ANALISIS PEMBELIAN IKAN SEGAR DAN IKAN OLAHAN PADA

advertisement
Jur. Ilm. Kel. & Kons., Januari 2017, p : 59-70
ISSN : 1907 – 6037 e-ISSN : 2502 – 3594
Vol. 10, No.1
DOI: http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2017.10.1.59
ANALISIS PEMBELIAN IKAN SEGAR DAN IKAN OLAHAN
PADA IBU BEKERJA DAN IBU TIDAK BEKERJA
Tevi Karuniawati1*), Arif Satria2 dan Lilik Noor Yuliati3
1 Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Gd Mina Bahari III Lt. 4 Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat
10110, Indonesia
2 Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor, Bogor 16680, Indonesia
3 Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680,
Indonesia
*) Email:
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi pembelian ikan pada ibu bekerja dan tidak
bekerja di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Responden berjumlah 200 orang yang dipilih secara purposive. Data
penelitian dikumpulkan dengan wawancara dan dianalisis dengan menggunakan analisis konjoin, Fishbein, dan
Logit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bekerja maupun ibu tidak bekerja lebih mementingkan kondisi ikan
dibandingkan dengan jenis ikan. Pengetahuan ibu bekerja dan tidak bekerja relatif sama mengenai kandungan,
jenis, dan cara pengolahan ikan. Sikap ibu bekerja dan tidak bekerja juga sama, yaitu lebih memilih ikan segar
dibandingkan dengan ikan olahan. Pembelian ikan segar dan ikan olahan dilihat dari frekuensi dan kuantitas
pembelian. Faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian ikan segar adalah pengeluaran keluarga, preferensi,
dan pengetahuan. Sementara itu, frekuensi pembelian ikan olahan dipengaruhi oleh pendidikan, besar keluarga,
dan sikap. Selanjutnya, faktor yang memengaruhi kuantitas pembelian ikan segar adalah pengeluaran keluarga,
sedangkan kuantitas pembelian ikan olahan dipengaruhi oleh besar keluarga.
Kata kunci: konsumsi ikan, pembelian ikan, pengetahuan, preferensi, sikap
Analysis of Fresh and Processed Fish Purchasing of Working Mothers and
Housewifes
Abstract
This research aimed to analyze the factors that influence fresh and processed fish purchasing of working mothers
and housewives in Bogor City, West Java. This research involved 200 peoples that were selected purposively.
Data were collected by interview and were analyzed by conjoint, Fishbein, and Logit analysis. The result showed
that both working mothers and housewives more concerned about fish condition rather than fish types. The
knowledge about content, type, and processing of fish of both working mothers and housewives were relatively
similar. The attitude of both working mothers and housewives was same. Both of them prefer fresh fish rather than
processed fish. Purchasing of fresh and processed fish was measured by the frequency and quantity of
purchasing. The factors that affect the frequency of fresh fish purchasing were family expenditure, preference, and
knowledge, while the frequency of processed fish purchasing was influenced by education, family size, and
attitude. Furthermore, the factors that affect the quantity of fresh fish purchasing were family expenditure, while
the quantity of processed fish purchasing was influenced by family size.
Keywords: attitude, fish consumption, fish purchase, knowledge, preference
PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan pangan yang memiliki
keunggulan dibandingkan dengan bahan
pangan lainnya (Ditjen PDSPKP, 2015).
Penelitian yang telah dilakukan, baik di
Indonesia maupun luar negeri membuktikan
bahwa ikan memiliki kandungan gizi esensial
yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan
kecerdasan, yaitu protein, karbohidrat, vitamin,
mineral, serta asam lemak omega 3, 6 dan 9.
Penelitian Soccol dan Oetterer (2003) dan
Susanto dan Fahmi (2012) menyebutkan
bahwa ikan kaya akan gizi yaitu protein, mineral
dan lemak, serta penghasil terbesar asam
lemak
omega
3
(PUFA),
khususnya
eicosapentaenoic (EPA) dan docosahexaenoic
(DHA) yang bermanfaat bagi kesehatan.
Berdasarkan kandungan gizi dan manfaat dari
ikan, upaya peningkatan konsumsi ikan menjadi
hal penting untuk terus dilakukan secara
60
KARUNIAWATI, SATRIA, & YULIATI
berkesinambungan.
Upaya
peningkatan
konsumsi ikan tidak saja menjadi perhatian
Bangsa Indonesia. Negara-negara belahan
dunia lain juga melaksanakan berbagai upaya
untuk meningkatkan konsumsi ikan per kapita
penduduknya. Jepang dan Amerika adalah
contoh negara yang meningkatkan konsumsi
ikan penduduknya (Ditjen PDSPKP, 2015).
Sokib, Palupi, dan Suharjo (2012) menyatakan
bahwa Indonesia sangat berpeluang untuk
menjadikan ikan sebagai sumber protein utama
sebagai upaya untuk meningkatkan gizi
masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia
memiliki potensi ikan yang melimpah, baik dari
hasil tangkapan maupun dari hasil budidaya.
Realisasi produksi perikanan tangkap pada
tahun 2014 adalah sebanyak 6.200.180 ton.
Capaian tersebut terdiri atas produksi
perikanan laut sebanyak 5.779.990 ton dan
perikanan umum darat (PUD) sebanyak
420.190 ton. Pencapaian produksi perikanan
budidaya di Indonesia pada tahun 2014
sebesar 14,52 juta ton. Sementara itu, jumlah
produk olahan hasil perikanan tahun 2014
sebesar 5,37 juta ton yang terdiri dari jumlah
produk olahan Unit Pengolah Ikan (UPI) skala
UMKM sebesar 3,61 juta ton dan jumlah produk
olahan UPI skala besar sebesar 1,76 juta ton
(KKP, 2014).
Potensi produksi perikanan tersebut seharusnya mampu meningkatkan konsumsi ikan di
Indonesia. Namun, besarnya potensi perikanan
Indonesia tidak diikuti dengan tingkat konsumsi
ikan dalam negeri yang tinggi pula. Pada tahun
2014, tingkat konsumsi ikan di Indonesia
sebesar 37,89 kg/kapita (KKP, 2014). Tingkat
konsumsi ikan di Indonesia masih berada di
bawah tingkat konsumsi ikan di beberapa
negara (Sokib, Palupi, & Suharjo, 2012).
Tingkat konsumsi ikan pada tahun 2009 di
Jepang adalah 110 kg/kap, Korea Selatan
sebesar 85 kg/kapita, Amerika Serikat sebesar
80 kg/kapita, Singapura sebesar 80 kg/kapita,
Hongkong sebesar 85 kg/kapita, dan Malaysia
sebesar 45 kg/kapita.
Berdasarkan kajian Ditjen PDSPKP (2015),
penyebab dari rendahnya konsumsi ikan adalah
kurangnya pasokan ikan yang kontinyu dan
bermutu; kurangnya sarana penjualan ikan
yang representatif, bersih, dan sesuai dengan
keinginan konsumen; belum berkembangnya
sistem logistik dan distribusi ikan yang mampu
mengirimkan ikan dari daerah produsen sampai
ke konsumen di daerah pelosok maupun
pegunungan; dan juga kurangnya ketersediaan
variasi menu maupun olahan ikan di pasar.
Selain itu, konsumsi ikan antarwilayah di
Jur. Ilm. Kel. & Kons.
Indonesia belum merata. Wilayah Indonesia
Bagian Timur yang antara lain terdiri atas
daerah di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua
diketahui memiliki tingkat konsumsi ikan lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah di
Indonesia Bagian Barat, khususnya Pulau
Jawa.
