BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gambaran Umum Diabetes Mellitus Sebelum membahas penulisan ini lebih lanjut ada baiknya untuk mengetahui Diabetes Mellitus secara umum, penyebab, jenis dan akibat yang ditimbulkan dari penyakit ini. Sehingga sedikit banyak diharapkan pembaca memperhatikan tentang betapa pentingnya mengatur pola hidup yang baik dan sehat. 2.1.1 Sistem Glukosa-Insulin dalam Darah Sistem Glukosa-Insulin merupakan sebuah contoh loop tertutup dalam sistem fisiologis dalam tubuh manusia. Pada orang normal, konsentrasi kadar gula darah berada dalam kisaran 70 – 110 mg/dL. Dan sistem glukosa-insulin inilah yang ada di dalam tubuh manusia agar konsentrasi kadar gula darah tetap pada kondisi yang stabil dan normal. Gambar 2.1 menjelaskan secara singkat dari sistem glukosa-insulin ini. Bagi orang normal, kondisi akan selalu berada dalam area yg berwarna hijau, di mana kadar gula darah berada dalam kondisi yang normal pula. vii 24 Gambar 2.1 Sistem Glukosa-Insulin pada Manusia Beberapa faktor dapat mempengaruhi konsentrasi kadar gula darah seperti: konsumsi makanan, tingkat pencernaan masing-masing orang, olahraga, dan sebagainya. Hormon – hormon pada kelenjar endokrin pankreas seperti insulin dan glukagon yang akan bertanggung jawab untuk menjaga kosentrasi gula darah pada kondisi normal. Pada saat konsentrasi gula darah dalam keadaan tinggi, misalkan seseorang mengkonsumsi makanan (berada pada area yang berwarna merah), tubuh akan mengirimkan sinyal ke kelenjar pankreas, dan sel-β akan memberikan respon dengan sekresi hormon insulin ke dalam tubuh. Insulin ini akan bekerja untuk menurunkan kadar gula darah dan membawa seseorang tetap pada area hijau yang aman. Sebaliknya, apabila manusia melakukan kegiatan seperti berolahraga yang membutuhkan glukosa dalam darah (berada pada area yang berwarna biru), 25 secara otomatis kadar gula darah akan turun dan berada di bawah kondisi normal. Pada tahap ini tubuh kembali mengirimkan sinyal ke kelenjar pankreas dan sel-α akan bereaksi dengan mennyekresikan glukagon. Glukagon ini akan mempengaruhi sel-sel hati supaya melepaskan simpanan glukosa ke dalam darah sampai orang kembali ke dalam kondisi normal. Saat kadar gula darah seseorang secara konstan atau terlalu sering berada di luar batas wajar (70-11mg/dL), maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki kelainan atau masalah pada gula darahnya. Kondisi seperti ini disebut dengan hipoglisemia atau hiperglisemia. Diabetes Mellitus adalah kelainan dari sistem glukosa-insulin sehingga penderita tidak dapat mempertahankan kadar gula darahnya konstan pada kondisi normal. 2.1.2 Diabetes Mellitus Diabetes diabaínein, yang Mellitus memiliki (DM) (berasal dari kata Yunani διαβαίνειν, arti "tembus" atau "pancuran air", dan kata Latin mellitus, yang berarti "rasa manis") yang dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglisemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi (istilah kedokteran untuk merujuk pada 26 keadaan jaringan yang abnormal dalam tubuh) pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Diabetes sendiri bukanlah penyakit tunggal dan berdiri sendiri, melainkan banyak. Hubungannya adalah antara penyakit-penyakit yang akan ditimbulkan karena adanya ketidaksempurnaan dari sistem glukosa-insulin dalam tubuh. Apabila tidak dirawat, diabetes dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis lainnya seperti penyakit hati, kebutaan dan kerusakan lainnya. 2.1.3 Penggolongan Diabetes Mellitus A. Klasifikasi Diabetes Mellitus Menurut WHO 1985 a. Berdasarkan klinis 1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM/Diabetes melitus tipe I). 2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM/Diabetes melitus Tipe II). i. Non-obese. ii. Obese. 3) Malnutrition-Related Diabetes Mellitus (MRDM). b. Berdasarkan risiko statistik Termasuk golongan ini adalah penderita-penderita dengan toleransi glukosa normal, tetapi ada risiko peningkatan kadar gula dalam darah. Cirinya: 1) Pernah abnormal dalam toleransi glukosa 27 2) Potensial abnormal dalam toleransi glukosa (kedua orang tua penderita Diabetes Mellitus). 3) Melahirkan dengan berat badan lebih besar dari 4 kg. B. Klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan kemampuan pankreas menghasilkan hormon insulin a. Diabetes Mellitus Tipe I Diabetes Mellitus Tipe I adalah kondisi di mana sel-β dalam kelenjar pulau Langerhans dihancurkan oleh reaksi autoimun dalam tubuh. Sebagai akibatnya adalah sangat rendahnya produksi insulin (di bawah 10% produksi insulin normal). Pada tahap ini, insulin tidak lagi sanggup untuk menurunkan kadar gula dalam darah dengan cepat saat seseorang mengkonsumsi makanan. Bahkan kadar gula darah akan semakin tinggi sebagai akibat dari hilangnya fungsi lain dari insulin sendiri, yakni fungsi untuk mengehentikan produksi glukagon, saat kadar gula darah tinggi. Apabila gula darah mencapai kadar di atas 180 mg/dL, sebagian dari glukosa akan dikeluarkan bersamaan dengan urin. Beberapa simtom yang umum terdapat pada penderita Diabetes Mellitus Tipe I antara lain: 1) poliuria – sering buang air kecil 2) polidipsia - selalu merasa haus 28 3) polifagia - selalu merasa lapar 4) penurunan berat badan Saat ini, satu – satunya cara untuk mengobati penderita Diabetes Mellitus Tipe I adalah dengan menyuntikkan insulin ke dalam tubuh, dibantu dengan olahraga dan diet rendah gula yang baik. Seseorang yang terkena Diabetes Mellitus Tipe I sangat tergantung pada penyuntikan insulin karena tidak ada lagi insulin yang diproduksi oleh tubuh. Apabila tidak mendapatkan suntikan insulin secara teratur maka penderita akan mati karena tubuh tidak dapat bertahan dalam kondisi kadar gula yang terlalu tinggi. b. Diabetes Mellitus Tipe II Diabetes Mellitus Tipe II adalah diabetes yang umum ditemui. Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II ini, pankreas masih dapat memproduksi insulin, bahkan dalam beberapa kasus insulin yang diproduksi hampir sama dengan layaknya orang normal. Yang menjadi masalah adalah saat insulin tersebut tidak sanggup untuk memberikan efek atau reaksi terhadap sel dari tubuh untuk mengurangi gula. Penderita Diabetes Mellitus Tipe II biasanya resisten terhadap insulin. Lama kelamaan jumlah dari sel β akan berkurang dan penderita akhirnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I, yakni dengan injeksi insulin. 29 Simtom – simtom penderita Diabetes Mellitus Tipe II hampir sama dengan Tipe I. Namun simtoma tersebut umumnya tidak muncul secara tiba-tiba, namun seiring berjalannya waktu akan menjadi seperti Diabetes Mellitus Tipe I. 2.1.4 Kadar Gula Darah Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah baik manusia maupun hewan. Tubuh manusia akan secara alami dan dengan ketat mengatur kadar gula darah sebagai bagian dari metabolisme homeostasis. Di mana homeostatis itu sendiri adalah keadaan tubuh suatu makhluk hidup yang mempertahanan konsentrasi zat dalam tubuh, khususnya darah agar tetap kosntan (Ali, p.253). Glukosa merupakan sumber utama energi untuk sel – sel dalam tubuh, dan darah lipid (dalam bentuk lemak dan minyak) adalah sumber utama untuk menyimpan energi padat. Glukosa ini diangkut dari usus atau hati ke sel – sel dalam tubuh melalui aliran darah, dan hormon insulin yang akan membuatnya dapat diserap oleh tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). Kadar gula akan selalu berfluktiasi sepanjang hari dan meningkat setelah makan serta biasanya berada pada level terendah pada pagi hari (disebut masa puasa), sebelum sarapan atau makan pertama di hari itu. 30 Meskipun disebut gula darah, selain glukosa, juga ditemukan jenis-jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya tingkatan glukosa yang diatur melalui hormon insulin dan leptin. Kadar gula di luar rentang normal dapat menjadi indikator kondisi medis. Kondisi yang terus-menerus tinggi disebut sebagai hiperglisemia, dan sebaliknya kondisi gula darah yang terus menerus rendah disebut sebagai hipoglisemia. A. Jenis Tes Labolatorium untuk Mengukur Gula Darah Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan konsentrasi gula dalam darah. a. Uji Gula Darah Puasa (FBS/ Fasting Blood Sugar) Glukosa adalah monosakarida utama dalam darah. Pengukuran sangatlah penting untuk diagnosis Diabetes Mellitus. Pasien akan diharuskan berpuasa selama 8-12 jam sebelum pengujian dilakukan. Puasa sangat penting untuk mendapatkan hasil pengujian yang baik dan konsekuen. b. Glucose Urine Test (GUT) Dengan cara ini akan diukur jumlah gula / glukosa dalam sampel urine. Orang yang sehat dan normal tidak akan ada kandungan gula di dalam urinenya, karena kandungan glukosa dalam urine berarti adanya metabolisme tubuh yang tidak benar sehingga glukosa tidak dapat lagi disimpan dalam tubuh melainkan keluar bersama cairan tubuh. 31 Apabila dalam urine ditemukan konsentrasi gula maka disebut glycosuria atau glucosuria. c. Two Hour Postprandial Blood Sugar Test (PPBS 2-h) Test ini menggunakan parameter yang paling sensitif dalam mendiagnosis Diabetes Mellitus. Kadar gula darah akan dicek 2 jam setelah makan. Dilakukan demikian karena pada orang normal, gula darah setelah 2 jam mengkonsumsi makanan akan kembali normal. Namun tidak demikian dengan orang yang mengidap Diabetes Mellitus. Kadar glukosa normal pada orang dewasa: 1) Orthotoulidine metode = 60-110 mg / dL 2) Nelson-Somogyi metode = 80-120 mg / dL d. Oral Glucose Tolerance Test (OGTT) Pada OGTT pasien akan diberikan sejumlah glukosa yang sudah ditentukan sesuai dengan berat tubuh pasien (pada umumnya orang dewasa akan diminumkan 75 gram glukosa dalam bentuk cairan). Setelah 30 menit sampai 1 jam, yakni saat glukosa yang dikonsumsi sebelumnya telah diserap oleh tubuh, pengukuran mulai dilakukan. Pengukuran menggunakan teknik sampel darah yang nantinya ajan di cek di labolatorium. Pengambilan darah dilakukan dalam interval tertentu, dari 5-15 menit, dan pengambilan sampel akan terus dilakukan sampai 3 jam setelah konsumsi glukosa cair. 32 e. Intravenous Glucose Tolerance Test (IVGTT) Cara kerja IVGTT sangat mirip dengan OGTT. Yang membedakan di sini adalah dimana glukosa tidak dikonsumsi secara oral atau melalui mulut namun langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah. Dengan demikian tidak dibutuhkan waktu tunggu glukosa sampai dicerna dan IVGTT lebih akurat karena sejumlah glukosa yang telah ditentukan sebelumnya masuk seluruhnya ke dalam tubuh. Sedangkan pada OGTT banyak kemungkinan glukosa tertinggal di dalam mulut dan saluran pencernaan lainnya. Namun OGTT tetap berfungsi untuk melihat kebiasaan dari pasien dalam konsumsi glukosa sehari – harinya. Berapa persen dan berapa lama glukosa akan diproses oleh tubuh. Sedangkan IVGTT bertujuan untuk melihat secara pasti efektifitas glukosa dalam tubuh dan sensitifitas insulin yang bekerja. IVGTT banyak digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan Diabetes Mellitus mengingat ketepatannya yang sangat tinggi. Semakin sering sampel darah diambil, akan semakin tinggi pula keakuratannya. Beberapa hal yang menggunakan IVGTT sebagai dasarnya adalah penelitian mengenai Model Minimal Glukosa-Insulin dalam darah. 33 f. Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C) Di dalam aliran darah terdapat sel – sel darah merah yang terbuat dari molekul, antara lain Hemoglobin. Glukosa menempel pada hemoglobin untuk membuat molekul baru yang disebut molekul ‘hemoglobin glikosilasi’, yang umum juga disebut hemoglobin A1C atau HbA1C. Semakin banyak atau tinggi kadar glukosa dalam darah makan HbA1C pun akan semakin tinggi konsentrasinya. Sel darah merah hidup selama sekitar 12 minggu sebelum sel darah merah lama digantikan dengan sel darah merah baru yang dihasilkan dari sumsum tulang belakang. Dengan mengukur HbA1C ini maka dapat diketahui rata kadar gula dalam darah selama 8-12 minggu terakhir. Kadar HbA1C padah orang normal adalah antara 3.5%-5.5 %. Sedangkan pada penderita sekitar 6,5% adalah kondisi yang sudah sangat baik. Uji HbA1C saat ini adalah salah satu cara terbaik untuk memeriksa penderita diabetes, apakah kadargulanya tetap terkontrol atau tidak. Perlu diingat bahwa HbA1C itu sendiri bukanlah kadar glukosa dalam darah. Test ini sebaiknya diulang setiap 3-6 bulan sekali. g. Self Monitoring Blood Glucose (SMBG) Cara ini adalah cara paling mudah untuk dijalankan pasien diabetes. Yakni dengan membeli alat bernama Glukometer kemudian 34 setiap saat baik di rumah maupun di luar rumah, dapat memonitor sendiri kadar gula darahnya. Penjelasan lebih lengkap tentang SMBG akan dibahas pada subbab berikutnya. B. Hiperglisemia Seseorang dikatakan berada pada kondisi hiperglisemia pada saat kadar gula darahnya berada di atas 270mg/dL. Dan dapat semakin tinggi saat penderita diabetes mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak atau saat kadar insulin dalam darahnya terlalu rendah. Hiperglisemia akan sangat berbahaya apabila tidak diobati dengan cermat. Antara lain akan berakibat sebagai berikut. a. Gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan. b. Gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal. c. Gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop electron. d. Gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual. e. Gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma. f. Rentan terhadap infeksi. 35 Gambar 2.2 foot ulcer pada penderita Diabetes Mellitus C. Hipoglisemia Seseorang dikatakan berada pada kondisi hipoglisemia pada saat gula darah berada di bawah 60 mg/dL. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal seperti terlalu banyak berolahraga, terlalu banyak suntikan insulin, terlalu sedikit konsumsi karbohidrat dalam makanan atau bila seorang penderita diabetes melewati saat makan. Menghindari tahap hipoglisemia adalah hal yang penting saat penderita diabetes menjalani perawatan insulin. Akibat yang dapat ditimbulkan hipoglisemia mulai dari tubuh lemas, muntah terus menerus, sakit kepala sampai yang parah dapat menyebabkan koma. 2.2 Glukometer Diabetes merupakan penyakit yang umum dijumpai dewasa ini. Peran Glukometer pun semakin besar dan yang menjadi fungsi utamanya adalah 36 memberdayakan penderita Diabetes Mellitus untuk memonitor dirinya sendiri tanpa perlu berkunjung ke dokter atau rumah sakit. Glukometer membantu untuk mendeteksi kadar gula darah dalam tubuh pada saat tertentu, yakni pada saat darah sampel diambil dari dalam tubuh penderita. Gambar 2.3 Prosedur menggunakan Glukometer 2.2.1 Definisi Glukometer adalah salah satu alat yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar glukosa dalam darah perifer atau sentral. Nilai - nilai tersebut umumnya dinyatakan dalam 2 jenis satuan, yakni dalam mg/dL atau mmol/L. Nilai tersebut adalah nilai klinis yang penting untuk gangguan metabolisme seperti Diabetes Mellitus, denutrisi dan konsekuensi lainnya seperti koma hiperosmolar, sindrom malabsorpsi, dan yang paling parah adalah hipoglikemia atau hiperglikemia. Glucometer dan pengobatan farmasi yang tepat adalah dasar untuk kontrol glikemik pasien diabetes. Di rumah, beberapa glucometers memiliki beberapa jenis strip untuk memonitor variabel-variabel lain seperti 37 keton yang dihasilkan ketika seorang pasien mengalami hyperglycemia. Gambar 3.2 menunjukkan diagram umum dari Glukometer. Hal ini menunjukkan perangkat sekunder yang berbeda untuk menunjang komunikasi antara pengguna dan Glukometer itu sendiri. Bagian yang paling penting adalah strip berbentuk persegi panjang yang berfungsi sebagai sensor untuk menempatkan darah dan mendapatkan pengukuran ditentukan dengan konverter analog-digital / analog digital converter (ADC) dari mikrokontroler / microcontroller unit (MCU). Perangkat penunjan lain dapat ditambahkan sesuai dengan produsen Glukometer. Gambar 2.4 Komponen dalam Glukometer 2.2.2 Sensor Glukosa Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengukur kadar gula dalam darah adalah dengan mengubah konsentrasi glukosa menjadi sebuah sinyal voltase. Hal ini mungkin terjadi dengan adanya sensor khusus dalam strip / lempengan untuk amperometry. 38 Gambar 2.5 Strip untuk Mengukur Kadar Gula pada Glukometer. Sensor ini menggunakan elektroda platinum dan perak untuk membentuk bagian dari sirkuit listrik di mana hidrogen peroksida terelektrolisis. Hidrogen peroksida diproduksi sebagai hasil dari oksidasi glukosa pada membran oksida glukosa. Arus yang melalui rangkaian menyediakan hasil pengukuran konsentrasi peroksida hidrogen, sehingga konsentrasi glukosa dapat diketahui. Gambar 2.6 Reaksi pada Elektroda antara Glukosa dan Asam Glukonat Sensor yang digunakan sebagai pengukur gula darah berdasarkan pada elektroda oksida glukosa. Oksida glukosa diamobilisasi dalam elektroda karbon aktif yang telah dilapisi platina. Enzim pada elektroda digunakan untuk 39 menentukan amperometry dengan menggunakan deteksi elektrokimia dari hidrogen peroksida yang dihasilkan. Sensor ini terdiri dari berbagai elektroda: lapisan membran oksida glukosa, film polyurethane yang permeabel oleh glukosa, oksigen, dan hidrogen peroksida. 