I. PENDAHULUAN Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat untuk menimbun sampah dan tahap akhir dari program pengelolaan sampah. TPA Gunung Tugel berlokasi di RT 04 RW 06 Desa Kedung Randu Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. TPA ini didirikan pada tahun 1983 dengan luas sekitar 5,4 ha. TPA Gunung Tugel menampung sampah organik maupun anorganik sebanyak 282 m3 per hari yang sebagian besar berasal dari rumah tangga, industri, dan pasar. Berdasarkan data sekunder truk yang masuk ke TPA Gunung Tugel per harinya adalah sebanyak 25 truk. Masing-masing truk membawa sampah sebanyak 4 m3, sehingga total sampah yang masuk ke TPA per harinya adalah 100 m3 (Pudyawardhana, 2006). Sampah-sampah tersebut ditampung tanpa adanya pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Sampah-sampah yang masih mempunyai nilai jual seperti botol, kantong plastik, boneka bekas, kain bekas, besi, dan sandal dikumpulkan kembali oleh masyarakat sekitar untuk dijual kembali, sisanya diolah dengan metode open dumping dan control landfil. Metode Open dumping adalah cara pengolahan sampah dengan cara sampah dibuang begitu saja di tempat pembuangan akhir dan dibiarkan terbuka.Cara pengolahan sampah tersebut mempunyai kelemahan antara lain tidak saniter karena pada sampah basah dapat menjadi media yang baik untuk mikroorganisme, lalat, dan tikus, sehingga memungkinkan menjadi media penularan berbagai penyakit seperti diare. Pengolahan sampah dengan metode Open dumping juga dapat mengurangi estetika lingkungan karena menimbulkan bau dan pemandangan yang tidak sedap (Rudiando & Azizah, 2005). Pengolahan sampah dengan control landfill adalah pengolahan yang dilakukan dengan cara dibuat lapisan sampah dan tanah. Lapisan pertama adalah sampah dari berbagai sumber yang kemudian ditimbun, diratakan dan dipadatkan hingga bio.unsoed.ac.id mencapai 5 cm. Setelah itu sampah ditimbun dengan lapisan tanah yang merupakan lapisan kedua, sehingga dapat memperkecil pengaruh yang merugikan terhadap lingkungan (Selintung et al., 2013). Setelah ditimbun dengan tanah, kemudian dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menanam tanaman, seperti kangkung, bayam, labu dan talas. Menurut Maramis et al. (2006), kelemahan pengolah dengan control landfill adalah penimbunan sampah terus menerus akan menyebabkan pencemaran berupa air lindi (leachate) yang mengandung bahan organik dan logam-logam berat 1 yang berbahaya seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan besi (Fe). Air lindi di TPA Gungung Tugel mengandung logam berat, salah satunya adalah logam merkuri (Hg). Hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa logam berat Hg yang terkandung dalam air lindi adalah 0,035 mg.l-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam Hg pada air lindi di atas ambang batas baku mutu logam Hg. Menurut PP No. 18 Tahun 1999, baku mutu kandungan logam Hg dalam limbah adalah 0,01 mg.l-1. Tingginya kadar Hg pada air lindi tersebut didukung dengan adanya sampah yang menjadi sumber Hg, diantaranya baterai, alat elektronik, lampu dan plastik (Budiono, 2002). Air lindi yang mengandung Hg tersebut mengalir ke lingkungan sekitarnya, seperti pemukiman, kebun milik warga, selokan, dan pesawahan, sehingga memungkinkan sekali logam Hg akan berpindah ke tanah dan tanaman. Masing-masing tanaman mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam mengakumulasi logam berat. Menurut Hardiani (2009) dalam Hilamuhu (2013), mekanisme tanaman dalam menyerap dan mengakumulasi logam berlangsung dalam tiga tahapan yaitu: 1. Penyerapan oleh akar. Tanaman dapat menyerap logam ketika logam dibawa ke dalam larutan di sekitar akar. Proses tersebut dilakukan dengan beberapa cara bergantung pada spesies tanaman. 2. Translokasi logam dari bagian akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam menembuh endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem dan floem) ke bagian tanaman lainnya. 3. Lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, bio.unsoed.ac.id misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar. Tanaman hiperakumulator merkuri adalah tanaman yang dapat mengakumulasi logam merkuri dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Di antara tanaman kangkung, talas, labu, dan bayam yang tumbuh di TPA Gunung Tugel dapat dilaporkan bahwa tanaman bayam (Amaranthus spp.) mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation (Mohamad, 2013) dibandingkan ketiga 2 tanaman lainnya, sehingga sangat efektif sebagai absorben terhadap logam berat pada tanah yang tercemar logam berat. Oleh karena air lindi yang mengandung bahan organik dan anorganik hasil dari TPA digunakan oleh masyarakat untuk menanam beberapa jenis tanaman seperti bayam, kangkung, talas dan labu, maka perlu dilakukan biomonitoring untuk mengkaji kandungan logam Hg pada tanah dan tanaman yang ditanam di tempat tersebut. Permasalahan yang muncul adalah apakah tanah dan tanaman bayam, kangkung, talas, dan labu mengandung logam berat Hg; dan tanaman apakah yang mampu mengakumulasi Hg paling tinggi. Berdasarkan permasalahan tersebut maka telah dilakukan penelitian untuk mengkaji kandungan logam Hg pada tanah dan tanaman bayam, kangkung, talas dan labu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Kandungan logam Hg pada tanah yang digunakan oleh masyarakat untuk menanam tanaman bayam, kangkung, talas dan labu disekitar TPA Gunung Tugel Purwokerto. 2. Tanaman yang mempunyai kemampuan paling tinggi dalam mengakumulasi Hg. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi penting kepada masyarakat tentang seberapa besar kandungan logam Hg pada tanaman yang dikonsumsi, serta hasil penelitian tersebut dapat dijadikan acuan bagi pemangku kepentingan dalam membuat kebijakan pengelolaan sampah TPA Gunung Tugel yang lebih baik agar tidak menyebabkan dampak buruk bagi warga dan lingkungan sekitar. bio.unsoed.ac.id 3