Rendahnya
konsumsi
ikan
masyarakat
Indonesia juga ditunjukkan oleh rendahnya
permintaan produk perikanan. Beberapa
penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang informasi kandungan gizi
dan manfaat makan ikan dan masih terdapat
persepsi yang salah tentang ikan di
masyarakat. Persepsi tersebut antara lain
makan ikan menyebabkan anak cacingan, air
susu ibu menjadi amis, dapat menimbulkan
alergi, dan gatal-gatal. Selain itu, preferensi
masyarakat terhadap ikan masih belum banyak
dikaji, sehingga belum diketahui jenis dan
bentuk ikan yang disukai oleh masyarakat.
Menurut Harlin (2008), pengukuran terhadap
preferensi konsumen sangat penting dilakukan
karena sebagai dasar untuk menarik minat
konsumen terhadap suatu produk tertentu dan
sebagai
acuan
dalam
mengembangkan
program yang dapat meningkatkan loyalitas
konsumen. Berdasarkan hal tersebut dapat
dikatakan bahwa pengukuran tingkat preferensi
konsumen berkaitan dengan pengukuran
faktor-faktor
yang
membentuk
sebuah
preferensi konsumen.
Sikap masyarakat terhadap ikan juga menjadi
hal yang perlu dikaji. Sikap menjadi salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ibu
dalam menyediakan ikan sebagai menu
keluarga (Waysima et al., 2011a). Hasil
penelitian Waysima et al. (2011b) juga
menyebutkan bahwa sikap afektif ibu terhadap
ikan
laut
berpengaruh
nyata
dalam
meningkatkan
apresiasi
anak
untuk
mengonsumsi ikan laut. Konsumsi ikan sangat
bermanfaat dan sangat baik bagi kesehatan.
Hal ini merupakan pertimbangan utama bagi
ibu dalam pemenuhan gizi keluarga.
Kegiatan memasak makanan berbahan ikan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
penyajiannya sehingga kurang diminati oleh ibu
bekerja yang mempunyai waktu terbatas dalam
menyiapkan menu bagi keluarga. Meskipun
demikian, kandungan gizi ikan yang sangat baik
bagi kesehatan membuat ibu bekerja memilih
alternatif ikan olahan sebagai pengganti ikan
segar. Produksi ikan olahan yang biasa
ditemukan meliputi ikan asin kering/tawar, ikan
pindang, ikan peda, ikan presto, ikan kaleng,
ikan beku, ikan asap, dan fish jelly. Menurut
Vol. 10, 2017
PEMBELIAN IKAN SEGAR DAN IKAN OLAHAN 61
Salaa (2015), peran ibu rumah tangga yang
bekerja di luar sebagai pencari nafkah ternyata
tidak meninggalkan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai seorang istri dan seorang ibu
dalam keluarganya sehingga perilaku ibu
menyediakan ikan dalam menu keluarga
didasarkan bahwa ibu sebagai penentu menu
keluarga (Sumarwan, 2014). Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor
yang memengaruhi pembelian ikan segar dan
ikan olahan pada ibu bekerja dan ibu tidak
bekerja.
METODE
Penelitian ini menggunakan desain cross
sectional dengan metode survei. Penelitian
dilakukan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei
sampai dengan bulan Juni tahun 2016.
Responden pada penelitian ini adalah ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja di Kota Bogor
dengan jumlah responden masing-masing 100
orang. Responden dipilih secara purposive
dengan kriteria sudah menikah, merupakan
penentu menu dalam keluarga, dan melakukan
pembelian ikan dalam sebulan terakhir.
Data primer dalam penelitian ini meliputi
karakteristik demografi, preferensi, persepsi,
pengetahuan, sikap, dan perilaku pembelian
ikan segar dan ikan olahan. Data ini
dikumpulkan melalui wawancara dengan
bantuan kuesioner.
Karakteristik
ekonomi
sosial
demografi
resonden meliputi usia, pendidikan terakhir,
pekerjaan, pengeluaran keluarga, dan besar
keluarga. Usia
responden
dikategorikan
menjadi dewasa awal (18-40 tahun), dewasa
madya (40-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60
tahun).
Pendidikan
responden
diukur
berdasarkan pendidikan formal terakhir yang
telah ditempuh, terdiri atas SD, SMP, SMA,
Diploma, S1, dan S2. Pekerjaan responden
adalah jenis pekerjaan yang sehari-hari
dilakukan oleh responden untuk mendapatkan
penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup,
terdiri atas PNS/TNI, karyawan swasta, ibu
rumah tangga, buruh, wirausahawan/dagang,
dan profesi (dokter, bidan, guru).
Pengeluaran
keluarga
diukur
dengan
menggunakan skala interval AC Nielsen. Besar
keluarga responden dikategorikan menjadi
keluarga kecil (1-4 orang), sedang (5-6 orang),
dan besar (≥7 orang). Pengeluaran keluarga
per bulan adalah besarnya uang yang
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga
dalam
sebulan.
Selanjutnya
pengeluaran keluarga dikelompokkan menjadi
kurang dari Rp700.000; Rp700.001 sampai
dengan Rp1.000.000; Rp1.000.001 sampai
dengan Rp1.500.000; Rp1.500.001 sampai
dengan Rp2.000.000; Rp2.000.001 sampai
dengan Rp3.000.000; Rp3.000.001 sampai
dengan
Rp5.000.000;
dan
lebih
dari
Rp5.000.000.
Preferensi dalam penelitian ini merujuk pada
tingkat kesukaan responden terhadap berbagai
kombinasi atribut ikan segar dan ikan olahan
(habitat/jenis
ikan
dan
kondisi
ikan).
Pengukuran preferensi menggunakan sistem
skoring dengan memberi skor antara 1 sampai
dengan 10 kepada masing-masing kombinasi
atribut yang diajukan. Skor 1 adalah nilai
terendah (tidak suka) dan skor 10 adalah nilai
tertinggi (sangat suka).
Sementara itu, pengetahuan dalam penelitian
ini merujuk pada semua informasi mengenai
produk yang tersimpan dalam memori jangka
panjang responden. Pengetahuan diukur
dengan 10 pertanyaan. Pertanyaan terdiri atas
lima pertanyaan benar dan salah serta lima
pertanyaan pilihan ganda. Pertanyaan meliputi
pengetahuan mengenai habitat ikan, jenis ikan,
manfaat mengonsumsi ikan, dan cara
pengolahan ikan. Total skor pengetahuan
diperoleh dari hasil penjumlahan skor 10
pertanyaan pengetahuan.
Sikap dalam penelitian ini merujuk pada
tindakan responden yang dipengaruhi oleh
perasaan, pengetahuan/ kepercayaan dan
kebiasaan perilaku. Variabel sikap diukur
dengan 8 pertanyaan dan total skor sikap
diperoleh
melalui
penjumlahan
delapan
pertanyaan sikap. Pengukuran sikap menggunakan Skala Likert yang terdiri atas lima
peringkat, yaitu 5=sangat setuju, 4=setuju,
3=netral/ragu-ragu, 2=tidak setuju, 1=sangat
tidak setuju.
Data yang telah dikumpulkan diolah dan
dianalisis dengan analisis deskriptif, konjoin,
Fishbein, dan logit. Analisis deskriptif dilakukan
untuk menganalisis karakteristik ekonomi dan
sosial demografi. Analisis Konjoin untuk
menganalisis preferensi terhadap atribut ikan.