2.2.3 Amperometry Amperometry itu sendiri merupakan sebuah alat untuk analisis kimia yang digunakan dalam elektrofisiologi untuk mempelajari peristiwa pelepasan molekul – molekul kimia dengan menggunakan elektroda karbon. Pengukuran elektroda berdasarkan reaksi oksidasi molekul yang dilepaskan ke dalam medium. Amperometry mengukur arus listrik yang berada di antara sepasang elektroda yang memicu reaksi elektrolisis. Oksigen berdifusi melalui membran dan tegangan listrik akan dialirkan pada elektroda platina (Pt) untuk mereduksi O2 menjadi H2. Gambar 2.7 Diagram Proses Strip Tes Elektroda reaktif adalah jenis sensor amperometry yang menggunakan desain tiga elektroda. Pendekatan ini berguna ketika menggunakan sensor amperometry karena keandalan pengukuran tegangan dan arus dalam reaksi kimia yang sama. Tiga model elektroda menggunakan sebuah elektroda kerja 40 (WE / Working Electode), elektroda referensi (RE / Reference Electrode), dan elektroda penghitung (CE / Counter Electrode). Setelah arus dihasilkan maka harus diubah menjadi tegangan untuk diproses oleh MCU. Tindakan ini dilakukan oleh amplifier transimpedansi. Akhirnya, MCU akan mendeteksi dan memproses sinyal ini dengan modul ADC. Gambar 2.8 Skema Chip Gunakan metode penentuan amperometry dengan tegangan listrik konstan 0.3V digunakan dalam meter portabel. Respon arus dari sensor bersifat linier dengan konsentrasi glukosa dalam kisaran 5 sampai 30 mmol/L dan waktu respon yang cepat sekitar 20 detik. 2.2.4 Mikroprosesor Untuk membuat sebuah Glukometer, pada dasarnya hanya membutuhkan processing unit yang sederhana. Mulai dari 8-bit sampai 32-bit Mikroprosesor Glukometer dapat yang digunakan umum dalam diproduksi mikroprosesor sebagai processing unit-nya. komponen dewasa ini Glukometer. Namun menggunakan 32-bit 41 A. Definisi Sebagian besar fungsi dari mikroprosesor sendiri adalah sebagai central processing unit (CPU). CPU adalah pusat dari proses perhitungan dan pengolahan data yang terbuat dari sebuah lempengan yang disebut "chip". Chip sering disebut juga dengan "Integrated Circuit (IC)", bentuknya kecil, terbuat dari lempengan silikon dan bisa terdiri dari 10 juta transistor. Gambar 2.9 Mikrorosesor Tipe D4004 Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Intel_4004.jpg Sebelum berkembangnya mikroprosesor, CPU elektronik terbuat dari sirkuit terintegrasi TTL terpisah; sebelumnya, transistor individual; sebelumnya lagi, dari tabung vakum. Bahkan telah ada desain untuk mesin komputer sederhana atas dasar bagian mekanik seperti gear, shaft, lever, Tinkertoy, dan lain-lain. 42 Mikroprosesor pertama adalah intel 4004 yang dikenalkan tahun 1971, tetapi kegunaan mikroprosesor ini masih sangat terbatas, hanya dapat digunakan untuk operasi penambahan dan pengurangan. Dan pada tahun 1974 mulai bermunculan mikroprosesor baru yang dapat menjalankan proses yang lebih rumit. Tabel 2.1 Perkembangan Mikroprosesor Intel B. Karakter Mikroprosesor Berikut adalah karakteristik penting dari mikroprosesor : a. Ukuran bus data internal (internal data bus size): Jumlah saluran yang terdapat dalam mikroprosesor yang menyatakan jumlah bit yang dapat ditransfer antar komponen di dalam mikroprosesor. b. Ukuran bus data eksternal (external data bus size): Jumlah saluran yang digunakan untuk transfer data antar komponen antara mikroprosesor mikroprosesor. dan komponen-komponen di luar 43 c. Ukuran alamat memori (memory address size): Jumlah alamat memori yang dapat dialamati oleh mikroprosesor secara langsung. d. Kecepatan clock (clock speed): Rate atau kecepatan clock untuk menuntun kerja mikroprosesor. e. Fitur-fitur spesial (special features): Fitur khusus untuk mendukung aplikasi tertentu seperti fasilitas pemrosesan floating point, multimedia dan sebagainya. 2.3 Teori Simulasi Mengacu pada tujuan awal dari penelitian ini yakni untuk membuat fungsi – fungsi tambahan yang lebih berguna dalam menyampaikan informasi kepada penderita Diabetes Mellitus yang menggunakan Glukometer sebagai alat untuk memonitor keadaan gula darah dalam tubuh hari lepas hari. Sangat diharapkan bahwa fungsi tersebut benar diaplikasikan dan ditanamkan ke dalam Glukometer, lebih tepatnya ke dalam komponen perangkat keras, mikroprosesor dalam Glukometer itu sendiri. Namun karena banyaknya kendala dan keterbatasan baik waktu maupun materi, maka simulasi ini digunakan sebagai langkah awal sebelum direalisasikan ke dalam bentuk riil Glukometer yang sebenarnya. Menurut Law dan Kelton (1991, p1), simulasi atau juga dapat disebut pengimitasian adalah meniru atau menggambarkan operasi-operasi yang terjadi pada berbagai macam fasilitas atau proses yang terjadi pada kehidupan nyata dengan menggunakan bantuan komputer. Fasilitas-fasilitas atau proses-proses 44 yang disebutkan di atas itulah yang dikenal dengan nama sistem. Lebih lengkapnya, sistem adalah kumpulan kesatuan, yang bekerja dan berinteraksi bersama-sama menuju hasil akhir yang logis, yang menjadi tujuan bersama. Untuk mempelajari suatu sistem secara ilmiah, asumsi-asumsi tentang bagaimana sistem itu bekerja seringkali harus dilakukan. Asumsi-asumsi ini biasanya dipaparkan dalam relasi matematik atau logik. Dari sanalah dibangun sebuah model yang digunakan untuk mencoba membangun pengertian tentang kerja atau perilaku dari sistem yang bersangkutan. Apabila hubungan yang membangun model cukup sederhana, dapat digunakan metode-metode matematik seperti aljabar, kalkulus, atau teori probabilitas untuk mendapatkan jawaban yang pasti. Solusi ini dikenal dengan solusi analitik. Sayangnya, seperti yang telah dipaparkan diatas, banyaknya faktor-faktor tak terduga maupun yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya terlalu banyak, sehingga sistem menjadi sangat kompleks. Karena itu, sistem ini tidak memungkinkan model yang realistik untuk dievaluasi secara analitik. Dalam simulasi, komputer digunakan sebagai alat bantu untuk mengevaluasi sebuah model secara numerik, dan data-data dikumpulkan untuk mengestimasi karakteristik sesungguhnya dari sebuah model. Secara umum, sistem dapat dipelajari perilakunya dengan menggunakan beberapa metode yang digambarkan pada diagram berikut. 