaian yang digunakan untuk penelitian ini untuk mengukur hasil belajar menggunakan PAP (penilaian acuan patokan). PAP adalah penilaian yang diacukan kepada tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan demikian, derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan yang seharusnya dicapai, bukan dibandingkan dengan rata–rata kelompoknya (Sudjana, 2010). Hasil belajar merupakan perwujudan kemampuan akibat perubahan perilaku yang dilakukan oleh usaha pendidikan. Kemampuan tersebut menyangkut domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian hasil pembelajaran dan penilaian proses yang dilakukan pada kegiatan ini adalah menggunakan beberapa sumber, yaitu : a. Penilaian hasil belajar dengan tes. Tes yang digunakan ini termasuk dalam tes formatif yang dilaksanakan pada akhir siklus. Sumber penilaian ini ditekankan pada hasil pembelajaran dilihat dari aspek kognitif mengacu pada indikator pembelajaran yang telah ditetapkan. Aturan penilaian dari aspek kognitif ini menggunakan skala 0-100 dan acuan yang digunakan adalah patokan. Sedangkan standar minimal ketuntasan belajar/KKM pada mata pelaran IPA di SD 2 Bangsri adalah 62,50. Sehingga dapat dikatakan jika siswa yang mendapat nilai kurang dari batas KKM dinyatakan belum tuntas. b. Penilaian hasil belajar dengan non tes. Sumber penilaian ini untuk mengukur proses pada pembelajaran dilihat dari aspek afektif dan psikomotor. Penilaian proses dilakukan pada saat siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar yaitu keterlibatan dan keaktifan siswa serta partisipasi siswa dalam pembelajaran. 2.1.1.5 Tes Formatif Tes formatif merupakan salah satu jenis tes yang diberikan kepada siswa setelah siswa menyelesaikan satu unit pelajaran. Hasil tes formatif dimanfaatkan untuk memonitor apakah proses pembelajaran yang baru saja 10 dilaksanakan telah dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran atau belum (Suryanto, 2009). Sudjana (2010) juga menyebutkan bahwa penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan demikian, penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa tes formatif adalah suatu tes yang digunakan memantau keberhasilan belajar siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dalam waktu tertentu dan digunakan untuk memonitor kemajuan siswa. Sehubungan dengan tujuan penelitian ini, aspek yang diperhatikan dalam penggunaan tes formatif adalah dari aspek bentuk tes. Dilihat dari bentuknya, tes formatif dapat dibagi menjadi dua yaitu: (1) tes objektif dan (2)tes uraian. (diunduh pada http://p4mriunsri.files.wordpress.com/2009//11 sinopsis_disertasi_ratu_ilma_unsri_20101.pdf). Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk tes objektif yang penyusunan soalnya berbentuk pilihan jamak (multiple choice) dan penyusunan soal jawaban singkat (short answer). Di bawah ini akan diuraikan mengenai bentuk tes tersebut. Persoalan dalam tes objektif sudah distruktur, sehingga jawaban terhadap soal-soal tersebut sudah dapat ditentukan secara pasti. Pada tes objektif ini cenderung dapat mengungkap bahan ajar secara luas, karena waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan setiap soal relatif singkat. Proses penyekoran dan pemeriksaan hasilnya juga lebih mudah, sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat diselesaikan pemeriksaan terhadap pekerjaan siswa dalam jumlah relatif banyak (Rahmat, 1999) Penyusunan soal bentuk pilihan jamak (multiple choice) terdiri dari pokok soal (stem) dan kemungkinan jawaban (option). Persoalan bisa dirumuskan dalam bentuk pertanyaan tidak lengkap disamping dalam bentuk pertanyaan lengkap. Bentuk pilihan jamak dipandang lebih fleksibel. Jenis ini 11 mampu mengungkapkan jenjang kemampuan siswa yang komplek sekalipun (Rahmat, 1999). Penyusunan soal jawaban singkat (short answer) dirumuskan dalam kalimat pertanyaan. Kelebihan tes objektif ini adalah tidak ada kesempatan untuk menebak, karena jawaban harus dicari sendiri oleh testi. Meski jawabannya dicari oleh testi, tetapi jawabannya sudah pasti sehingga tidak akan menimbulkan variasi jawaban benar (Rahmat, 1999). 2.1.2 Tinjauan Tentang Belajar IPA di SD 2.1.2.1 Hakikat Pembelajaran IPA IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah dasar. Dengan belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Depdiknas (Samatowa, 2010) menyatakan pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu dan berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata–kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science artinya ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa, 2010). Dapat dikatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala–gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2010). Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010) dalam bukunya Model Pembelajaran Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu 12 pengetahuan yang mempelajari gejala–gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal. 2.1.2.2 Perlunya IPA Diajarkan di Sekolah Dasar Setiap guru harus paham akan alasan mengapa IPA diajarkan di sekolah dasar. Menurut Samatowa (2010) ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasukkan ke dalam kurikulum suatu sekolah. Alasan itu dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu : a. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kiranya tidak perlu dipersoalkan panjang lebar. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi, sering disebut–sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Pengetahuan dasar untuk teknologi adalah IPA. b. Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berfikir kritis. Contoh IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”. Dengan ini anak dihadapkan pada suatu masalah; umpamanya dapat dikemukakan suatu masalah demikian “Dapatkah tumbuhan hidup tanpa daun?”. Anak diminta untuk mencari dan menyelidiki hal ini. c. Bila IPA diajarkan melalui percobaan–percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan saja. d. Mata pelajaran ini mempunyai nilai–nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. IPA melatih anak berpikir kritis dan objektif. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmu yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis, 13 sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera. 2.1.3 Pembelajaran Kooperatif 2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompoknya harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif ini diajarkan keterampilan–keterampilan khusus agar siswa dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, menjadi pendengar yang baik, dan diberi lembar kegiatan berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Hamdani, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk belajar bersama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. 2.1.3.2 Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan yang berbeda–beda. Karena perbedaan itu, manusia dapat saling asah, asih, asuh (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning Community). Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Jadi dasar pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang 14 dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat (Mulyono, 2010). 2.1.3.3 Ciri–Ciri Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen–elemen yang saling terkait. Elemen–elemen pembelajaran kooperatif menurut Anita Lie (Mulyono, 2011) adalah : a. Saling ketergantungan positif Pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber, (4) saling ketergantungan peran, dan (5) saling ketergantungan hadiah. b. Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. c. Akuntabilitas individual Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok mengetahui siapa anggota yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotannya, dan karena itu tiap anggota 15 kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual. d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan anta pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa. 2.1.4 Pembelajaran dengan Model Picture and Picture 2.1.4.1 Pengertian Model Picture and Picture Picture and picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar yang dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan logis (Hamdani, 2010). Model pembelajaran picture and picture ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Model picture and picture ini menggunakan media pembelajaran berupa gambar. Penekanan pada media picture and picture ini adalah pada proses dan cara mereka berpikir dan mengurutkan yang tersedia. Gambar– gambar yang tersedia menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk charta dalam ukuran besar. Atau jika disekolah sudah menggunakan ICT (information comunication technology) dapat menggunakan power point atau software 16 lainnya (Diakses dari http://ras-eko.blogspot.com/2011/05/modelpembelajaran-picture-and-picture.html). Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa model picture and picture penerapannya dalam kegiatan belajar mengajar mengutamakan kelompok-kelompok dan menggunakan media berupa gambar, dimana gambar tersebut dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan yang logis. Dari gambar tersebut dipersepsikan menjadi simbol-simbol supaya lebih mudah diterima/dipahami dan lebih mudah diingat siswa. Kemudian dari gambar tersebut jika siswa sudah lebih mudah memahami dan mengingat maka pembelajaran tentang materi tersebut akan lebih mudah disimpan dalam ingatan mereka sehingga jika siswa mendapat pertanyaan atau soal-soal tentang materi tersebut akan lebih mudah menjawab dan berdampak pada hasil belajar khususnya mapel IPA dapat meningkat. 