Analisis Fishbein digunakan untuk mengetahui
sikap responden terhadap ikan segar dan ikan
olahan. Selanjutnya, analisis logit untuk
menganalisis
variabel-variabel
yang
berpengaruh terhadap pembelian ikan segar
dan ikan olahan pada ibu bekerja dan ibu tidak
bekerja.
62
KARUNIAWATI, SATRIA, & YULIATI
Jur. Ilm. Kel. & Kons.
HASIL
Tabel 2 Sebaran
responden
berdasarkan
preferensi terhadap ikan segar dan ikan
olahan
Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari satu per
tujuh (>70,0%) ibu bekerja dan tidak bekerja
temasuk usia dewasa awal. Lebih dari
setengah (>50,0%) ibu bekerja dan tidak
bekerja pendidikan terakhirnya adalah S1.
Selanjutnya, sebanyak 30,0 persen ibu bekerja
sebagai karyawan swasta. Pada kelompok ibu
bekerja, persentase terbesar (31,0%) untuk
pengeluaran keluarga adalah lebih dari
Rp5.000.000 per bulan sedangkan pada
kelompok ibu tidak bekerja sebanyak 32,0
persen memiliki pengeluaran keluarga antara
Rp3.000.000 sampai dengan Rp5.000.000 per
bulan. Temuan penelitian lainnya adalah
sebanyak setengah ibu bekerja dan ibu tidak
bekerja memiliki jumlah anggota keluarga
antara satu hingga empat orang atau termasuk
keluarga kecil (Tabel 1).
Tabel 1 Sebaran karakteristik responden
Karakteristik
Status pekerjaan ibu
Bekerja
Tidak
(%)
Bekerja (%)
Usia
18-40 tahun
41-60 tahun
>60 tahun
Jumlah
Tingkat Pendidikan
Sekolah Dasar
Sekolah menengah
Pertama
Sekolah Menengah Atas
Diploma
Strata 1
Strata 2
Jumlah
Jenis Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga
Karyawan swasta
PNS/TNI
Profesi (Dokter/bidan)
Wirausaha/dagang
Jumlah
Pengeluaran keluarga/bulan
<700.000
700.001-1.000.000
1.000.001-1.500.000
1.500.001-2.000.000
2.000.001-3.000.000
3.000.001-5.000.000
>5.000.000
Jumlah
Jumlah anggota
keluarga
1-4 orang
5-6 orang
>6 orang
Jumlah
79,0
21,0
0,0
100,0
74,0
25,0
1,0
100,0
0,0
3,0
1,0
6,0
7,0
19,0
58,0
15,0
100,0
15,0
20,0
55,0
1,0
100,0
0,0
30,0
41,0
13,0
16,0
100,0
100,0
0,0
0,0
0,0
0,0
100,0
0,0
6,0
9,0
9,0
22,0
23,0
31,0
100,0
0,0
6,0
12,0
15,0
15,0
32,0
20,0
100,0
55,0
39,0
6,0
100,0
52,0
45,0
3,0
100,0
Status Pekerjaan Ibu
Bekerja
Tidak bekerja
Nilai Kepentingan Taraf (NKT)
Habitat/jenis
Tawar
-0.1933
-0.1900
Laut
0.1933
0.1900
Kondisi
Hidup
-0.1017
0.0900
Dibersihkan
0.4233
0.4550
Diolah
-0.3217
-0.5450
Nilai Relatif Penting (NRP)
Habitat/jenis
Tawar
34.168
27.536
Laut
Kondisi
Hidup
Dibersihkan
65.832
72.464
Diolah
Atribut
Hasil analisis uji beda t-test menemukan bahwa
terdapat perbedaan nyata dan signifikan
(p=0,000) antara pendidikan ibu bekerja
dengan ibu tidak bekerja, yaitu pendidikan ibu
bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
tidak bekerja. Sementara itu, tidak ditemukan
perbedaan nyata dan signifikan (p>0,05)
berkaitan dengan usia, pengeluaran keluarga
per bulan, dan jumlah anggota keluarga anta
ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
Preferensi terhadap Ikan Segar dan Ikan
Olahan
Kotler
(1997)
mendefinisikan
preferensi
konsumen sebagai pilihan suka atau tidak suka
yang dilakukan oleh seseorang terhadap
produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi.
Hasil analisis konjoin menunjukkan bahwa ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja lebih mementingkan atribut kondisi ikan dibandingkan
dengan atribut habitat/jenis ikan. Perbedaan
hasil analisis preferensi antara ibu bekerja dan
ibu tidak bekerja terletak pada besarnya nilai
relatif penting (NRP) dan nilai kepentingan taraf
(NKT). NRP dan NKT dapat dilihat pada
Tabel 2.
Pengetahuan terhadap Ikan Segar dan Ikan
Olahan
Berdasarkan hasil analisis, tingkat pengetahuan
ibu bekerja terhadap ikan segar termasuk
dalam kategori sedang (49,0%) dan baik
(49,0%). Selanjutnya, tingkat pengetahuan ibu
bekerja terhadap ikan olahan termasuk dalam
kategori baik (83,0%). Sementara itu, tingkat
pengetahuan ibu yang tidak bekerja terhadap
Vol. 10, 2017
PEMBELIAN IKAN SEGAR DAN IKAN OLAHAN 63
ikan segar (60,0%) dan ikan olahan (80,0%)
termasuk dalam kategori baik. Hasil analisis uji
beda t-test menunjukkan tidak terdapat
perbedaan nyata dan signifikan antara
pengetahuan tentang ikan segar dan ikan
olahan pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
Sikap terhadap Ikan Segar dan Ikan Olahan
Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 3
menunjukkan bahwa ibu bekerja dan tidak
bekerja mempunyai sikap yang sama yaitu
lebih menyukai ikan segar dibandingkan
dengan ikan olahan. Hal ini terlihat dari nilai
rata-rata analisis Fishbein sikap terhadap ikan
segar (ibu bekerja=57,2; ibu tidak bekerja=50,1)
yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
rata-rata sikap terhadap ikan olahan (ibu
bekerja=33,8;
ibu
tidak
bekerja=29,6).
Selanjutnya, hasil uji beda t-test menemukan
tidak ada perbedaan nyata antara sikap
terhadap ikan segar pada ibu bekerja dan tidak
bekerja. Namun, perbedaan nyata ditunjukkan
antara sikap terhadap ikan olahan pada ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja (p=0,001), yaitu
sikap ibu bekerja terhadap ikan olahan lebih
tinggi penerimaannya dibandingkan dengan ibu
tidak bekerja.
Pembelian Ikan Segar dan Ikan Olahan
Pembelian ikan segar dan ikan olahan pada ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja dihitung
berdasarkan frekuensi (per bulan) dan kuantitas
pembelian ikan (per transaksi). Hasil penelitian
menemukan hampir setengah ibu bekerja
(42,0%) dan ibu tidak bekerja (42,0%) membeli
ikan segar sebanyak 4-8 kali per bulan.
Selanjutnya, persentase tertinggi frekuensi
pembelian ikan olahan oleh ibu bekerja (68,0%)
dan ibu tidak bekerja (61,0%) adalah kurang
dari empat kali per bulan.