45 Sistem Eksperimen dengan sistem yang sebenarnya Eksperimen dengan model dari suatu sistem Model fisik Model matematik Solusi analitik Simulasi Gambar 2.10 Cara untuk Mempelajari Sistem Sumber: Law (1991, p4) Jika memungkinkan untuk bereksperimen dengan sistem yang sebenarnya, tentunya hasil yang didapatkan mempunyai tingkat ketepatan yang sangat tinggi, bahkan sempurna. Sayangnya eksperimen ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan waktu yang lama serta source yang besar, dan mungkin saja sistem yang diteliti belum pernah ada sebelumnya, sehingga eksperimen dengan menggunakan model merupakan pilihan yang seringkali harus ditempuh. Model fisik, atau yang pada umumnya dikenal sebagai emulator adalah model yang dibuat sungguh-sungguh mirip dengan aslinya, model tersebut dapat berperilaku hampir sama dengan sistem asli. Contohnya simulator pesawat terbang yang digunakan sekolah penerbangan untuk memberikan gambaran kondisi terbang sesungguhnya pada para siswa. Model ini dapat menggambarkan 46 sistem dengan akurat, mendekati kondisi aslinya, tetapi biaya dan resource yang diperlukan sangatlah besar, sehingga seringkali model matematik dipilih untuk membuat model dari suatu sistem. Model matematik merepresentasikan sistem dalam relasi logical dan kuantitatif yang kemudian diubah dan dimanipulasi untuk melihat reaksi dari sistem yang dimaksud. Setelah menggambarkan model matematik, harus dilihat apakah sistem yang digambarkan cukup sederhana. Jika cukup sederhana, maka model matematik ini dapat dikembangkan untuk mencari solusi pasti dari masalah tersebut, yaitu yang dikenal dengan solusi analitik. Sebaliknya, apabila sistem terlalu kompleks, maka harus dibuat simulasi. Pembuatan simulasi tentunya harus disesuaikan dengan data yang didapat, karena itu simulasi dapat dibagi menjadi 3 dimensi perbedaan. 1. Simulasi statis dan dinamis Simulasi statis adalah simulasi yang menggambarkan suatu sistem pada waktu tertentu di mana pada saat itu waktu tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan state. Sebaliknya, simulasi dinamis menggambarkan sebuah sistem yang berubah seiring dengan perubahan waktu. 2. Simulasi deterministik dan stokastik Simulasi deterministik adalah simulasi yang tidak mempunyai komponen berdasarkan probabilitas. Sebaliknya, simulasi stokastik adalah simulasi yang memiliki komponen berdasarkan probabilitas. 3. Simulasi kontinu dan diskrit 47 Simulasi kontinu adalah simulasi di mana komponenkomponen di dalamnya berubah secara kontinu. Sebaliknya simulasi diskrit adalah simulasi yang komponen-komponennya berubah sesuai dengan perubahan waktu. 2.4 Metode yang Digunakan dalam Perhitungan Data 2.4.1 Satuan Kadar Gula Darah yang Digunakan dalam Perhitungan Satuan yang umum digunakan untuk kadar gula darah adalah a. mmol/L (millimol/liter); dan b. mg/dL (milligram/desiliter). Satuan yang pertama adalah satuan ukuran internasional yang diakui dunia dan sangat umum dipakai didalam jurnal - jurnal ilmiah tentang diabetes, sedangkan yang kedua adalah sistem yang diadopsi oleh negara Amerika Serikat. Glukometer yang umum dijual dipasaran saat ini dibuat oleh berbagai perusahaan dan bisa saja menggunakan salah satu satuan ukuran seperti diatas, atau menggunakan keduanya. Hasil uji darah yang dilakukan oleh laborat-laborat di Indonesia mengadopsi sistem yang digunakan oleh Amerika Serikat, yakni menggunakan ukuran mg/dL (milligrams/deciliter). Karena berat molekul glukosa, dengan rumus kimia C6H12O6 adalah sekitar 180 gr/mol, untuk pengukuran glukosa, perbedaan dua buah skalanya adalah faktor dari 18. Berikut skala yang digunakan untuk mengkonversi satuan tersebut: 18 mg/dL = 1 mmol/dL 48 Untuk mengkonversikan mmol/L ke mg/dL, cukup kalikan dengan 18. Untuk mengkonversikan mg/dL ke mmol/L, cukup bagi dengan 18 atau dikalikan dengan 0.055. 2.4.2 Simetrisasi Skala Pengukuran Gula Darah Fluktuasi gula darah sering kali dijadikan objek untuk deskripsi statistik dan berbagai analisis data dalam penelitian dan praktik klinis. Namun bagaimanapun hampir seluruh teknik statistika menggunakan asumsi mengenai bentuk distribusi dari data yang telah dianalisis. Sebagai contoh, praktik umum statistik tentang “data tengah ± standar deviasi” mengasumsikan sebuah distribusi yang simetris dari data – data yang dibaca. Namun kasus tidak sama pada data gula darah. Contoh terlihat pada gambar di bawah yang menampilkan distribusi gula darah yang sangat khas dengan subjek penderita Diabetes Mellitus Tipe I, dengan 186 bacaan pada SMBG (Self –Monitoring of Blood Glucose). Dapat terlihat dengan jelas bahwa sesungguhnya distribusinya skewed dan apabila dipaksakan menggunakan kurva normal (kurva lonceng) jelas tidak akan menggambarkan data dengan baik. Permasalahan ini tidaklah baru, dan selalu muncul dalam statistik. Namun masih banyak cara lain yang dapat memberikan sampel simetris yang sebagai hasil dari sampel non-simetris dengan cara transformasi dan konversi. Analisis statistik dapat dilakukan dengan data yang simetris, dan sebuah transformasi invers digunakan untuk menterjemahkan hasilnya sehingga tetap dapat sesuai dengan data awal. Sangat penting untuk diingat bahwa transformasi 49 tersebut sangatlah bergantung dengan sampel yang diambil. Sampel yang berbeda tentu akan disimetriskan dengan transformasi yang berbeda pula. Oleh sebab itu, pendekatan ini akan menjadi sangat tidak praktis dan tidak sesuai dengan penerapannya dalam alat SMBG, karena transformasi harus dapat diketahui pada awal pembacaan gula darah penderita. Sebuah pendekatan alternatif yang dapat menghilangkan ketergantungan pada pembacaan sampel adalah dengan mengubah skala pada bacaan gula darah sehingga pada skala yang baru tersebut, bacaan