2.1.4.2 Kaitan Model Picture and Picture dengan Teori Memori Model picture and picture ini bermanfaat supaya materi yang dipelajari dapat disimbolkan atau jika dalam teori memori dengan istilah encoding. Model picture and picture ini didukung oleh teori memori. a. Pengertian Memori Secara etimologi, memori atau memory (Inggris), memoire (Prancis) adalah keberadaan tentang pengalaman masa lalu yang hidup kembali, catatan yang berisi penjelasan, alat yang dapat menyimpan atau merekam informasi (Ahmadi, 2003). Ilmu Psikologi mendefinisikan memori sebagai sebuah proses pengkodean, penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi (retrieval) oleh manusia dan organisme lainnya. Pengkodean berkaitan dengan presepsi awal dan pengenalan. Menurut perspektif psikologi terutama psikologi kognitif bahwa memori atau ingatan merupakan kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan mereproduksikan kesan-kesan. Jadi ada tiga unsur perbuatan ingatan yaitu menerima kesan-kesan, menyimpan dan mereproduksikan. Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada 17 manusia ini berarti ada suatu indikasi bahwa manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali dari sesuatu yang pernah dialami (Ahmadi, 2003). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa memori atau ingatan tidak hanya kemampuan menyimpan saja tetapi juga termasuk kemampuan untuk menerima, menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang dilihat. Kemampuan tersebut lebih dikenal dengan istilah Encoding (pengkodean apa yang dipersepsikan yaitu proses penerimaan), Storage (penyimpanan), Retrieval (menimbulkan kembali apa yang di simpan). b. Teori-Teori Memori Ahmadi (2003) berpendapat teori yang paling banyak diterima oleh para ahli adalah teori tentang tiga proses memori, seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu : 1. Proses Encoding (pengkodean apa yang dipersepsikan dengan cara mengubah menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik tertentu sesuai dengan perangkat yang ada pada organisme). Proses pengubahan informasi dapat terjadi dengan dua cara yaitu sengaja dan tidak sengaja. 2. Proses Storage (penyimpanan terhadap apa yang telah diproses dalam encoding). Proses ini disebut juga retensi yaitu suatu proses pengendapan informasi yang diterimanya. Penyimpanan informasi merupakan mekanisme yang sangat penting dalam memori. Setiap proses belajar meninggalkan jejak-jejak (traces) dalam diri seseorang, meskipun jejak ingatan tersebut memungkinkan untuk mengingat lagi tetapi tidak semua jejak ingatan tersebut dapat hilang. 3. Proses Retrieval (pemulihan kembali apa yang telah disimpan sebelumnya). Mekanisme dalam proses mengingat sangat membantu organisme dalam menghadapi persoalan sehari-hari. Hilgard menyebutkan tiga jenis proses mengingat, yaitu : recall, recognition dan redintegrative. 18 Teori tentang memori yang melibatkan proses encoding, storage, dan retrieval ini paling banyak disetujui oleh para ahli. Teori yang umum digunakan adalah teori Information-Processing. Teori ini dikembangkan oleh Richard Atkinson dan Richard Shiffrin menurut teori mereka, memori juga melalui proses encoding, storage, dan retrieval. 2.1.4.3 Langkah–Langkah Model Picture and Picture Hamdani (2010) menyebutkan model pembelajaran picture and picture mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. Pada langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apa yang menjadi kompetensi dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indikatorindikator ketercapaian kompetensi dasar, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik. b. Menyajikan materi sebagai pengantar. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari. c. Guru menunjukkan atau memperlihatkan gambar–gambar kegiatan berkaitan dengan materi. Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Dengan gambar kita akan menghemat energi kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau 19 demontrasi yang kegiatan tertentu seperti membuat kopi, menggoreng tempe dan sebagainya d. Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian memasang atau mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis Pada langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan. Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutkan, dibuat, atau dimodifikasi. Jika menyusunan bagaimana susunannya. Jika melengkapi gambar mana gambar atau bentuknya, panjangnya, tingginya atau sudutnya. e. Guru menanyakan alasan atau dasar pemikiran urutan gambar tersebut Setelah itu ajaklah siswa menemukan tuntutan kompetensi dasar dengan indikator yang akan dicapai. Usahakan agar proses diskusi berlangsung dengan tertib dan terkendali. Jadi guru harus mampu mengendalikan situasi yang terjadi sebagai moderator utamanya dengan memberikan sedikit penjelasan jika terdapat kendala dalam diskusi sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik. f. Dari alasan atau urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. g. Kesimpulan atau rangkuman Kesimpulan dan rangkuman dilakukan bersama dengan siswa. Guru membantu dalam proses pembuatan kesimpulan dan rangkuman. 