Tabel 3 Hasil analisis Fishbein pada sikap
responden terhadap ikan segar dan
ikan olahan
Analisis
Ikan
segar
Nilai
Ikan
olahan
Nilai
1
2
3
4
1
2
3
4
Ibu Bekerja
A
B
3,8
3,9
3,9
3,9
3,9
3,7
3,7
3,4
57,2
3,0
2,7
2,5
2,5
2,7
3,3
3,3
2,7
33,8
Ibu Tidak Bekerja
A
B
3,5
3,5
3,6
3,5
3,9
3,4
3,2
3,2
50,1
2,7
2,6
2,5
2,5
2,6
2,9
2,9
2,5
29,6
Keterangan: A: Keyakinan, B: Evaluasi
Tabel 4 Sebaran
responden
berdasarkan
frekuensi dan kuantitas pembelian ikan
segar dan ikan olahan
Status Pekerjaan Ibu
Bekerja (%)
Tidak Bekerja (%)
IS
IO
IS
IO
Frekuensi Pembelian per Bulan
< 4 kali
35,0
68,0
28,0
61,0
4-8 kali
42,0
23,0
42,0
23,0
9-12 kali
16,0
7,0
19,0
4,0
13-16 kali
2,0
2,0
10,0
10,0
>17 kali
5,0
0,0
1,0
2,0
Jumlah
100,0 100,0
100,0
100,0
Kuantitas Pembelian per Transaksi
<1,0 kg
41,0
67,0
39,0
79,0
1,1-2,0 kg
54,0
28,0
53,0
18,0
2,1-3,0 kg
4,0
4,0
5,0
1,0
>3,0 kg
1,0
1,0
3,0
2,0
Jumlah
100,0 100,0
100,0
100,0
Kategori
Keterangan: IS: Ikan segar; IO: Ikan olahan
Berdasarkan kuantitasnya, lebih dari setengah
ibu bekerja (54,0%) dan ibu tidak bekerja
(53,0%) membeli ikan segar sebanyak 1,1-2
kilogram. Sementara itu, sebanyak 67,0 persen
ibu bekerja dan 79,0 persen ibu tidak bekerja
membeli ikan olahan kurang dari 1 kilogram per
transaksi (Tabel 4). Hasil analisis uji beda t
menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan
nyata dan signifikan (p>0,05) dalam frekuensi
pembelian ikan segar pada ibu bekerja dan ibu
tidak bekerja. Namun terdapat perbedaan nyata
dan signifikan (p=0,04) dalam frekuensi
pembelian ikan olahan pada ibu bekerja dan ibu
tidak bekerja. Hasil uji beda t test juga
menemukan tidak terdapat perbedaan nyata
dan signifikan (p>0,05) antara kuantitas
pembelian ikan segar dan ikan olahan pada ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja.
Faktor yang Memengaruhi Pembelian Ikan
Segar dan Ikan Olahan
Analisis logit dilakukan untuk menganalisis
variabel yang berpengaruh terhadap perilaku
pembelian ikan segar dan ikan olahan. Variabel
independen yang diuji adalah variabel sosial
demografi responden, preferensi terhadap ikan
segar dan ikan olahan, pengetahuan tentang
ikan segar dan ikan olahan, dan sikap terhadap
ikan segar dan ikan olahan. Variabel sosial
demografi
meliputi
usia,
pendidikan,
pengeluaran keluarga, besar keluarga dan
status pekerjaan. Variabel dependennya adalah
frekuensi dan kuantitas pembelian ikan segar
dan ikan olahan. Variabel dengan nilai
signifikansi kurang dari 0,05 merupakan
variabel yang signifikan memengaruhi variabel
dependen pada selang kepercayaan 5,0
persen.
64
KARUNIAWATI, SATRIA, & YULIATI
Jur. Ilm. Kel. & Kons.
Tabel 5 Variabel yang berpengaruh pada perilaku pembelian ikan segar dan ikan olahan
Variabel
Frekuensi Pembelian Ikan Segar
- Pengeluaran Rp700.000,00Rp1.000.000,00
- Preferensi suka
- Pengetahuan baik
Frekuensi
Pembelian
Ikan
Olahan
- Pendidikan SD
- Pendidikan SMP
Estimate
Std.
Error
Wald
Df
95% Confidence Interval
Sig
Lower
Upper
bound
bound
-1,552
0,757
4,198
1
0,040
-3,037
-0,067
-0,710
-0,644
0,319
-0,306
4,975
4,436
1
1
0,026
0,035
-1,335
-1,243
-0,086
-0,045
3,219
3,326
1,553
1,069
4,296
9,691
1
1
0,038
0,002
0,175
1,232
6,262
5,421
- Besar keluarga (1-4 orang)
-2,793
0,778
12,900
1
0,000
-4,317
-1,269
- Besar keluarga (5-6 orang)
-2,512
0,756
11,036
1
0,001
-3,994
-1,030
- Sikap
Kuantitas Pembelian Ikan Segar
- Pengeluaran Rp700.000,00Rp1.000.000,00/bulan
- Pengeluaran Rp1.000.000,00Rp1.500.000,00/bulan
Kuantitas
Pembelian
Ikan
Olahan
- Besar keluarga (1-4 orang)
-1,901
0,653
8,460
1
0,004
-3,181
-0,620
-1,467
0,638
5,298
1
0,021
-2,717
-0,218
-1,228
0,474
6,719
1
0,010
-2,156
-0,299
-1,283
0,645
3,957
1
0,047
-2,546
-0,019
Hasil analisis logit memperlihatkan bahwa
faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
frekuensi pembelian ikan segar adalah
pengeluaran keluarga antara Rp700.000,00
sampai dengan Rp1.000.000,00 per bulan,
preferensi sedang ter-hadap ikan segar, dan
pengetahuan sedang mengenai ikan segar
(Tabel 5). Sementara itu, variabel yang
berpengaruh pada frekuensi pembelian ikan
olahan adalah ibu dengan pendidikan SD,
pendidikan SMP, keluarga kecil, keluarga
sedang, dan sikap terhadap ikan olahan yang
kurang baik. Ibu dengan pendidikan setingkat
SD dan SMP lebih berpeluang 3,219 dan
3,326 kali lebih sering melakukan pembelian
ikan olahan. Selanjutnya ibu dengan jumlah
anggota keluarga kecil (1-4 orang) dan
keluarga sedang (4-6 orang) berpeluang lebih
rendah dalam frekuensi pembelian ikan
olahan. Ibu dengan sikap terhadap ikan olahan
kurang baik berpeluang lebih rendah dalam
frekuensi pembelian ikan olahan.
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan
pada Tabel 5, variabel yang berpengaruh
terhadap kuantitas ikan segar yang dibeli
adalah pengeluaran antara Rp700.000,00
sampai dengan Rp1.000.000,00 per bulan dan
juga pengeluaran antara Rp1.000.000,00
sampai dengan Rp1.500.000,00 per bulan .
Pengeluaran rumah tangga per bulan tersebut
berpeluang membeli ikan segar dalam
kuantitas lebih rendah. Variabel yang
berpengaruh terhadap kuantitas ikan olahan
yang dibeli adalah jumlah anggota keluarga.
Keluarga kecil (1-4 orang) mempunyai peluang
lebih sedikit membeli ikan olahan.
PEMBAHASAN
Preferensi dapat didefinisikan sebagai pilihan
suka atau tidak suka terhadap suatu
barang/jasa
yang
dikonsumsi.
Menurut
Adiyoga dan Nurmalinda (2012) dan Cerda et
al. (2012), karakteristik kualitas suatu produk
yang diinginkan konsumen dapat diperoleh
melalui
pengkajian
terhadap
perilaku
konsumen berdasarkan pendekatan konsep
atribut produk. Analisis konjoin secara luas
telah
digunakan
dalam
menganalisis
preferensi konsumen di sektor pertanian dan
pangan, misalnya untuk sagu (Palembang,
2015), buah jeruk (Herista, 2015), dan cabai
keriting (Endiyani, 2014).