dari gula darah akan bersifat simetris. Gambar 2.11 Distribusi Level Gula Darah Berdasarkan gambar, dapat dilihat bahwa: a. Rentang nilai hipoglisemia jauh lebih sempit / kecil dibandingkan rentang nilai untuk hiperglisemia; dan b. Rentang nilai yang ditargetkan tidak berada di tengah rentang data. 50 Kita akan mengkonversikan skala ini menjadi skala yang simetris, dengan memperluas rentang dari hipoglisemia, dan mempersempit rentang dari hiperglisemia, dan posisi dari rentang nilai kadar gula yang ditargetkan akan disimetriskan menjadi nilai 0. Lebih jelasnya, kita akan mentransformasikan skala untuk memenuhi kondisi sebagai berikut. a. Arah dari skala yang asli dengan skala yang sudah ditransformasikan adalah sama; b. Yang menjadi rentang target adalah pada titik 0; c. Pusat dari keseluruhan rentang gula darah adalah pada titik 0. Pertama, kita harus menemukan sebuah fungsi transformasi dan kemudian membuat validasi bagi transformasi tersebut dengan mencobanya pada sampel gula darah dari banyak orang untuk memastikan bahwa transformasi yang dibuat adalah benar. Bentuk fungsi transformasi yang digunakan menurut Kovatchev et al (1997): di mana merupakan parameter yang ditentukan setelah melakukan berbagai asumsi dalam penelitian. Keterangan: BG: Blood Glucose / Gula Darah yang diukur. Fungsi transformasi atau model matematika yang digunakan tersebut berasal dari penerimaan kemiringan / skewness pada kurva penyebaran gula darah dan kemudian memodifikasinya sesuai dengan tujuan rumus tersebut dibentuk. 51 Dengan menggunakan fungsi transformasi di atas, skala gula darah yang skewed (miring) akan diubah menjadi skala normal yang bersifat simetris. Gambar 2.12 Variabel Transformasi Skala Gula Darah Akan ditentukan terlebih dahulu nilai dari α dan β berdasarkan 3 buah kondisi yang telah dinyatakan sebelumnya. Untuk memenuhi kondisi tersebut, dibutuhkan: Dari persamaan tersebut akan menghasilkan: Dengan mengurangi dua buah persamaan tersebut akan dihasilkn: Persamaan di atas akan menghasilkan nilai α = 1.0329. Dengan melakukan substitusi pada persamaan sebelumnya, maka nilai β = 1.8708. 52 Dengan nilai α dan β, maka telah didapat gula darah yang simetris dengan titik tengah adalah nol. Untuk mengkalibrasikan skala baru dan membuat skala total gula darah dari -√10 sampai √10. Hal ini dilakukan berdasarkan beberapa alasan. Seperti, data harus memenuhi hipotesis di mana 99.8% data harus berada di antara -√10 sampai √10. Sebab yang kedua, hal ini akan memungkinkan untuk mengkalibarsikan fungsi resiko yang akan didefinisikan secara singkat untuk menjadi sebuah fungsi dengan nilai dari 0% -100%. Dengan demikian, dicari nilai untuk γ: Dari kondisi tersebut, akan ditemukan nilai γ = 1.774. Sehingga fungsi transformasi akan menjadi: Gambar 2.13 Hasil Transformasi Skala Gula Darah 53 Seperti yang ditunjukkan pada gambar distribusi level kadar gula darah, yang mempresentasikan dari 186 bacaan gula darah dari Glukometer dari penderita Tipe 1 Diabetes Mellitus. Dan dapat dilihat bahwa sebaran grafik tersebut miring / skewed. Telah dihitung beradasarkan data statistik, bahwa rata – rata dari data tersebut adalah 6.7 mmol /L dan standar deviasinya adalah 3.6. Dalam menerapkan tes statistik, asumsi yang umum digunakan adalah bahwa 95% dari data berada dalam batas rentang dua standar deviasi dari rata – rata yang ada. Untuk data ini, , SD = 3.6, maka maka rentang gula darah adalah antara -0.5 sampai 13.6 mmol/L. Dari data yang ada sekitar 2.5% dari 186 data yang telah dibaca seharusnya berada di bawah 0.5 mmol/L yang sebenarnya tidak terjadi demikian (Robeva,et. Al., 2008, p195). Diharapkan distribusi skewed tersebut dapat ditampilkan mendekati normal dengan menggunakan transformasi gula darah. Gambar 2.14 Grafik Transformasi Gula Darah 54 Dari gambar terlihat bahwa histogram dari data yang sama telah ditransformasikan menjadi skala yang simetris. Pembuktian kesimetrisan data tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut: dari ditransformasikan ditemukan bahwa data yang telah dan SD = 1.02. Jadi di mana memberikan rentang bacaan gula darah berada di antara -2.17 dan 1.91 mmol/L. Dari data kembali dibuktikan bahwa 4 dari data berada di bawah -2.17 dan 3 berada di atas 1.91. Hal tersebut hampir sesuai dengan distribusi normal. Berdasarkan beberapa riset yang telah dilakukan, di antaranya pengecekan kembali bacaan gula darah yang telah ditransformasikan kepada 205 orang penderia Diabetes Mellitus, telah menunjukkan sebarang normal dengan skala simetris, dan hanya 2 dari 205 data yang diperoleh yang ditolak dari p-level dari 0.005 (di mana dari lebih 200 test yang dijalankan dengan p-level, hal ini akan selalu terjadi dan ini adalah hal yang sangat normal). 2.4.3 Fungsi Resiko Gula Darah Fungsi resiko yang akan menghitung setiap nilai resiko dari setiap level gula darah dari 1.1 sampai 33.3 mmol/L. 55 Gambar 2.15 Grafik Fungsi Resiko Transformasi Fungsi resiko yang akan digunakan merupakan sebuah fungsi kuadrat yang dihitung berdasarkan nilai gula darah yang telah ditransformasikan sebelumnya. r(BG) = 10[f(BG)]2 Keterangan: r(BG): Fungsi resiko gula darah f(BG): fungsi transformasi gula darah Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa fungsi trasnformasi gula darah, f(BG) mempunyai interval nilai yakni -√10 sampai dengan √10. Dan fungsi resiko gula darah, r(BG) mempunya interval nilai dari 0 sampai 100. r(BG) mempunyai nilai minumum 0 yang didapat apabila nilai f(BG) =0, atau dalam skala asli, BG = 6.25mmol/L. Sedangkan nilai maksimumnya diperoleh saat f(BG) = -√10, untuk BG = 1.1 mmol/L dalam skala asli (hipoglisemia ekstrim) dan f(BG) = √10, untuk BG = 33.3 mmol/L dalam skala asli 56 (hiperglisemia ekstrim). Dengan demikian r(BG) dapat diintepretasikan sebagai sebuah