20 2.1.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Picture and Picture Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan. Begitu pula pada model pembelajaraan kooperatif tipe picture and picture. Kelebihan Model Picture and Picture antara lain : a. Guru lebih mengetahui kemampuan masing–masing siswa. b. Melatih berfikir logis dan sistematis. c. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar. d. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar. e. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture menitikberatkan pada gambar. Sebagai media gambar pada model ini juga mempunyai kelemahan, antara lain : a. Memakan banyak waktu dan banyak siswa yang pasif. b. Tafsiran orang yang melihat gambar akan berbeda akan terjadi ketidaksamaan dalam penafsiran gambar. c. Gambar hanya menampilkan persepsi indera mata. d. Gambar hanya disajikan dalam ukuran kecil mengakibatkan kurang efektif untuk proses pengajaran. 2.2 Penelitan Yang Relevan Penelitian oleh Dewi Diansari (2011) dengan judul “Penerapan Model Picture and Picture Untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Siswa Kelas IV SDN Gampingan 01 Pagak” menyimpulkan bahwa model penggunaan pembelajaran model Picture and Picture dapat meningkatkan pembelajaran aktivitas dan hasil belajar siswa. Pada siklus I diperoleh rata-rata aktifitas belajar siswa yaitu 54,65 meningkat menjadi 75,8 pada siklus II. Pembelajaran dengan menggunakan model picture and picture juga meningkatkan hasil belajar siswa, pada siklus I diperoleh rata-rata nilai evaluasi siswa 69,1 meningkat menjadi 85,8 pada siklus II. 21 Penelitian oleh Musnaini (2011) dengan judul “Pengunaan Model Pembelajaran Picture and Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas III SD Negeri 04 Lubuk Pinang Mukomuko”. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran picture and picture dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran IPA pada siswa kelas III SD Negeri 04 Lubuk Pinang Mukomuko. Ini ditunjukkan dari peningkatan minat dan interaksi siswa serta hasil belajar siswa pada setiap siklusnya, jika dibandingkan dengan tes awal siswa yang rata-rata nilainya 45,8. Setelah diterapkan model pembelajaran picture and picture, nilai ratarata siswa meningkat dari 60,50 pada siklus I dan menjadi 67,83 pada siklus II. Selain itu, juga tampak dari meningkatnya jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dari siklus pertama hingga kedua. Beberapa hasil penelian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Dengan analisis tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran picture and picture untuk meningkatkan hasil belajar khususnya mata pelajaran IPA. 2.3 Kerangka Berpikir Pada KBM di kelas V SD 2 Bangsri dalam mengajarkan materi pada pokok bahasan sifat–sifat cahaya guru menggunakan metode yang konvensional dan kurang melibatkan siswa sehingga hasil belajar IPA rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan siswa pada pokok bahasan sifat–sifat cahaya dari 34 siswa yang mendapat nilai di atas atau sama dengan KKM hanya 14 siswa sedangkan 20 siswa lainnya mendapat nilai di bawah KKM. Penelitian yang akan dilakukan dengan cara kolaborasi antara guru kelas dan peneliti. Peneliti sebagai pemberi ide dan meminta bantuan guru kelas VI sebagai observer saat guru yang melaksanakan KBM. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture, sehingga diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan 22 hasil belajar mereka dalam mata pelajaran IPA khususnya pokok bahasan sifat–sifat cahaya. Penerapan pembelajaran pada penelitian ini berdasarkan skema kerangka berpikir. Adapun skema itu adalah sebagai berikut: KONDISI AWAL Strategi pembelajaran yang konvensional Hasil belajar IPA pada pokok bahasan sifatsifat cahaya masih rendah. Siklus I TINDAKAN Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran Menggunakan model pembelajaran picture and picture Siklus II Menggunakan model pembelajaran picture and picture KONDISI AKHIR Diduga hasil belajar IPA siswa kelas V meningkat dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir 23 2.4 Hipotesis Hipotesis yang akan digunakan untuk memberi arahan pada penelitian ini adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture dalam pembelajaran IPA pokok bahasan sifat–sifat cahaya dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri 2 Bangsri Kecamatan Jepon Kabupaten Blora Semester Genap Tahun Ajaran 2011/ 2012. 23