Atribut pada penelitian ini meliputi habitat/jenis
ikan (ikan tawar dan ikan laut) dan kondisi ikan
(hidup/mati, sudah dibersihkan, sudah diolah).
Menurut Harlin (2008), terjadinya perubahan
preferensi konsumen dapat ditunjukkan
dengan semakin banyaknya atribut suatu
produk yang harus dievaluasi. Hasil analisis
konjoin menunjukkan bahwa ibu bekerja dan
ibu tidak bekerja lebih mementingkan atribut
kondisi ikan dibandingkan dengan atribut
habitat/jenis ikan. Hal ini tidak sesuai dengan
Vol. 10, 2017
penelitian Lebiedzinska et al. (2006) dan
Obiero et al. (2014) yang menyebutkan bahwa
atribut yang diutamakan oleh konsumen
adalah kualitas produk secara keseluruhan,
kemudahan mendapatkan, dan rasa.
Ibu bekerja dan ibu tidak bekerja berpendapat
bahwa ikan tawar dan ikan laut mempunyai
kandungan gizi yang sama baik sehingga jenis
ikan tidak menjadi prioritas utama ketika
membeli ikan. Ibu bekerja lebih menyukai ikan
dengan kondisi sudah dibersihkan. Ibu
mengutamakan untuk membeli ikan yang
sudah dibersihkan oleh penjual ikan. Ikan
tersebut telah dibersihkan dari sisik, insang,
dan bagian perut sehingga ibu tidak perlu
repot membersihkan ikan sesampainya di
rumah. Ikan yang dibeli dengan kondisi sudah
bersih akan menghemat waktu ibu untuk
mengolah dan menyajikan sebagai menu bagi
keluarganya. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Matlabi et al. (2013) yang
menyebutkan bahwa kemudahan untuk
mempersiapkan dan memasak ikan menjadi
salah satu faktor yang memengaruhi konsumsi
ikan selain faktor aroma dan rasa ikan dan
juga ketakutan terhadap tulang ikan.
Alasan lain yang menyebabkan ibu bekerja
dan ibu tidak bekerja lebih menyukai ikan
segar daripada ikan olahan adalah karena ikan
segar lebih enak rasanya. Ikan segar
mengandung
nutrisi
yang
lebih
baik
dibandingkan dengan ikan olahan dan dapat
disajikan menjadi beraneka jenis masakan.
Aneka jenis masakan ikan segar membuat
anggota keluarga lebih berminat untuk
mengonsumsi ikan. Hal inilah yang membuat
preferensi kedua kelompok ibu lebih baik
terhadap ikan segar dibandingkan dengan ikan
yang sudah diolah.
Ibu bekerja dan ibu tidak bekerja lebih
menyukai ikan laut dibandingkan dengan ikan
tawar. Meskipun harga ikan laut relatif lebih
mahal dibandingkan dengan ikan tawar.
Penyebabnya terletak pada perbedaan rasa.
Rasa ikan tawar hasil tangkapan maupun
budidaya biasanya seperti berbau lumpur. Hal
ini terjadi karena pada habitat ikan tawar
banyak terdapat lumut yang merupakan
makanan ikan sehingga daging ikan menjadi
berbau lumpur.
Kesamaan preferensi antara ibu bekerja dan
tidak bekerja ini disebabkan oleh adanya
kesamaan pengetahuan dan budaya. Suku ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja yang menjadi
responden sebagian besar adalah Suku Jawa
dan Sunda sehingga mempunyai nilai-nilai
PEMBELIAN IKAN SEGAR DAN IKAN OLAHAN 65
budaya yang hampir sama dan membentuk
urutan preferensi yang sama dan hanya
berbeda nilai relatif penting dan nilai
kepentingan taraf. Menurut Sokib, Palupi, &
Suharjo (2012), preferensi konsumen terhadap
ikan dalam bentuk segar dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya kandungan gizi
dan budaya (kebiasaan sejak kecil). Hasil
analisis konjoin dalam penelitian ini sesuai
dengan pola preferensi dalam penelitian Sokib,
Palupi,
dan
Suharjo
(2012)
yang
memperlihatkan pola homogen, yakni suka
pada ikan dalam bentuk segar sebanyak 78,0
persen, baik ikan air tawar maupun ikan air
laut dibandingkan ikan dalam bentuk olahan
sebesar 22,0 persen. Harlin (2008) juga
menemukan hasil yang sama bahwa
preferensi dalam mengonsumsi ikan olahan di
Kota Bekasi jauh lebih rendah dibandingkan
dengan preferensi terhadap ikan segar.
Ibu bekerja dan ibu tidak bekerja memiliki
pengetahuan yang sama terhadap ikan segar
dan ikan olahan. Kedua Ibu sebagian besar
memiliki nilai pengetahuan mengenai ikan
segar dengan kategori sedang dan baik.
Pengetahuan yang dimiliki oleh ibu bekerja
menjadikan ibu bekerja tetap memilih ikan
segar ke dalam menu keluarga meskipun
mempunyai waktu yang lebih sedikit dalam
menyajikan menu makanan ikan bagi
keluarga. Hal ini didasari oleh pengetahuan
mengenai kandungan gizi dan manfaat
mengonsumsi ikan bagi kesehatan tubuh.
Indriana dan Widajanti (2005) menyatakan
bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi
seseorang
maka
akan
semakin
memperhitungkan jenis dan jumlah makanan
yang dipilih untuk dikonsumsi. Hal ini juga
sesuai dengan Sediaoetama (1993) bahwa
orang yang pengetahuan gizinya rendah akan
berperilaku memilih makanan yang menarik
panca indera dan tidak mengadakan pilihan
berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya
mereka yang bagus pengetahuan gizinya lebih
banyak mempergunakan pertimbangan rasio
dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan
tersebut. Hal ini juga sesuai dengan hasil
penelitian Pieniak et al. (2008) yang
menyatakan bahwa keinginan menjadi sehat
merupakan pemicu secara tidak langsung
konsumsi ikan. Khuril’in (2015) menyatakan
pengetahuan gizi ibu berpengaruh terhadap
konsumsi ikan dikarenakan ibu adalah
penyedia makanan dalam rumah tangga.
Pengetahuan seseorang yang biasanya
diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media
masa, media elektronik, buku petunjuk dan
66
KARUNIAWATI, SATRIA, & YULIATI
kerabat dekat. Pengetahuan yang dimiliki
dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga
seseorang
berperilaku
sesuai
dengan
kenyataan tersebut. Pengetahuan ibu bekerja
dan tidak bekerja didukung oleh pendidikan
yang diterimanya. Pendidikan ibu bekerja dan
ibu tidak bekerja yang menjadi responden
sebagian
besar
adalah
sarjana
dan
pascasarjana. Waysima et al. (2011b)
mengemukakan bahwa tingkat pendidikan ibu
membantu
keyakinan
ibu
terhadap
pengetahuan yang lebih luas daripada
pengetahuan tentang gizi ikan laut. Tingkat
pendidikan orang tua akan meningkatkan
diantaranya kepemilikan pengetahuan tentang
kesehatan
dan
pangan
sehat
bagi
keluarganya. Ibu bekerja dan ibu tidak bekerja
juga mengonsumsi ikan olahan, akan tetapi
porsi ikan olahan tidak sebanyak ikan segar
dalam menu keluarga. Hal ini dilandasi oleh
pengetahuan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja
untuk menyediakan makanan yang penuh gizi
bagi keluarga.