ukuran dari resiko tersebut berkaitan dengan BG level yang ada. Berdasarkan grafik di atas, bagian sebelah kiri dari parabola mengidentifikasikan resiko terkena hipoglisemia, dan bagian sebelah kanan mengidentifikasikan resiko terkena hiperglisemia. Perlu diketahui kembali bahwa karena dalam skala gula darah baru interval baik hipo maupun hiperglisemia simetris dengan 0, maka untuk fungsi resiko yang juga simetris akan memiliki tingkat sensitivitas yamg sama pada hipoglisemua dan hiperglisemia (mengingat pada skala asli, interval antara hipoglisemia dan hiperglisemia tidaklah sama). Gambar 2.16 Grafik Fungsi Resiko Non-Transformasi Sebagai perbandingan, Gambar 2.16 memperlihatkan r(BG) dalam skala asli. Dan seperti yang terlihat bahwa fungsi resiko dalam skala tersebut meningkat jauh lebih cepat dalam keadaan hipoglisemia dan tentu tidak sama sensitif antara hipoglisemia dan hiperglisemia. 57 Berdasarkan fungsi resiko gula darah, dapat diklasifikasikan 2 buah karakteristik dalam Glukometer. • LBGI / Low Blood Glucose Indices: ukuran frekuensi dan luas dari bacaan gula darah yang rendah, dan • HBGI / High Blood Glucosec Indices: ukuran frekuensi dan luas dari bacaan gula darah yang tinggi. 2.4.4 Indeks Resiko Gula Darah Untuk menilai resiko yang disebabkan oleh bacaan gula darah yang rendah dan bacaan gula darah yang tinggi secara terpisah, maka nilai yang rendah [di mana f(BG) < 0] harus dipisahkan daru nilai yang tinggi [di mana f(BG) > 0]. Atau dapat di simpulkan sebagai berikut. rl(BG) = r(BG) jika f(BG) < 0 dan 0 untuk lainnya rh(BG) = r(BG) jika f(BG) > 0 dan 0 untuk lainnya Perumusan untuk LBGI dan HBGI dapat didefinisikan sebagai berikut. 58 LBGI berdasarkan bagian kiri dari fungsi resiko gula darah, dan HBGI berdasarkan bagian kanan dari fungsi resiko gula darah. Guna dari LBGI sendiri adalah mengukur frekuensi dan tingkat bacaan gula darah yang rendah. Sedangkan HBGI untuk gula darah yang tinggi. Pada kesempatan yang lebih luas LBGI dan HBGI dapat diproses menjadi informasi lain yang juga berguna dengan menggunakan data medis yang lebih banyak seperti insulin, humulin dan sebagainya. 2.5 Perancangan Program Simulasi 2.5.1 Rekayasa Piranti Lunak Rekayasa Piranti Lunak menurut Fritz Bauer (Pressman, 1992, p23) adalah penetapn dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dalam rangka mendapatkan piranti lunak yang ekonomis yaitu terpecaya dan bekerja efisien pada mesin (komputer). Menurut Pressman (1992,p24), rekayasa piranti lunak mencakup 3 elemen yang mampu mengontrol proses pengembangan piranti lunak,yaitu: 1. Metode-metode (methods), menyediakan cara-cara teknis untuk membangun piranti lunak 2. Alat-alat bantu (tools) mengadakan dukungan otomatis atau semi otomatis untuk metodemetode seperti CASE (Computer Aided Software Engineering) yang 59 mengkombinasikan software, hardware, dan software engineering database. 3. Prosedur-prosedur (procedurs) merupakan pengembangan metode dan alat bantu. Dalam perancangan software dikenal istilah software life cycle yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan selama masa perancangan software. Menurut Dix (1997, p180), berikut adalah visualisasi dari kegiatan pada software life cycle model waterfall: 1. Spesifikasi kebutuhan (Requirement specification) Pada tahap ini, pihak pengembang dan konsumen mengidentifikasi apa saja fungsi-fungsi yang diharapkan dari sistem dan bagaimana sistem memberikan layanan yang diminta. Pengembang berusaha mengumpulkan berbagai informasi dari konsumen. 2. Perancangan arsitektur (Architectural design) Pada tahap ini, terjadi pemisahan komponen-komponen sistem sesuai dengan fungsinya masing-masing. 3. Detailed design Setelah memasuki tahap ini, pengembang memperbaiki deskripsi dari komponen-komponen dari sistem yang telah dipisah-pisah pada tahap sebelumnya. 60 4. Coding and unit testing Pada tahap ini, disain diterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman untuk dieksekusi. Setelah itu komponen-komponen dites apakah sesuai dengan fungsinya masing-masing. 5. Integration and testing Setelah tiap-tiap komponen dites dan telah sesuai dengan fungsinya, komponen-komponen tersebut disatukan lagi. Lalu sistem dites untuk memastikan sistem telah sesuai dengan kriteria yang diminta konsumen. 6. Pemeliharaan (maintenance) Setelah sistem diimplementasikan, maka perlu dilakukannya perawatan terhadap sistem itu sendiri. Perawatan yang dimaksud adalah perbaikan diimplementasikan. error yang ditemkan setelah sistem 61 Gambar 2.17 Software Life Cycle Model Waterfall 2.5.2 Rich Picture A. Tujuan Rich picture pada awalnya dikembangkan sebagai bagian dari Soft Systems Metodology yang diciptakan oleh Peter Checkland untuk mengumpulkan informasi tentag sebuah situasi yang rumit (Checkland, 1981; Checkland and Scholes, 1990). Ide untuk menggunakan gambar atau foto untuk berpikir tentang suatu masalah sangat umum untuk kasus problem solving atau metode berpikir kreatif (termasuk terapi), karena sesuai denga intuisinya, manusia dapat berkomunikasi dengan lebih mudah bila diekpresikan dengan simbol dibanding dengan kata-kata. Gambar dapat memunculkan sekaligus merekam pengartian yang mendalam terhadap sebuah situasi. Sementara itu dan teknik visualisasi yang 62 berbeda seperti visual brainstorming, manipulasi penggunaan ibarat dalam tulisan, telah dikembangkan sebelumnya, tetapi hanya memenuhi satu tujuan dari dua tujuan yang ada. (Garfield, 1976; McKim, 1980; Shone, 1984; Parker, 1990). Rich picture digambar pada masa pra-analisis, sebelum diketahui secara jelas bagian mana dari suatu situasi yang terbaik untuk dijadikan bagian dari suatu proses dan bagian mana dibuat sebagai sebuah struktur. Gambar 2.18 Contoh Rich Picture Rich picture atau yang juga dikenal sebagai rangkuman situasi digunakan untuk menggambarkan situasi yang rumit. Rich picture adalah suatu usaha untuk menggabungkan situasi yang sesungguhnya melalui representasi kartun secara bebas tentang semua ide mengenai layout, connections, relationships, pengaruh, sebab dan akibat, dan lain sebagainya. Seperti ide-ide objektif ini, rich picture 63 harus dapat menggambarkan elemen-elemen subjektif seperti karakter dan karakteristik, sudut pandang dan dugaan, semangat dan tingkah laku manusia. B. Elemen Pada umumnya rich picture terdiri dari beberapa elemen, yaitu: 1. Simbol bergambar; 2. Kata kunci; 3. Kartun; 4. Sketsa; 5. Simbol; 6. Judul. 