Analisis
Fishbein
terhadap
keyakinan
responden memperlihatkan bahwa atribut
khasiat dan manfaat adalah yang paling bagus
kinerjanya menurut ibu bekerja. Ibu bekerja
mempunyai keyakinan bahwa khasiat dan
manfaat ikan segar adalah paling utama
dibanding kandungan gizi dan keunggulan ikan
segar dibandingkan lauk lainnya. Ibu bekerja
mengharapkan khasiat bagi kesehatan setelah
mengonsumsi ikan segar dan hasilnya adalah
sesuai yang diharapkan oleh ibu bekerja. Hal
ini sesuai dengan penelitian Irianto (2015)
yang menyebutkan bahwa kesadaran terhadap
kesehatan merupakan penentu pada sikap
positif individu dalam membeli makanan
organik. Keyakinan ibu bekerja terhadap
manfaat mengonsumsi ikan segar dan
keunggulan ikan segar dibandingkan lauk
lainnya lebih tinggi dibandingkan nilai
evaluasinya. Hal ini memperlihatkan bahwa ibu
bekerja mempunyai harapan yang tinggi ketika
akan mengonsumsi ikan segar. Namun setelah
mengonsumsi ikan segar manfaat dan
keunggulan ikan segar tidak dirasakan
berbeda dengan mengonsumsi sumber protein
lainnya. Hal ini menyebabkan nilai evaluasi
atribut manfaat dan keunggulan ikan segar
lebih rendah dibandingkan dengan nilai
keyakinannya.
Secara keseluruhan, ibu bekerja lebih
menyukai ikan segar dibandingkan dengan
ikan olahan. Hal ini terlihat dari penilaian
keyakinan dan evaluasi yang lebih tinggi pada
ikan segar dibandingkan dengan ikan olahan
pada seluruh atribut yang dinilai. Tingginya
Jur. Ilm. Kel. & Kons.
nilai sikap ibu bekerja terhadap ikan segar
disebabkan karena tingginya nilai keyakinan
dan evaluasi mengenai kandungan, khasiat,
manfaat, dan keunggulan ikan segar. Nilai
sikap ibu bekerja terhadap ikan olahan rendah
karena keyakinan dan evaluasinya tidak
setinggi keyakinan dan evaluasi pada ikan
segar.
Beberapa
alasan
ibu
bekerja
mengonsumsi ikan olahan adalah karena
praktis/mudah disajikan dan lebih banyak
tersedia di lingkungan tempat tinggal.
Ibu tidak bekerja yakin bahwa atribut manfaat
adalah yang paling bagus kinerjanya. Berbeda
dengan ibu bekerja, bagi ibu tidak bekerja
setelah manfaat mengonsumsi ikan urutan
yang disukai selanjutnya adalah khasiat mengonsumsi ikan segar bagi kesehatan, setelah itu
adalah kandungan gizi dan disusul dengan
keunggulan ikan segar dibandingkan lauk
lainnya. Nilai evaluasi ibu tidak bekerja
terhadap ikan segar memperlihatkan hal yang
berbeda dengan nilai keyakinannya, yaitu
atribut manfaat mengonsumsi ikan segar
ternyata
yang
paling
penting
untuk
dipertimbangkan dalam membeli ikan segar.
Atribut yang disukai selanjutnya adalah
kandungan gizi, khasiat bagi kesehatan, dan
keunggulan ikan segar dibandingkan lauk
lainnya.
Ibu tidak bekerja mempunyai keyakinan bahwa
konsumsi ikan segar akan sangat bermanfaat.
Nilai evaluasi yang diberikan oleh ibu tidak
bekerja sesuai dengan harapan. Ibu tidak
bekerja merasa bahwa harapan memperoleh
manfaat setelah mengonsumsi ikan segar
telah terpenuhi, yaitu tubuh menjadi lebih
sehat dan tidak mudah sakit. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Waysima et al. (2011b)
yang menyebutkan bahwa respondennya
terutama yang tinggal di wilayah pesisir
menunjukkan bahwa generasi mereka jarang
mengalami dampak buruk setelah makan ikan
laut. Disamping itu, ikan laut sangat
bermanfaat bagi kecerdasan dan kesehatan
manusia khususnya anak. Secara keseluruhan
ibu tidak bekerja lebih menyukai ikan segar
dibandingkan dengan ikan olahan. Namun
demikian, ibu yang tidak bekerja masih
mengonsumsi ikan olahan karena ikan olahan
mempunyai banyak kelebihan, diantaranya
adalah ikan olahan mudah ditemukan di
lingkungan tempat tinggal, harga terjangkau
dan mempunyai daya simpan lebih lama
dibandingkan ikan segar.
Berdasarkan analisis logit, pengeluaran,
preferensi, dan pengetahuan tentang ikan
segar dan ikan olahan memengaruhi frekuensi
Vol. 10, 2017
pembelian ikan segar dan ikan olahan.
Keluarga dengan pengeluaran Rp700.000,00
sampai dengan Rp1.000.000,00 per bulan
mempunyai probabilitas yang lebih rendah
untuk membeli ikan segar. Beberapa jenis ikan
tawar dan laut harganya lebih ekonomis
dibandingkan dengan daging ayam maupun
daging sapi. Namun demikian masih banyak
keluarga yang tidak mampu membeli ikan
dalam jumlah yang cukup bagi keluarganya.
Pengeluaran keluarga memper-lihatkan tingkat
ekonomi dari suatu keluarga. Pengeluaran
keluarga yang semakin besar mengindikasikan
semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga
tersebut. Keluarga dengan pengeluaran
kurang dari Rp1.500.000,00 per bulan
termasuk dalam keluarga ekonomi menengah.
Keluarga ini tidak membeli ikan dengan
frekuensi yang tinggi karena masih terdapat
bahan
pangan yang
dianggap
dapat
menggantikan ikan sebagai sumber protein.
Bahan pangan pengganti tersebut berasal dari
protein nabati/tumbuhan. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Indriana dan Widajanti
(2005) yang menganalisis hubungan antara
ketersediaan ikan dalam keluarga dengan
pendapatan per kapita per bulan. Apabila
pendapatan per kapita per bulan tinggi maka
ketersediaan ikan di keluarga juga akan tinggi.
Menurut Baliwati dan Saputra (2014),
konsumsi pangan ikan dan pangan hewani
lainnya dari penduduk Jawa Barat pada tahun
2012 tergolong rendah. Ibu dengan preferensi
sedang terhadap ikan segar mempunyai
probabilitas lebih rendah untuk membeli ikan
segar. Preferensi sangat memengaruhi
perilaku seseorang. Ibu yang preferensinya
kurang menyukai ikan segar maka akan
rendah frekuensi pembelian ikan segarnya.
Pengetahuan kategori sedang terhadap ikan
segar
mempunyai
pengaruh
signifikan
terhadap frekuensi pembelian ikan segar yang
mana ibu dengan pengetahuan sedang
mempunyai probabilitas lebih rendah untuk
membeli ikan segar. Menurut Indriana dan
Widajanti (2005) pengetahuan bahan makanan
perlu sebagai dasar untuk menyusun
hidangan. Hasil penelitian Indriana dan
Widajanti (2005) menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat signifikan antara
pengetahuan gizi ibu tentang ikan dengan
ketersediaan ikan di tingkat keluarga. Hal
inilah
yang
mendasari
ibu
dengan
pengetahuan
yang
sedang
mengenai
kandungan gizi ikan, manfaat mengonsumsi
ikan dan cara mengolah ikan segar membeli
ikan segar dengan frekuensi lebih rendah.
Pendidikan ibu memengaruhi pengetahuannya
mengenai
kandungan
gizi,
manfaat
PEMBELIAN IKAN SEGAR DAN IKAN OLAHAN 67
mengonsumsi dan cara mengolah ikan.
Pengetahuan
ikan
segar
pada
ibu
menyebabkan ibu merasa penting untuk
membeli ikan segar bagi keluarganya, namun
ibu dengan pengetahuan yang sedang kurang
mementingkan untuk membeli ikan segar,
sehingga kurang sering membeli ikan segar.
Variabel yang berpengaruh pada frekuensi
pembelian ikan olahan berdasakan hasil
analisis logit adalah pendidikan, jumlah
anggota keluarga dan sikap ibu terhadap ikan
olahan. Ibu dengan pendidikan sekolah dasar
dan sekolah menengah pertama mempunyai
probabilitas lebih tinggi untuk membeli ikan
olahan. Ibu dengan latar pendidikan sekolah
dasar dan sekolah menengah pertama mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai
manfaat ikan segar untuk dikonsumsi,
sehingga lebih memilih ikan olahan. Hal ini
terjadi karena lebih mudah mendapatkan ikan
olahan di lingkungan tempat tinggal, lebih
mudah dimasak dan tahan lama. Hal ini sesuai
dengan penelitian Can, Gunlu, dan Can (2015)
yang menyebutkan bahwa perbedaan yang
signifikan pada konsumsi ikan ditemukan pada
kelompok usia, jenis kelamin, dan pendidikan
responden.
Pengetahuan mengenai ikan olahan yang baik
membuat ibu bekerja dan ibu tidak bekerja
mengetahui kelebihan dan kekurangan mengonsumsi ikan olahan. Ikan olahan merupakan
ikan segar yang dibuat dalam berbagai bentuk
olahan. Ikan olahan lebih lama daya
simpannya karena menggunakan metode
dalam pengawetannya. Proses pembuatan
ikan olahan telah mengurangi kandungan gizi
pada ikan, sedangkan bahan pengawet yang
ditambahkan pada ikan olahan untuk
memperpanjang daya simpan merupakan hal
yang dihindari dalam konsumsi makanan.
Jumlah anggota keluarga kecil dan sedang
mempunyai probabilitas lebih rendah untuk
membeli ikan olahan. Keluarga dengan jumlah
kurang dari 6 orang termasuk dalam keluarga
sedang. Pembelian ikan olahan mempunyai
probabilitas lebih rendah karena kebutuhan
konsumsinya lebih sedikit dibandingkan
dengan keluarga dengan jumlah anggota yang
besar. Hal ini sesuai dengan Onurlubas (2013)
yang menyebutkan bahwa jumlah anggota
dalam suatu keluarga memengaruhi secara
statistik konsumsi ikan. Sikap ibu terhadap
ikan olahan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap frekuensi pembelian ikan
olahan dimana ibu dengan sikap kategori
kurang baik terhadap ikan olahan mempunyai
probabilitas lebih rendah untuk membeli ikan
olahan. Ibu bekerja dan ibu tidak bekerja
68
KARUNIAWATI, SATRIA, & YULIATI
mempunyai keyakinan yang kurang terhadap
manfaat mengonsumsi ikan olahan sehingga
kurang tertarik untuk membeli ikan olahan. Ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja yang mempunyai
sikap kurang menyukai ikan olahan berarti
keyakinan/harapan dan evaluasi terhadap ikan
olahannya rendah, sehingga tidak atau kurang
memilih ikan olahan sebagai menu keluarga.
Pembelian ikan segar dan ikan olahan juga
dilihat dari kuantitas pembelian. Hasil analisis
menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kuantitas pembelian ikan
segar berdasarkan hasil analisis logistik
adalah variabel pengeluaran yaitu keluarga
dengan pengeluaran antara Rp700.000,00
sampai dengan Rp1.000.000,00 per bulan dan
Rp1.000.001,00
sampai
dengan
Rp1.500.000,00
per
bulan
mempunyai
probabilitas lebih sedikit untuk membeli ikan
segar. Hal ini terjadi karena rendahnya daya
beli dari keluarga untuk membeli protein
hewani berupa ikan segar. Menurut hasil
penelitian Yilmaz et al. (2014), konsumsi ikan
secara langsung dipengaruhi oleh status
pendapatan
keluarga.
Variabel
yang
berpengaruh terhadap kuantitas pembelian
ikan olahan berdasarkan hasil analisis logistik
adalah jumlah anggota keluarga kecil yang
mana keluarga kecil mempunyai probabilitas
lebih sedikit membeli ikan olahan. Ibu yang
mempunyai jumlah anggota keluarga kategori
kecil membeli ikan olahan dengan kuantitas
sedikit. Hal ini terjadi karena keluarga kecil
hanya membutuhkan sedikit ikan olahan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga.
Keluarga kecil membeli ikan olahan dan ikan
segar dalam jumlah sedikit untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
SIMPULAN DAN SARAN
Perilaku pembelian ikan pada ibu bekerja dan
ibu tidak bekerja meliputi frekuensi dan
kuantitas pembelian ikan segar dan ikan
olahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan perilaku ibu bekerja dan
ibu tidak bekerja terhadap frekuensi pembelian
ikan segar dan juga pada kuantitas pembelian
ikan segar dan ikan olahan. Perbedaan
perilaku terletak pada frekuensi pembelian
ikan olahan. Ibu bekerja lebih tinggi frekuensi
pembelian olahan dibandingkan dengan ibu
tidak bekerja.
Ibu bekerja dan ibu tidak bekerja memiliki
preferensi yang sama terhadap atribut ikan,
yaitu ibu lebih mementingkan kondisi dibandingkan dengan jenis ikan. Kondisi ikan
yang paling disukai oleh ibu bekerja dan ibu
Jur. Ilm. Kel. & Kons.
tidak bekerja adalah ikan yang sudah
dibersihkan/dibuang sisik, insang dan isi
perutnya. Jenis ikan yang disukai oleh ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja adalah ikan laut.
Pengetahuan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja
mengenai ikan segar dan ikan olahan juga
tidak berbeda. Sebagian besar ibu bekerja dan
ibu tidak bekerja mempunyai pengetahuan
yang sedang dan baik mengenai kandungan
gizi, manfaat mengonsumsi, dan cara
mengolah ikan. Sikap ibu bekerja dan ibu tidak
bekerja berbeda nyata terhadap ikan segar
dan ikan olahan. Perbedaan tersebut
disebabkan oleh keyakinan dan evaluasi
terhadap atribut ikan segar dan ikan olahan.
Faktor
yang
memengaruhi
frekuensi
pembelian ikan segar adalah pengeluaran
rumah tangga per bulan, preferensi ibu
terhadap ikan segar, dan pengetahuan ibu
terhadap
ikan
segar.