2.5.3 Class Diagram Class diagram merupakan diagram yang selalu ada di permodelan sistem berorientasi objek. Class diagram menunjukkan hubungan antar class dalam sistem yang sedang dibangun dan bagaimana mereka saling berkolaborasi untuk mencapai suatu tujuan. Gambar 2.19 Contoh Class Diagram 2.5.4 Use Case Diagram 64 Use Case menunjukkan hubungan interaksi antara aktor dengan use case di dalam suatu sistem (Mathiassen, 2000, p343) yang bertujuan untuk menentukan bagaimana aktor berinteraksi dengan sebuah sistem. Aktor adalah orang atau sistem lain yang berhubungan dengan sistem. Ada tiga simbol yang mewakili komponen sistem seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.20 Notasi Use Case Diagram Menurut Schneider dan Winters, ada lima hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan diagram use case (Schneider dan Winters, 1997, p26): 1. Aktor: segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem dan melaksanakan use case yang terkait. 2. Precondition: kondisi awal yang harus dimiliki aktor untuk masuk ke dalam sistem untuk terlibat dalam suatu use case. 3. Postcondition: kondisi akhir atau hasil apa yang akan diterima oleh aktor setelah menjalankan suatu use case. 65 4. Flow of Events: kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada sebuah proses use case. 5. Alternative Paths: kegiatan yang memberikan serangkaian kejadian berbeda yang digunakan dalam Flow of Events. 2.5.5 Sequence Diagram Menggambarkan bagaimana objek berinteraksi satu sama lain melalui pesan pada pelaksanaan use case atau operasi. Diagram sequence mengilustrasikan bagaimana pesan dikirim dan diterima antar objek secara berurutan. (Whitten et. al., 2004, p441). Beberapa notasi diagram sequence terlihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.21 Notasi Sequence Diagram 2.5.6 Activity Diagram 66 Menurut Whitten et. al. (2004, p442) diagram activity digunakan untuk menggambarkan urutan aliran kegiatan-kegiatan dari sebuah proses bisnis atau sebuah use case. Diagram ini juga dapat digunakan untuk memodelkan aksi dan hasil ketika operasi berlangsung. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini: Gambar 2.22 Notasi Activity Diagram 2.5.7 Interaksi Manusia dan Komputer Menurut Shneiderman (1998, p4), Interaksi manusia dan komputer merupakan disiplin ilmu yang berhubungan dengan, perancangan, evaluasi, dan implementasi sistem komputer interaktif untuk digunakan oleh manusia, serta studi fenomena-fenomena besar yang berhubungan dengannya. Pada interaksi manusia dan komputer ditekankan pada pembuatan antarmuka pemakai (user interface), dimana user interface yang dibuat 67 diusahakan sedemikian rupa sehingga seorang user dapat dengan baik dan nyaman menggunakan aplikasi perangkat lunak dibuat. Antar muka pemakai (user interface) adalah bagian sistem komputer yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer. Tujuan antar muka pemakai adalah agar sistem komputer dapat digunakan oleh pemakai (user interface), istilah tersebut digunakan untuk menunjuk kepada kemampuan yang dimiliki oleh piranti lunak atau program aplikasi yang mudah dioperasikan dan dapat membantu menyelesaikan suatu persoalan dengan hasil yang sesuai dengan keinginan pengguna, sehingga pengguna merasa betah untuk mengoperasikan program tersebut. A. Program Interaktif Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user friendly. (Scheiderman, p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu program yang user friendly, yaitu: 1. Waktu belajar yang tidak lama; 2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat; 3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah; 4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu; 5. Kepuasan pribadi. 68 B. Pedoman Merancang User Interface Beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu program, guna mendapatkan suatu program yang user friendly yaitu: 1. Delapan aturan emas (Eight Golden Rules) Untuk merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan delapan aturan emas dalam perancangan antarmukan, seperti: strive for consistency (konsisten dalam merancang tampilan), enable frequent user to use shorcuts (memungkinkan pengguna menggunakan shortcuts secara berkala), offer informative feed back (memberikan umpan balik yang informatif), design dialogs to yield closure (merancang dialog untuk menghasilkan keadaan akhir), offer simple error handling (memberikan penanganan kesalahan), permit easy reversal of actions (mengijinkan pembalikan aksi dengan mudah), support internal locus of control (mendukung pengguna menguasai sistem), dan reduce short-term memory load (mengurangi beban jangka pendek pada pengguna). 2. Teori waktu respon Waktu respon dalam sistem komputer menurut (Scheiderman, p352) adalah jumlah detik dari saat pengguna program memulai aktifitas sampai menampilkan hasilnya di layar atau printer. Beberapa pedoman yang disarankan: pemakai lebih menyukai waktu respon yang pendek, waktu respon yang panjang mengganggu, waktu 69 respon yang pendek menyebabkan waktu pengguna berpikir lebih pendek, waktu respon harus sesuai denga tugasnya, dan pemakai harus diberi tahu mengenai penundaan yang panjang.