Faktor
yang
memengaruhi frekuensi pembelian ikan olahan
adalah pendidikan yang diterima oleh ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja, jumlah anggota
keluarga dan sikap ibu bekerja dan tidak
bekerja terhadap ikan olahan. Faktor yang
memengaruhi kuantitas pembelian ikan segar
adalah pengeluaran rumah tangga per bulan,
sedangkan faktor yang memengaruhi pembelian ikan olahan adalah jumlah anggota
keluarga.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
preferensi ibu bekerja dan ibu tidak bekerja
lebih
mengutamakan
kondisi
ikan
dibandingkan dengan jenis ikan. Hal ini
menunjukkan bahwa ibu lebih menyukai ikan
yang
siap
diolah
tanpa
harus
membersihkannya terlebih dahulu. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai cara
memilih ikan yang baik, menangani/membersihkan ikan, dan mengolah ikan menjadi
menu yang bervariasi. Pengetahuan ibu
mengenai manfaat mengonsumsi ikan bagi
kesehatan akan menumbuhkan sikap yang
baik terhadap konsumsi ikan, sehingga
peningkatan pengetahuan diharapkan dapat
mendorong ibu untuk meningkatkan konsumsi
ikan keluarga-nya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W., & Nurmalinda. (2012). Analisis
konjoin preferensi konsumen terhadap
atribut produk kentang, bawang merah
dan cabai merah. J Wort, 22(3), 292302.
Vol. 10, 2017
Baliwati, Y. F., & Saputra, I. M. (2014). Analisis
kemandirian ikan dan pangan hewani
lainnya pada 26 kabupaten/kota di Jawa
Barat tahun 2012. Jurnal Masyarakat
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia,
17(3), 186-196.
Can, M. F., Gunlu, A., & Can, H. Y. (2015).
Fish consumption preferences and
factors influencing it. Food Science and
Technology, 35(2), 339-346.
Cerda, A., A., Garcia, L. Y., Farias, S. O., &
Ubilla, A. M. (2012). Consumer
preferences and willingness to pay for
organic apples. Cin. Inv. Agr, 39(1), 4759.
[Ditjen
PDSPKP]
Direktorat
Jenderal
Peningkatan Daya Saing. (2015).
Milestone Gemarikan (Satu Dawarsa
Gerakan
Memasyarakatkan
Makan
Ikan). Jakarta, ID: Ditjen PDSPKP.
Endiyani. (2014). Preferensi konsumen dan
analisis rantai nilai produk olahan cabai
merah kering (studi kasus wilayah
Bogor) (Tesis). Institut Pertanian Bogor,
Bogor, Indonesia.
Harlin. (2008). Analisis preferensi konsumen
terhadap produk perikanan (studi kasus
di Kota Bekasi) (Tesis). Universitas
Terbuka, Jakarta, Indonesia.
Herista, M. I. S. (2015). Sikap preferensi
konsumen buah jeruk lokal dan buah
jeruk impor (kasus Kota Bandar
Lampung, Provinsi Lampung) (Tesis).
Institut Pertian Bogor, Bogor, Indonesia.
Indriana, S., & Widajanti, L. (2005). Hubungan
pendapatan, pengetahuan gizi ibu
dengan ketersediaan ikan tingkat rumah
tangga daerah perkotaan. Jurnal Gizi
Indonesia, 1(1), 8-14.
Irianto, H. (2015). Consumer’s attitude and
intention towards organic food purchase:
an extension of theory of planned
behavior
in
gender
perspective.
International Journal of Management,
Economics and Social Sciences, 4(1),
17-31.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan.
(2014). Laporan kinerja kementerian
kelautan dan perikanan tahun 2014.
[Internet]. [Diunduh 2016 Februari 1].
Tersedia
pada
http://www.kkp.go.id/lakip-2014.html.
Khuril’in, M. L. (2015). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan konsumsi ikan,
sayur dan buah pada anak usia
PEMBELIAN IKAN SEGAR DAN IKAN OLAHAN 69
prasekolah di TK LPII, Desa Sawotrap,
Kecamatan
Gedangan,
Kabupaten
Sidoarjo. E-Journal Boga, 4(2), 41-46.
Kotler, P. (1997). Marketing management;
Analysis, planning, implementation, and
control 9th Edition. New Jersey, US:
Prentice Hall.
Lebiedzinska, A., Kostrzewa, A., Ryskiewicz,
J., Zbikowski, R., & Szefer, P. (2006).
Preferences, consumption and Choice
factors of fish and seafood among
university students. Pol. J. Food
Nutr.Sci, 15(56), 91-96.
Palembang, S. P. (2015). Analisis sikap dan
preferensi
konsumen
dalam
mengonsumsi tepung sagu di Kota
Ambon (Tesis). Institut Pertanian Bogor,
Bogor, Indonesia.
Matlabi, M., Rad, G.S., Mostavafi, F., Mohebi,
S., Sani, F. A., Azadbakht, L., &
Tabaraie, Y. (2013). A study on the fish
consumption
according
to
health
education models constructs in 2012.
Bulletin of Environment, Pharmacology
and Life Science, 3(1), 57-67.
Obiero KO, Opiyo MA, Munguti JM, Orina PS,
Kyule D, Yongo E, Githukia CM, &
Karisa
HC.
(2014).
Consumer
preference and marketing of Farmed
Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) and
African Catfish (Clarias gariepinus) in
Kenya: case study of Kirinyaga and
Vihiga Counties. International Journal of
Fisheries and Aquatic Studies, 1(5), 6776.
Onurlubas, E. (2013). The factors affecting fish
consumption of the consumers in Kesan
township in Edirne. Bulgarian Journal of
Agricultural Science, 19(6), 1346-1350.
Pieniak, Z., Verbeke, W., Scholderer, J.,
Brunso, K., & Olsen, S. O. (2008).
Impact of consumers’ health beliefs,
health involvement and risk perception
on fish consumption a study in five
European countries. British Food
Journal, 110(9), 898-915.
Salaa, J. (2015). Peran ganda ibu rumah
tangga dalam meningkatkan ekonomi
keluarga di Desa Tarohan Kecamatan
Beo Kabupaten Kepualauan Talaud.
Jurnal Holisik, 8(15), 1-16.
Sediaoetama. (1993). Ilmu untuk mahasiswa
dan profesi Indonesia. Jakarta, ID: Dian
Rakyat.
70
KARUNIAWATI, SATRIA, & YULIATI
Soccol, M. C. H., & Oetterer, M. (2003).
Seafood as functional food. Brazilian
Archieves of Biology and technology An
International Journal, 46(3), 443-454.
Sokib, N., Palupi, N.S., & Suharjo, B. (2012).
Strategi peningkatan konsumsi ikan di
Kota Depok Jawa Barat. Manajemen
IKM, 7(2), 166-171.
Sumarwan, U. (2014). Perilaku Konsumen,
Teori
dan
Penerapannya
dalam
Pemasaran.
Jakarta,
ID:
Ghalia
Indonesia.
Susanto E., & Fahmi A. S. (2012). Senyawa
fungsional dari ikan: aplikasinya dalam
pangan. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan, 1(4), 95-102.
Waysima, Sumarwan, U., Khomsan, A., &
Zakaria, F. R. (2011a). Persepsi dan
sikap afektif ibu mempengaruhi perilaku
ibu menyediakan ikan laut dalam menu
keluarga. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen, 4(1), 74-81.
Waysima, Sumarwan, U., Khomsan, A., &
Zakaria, F. R. (2011b). Sikap afektif ibu
terhadap ikan laut nyata meningkatkan
apresiasi anak mengonsumsi ikan laut.
Journal of Nutrition and Food, 5(3), 197204.
Yilmaz S., Sen B.E., Kara O., & Uresin A.
2014.
Determining
consumers
preferences for fish consumption: a
study in Antalya Province of Turkey.
Journal of Academic Documents for
Fisheries and Aquaculture, 2, 49-54.
Jur. Ilm. Kel. & Kons.
Download